• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TERTUTUP

Oleh:

Vickar Muhammad C34060906

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skirpsi yang berjudul “PENGARUH CAHAYA TERHADAP AKTIVITAS METABOLISME LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA SIMULASI TRANSPORTASI SISTEM BASAH TERTUTUP” ini belum pernah diajukan pada Perguruan Tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, 9 Maret 2012

(3)

Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan AGOES M. JACOEB

Permintaan konsumen terhadap komoditas perikanan dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Peningkatan permintaan konsumen didasari oleh keinginan terhadap suatu komoditi perikanan dalam keadaan hidup. Penanganan dalam sistem transportasi diperlukan untuk menjaga tingkat kelulusan hidup ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan. Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas dan berlawanan dengan lingkungan asalnya disertai perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak. Penelitian dilakukan dengan simulasi transportasi sistem tertutup selama enam jam dan pengukuran kualitas air setiap satu jam . Perlakuan yang digunakan adalah dengan simulasi terang (penambahan cahaya), simulasi gelap (tanpa penambahan cahaya), non-simulasi terang (tanpa menggunakan meja simulasi dan penambahan cahaya), dan non-simulasi gelap (tanpa menggunakan meja simulasi dan tanpa penambahan cahaya).

(4)

PENGARUH CAHAYA TERHADAP AKTIVITAS

METABOLISME IKAN LELE DUMBO (

Clarias gariepinus)

PADA SIMULASI TRANSPORTASI SISTEM BASAH

TERTUTUP

Oleh:

Vickar Muhammad C34060906

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul : Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup

Nama : Vickar Muhammad

Nrp : C34060906

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol NIP. 195805111985031002 NIP. 195911271986011005

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil NIP. 195805111985031002

(6)

II

KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Cahaya terhadap

Aktivitas Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama proses penulisan dan penelitian, penulis mendapat banyak dukungan moral maupun materi dari berbagai pihak, kesempatan ini digunakan penulis untuk mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu :

1. Bapak Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol sebagai dosen pembimbing, terimakasih atas ide, saran, bimbingan dan, motivasi.

2. Ibu Dr. Tati Nurhayati,S.Pi, M.Si selaku dosen penguji

3. Ayah, Ibu dan Adis, terimaksih atas doa dan dukungannya serta kasih sayang kepada penulis.

4. Nadia Dwika R, S.sos terima kasih telah menjadi motivator terbesar, Rio Tampubolon, Afif Zulfikar, Hendra Nasution, Fauzi Iriawan, Trias Alvin S.Pi, Rudi Setiawan, Wahyu R, S.Pi, Agni Afton dan Fitri H, terima kasih telah membuat suasana kampus seperti suasana keluarga

5. Seluruh dosen dan staf Departemen THP, terima kasih atas kerja sama dan kebaikkannya.

Bogor, 9 Maret 2012

(7)

III

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Februari 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Dr. Dedi Mulyadi Muhadjar MSi dan

Ibu Dra Euis Eliany. Pendidikan formal penulis pada tahun 1994 di SD Islam As-syafi’iyah Jakara, kemudian dilanjutkan ke SLTP Islam Al-Azhar 8 Bekasi, lalu SMUN 67 Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur SPMB. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya SANITASI, MUBES HIMASILKAN, GMI (Gemar Makan Ikan) dan berbagai seminar yang diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul“Pengaruh Cahaya terhadap Akktivitas Metabolisme

(8)

IV

1.1 Latar Belakang ... 1 

1.2 Tujuan ... 2 

2  TINJAUAN PUSTAKA ... 3 

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ... 3 

2.2 Transportasi Ikan Hidup ... 4 

2.3 Kualitas Air ... 4 

2.3.1 Suhu ... 4 

2.3.2 Nilai pH ... 5 

2.3.3 Oksigen Terlarut (DO) ... 5 

2.3.4 Amonia ... 6 

2.3.5 Karbondioksida ... 7 

2.4 Cahaya ... 7 

3  METODOLOGI ... 10 

3.1 Waktu dan Tempat ... 10 

3.2 Alat dan Bahan ... 10 

3.3 Metode Penelitian ... 10 

3.4 Pembuatan Alat Simulasi ... 10 

3.5 Rancangan Percobaan ... 11 

3.5.1 Pengujian Kualitas Air ... 13 

3.5.2 Analisis Data ... 14 

4  HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16 

4.1 Analisis Kualitas Air ... 16 

4.1.1 Nilai Dissolved Oxygen (DO) ... 17 

4.1.2 Suhu media air ... 19 

4.1.3 Nilai pH media air ... 20 

4.1.4 Nilai Karbondioksida (CO2) media air ... 22 

4.1.5 Nilai amonia (NH3) media air ... 23 

5  KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

(9)
(10)

VI DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(11)

VII

Nomor Halaman

1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 3 

2 Alat simulasi ... 11 

3 Foto penggunaan lampu tempel pada aquarium... 11 

4 Perubahan DO selama 6 jam penelitian ... 17 

5 Perubahan nilai suhu media air selama 6 jam penelitian ... 19 

6 Perubahan nilai pH media air selama 6 jam penelitian ... 20 

7 Perubahan nilai CO2 air selama 6 jam penelitian ... 22 

(12)

VIII

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Analisis nilai DO media air ... 31 

2 Analisi nilai suhu media air ... 33 

3 Analisi nilai kesadahan (pH) ... 35 

4 Analisis nilai karbondioksida (CO2) ... 37 

5 Analisis nilai amoniak (NH3 ) ... 39 

6 Gambar simulasi cahaya untuk transportasi ... 41 

7 Gambar peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 42 

8 Gambar proses analisis kualitas air titrasi CO2 ... 43 

(13)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Wilayah perairan yang luas ini merupakan indikator

bahwa Indonesia mempunyai potensi kelautan yang sangat besar, baik potensi fisik maupun potensi sumber daya. Potensi fisik, yaitu 17.508 pulau, garis pantai sepanjang 81.000 km, luas wilayah laut sebesar 70% dari luas total Indonesia. Hasil potensi perikanan 6,6 juta ton /tahun, namun yang dimanfaatkan hanya sekitar 5,4 juta ton/tahun (BPS 2007).

Salah satu hasil potensi perikanan Indonesia adalah komoditas dalam bentuk hidup. Permintaan konsumen terhadap komoditas perikanan dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan beberapa jenis ikan air tawar dan ikan hias. Komoditas unggul dalam bentuk hidup salah satunya adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Produksi ikan lele pada tahun 2010 sebesar 200.000 ton/tahun dan mengalami peningkatan pada 2011 sebesar 270.000 ton/tahun, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan (BPS 2007).

Peningkatan permintaan konsumen didasari oleh keinginan terhadap suatu komoditi perikanan yang bermutu tinggi, spesifik, resiko terhadap kesehatan yang kecil, dan komoditas dalam keadaan hidup. Penanganan yang baik dalam sistem transportasi diperlukan untuk menjaga tingkat kelulusan hidup ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan.

Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas dan berlawanan dengan lingkungan asalnya disertai

perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak. Transportasi ikan hidup pada umumnya menggunakan sistem basah dengan media berupa air. Permasalahan yang umum dijumpai dalam sistem basah adalah mortalitas tinggi, memerlukan banyak air, dan ukuran wadah relatif besar. Semakin jauh jarak yang akan ditempuh maka diperlukan teknologi yang mampu mempertahankan ikan tetap hidup dalam waktu yang lama (Irianto dan Soesilo 2007).

(14)

2

pemasangan aerator sebagai suplai oksigen. Kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya disebabkan oleh tingginya kadar CO2 dan akumulasi NH3-N sehingga meningkatkan nilai pH air (Jhingran dan Pullin 1985). Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha transportasi. Menurunnya kualitas air menyebabkan perubahan tingkah laku

dari organisme, sehingga organisme tersebut akan melakukan respon yang berupa adaptasi. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku organisme disebut rangsangan. Rangsangan yang mempengaruhi tingkah laku tersebut bisa berupa suhu, gravitasi, cahaya, dan tekanan (Mushoffa 1995).

Prakteknya, transportasi ikan lele dumbo dilakukan pada siang hari atau malam hari. Penelitian ini dilaksanakan agar mengetahui perbandingan kualitas transportasi ikan lele saat siang dan malam hari. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi dan penambahayan cahaya. Secara fisiologi, cahaya meliliki pengaruh langsung maupun tidak langsung. Jika intensitas cahaya tidak mendekati habitat asli, maka dapat menyebabkan kematian.

1.2 Tujuan

(15)

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawardengan tubuh memanjang dan kulit licin. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan

walking catfish. Morfologi ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) adalah: Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Pisces Sub-klas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

(16)

4

pada suhu 20 oC, dengan suhu optimal 25-28 oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30 oC dan untuk pemijahan 24-28 oC, pada pH 6,5–9 (Mahyudin 2008).

2.2 Transportasi Ikan Hidup

Transportasi ikan hidup dibagi menjadi dua cara, yaitu sistem basah dan

sistem kering. Transportasi sistem basah menuntut media yang sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu, air, oksigen, dan cahaya. Pengangkutan sistem basah dapat dilakukan dengan cara tertutup dan terbuka. Pada cara tertutup ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan semua kebutuhan hidup ikan berada dalam kemasan pengangkutan. Wadah yang dipergunakan dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup rapat. Pada cara terbuka ikan diangkut dalam wadah terbuka dan suplai oksigen diberikan secara terus-menerus (Muljanah et al. 1994). Salah satu faktor penting pada transportasi ikan hidup adalah kualitas air.

Transportasi ikan hidup akan mempengaruhi kualitas air, faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap kualitas air adalah suhu, DO (dissolved oxygen), pH, karbondioksida dan amoniak. Peningkatan suhu akan mempengaruhi kandungan amoniak dalam air, terlarutnya karbondioksida akan mempengaruhi penurunan nilai pH.

2.3 Kualitas Air

Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi ikan budidaya (Munro 1978 dalam Forteath et al. 1993). Jika kualitas air melewati batas toleransi, akan menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter faktor lingkungan ada 3, yaitu fisik, kimia dan biologi (Forteath et al. 1993).

2.3.1 Suhu

Suhu merupakan faktor pengontrol (controlling factor) dan berperan dalam sistem resirkulasi. Suhu merupakan efek terbesar dalam fisiologi ikan. Hal ini karena ikan menyesuaikan suhu tubuhnya mendekati keseimbangan suhu air (Forteath et al. 1993).

(17)

pemasukan pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan (Forteath et al. 1993).

Setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan optimumnya dan kisaran toleransi suhu agar ikan masih bisa hidup. Suhu di atas dan di bawah kisaran optimum, pertumbuhan menurun. Metabolisme rendah berarti pakan yang

dimakan berkurang dan pertumbuhan berjalan lambat. Suhu di atas kisaran optimum (kurang dari 32,2 oC) biasanya konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi kecepatan metabolisme yang tinggi, tapi pertumbuhan tidak meningkat (Stickney 1979).

2.3.2 Nilai pH

Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di dalam air (Forteath et al. 1993). Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksi (OH-). Nilai pH disebut asam bila kurang dari 7, pH 7 disebut netral, dan pH di atas 7 disebut basa (Forteath et al. 1993).

Akumulasi bahan kimia terlarut dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH mengalami depresi (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat air lebih asam, ikan menjadi stress dan jika pH menjadi terlalu rendah maka kematian ikan akan terjadi. Pada saat air dalam keadaan basa, maka toksisitas amonia meningkat. Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada dalam sistem resirkulasi air tersebut (Forteath et al. 1993).

Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8) maka toksisitas amonia meningkat. Jadi, penting untuk menjaga pH air dalam sistem resirkulasi sekitar 7,2 dalam air tawar dan 7,8-8,2 di air laut (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem intensif adalah 6,5-9 (Wedemeyer 1996). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih

dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1982).

2.3.3 Disolved Oxygen (DO)

(18)

6

dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik (Stickney 1979).

Oksigen masuk ke dalam air melalui difusi pasif dari atmosfer (suatu proses yang dijalankan oleh perbedaan tekanan parsial O2 di udara dan di dalam air) dan dari hasil fotosintesis (Stickney 1979). Laju respirasi meningkat sejalan dengan

meningkatnya aktivitas ikan (Boyd 1982).

Nilai DO dibawah minimum (kurang dari 5 ppm) dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan organisme dan efisiensi pemasukan pakan yang optimal (Stickney 1979). Kelarutan oksigen di air menurun dengan meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/L dapat mengurangi kelarutan oksigen sebesar 5% di dalam air murni.

Penurunan DO juga dapat disebabkan oleh banyaknya sisa pakan yang tidak dimakan sehingga terjadi dekomposisi terhadap sisa pakan yang meningkatkan kebutuhan oksigen dalam sistem (Stickney 1979). Penurunan oksigen terjadi pada malam hari, ketika tanaman air melakukan respirasi, sehingga tidak ada oksigen yang diproduksi sehingga ikan dan tanaman air memperoleh oksigen dari difusi oksigen (Stickney 1979).

Oksigen dapat hilang atau berkurang dari air sebagai hasil reaksi kimia anorganik dan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Stickney 1979). Pada umumnya jika konsentrasi DO lebih dari 5 mg/L, kondisi ini relatif aman untuk organisme akuatik (Forteath et al. 1993)

2.3.4 Amonia

Amonia (NH3) dapat dijadikan sebagai indikator kualitas air (Forteath et al. 1993). Amonia di air berasal dari ekskresi ikan (Boyd 1982) dan mineralisasi bahan organik oleh bakteri heterotropik (Spotte 1970). Amonia merupakan

bentuk utama dari nitrogen yang diekskresi oleh organisme akuatik. Pada ikan, banyak amonia yang dieliminasi oleh insang, sisanya masuk ke air melalui urin.

Ketika amonia masuk ke air, ion hidrogen yang ada langsung bereaksi dan mengubahnya menjadi campuran yang seimbang antara ion amoniak yang tidak toksik (NH4+ dan NH3 yang tidak terionisasi bersifat toksik). Reaksinya sebagai berikut:

(19)

-Konsentrasi amonia tergantung dari pH, suhu air, salinitas dan total padatan terlarut (Wedemeyer 1996). Menurut Spotte (1970), nilai DO dan pH merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi toksisitas amonia. Peningkatan nilai pH dapat meningkatkan jumlah amonia yang tak terionisasi dan dengan menurunnya DO akan meningkatkan toksisitas dari amonia yang tak terionisasi.

Nilai NH3 yang tinggi berarti terjadi peningkatan sisa-sisa metabolik yang membuat ikan stres dan terjadi kematian pada wadah pemeliharaan. Populasi bakteri meningkat dengan cepat, terjadi deplesi DO dan eksresi nitrogen terlarut. Kualitas air untuk organisme pemeliharaan dalam sistem resirkulasi memburuk dengan cepat (Forteath et al. 1993).

2.3.5 Karbondioksida

Secara umum, ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang dikonsumsi. Bila kandungan CO2 dalam air meningkat maka ikan tidak dapat mengeluarkan CO2 bebas dari darahnya, sehingga jumlah O2 yang diikat Hb akan berkurang dan bila mendadak akan mati lemas (Wedemeyer 1996)

Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan NH3, bahkan banyak ikan hidup beberapa hari dalam air yang mengandung CO2 lebih besar dari 60 mg/L. Tanda yang membahayakan ikan dalam pengangkutan timbul pada kisaran CO2 antara 300-600 mg/L pada saat O2 terlarut 0,5-1 mg/L (Boyd 1982).

2.4 Cahaya

Cahaya adalah suatu bentuk energi yang merambat dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terdiri dari partikel-partikel yang disebut foton. Hingga sekarang cahaya masih merupakan dualistik pendapat, ada yang berpendapat bahwa cahaya sebagai foton dan sebagai elektromagnetik (Sears dan

Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995).

(20)

8

maka indera mata kita menjadi terangsang dan cahaya tersebut dapat terdeteksi oleh mata (Sears dan Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995).

Cahaya dapat dipancarkan bila mengenai zat cair, maka sinar ultraviolet akan diserap oleh permukaan zat cair tersebut, sehingga makin dalam makin berkurang intensitasnya sampai pada batas tertentu menjadi hilang atau netral.

Intensitas cahaya adalah luminasi cahaya dalam satuan luas materi atau bahan (Dunning dan Paxton 1941 dalam Mushoffa 1995).

Pengaruh cahaya pada organisme memiliki beberapa sifat. Terdapat beberapa organisme menghindari cahaya dan ada beberapa yang mempunyai reaksi yang positif. Ikan bersifat fototaktik baik secara positif maupun vertikal. Banyak ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam setelah matahari terbit (Valpato dan Barreto 2001). Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari.

Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva (Valpato dan Barreto 2001).

(21)
(22)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juli 2011. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan

Laboratorium Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah aquarium, meja simulasi, 1 buah termometer, 1 unit pH meter, alat tulis, spektrofotometer, DO meter, dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan adalah air akuarium dan ikan lele.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan simulasi transportasi sistem tertutup selama enam jam dan pengukuran kualitas air setiap satu jam. Perlakuan yang digunakan adalah dengan simulasi terang (penambahan cahaya), simulasi gelap (tanpa penambahan cahaya), non-simulasi terang (tanpa menggunakan meja simulasi dan penambahan cahaya), dan non-simulasi gelap (tanpa menggunakan meja simulasi dan tanpa penambahan cahaya).

3.4 Pembuatan Alat Simulasi

Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan dengan menggunakan bahan alumunium dan sejenisnya. Alumunium penopang yang sudah tersedia sepanjang dua meter dan lebar 60 cm. Alumunium penopang terlebih dahulu ditebalkan bawahnya agar kokoh dalam menahan beban. Setelah penebalan rangka besi terdapat penambahan fondasi pada sisi alumnium penopang tersebut. Pada ruas-ruas alumunium penopang diberi gear roda. Setelah gear roda

(23)

Gambar 2 Alat simulasi.

Alat simulasi tersebut jika diaktifkan akan bergetar. Pada setiap sisi alat

simulasi ini diberi roda. Hal ini bertujuan agar pada saat penelitian sekali-kali alat dapat digoyangkan ke kanan dan ke kiri menggunakan roda. Alat tersebut bergetar keatas dan kebawah dengan stabil. Setiap 15 menit sekali alat tersebut digerakkan ke kanan dan kekiri sejauh kurang lebih 5 cm.

3.5 Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan lampu aquarium berwarna putih jenis TL (tube lamp) dengan intensitas cahaya sebesar 9 watt, sebanyak dua buah 9 watt (18 watt) atau sebesar 177 lux (Valpato dan Barreto RE 2001). Lampu tersebut dibeli di Toko Terang Jl. Merdeka, Bogor. Posisi penyimpanan lampu pada aquarium dapat dilihat pada Gambar 3.

(24)

12

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan cahaya dan tanpa cahaya terhadap kualitas air pada transportasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Transportasi ikan lele pada umumnya menggunakan kendaraan roda

empat, dalam skala penelitian dilakukan pembatasan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, sehingga dalam penelitian skala

laboratorium digunakan alat simulasi yang diharapkan mampu mewakili alat transportasi di lapangan. Penelitian ini dilakukan selama enam jam dengan pengujian kualitas air selang satu jam dan pengisian air dalam 1 aquarium sebanyak 10 liter/10 ikan lele.

Pengujian kualitas air meliputi pengukuran dissolved oxygen (DO), pH air, suhu air, pengukuran CO2, dan pengukuran TAN (total amoniak nitrogen). Parameter kualitas air yang diukur dengan alat pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode pengukuran kualitas air

No Parameter Alat Cara peneraan

1 Karbondioksida (CO2) Derajat keasamaan (pH) Alkalinitas

Total Amoniak Nitrogen (TAN)

Termometer

Rancangan percobaan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rancangan percobaan

Kondisi* Kode Tanpa cahaya Simulasi

non-simulasi

B1 B2

(25)

3.5.1 Pengujian Kualitas Air

1) Pengukuran dissolved oxygen (DO) (Rand et al. 1975)

Oksigen terlarut (DO) diukur menggunakan DO-meter. Nilai DO yang terukur dapat diketahui melalui pembacaan skala. Metode penggunaan DO-meter adalah sebagai berikut: DO-meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan air dari hasil

analisis metode Winkler, kemudian DO-meter nilainya dibuat nol. Air uji sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml, ke dalam gelas piala ditambahkan stirer magnetik, gelas piala tersebut selanjutnya diletakkan di atas stirer. Stik/batang DO-meter dicelupkan ke dalam air uji tersebut. Stirrer dan DO-meter dinyalakan secara bersamaan untuk mengetahui DO pada air uji. Nilai DO yang terukur diketahui melalui pembacaan skala pada alat.

2) Pengukuran CO2 (Rand et al. 1975)

Karbondioksida (CO2) diukur menggunakan alat gelas dengan metode titrasi sebagai berikut: air uji sebanyak 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp sebanyak 2-3 tetes ditambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer. Air sampel dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume titran yang digunakan kemudian dicatat. Konsentrasi CO2 air uji dapat diketahui melalui perhitungan menggunakan rumus:

Total amoniak nitrogen (TAN) diukur menggunakan alat spektrofotometer dengan metode sebagai berikut: air uji dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke

(26)

14

dibiarkan sampai 15 menit. Spektrofotometer diatur pada absorbansi 0 dan panjang gelombang 630 nm menggunakan larutan blanko. Konsentrasi amoniak (N-NH3) pada air uji dan larutan standar dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

Cst = konsentrasi larutan standar (0,3 ppm)

As = nilai absorbansi sampel

Ast = nilai absorbansi standar

3.5.2 Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok faktorial. Percobaan menggunakan software SPSS 16 for windows. Rancangan acak kelompok faktorial pada penelitian ini memiliki dua jenis perlakuan dimana masing-masing perlakuan terdiri dari dua kali ulangan.

Perlakuan tersebut antara lain:

A1 : Simulasi terang (penambahan cahaya 177 lux) A2 : Non-simulasi terang (penambahan cahaya 177 lux) B1 : Simulasi gelap (tidak terdapat penambahan cahaya) B2 : Non-simulasi gelap (tidak terdapat penambahan cahaya)

Model matematika rancangan acak kelompok faktorial tersebut adalah.

yijk = µ + Xi +Z j + (XZ) ij + εijk dimana:

yijk = respon pengaruh perlakuan ke-i, lama simulasi pada waktu ke-j, dan

ulangan ke-k µ = nilai rata-rata umum Xi = pengaruh perlakuan ke-i Zj = pengaruh lama waktu simulasi

(XZ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan dengan lama waktu simulasi

εijk = pengaruh galat percobaan

(27)

Bentuk hipotesis yang diuji sebagai berikut :

• Pengaruh waktu terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2

H0 : Waktu tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2

H1 : Waktu mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu,

amoniak, pH, dan CO2

• Pengaruh Perlakuan (Penambahan cahaya simulasi dan non-simulasi, serta tanpa penambahan cahaya simulasi dan non-simulasi) terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2

H0 : Perlakuan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2

H1 : Perlakuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2

• Pengaruh Interaksi perlakuan dan waktu terhadap nilai DO,suhu, amoniak, pH, dan CO2

H0 : Interaksi antara waktu dan perlakuan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO,suhu, amoniak, pH, dan CO2

(28)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam

kisaran tertentu. Adapun lima parameter kualitas air yang diteliti meliputi suhu, pH, TAN (total amonia nitrogen), DO (dissolved oxygen), dan CO2.Penurunan atau peningkatan nilai masing-masing parameterkualitas air (pH, suhu, DO, CO2, dan TAN) tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

Waktu pH suhu DO CO2 NH3

Simulasi dengan cahaya

Jam ke-0 7,20±0,01 27,9±0,4 5,10±0,03 3,9953 0,683±0,099

Jam ke-1 6,94±0,04 29,5±0,1 4,15±0,01 4,9941 0,613±0,003

Jam ke-2 6,66±0,06 29,4±0,5 4,49±0,07 7,9904 0,775±0,005

Jam ke-3 6,82±0,04 29,0±0,1 3,53±0,25 5,9928 0,738±0,001

Jam ke-4 6,85±0,01 29,4±0,1 3,41±0,10 5,9928 0,769±0,013

Jam ke-5 6,86±0,04 29,4±0,1 2,83±0,07 4,9941 0,794±0,020

Jam ke-6 6,93±0,03 29,5±0,2 2,44±0,14 4,9941 0,858±0,015

Non-simulasi

dengan cahaya

Jam ke-0 7,18±0,06 27,8±0,1 5,07±0,02 3,9953 0,650±0,052

Jam ke-1 6,73±0,08 28,0±0,1 4,20±0,04 3,9953 0,626±0,049

Jam ke-2 6,59±0,05 28,2±0,0 4,06±0,25 5,9928 0,806±0,026

Jam ke-3 6,71±0,05 27,9±0,1 3,70±0,34 4,9941 0,729±0,050

Jam ke-4 6,72±0,03 28,2±0,1 3,56±0,25 3,9953 0,790±0,001

Jam ke-5 6,75±0,04 28,2±0,1 3,08±0,03 3,9953 0,806±0,008

Jam ke-6 6,83±0,03 28,2±0,1 2,65±0,19 4,9941 0,839±0,011

Simulasi tanpa cahaya

Jam ke-0 7,25±0,01 27,9±0,4 4,91±0,13 3,9953 0,640±0,129

Jam ke-1 6,70±0,13 28,5±0,7 4,26±0,01 5,9928 0,680±0,010

Jam ke-2 6,63±0,06 28,9±1,0 4,26±0,01 7,9904 0,788±0,011

Jam ke-3 6,81±0,03 27,8±1,1 3,74±0,03 5,9928 0,723±0,022

Jam ke-4 6,84±0,04 28,4±0,6 3,31±0,10 5,9928 0,799±0,001

Jam ke-5 6,89±0,07 28,4±0,4 2,54±0,28 3,9953 0,764±0,085

Jam ke-6 7,02±0,15 28,2±0,1 1,58±0,28 3,9953 0,880±0,006

Non-simulasi

tanpa cahaya

Jam ke-0 7,22±0,04 27,8±0,1 5,00±0,16 3,9953 0,711±0,025

Jam ke-1 6,66±0,01 27,9±0,2 4,36±0,10 4,9941 0,649±0,018

Jam ke-2 6,59±0,05 27,8±0,2 4,15±0,04 6,9916 0,806±0,030

Jam ke-3 6,64±0,06 27,8±0,1 3,59±0,24 4,9941 0,713±0,023

Jam ke-4 6,68±0,06 27,8±0,3 3,69±0,01 4,9941 0,745±0,016

Jam ke-5 6,76±0,03 28,3±0,4 3,15±0,01 3,9953 0,785±0,006

(29)

.

4.1.1 Nilai dissolved oxygen (DO)

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama

kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang besar. Kondisi DO harus dipertahankan dalam kisaran normal agar membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan misalnya anoreksia, stress pernapasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian (Wedemeyer 1996). Grafik perubahan DO selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Perubahan DO selama 6 jam penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data ANOVA pada lampiran menunjukkan bahwa Perlakuan (P) berupa simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang,

dan non-simulasi gelap berpengaruh secara signifikan α< 0,005 terhadapan DO.

Demikian halnya dengan faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh

signifikan α<0,005 terhadap nilai DO, sedangkan, interaksi antara waktu dan

perlakuan yang menunjukkan α>0,05 mempunyai pengaruh signifikan terhadap

nilai DO.

(30)

18

terang (A1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Perbedaan terhadap tingkat DO air terlihat setelah diberi perlakuan simulasi dan non-simulasi. Sedangkan penambahan cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Hasil uji Duncan pada α=0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaaan

tingkat DO yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Nilai DO pada to atau sebelum perlakuan mempunyai nilai yang paling baik yaitu 5,0175 ppm, sedangkat nilai DO yang paling kecil terdapat pada t6 = 360 menit dengan nilai DO sebesar 2,3812 ppm. Semakin lama transportasi nilai DO semakin kecil. Penurunan tingkat konsumsi oksigen ini disebabkan oleh kondisi tubuh ikan lele semakin lemah akibat kurangnya energi.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan simulasi dan non-simulasi pada tanpa cahaya cenderung menghasilkan DO yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pemberian cahaya. Begitu juga dengan perbandingan antara transportasi yang disimulasi dan non-simulasi. Trasportasi yang menggunakan simulasi mengalami penurunan nilai DO yang cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan non-simulasi, hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3, akan tetapi DO air secara keseluruhan mengalami penurunan. Simulasi transportasi pada penelitian ini ternyata berpengaruh terhadap nilai DO air, salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan tingat DO suatu air adalah guncangan.

Penurunan tingkat konsumsi oksigen ini menyebabkan kondisi tubuh ikan yang semakin lemah dan kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Adaptasi ikan terhadap penurunan oksigen menenpakan dirinya di daerah sudut, karena suhu di daerah tersebut lebih dingin, sehingga diperkirakan bagian pojok dari wadah tersebut memiliki kadar oksigen yang lebih besar (Barner 1963).

(31)

4.1.2 Suhu media air

Ikan bersifat poikilothermal, yakni suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan (Boyd 1982). Suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi, pemasukan pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan (Forteath et al. 1993). Perubahan DO selama penelitian dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perubahan nilai suhu media air selama 6 jam penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukan bahwa Perlakuan (P) berupa (simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap)

berpengaruh secara signifikan α < 0,05 terhadap suhu. Demikian halnya dengan

faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai

suhu. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai suhu media air.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa

terdapat perbedaan tingkat suhu media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), sedangkan antara non-simulasi terang (A2) dengan simulasi gelap (B1) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil

uji Duncan pada α = 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan tingkat suhu

media air yang signifikan berdasarkkan lama perlakuan.

(32)

20

air paling kecil terdapat pada perlakuan tanpa cahaya, hal tersebut dikarenakan pengkondisikan pada malam hari. Suhu air pada malam hari umunya berkisar antara 23 ˚C - 27 ˚C. Perlakuan A1(simulasi menggunakan cahaya) dan B1 (simulasi tanpa cahaya) terlihat bahwa suhu media air lebih besar dibandingkan suhu media air pada perlakuan A2 (non-simulasi menggunakan cahaya) dan B2

(non-simulasi tanpa cahaya), perbedaan nilai tersebut salah satunya dapat dikarenakan penggunaan simulasi transportasi selama 6 jam. Simulasi transportasi tersebut menyebabkan kondisi ikan yang terus-menerus bergerak sehingga aktivitas dari ikan tersebut meningkat.

Suhu air transportasipada penelitianberkisaran 27,8 ˚C - 29,4 ˚C. Kisaran suhu tersebut umum bagi ikan lele dalam sistem trasnportasi yang digunakan dan merupakan suhu umum air pada iklim tropis. Suhu air kurang dari 24 ˚C dapat menyebabkan mudahnya ikan lele terserang jamur, sedangkan suhu yang terlalu tinggiakan menyebabkan ikan stres dan dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan bobot (Mahyudin 2008).

4.1.3 Nilai pH media air

Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki nilai pH rendah. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemui amoniak yang tidak terionisasi dan bersifat toksik (Stickney 1979). Perubahan pH selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

(33)

Hasil pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan menunjukkan bahwa Perlakuan (P) (simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap) berpengaruh secara

signifikan α < 0,005 terhadap pH media air. Demikian halnya dengan faktor

waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai pH

media air. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukkan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai pH media air.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa

terdapat perbedaan tingkat pH media air yang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), sedangkan antara non-simulasi terang (A2) dengan simulasi gelap (B1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hasil

uji Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaaan tingkat pH

yang signifikan berdasarkan lama perlakuan.

Pada to, atau sebelum perlakuan nilai pH media air rata-rata bernilai 7,21 atau air tersebut mempunyai pH yang netral, kemudian mengalami penurunan pada t1 dan t2 (60 dan 120 menit). Penurunan pH disebabkan karena terjadinya

peningkatan kadar CO₂ bebas akibat proses repirasi. CO₂ bebas, akan bereaksi dengan air membentuk asam lemah, yaitu karbonat, dimana konsentrasi ion hidrogen sangat dominan sehingga pH akan bernilai sangat kecil. Proses ini disebabkan ikan sedang dalam masa adaptasi terhadap media air tersebut, proses adaptasi ikan akan berlangsung selama 30 sampai 150 menit (Kottelat et al. 1993). Kenaikan pH media air terjadi pada t3 sampai dengan t6 (menit ke 180-360).

Pengaruh penurunan pH terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan

CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai pH air. Transportasi ikan lele optimumnya menggunakan satu liter air untuk satu ikan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penurunan bobot ikan akibat stres selama transportasi (Mahyudin 2008).

(34)

22

7,2 hingga 6,3 sehingga masih dalam kisaran toleransi kehidupan ikan lele yang berkisar antara 6,5 hingga 9 (Kottelat et al. 1993).

4.1.4 Nilai karbondioksida (CO2) media air

Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu parameter kualitas air yang

memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme akuatik. Karbondioksida dalam perairan berasal dari beberapa sumber meliputi difusi langsung dari atmosfer, air hujan dengan kandungan CO2 sebesar 0,55-0,60 mg/L, air yang melewati tanah organik yang mengandung CO2 sebagai hasil proses dekomposisi, hasil respirasi dari organisme (Effendi 2003).

Berdasarkan pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan Perlakuan (P) (simulasi terang, simulasi gelap,

non-simulasi terang, dan non-non-simulasi gelap) berpengaruh secara signifikan α < 0,05

terhadap nilai karbondioksida (CO₂) air. Demikian halnya dengan faktor waktu

(t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai

karbondioksida (CO₂) air. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai karbondioksida

(CO₂) air. Grafik perubahan CO2selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Perubahan nilai CO2 air selama 6 jam penelitian

Hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukkan bahwa terdapat

(35)

gelap (B2) dengan simulasi gelap (B1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Perbedaan sigifikan ini dipengaruhi oleh cahaya. Sedangkan perlakuan yang tidak menggunakan cahaya, tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Hasil

uji Duncan pada α = 0,05 terlihat bahwa terdapat perbedaaan nilai

karbondioksida (CO₂) yang signifikan berdasarkan lama perlakuan.

Berdasarkan Gambar 7 nilai karbondioksida mengalami fluktuatif, pada t0

(sebelum perlakuan) nilai CO₂ sebesar 3,99 ppm. Nilai tersebut mengalami peningkatan pada t1 dan t2 (menit ke-60 dan 120) sebesar 4,99 ppm dan 7,99 ppm. Puncak kenaikan nilai CO₂ terjadi pada t2 (menit ke-120). Nilai CO₂mengalami

penurunan kembali pada t3, t4, t5, dan t6 (menit ke-180, 240, 300, dan 360). Hal tersebut dapat dilihat dari naiknya nilai pH yang mendekati nilai optimum.

Nilai karbondioksida mengalami peningkatan puncak pada t2 = menit ke-120, hal tersebut berbanding terbalik dengan nilai pH pada penelitian ini. Pada menit ke-120 pH mengalami penurunan, hal tersebut yang menyebabkan kadar karbondioksida dalam air menjadi meningkat. Peningkatan nilai CO₂ yang

semakin tinggi disebabkan oleh pengeluaran hasil dari respirasi ikan lele. Hal ini disebabkan karena ikan lele tersebut mengalami stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari akuarium pemeliharaan ke akuarium percobaan sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya juga meningkat.Proses adaptasi ikan akan berlangsung selama 30 sampai 150 menit. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan pH air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya pH akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al. 1993).

Pada kondisi normal ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang dikonsumsi, penurunan nilai pH juga dapat meningkatkan nilai kadar karbondioksida dalam air. Peningkatan kadar karbondioksida, meskipun dapat menurunkan nilai amoniak dalam air akan tetapi dapat menurunkan konsumsi oksigen dalam darah ikan. Penurunan konsumsi oksigen dalam darah tersebut dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Wedemeyer 1996).

4.1.5 Nilai amoniak (NH3) media air

(36)

24

kadar amonia dalam air tinggi maka ikan bisa keracunan. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki nilai pH rendah.Perubahan DO selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Perubahan nilai TAN selama 6 jam penelitian

Berdasarkan pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan terlihat bahwa Perlakuan (P) (simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap) tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap nilai amoniak (NH ) media air. Demikian pula dengan interaksi antara waktu dan perlakuan yang menunjukan tidak mempunyai

pengaruh signifikan terhadap nilai amoniak (NH ) media air. Berbeda halnya

dengan faktor waktu (t) yang mempunyai pengaruh signifikan α<0,05 terhadap

nilai amoniak (NH ) media air.

(37)

menyebabkan meningkatnya NH3 yang bersifat toksik sehingga dapat membahayakan ikan.

Menurut Boyd (1992), kisaran konsentrasi NH3 yang aman untuk ikan tidak boleh lebih dari 0,04 mg/L. Kisaran nilai amonia dalam media air selama penelitian menunjukkan bahwa air telah mengalami penurunan kualitas, tetapi

(38)

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Simulasi transportasi ikan lele selama enam jam ternyata mempunyai

pengaruh terhadap kualitas air yang meliputi suhu, pH, TAN (total amonia nitrogen), DO (dissolved oxygen), dan CO2, sehingga kualitas dari ikan yang di trasnsportasi mengalami penurunan kualitas. Penyebab penurunan kualitas air dapat disebabkan karena ikan lele tersebut mengalami stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari akuarium pemeliharaan ke akuarium percobaan. Meningkatnya aktivitas atau kecepatan berenang suatu ikan dapat mengakibatkan banyak respirasi, sehingga kualitas air akan lebih cepat mengalami penurunan. Ikan lele dumbo pada perlakuan gelap (tanpa penambahan cahaya) mempunyai aktifitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan terang (penambahan cahaya). Hal ini disebabkan karena lele merupakan ikan nokturnal.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan tingkat Dissolved Oxygen (DO) yang signifikan antara simulasi gelap (B1) dengan non simulasi gelap (B2). Sedangkan penambahan cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan juga Nilai DO rata-rata menurun seiring bertambahnya waktu. Untuk parameter suhu terdapat perbedaan tingkat suhu media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2).Perbedaan tingkat pH media airyang signifikan terjadi antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), nilai pH mengalami penurunan pada t1 dan t2 (60 dan 120 menit).

Penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan kadar CO₂ bebas akibat proses repirasi perlakuan. Perbedaan nilai karbondioksida (CO₂) media airyang

signifikan terjadi antara simulasi terang(A1) dengan non simulasi terang (A2), dan juga terdapat perbedaaan nilai karbondioksida (CO₂) yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Konsentrasi total amoniak nitrogen rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat

(39)

5.2 Saran

Saran pada penelitian selanjutnya adalah penambahan waktu lama transportasi sehingga diperoleh waktu optimum ikan dapat bertahan hidup dalam media air tersebut. Tingkat getaran pada alat simulasi tersebut perlu di ukur lebih lanjut untuk mendapatkan tingkat getaran sesuai dengan kondisi nyata di

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ali AB, Izham M, Kamalden, Abas A. 1989. Preliminary Study on Mortality of Catfish (Clarias macrochepalus) Fry Transported in Plastic Bags. Pertanika, p: 335-340.

Barner RD. 1963. InvertebrataZoologi. W.B. Saunders Company: Philadelphia.

Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Co, New York, p: 6-50.

[BPS] Badan Pusat Statistik.2007. Produksi Perikanan Budidaya Menurut

Provinsi dan Subsektor.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=56&notab=6 [8 November 2010].

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 259 p.

Forteath N. 1993. Types of Recirculating Systems. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia, p: 33-39.

Forteath N, Wee L, Frith M. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia, p: 1-21.

Irianto HE, Soesilo I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. http//www.scribd.com/doc/28831060/dukungan tek-perikanan [8 November 2010].

Jhingran VG, Pullin RSV. 1985. A hatchery manual for the common carp, Chinese, and Indian major carps. ICLARM Studies and Reviwes 11. Asian Development Bank. P:74-80.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus: Jakarta.

Mahyudin K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.

Muljanah IE. Setiabudi D, Suryaningrum, Wibowo S.1994. Pemanfaatan Sumber Daya Lobster di Kawasan Jawa Barat dan Bali. Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan, (79):1-3.

Mushoffa M. 1995. Pengaruh manipulasi intensitas cahaya terhadap peningkatan produksi brachionus plicatilis.[Skripsi]. Bogor : IPB. FPIK. BDP.

Rand MC, Greenberg AE, Taras MJ. 1975. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 14th Ed. Washington, DC: APHA, 1015 Eighteenth Street NW.

(41)

Spotte, Stephen H. 1970. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Close System. Wiley-Intersciene, John Wilwy & Sons Inc, New York. Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. A Wiley-Interscience

Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, p: 1-125.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Volpato GL dan Barreto RE. 2001. Environmental Blue Light Prevents Stress in The Fish Nile Tilapia. Brazilian Journal of Medical and Biological Research, p: 1041-1045.

(42)
(43)

Lampiran 1 Analisis nilai DO media air

A. Tabel ANOVA disolved oxigen (DO) media air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:DO

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 41,041a 28 1,466 79,098 ,000 Intercept

Corrected Total 41,541 55

a. R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .975)

B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap DO media air

DO

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(44)

32

C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai DO media air

DO

t N

Subset

1 2 3 4 5 6

Duncana t6 8 2,3812

t5 8 2,8987

t4 8 3,4925

t3 8 3,6400

t2 8 4,2388

t1 8 4,2400

t0 8 5,0175

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 ,985 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

(45)

Lampiran 2 Analisi nilai suhu media air A. Tabel ANOVA suhu media air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Suhu

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 26,491a 28 ,946 6,383 ,000 Intercept 44858,896 1 44858,896 302631,104 ,000

U ,237 1 ,237 1,596 ,217

Corrected Total 30,493 55

a. R Squared = .869 (Adjusted R Squared = .733)

B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap suhu media air

Suhu

P N

Subset

1 2 3

Duncana B2 14 27,7643

A2 14 28,0357 28,0357

B1 14 28,2786

A1 14 29,1329

Sig. ,073 ,107 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(46)

34

C.Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap suhu media air

Suhu

T N

Subset

1 2 3

Duncana t0 8 27,4750

t3 8 28,0875

t1 8 28,4375 28,4375

t4 8 28,4375 28,4375

t2 8 28,5500

t5 8 28,5625

t6 8 28,5700

Sig. 1,000 ,096 ,545

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(47)

Lampiran 3 Analisi nilai kesadahan (pH) A. Tabel ANOVA kesadahan (pH) media air

Tests of Between-Subjects Effects Intercept 2610,836 1 2610,836 796992,602 ,000

U ,001 1 ,001 ,397 ,534

Corrected Total 2,083 55

a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .913)

B. Pengujian lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap nilai pH air

pH

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(48)

36

C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai pH media air

pH

T N

Subset

1 2 3 4 5

Duncana t2 8 6,6125

t3 8 6,7425

t1 8 6,7525 6,7525

t4 8 6,7725 6,7725

t5 8 6,8125

t6 8 6,8925

t0 8 7,2112

Sig. 1,000 ,332 ,056 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(49)

Lampiran 4 Analisis nilai karbondioksida (CO2)

A. Tabel ANOVA nilai karbondioksida (CO2)media air

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:CO2

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 78,948a 28 2,820 4,707 ,000 Intercept 1457,170 1 1457,170 2432,530 ,000

U 1,781 1 1,781 2,974 ,096

P 9,334 3 3,111 5,194 ,006

T 56,717 6 9,453 15,780 ,000

P * t 11,115 18 ,618 1,031 ,461

Error 16,174 27 ,599

Total 1552,292 56

Corrected Total 95,122 55

a. R Squared = .830 (Adjusted R Squared = .654)

B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan nilai CO2 media air

CO2

P N

Subset

1 2 3

Duncana A2 14 4,566014

B2 14 4,851379 4,851379

B1 14 5,422100 5,422100

A1 14 5,564779

Sig. ,338 ,062 ,630

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(50)

38

C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai CO2media air

CO2

T N

Subset

1 2 3 4 5

Duncana t0 8 3,995300

t5 8 4,244988 4,244988

t6 8 4,494675 4,494675 4,494675

t1 8 4,994050 4,994050 4,994050

t4 8 5,243738 5,243738

t3 8 5,493425

t2 8 7,241300

Sig. ,234 ,077 ,077 ,234 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(51)

Lampiran 5 Analisis nilai amoniak (NH3 ) A. Tabel ANOVA nilai amonia (NH3) media air

Tests of Between-Subjects Effects

Intercept 3,329 1 31,329 18735,534 ,000

U ,001 1 ,001 ,849 ,365

Corrected Total ,322 55

a. R Squared = .860 (Adjusted R Squared = .714)

B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap nilai NH3 air

NH3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

(52)

40

C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai NH3 media air

NH3

T N

Subset

1 2 3 4 5

Duncana t1 8 ,64188

t0 8 ,67088

t3 8 ,72525

t4 8 ,77063

t5 8 ,78700

t2 8 ,79337

t6 8 ,84675

Sig. ,168 1,000 ,303 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(53)

Lampiran 6 Gambar simulasi cahaya untuk transportasi

A.Simulasi dengan menggunakan cahaya

(54)

42

Lampiran 7 Gambar peralatan yang digunakan dalam penelitian

A.DO meter

(55)
(56)

44

(57)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Wilayah perairan yang luas ini merupakan indikator

bahwa Indonesia mempunyai potensi kelautan yang sangat besar, baik potensi fisik maupun potensi sumber daya. Potensi fisik, yaitu 17.508 pulau, garis pantai sepanjang 81.000 km, luas wilayah laut sebesar 70% dari luas total Indonesia. Hasil potensi perikanan 6,6 juta ton /tahun, namun yang dimanfaatkan hanya sekitar 5,4 juta ton/tahun (BPS 2007).

Salah satu hasil potensi perikanan Indonesia adalah komoditas dalam bentuk hidup. Permintaan konsumen terhadap komoditas perikanan dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan beberapa jenis ikan air tawar dan ikan hias. Komoditas unggul dalam bentuk hidup salah satunya adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Produksi ikan lele pada tahun 2010 sebesar 200.000 ton/tahun dan mengalami peningkatan pada 2011 sebesar 270.000 ton/tahun, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan (BPS 2007).

Peningkatan permintaan konsumen didasari oleh keinginan terhadap suatu komoditi perikanan yang bermutu tinggi, spesifik, resiko terhadap kesehatan yang kecil, dan komoditas dalam keadaan hidup. Penanganan yang baik dalam sistem transportasi diperlukan untuk menjaga tingkat kelulusan hidup ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan.

Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas dan berlawanan dengan lingkungan asalnya disertai

perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak. Transportasi ikan hidup pada umumnya menggunakan sistem basah dengan media berupa air. Permasalahan yang umum dijumpai dalam sistem basah adalah mortalitas tinggi, memerlukan banyak air, dan ukuran wadah relatif besar. Semakin jauh jarak yang akan ditempuh maka diperlukan teknologi yang mampu mempertahankan ikan tetap hidup dalam waktu yang lama (Irianto dan Soesilo 2007).

(58)

2

pemasangan aerator sebagai suplai oksigen. Kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya disebabkan oleh tingginya kadar CO2 dan akumulasi NH3-N sehingga meningkatkan nilai pH air (Jhingran dan Pullin 1985). Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha transportasi. Menurunnya kualitas air menyebabkan perubahan tingkah laku

dari organisme, sehingga organisme tersebut akan melakukan respon yang berupa adaptasi. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku organisme disebut rangsangan. Rangsangan yang mempengaruhi tingkah laku tersebut bisa berupa suhu, gravitasi, cahaya, dan tekanan (Mushoffa 1995).

Prakteknya, transportasi ikan lele dumbo dilakukan pada siang hari atau malam hari. Penelitian ini dilaksanakan agar mengetahui perbandingan kualitas transportasi ikan lele saat siang dan malam hari. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi dan penambahayan cahaya. Secara fisiologi, cahaya meliliki pengaruh langsung maupun tidak langsung. Jika intensitas cahaya tidak mendekati habitat asli, maka dapat menyebabkan kematian.

1.2 Tujuan

(59)

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawardengan tubuh memanjang dan kulit licin. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan

walking catfish. Morfologi ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) adalah: Kingdom : Animalia

Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Pisces Sub-klas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

(60)

4

pada suhu 20 oC, dengan suhu optimal 25-28 oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30 oC dan untuk pemijahan 24-28 oC, pada pH 6,5–9 (Mahyudin 2008).

2.2 Transportasi Ikan Hidup

Transportasi ikan hidup dibagi menjadi dua cara, yaitu sistem basah dan

sistem kering. Transportasi sistem basah menuntut media yang sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu, air, oksigen, dan cahaya. Pengangkutan sistem basah dapat dilakukan dengan cara tertutup dan terbuka. Pada cara tertutup ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan semua kebutuhan hidup ikan berada dalam kemasan pengangkutan. Wadah yang dipergunakan dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup rapat. Pada cara terbuka ikan diangkut dalam wadah terbuka dan suplai oksigen diberikan secara terus-menerus (Muljanah et al. 1994). Salah satu faktor penting pada transportasi ikan hidup adalah kualitas air.

Transportasi ikan hidup akan mempengaruhi kualitas air, faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap kualitas air adalah suhu, DO (dissolved oxygen), pH, karbondioksida dan amoniak. Peningkatan suhu akan mempengaruhi kandungan amoniak dalam air, terlarutnya karbondioksida akan mempengaruhi penurunan nilai pH.

2.3 Kualitas Air

Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi ikan budidaya (Munro 1978 dalam Forteath et al. 1993). Jika kualitas air melewati batas toleransi, akan menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter faktor lingkungan ada 3, yaitu fisik, kimia dan biologi (Forteath et al. 1993).

2.3.1 Suhu

Suhu merupakan faktor pengontrol (controlling factor) dan berperan dalam sistem resirkulasi. Suhu merupakan efek terbesar dalam fisiologi ikan. Hal ini karena ikan menyesuaikan suhu tubuhnya mendekati keseimbangan suhu air (Forteath et al. 1993).

(61)

pemasukan pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan (Forteath et al. 1993).

Setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan optimumnya dan kisaran toleransi suhu agar ikan masih bisa hidup. Suhu di atas dan di bawah kisaran optimum, pertumbuhan menurun. Metabolisme rendah berarti pakan yang

dimakan berkurang dan pertumbuhan berjalan lambat. Suhu di atas kisaran optimum (kurang dari 32,2 oC) biasanya konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi kecepatan metabolisme yang tinggi, tapi pertumbuhan tidak meningkat (Stickney 1979).

2.3.2 Nilai pH

Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di dalam air (Forteath et al. 1993). Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksi (OH-). Nilai pH disebut asam bila kurang dari 7, pH 7 disebut netral, dan pH di atas 7 disebut basa (Forteath et al. 1993).

Akumulasi bahan kimia terlarut dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH mengalami depresi (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat air lebih asam, ikan menjadi stress dan jika pH menjadi terlalu rendah maka kematian ikan akan terjadi. Pada saat air dalam keadaan basa, maka toksisitas amonia meningkat. Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada dalam sistem resirkulasi air tersebut (Forteath et al. 1993).

Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8) maka toksisitas amonia meningkat. Jadi, penting untuk menjaga pH air dalam sistem resirkulasi sekitar 7,2 dalam air tawar dan 7,8-8,2 di air laut (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem intensif adalah 6,5-9 (Wedemeyer 1996). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih

dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1982).

2.3.3 Disolved Oxygen (DO)

(62)

6

dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik (Stickney 1979).

Oksigen masuk ke dalam air melalui difusi pasif dari atmosfer (suatu proses yang dijalankan oleh perbedaan tekanan parsial O2 di udara dan di dalam air) dan dari hasil fotosintesis (Stickney 1979). Laju respirasi meningkat sejalan dengan

meningkatnya aktivitas ikan (Boyd 1982).

Nilai DO dibawah minimum (kurang dari 5 ppm) dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan organisme dan efisiensi pemasukan pakan yang optimal (Stickney 1979). Kelarutan oksigen di air menurun dengan meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/L dapat mengurangi kelarutan oksigen sebesar 5% di dalam air murni.

Penurunan DO juga dapat disebabkan oleh banyaknya sisa pakan yang tidak dimakan sehingga terjadi dekomposisi terhadap sisa pakan yang meningkatkan kebutuhan oksigen dalam sistem (Stickney 1979). Penurunan oksigen terjadi pada malam hari, ketika tanaman air melakukan respirasi, sehingga tidak ada oksigen yang diproduksi sehingga ikan dan tanaman air memperoleh oksigen dari difusi oksigen (Stickney 1979).

Oksigen dapat hilang atau berkurang dari air sebagai hasil reaksi kimia anorganik dan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Stickney 1979). Pada umumnya jika konsentrasi DO lebih dari 5 mg/L, kondisi ini relatif aman untuk organisme akuatik (Forteath et al. 1993)

2.3.4 Amonia

Amonia (NH3) dapat dijadikan sebagai indikator kualitas air (Forteath et al. 1993). Amonia di air berasal dari ekskresi ikan (Boyd 1982) dan mineralisasi bahan organik oleh bakteri heterotropik (Spotte 1970). Amonia merupakan

bentuk utama dari nitrogen yang diekskresi oleh organisme akuatik. Pada ikan, banyak amonia yang dieliminasi oleh insang, sisanya masuk ke air melalui urin.

Ketika amonia masuk ke air, ion hidrogen yang ada langsung bereaksi dan mengubahnya menjadi campuran yang seimbang antara ion amoniak yang tidak toksik (NH4+ dan NH3 yang tidak terionisasi bersifat toksik). Reaksinya sebagai berikut:

(63)

-Konsentrasi amonia tergantung dari pH, suhu air, salinitas dan total padatan terlarut (Wedemeyer 1996). Menurut Spotte (1970), nilai DO dan pH merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi toksisitas amonia. Peningkatan nilai pH dapat meningkatkan jumlah amonia yang tak terionisasi dan dengan menurunnya DO akan meningkatkan toksisitas dari amonia yang tak terionisasi.

Nilai NH3 yang tinggi berarti terjadi peningkatan sisa-sisa metabolik yang membuat ikan stres dan terjadi kematian pada wadah pemeliharaan. Populasi bakteri meningkat dengan cepat, terjadi deplesi DO dan eksresi nitrogen terlarut. Kualitas air untuk organisme pemeliharaan dalam sistem resirkulasi memburuk dengan cepat (Forteath et al. 1993).

2.3.5 Karbondioksida

Secara umum, ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang dikonsumsi. Bila kandungan CO2 dalam air meningkat maka ikan tidak dapat mengeluarkan CO2 bebas dari darahnya, sehingga jumlah O2 yang diikat Hb akan berkurang dan bila mendadak akan mati lemas (Wedemeyer 1996)

Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan NH3, bahkan banyak ikan hidup beberapa hari dalam air yang mengandung CO2 lebih besar dari 60 mg/L. Tanda yang membahayakan ikan dalam pengangkutan timbul pada kisaran CO2 antara 300-600 mg/L pada saat O2 terlarut 0,5-1 mg/L (Boyd 1982).

2.4 Cahaya

Cahaya adalah suatu bentuk energi yang merambat dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terdiri dari partikel-partikel yang disebut foton. Hingga sekarang cahaya masih merupakan dualistik pendapat, ada yang berpendapat bahwa cahaya sebagai foton dan sebagai elektromagnetik (Sears dan

Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995).

(64)

8

maka indera mata kita menjadi terangsang dan cahaya tersebut dapat terdeteksi oleh mata (Sears dan Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995).

Cahaya dapat dipancarkan bila mengenai zat cair, maka sinar ultraviolet akan diserap oleh permukaan zat cair tersebut, sehingga makin dalam makin berkurang intensitasnya sampai pada batas tertentu menjadi hilang atau netral.

Intensitas cahaya adalah luminasi cahaya dalam satuan luas materi atau bahan (Dunning dan Paxton 1941 dalam Mushoffa 1995).

Pengaruh cahaya pada organisme memiliki beberapa sifat. Terdapat beberapa organisme menghindari cahaya dan ada beberapa yang mempunyai reaksi yang positif. Ikan bersifat fototaktik baik secara positif maupun vertikal. Banyak ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam setelah matahari terbit (Valpato dan Barreto 2001). Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari.

Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva (Valpato dan Barreto 2001).

(65)
(66)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juli 2011. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan

Laboratorium Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah aquarium, meja simulasi, 1 buah termometer, 1 unit pH meter, alat tulis, spektrofotometer, DO meter, dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan adalah air akuarium dan ikan lele.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan simulasi transportasi sistem tertutup selama enam jam dan pengukuran kualitas air setiap satu jam. Perlakuan yang digunakan adalah dengan simulasi terang (penambahan cahaya), simulasi gelap (tanpa penambahan cahaya), non-simulasi terang (tanpa menggunakan meja simulasi dan penambahan cahaya), dan non-simulasi gelap (tanpa menggunakan meja simulasi dan tanpa penambahan cahaya).

3.4 Pembuatan Alat Simulasi

Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan dengan menggunakan bahan alumunium dan sejenisnya. Alumunium penopang yang sudah tersedia sepanjang dua meter dan lebar 60 cm. Alumunium penopang terlebih dahulu ditebalkan bawahnya agar kokoh dalam menahan beban. Setelah penebalan rangka besi terdapat penambahan fondasi pada sisi alumnium penopang tersebut. Pada ruas-ruas alumunium penopang diberi gear roda. Setelah gear roda

Gambar

Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Gambar 2 Alat simulasi.
Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air
Gambar 4 Perubahan DO selama 6 jam penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Derajat hidrolisis yang dihasilkan dari proses hidrolisis protein ikan lele dumbo pada kondisi optimum sebesar 35,37%, lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisat protein

ditingkatkan kandungan gizinya dengan penambahan tepung badan dan kepala ikan lele dumbo. Tepung badan ikan lele dumbo mengandung protein tinggi dan tepung kepala ikan

Selain itu, tepung ikan lele dumbo mengandung sejumlah mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh (Li et al. Penambahan tepung ikan lele dumbo diharapkan dapat mening-

Mengetahui potensi dari penambahan teh kombucha pada pakan komersial untuk meningkatkan retensi protein daging pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Mengetahui potensi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tentang suplementasi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) untuk meningkatkan kandungan protein pada kue terang bulan

Dari hasil penelitian tentang Pengaruh penambahan bahan pengencer sperma terhadap fertilitas spermatozoa Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus ) dengan menggunakan

Data dan Analisis Ragam Pertumbuhan Bobot Ikan Lele Dumbo. Perlakuan Ulangan Hari Ke −

Derajat hidrolisis yang dihasilkan dari proses hidrolisis protein ikan lele dumbo pada kondisi optimum sebesar 35,37%, lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan