• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characterization of Thermal Water Current Meter Sensor ( Laboratory test in Pipe Flow)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Characterization of Thermal Water Current Meter Sensor ( Laboratory test in Pipe Flow)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI ALAT UKUR LAJU ALIRAN AIR TIPE SENSOR

TERMAL

(Uji Laboratorium pada Aliran Pipa)

RUSIANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

RUSIANTO. Characterization of Thermal Water Current Meter Sensor ( Laboratory test in Pipe Flow).Supervised by Prof. Dr. Ir. Hidayat PawitanandIr. Bregas Budianto, Ass. Dpl

Thermal type water flow meter is a device to measure water flow rate using thermal sensor.

There’s two sensor inside this device which one of the sensor is wrapped by heated wire. Flow rate measurement is using difference value between the temperature of sensor that wrapped by heated wire with the temperature of flowing water. The principal of this device is heat transfer between the sensor and the water, so the flow rate is measurable. If the flow rate increasing then the temperature difference between sensor and water is decreasing, vice versa.

Based on simulation, low flow rate make the device getting more sensitive and the sensitivity is decreasing as the flow rate is increasing. On low flow rate, the temperature difference between the heated sensor with water flow is very small, so to get more visible result, this device is using differential amplifier. This way, the slightest temperature difference between the heated sensor and water flow is visible even for higher flow rate. Flow rate measurement done to a calibration system made. Flow rate is determined with measuring rate debit then divided by pipe sectional area and value of flow rate can be obtained. Calibration system is using a 2.3cm diameter pipe and the distance between two sensors is 15cm. The heat that is given to heated wire is 2.8 Watt which can increase the temperature of the sensor by 5Co if the flow rate is 0.05 m/s. The equation that obtained by calculation is x = 5.512 e-93y where x is the water flow rate and y is the temperature difference between heated sensor with the water. There is difference between model simulation with the calculation result in this research. It is caused by assumption that applied during the time of calculation.

(3)

ABSTRAK

Rusianto. Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji Laboratorium pada Aliran Pipa). Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan dan Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

Water Flow Meter tipe termal merupakan alat pengukur laju aliran air dengan menggunakan sensor suhu. Alat ini menggunakan dua buah sensor yang salah satu sensor dililit kawat pemanas. Pengukuran laju aliran menggunakan nilai selisih suhu antara suhu sensor yang dililit kawat pemanas dengan suhu air yang mengalir. Dengan menggunakan prinsip pindah panas maka laju aliran air dapat diukur dengan menggunakan alat ini. Semakin besar laju aliran, maka nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan simulasi, sensitivitas sensor pada laju aliran rendah sangat tinggi dan berkurang seiring dengan meningkatnya volume air yang melalui sensor. Pada laju aliran yang rendah, nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air sangat kecil sehingga alat ini menggunakan aplikasi dari differential amplifier agar dapat melihat perubahan selisih suhu pada laju aliran yang tinggi. Pengukuran laju aliran dilakukan pada sistem kalibrasi yang telah dibuat. Laju aliran ditentukan dengan mengukur debit aliran kemudian dibagi dengan luas penampang pipa sehingga diperoleh nilai laju aliran air. Pipa yang digunakan pada sistem kalibrasi memiliki diameter 2.3 cm dengan jarak antar kedua sensor 15 cm. Kalor yang diberikan pada kawat pemanas sebesar 2.8 Watt yang dapat menaikkan suhu sensor berpemanas sebesar 5 Co pada laju aliran 0.05 m/s. Dari hasil pengukuran diperoleh persamaan x = 5.512 e-93y dimana x adalah laju aliran air dan y adalah selisih suhu antara sensor berpemanas dengan suhu air. Dalam penelitian ini, terdapat perbedaan antara simulasi model dengan hasil pengukuran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan asumsi-asumsi yang digunakan dengan kondisi pada saat pengukuran.

(4)

KARAKTERISASI ALAT UKUR LAJU ALIRAN AIR TIPE SENSOR

TERMAL

(Uji Laboratorium pada Aliran Pipa)

RUSIANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul skripsi : Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji

Laboratorium pada Aliran Pipa)

Nama

: Rusianto

NIM

: G24070048

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan)

(Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl)

NIP. 19500430 197412 1 001

NIP. 19640308 199403 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen

Geofisika dan Meteorologi

(Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.)

NIP. 19600305 198703 2 002

(6)

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ketertarikan penulis terhadap instrumentasi dan belum banyaknya penelitian terkait membuat penulis memilih penelitian yang berjudul Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji Laboratorium pada Aliran Pipa). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Hidayat Pawitan dan bapak Bregas Budianto atas bimbingannya selama masa penelitian hingga dapat penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dan mama serta kakak-kakak dan adik tercinta yang memberikan dukungan penuh sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Kepada Bapak/Ibu dosen program studi meteorologi terapan beserta staf, penulis ucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya atas bantuannya selama menempuh pendidikan di IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada

Anies Ma’rufatin yang selalu memberikan bantuan baik moril dan materil kepada penulis serta

teman-teman seperjuangan di Workshop Instrumentasi, yaitu Amin, Blake, Pujo dan bang Suryo atas persahabatan, saran, keluh kesah dan motivasinya. Terima kasih kepada teman-teman GFM 44, yaitu Fitrie, Tika, Eka, Loris, Firda, Wari, Pasha, Dila, Ii, Bembi, Juned, Iwan, Rini, Dimas, Riri, Nono, Afdal, Unduh, Nedy, Kris, Domu, Pepew, Naren, Masnur, Azim, Adi, Rendra, Harry, Tetet, Sigit, Fandi, Aci, Ike, Teguh, Yasmin, Andi, Ade, Iyut, Joko, Wiwid, Nanas, Fajar, Winda, Echa atas kerjasama dan persaudaraannya selama menempuh pendidikan di departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Serta terima kasih kepada pihak yang sudah banyak membantu penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis mohon maaf apabila dalam penelitian dan dalam penulisan masih terdapat banyak kesalahan kesalahan dan penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur sebagai anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Masdin dan Nawara.

Jenjang pendidikan penulis dimulai ketika penulis memasuki Taman Kanak-kanak Pelita Kecamatan Teluk Bayur, Berau pada tahun 1994 dan selesai satu tahun kemudian pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Dasar 009 Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau Kalimantan Timur pada tahun yang sama. Pada tahun 2001, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 001 Teluk Bayur. Penulis berhasil menyelesaikan sekolahnya selama tiga tahun pada tahun 2004 dan melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Plus Berau yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Berau. Setelah lulus SMA di tahun 2007, penulis melanjutkan sekolah di Institut Pertanian Bogor dan diterima di Program Studi Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR. ... ix

DAFTAR LAMPIRAN. ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. ... 1

1.2 Tujuan. ... 1

II. TINJAUAN PUSAKA 2.1 Alat Pengukur Laju Aliran (Current Meter). ... 1

2.2 Thermal Flow Meter. ... 3

2.3 Sensor Suhu. ... 3

2.4 Sensor Suhu LM35 DZ. ... 4

2.5 Perpindahan Panas. ... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat . ... 5

3.2 Alat dan Bahan. ... 5

3.3 Metodologi Penelitian. ... 5

3.3.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran . ... 5

3.3.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor. ... 5

3.3.3 Pembuatan Sensor dan Rangkaian Elektronik. ... 5

3.3.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor ... 6

3.3.5 Sistem Kalibrasi ... 6

3.3.6 Pengujian Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran. ... 7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran . ... 7

4.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor ... 8

4.3 Sensor dan Rangkaian Elektronik . ... 9

4.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor . ... 9

4.5 Sistem Kalibrasi. ... 9

4.6 Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran . ... 10

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan . ... 13

5.2 Saran . ... 13

DAFTAR PUSTAKA. ... 14

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Price Type (622) AA Meter . ... 2

2 OTT C2 current meter (horizontal-axis meter). ... 2

3 OTT nautilus C2000 elektromagnetic flow sensor (0-2.5 m/s). ... 2

4 Acoustic Doppler Velocity Meter (0.001 – 4.0 m/s). ... 2

5Prinsip kerja thermal flow meter . ... 3

6Profil suhu pada thermal mass flow meter . ... 3

7Sensor LM35 DZ. ... 4

8 Modifikasi bentuk sensor suhu. ... 5

9 Rangkaian elektronik pengatur arus konstan. ... 6

10 Rangkaian differential amplifier. ... 6

11 Perlakuan lilitan kawat pemanas. ... 6

12 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. ... 7

13 Hasil simulasi hubungan perubahan suhu sensor berpemanas terhadap laju aliran air. ... 8

14 Grafik pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ pada berbagai pemberian tegangan catu pada suhu ruangan. ... 8

15 Modifikasi bentuk sensor. ... 9

16 Sistem kalibrasi dengan dua sensor. ... 9

17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian arus pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu. ... 10

18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (sebelum arus listrik pemanas konstan).. ... 11

19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (setelah arus listrik pemanas konstan) ... 11

20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran ... 12

21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran ... 13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tampilan data logger . ... 16

2 Sensor di dalam pipa pada sistem kalibrasi. ... 16

3 Rangkaian pembangkit arus konstan. ... 17

4 Rangkaian diffrential amplifier. ... 17

5 Sistem kalibrasi sensor. ... 18

(10)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data primer sangat dibutuhkan dalam berbagai pengamatan maupun penelitian. Pemanfaatan alat ukur merupakan cara yang paling utama dalam memperoleh data primer tersebut. Alat ukur yang tersedia semakin berkembang dengan adanya kemajuan teknologi. Perkembangan alat ukur sesuai dengan kebutuhan semakin banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang penelitian.

Dalam bidang hidrologi, informasi debit sungai merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Kemampuan pengukuran debit aliran sungai sangat diperlukan untuk mengetahui sifat sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada. Dalam pengukuran debit air, ada beberapa metode yang digunakan salah satunya adalah pengukuran tidak langsung dengan menggunakan area velocity method. Debit air diduga dengan menggunakan persamaan yang merupakan perkalian antara luas penampang sungai dengan laju aliran sungai. Laju aliran sungai didapat dengan menggunakan current meter.

Sebuah current meter yang ideal harus memiliki respon yang cepat dan konsisten dengan setiap perubahan yang terjadi pada kecepatan air, dan harus secara akurat dan terpercaya sesuai dengan komponen kecepatan. Juga harus tahan lama, mudah dilakukan pemeliharaan, dan mudah digunakan dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda (Richards 1998). Dalam pengukuran laju aliran, kondisi lapangan yang berbeda-beda menyebabkan beberapa tipe current meter hanya dapat digunakan hanya pada kondisi tertentu. Current meter

tipe mekanik, tidak dapat mengukur kecepatan laju aliran air yang sangat kecil. Di daerah yang sangat dangkal atau daerah dengan biota perairan yang banyak, Current meter tipe mekanik tidak bisa digunakan karena habitat yang terdapat pada perairan tersebut dapat terganggu akibat perputaran mekanik pada baling-baling current meter

(Rahman 2008).

Current meter tipe elektromagnetik dan tipe akustik memiliki keunggulan dalam hal pengukuran di daerah dangkal dan dapat mengukur laju aliran yang sangat rendah.

Kelebihan lain dari tipe akustik adalah dapat mengukur laju aliran secara cepat dan akurat (Huang 2004). Untuk mendapatkan alat-alat tersebut diperlukan biaya yang sangat besar sehingga diperlukan alternatif lain untuk mengukur laju aliran air. Untuk keperluan penelitian biota perairan, pengukuran laju aliran biasanya menggunakan benda terapung yang di ukur jarak tempuh pada waktu tertentu sehingga didapat nilai laju aliran. Penggunaan benda terapung tersebut tidak akurat karena hanya dapat mengukur laju aliran pada permukaan air.

Current meter dengan menggunakan sensor suhu merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran laju aliran pada kondisi-kondisi tersebut. Selain tidak memerlukan biaya yang tinggi, alat ini memiliki bentuk yang sangat kecil, dan pembuatan yang lebih mudah.

1.2 Tujuan

Mengembangkan alat ukur laju aliran air dengan menggunakan sensor suhu dan menguji karakteristiknya

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Pengukur Laju Aliran ( Current Meter )

Menurut Ahmed (2009), ada berbagai macam jenis current meter yang tersedia dan sering digunakan. Current meter terbagi menjadi tiga kategori utama: Current meter

mekanik, current meter elektromagnetik dan

current meter akustik.

2.2.1Current Meter Mekanik

Semua current meter mekanik memiliki prinsip kerja dengan mngeubah kecepatan linear menjadi kecepatan angular. Terdapat dua jenis current meter mekanik yaitu

vertical-axis meter dan horizontal-axis meter. Sebelum digunakan kedua jenis

current meter tersebut harus di kalibrasi dengan menghubungkan antara jumlah putaran baling-baling dengan laju aliran air.

Tiga tipe vertical-axis meter yang sering digunakan adalah Price Type AA meter, WSC winter meter dan Pygmy meter. Di antara ketiganya, Price Type AA meter

(11)

Gambar 1 Price Type (622) AA meter. (Sumber: Ahmed 2009)

Horizontal-axis meter Sangat baik dipergunakan pada daerah yang memiliki turbulens yang tinggi dengan kemampuan mengukur arus deras baik dengan posisi horizontal maupun vertikal. Dilengkapi dengan rotor yang memiliki keseimbangan saat menghadapi pergerakan linear.

Semua model menggunakan magnetis permukaan beralih untuk menghasilkan hitungan rotasi dalam bentuk pulsa, sehingga dapat menghindari terjadinya gesekan pada komponen yang berdekatan.

Gambar 2 OTT C2 Current Meter (Horizontal-Axis Meter).

(Sumber: Ahmed 2009)

2.2.2 Current Meter Elektromagnetik

Current Meter elektromagnetik mengukur kecepatan aliran dengan menggunakan hukum Faraday. Konduktor (air) yang bergerak pada suatu medan gaya akan menghasilkan tegangan yang nilainya sebanding dengan kecepatan aliran. Elektroda pada alat menerima sinyal tegangan yang kemudian diterjemahkan ke dalam angka yang berupa kecepatan aliran air. Tidak ada gangguan kerja mekanik pada alat ini karena tidak ada bagian alat yang bergerak seperti pada current meter

mekanik. Sensor aliran elektromagnetik dapat mendeteksi aliran yang sangat kecil dan dapat digunakan pada lokasi dimana

current meter mekanik tidak dapat digunakan seperti pada daerah yang memiliki tanaman air dalam jumlah yang besar, air yang terkontaminasi, perairan

dangkal, dan perairan dengan keceptan yang sangat pelan. Biasanya alat ini digunakan untuk mempelajari habitat biota perairan.

Gambar 3 OTT Nautilus C 2000

Elektromagnetic Flow Sensor (0-2.5 m/s).

(Sumber: Ahmed 2009)

2.2.3 Current Meter Akustik

Acoustic Doppler Velocity (ADV) meter

merupakan salah satu contoh alat akustik yang dikembangkan untuk mengukur laju aliran dalam dua atau tiga dimensi. Alat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemancar sinyal dan penerima sinyal yang mengukur laju aliran pada 0.25 cc volume air yang terletak 10 cm pada sensor. Pemancar memancarkan sinyal pada sampel air kemudian sinyal akustik akan dipantulkan kembali oleh partikel tersuspensi yang ada di air yang diterima oleh penerima sinyal.

Dibandingkan dengan current meter

mekanik, ADV meter memiliki beberapa keunggulan seperti area kecepatan yang lebih luas, pengukuran pada area yang lebih dangkal, dan tidak memerlukan kalibrasi ulang. Alat ini dapat menambah kualitas data pada kecepatan yang sangat rendah dan memiliki daya tahan yang tinggi.

Gambar 4 Acoustic Doppler Velocity Meter

(0.001 – 4.0 m/s).

(12)

2.2 Thermal Flow meter

Thermal flow meter atau sering juga disebut sebagai thermal mass flow meter

merupakan alat pengukur laju aliran fluida atau dapat digunakan sebagai pengatur laju aliran fluida dengan menggunakan prinsip-prinsip perpindahan panas. Laju aliran dihitung dari jumlah panas per satuan waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sejumlah fluida (O’Hanlon 2003).

Ada banyak jenis thermal flow meter

yang tersedia. Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur laju aliran berbagai jenis fluida dengan sensitivitas yang tinggi. Menurut Sosna (2011) thermal flow meter

dapat dilihat karakteristiknya dari senstivitas, akurasi, kemampuan untuk dibuat ulang, rentang pengukuran dan waktu respon alat tersebut.

Gambar 5 Prinsip kerja thermal flow meter.

2.3 Sensor suhu

Menurut Petruzella (2001), terdapat empat jenis utama sensor suhu, yaitu;

thermocouple (T/C), resistance temperature detector (RTD), termistor dan Integrated Circuit (IC) sensor. Thermocouple pada dasarnya terdiri dari sepasang transduser panas dan dingin yang disambungkan bersama, nilai suhu merupakan perbedaan yang timbul antara sambungan tersebut dengan sambungan referensi yang berfungsi sebagai pembanding. Resistance Temperature Detector (RTD) merupakan sensor yang didasari pada tahanan listrik dari logam yang bervariasi sebanding dengan suhu. Kesebandingan variasi ini adalah presisi dengan tingkat kestabilan yang tinggi pada pendeteksian tahanan. Platina merupakan bahan yang sering digunakan karena memiliki tahanan suhu, kelinearan, stabilitas dan reproduksibilitas yang tinggi. Termistor adalah resistor yang peka terhadap panas yang biasanya mempunyai koefisien suhu negatif, karena saat suhu meningkat maka tahanan menurun atau sebaliknya. Jenis ini sangat peka dengan perubahan hambatan 5% per C sehingga mampu mendeteksi perubahan suhu yang kecil. IC Sensor adalah sensor suhu dengan rangkaian terpadu yang menggunakan chipsilikon untuk kelemahan penginderanya. Mempunyai konfigurasi output tegangan dan arus yang sangat linear. IC yang biasanya digunakan untuk mengukur suhu adalah IC LM35.

Gambar 6 Profil suhu pada thermal mass flow meter.

(13)

2.4 Sensor Suhu LM35 DZ

Gambar 7 Sensor LM35 DZ. (Sumber : www.national.com)

Suhu lingkungan dapat di deteksi dengan menggunakan IC yang peka terhadap suhu. Sensor suhu LM35 DZ merupakan komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor suhu ini memiliki keakuratan yang tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu lainnya. LM35 DZ juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linearitas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Catu daya yang digunakan berkisar antara 4 sampai 30 volt sehingga dapat menggunakan catu daya tunggal dengan ketentuan LM35 DZ hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA. Hal ini menyebabkan LM35 DZ mempunyai kemampuan menghasilkan panas (Self Heating) yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu sebesar 0.08 oC pada suhu udara. Sensor ini memiliki jangkauan operasi maksimal operasi suhu antara 0 oC hingga 100 oC, waktu tanggap yang cepat dan memiliki sensitivitas suhu dengan faktor skala linear antara tegangan dan suhu sebesar 10 mV/oC, sehingga dapat langsung dikalibrasi kedalam satuan Celsius (National Semiconductor 2000).

2.5 Perpindahan Panas

Apabila terdapat dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur

lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal (Sukomel et al. 2008). Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

Hukum pendinginan Newton menyatakan bahwa laju perubahan suhu pada suatu benda akan sebanding dengan perbedaan antara suhu benda tersebut dengan suhu lingkungan disekitar benda (Blundell et al. 2006). Apabila suatu benda yang memiliki suhu lebih besar dimasukkan ke dalam air maka akan terjadi penurunan suhu yang besar laju penurunannya sebanding dengan jumlah air yang melewati benda tersebut. Semakin banyak jumlah air yang melewati benda tersebut maka semakin banyak panas yang hilang pada benda tersebut ( Kane, et al 1984). Besarnya panas yang mengalir dari benda yang dipanaskan menuju ke aliran air terjadi secara konveksi yang dirumuskan sebagai berikut:

Q = h A ΔT…….(1)

Dimana,

Q : Panas yang terserap air akibat konveksi (Watt)

h : Koefisien perpindahan panas Forced Convection (W/m2oC)

A : Luas Permukaan sensor (m2)

ΔT : Perbedaan suhu Sensor dan Lingkungan (oC)

Besarnya koefisien konveksi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai koefisien perpindahan panas pada fluida.

Regime h (W/m2.K)

Free Convection (air) 5-25

Free Convection (water) 50-1.200

Forced Convection (air) 25-250

Forced Convection (water) 50-20.000

Condensation of Steam on

Walls 2.000-20.000

Condensation of Steam on

Pipes 2.000-50.000

Pool of Boiling Water 2.000-50.000

(14)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Juni 2011 di Workshop Instrumentasi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Seperangkat perlengkapan elektronik

Digital Volt Meter (DVM)

 Catu Daya Aki 12V

 Sistem Kalibrasi (Pompa, Pipa, Kran, dan Bak air)

 Seperangkat Komputer dan interface

sebagai data logger

Glue Gun

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

 Sensor suhu LM35 DZ

 Rangkaian elekronik Pemanas

 Kawat email

Epoxy Plastic Steel

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran

Pemodelan dilakukan dengan menghitung jumlah kalor yang diberikan kepada pemanas dan jumlah kalor yang dapat diserap oleh air yang mengalami kontak dengan pemanas.

Jumlah Kalor yang diserap oleh air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Q = A h ΔT……(3)

Dimana,

Q : Panas yang terserap air akibat konveksi (Watt)

h : Koefisien konveksi paksa ( 50-20.000 W/m2oC)

A : Luas Permukaan sensor (m2)

ΔT : Perbedaan suhu Sensor dan Lingkungan (oC)

Dengan asumsi bahwa semua daya listrik yang diberikan pada kawat pemanas berubah menjadi energi kalor, maka besarnya kebutuhan arus listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

P = I2 R….(4) Dimana,

P : Daya Listrik (Watt) I : Arus Listrik (A) R : Hambatan Kawat ( Ω )

3.3.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor

Salah satu sifat dari sensor suhu elektronik adalah memiliki keluaran panas (Self Heating) pada saat beroperasi. Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh self heating tersebut terhadap pengukuran yang dilakukan pada berbagai

input catudaya DC. Catudaya yang digunakan berupa aki 4 volt, 6 volt, 12 volt, 18 volt, dan 30 volt. Pengujian ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan self heating

tersebut digunakan sebagai pemanas.

3.3.3 Pembuatan Sensor dan Rangkaian Elektronik

3.3.3.1 Sensor

LM35 DZ (TO 220) memiliki bentuk fisik datar pada sisi depannya dan cembung pada sisi belakang. LM35 DZ dibuat lebih kecil untuk mengurangi massanya. Pengurangan massa sensor dilakukan dengan menipiskan sensor sebagai usaha untuk mengurangi turbulensi aliran (lebih

stream line). Pengurangan massa pada LM35 satu dan lainnya diasumsikan memiliki ciri yang sama.

Gambar 8 Modifikasi bentuk sensor suhu.

Dalam pembuatan sensor laju aliran air kaki-kaki LM35 ditutup dengan menggunakan epoxy untuk mengisolasi aliran listrik pada saat sensor dimasukkan ke dalam air. Sensor yang telah ditipiskan kemudian dililit oleh kawat email tembaga sebagai pemanas. Pada sensor (1) dan (2),

Kaki Kepala

1 2

3

(15)

untuk mempercepat reaksi sensor kawat pemanas dililitkan secara langsung pada kaki ground IC LM35.

3.3.3.2 Rangkaian Elektronik Pemanas Besarnya panas yang dikeluarkan oleh kawat pemanas tergantung pada jumlah arus yang diberikan pada kawat pemanas tersebut. Rangkaian elektronik pengatur arus konstan digunakan untuk mengatur jumlah arus yang diberikan pada kawat pemanas.

Rangkaian elektronik dibuat dengan menggunakan komponen utama LM317. Jumlah arus yang diberikan tergantung pada besarnya nilai resistan yang digunakan pada rangkaian dengan menggunakan persamaan:

I=1.25

R ...(5)

Gambar 9 Rangkaian elektronik pengatur arus konstan.

(www.national.com)

3.3.3.3 Differential Amplifier

Penguat diferensial (differential amplifier) merupakan suatu jenis penguat elektronika yang memiliki faktor penguatan (gain) tertentu dengan dua masukan dan satu keluaran. Penguat diferensial dibuat dengan menggunakan IC 741.

Gambar 10 Rangkaian Differential Amplifier.

Besarnya nilai tegangan keluaran dapat dihitung dengan persamaan:

Vout =

� +�1 �

� +�2 �1 �2−

�1�1……(6)

Jika R1 = R2 dan Rf = Rg maka keluaran

differential amplifier adalah:

Vout =

�1 (�2− �1)…..(7) 3.3.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor

Dengan asumsi bahwa panas akan lebih cepat merambat melalui konduktor (kaki LM35) daripada melalui isolator ( kepala

LM35) sehingga dilakukan pengujian kecepatan respon sensor dengan tiga perlakuan lilitan kawat yang berbeda. Lilitan kawat pada sensor laju aliran dibuat menjadi tiga perlakuan; ( i ) yaitu sensor dengan lilitan kawat pada bagian kepala LM35 dengan nilai resistan pada kawat sebesar 1.8

Ω, ( ii ) yaitu sensor dengan lilitan kawat pada bagian kaki LM35 dengan nilai resistansi pada kawat yang dillilitkan sebesar 2.2 Ω dan ( iii ) yaitu sensor dengan lilitan kawat pada kaki dan kepala sensor dengan nilai resistansi pada kawat yang dililitkan

sebesar 4 Ω.

Gambar 11 Perlakuan lilitan kawat pemanas.

3.3.5 Sistem Kalibrasi

3.3.5.1 Pembuatan Sistem Kalibrasi

Sistem yang digunakan dalam pengkalibrasian sensor laju aliran dibuat dengan menggunakan pompa yang disambungkan dengan pipa sehingga terbentuk sistem aliran tertutup. Pipa yang digunakan memiliki diameter 2.3 cm. Air yang keluar dari pipa akan ditampung oleh suatu wadah yang kemudian dipompa lagi sehingga jumlah air akan relatif tetap. Laju aliran diatur dengan menggunakan kran yang dipasang pada sistem tersebut.

3.3.5.2 Penentuan Laju aliran pada sistem Kalibrasi

Besarnya laju aliran diketahui dengan mengukur debit yang dikeluarkan oleh pompa. Jika diasumsikan bahwa semua air yang mengalir pada sistem kalibrasi memiliki laju aliran yang sama, maka laju aliran pada sensor dapat dihitung dengan:

v = Q

A……(8)

Dimana,

v = Laju aliran air (cm/s) Q = Debit Aliran (ml/s)

(16)

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap waktu tertentu. Hal ini dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan nilai debit aliran sistem kalibrasi pada setiap tahap pengaturan aliran.

Sistem aliran dibuat supaya sensor dapat terendam sempurna tanpa celah udara pada pipa. Pipa yang dipasang sensor dibuat transparan agar kondisi sensor dapat diamati setiap saat dan untuk memastikan bahwa posisi sensor berada tepat di tengah-tengah pipa. Hal ini dilakukan karena gaya gesek di tengah pipa lebih kecil dibandingkan dengan gaya gesek pada bagian tepi pipa.

3.3.6 Pengujian Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran

3.3.6.1 Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan berbagai pemberian arus pada kawat pemanas. Kalor yang diberikan pada sensor berpemanas pada pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7 Watt, dan 2.8 Watt. Besarnya laju aliran akan berbanding terbalik dengan besarnya selisih antara suhu sensordan suhu air. Sesuai dengan prinsip transfer energi panas, semakin banyak air yang melewati pemanas yang diindikasikan dengan semakin besarnya laju aliran maka energi panas yang diserap air semakin banyak sehingga suhu pada pemanas akan semakin dingin dan menyebabkan selisih antara suhu sensor dan suhu air akan semakin kecil.

3.3.6.2 Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, kemudian data diolah sehingga menghasilkan persamaan yang menunjukkan hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran. Dengan adanya pengolahan data juga dapat ditentukan nilai arus yang sesuai untuk mengukur laju aliran.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Simulasi Karakter Sensor Pengukur Laju Aliran

Berdasarkan model termal sensor untuk sensor dengan luas permukaan 70 mm2 membutuhkan intensitas kalor sebesar 2.8 Joule/ detik (2,8 Watt) apabila suhu sensor harus naik 5 oC lebih tinggi dari suhu air dengan laju aliran sebesar 0.05 m/s dengan asumsi yang digunakan kapasitas transfer konveksi sebesar 730 Watt/m2 oC. Ketika air mulai bergerak pada laju aliran lebih tinggi, maka banyaknya air yang menyentuh sensor akan bertambah tergantung pada volume air yang melewati sensor pada saat itu sehingga panas yang terserap oleh air akan semakin besar dan akan menurunkan suhu pada sensor. Pada saat sensor dan air mengalami kontak termal maka akan terjadi aliran panas dari sensor yang memiliki suhu lebih panas menuju ke air yang memiliki suhu lebih dingin. Semakin banyak jumlah air yang mengalami kontak dengan sensor maka laju perpindahan panas akan semakin bertambah. Ketika pemberian arus listrik pada sensor lebih kecil dibandingkan dengan laju perpindahan panas antara sensor dengan air, maka sensor akan mengalami pendinginan.

(17)

Gambar 13 Hasil simulasi hubungan perubahan suhu sensor berpemanas terhadap laju aliran air.

4.2 Kajian Self Heating sebagai Pemanas Sensor

Pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ dilakukan dengan berbagai tingkat catudaya. Spesifikasi catudaya minimum yang digunakan untuk LM35 sebesar 4 volt sedangkan catudaya maksimumnya adalah 30 volt. Pengukuran pengaruh Self Heating dilakukan dengan menggunakan catudaya 4 volt, 6 volt, 12 volt, 18 volt, dan 30 volt.

Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan nilai keluaran tegangan listrik yang terukur pada berbagai pemberian tegangan pada LM35 DZ. Pada tegangan

minimum 4 volt, nilai suhu yang terukur memiliki nilai yang kecil sedangkan pada tegangan maksimum 30 volt, nilai suhu yang terukur memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan tegangan lainnya. Tetapi, besarnya tegangan yang digunakan tidak sebanding dengan meningkatnya suhu yang terukur pada sensor, hal ini dapat terlihat pada tegangan 18 volt, nilai suhu yang terukur lebih rendah dibandingkan dengan suhu yang terukur pada tegangan 6 volt dan 12 volt. Hal ini menunjukkan bahwa tidak cukup pengaruh besarnya tegangan yang diberikan terhadap peningkatan suhu pada sensor LM35 DZ.

Gambar 14 Grafik pengukuran suhu dengan menggunakan LM35 DZ pada berbagai pemberian tegangan catu pada suhu ruangan.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Sel

is

ih

Su

h

u

(

C

o)

Laju Aliran (m/s)

26.50 26.55 26.60 26.65 26.70 26.75 26.80 26.85 26.90 26.95

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Su

hu

C

ͦ

Waktu (Menit)

4 Volt

6 Volt

12 Volt

18 Volt

(18)

4.3 Sensor dan Rangkaian Elektronik

Untuk menambah respon perubahan suhu lingkungan pada sensor maka sensor dibuat setipis mungkin. ketebalan sensor dibuat setengah kali dari ketebalan semula.

Gambar 15 Modifikasi bentuk sensor.

Ukuran sensor LM35 bisa diperkecil lagi, tetapi untuk itu diperlukan kehati-hatian agar tidak merusak sensor ketika proses penipisan dilakukan.

Pada proses pembuatan rangkaian pemanas, jumlah panas yang diberikan didasarkan pada hasil simulasi. Berdasarkan hasil simulasi, untuk menaikkan suhu sensor sebesar 5 oC pada saat air mengalir dengan laju 0,05 m/s diperlukan kalor sebesar 2.8 Watt untuk dialirkan pada kawat pemanas.

Pada laju aliran yang tinggi, perubahan selisih suhu yang terbaca sangat kecil sehingga diperlukan rangkaian penguat selisih agar perubahan nilai selisih suhu pada aliran yang tinggi dapat terbaca. Pada awalnya digunakan faktor penguatan (gain) sebesar 100 kali tetapi pada saat pengukuran, perubahan nilai yang terbaca sangat besar sehingga nilai gain harus dikurangi. Selain itu, pengurangan nilai gain

juga dikarenakan alat pembaca tegangan (digital volt meter) memiliki resolusi yang lebih tinggi pada skala tegangan yang rendah. Nilai gain yang digunakan 50 dengan menggunakan kalor pada pemanas sebesar 2.8 Watt, alat tersebut dapat membedakan laju aliran hingga lebih dari 1 m/s. Untuk laju aliran yang lebih tinggi, diperlukan tambahan supply arus listrik pada

kawat pemanas atau dapat juga dengan menambahkan nilai gain pada rangkaian pemanas.

4.4 Pengujian Lilitan Kawat Sensor

Pada pengujian ketiga sensor di udara, sensor 3 memiliki respon yang sangat cepat terhadap kenaikan suhu. Hal ini disebabkan oleh jumlah kumparan yang ada pada sensor 3 lebih banyak dibandingkan dengan sensor 1 dan sensor 2 sehingga permukaan sentuh sensor dengan pemanas lebih banyak dan menyebabkan sensor lebih mudah panas. Tetapi pada pengukuran di dalam air, sering terjadi kebocoran pada kawat pemanas dan kaki ground sensor sehingga terjadi error

pada saat pengukuran. Sehingga apabila ditinjau dari aspek ketahanan sensor maka sensor 2 dan sensor 3 sulit untuk digunakan sebagai alat pengukuran laju aliran.

4.5 Sistem Kalibrasi

Pada awal perancangan alat pengukur laju aliran air, sensor yang akan digunakan hanyalah satu sensor saja. Pengambilan data dilakukan dengan menghitung selisih antara sensor yang telah dipanaskan dengan sensor yang belum dipanaskan. Tetapi pada saat pengukuran dilakukan, terjadi kenaikan suhu air akibat adanya sumbangan panas dari sistem kerja pompa. Adanya gangguan suhu tersebut menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, dibuat sistem baru dengan menambahkan sensor pengukur suhu untuk memantau kenaikan suhu yang terjadi. Dengan demikian, pengukuran dilakukan dengan menghitung selisih suhu antara sensor yang mengukur suhu air (T2)

dengan sensor yang telah dililit oleh kawat pemanas (T1). Sensor pengukur suhu air

dipasang pada jarak 15 cm atau jarak yang cukup agar sensor tersebut tidak terpengaruh oleh panas pada sensor dengan kawat pemanas.

Gambar 16 Sistem kalibrasi dengan dua sensor.

1 mm

5 mm

(19)

4.5 Karakteristik Sensor Pengukur Laju Aliran

Berdasarkan prinsip perpindahan energi kalor, bila dua benda mengalami kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang memiliki temperatur lebih rendah hingga terjadi keseimbangan termal. Pada pengukuran laju aliran menggunakan sensor berpemanas, suhu air memiliki temperatur lebih rendah dibandingkan dengan sensor yang diberi pemanas sehingga aliran kalor akan terjadi dari sensor ke air. Semakin banyak jumlah air yang melalui sensor maka selisih suhu sensor terhadap suhu air yang terukur akan semakin rendah. Dengan demikian maka semakin besar suhu yang terukur pada sensor maka laju aliran akan semakin kecil, sebaliknya semakin kecil suhu yang terukur pada sensor maka laju aliran akan semakin besar.

Pengukuran laju aliran awalnya tanpa menggunakan penguat selisih. Untuk mengetahui efektifitas pemanasan yang digunakan maka di uji beberapa nilai arus yang diberikan pada pemanas. Kalor yang diberikan pada sensor berpemanas pada

pengambilan data adalah 0.313 Watt, 0.7 Watt, dan 2.8 Watt.

Hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan nilai selisih suhu terhadap pemberian arus yang berbeda. Nilai selisih suhu dengan menggunakan sensor yang diberi kalor sebesar 0.313 Watt memiliki nilai selisih suhu yang kecil dan rentang pengukuran yang kecil. Dengan peningkatan pemberian jumlah kalor seperti pada sensor yang diberi kalor sebesar 0.7 Watt dan 2.8 Watt, maka nilai selisih suhu pada laju aliran tertentu akan mengalami peningkatan, begitu pun dengan rentang pengukuran yang semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya jumlah pemberian kalor yang menyebabkan semakin meningkatnya suhu pada sensor.

Pada laju aliran yang tinggi perubahan nilai selisih suhu sangat kecil, sehingga diperlukan penguat selisih agar dapat melihat perubahan suhu pada laju aliran air yang tinggi. Dengan menggunakan sensor berpemanas yang diberikan kalor sebesar 2.8 Watt dan faktor penguatan sebesar 50 kali maka selisih suhu pada laju aliran yang tinggi dapat terlihat.

Gambar 17 Grafik hubungan antara selisih suhu dengan laju aliran pada berbagai pemberian kalor pada pemanas dengan nilai resistansi tertentu.

0 1 2 3 4 5 6

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

S

e

li

si

h

S

u

h

u

(C

o)

Laju Aliran (m/s)

2.8 Watt

0.7 Watt

(20)

Gambar 18 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (sebelum arus listrik pemanas konstan).

Gambar 18 merupakan data yang diambil dengan menggunakan satu rangkaian pembangkit arus konstan LM317. Salah satu sifat dari LM317 ialah hanya dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu antara 0-125 oC. Apabila suhu LM317 lebih besar atau lebih kecil dari rentang tersebut maka arus yang diberikan tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan hanya menggunakan satu LM317, suhu yang

dihasilkan pada rangkaian sangat tinggi dan menyebabkan arus listrik yang diberikan pada pemanas tidak stabil dan menyebabkan kesalahan pada saat pengukuran. Oleh karena itu sangat penting sekali memperhatikan nilai arus yang diberikan untuk menjaga agar arus listrik tetap konstan sehingga perubahan suhu yang terukur hanya merupakan pengaruh dari perubahan laju aliran saja.

Gambar 19 Grafik hubungan antara laju aliran dengan selisih suhu sensor – suhu air (setelah arus listrik pemanas konstan).

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

S

e

li

si

h

S

u

h

u

(C

o)

Laju Aliran (m/s)

y = -1.04ln(x) + 1.830

0 1 2 3 4 5 6

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Sel

is

ih

Su

h

u

(

C

o)

(21)

Pada gambar 19, arus listrik yang diberikan sudah konstan. Hal ini dilakukan dengan cara memparalel tiga buah rangkaian pembangkit arus konstan LM317. Dengan demikian arus yang diberikan terbagi sehingga panas yang yang ditimbulkan pada rangkaian pemanas tidak terlalu besar. Nilai arus listrik dikontrol setiap kali ada perubahan laju aliran sehingga arus listrik dapat terjaga konstan.

Persamaan yang didapat dari hasil pengukuran tersebut adalah y = -1.04ln(x) + 1.830 dimana y adalah selisih suhu sensor dengan air dan x adalah laju aliran air. Untuk aplikasi lebih lanjut dari alat pengukur laju aliran, selisih suhu akan menentukan besarnya laju aliran. Dengan mengetahui selisih suhu maka dapat diketahui laju aliran dari suatu aliran air. Oleh sebab itu, persamaan diatas dapat di ubah menjadi x = 5.512 e-93y. Persamaan ini digunakan untuk menentukan laju aliran dengan menggunakan selisih suhu antara sensor dengan suhu air.

Jika dibandingkan antara hasil simulasi dengan hasil pengamatan (gambar 20),

terlihat bahwa model memiliki rentang ukur yang lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran. Pada laju aliran 0.05 m/s, nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air sama antara model dan pengukuran namun pada laju aliran yang lebih tinggi, nilai selisih suhu akan berbeda antara model dan pengukuran. Perbedaan simulasi dan hasil pengukuran bisa terjadi akibat asumsi-asumsi yang digunakan pada model tidak sesuai pada kondisi pada saat pengukuran.

Berdasarkan simulasi, pada laju aliran yang tinggi (lebih besar dari 0.6 m/s) selisih suhu yang diperoleh sangat kecil sehingga sulit untuk membedakan perubahan laju aliran air yang terjadi. Sedangkan berdasarkan persamaan yang didapat dari hasil pengamatan, sensor dapat membedakan laju aliran hingga 1.2 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian kalor sebesar 2.8 Watt pada kawat pemanas, sensor memiliki potensi untuk mengukur laju aliran hingga kecepatan lebih dari 1.2 m/s.

Gambar 20 Grafik perbandingan hasil simulasi dan hasil pengukuran. 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

S

e

li

si

h

S

u

h

u

(C

o)

Laju Aliran (m/s)

Simulasi Model

(22)

Gambar 21 Grafik hubungan antara model dan hasil pengukuran.

Selain laju aliran, ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi laju perpindahan kalor dari pemanas ke air. Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan hasil pengukuran dan model pada simulasi. Sehingga, dengan menghubungkan keduanya dalam satu grafik maka akan didapat faktor koreksi dari hasil pengukuran dengan hasil model. Gambar 21 menunjukkan adanya hubungan yang tidak linear antara model dengan pengukuran. Sehingga perlu ditinjau ulang asumsi-asumsi yang digunakan pada saat menggunakan model untuk di simulasikan. Besarnya nilai koefisien konveksi tidak konstan tergantung pada laju aliran sehingga asumsi nilai koefisien konveksi tetap pada simulasi model tidak dapat digunakan.

Dalam pengukuran juga sering terjadi kendala-kendala teknis. Dalam pembuatan sensor, kaki-kaki sensor yang merupakan konduktor, harus dipastikan tertutup rapat sehingga tidak ada air yang masuk dan mengganggu sinyal dari sensor LM35. Rangkaian elektronik juga harus dipastikan terhubung dengan baik. Apabila terdapat sambungan yang kurang baik, maka sinyal juga dapat terganggu sehingga dapat menggangu pengukuran laju aliran.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian kalor pada kawat pemanas sebesar 2.8 Watt dapat menaikkan suhu sensor berpemanas sebesar 5 Co lebih tinggi pada laju aliran 0.05 m/s pada pipa dengan

diameter 2.3 cm. Dengan pemberian kalor tersebut, sensor memiliki potensi mengukur laju aliran air hingga lebih dari 1.2 m/s.

Dengan sistem kalibrasi debit yang telah dibuat, pengukuran laju aliran tidak dapat menggunakan sebuah sensor suhu saja. Sehingga diperlukan dua sensor untuk mengukur laju aliran air pada sistem kalibrasi tersebut. Pada saat pengukuran di lapangan, pada suhu air yang relatif tetap maka laju aliran dapat menggunakan satu sensor dengan cara mengukur selisih suhu sebelum sensor diberikan arus listrik dan setelah sensor diberikan arus listrik.

Pengukuran laju aliran air dapat dilakukan dengan memanfaatkan sensor suhu LM35 DZ. Pada laju aliran yang rendah, respon alat terhadap perubahan suhu sangat tinggi dan berkurang dengan meningkatnya volume air yang melewati sensor laju aliran. Dengan menggunakan sensor yang diberikan kalor sebesar 2.8 Watt, persamaan yang digunakan untuk menentukan laju aliran adalah x = 5.512 e-93y , dimana x adalah laju aliran air dan y adalah selisih antara suhu sensor dan suhu air.

5.2 Saran

Penelitian ini menggunakan sistem kalibrasi dengan laju aliran maksimum kurang dari 1.2 m/s sehingga diperlukan penelitian lanjut untuk laju aliran yang lebih tinggi agar dapat menguji model yang telah diperoleh. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh asumsi yang digunakan terhadap hasil pengukuran seperti pengaruh ukuran pipa,

0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5

(23)

ukuran sensor, penentuan laju aliran, nilai koefisien konveksi serta jumlah kalor yang diberikan. Untuk memperkecil pengaruh turbulensi, dapat digunakan sensor suhu termokopel yang memiliki bentuk lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A. 2009. Manual of British Columbia Hydrometric Standard.

British Columbia, Canada. Resources Information Standards Committee.

Blundell, S. J., Katherine M. B. 2006. Concept in Thermal Physics. New York: Oxford University Press.

Boer, H. J. 1995. A New Approach for Measuring (Very) Small Liquid Flows. Proceedings SENSOR 95. p.p. 97 - 102.

Huang, H. 2004. Index-velocity rating development for rapidly changing flows in an irrigation canal using broadband StreamPro ADCP and ChannelMaster H-ADCP. Proceedings

of Rivers’04, First International Conference on Managing Rivers in the 21st Century: Issues and Challenges, 146-154.

Kane, J. W., Sternheim, M. M. 1984. Physics. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.

Massoud, M. 2005. Engineering Thermofluids: thermodynamics, fluid mechanics, and heat transfer. Verlag Berlin Heidelberg, Germany: Springer.

National Semiconductor Corporation. 2000.

LM117/LM217/LM317 3-Terminal

Adjustable Regulator.

[www.national.com/ds/LM/LM117.pdf,

diakses tanggal 31 Mei 2011]

National Semiconductor Corporation. 2000.

LM35 Precision Centigrade

Temperature Sensors.

[www.national.com/ds/LM/LM35.pdf ,

diakses tanggal 4 Februari 2011]

National Semiconductor Corporation. 2000.

LM741 Operational Amplifier.

[http://www.national.com/mpf/LM/LM 741.html#Overview, diakses tanggal 28 mei 2011]

O’Hanlon, J. F. 2003. A User's Guide to Vacuum Technology. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Petruzella, F. D. 2001. Elektronik Industri. Terjemahan Oleh Sumanto. Yogyakarta: Andi Publisher

Rahman, S. 2008. Efektifitas Pembelajaran Melalui Penerapan Student Center Learning pada Mata Kuliah Hidrografi. Modul Pembelajaran. Lembaga Kajian Dan Pengembangan Pendidikan (LKPP). Universitas Hasanudin.

Richards, P. R. 1998. Manual of Standard Operating Procedures for Hydrometric Surveys in British Columbia. Resources Inventory Committee. BC-Canada

Sosna, C. 2011. Response time of thermal

flow sensors with air as fluid, Sens.

Actuators A: Phys.

doi:10.1016/j.sna.2011.02.023. [http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/S092442471100080X, diakses tanggal 15 Agustus 2011]

(24)
(25)

Lampiran 1 Tampilan data logger

(26)

Lampiran 3 Rangkaian pembangkit arus konstan

(27)

Lampiran 5 Sistem kalibrasi dengan dua sensor

(28)

ABSTRACT

RUSIANTO. Characterization of Thermal Water Current Meter Sensor ( Laboratory test in Pipe Flow).Supervised by Prof. Dr. Ir. Hidayat PawitanandIr. Bregas Budianto, Ass. Dpl

Thermal type water flow meter is a device to measure water flow rate using thermal sensor.

There’s two sensor inside this device which one of the sensor is wrapped by heated wire. Flow rate measurement is using difference value between the temperature of sensor that wrapped by heated wire with the temperature of flowing water. The principal of this device is heat transfer between the sensor and the water, so the flow rate is measurable. If the flow rate increasing then the temperature difference between sensor and water is decreasing, vice versa.

Based on simulation, low flow rate make the device getting more sensitive and the sensitivity is decreasing as the flow rate is increasing. On low flow rate, the temperature difference between the heated sensor with water flow is very small, so to get more visible result, this device is using differential amplifier. This way, the slightest temperature difference between the heated sensor and water flow is visible even for higher flow rate. Flow rate measurement done to a calibration system made. Flow rate is determined with measuring rate debit then divided by pipe sectional area and value of flow rate can be obtained. Calibration system is using a 2.3cm diameter pipe and the distance between two sensors is 15cm. The heat that is given to heated wire is 2.8 Watt which can increase the temperature of the sensor by 5Co if the flow rate is 0.05 m/s. The equation that obtained by calculation is x = 5.512 e-93y where x is the water flow rate and y is the temperature difference between heated sensor with the water. There is difference between model simulation with the calculation result in this research. It is caused by assumption that applied during the time of calculation.

(29)

ABSTRAK

Rusianto. Karakterisasi Alat Ukur Laju Aliran Air Tipe Sensor Termal (Uji Laboratorium pada Aliran Pipa). Dibimbing Oleh Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan dan Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

Water Flow Meter tipe termal merupakan alat pengukur laju aliran air dengan menggunakan sensor suhu. Alat ini menggunakan dua buah sensor yang salah satu sensor dililit kawat pemanas. Pengukuran laju aliran menggunakan nilai selisih suhu antara suhu sensor yang dililit kawat pemanas dengan suhu air yang mengalir. Dengan menggunakan prinsip pindah panas maka laju aliran air dapat diukur dengan menggunakan alat ini. Semakin besar laju aliran, maka nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan simulasi, sensitivitas sensor pada laju aliran rendah sangat tinggi dan berkurang seiring dengan meningkatnya volume air yang melalui sensor. Pada laju aliran yang rendah, nilai selisih suhu sensor berpemanas dengan suhu air sangat kecil sehingga alat ini menggunakan aplikasi dari differential amplifier agar dapat melihat perubahan selisih suhu pada laju aliran yang tinggi. Pengukuran laju aliran dilakukan pada sistem kalibrasi yang telah dibuat. Laju aliran ditentukan dengan mengukur debit aliran kemudian dibagi dengan luas penampang pipa sehingga diperoleh nilai laju aliran air. Pipa yang digunakan pada sistem kalibrasi memiliki diameter 2.3 cm dengan jarak antar kedua sensor 15 cm. Kalor yang diberikan pada kawat pemanas sebesar 2.8 Watt yang dapat menaikkan suhu sensor berpemanas sebesar 5 Co pada laju aliran 0.05 m/s. Dari hasil pengukuran diperoleh persamaan x = 5.512 e-93y dimana x adalah laju aliran air dan y adalah selisih suhu antara sensor berpemanas dengan suhu air. Dalam penelitian ini, terdapat perbedaan antara simulasi model dengan hasil pengukuran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan asumsi-asumsi yang digunakan dengan kondisi pada saat pengukuran.

(30)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data primer sangat dibutuhkan dalam berbagai pengamatan maupun penelitian. Pemanfaatan alat ukur merupakan cara yang paling utama dalam memperoleh data primer tersebut. Alat ukur yang tersedia semakin berkembang dengan adanya kemajuan teknologi. Perkembangan alat ukur sesuai dengan kebutuhan semakin banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang penelitian.

Dalam bidang hidrologi, informasi debit sungai merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Kemampuan pengukuran debit aliran sungai sangat diperlukan untuk mengetahui sifat sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada. Dalam pengukuran debit air, ada beberapa metode yang digunakan salah satunya adalah pengukuran tidak langsung dengan menggunakan area velocity method. Debit air diduga dengan menggunakan persamaan yang merupakan perkalian antara luas penampang sungai dengan laju aliran sungai. Laju aliran sungai didapat dengan menggunakan current meter.

Sebuah current meter yang ideal harus memiliki respon yang cepat dan konsisten dengan setiap perubahan yang terjadi pada kecepatan air, dan harus secara akurat dan terpercaya sesuai dengan komponen kecepatan. Juga harus tahan lama, mudah dilakukan pemeliharaan, dan mudah digunakan dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda (Richards 1998). Dalam pengukuran laju aliran, kondisi lapangan yang berbeda-beda menyebabkan beberapa tipe current meter hanya dapat digunakan hanya pada kondisi tertentu. Current meter

tipe mekanik, tidak dapat mengukur kecepatan laju aliran air yang sangat kecil. Di daerah yang sangat dangkal atau daerah dengan biota perairan yang banyak, Current meter tipe mekanik tidak bisa digunakan karena habitat yang terdapat pada perairan tersebut dapat terganggu akibat perputaran mekanik pada baling-baling current meter

(Rahman 2008).

Current meter tipe elektromagnetik dan tipe akustik memiliki keunggulan dalam hal pengukuran di daerah dangkal dan dapat mengukur laju aliran yang sangat rendah.

Kelebihan lain dari tipe akustik adalah dapat mengukur laju aliran secara cepat dan akurat (Huang 2004). Untuk mendapatkan alat-alat tersebut diperlukan biaya yang sangat besar sehingga diperlukan alternatif lain untuk mengukur laju aliran air. Untuk keperluan penelitian biota perairan, pengukuran laju aliran biasanya menggunakan benda terapung yang di ukur jarak tempuh pada waktu tertentu sehingga didapat nilai laju aliran. Penggunaan benda terapung tersebut tidak akurat karena hanya dapat mengukur laju aliran pada permukaan air.

Current meter dengan menggunakan sensor suhu merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran laju aliran pada kondisi-kondisi tersebut. Selain tidak memerlukan biaya yang tinggi, alat ini memiliki bentuk yang sangat kecil, dan pembuatan yang lebih mudah.

1.2 Tujuan

Mengembangkan alat ukur laju aliran air dengan menggunakan sensor suhu dan menguji karakteristiknya

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Pengukur Laju Aliran ( Current Meter )

Menurut Ahmed (2009), ada berbagai macam jenis current meter yang tersedia dan sering digunakan. Current meter terbagi menjadi tiga kategori utama: Current meter

mekanik, current meter elektromagnetik dan

current meter akustik.

2.2.1Current Meter Mekanik

Semua current meter mekanik memiliki prinsip kerja dengan mngeubah kecepatan linear menjadi kecepatan angular. Terdapat dua jenis current meter mekanik yaitu

vertical-axis meter dan horizontal-axis meter. Sebelum digunakan kedua jenis

current meter tersebut harus di kalibrasi dengan menghubungkan antara jumlah putaran baling-baling dengan laju aliran air.

Tiga tipe vertical-axis meter yang sering digunakan adalah Price Type AA meter, WSC winter meter dan Pygmy meter. Di antara ketiganya, Price Type AA meter

(31)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data primer sangat dibutuhkan dalam berbagai pengamatan maupun penelitian. Pemanfaatan alat ukur merupakan cara yang paling utama dalam memperoleh data primer tersebut. Alat ukur yang tersedia semakin berkembang dengan adanya kemajuan teknologi. Perkembangan alat ukur sesuai dengan kebutuhan semakin banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang penelitian.

Dalam bidang hidrologi, informasi debit sungai merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Kemampuan pengukuran debit aliran sungai sangat diperlukan untuk mengetahui sifat sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada. Dalam pengukuran debit air, ada beberapa metode yang digunakan salah satunya adalah pengukuran tidak langsung dengan menggunakan area velocity method. Debit air diduga dengan menggunakan persamaan yang merupakan perkalian antara luas penampang sungai dengan laju aliran sungai. Laju aliran sungai didapat dengan menggunakan current meter.

Sebuah current meter yang ideal harus memiliki respon yang cepat dan konsisten dengan setiap perubahan yang terjadi pada kecepatan air, dan harus secara akurat dan terpercaya sesuai dengan komponen kecepatan. Juga harus tahan lama, mudah dilakukan pemeliharaan, dan mudah digunakan dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda (Richards 1998). Dalam pengukuran laju aliran, kondisi lapangan yang berbeda-beda menyebabkan beberapa tipe current meter hanya dapat digunakan hanya pada kondisi tertentu. Current meter

tipe mekanik, tidak dapat mengukur kecepatan laju aliran air yang sangat kecil. Di daerah yang sangat dangkal atau daerah dengan biota perairan yang banyak, Current meter tipe mekanik tidak bisa digunakan karena habitat yang terdapat pada perairan tersebut dapat terganggu akibat perputaran mekanik pada baling-baling current meter

(Rahman 2008).

Current meter tipe elektromagnetik dan tipe akustik memiliki keunggulan dalam hal pengukuran di daerah dangkal dan dapat mengukur laju aliran yang sangat rendah.

Kelebihan lain dari tipe akustik adalah dapat mengukur laju aliran secara cepat dan akurat (Huang 2004). Untuk mendapatkan alat-alat tersebut diperlukan biaya yang sangat besar sehingga diperlukan alternatif lain untuk mengukur laju aliran air. Untuk keperluan penelitian biota perairan, pengukuran laju aliran biasanya menggunakan benda terapung yang di ukur jarak tempuh pada waktu tertentu sehingga didapat nilai laju aliran. Penggunaan benda terapung tersebut tidak akurat karena hanya dapat mengukur laju aliran pada permukaan air.

Current meter dengan menggunakan sensor suhu merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran laju aliran pada kondisi-kondisi tersebut. Selain tidak memerlukan biaya yang tinggi, alat ini memiliki bentuk yang sangat kecil, dan pembuatan yang lebih mudah.

1.2 Tujuan

Mengembangkan alat ukur laju aliran air dengan menggunakan sensor suhu dan menguji karakteristiknya

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Pengukur Laju Aliran ( Current Meter )

Menurut Ahmed (2009), ada berbagai macam jenis current meter yang tersedia dan sering digunakan. Current meter terbagi menjadi tiga kategori utama: Current meter

mekanik, current meter elektromagnetik dan

current meter akustik.

2.2.1Current Meter Mekanik

Semua current meter mekanik memiliki prinsip kerja dengan mngeubah kecepatan linear menjadi kecepatan angular. Terdapat dua jenis current meter mekanik yaitu

vertical-axis meter dan horizontal-axis meter. Sebelum digunakan kedua jenis

current meter tersebut harus di kalibrasi dengan menghubungkan antara jumlah putaran baling-baling dengan laju aliran air.

Tiga tipe vertical-axis meter yang sering digunakan adalah Price Type AA meter, WSC winter meter dan Pygmy meter. Di antara ketiganya, Price Type AA meter

(32)
[image:32.595.106.297.67.812.2]

Gambar 1 Price Type (622) AA meter. (Sumber: Ahmed 2009)

Horizontal-axis meter Sangat baik dipergunakan pada daerah yang memiliki turbulens yang tinggi dengan kemampuan mengukur arus deras baik dengan posisi horizontal maupun vertikal. Dilengkapi dengan rotor yang memiliki keseimbangan saat menghadapi pergerakan linear.

Semua model menggunakan magnetis permukaan beralih untuk menghasilkan hitungan rotasi dalam bentuk pulsa, sehingga dapat menghindari terjadinya gesekan pada komponen yang berdekatan.

Gambar 2 OTT C2 Current Meter (Horizontal-Axis Meter).

(Sumber: Ahmed 2009)

2.2.2 Current Meter Elektromagnetik

Current Meter elektromagnetik mengukur kecepatan aliran dengan menggunakan hukum Faraday. Konduktor (air) yang bergerak pada suatu medan gaya akan menghasilkan tegangan yang nilainya sebanding dengan kecepatan aliran. Elektroda pada alat menerima sinyal tegangan yang kemudian diterjemahkan ke dalam angka yang berupa kecepatan aliran air. Tidak ada gangguan kerja mekanik pada alat ini karena tidak ada bagian alat yang bergerak seperti pada current meter

mekanik. Sensor aliran elektromagnetik dapat mendeteksi aliran yang sangat kecil dan dapat digunakan pada lokasi dimana

current meter mekanik tidak dapat digunakan seperti pada daerah yang memiliki tanaman air dalam jumlah yang besar, air yang terkontaminasi, perairan

[image:32.595.331.511.129.305.2] [image:32.595.334.507.573.707.2]

dangkal, dan perairan dengan keceptan yang sangat pelan. Biasanya alat ini digunakan untuk mempelajari habitat biota perairan.

Gambar 3 OTT Nautilus C 2000

Elektromagnetic Flow Sensor (0-2.5 m/s).

(Sumber: Ahmed 2009)

2.2.3 Current Meter Akustik

Acoustic Doppler Velocity (ADV) meter

merupakan salah satu contoh alat akustik yang dikembangkan untuk mengukur laju aliran dalam dua atau tiga dimensi. Alat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemancar sinyal dan penerima sinyal yang mengukur laju aliran pada 0.25 cc volume air yang terletak 10 cm pada sensor. Pemancar memancarkan sinyal pada sampel air kemudian sinyal akustik akan dipantulkan kembali oleh partikel tersuspensi yang ada di air yang diterima oleh penerima sinyal.

Dibandingkan dengan current meter

mekanik, ADV meter memiliki beberapa keunggulan seperti area kecepatan yang lebih luas, pengukuran pada area yang lebih dangkal, dan tidak memerlukan kalibrasi ulang. Alat ini dapat menambah kualitas data pada kecepatan yang sangat rendah dan memiliki daya tahan yang tinggi.

Gambar 4 Acoustic Doppler Velocity Meter

(0.001 – 4.0 m/s).

(33)

2.2 Thermal Flow meter

Thermal flow meter atau sering juga disebut sebagai thermal mass flow meter

merupakan alat pengukur laju aliran fluida atau dapat digunakan sebagai pengatur laju aliran fluida dengan menggunakan prinsip-prinsip perpindahan panas. Laju aliran dihitung dari jumlah panas per satuan waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sejumlah fluida (O’Hanlon 2003).

Ada banyak jenis thermal flow meter

yang tersedia. Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur laju aliran berbagai jenis fluida dengan sensitivitas yang tinggi. Menurut Sosna (2011) thermal flow meter

[image:33.595.107.493.50.784.2]

dapat dilihat karakteristiknya dari senstivitas, akurasi, kemampuan untuk dibuat ulang, rentang pengukuran dan waktu respon alat tersebut.

Gambar 5 Prinsip kerja thermal flow meter.

2.3 Sensor suhu

Menurut Petruzella (2001), terdapat empat jenis utama sensor suhu, yaitu;

thermocouple (T/C), resistance temperature detector (RTD), termistor dan Integrated Circuit (IC) sensor. Thermocouple pada dasarnya terdiri dari sepasang transduser panas dan dingin yang disambungkan bersama, nilai suhu merupakan perbedaan yang timbul antara sambungan tersebut dengan sambungan referensi yang berfungsi sebagai pembanding. Resistance Temperature Detector (RTD) merupakan sensor yang didasari pada tahanan listrik dari logam yang bervariasi sebanding dengan suhu. Kesebandingan variasi ini adalah presisi dengan tingkat kestabilan yang tinggi pada pendeteksian tahanan. Platina merupakan bahan yang sering digunakan karena memiliki tahanan suhu, kelinearan, stabilitas dan reproduksibilitas yang tinggi. Termistor adalah resistor yang peka terhadap panas yang biasanya mempunyai koefisien suhu negatif, karena saat suhu meningkat maka tahanan menurun atau sebaliknya. Jenis ini sangat peka dengan perubahan hambatan 5% per C sehingga mampu mendeteksi perubahan suhu yang kecil. IC Sensor adalah sensor suhu dengan rangkaian terpadu yang menggunakan chipsilikon untuk kelemahan penginderanya. Mempunyai konfigurasi output tegangan dan arus yang sangat linear. IC yang biasanya digunakan untuk mengukur suhu adalah IC LM35.

Gambar 6 Profil suhu pada thermal mass flow meter.

(34)

2.4 Sensor Suhu LM35 DZ

Gambar 7 Sensor LM35 DZ. (Sumber : www.national.com)

Suhu lingkungan dapat di deteksi dengan menggunakan IC yang peka terhadap suhu. Sensor suhu LM35 DZ merupakan komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor suhu ini memiliki keakuratan yang tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu lainnya. LM35 DZ juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linearitas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Catu daya yang digunakan berkisar antara 4 sampai 30 volt sehingga dapat menggunakan catu daya tunggal dengan ketentuan LM35 DZ hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA. Hal ini menyebabkan LM35 DZ mempunyai kemampuan menghasilkan panas (Self Heating) yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu sebesar 0.08 oC pada suhu udara. Sensor ini memiliki jangkauan operasi maksimal operasi suhu antara 0 oC hingga 100 oC, waktu tanggap yang cepat dan memiliki sensitivitas suhu dengan faktor skala linear antara tegangan dan suhu sebesar 10 mV/oC, sehingga dapat langsung dikalibrasi kedalam satuan Celsius (National Semiconductor 2000).

2.5 Perpindahan Panas

Apabila terdapat dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur

lebih tinggi ke benda yang bertemperatur

Gambar

Gambar 3
Gambar 5 Prinsip kerja thermal flow meter.
Tabel 1. Nilai koefisien perpindahan panas pada fluida.
Gambar 8 Modifikasi bentuk sensor suhu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Proses kreatif dalam perancangan desain grafis T-shirt adalah merupakan suatu teknik penggarapan desain yang melalui beberapa tahapan secara kreatif, mulai dari awal

Setelah distribusi laba-rugi portfolio diperoleh, maka property matematis baku dari distribusi normal dapat digunakan untuk menghitung kerugian yang akan setara dengan atau melampaui

Dalam penelitian ini daerah yang dipakai sebagai contoh untuk mengkaji kesesuaian penempatan benda-benda megalitik dengan lingkungan terletak pada suatu kawasan lembah yang

Hasil penambatan molekul terhadap 10 senyawa flavonoid menunjukkan senyawa yang memiliki energi bebas terendah adalah fevicordin A dengan nilai -10,8 kcal/mol, sementara

GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008- 2012” adalah benar hasil karya

Dalam sistem pengendali konvensional dan pengendali digital digunakan sinyal analog/ kontinyu dan sinyal diskret.Sinyal kontinyu adalah sinyal yang nilainya dapat

Hal tersebut menunjukkan H1 diterima H0 ditolak artinya interaksi konservatisme akuntansi dengan kepemilikan manajerial dan interaksi konservatisme dengan jumlah