• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN REDENOMINASI

TERHADAP PERMINTAAN KONSUMEN DALAM KONDISI

EKONOMI DENGAN TINGKAT INFLASI TINGGI

RHEZA PRASETYA ARIMURTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Rheza Prasetya Arimurti

(4)

ABSTRAK

RHEZA PRASETYA ARIMURTI. Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA.

Redenominasi adalah penyederhanaan mata uang menjadi pecahan yang lebih sedikit dengan cara mengurangi digit angka (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Oleh karena itu, diharapkan daya beli masyarakat tidak berubah. Penelitan ini dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya kebijakan redenominasi dalam kondisi inflasi tinggi. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari percobaan ekonomi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t dan analisis deskriptif. Kebijakan redenominasi cenderung menurunkan nilai transaksi untuk barang elastis pada saat pertumbuhan rendah. Hal tersebut disebabkan oleh harga yang cenderung mengalami penurunan. Sedangkan pada saat pertumbuhan tinggi, kebijakan redenominasi cenderung meningkatkan nilai transaksi. Hal tersebut disebabkan oleh harga yang cenderung mengalami peningkatan.

Kata kunci: Percobaan Ekonomi, Redenominasi, Uji-t

ABSTRACT

RHEZA PRASETYA ARIMURTI. Analysis of Redenomination Effect on Consumer Demand in Economic Conditions with High Inflation. Supervised by BAMBANG JUANDA.

Redenomination is a simplification of currency into smaller fragments by reducing digit number (zero) without reducing the value of the currency. Therefore, the expected purchasing power has not changed. This research was conducted to see the effect that the result of the redenomination policy. The data used are primary data obtained from experimental economics. Analysis tools used in this study is the t-test and descriptive analysis. Redenomination policy tends to lower the value of transactions for goods elastic at low growth. This was caused by the price tends to decrease. While at the time of high growth, redenomination policy tends to increase the value of the transaction. This was caused by the price tends to increase.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perekonomian

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN REDENOMINASI

TERHADAP PERMINTAAN KONSUMEN DALAM KONDISI

EKONOMI DENGAN TINGKAT INFLASI TINGGI

RHEZA PRASETYA ARIMURTI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi Nama : Rheza Prasetya Arimurti

NIM : H14090053

Disetujui oleh

Prof. Dr.Ir. Bambang Juanda, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah redenominasi, dengan judul Analisis Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Permintaan Konsumen dalam Kondisi Ekonomi dengan Tingkat Inflasi Tinggi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi selama proses penelitian. Selain itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan penulis, teman-teman terbaik penulis yang selalu memberikan dukungan, teman-teman satu bimbingan, teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 46, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Elastisitas Permintaan 5

Perubahan Nilai Mata Uang 7

Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi 7

Percobaan Ekonomi 9

Percobaan Ekonomi dalam Kajian Kebijakan Ekonomi 10

Hipotesis 10

Kerangka Penelitian 11

METODE PENELITIAN 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Pengambilan Sampel 12

Rancangan Simulasi Percobaan 12

Prosedur Simulasi Percobaan 14

Metode Analisis Data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Perilaku Ekonomi dalam Beberapa Kondisi pada saat Inflasi Tinggi 17 Alternatif Kebijakan untuk Mengatasi Dampak Akibat Redenominasi Mata

Uang Rupiah 28

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

(11)

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(12)

DAFTAR TABEL

1 Sepuluh mata uang dengan nilai pecahan tertinggi di ASEAN 2 2 Tingkat pertumbuhan dan tingkat inflasi di Indonesia pada tahun

2008-2012 3

3 Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan ekonomi 13

4 Hipotesis untuk uji beda nilai tengah 16

5 Hasil nilai dari uji kergaman dan uji t-test untuk respon tertentu

dalam beberapa kondisi. 17

6 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan

rendah dan pertumbuhan tinggi 18

7 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat

pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi 19

8 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat

pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi 20

9 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif untuk barang elastis

dan barang inelastis 21

10 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi

untuk barang elastis dan barang inelastis 22

11 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai tranksaksi untuk

barang elastis dan barang inelastis 23

12 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda 24 13 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat

pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda 25 14 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat

pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda 26

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 11

2 Perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan

pertumbuhan tinggi 18

3 Perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan

rendah dan pertumbuhan tinggi 19

4 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan

rendah dan pertumbuhan tinggi 20

5 Perbandingan perubahan harga relatif untuk barang elastis dan barang

inelastis 21

6 Perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi pada barang

elastis dan barang inelastis 22

7 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi pada barang elastis

dan barang inelastis 23

8 Perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan

(13)

9 Perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan

rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda 25

10 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan

rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda 26

11 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda per kondisi 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data hasil percobaan 31

2 Hasil uji keragaman dan uji beda nilai tengah untuk setiap kombinasi 32 3 Grafik plot data untuk setiap kombinasi perlakuan 42

4 Instruksi percobaan 47

5 Daftar unit value dan unit cost masing-masing pelaku percobaan 55

6 Lembar keputusan penjual dan pembeli 57

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan perekonomian nasional dalam menghadapi tantangan ke depan yang berupa integrasi perekonomian global, saat ini Bank Indonesia sedang melakukan suatu kajian mengenai penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah. Wacana mengenai redenominasi tersebut telah dikeluarkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Darwin Nasution, pada tanggal 3 agustus 20101. Redenominasi adalah penyederhanaan mata uang menjadi pecahan yang lebih sedikit dengan cara mengurangi digit angka (angka nol) tanpa mengurangi nilai dari mata uang tersebut. Dalam redenominasi yang direncanakan akan menghilangkan tiga angka nol pada nilai uang, barang, maupun upah. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Misalkan Rp20 000 akan berubah menjadi Rp20, hal ini berlaku pada mata uang maupun harga barang. Karena perubahan hanya pada nilai nominal uang, sedangkan pada nilai riil tetap maka diharapkan tidak mempengaruhi daya beli masyarakat.

Kebijakan redenominasi atau eliminasi tiga angka nol pada Rupiah rencananya akan tercantum di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah, dimana RUU ini merupakan salah satu dari 70 RUU yang telah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 20132. Namun sampai saat ini RUU tersebut baru dalam tahap disiapkan oleh Kementerian Keuangan, dan belum diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas. Kebijakan ini baru disosialisasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada 23 Januari 2013 yang lalu.

Dasar pemikiran yang melandasi dalam melakukan kebijakan redenominasi adalah perlunya penyederhanaan terhadap nilai Rupiah. Karena pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini yang relatif tinggi akan meningkatkan perputaran uang dengan nilai yang semakin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada pencatatan digit yang semakin banyak di setiap transaksi yang terjadi sehingga menyulitkan sejumlah pihak dalam pencatatan keuangannya, karena software

yang tersedia saat ini hanya mampu mencatat 11 digit angka. Selain itu, nilai setiap mata anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga ditulis dalam triliun Rupiah atau tidak menyertakan 12 digit angka terakhir3.

Alasan lainnya dalam melakukan kebijakan redenominasi karena terdapat kemungkinan terjadinya inflasi yang tinggi dalam waktu yang singkat sehingga akan menyebabkan nilai mata uang yang semakin rendah. Semakin rendahnya nilai mata uang, maka akan menyebabkan semakin banyaknya jumlah uang yang diperlukan untuk membeli barang atau jasa (Amir, 2011). Apabila terjadi inflasi yang tinggi dan terus bertambah setiap tahunnya, maka tidak menutup kemungkinan akan munculnya pecahan mata uang baru yang lebih besar. Saat ini Indonesia memiliki pecahan tertinggi sebesar Rp100 000, kedua tertinggi setelah

1

Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/38/PSHM/Humas

2

Lihat, http://www.dpr.go.id/id/baleg/prolegnas/313/Daftar-Prolegnas-RUU-Prioritas-Tahun-2013

3

(15)

2

mata uang Vietnam yang mencetak 500 000 Dong. Maka diperkirakan dampak dari kenaikan inflasi yang terus bertambah akan muncul pecahan baru sebesar Rp200 000 atau Rp500 000 bahkan mungkin mencapai Rp1 000 000. Nilai nominal yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan di masa lalu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental perekonomian yang kurang baik (Kesumajaya, 2011). Dapat dilihat pada Tabel 1, diantara mata uang lainya Rupiah menempati peringkat kedua dalam Negara yang memiliki mata uang pecahan tertinggi sebesar Rp100 000.

Sejak tahun 1923, setidaknya terdapat 50 negara yang telah menerapkan kebijakan redenominasi, ada yang dianggap gagal dan ada juga yang dianggap berhasil. Negara-negara yang dapat dikatakan berhasil dalam menerapkan redenominasi adalah Turki, Polandia, Rumania, dan Ukraina. Sementara, negara-negara yang tidak berhasil dalam melakukan kebijakan redenominasi adalah Brazil, Israel, Rusia, Korea Utara, dan Zimbabwe. Ada beberapa negara yang melakukan redenominasi dalam beberapa tahap, seperti Brazil dan Serbia Montenegro sebanyak empat kali serta Israel dan Argentina sebanyak enam kali. Salah satu indikator keberhasilan penerapan redenominasi adalah tingkat inflasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebagai contoh, Negara turki setelah melakukan kebijakan redenominasi dengan menghilangkan enam angka nol keadaan perekonomian tetap terjaga, tingkat inflasinya turun dan lebih stabil.

Rencana untuk menerapkan kebijakan redenominasi di Indonesia saat ini dinilai sudah tepat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ioana (2005) yang menyebutkan bahwa redenominasi mata uang hanya akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi. Saat ini, variabel-variabel makroekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi cenderung sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6.2% sudah mengalami peningkatan yang pada sebelunya pada tahun 2009 sebesar 4.6%. Sama halnya dengan tingkat inflasi yang sudah mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 4,8% setelah sebelumnya sebesar

Tabel 1 Sepuluh mata uang dengan nilai pecahan tertinggi di ASEAN No Mata Uang (Negara) Nilai pecahan tertinggi

1 Dong (Vietnam) 500.000

2 Rupiah (Indonesia) 100.000

3 Riel (Kamboja) 100.000

4 Kip (Laos) 50.000

5 Brunei Dollar (Brunei) 10.000

6 Singapore Dollar (Singapura) 10.000

7 Kyat (Myanmar) 5.000

8 Peso (Philiphina) 1.000

9 Baht (Thailand) 1.000

10 Ringgit Malaysia (Malaysia) 100

(16)

3

9,8 % pada tahun 2008. Dari kedua variabel tersebut dapat disimpulkan dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung sudah mulai stabil dari tahun ke tahun.

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan nantinya bahwa saat pelaksanaan kebijakan redenominasi terjadi pada saat kondisi inflasi tinggi. Karena seperti yang kita ketahui saat ini, terjadi kenaikan pada harga bahan bakar minyak maupun pada tarif dasar listrik. Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, menyebutkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) bisa membuat angka inflasi naik hingga 7,1%4. Naiknya angka inflasi berasal dari dampak langsung kenaikan harga BBM dan dampak lanjutannya ke harga barang lain. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya nilai mata uang, sehingga akan dibutuhkan denominasi (nilai) mata uang yang besar dalam setiap transaksi perekonomian.

Perumusan Masalah

Kebijakan redenominasi tidak hanya berlandasakan pada satu bidang saja, tetapi pada bidang lainya seperti bidang sosial, politik, dan masyarakat tentunya. Efek tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan satu dengan yang lainya. Kebijakan redenominasi juga terkait dengan faktor-faktor politik seperti rentang waktu pemerintahan, idiologi partai pemerintahan, fraksinalisasi dalam pemerintahan dan parlemen serta derajat keberagaman sosial (Mosley, 2005). Dari pengalaman Negara yang telah melakukan redenominasi, kebijakan redenominasi dapat memicu terjadinya money illution yang menyebabkan meningkatnya tingkat inflasi dikarenakan adanya bias persepsi dimana masyarakat bertindak over consumptive karena menganggap uang terlihat lebih tinggi nilainya dan barang yang semakin terlihat lebih murah (Wibowo, 2013). Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap harga barang, sehingga kondisi tersebut dimanfaatkan oleh para penjual untuk meningkatkan harga barang yang pada ujungnya akan berdampak pada inflasi.

4

Lihat, http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/08/19551533

Tabel 2 Tingkat pertumbuhan dan tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2008-2012

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%)

2008 6,0 9,8

2009 4,6 4,8

2010 6,2 5,1

2011 6,5 5,4

2012 6,2 4,3

(17)

4

Apabila redenominasi tidak disosialisasikan dengan baik dampaknya akan berlanjut pada berkurangnya kepercaaan masyarakat terhadap mata uang Rupiah. Keadaan ini tentu akan membuat nilai rupiah terdepresiasi. Rupiah yang terdepresiasi bermakna bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi lebih rendah dan mengindikasikan daya saing dalam negeri menurun dibandingkan asing. Selain itu, redenominasi juga dapat menyebabkan inflasi dikarenakan adanya pembulatan keatas atau kebawah apabila tidak terdapat pecahan kecil untuk mata uang baru.

Oleh karena itu, dari penjelasan diatas kajian mengenai dampak yang akan ditimbulkannya perlu dikaji secara ilmiah melalui metode percobaan. Metode percobaan adalah cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik dari metode survei dan mampu mengendalikan faktor-faktor yang mengganggu hubungan sebab akibat (Juanda, 2010). Dalam metode percobaan, interaksi antara para pelaku ekonomi dalam membuat keputusan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan redenominasi pada kondisi inflasi tinggi, karena menurut Juanda (2010) data hasil percobaan akan lebih mudah diinterpretasi dalam menyimpulkan hubungan sebab akibat dibandingkan data hasil survei. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga relatif, persentase perubahan jumlah transaksi, dan persentase perubahan nilai transaksi pada kondisi ekonomi dengan tingkat inflasi tinggi ?

2. Alternatif kebijakan apakah yang perlu ditempuh pemerintah dan bank sentral untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat redenominasi mata uang Rupiah?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga relatif, persentase perubahan jumlah transaksi, dan persentase perubahan nilai transaksi pada kondisi ekonomi dengan tingkat inflasi tinggi.

2. Mengkaji kebijakan apakah yang perlu ditempuh pemerintah dan bank sentral untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan akibat redenominasi mata uang Rupiah.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Sebagai bahan pertimbangan Bank Indonesia dan pemerintah khususnya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah sehingga dapat bermanfaat bagi perekonomian nasional saat ini dan masa yang akan datang.

(18)

5 3. Sebagai bagian dari proses pembelajaran dan sarana untuk mendalami

pengetahuan khususnya pada metode percobaan ekonomi bagi penulis.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis dampak dari kebijakan redenominasi terhadap permintaan konsumen yang dilihat dari respon perubahan harga relatif, persentase perubahan jumlah transaksi, dan persentase perubahan nilai transaksi dengan menggunakan metode percobaan ekonomi. Data yang digunakan akan diperoleh dari data primer hasil metode percobaan atau eksperimen. Responden yang digunakan dalam penelitian ini bersifat homogen yang berasal dari kalangan mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Perubahan perilaku konsumen ditandai dengan penetapan harga atau

contract price oleh produsen, jumlah transaksi yang terjadi antara produsen dan konsumen, serta nilai transaksi yang dihasilkan oleh percobaan tersebut. Tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dilihat dari perubahan jumlah transaksi dan penetapan harga yang terjadi pada simulasi percobaan. Kebijakan redenominasi pada penelitian ini, dilakukan pada saat kondisi inflasi tinggi dan kebijakan redeominasi yang dimaksud adalah dengan menghilangkan tiga anga nol.

Adapun keterbatasan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis karena menyangkut fasilitas, tempat, waktu dan biaya. Oleh karena itu dari segi pemilihan responden, penulis hanya memilih responden mahasiswa S1 jurusan ekonomi dengan asumsi responden mengetahui ilmu ekonomi sehingga dapat memberikan gambaran yang tepat dalam mengambil keputusan-keputusan pada simulasi percobaan sebagai pelaku ekonomi yang sebenarnya. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi responden dalam mengambil keputusan tidak dijadikan pertimbangan oleh peniliti karena adanya keterbatasan dalam penelitian tersebut. Selanjutnya untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan redenominasi, peneliti hanya meneliti beberapa variabel yang mempengaruhi yaitu pertumbuhan dan elastisitas. Faktor-faktor lain yang dianggap dapat mempengaruhi dapat dijadikan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya. Selain itu, karena adanya keterbatasan dalam penelitian, dalam penelitian ini peneliti mengasumsikan bahwa komoditas beras dan mobil dapat mengintepretasikan komoditas barang elastis dan inelastis secara keseluruhan.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Elastisitas Permintaan

(19)

6

perubahan jumlah yang diminta terhadap perubahan harga. Adapun faktor-faktor yang menentukan elastisitas harga dari permintaan barang adalah :

a) Tersedianya barang substitusi yang terdekat. Barang-barang dengan substitusi terdekat cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis karena mempermudah para konsumen untuk mengganti barang tersebut dengan yang lain. Misalnya, mentega dan margarin merupakan barang yang mudah diganti dengan yang lain. Kenaikan harga mentega sedikit saja, jika harga margarin tetap, akan mengakibatkan jumlah mentega yang terjual turun dratis. Sebaliknya, karena telur merupakan makanan tanpa substitusi dekat, maka permintaan akan telur tidak seelastis permintaan akan mentega.

b) Fungsi kebutuhan dan kemewahan. Kebutuhan cenderung memiliki permintaan yang inelastis, sebaliknya kemewahan memiliki permintaan yang elastis. Ketika biaya berobat ke dokter meningkat, orang tidak akan secara dramatis mengubah frekuensi mereka ke dokter, meskipun mungkin tidak sesering sebelumnya. Sebaliknya ketika kapal pesiar meningkat, maka jumlah permintaan kapal pesiar akan turun banyak. Alasannya karena kebanyakan orang melihat berobat ke dokter sebagai suatu kebutuhan, sedangkan kapal pesiar sebagai suatu kemewahan. Suatu barang merupakan suatu kebutuhan atau suatu kemewahan tidak tergantung pada sifat hakiki barang itu, tetapi pada pilihan pembeli.

c) Definisi Pasar. Elastisitas permintaan dalam segala jenis pasar bergantung pada bagaimana kita menggambarkan batas-batas pasar. Pasar yang terdefinisi sempit cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibandingkan yang terdefinisi luas, karena lebih mudah menemukan substitusi untuk barang-barang yang terdefinisi secara sempit. Misalnya, makanan, sebuah kategori yang luas, memiliki permintaan yang inelastis karena tidak ada barang substitusi untuk makanan. Es krim, sebuah kategori yang lebih sempit, memiliki permintaan yang lebih elastis karena mudah untuk menggantinya dengan pencuci mulut lain. Es krim vanilla, sebuah kategori yang sangat sempit, memiliki permintaan yang sangat elastis karena rasa lain es krim merupakan barang substitusi yang hampir sempurna untuk vanilla.

d) Rentang Waktu. Barang-barang cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis selama kurun waktu yang lebih panjang. Ketika harga bensin naik, jumlah permintaan bensin hanya sedikit mengalami penurunan pada beberapa bulan pertama. Namun setelah itu, orang-orang akan membeli mobil yang lebih irit bahan bakar, menggunakan transportasi umum, dan pindah ke tempat kerja yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Dalam beberapa tahun, jumlah permintaan bensin akan menurun dratis.

Terdapat pula jenis – jenis elastisitas permintaan yaitu :

a) Permintaan tidak elastis sempurna (Inelastis Unitary) : Ep=0. Perubahan harga tidak mempengaruhi jumlah yang diminta. Dengan demikian, kurvanya berbentuk vertikal. Kurva berbentuk vertikal ini berarti bahwa berapapun harga yang ditawarkan, kuantitas barang/jasa tetap tidak berubah.

(20)

7 c) Permintaan elastis (Elastis) : Ep>1. Persentase perubahan kuantitas permintaan lebih besar dari persentase perubahan harga. Ini sering terjadi pada produk yang mudah dicari substitusinya.

d) Elastis Unitary : (Ep=1). Kenaikan harga dapat menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang dengan proporsi jumlah yang sama.

e) Permintaan elastis sempurna : elastisitas tak terhingga. Dimana pada suatu harga tertentu pasar sanggup membeli semua barang yang ada di pasar.

Perubahan Nilai Mata Uang

Perbedaan redenominasi dan sanering mata uang adalah sebagai berikut : a) Dilihat dari pengertiannya, redenominasi rupiah adalah penyederhanaan

pecahan mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya, Rp20 000 menjadi Rp20. Redenominasi juga dilakukan pada barang-barang yang dijual di pasaran sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sedangkan senering rupiah adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga barang-barang sehingga daya beli masyarakat menurun.

b) Dilihat dari dampaknya bagi masyarakat, maka redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Sedangkan, sanering akan menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.

c) Dilihat dari tujuannya, redenominasi rupiah adalah menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman melakukan transaksi. Selain itu, untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dalam menghadapi integrasi global. Sedangkan tujuan sanering adalah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar akibat kenaikan harga-harga. Sanering dilakukan karena terjadi inflasi yang sangat tinggi.

d) Nilai uang terhadap barang ketika adanya redenominasi adalah tidak berubah karena cara penyebutan dan penulisan pecahan uangnya saja yang berbeda. Tetapi, pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil karena yang dipotong adalah nilainya. Misalnya, bila terjadi redenominasi 3 digit, maka uang Rp10 bisa Anda belikan satu bungkus rokok. Tapi, jika terjadi sanering satu bungkus rokok dengan harga Rp10 tidak bisa lagi Anda dapatkan.

e) Masa transisi sosialisasi redenominasi dilakukan secara matang dan terukur serta sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat. Sedangkan sanering dilakukan secara tiba-tiba.

Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi

(21)

8

terdahulu. Hobijn, et al (2006) juga menunjukkan bahwa telah terjadi money

illusion yang di negara Eropa yang telah melakukan perubahan mata uang menjadi Euro. Euro yang nominalnya lebih sedikit dibandingkan mata uang sebelumnya dirasakan lebih murah oleh masyarakat. Hobijn, et al (2006) berpendapat peningkatan harga setelah redenominasi dapat dijelaskan dangan model umum dari biaya harga menu, dengan memasukkan keputusan perusahaan ketika mereka mengadopsi mata uang yang baru.

Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi kembali manajemen strategi uang mereka untuk beradaptasi dengan mata uang baru terutama ketika diperkenalkan mata uang yang baru khususnya ketika mata uang yang baru dan mata uang yang lama dipergunakan secara bersama-sama, menunggu waktu untuk menghilangkan mata uang yang lama. Marques dan Dehaene (2004) mengemukakan bahwa terdapat dua proses utama yang dapat terjadi ketika sebuah negara mengadaptasi mata uang yang baru : rescaling (mengubah semua harga pada mata uang lama ke nilai pada mata uang yang baru pada waktu yang sama) atau relearning

(mengingat harga yang baru dari barang konsumen secara satu persatu). Proses pertama diprediksikan akan mengalami penyesuaian yang mudah pada mata uang yang baru, sementara proses kedua akan mengalami penyesuaian yang lebih lama dan rumit.

Sementara itu Money/Euro Illution memperlihatkan persepsi harga dalam denominasi baru yang lebih kecil dan mata uang yang lebih rendah daripada ketika dinyatakan dalam bentuk mata uang yang lama jika memiliki nilai nominal yang lebih tinggi (Gamble, Garling, Charlton & Ranyard 2002). Hal ini menunjukkan bahwa individu menyesuaikan diri dengan mata uang baru dengan nilai nominal yang lebih kecil, setidaknya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami nilai sebenarnya dari barang dan jasa. Efek money Illusion pun dapat terjadi pada barang-barang yang harganya murah atau kenaikan harganya hanya beberapa koin sen saja. Apabila ketersediaan koin sen tidak dicukupi oleh pemerintah, konsumen akan cenderung membiarkan kenaikan harga tersebut tanpa menuntut adanya uang kembalian dari penjual, hal tersebut disebut trivialization.

Kasus trivalization dapat dilihat pada Ghana dimana tingkat inflasinya meningkat sebesar lima persen satu tahun setelah redenominasi. Salah satu faktor penyebab kegagalan redenominasi di Ghana adalah 70% uang beredar yang di Ghana berada di luar sistem perbankan.Transaksi tunai di Ghana lebih dominan dibandingkan dengan transaksi melalui perbankan. Kondisi ini diperparah oleh pemerintah yang belum juga dapat mengganti mata uang yang baru dengan mata uang yang lama setelah dua tahun redenominasi. Mehdi dan Reza (2012) juga mengungkapkan bahwa pengurangan nilai nominal mata uang akan mempunyai pengaruh secara psikologi dan sosial. Ketika mata uang memiliki nilai nominal yang rendah, maka masyarakat akan merasa mata uang tersebut bernilai kuat.

(22)

9 menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya.

Percobaan Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu sosial yang terus berkembang. Sejak Adam Smith meletakkan landasan teori ekonomi modern, ada beberapa konsep atau pendekatan pemikiran dan analisis yang telah dikembangkan oleh pakar ekonomi untuk menganalisis fenomena ekonomi. Salah satu diantaranya, dalam tiga dekade terakhir yang menurut penulis akan membawa revolusi dalam ilmu ekonomi adalah berkembangnya inovasi teknik-teknik dalam ekonomi eksperimental (eksperimental economics).

Dalam perkembangan metode percobaan ekonomi, muncul suatu teori yang disebut induced-value theory yang dikembangkan oleh Ekonom V.L. Smith pada tahun 1976 (Juanda, 2009). Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan media imbalan yang tepat memungkinkan experimenter atau peneliti untuk memunculkan karakteristik pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (experimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan.

Tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik diatas adalah sebagai berikut :

1) Monotonicity adalah pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar.

2) Salience adalah imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka dalam percobaan sesuai aturan yang mereka fahami.

3) Dominance : adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam percobaan,yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain.

Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan dalam penelitianya bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol. Lingkungan ekonomi terdiri dari pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mungkin sebagai pembeli dan penjual, dan institusi mungkin merupakan tipe pasar tertentu.

Dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan, pilihan-pilihan, dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan subjek penelitian (pelaku percobaan), serta aturan penentuan pemberian imbalan kepada subjek, yang tergantung pada tindakan mereka (Friedman dan Sunder, 1994). Lembar instruksi percobaan diberikan kepada subjek penelitian pada saat percobaan akan dilaksanakan sehingga subjek penelitian jelas memahami prosedur percobaan dan aturan yang berlaku. Dalam instruksi percobaan ini juga dapat dilengkapi dengan contoh ilustrasi yang sederhana yang akan lebih memperjelas permasalahan bagi subjek percobaan.

(23)

10

1) Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen.

2) Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul.

3) Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah.

4) Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu dalam penelitian.

Ilmu ekonomi sendiri baru benar-benar mulai dianggap sebagai

experimental science dalam waktu yang relatif lama. Setelah itu perkembangan

experimental economics tumbuh semakin pesat. Bahkan dalam cakupan lebih luas (makro) beberapa ekonom pernah mencobanya. Berbagai kebijakan ekonomi makro atau moneter dapat pula dicobakan dulu dalam percobaan.

Percobaan Ekonomi dalam Kajian Kebijakan Ekonomi

Selain untuk pengujian teori-teori ekonomi, percobaan ekonomi juga dapat digunakan untuk pengkajian suatu kebijakan ekonomi. Salah satu ilustrasinya adalah studi yang dilakukan oleh Juanda, et al (2011) dalam mengkaji dan membandingkan dampak sistemik yang ditimbulkan dari kebijakan penyelamatan Bank Century dan kebijakan menutup Bank Century oleh pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penutupan Bank Century menyebabkan dampak sistemik yang relatif sangat rendah. Pengaruh sistemik yang cukup besar akan ditimbulkan jika penutupan bank bermasalah pada saat krisis tersebut dilakukan pada bank bermasalah yang berukuran besar. Dalam kondisi normal (tidak adannya gejolak krisis), penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century tidak akan menimbulkan dampak sistemik. Tekanan dan potensi kegagalan bank sangat rendah karena stabilitas ekonomi dalam kondisi normal masih terjaga sehingga kepercayaan nasabah terhadap perbankan tidak mengalami penurunan.

Hipotesis

Berdasarkan teori-teori, studi-studi terdahulu, serta skema kerangka, dapat diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Pada respon perubahan harga, saat pertumbuhan rendah memiliki perubahan harga relatif lebih besar dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Kemudian untuk elastisitas, komoditas barang elastis memiliki perubahan harga lebih kecil dibandingkan pada barang inelastis.

2. Pada respon perubahan jumlah transaksi, saat pertumbuhan rendah memiliki perubahan jumlah transaksi lebih kecil dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Kemudian untuk elastisitas, komoditas barang elastis memiliki perubahan jumlah transaksi lebih besar dibandingkan pada komoditas barang inelastis. 3. Pada respon perubahan nilai transaksi, saat pertumbuhan rendah memiliki

(24)

11 Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya, secara sederhana penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak kebijakan redenominasi Rupiah terhadap permintaan konsumen pada kondisi perekonomian inflasi tinggi yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian di Indonesia. Hal ini karena perilaku permintaan konsumen pada dasarnya merupakan salah satu penentu pergerakan perekonomian di suatu negara. Perubahan permintaan konsumen diamati dengan menggunakan metode percobaan ekonomi (experimental economics). Respon-respon yang dihasilkan dari percobaan ekonomi inilah yang menggambarkan perubahan permintaan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan redenominasi pada penlitian ini adalah pertumbuhan dan elastisitas.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Redenominasi Mata Uang Rupiah

Penghilangan tiga angka nol di Rupiah (Nilai Riil Rupiah Tetap)

Perubahan Perilaku Ekonomi

(Produsen dan Konsumen)

Komoditas Elastis Pertumbuhan Rendah

(Jumlah pelaku ekonomi sebanyak 10

orang)

Dampak terhadap Kinerja Perekonomian 1. Perubahan Harga Relatif (Inflasi) 2. Persentase Perubahan Jumlah

Transaksi

3. Persentase Perubahan Nilai Transaksi (Pertumbuhan Ekonomi)

Pertumbuhan Tinggi (Jumlah pelaku ekonomi sebanyak 14

orang)

Komoditas Inelastis

Money Illution

Rancangan Percobaan

Analisis Deskriptif

Analisis Keragaman

(25)

12

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui simulasi percobaan ekonomi (experimental economics). Data primer yang dikumpulkan merupakan gambaran respons dari para subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan dapat diintepretasikan sebagai perubahan perilaku konsumen dan produsen dalam menghadapi kebijakan redenominasi. Sehingga dapat terlihat dampak yang ditimbulkan akibat adanya kebijakan redenominasi.

Metode Pengambilan Sampel

Penelitian dengan percobaan ekonomi ini menggunakan responden sebanyak 48 orang mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB sebagai subjek perlakuan. Teknik penarikan contoh dalam penelitian ini menggunakan

multi stage dimana tahap pertama menggunakan metode convenience sampling

untuk memilih responden dalam empat kombinasi perlakuan yaitu, sebanyak 10 orang untuk pertumbuhan ekonomi rendah pada komoditas barang elastis, dan 10 orang berikutnya untuk barang inelastis. Selanjutnya sebanyak 14 orang untuk pertumbuhan ekonomi tinggi pada komoditas barang elastis, dan 14 orang berikutnya untuk barang inelastis. Teknik convenience sampling (disebut juga

haphazard atau accidental sampling) adalah prosedur memilih contoh yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda, 2009). Kemudian tahap kedua adalah teknik penarikan contoh acak yang digunakan dalam memilih penjual dan pembeli dimana untuk pertumbuhan rendah pembeli sebanyak 5 orang dan penjual sebanyak 5 orang. Sedangkan untuk pertumbuhan rendah, 7 orang sebagai pembeli dan 7 orang sebagai penjual.

Rancangan Simulasi Percobaan

Pecobaan ini merupakan simulasi kegiatan perekonomian untuk melihat pengaruh atau respon dari redenominasi mata uang terhadap perubahan perilaku produsen dan konsumen. Adapun respons perubahan perilaku produsen dapat dilihat perubahan harga relatif sebagai proksi dari tingkat inflasi sedangkan respons perubahan perilaku konsumen dapat tercermin dari jumlah transaksi yang terjadi.

(26)

13 pertumbuhan tinggi terbagi sebanyak 7 orang sebagai penjual dan 7 orang sebagai pembeli. Perbedaan antara pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi adalah ditandai dengan pertambahan jumlah pembeli dan penjual sebanyak 2 orang. Hal tersebut menggambarkan penyederhanaan karena dalam dunia nyata bahwa pada saat pertumbuhan tinggi jumlah pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen lebih banyak dibandingkan saat pertumbuhan rendah.

Pada penelitian ini, diasumsikan terjadi pada saat inflasi tinggi. Kondisi tersebut digambarkan dengan unit cost yang telah mengalami peningkatan sebesar 15%. Perbedaannya dengan inflasi rendah adalah unit cost yang mengalami peningkatan sebesar 3%. Hal ini dapat dilihat dalam penelitian Adi (2013). Sehingga, perbedaan antara inflasi rendah dan inflasi tinggi terletak pada besarnya

unit cost yang tersedia untuk penjual. Penetapan harga yang dilakukan adalah melihat harga barang rata-rata yang terjual di pasar. Setelah itu, mencari harga barang termurah dan harga barang termahal yang dijual di pasar dalam satu komoditas dan jenis barang yang sama. Setiap penjual akan mendapatkan unit cost

Tabel 3 Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan ekonomi

(27)

14

yang berbeda-beda harganya, akan tetapi tetap pada satu komoditas yang sama untuk semua penjual. Setiap penjual menggambarkan dua produsen, sehingga menawarkan sebanyak dua buah barang. Setiap pembeli juga menggambarkan dua produsen, sehingga memiliki dua unit value yang berbeda.Unit value pertama dan kedua tidak dapat diakumulasi karena diasumsikan sebagai pembeli yang berbeda. Berdasarkan respons yang akan diamati, instruksi percobaan dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian Juanda (2000) yaitu berbentuk transaksi jual beli dengan sistem pasar Posted Offer. Sistem pasar Posted Offer adalah sistem pasar yang tidak ada tawar-menawar harga dalam transaksi jual beli. Kondisi tersebut pada dunia sebenarnya terjadi pada pasar persaingan sempurna. Simulasi percobaan pada penelitian ini menggambarkan seorang pembeli yang yang mempunyai pilihan dan kriteria tersendiri dalam memilih supermarket untuk membeli barang yang dibutuhkan. Simulasi percobaan ekonomi ini berdasarkan kepada induced value theory, dimana dengan penggunaan insentif/imbalan yang tepat dan nyata akan memungkinkan pelaku percobaan dapat memunculkan (induced) karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan percobaan.

Oleh karena itu data yang diperoleh dari hasil percobaan berasal dari kondisi yang sudah terkontrol/terkendali atau sudah tidak terpengaruh oleh faktor-faktor lain, sehingga data tersebut akan menjadi lebih baik dalam mengkaji dampak suatu kebijakan terhadap perilaku pelaku ekonomi dibandingkan data dari survei (Juanda, 2012). Dalam mengkaji dampak redenominasi mata uang, setiap kombinasi perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari dua tahap yaitu kondisi normal (tahap 1) serta kondisi setelah ada kebijakan redenominasi dan perubahan-perubahan dalam perekonomian (tahap 2), yang secara rinci akan dijelaskan pada prosedur dan instruksi percobaan. Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan terdapat pada Tabel 3.

Prosedur Simulasi Percobaan

Prosedur simulasi percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Responden sebagai subjek pelaku percobaan terlebih dahulu diacak dengan pengundian untuk menjadi penjual dan pembeli. Pada kondisi pertumbuhan rendah total responden sebanyak 10 orang, kemudian akan terpilih menjadi 5 orang pembeli dan 5 orang penjual. Pada pertumbuhan tinggi total responden sebanyak 14 orang, kemudian akan terpilih menjadi 7 orang pembeli dan 7 orang penjual.

2. Peserta percobaan terlebih dahulu membaca dan memahami instruksi percobaan sesuai dengan peranannya masing-masing. Peneliti akan menjelaskan instruksi secara rinci untuk membantu peserta percobaan dalam melakukan percobaan.

3. Peserta akan diberikan lembar keputusan sesuai dengan peranannya masing-masing. Setiap peserta diharuskan mencatat setiap transaksi yang dilakukan selama percobaan pada lembar keputusannya setiap ulangan.

(28)

15 yang dijual mempunyai unit cost yang berbeda, akan tetapi tetap dalam satu jenis dan komoditas barang yang sama.

5. Setelah pembeli dan penjual mendapatkan unit cost dan unit value masing-masing kemudian dipisahkan sesuai dengan kelompoknya. Untuk penjual, berada didalam ruangan. Sedangkan pembeli berada diluar ruangan. Transaksi yang dilakukan adalah ketika pembeli masuk kedalam ruangan dan memilih barang sesuai dengan pilihan dan kriteria tertentu.

6. Sebelum melakukan transaksi, penjual harus menentukan harga jualnya diatas

unit cost untuk kondisi sebelum redenominasi, setelah itu penjual langsung menentukan harga jual untuk kondisi setelah redenominasi dimana harga jualnya boleh tetap, lebih, atau kurang dari harga sebelum redenominasi. Harga yang telah ditetapkan penjuan tidak dapat diganti ketika pembeli pertama sudah memasuki ruangan. Sistem pasar yang digunakan dalam adalah posted offer dimana tidak ada tawar-menawar yang dilakukan pembeli dalam transaksi.

7. Pembeli diundi terlebih dahulu untuk menentukan urutan dalam melakukan transaksi. Kemudian mereka masuk satu per satu ke ruangan penjual untuk membeli barang. Hal tersebut berlanjut hingga urutan terakhir. Transaksi yang pertama dilakukan adalah sebelum kebijakan redenominasi. Setelah selesai semua pembeli melakukan transaksi sebelum adanya redenominasi, urutan pertama masuk kembali untuk melakukan transaksi dengan kondisi harga setelah adanya kebijaka redenominasi. Pembeli harus membeli barang dengan harga di bawah unit value.

8. Setelah pembeli terakhir masuk dan melakukan transaksi untuk barang dengan harga setelah adanya kebijakan redenominasi, maka ulangan selanjutnya akan diundi kembali untuk menentukan pembeli yang melakukan tansaksi pertama. Ulangan dalam penelitian ini akan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

9. Pada akhir percobaan (ulangan), peserta mengumpulkan lembar keputusan kepada peneliti untuk melihat hasil dari keuntungan yang diperoleh. Setiap pelaku percobaan akan mendapatkan keuntungan yang berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh masing-masing peserta percobaan dihitung sesuai dengan transaksi yang terlampir pada lembar keputusan peserta percobaan.

Metode Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ini dilakukan dengan cara melihat grafik histogram dengan melihat rata-rata semua respons pada faktor-faktor tertentu. Melalui analisis ini dapat dilihat perbedaan pengaruh tiap faktor terhadap suatu respons. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian.

(29)

16

Uji Keragaman (Uji F)

Uji ini digunakan untuk melihat apakah suatu contoh (sample) memiliki ragam yang sama atau tidak. Hipotesisi yang digunakan adalah :

: :

Uji Nilai Tengah Beda Dua Populasi (Uji T)

Data yang tetap melanggar asumsi walaupun telah ditransformasi saat pengujian F dapat dilakukan dengan uji t. Uji-t untuk menduga nilai tengah beda dua populasi ini dihitung secara manual. Uji-t (t-test) merupakan prosedur pengujian parametik untuk melihat perbedaan (membandingkan) data dua kelompok sampel, atau membandingkan data antara sebelum adanya kebijakan redenominasi dengan setelah adanya kebijakan redenominasi. Hipotesis yang disimpulkan dalam penelitian ini untuk uji beda nilai tengah adalah sebagai berikut :

Tabel 4 Hipotesis untuk uji beda nilai tengah

(30)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Perilaku Ekonomi dalam Beberapa Kondisi pada saat Inflasi Tinggi

Pada Tabel 5 menunjukan bahwa respon perubahan harga relatif dan persentase perubahan jumlah transaksi tidak ada yang signifikan karena memiliki p-value yang lebih dari taraf nyata 10%. Sedangkan pada respon persentase perubahan nilai transaksi dalam kondisi petumbuhan untuk barang elastis memiliki hasil yang signifikan (p-value=0,079). Pada respon jumlah transaksi kondisi elastitas dan pertumbuhan pada barang elastis tidak dapat dilakukan uji-t karena adanya redenominasi tidak terjadi perubahan jumlah transaksi sama sekali. Tabel 5 Hasil nilai dari uji kergaman dan uji t-test untuk respon tertentu dalam

beberapa kondisi.

Respon Faktor Ragam T-hitung P-Value

Perubahan harga relatif

Pertumbuhan Sama -1,62 0,932

Elastisitas Sama -0,71 0,247

Pertumbuhan pada

barang elastis Sama -1,73 0,921

Pertumbuhan pada

barang inelastis Sama -0,39 0,641

Persentase perubahan jumlah transaksi

Pertumbuhan Sama 0,84 0,789

Elastisitas - - -

Pertumbuhan pada

barang elastis - - -

Pertumbuhan pada

barang inelastis Sama 0,79 0,764

Persentase perubahan nilai transaksi

Pertumbuhan Sama 0,36 0,635

Elastisitas Beda 0,32 0,380

Pertumbuhan pada

barang elastis Sama -1,73 0,079*

Pertumbuhan pada

barang inelastis Sama 0,66 0,727

Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10 %

- tidak dapat diketahui karena tidak terdapat perubahan Diolah menggunakan minitab

(31)

18

Pengaruh kebijakan redenominasi pada kondisi pertumbuhan secara umum terhadap respons perubahan harga relatif

Tabel 6 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,932 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman menghasilkan ragam yang sama.

Tabel 6 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi

Ragam T-Hitung P-value

Sama -1,62 0,932

Gambar 2 menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan redenominasi saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki perubahan harga relatif lebih kecil dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah lebih tinggi karena penawaran yang rendah terhadap barang akan dimanfaatkan oleh para penjual dengan menetapkan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan keuntungan. Kemudian, saat pertumbuhan tinggi harga akan turun karena tingginya tingkat penawaran.

(32)

19 Pengaruh kebijakan redenominasi pada kondisi pertumbuhan secara umum terhadap respons persentase perubahan jumlah transaksi

Tabel 7 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,789 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman menghasilkan ragam yang sama.

Tabel 7 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi

Ragam T-Hitung P-value

Sama 0,84 0,789

Gambar 3 menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan redenominasi saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki persentase perubahan jumlah transaksi yang lebih besar dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya pada saat pertumbuhan rendah lebih rendah karena dari sisi penjual dan pembeli lebih sedikit daripada saat pertumbuhan tinggi. Hal tersebut dinilai akan memiliki jumlah transaksi yang lebih sedikit. Sebaliknya, pada saat pertumbuhan tinggi akan memiliki jumlah transaksi yang lebih besar.

Berdasarkan data yang diperoleh, saat pertumbuhan rendah para penjual cenderung menurunkan harga barang. Sehingga akan menyebabkan jumlah transaksi yang lebih besar karena jumlah pembeli yang mampu membeli barang lebih banyak. Selanjutnya pada saat pertumbuhan tinggi karena para penjual cenderung meningkatkan harga barang maka jumlah pembeli yang mampu membeli barang semakin sedikit. Selain itu, bertambahnya jumlah pembeli dan penjual tidak terlalu berpengaruh dibandingkan penetapan harga yang dilakukan penjual. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah transaksi yang lebih rendah karena adanya kebijakan redenominasi. Sedangkan saat inflasi rendah dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi (2013) menunjukan bahwa saat pertumbuhan rendah, respons jumlah transaksi cenderung mengalami penurunan.

(33)

20

Pengaruh kebijakan redenominasi pada kondisi pertumbuhan secara umum terhadap respons persentase perubahan nilai transaksi

Tabel 8 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,635 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman menghasilkan ragam yang sama.

Tabel 8 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi

Ragam T-Hitung P-value

Sama 0,36 0,635

Gambar 4 menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan redenominasi saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki persentase perubahan nilai transaksi lebih tinggi dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah karena memiliki jumlah transaksi yang lebih sedikit, maka kondisi tersebut berdampak pada rendahnya nilai transaksi yang terjadi setelah adanya kebiajakan redenominasi.

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat pertumbuhan rendah, jumlah transaksi yang meningkat akibat dari penurunan harga yang dilakukan oleh penjual memiliki pengaruh yang cukup besar. Kondisi tersebut menyebabkan nilai transaksi yang lebih besar saat pertumbuhan rendah. Kemudian saat pertumbuhan tinggi, penurunan jumlah transaksi memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan kenaikan harga yang dilakukan oleh penjual. Hal tersebut dinilai dapat menurunkan nilai transaksi. Respon perubahan nilai transaksi sangat dipengaruhi oleh perubahan harga dan perubahan jumlah transaksi. Sedangkan saat inflasi rendah dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi (2013) menunjukan bahwa saat pertumbuhan rendah, respons persentase perubahan nilai transaksi cenderung mengalami penurunan.

(34)

21 Pengaruh kebijakan redenominasi untuk elastisitas secara umum terhadap respons perubahan harga relatif

Tabel 9 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap persentase perubahan harga relatif untuk barang elastis dan barang inelastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,247 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman menghasilkan ragam yang sama.

Tabel 9 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif untuk barang elastis dan barang inelastis

Ragam T-Hitung P-value

Sama -0,71 0,247

Gambar 5 menunjukkan bahwa adanya kebijakan redenominasi untuk barang elastis cenderung memiliki perubahan harga relatif lebih besar dibandingkan barang inelastis. Hal tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal yang telah dibuat.

Berdasarkan data yang diperoleh, seharusnya penjual untuk barang elastis menurunkan harga untuk meningkatkan keuntungan. Akan tetapi, para penjual berasumsi bahwa setelah adanya kebijakan redenominasi para konsumen akan terkena dampak dari money illution yang menyebabkan para konsumen bertindak

over consumptive. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh penjual untuk meningkatkan harga barang. Oleh karena itu, untuk komoditas barang elastis cenderung mangalami peningkatan harga setelah adanya kebijakan redenominasi. Selanjutnya, pada komoditas barang inelastis dilihat dari segi barang itu sendiri setelah adanya redenominasi cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana perubahan harga lebih besar dari perubahan permintaan sehingga penjual akan meningkatkan harga. Sedangkan saat inflasi rendah dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi (2013) menunjukan bahwa baik untuk barang elastis maupun barang inelastis pada respons perubahan harga relatif cenderung mengalami penurunan.

(35)

22

Pengaruh kebijakan redenominasi untuk elastisitas secara umum terhadap respons persentase perubahan jumlah transaksi

Tabel 10 menunjukkan bahwa pengaruh kebijakan redenominasi untuk elastisitas terhadap respons persentase perubahan jumlah transaksi tidak dapat diketahui dengan menggunakan uji-t. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat perubahan sama sekali pada jumlah transaksi setelah adanya kebijakan redenominasi. Oleh karena itu, pengaruh kebijakan redenominasi hanya dapat dianalisis dari perubahan harga relatif yang ditunjukan pada grafik histogram pada Gambar 7.

Tabel 10 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi untuk barang elastis dan barang inelastis

Ragam T-Hitung P-value

- - -

Gambar 6 menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan redenominasi pada barang elastis tidak mempengaruhi jumlah transaksi. Menurut hipotesis, seharusnya kebijakan redenominasi pada barang elastis akan meningkatkan jumlah transaksi karena harga yang diturunkan oleh penjual. Selanjutnya pada barang inelastis terjadi penurunan jumlah transaksi sudah sesuai hipotesis karena peningkatan harga yang dilakukan oleh penjual.

Berdasarkan data yang diperoleh pada barang elastis, para penjual dalam meningkatkan harga masih tergolong kecil dan penetapan harga yang dilakukan oleh penjual masih dalam batas kemampuan pembeli. Hal tersebut menyebabkan jumlah transaksi yang tidak berubah sama sekali setelah adanya kebijakan redenominasi. Selanjutnya pada barang inelastis cenderung mengalami penurunan jumlah transaksi karena penetapan harga yang dilakukan penjual sudah melewati batas kemampuan maksimum pembeli dalam membeli barang.

(36)

23 Pengaruh kebijakan redenominasi untuk elastisitas secara umum terhadap respons persentase perubahan nilai transaksi

Tabel 11 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap persentase perubahan nilai transaksi untuk barang elastis dan barang inelastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,380 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman menghasilkan ragam yang beda.

Tabel 11 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai tranksaksi untuk barang elastis dan barang inelastis

Ragam T-Hitung P-value

Beda 0,32 0,380

Gambar 7 menunjukan bahwa adanya kebijakan redenominasi pada barang elastis cenderung memiliki perubahan nilai transaksi lebih tinggi dibandingkan pada barang inelastis. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis awal.

Berdasarkan data yang diperoleh, pada komoditas barang elastis cenderung akan meningkatkan nilai transaksi karena peningkatan harga yang dilakukan oleh penjual tidak mempengaruhi jumlah transaksi. Sehingga hal tersebut akan meningkatkan nilai transaksi setelah adanya kebijakan redenominasi. Selanjutnya pada barang inelastis, peningkatan harga yang dilakukan oleh penjual cukup besar mempengaruhi jumlah transaksi. Hal tersebut menyebabkan nilai transaksi yang menurun setelah adanya redenominasi. Pada respons persentase perubahan nilai transaksi sangat dipengaruhi oleh perubahan harga relatif dan persentase perubahan jumlah transaksi. Pada kondisi ini memiliki resiko kesalahan sebesar 0,380.

Gambar 7 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi pada barang elastis dan barang inelastis

0,09

-2 -2,5

-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5

Elastis Inelastis

Persentase Perubahan

Nilai Transaksi

(%)

(37)

24

Pengaruh kebijakan redenominasi dalam kondisi pertumbuhan pada komoditas barang yang berbeda terhadap respon perubahan harga relatif

Tabel 12 Hasil t-test perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

Elastis Inelastis

Ragam T-Hitung P-value Ragam T-Hitung P-value

Sama -1,73 0,921 Sama -0,39 0,641

Tabel 12 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perubahan harga relatif untuk barang elastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,921 yang lebih dari taraf nyata 10%. Selanjutnya redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan juga terhadap perubahan harga relatif untuk barang inelastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,641 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman, kedua komoditas menghasilkan ragam yang sama.

Gambar 8 Perbandingan perubahan harga relatif saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

Gambar 8 menunjukan bahwa pada barang elastis, saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki perubahan harga relatif yang lebih kecil dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah lebih besar karena dari sisi penawaran terhadap barang lebih rendah. Sehingga penjual seharusnya lebih tinggi dalam meningkatkan harga barang. Selanjutnya sama halnya pada barang inelastis, saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki perubahan harga relatif lebih kecil dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah memiliki perubahan harga relatif yang lebih besar.

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat pada kedua komoditas tersebut bahwa penjual dalam menetapkan harga tidak melihat dari segi permintaan melainkan dari segi penawaran. Sehingga pada saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki perubahan harga yang lebih rendah dibanding saat

(38)

25 pertumbuhan tinggi. Secara umum, setelah adanya kebijakan redenominasi para penjual cenderung meningkatkan harga barang barang elastis maupun barang inelastis guna memperoleh keuntungan. Sedangkan saat inflasi rendah dalam penelitian yang dilakukan oleh Adi (2013) menunjukan bahwa untuk barang elastis, saat pertumbuhan rendah cenderung akan meningkatkan perubahan harga relatif dan saat pertumbuhan tinggi cenderung akan menurunkan perubahan harga relatif. Kemudian untuk barang inelastis, baik saat pertumbuhan tinggi maupun pertumbuhan rendah adanya kebijakan redenominasi akan menurunkan perubahan harga relatif.

Pengaruh kebijakan redenominasi dalam kondisi pertumbuhan pada komoditas barang yang berbeda terhadap respon persentase perubahan jumlah transaksi

Tabel 13 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

Elastis Inelastis

Ragam T-Hitung P-value Ragam T-Hitung P-value

- - - Sama 0,79 0,764

Tabel 13 menunjukkan bahwa pengaruh redenominasi terhadap persentase perubahan jumlah transaksi tidak dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hal tersebut dikarenakan tidak ada perubahan jumlah transaksi sama sekali setelah adanya kebijakan redenominasi. Selanjutnya redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap persentase perubahan jumlah transaksi untuk barang inelastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,764 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman, komoditas inelastis menghasilkan ragam yang sama.

Gambar 9 Perbandingan persentase perubahan jumlah transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

Gambar 9 menunjukan bahwa pada barang elastis, baik saat pertumbuhan rendah maupun saat pertumbuhan tinggi tidak terjadi perubahan jumlah transaksi.

-8 -6 -4 -2 0 2

Elastis Inelastis

0 0 1,1

-7,87 Persentase

perubahan Jumlah Transaksi

(%)

Pertumbuhan Rendah Pertumbuhan Tinggi H0 : µ1 = µ2

(39)

26

Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah memiliki jumlah transaksi yang lebih rendah. Berdasarkan data yang diperoleh, penetapan harga yang dilakukan oleh penjual pada barang elastis tidak terlalu besar. sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi jumlah transaksi. Selanjutnya pada barang inelastis, saat pertumbuhan rendah cenderung memiliki jumlah transaksi lebih tinggi dibandingkan saat pertumbuhan tinggi karena penetapan harga oleh penjual saat pertumbuhan rendah setelah adanya kebijakan redenominasi mengalami penurunan. Sehingga hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya pembeli yang dapat membeli barang. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah lebih rendah karena penjual lebih tinggi dalam menetapkan harga barang. Sehingga jumlah transaksi lebih sedikit.

Pengaruh kebijakan redenominasi dalam kondisi pertumbuhan pada komoditas barang yang berbeda terhadap respon persentase perubahan nilai transaksi

Tabel 14 Hasil t-test perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

Elastis Inelastis

Ragam T-Hitung P-value Ragam T-Hitung P-value

Sama -1,73 0,079 Sama 0,66 0,727

Tabel 14 menunjukkan bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga relatif untuk barang elastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,079 yang kurang dari taraf nyata 10%. Selanjutnya redenominasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perubahan harga relatif untuk barang inelastis. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,727 yang lebih dari taraf nyata 10%. Kemudian pada hasil uji keragaman, kedua komoditas menghasilkan ragam yang sama.

Gambar 10 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda

(40)

27 Gambar 10 menunjukkan bahwa pada barang elastis, saat pertumbuhan rendah memiliki persentase perubahan nilai transaksi lebih rendah dibandingkan saat pertumbuha tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis awal sehingga pada kondisi ini memiliki p-value yang signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh, saat pertumbuhan rendah lebih rendah karena penurunan harga yang dilakukan penjual tidak dapat meningkatkan jumlah transaksi. Hal ini dinilai karena penetapan harga tersebut tidak terlalu jauh. Sehingga pada akhirnya akan menurunkan nilai transaksi. Sama halnya saat pertumbuhan tinggi, peningkatan harga yang dilakukan tidak terlau jauh sehingga jumlah transaksi tidak berubah. Hal tersebut dinilai akan meningkatkan nilai transaksi. Selanjutnya pada barang inelastis, saat pertumbuhan rendah cendrung memiliki persentase perubahan nilai transaksi lebih tinggi dibandingkan saat pertumbuhan tinggi. Menurut hipotesis, seharusnya saat pertumbuhan rendah memiliki nilai transaksi lebih rendah. Berdasarkan data yang diperoleh, kondisi tersebut disebabkan penurunan harga yang dilakukan oleh penjual saat pertumbuhan rendah menyebabkan menurunya nilai transaksi setelah adanya kebijakan redenominasi. Sedangkan saat inflasi rendah dalam penelitan yang dilakukan oleh Adi (2013) menunjukkan bahwa untuk barang elastis, saat pertumbuhan rendah cenderung akan meningkatakan nilai transaksi dan saat pertumbuhan tinggi cenderung akan menurunkan nilai transaksi. Kemudian untuk barang inelastis, kebijakan redenominasi saat pertumbuhan rendah cenderung akan menurunkan nilai transaksi. Persentase perubahan nilai transaksi dari setiap faktor kombinasi yang ada yang digambarkan dalam bentuk grafik dotplot dapat ditunjukan pada Gambar 11.

Elastisitas

Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi (%)

Gambar 11 Perbandingan persentase perubahan nilai transaksi saat pertumbuhan rendah dan tinggi pada komoditas yang berbeda per kondisi

Keterangan: Bar chart menunjukkan data rata-rata

Gambar

Tabel 1  Sepuluh mata uang dengan nilai pecahan tertinggi di ASEAN
Tabel 2 Tingkat pertumbuhan dan tingkat inflasi di Indonesia pada
Gambar 1  Kerangka pemikiran
Tabel 3  Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Antarmuka utama yang terdapat pada aplikasi ini terdiri dari 4 antarmuka yaitu antarmuka halaman utama, antarmuka data barang, antarmuka pelatihan dan pengujian dan antarmuka

Menurut pendapat anda apakah RSUD Parapat merupakan sarana kesehatan yang tepat dalam menangani masalah penyakit yang anda

Desain kebijakan kriminal dalam UU No.11/2008 ini kemungkinan tidak dapat berlaku secara efektif, terutama bila dibandingkan dengan pengaturan Cybercrimes yang dilakukan

Expression ini digunakan untuk meminta saran dalam posisi class tidak tau apa yang harus dilakukan, maka class bisa bertanya kepada teman dengan ucapan “Do you have

E. Serangkaian senyawa yang saling berisomer satu sama lain 2. Berikut ini yang termasuk anggota deret homolog alkana adalah ..... Senyawa hidrokarbon berikut yang mempunyai 5

Menjalin hubungan baik dengan relasi atau tamu-tamu hotel yang luas secara berkelanjutan, termasuk koordinasi yang baik sesuai dengan fungsi dan aktivitas sales executive

Hasil penelitian menunjukan somatotype pemain bola basket UKM UNY tahun pelatihan 2014/2015 mempunyai tipe tubuh balanced mesomorph sebanyak 1 pemain atau sebesar 8 %, tipe

Analisis Monte Carlo digunakan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut dari masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan