• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI

JAKARTA TAHUN 2012

Skripsi

MISRIANA

109102000060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA

SEPTEMBER 2013

(2)

PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI

JAKARTA TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

MISRIANA

NIM : 109102000060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Misriana Program Studi : Farmasi

Judul : Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012

Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Apendectomi

dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012.

Penelitian ini mengikuti rancangan observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif. Bahan penelitian meliputi kartu rekam medik. Pengambilan data dilakukan pada pasien appendectomy yang berjumlah 218 pasien pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati Jakarta dan analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran kualitas penggunaan antibiotik yang diberikan dan lamanya terapi antibiotik profilaksis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria gyssens terdapat beberapa kategori. Kategori 0 (84.63%), kategori IIA (12.04%), kategori IVA (2.10%), dan kategori VI (0.30%).

(7)

ABSTRACT

Nama : Misriana

Program Studi : Farmasi

Judul : Assessment Quality The Use Of Antibiotics In Patients

Surgical Apendik In Fatmawati Hospital Jakarta 2012

Appendicitis is a disease that is often cured by the spontaneous. Apendectomi

done as therapy surgically on abdominal surgery appendicitis and is most often done.

The use of antibiotika are not appropriate be an increase in hospital cost, a drug

charge, drug toxicity, resistance antibiotika, and the cost of the laboratory. The study

is done to know the quality of the use of antibiotics in patients surgical apendik in

fatmawati hospital jakarta in 2012.

This research follows the design of observational and retrospective data

collection. Research materials include medical record card. Data retrieval is

performed on patients with appendectomy totalling 218 patients in 2012 in Jakarta

and Fatmawati was data analysis is carried out to find out which picture quality

descriptive use of antibiotics that are given and the duration of prophylactic antibiotic

therapy.

The result showed that criteria gyssens there are several categories. Category 0

( 84.63 % ), category iia ( 12.04 % ), category iva ( 2.10 % ), and categories vi ( 0.30

% ).

Key Words: Apendektomi, Antibiotic Use, Quality, Gyssens Category

(8)

Alhamdulillahirobbal ‘alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena selain diiringi dengan usaha dan do’a juga berkat segala campur tangan, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pengkajian Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta

Tahu 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak. Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi

4. Ibu Dr. Delina Hasan M.kes, Apt dan Ibu Dra. Alfina Rianti M.Fharm, Apt selakupembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dandukungan selama penulisan skripsi ini.

5. Kepada orang tua dan keluarga besarku, Bapak Syamsul Hilal (Alm), Ibu Nirowati, Bapak Subali (orangtuan angkat) yang selalu memberikan kasihsayang dan do’a yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidupananda, serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Tiadaapapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasihsayang yang telah engkau berikan. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tersayang yang telah banyak menghibur, memberikan do’a, perhatian, kasih sayang serta semangat kepada penulis.

6. Bupati Musi Banyuasin beserta Tim pengelola Beasiswa Program “Santri Jadi

Dokter” yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik dari segi

materil dan moril.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

9. Untuk Kak Endah, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken, Mas Haris yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

10. Keluarga besar Asshof MUBA dan SJD-SUMSEL terimakasih atas sebuah

kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini dan seterusnya.

11. Teman-teman seperjuangan, EDTA-C dan Farmasi Angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, suka dan duka serta motivasi kepada penulis.

12. Teruntuk Sahabat-sahabat penulis Ika, Susi, Ira, Rani, Vita, Nurul, Maya, Puput, Butet, Yuk Yunita, Yuk Dwi, Zil, Ikhwan, dll yang selamaini telah menjadi sahabat sekaligus keluarga yang paling baik, yang menjadikan hari-hari berwarna.Serta telah banyak membantu penulis dalam sukamaupun duka. Serta Majhoni Am.kep yang selalu memberikan semangat, dukungan serta do’a kepada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis selama ini.

Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasilpenelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagimahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, 18 September 2013

Penulis 

(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Misriana NIM : 109102000060 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN

BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di : Jakarta Pada Tanggal : 18 September

Yang menyatakan,

( Misriana

)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 ANTIBIOTIK ... 6

2.1.1 Definisi Antibiotik ... 6

2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik ... 6

2.1.3 Penggunaan Antibiotik ... 7

2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis ... 9

2.1.3.2Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis ... 10

2.1.3.3 Antibiotik Terapetik ... 13

2.4 PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK ... 14

2.5 BEDAH ... 17

(12)

2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi ... 17

2.5.3 Kuman Penyebab ... 17

2.5.4 Infeksi ... 18

2.6 APENDIKSITIS ... 21

2.6.1 Anatomi ... 22

2.6.2 Fisiologi ... 22

2.6.3 Patofisiologi ... 22

2.6.4 Gejala Klinis ... 23

2.7 PEDOMAN TERAPI ANTIBIOTIK ... 24

2.8 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ... 24

2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS 28

3.1 KERANGKA KONSEP ... 28

3.2 DEFINISI OPERASIONAL ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 30

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 30

4.1.2 Waktu Penelitian ... 30

4.2 DESAIN PENELITIAN ... 30

4.3 POPULASI DAN SAMPLE ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sample ... 30

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ... 31

4.4.1 Kriteria Inklusi ... 31

4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 31

4.5 PENGUMPULAN DATA ... 31

4.6 CARA KERJA ... 31

4.7 ANALISA DATA ... 32

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

(13)

PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI

TAHUN 2012... 33

5.1.1Jenis Kelamin ... 33

5.1.2 Usia ... 33

5.3 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 ... 35

5.3.1 Jenis Antibiotika... 35

5.3.2 Rute Pemberian ... 36

5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika ... 37

5.4 KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK TAHUN 2012... 38

5.4.1 Jenis Terapi ... 38

5.4.2 Kategori Gyssens ... 39

5.5 PEMBAHASAN ... 40

5.2.1 Keterbatasan Penelitian ... 40

5.2.2Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 ... 40

5.2.3Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012... 42

5.2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Bedah Apendik... 43

5.2.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik ... 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1 KESIMPULAN ... 46

6.2 SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 50

 

 

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin Di

RSUP Fatmawati ... 33

TABEL 2. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia ... 34

TABEL 3 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik ... 35

TABEL 4Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Rute Pemberian .... 36

TABEL 5Pemberian Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Apendik Sebelum Dilakukan Tindakan Operasi Tahun 2012 ... 37

TABEL 6 Kualiats Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi ... 38

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Seberan Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap

Antibiotik Di Rawat Inap Teratai ... 51

LAMPIRAN 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap

Antibiotik Dirawat Inap Gedung Prof. Soelarto ... 53

LAMPIRAN 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri ... 54

LAMPIRAN 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang

Perawatan ... 55

LAMPIRAN 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ... 56

LAMPIRAN 6. Jenis Antibiotik Dan Harga Antibiotik Yang Digunakan

RSUP Fatmawati Pada Bedah Apendik ... 57

LAMPIRAN 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada

Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 ... 58

LAMPIRAN 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens ... 59

LAMPIRAN 9. Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Sesuai Dengan Dosis

Lazim ... 61

LAMPIRAN 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis ... 62

LAMPIRAN 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun

2012 ... 64

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Antibiotik merupakan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan atau

membunuh mikroorganisme. Penggunaannya sebagai pencegahan dan peng-

obatan terhadap infeksi mikroba. Obat ini mampu menanggulangi berbagai jenis

penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Tingginya penggunaan antibiotika

lebih dari satu jenis dan dalam waktu lama umumnya digunakan untuk

penanganan komplikasi infeksi berat di rumah sakit merupakan salah satu faktor

pemicu terjadinya resistensi bakteri. Resistensi bakteri merupakan masalah besar,

karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta biaya perawatan

kesehatan. (Lestari, 2009)

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat sangat banyak dijumpai baik di

Negara maju maupun berkembang (WHO). Rumah sakit merupakan tempat

penggunaan antibiotik yang paling banyak ditemukan. Di Negara yang sudah

maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat dirumah sakit mendapatkan

antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara

berkembang 30-80% penderita yang dirawat dirumah sakit mendapat antibiotik.

(WHO)Pemakaian antibiotic yang tidak tepat dapat menimbulkan kekebalan atau

resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, serta meningkatkan toksisitas, dan

efek samping obat. Di rumah sakit, dimana penggunaan antibiotic dalam jumlah

besar, resistensi bakteri terhadap sejumlah antibiotik sering terjadi dan menjadi

problem utama dalam perawatan pasien. Infeksi oleh bakteri yang resisten akan

menyebabkan lamanya tinggal di rumah sakit, meningkatkan biaya perawatan

dan bahkan meningkatkan mortalitas.(Lestari, 2009; Willemsen, 2007)

Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan.

Appendectomy dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan

merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan

antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat,

(17)

Hasil penelitian yang di lakukan di rumah sakit umum daerah saras

husada purworejo menunjukkan bahwa obat yang digunakan pada pasien

appendectomy adalah antibiotika, analgetika, antiinflamasi serta antiemetika.

Antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu sefotaksim injeksi

sebanyak 51 kasus (60,00%), dengan dosis 500 mg, dua kali sehari sedangkan

untuk antibiotika pasca operasi yang paling banyak digunakan adalah

sifprofloksasin oral sebanyak 41 kasus (48,24%) dengan dosis 250 mg, dua kali

sehari. Lama pemberian yaitu berkisar antara 2 sampai 7 hari. (suryani, 2009)

Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010 mengenai

resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri-bakteri patogen

penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang

irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama

pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang

tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Dampak lainnya dari

pemakaian antibiotik secara irasional dapat berakibat meningkatkan toksisitas,

dan efek samping antibiotik tersebut, serta biaya rumah sakit yang meningkat.

Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis oleh tenaga

medis professional, monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik untuk

meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional.(Neal, 2006 )

Infeksi luka operasi (Surgical Site Infection/SSI) merupakan hasil

kontaminasi bakteri yang masuk saat operasi berlangsung. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis diberikan pada 14 pasien dengan

antibiotik terbanyak yaitu seftriakson (7,35%), antibiotik selama operasi

diberikan pada 16 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu kombinasi

seftriakson dan metronidazol (8,82%), antibiotik post operasi diberikan kepada

semua pasien baik intravena maupun per oral, antibiotik post operasi secara

intravena terbanyak yaitu seftriakson (30,88%), sedangkan secara per oral

terbanyak dari golongan kuinolon (33,33%) dan jenis antibiotik terbanyak adalah

sefadroksil (25%). Kejadian infeksi luka operasi terjadi pada 2 pasien (2,94%)

pada bedah terkontaminasi, dan keduanya tidak menggunakan antibiotik

(18)

Rumah sakit umum pusat fatmawati merupakan instansi pemerintah yang

dibentuk untuk Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan

barang atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan atau mencari keuntungan dan

meningkatnya kompetisi dibidang pelayanan Kesehatan, menuntut agar rumah

sakit dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan mutu Pelayanan dengan

menggunakan sumber daya secara lebih efisien. (RSUP Fatmawati, 2011)

Hasil uji pendahuluan di RSUP Fatmawati pada kasus appendicitis pada

tahun 2011 menunjukkan bahwa untuk pasien appendik jumlah total yang

didapat yaitu 647 populasi diantaranya laki-laki berjumlah 175 pasien dan

perempuan berjumlah 472 pasien. Dari jumlah total kasus appendik, pasien yang

mendapatkan tindakan atau operasi pada tahun 2011 adalah 165 pasien. (RSUP

Fatmawati, 2011)

Penggunaan antibiotika dapat dianalisis secara kuantitaf dengan Difened

Daily Dose (DDD) yang menunjukkan dosis terapetik rata-rata pasien dewasa

untuk satu indikasi standar, dan secara kualitatif dengan metode Gyssens yang

dikembangkan oleh kunin et al (1973). Evaluasi peresepan antimikroba tersebut

meliputi ; ketepatan peresepan, obat alternative lebih efektif, alternative kurang

toksik, alternative lebih murah dan dengan spectrum yang lebih sempit. Durasi

pengobatan dan dosis, termasuk interval, rute pemberian, dan waktu pemberian

juga dimasukkan dalam ealuasi ini. (Gyssens, et al. 1996; Van der Meer &

Gyssens, I.C,2001)

Berdasarkan dari uraian di atas, penggunaan antibiotik yang tidak rasional

pada pasien appendectomy mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas penggunaan antibiotic pada

pasien appendix di RSUP fatmawati.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus di bagian bedah pada pasien bedah appendik sangat banyak sehingga

perlunya perhatian dalam penggunaan antibiotika yang tidak rasional

(19)

sesuai dengan penyakit yang diderita, dan penggunaan antibiotika yang tidak

tepat indikasi.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang harus dijawab dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah Kualitas penggunaan antibiotik pada

pasien bedah appendik di RSUP fatmawati pada tahun 2012?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah

appendik di pada tahun 2012 RSUP fatmawati.

1.3.2 Tujuan khusus

Kesesuaian dengan Antibiotika yang digunakan :

1 Jenis antibiotik yang digunakan

2 Indikasi penggunaan antibiotik

3 Waktu pemberianya

4 Dosis yang diberikan

5 Cara pemberian

6 Data demografi (jenis dan umur)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID

Memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika.

b. Bagi RSUP Fatmawati Jakarta.

1. Memberikan informasi kepada RSUP Fatmawati tentang penggunaan

antibiotika pada bedah appendik di RSUP Fatmawati pada tahun 2012.

2. Menjadi masukan bagi Panitia Farmasi dan Terapi dalam

mengevaluasi penggunaan antibiotika di teratai RSUP Fatmawati.

c. Bagi Peneliti

Memenuhi salah satu persyaratan Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK

(20)

peneliti, khususnya dalam menganalisis penggunaan antibiotika pada

penyakit dalam di RSUP fatmawati Jakarta.

1.4.1 Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini hanya membahas kualitas penggunaan antibiotic yang

diberikan pada pasien bedah appendik di RSUP Fatmawati dengan

mengambil data catatan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012 yang

dilakukan pada bulan April-juni 2013. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien bedah apendik yang dirawat inap di

RSUP Fatmawati dengan besar sampel sesuai jumlah data rekam medik

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik

2.1.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif

non-toksik bagi pejamunya digunakan sebagai agen kemoterapeutik dalam

pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman. Istilah ini

sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasikan oleh mikroorganisme,

tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan semisintetik

dengan aktivitas kimia yang mirip. (Dorland, 2010)

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada

manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative

tidak toksik untuk hospes. Namun, sifat toksisitas selektif yang absolut belum

atau mungkin tidak akan diperoleh. (Katzung, dkk, 208)

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik memiliki dua aktivitas

yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik bersifat menghambat

pertumbuhan mikroba sedangkan bakterisid bersifat membunuh mikroba.

(Katzung, dkk, 2008)

Spektrum antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum

sempit (misalnya streptomisin) dan berspektrum luas (misalnya tetrasiklin

dan kloramfenikol). Batas kedua spektrum ini terkadang tidak jelas.

2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam lim kelompok,

yaitu (Brunton, 2008)

(22)

termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sepalosporin,

vankomisin, basitrasin.

2) Agen yang bekerja di membran sel dan merusak permeabilitas membran

sehingga menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting sel.

Contohnya polimiksin.

3) Agen yang menghambat sintesa protein sel mikroba. Contohnya tetrasiklin,

eritromisin, klindamisin, kloramfenikol dan aminoglikosida.

4) Agen yang menghambat sinsesis asam nukleat, seperti rifampisin dan

golongan kuinolon.

5) Agen yang menghambat metabolism sel mikroba, yaitu trimetoprim dan

sulfonamid.

Gambar 1. Mekanise kerja antibiotik

(23)

2.1.3 Penggunaan Antibiotik

Antibiotik dapat diberikan sebagai profilaksis ataupun terapetik.

Antibiotik profilaksis adalah penggunaan antibiotik yang bertujuan mencegah

terjadinya infeksi, yang diberikan dalam keadaan tidak atau belum terdapat

gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi bakterial.

Misalnya, profilaksis untuk bedah, hanya dibenarkan untuk kasus dengan

risiko infeksi pascabedah yang tinggi yaitu yang tergolong clean contaminated

dan contaminated Timing pemberian antibiotik profilaksis untuk bedah lebih

optimal pada 30 menit sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi.

(Farida, 2005; Gyssens,1996)

Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent) (Permenkes,2011)

1. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum

sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval

dan lama pemberian yang tepat.

2. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan

pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan

antibiotik lini pertama.

3. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan

pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara

terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan

antibiotik tertentu (reserved antibiotics).

4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan

diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil

pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang

lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

5. Pemilihanjenisantibiotikharusberdasarpada:

a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan

kuman terhadap antibiotik.

b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab

(24)

c. Profilfarmakokinetikdanfarmakodinamikantibiotik.

d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi

dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. Cost effective: obat

dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.

6. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa

langkah sebagai berikut:

a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan

antibiotik secara bijak.

b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan

penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi

atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi.

c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang

infeksi.

d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team

work).

e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara

bijak yang bersifat multi disiplin.

f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan

berkesinambungan.

g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih

rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya dan masyarakat.

2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis

Antibiotik diberikan sebelum operasi atau segera saat operasi pada kasus

yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda nyata adanya infeksi. Diharapkan

saat operasi jaringan target sudah mengandung kadar antibiotik tertentu yang

efektif untuk menghambat pertumbuhan kuman atau membunuh kuman

(Saifudin, 2008).

Di Amerika sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis.

(25)

bedah. Antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan

pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya

ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu

infeksi daerah operasi. Seringkali pemberian profilaksis ini tidak perlu. Uji klinik

membuktikan bahwa pemberian antibiotik profilaksis sangat bermanfaat untuk

beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali tidak

bermanfaat atau kontroversial. Bila profilaksis dimaksudkan untuk mencegah

kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada di sekitar pasien,

maka profilaksis ini biasanya gagal.

2.1.3.2 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis

Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas

dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO) dengan

pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat

rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis

pada operasi harus :

• Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi

• Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperative

• Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya

yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)

• Tidak menimbulkan efek yang merugikan

• Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan

rumah sakit.

Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan–keadaan berikut (Anonim,

2008):

a. Untuk melindungi seseorang yang terkena kuman tertentu.

b. Mencegah endokarditas pada pasien yang mengalami kelainan katub jantung

atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia,

(26)

c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang

sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi

infeksi pasca bedah. Antibiotik profilaksis digunakan untuk membantu

mencegah infeksi. Jika seorang ibu dicurigai atau didiagnosis menderita

suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotik merupakan jalan yang tepat.

Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit sebelum memulai suatu tindakan,

jika memungkinkan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang

cukup pada saat dilakukan tindakan.

Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada

operasi: (Munckhof W. 2005)

• Sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)

• Gentamicin atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

• Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)

• Flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal) • Vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)

(27)

keterangan :

V = aktivitas in vitro (yaitu biasanya sensitif)

(28)

Keuntungan antibiotik profilaksis yang tepat dapat menurunkan infeksi

luka operasi dan morbiditas, menurunkan biaya perawatan kesehatan dan

mengurangi lama tinggal di rumah sakit. Selain itu kejadian infeksi luka operasi

juga memiliki faktor risiko lain, antara lain jenis operasi (bersih, bersih

terko-ntaminasi, terkontaminasi), adanya komorditas yang dilihat dari skor ASA dan

lama operasi dapat diperhitungkan sebagai indeks risiko. Indeks risiko

bertambah bila skor ASA >2. Lama operasi dihitung denga menggunakan

T-time yang ditentukan oleh NNIS (National Nosocomial Infection Surveilance).

Apabila lama operasi melebihi persentil 75 maka indeks risiko akan bertambah.

Penggunaan antibiotik profilaksis berkaitan dengan hal tersebut. (Direktorat

jendral,20012; Pear, 2007)

2.1.3.3Antibiotika Terapetik

Antibiotik terapetik adalah penggunaan antibiotik pada keadaan

adanya manifestasi infeksi, dibedakan menjadi terapi empiric dan defin-

itive/terdokumentasi. Terapi empirik diberikan bila bukti klinis dan

laboratorium penunjang mendukung adanya infeksi, tetapi tidak/ belum

ada bukti pemeriksaan yang memastikan adanya agen penyebab infeksi. Terapi

empirik seharusnya tidak lebih dari 72 jam. Terapi definitif/

terdokumentasi yaitu pemberian antibiotik yang didasarkan pada hasil

kultur dan uji kepekaan yang terbukti infeksi bakterial.

Penggunaan antibiotik secara tepat erat kaitannya dengan penggunaan

penggunaan antibiotik berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat,

dosis yang adekuat, serta tidak lebih lama dari yang dibut- uhkan.

Terapi inisial dapat menggunakan antibiotik spectrum luas dan sebaiknya

segera disesuaikan setelah hasil laboratorium mikrobiologi keluar. Proses

ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya mengubah dari spektrum luas

ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga dari terapi kombinasi ke terapi

tunggal, serta dari antibiotik jenis baru ke jenis yang lebih lama. Strategi

ini lebih menguntungkan dalam hal biaya, dapat menambah pengalaman

dengan obat jenis lama terhadap jenis infeksi yang sama serta

(29)

diagnosis infeksi yang tepat. Antibiotik tidak diresepkan pada

kasus infeksi virus atau self limited disease. (Dertarani, 2009)

Antibiotik yang ideal untuk terapi dan profilaksis sebaiknya : (gyssens, 1996

& 2011)

1) Memiliki aktivitas tinggi terhadap mikroorganisme penyebab

2) Mencapai konsentrasi yang efektif pada daerah infeksi

3) Memiliki waktu paruh yang panjang

4) Memiliki tingkat toksisitas rendah

5) Tidak menyebabkan alergi

6) Tidak berinteraksi dengan obat lain

7) Tidak menyebabkan resistensi mikroorganisme di pasien dan

lingkungan

8) Dapat diadministrasikan sesuai rute yang dibutuhkan

9) Tidak mahal

2.4 Penggolongan Antibiotika (Permenkes, 2011)

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam

(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),

basitrasin, dan vankomisin.

2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya

trimetoprim dan sulfonamid.

(30)

nitrofurantoin.

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: (Permenkes, 2011)

a. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri

1. AntibiotikBeta-Laktam

Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang

mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin,

monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat

antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian

besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif.

Antibiotik beta- laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri,

dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan,

yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada

dinding sel bakteri.

2. Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida,

yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil

Gram-positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif

terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan

kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan

hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan

neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila

memasuki sirkulasi sistemik.

3. Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif

terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan

untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap

metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria

resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara

intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya

adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada

(31)

dosis tinggi.

b. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid,

tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin,

klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat

SulfonamiddanTrimetoprim

Sulfonamid bersifat bakteriostatik.

Trimetoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu

menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa

dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus, Staphylococcus

koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H . influenzae, Neisseria sp,

bakteri Gram- negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter,

Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii.

d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat

a. Kuinolon

1) Asam nalidiksat Asam nalidiksat menghambat sebagian besar

Enterobacteriaceae.

2) Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin,

siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin,

levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan

untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli,

Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta

Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa.

b. Nitrofuran

(32)

2.5 Bedah

2.5.1 Definisi

Yang dimaksud dengan pembedahan adalah semua tindak yang

menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

yang akan ditanggapi. pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

membuat sayatan. setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan

tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

luka.(Sjamsuhidajat,1997)

2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi

Asepsi adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman.

Keadaan asepeis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah. Asepsis adalah

cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman

pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan

membunuh kuman pathogen. (Sjamsuhidajat,1997)

2.5.3 Kuman Penyebab

a. Infeksi Bakteri

pathogenesis infeksi bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan

mekanisme yang menyebabkan pemunculan tanda-tanda dan simtom penyakit.

perlekatan pada sel inang, toksigenitas, dan kemampuan untuk menghindari

system imun inang. Banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara

umum merupakan pathogen bersifat tidak tampak atau asimtomatik.penyakit

terjadi jika bakteri atau reaksi imnologik terhadap keberadaan menyebabkan

cukup kerusakan terhadap seseorang. (Jawetz dkk, 1996)

b. Jenis-Jenis Kuman penyebab infeksi bakteri

Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotika, mungkin ada baiknya

mengenal kembali jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis kuman penyebab infeksi

secara global. Kuman-kuman penyebab infesi secara umum dapat dikategorikan

secara besar sebagai berikut. (Santoso dkk, 2003)

•Kuman gram positif, dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan

(33)

a. kuman gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus,

stafilokokus), dan lain-lain. Antibiotika pilihan utama adalah penisilin

spectrum sempit (asalkan tidak ada resistensi karena produksi enzim

penisilinase)

b. kuman Gram positif anaerob: meliputi klostridia, misalnya C. tetani, C.

botulinum, C. gas gangrene dan spectrum sempit tetap merupakan obat

pilihan utama, juga metronizol.

•Kuman Gram negative, terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan

anaerob.

a. gram negative aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitides

atau pnemokokus), kuman-kuman enteric (E.coli, klebsiela dan

enterobakter), salmonella, shigella, vibrio, pseudomonas, haemofilus dan

lain-lain. Pilihan antibiotika dapat berupa penisilin spectrum luas,

tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain.

b. Gram negative anaerob: termasuk disini yang penting adalah golongan

Bacteroides dan Fusobacterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa

sefalosporin, metronidazole, kombinasi amoksilin dengan asam klavulana.

2.5 4 Infeksi (Sjamsuhidajat,1997)

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh

yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul

selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu

gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi

nosocomial. secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan

tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi

penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru

menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut

infeksi nonokomial.

Infeksi nosocomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun

luar tubuh. Infeksi endigen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula

(34)

dengan self infection atau auto mikroorganisme yan berasal dari rumah sakit dan

dari satu pasien ke pasien lainnya.

Tanda-Tanda Infeksi yaitu:

1. Panas

daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab

terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena

infeksi/fenomena panas local karena jaringan-jaringan tersebut sudah

mempunyai suhu inti dari hyperemia local tidak menimbulkan perubahan.

2. Rasa sakit

Dapat ditimbulkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion

tertentu dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu

seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang

mengakibatkan peningkatan tekanan local dan menimbulkan rasa sakit.

3. Kemerahan

merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan.

Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai

daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang

mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya

kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi

darah.Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti.

4. Pembengkakan

pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari

sirkulasi darah kejaringan intertisial. Campuran cairan dan sel tertimbun

di daerah peradangan disebut eksudat.

5. erubahan fungsi

Adanya perubahan fungsi secara superfisial bagian yang bengkak dan sakit

disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, sehingga

(35)

Sumber infeksi bedah umumnya berasal dari:

1. Udara

Udara merupakan sumber kuman, karena yang halus di udara mengandung

sejumlah mikro yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan kulit,

maupun alat lain di ruang pemedahan. Untuk tetap dapat hidup, bakteri

membutuhkan kondisi lingkungan tertentu seperti suhu, kelembaban, ada

atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu dan udara. Umumnya

bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia.

Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara 200 sampai 370 C.

Suasana yang lembab merupakan kondisi yang baik buat pertumbuhan dan

reproduksi bakteri tetapi bakteri tertentu dapat tumbuh pada nanah yang

mongering, ludah atau darah setelah waktu lam. Bakteri anaerob umumnya

berasal dari usus dan dapat hidup tanpa oksigen, tetapi bakteri aerob

memerlukan oksigen, dan bakteri yang disebut fakultatif aerob-anaerob

dalam keadaan tanpa atau ada oksigen.

2. Alat Pembedahan

Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat lain melalui

perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa hewan misalnya serangga,

manusia, atau benda yang terkontaminasi seperti alat atau instrument bedah.

jadi dalam hal ini, alat beda, personil, dan dokter pembedah merupakan

pembawa yang pontesial untuk memindahkan bakteri.

3. Kulit Penderita

Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia flora

komensal misalnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan normal

terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora transien yang

dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran, misalnya S

aureus yang bersifat pathogen dan dapat menyebabkan infeksi yang

mengancam hidup bila masuk lewat luka opersai. kulit penderita merupakan

salah satu sumber bakteri, terutama karena penderita dibawa masuk ke

tempat pembedahan dari luar kandanf tanpa persiapan terlebih dahulu.

(36)

Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteri yang dapat muncul ke

luka operasi melalui hubungan langsung yaitu, melalui lubang anus atau

melalui pembedahan pada usus. Bakteri yang berada didalam usus dalam

keadaan fisiologik umumnya adalah bakteri komensal, tetapi dapat menjadi

pathogen melalui luka pembedahan.

5. Darah

Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteri pathogen

sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada

penderita demikian digunakan untuk penderita tanpa disterilkan terlebih

dahulu.

2.6Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua

umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki

berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2001).

Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk

memotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi

(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi

umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang

merupakan metode terbaru yang sangat efektif.(Smeltzer, Suzanne C, 2001).

2.6.1 Anatomi (Anonim, 2009)

Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum

(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara anatomi

appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.

Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di

ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada

di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix

berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS

(37)

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai

mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan

appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan

appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang

daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang

panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ

pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke

belakang colon yang disebut appendix retrocolic.

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior

dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X.

Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.

Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang

dari a. mesenterica superior. (Hamani, 1997)

2.6.2 Fisiologi (Anonim, 2009 & Hamani, 1997)

Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga

berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix

menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum.

Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis

appendicitis.

Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian

dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A.

Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

2.6.3 Patofisiologi (Anonim, 2009)

Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada

appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara

lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau

akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini

(38)

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar

dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan

oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses

selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi.

Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap

kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan

inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan

ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan

terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka

tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada

salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh

akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum,

usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di

dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami

perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke

aliran darah sehingga terjadi septicemia.

Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi

akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan

jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut

kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut

mengalami eksaserbasi akut

2.6.4 Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (Anonim,

2009 & Hamani, 1997):

1. Nyeri abdominal.

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium

atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di

abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan

(39)

perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut

pada saat berjalan atau batuk.

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3. Nafsu makan menurun.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya

tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7°-38,3° C.

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis

diketahui setelah terjadi perforasi

2.7 Pedoman Terapi Antibiotika

Dengan makin banyaknya jenis antibiotika baru yang diperkenalkan, maka

para klinisi menghadapi kesulitan dalam mempertimbangkan peran dari suatu

antibakteri baru dibandingkan jenis lainnya yang sudah ada. Di dalam memilih

antibakteri yang rasional perlu memperhatikan 3 faktor, yaitu faktor pasien atau

aspek klinis (yang meliputi, tingkat keparahan penyakit, usia pasien, gangguan

fungsi organ, kondisi kehamilan dan laktasi), faktor mikroba atau aspek

mikrobiologis (yang meliputi, kepekaan atau sensitivitas bakteri, relevansi hasil

pemeriksaan laboratorium dan mencegah berkembangnya resistensi mikroba)

dan faktor antibiotika itu sendiri atau aspek farmakologis, (yang meliputi

farmakodinamik, farmakokinetik dan efek samping obat). (Permenkes, 2011)

2.8 Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit

2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah

sakit

3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di

(40)

4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit

Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kuantitatif

maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan

penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed days), untuk

mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan. Evaluasi secara

kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssen, untuk

mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik. (Permenkes, 2011)

2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik

Pengkajian kualitas antibiotik dapat dilakukan dengan pendekatan

retrospektif dengan melihat catatan medik. Penilaian penggunaan antibiotik yang

rasional atau tidak rasional berdasarkan indikasi, dosis, lama pemberian, pilihan

jenis, dan lain-lain. ( Gyssens, 1997; Meer, 2011)

Antibiotik yang diberikan dapat dibedakan menjadi tipe terapi. Peresepan

untuk profilaksis atau ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis) adalah pemberian

antibiotik 1 /2 - 1 jam sebelum tindakan bedah tanpa adanya gejala infeksi.

Pemberian antibiotik tipe terapi dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, ADE

(Antimicrobial Drug Empiric Therapy) yaitu terapi empirik yang digunakan pada

72 jam pertama perawatan dan belum diketahui hasil kulturnya. Kedua, ADD

(Antimicrobial Drug defenitive) yaitu terapi empirik luas tanpa diagnosis definitif

yang merupakan kelanjutan dari ADE. (Hadi, 2008)

Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang

terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien dan

kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam

melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotik:

1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis

pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan.

2. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur pada Lampiran 1.

(41)

Kategori 0 = penggunaan antibiotik tepat/bijak

Kategori I = penggunaan antibiotik tidak tepat waktu

Kategori IIA = penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

Kategori IIB = penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian

Kategori IIC = penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian

Kategori IIIA = penggunaan antibiotik terlalu lama

Kategori IIIB = penggunaan antibiotik terlalu singkat

Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif

Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman

Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah

Kategori IV = ada antibiotik lain yang spectrum antibakterinya lebih sempit

Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik

Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

Alur Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik menggunakan Gyssen

Classification

(42)
(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Pengamatan Skala

1 Antibiotik Antibiotik yang diberikan pada pasien bedah

apendik untuk mencegah terjadinya infeksi

pada pasien apendik tersebut.

Infeksi

Tidak

terinfeksi

Ordinal

2 Indikasi yaitu penggunaan antibiotik yang diberikan

sesuai dengan indikasi yang diderita.

Apendisitis Ordinal

3 Dosis yaitu dosis yang diberikan pada pasien

bedah apendik sesuai dengan pemakaian

antibiotika

yaitu lama pemakaian antibiotika yang

diberikan oleh dokter kepada pasien

sesuaian dengan literatur yang menyatakan

(44)

5 Jenis

antibiotika

yaitu jenis antibiotika yang digunakan harus

sesuaian dengan indikasi yang diderita

Tepat

Tidak tepat

Ordinal

6 Rute adalah rute penggunaan antibiotika yang

diberikan melalui iv atau oral.

Tepat

Tidak tepat

Ordinal

7 Jenis

kelamin

Identitas untuk membedakan antara laki-laki

dan perempuan

Laki-laki

Perempuan

Ordinal

8 Usia Merupakan umur seseorang yang dilihat dari

rekam medik pasien bedah apendik, yang

dilihat dari tanda lahir sampai dirawat

(WHO,1999)

Anak-anak

Dewasa

Lanjut usia

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta.

4.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2013 dengan pengamatan

retrospektif yaitu pada pasien bedah apendik yang dirawat di RSUP

Fatmawati selama tahun 2012.

4.2 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif melalui pendekatan

kuantitatif dengan desain cross sectional.

4.3 Populasi Dan sample 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien bedah apendik yang

tercatat di RSUP Fatmawati tahun 2012 sekitar 218.

4.3.2 Sample

Sampel pada penelitian ini adalah semua unit yang memenuhi kriteria

inklusi.

4.4 kriteria Inklusi dan Ekslusi 4.4.1 Kriteria inklusi :

1. Data rekam medik tahun 2012 pasien di RSUP Fatmawati

2. Data rekam medik tahun 2012 pasien Apendik yang diberikan

tindakan/operasi

3. Rekam medik tahun 2012 yang jelas terbaca dan lengkap

4. Data rekam medik tahun 2012 yang di berikan antibiotik profilaksis

(46)

4.4.2 Kriteria eklusi :

1. Data rekam medik penggunaan antibiotik yang tidak lengkap

2. Pasien pulang paksa sebelum program pemberian antibiotik pasien

tersebut selesai

4.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan didapat dari :

1. Rekam medik pasien bedah apendik

2. Catatan penggunaan antibiotika

4.6 Cara kerja

Penggunaan antibiotika secara kualitas dengan kriteria Gyssens

1. Peneliti mengambil data dari rekam medis yang memenuhi kriteria

inklusi tahun 2012. Data yang diambil meliputi :

a. Nama antibiotika

b. Indikasi

c. Dosis

d. Frekuensi

e. Interval pemberian

f. Cara pemberian

g. Data demografi (umur, jenis kelamin)

2. Pengumpulan data-data dari catatan medic tersebut akan dicatat pada

lembaran formulir atau lembar pengumpulan data.

3. Analisa kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens

meliputi kategori 0, I, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB, IVA, IVB, IVC, IVD, V,

VI

4. Analisa data untuk melihat kualitas penggunaan antibiotik di bangsal

bedah pada tahun 2012

4.7 Analisa Data

(47)

1. Karakteristik pasien bedah apendik (jenis kelamin, usia)

2. jenis dan jumlah penggunaan antibiotika

3. kualitas penggunaan antibiotika pada pasien bedah apendik di RSUP

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan mulai dari bulan April sampai dengan Juni 2013 didapatkan 567 rekam medik periode tahun 2012, pasien yang menderita apendik terdapat 264 rekam medik pasien yang di lakukan tindakkan operasi apendik, dari 264 rekam medic terdapat 218 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan 218 rekam medik tersebut, didapat distribusi jenis kelamin dan umur yang tersaji pada tabel 1 dan 2.

5.2 Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012

5.2.1 Jenis Kelamin

Tabel 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin di

RSUP Fatmawati

Jenis kelamin

Ruangan

Total

Teratai G. prof.

Soelarto VIP

n % n % n % n %

Laki-laki 67 30.73 21 9.63 4 1.83 92 42.20

Perempuan 93 42.66 32 14.67 1 0.45 126 57.80

Total 160 73.39 53 24.31 5 2.29 218 100

Berdasarkan tabel diatas persentasi yang paling banyak menggunakan

antibiotik berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati antara lain

(49)

5.2.2 Usia

Tabel 2. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia

Usia n %

Anak-anak 68 31.20

Dewasa 139 63.76

Lanjut Usia 11 5.04

Total 218 100

Anak-anak : <18 tahun, dewasa: >18-60 tahun, lanjut usia >60

tahun.(WHO)

Berdasarkan dari tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan

antibiotik berdasarkan usia di RSUP Fatmawati yaitu pada dewasa

(50)

5.3 Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012

5.3.1 Jenis Antibiotika

Tabel 3. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik

Jenis Antibiotika n %

Ceftriaxone 204 61.44

Metronidazole 64 19.27

Cefixime 20 6.02

Cefotaxime 17 5.12

Cifrofloxacine 13 3.91

Gentamicin 5 1.50

Amoxicillin 4 1.20

Levofloxacin 2 0.60

Ceftazidine 1 0.30

Cefadroxil 1 0.30

Fosmycin 1 0.30

Total 332 100

Berdasarkan tabel di atas jenis antibiotik yang paling banyak mulai dari

urutan yang tertinggi yaitu jenis antibiotik ceftriaxone dengan persentase

(51)

5.3.2 Rute Pemberian

Tabel 4. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan rute pemberian

Jenis Antibiotik

Rute pemberian

Total

IV PO

n % n % n %

Ceftriaxone 204 100 0 00 204 100

Cefixime 12 60 8 40 20 100

Cefotaxime 17 100 0 00 17 100

Ceftazidine 1 100 0 00 1 100

Cifrofloxacine 6 46.15 7 53.84 13 100

Cefadroxil 0 00 1 100 1 100

Gentamicin 5 100 0 00 5 100

Fosmycin 1 100 0 00 1 100

Levofloxacin 1 50 1 50 2 100

Metronidazole 61 95.31 3 4.68 64 100

Amoxicillin 1 25 3 75 4 100

Total 309 93.07 23 6.92 332 100

Dari hasil tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan

antibiotik berdasarkan rute pemberian di RSUP Fatmawati adalah IV

(52)

5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis

Tabel 5. Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Apendik tahun 2012

Waktu n %

Tidak diberikan 20 9.17

30 menit 150 68.80

1 jam 42 19.26

Total 218 100

Dari hasil diatas Antibiotik Profilaksis yang di berikan sebanyak 68.80%

(53)

5.4 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012

5.4.1 Jenis Terapi

Tabel 6. Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi

Jenis terapi n %

ADE (Antimicrobial Drug Empiric) 190 87.15

ADD(Antimicrobial Drug Defenitife) 28 12.84

Total 218 100

Berdasakan pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis terapi yang

digunakan, 87.15 % adalah terapi antibiotik dengan indikasi yang belum

(54)

5.4.2 Kategori Gyssens

Tabel 7. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens

D

Dari hasil analisa data hanya terdapat beberapa kategori gyssens yang

dapat di analisis yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data

tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori

V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan

kategori tersebut.

Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan hasil bahwa penggunaan

antibiotik yang paling banyak menunjukkan hasil termasuk dalam kategori

0 atau penggunaan antibiotik rasional sebesar 82.53%.

Kategori Kriteria Gyssens n %

VI Data penggunaan antibiotika tidak lengkap

dan tidak dapat dievaluasi 1 0.30

IVC Ada antibiotik yang lebih murah 7 2.10

IVA Ada antibiotik lain yang lebih efektif 3 0.90

IIA Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis 47 14.15

0 Penggunaan antibiotik tepat/bijak 274 82.53

Gambar

TABEL 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Gambar 1. Mekanise kerja antibiotik
Tabel 1. Rekomendasi penggunaan antibiotik profilaksis
Tabel 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin di
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Agar pelayanan dapat berjalan lancar, masyarakat sebagai penerima pelayanan juga harus mengerti akan prosedur pelayanan, persyaratan yang dibutuhkan, dan waktu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi yang meliputi motivasi karier, motivasi mencari ilmu, motivasi ekonomi, dan motivasi mengikuti ujian

din, “Vittoria Colonna and the Virgin Mary.” It is interesting to note that the sonnet closes with the insistence upon Mary’s humanity (line 12), rather than her divinity, in line

PELATIHAN KARAWITAN BAGI MAHASISWA PGSD FKIP UNS UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KARAKTER1. Danis Sugiyanto,

tersebut juga dapat dilihat dari 9 tema besar persoalan biologi yang terjadi pada

CITRA SARANA INFOTAMA Gugur Tidak mengunggah / Upload.

Dari hasil penelitian yang dilakukan serta dibantu dengan simulasi fungsi pemulusan densitas Kernel, diperoleh cara menerapkan analisis keputusan dalam risiko

Hasil pengamatan kualitas air yaitu suhu, pH, kecerahan, DO, BOD, COD, umumnya masih dalam kisaran yang dipersyaratkan, sedangkan amonia melebihi ambang batas