PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI
JAKARTA TAHUN 2012
Skripsi
MISRIANA
109102000060
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
SEPTEMBER 2013
PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
PADA PASIEN BEDAH APPENDIX DI RSUP FATMAWATI
JAKARTA TAHUN 2012
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
MISRIANA
NIM : 109102000060
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
Nama : Misriana Program Studi : Farmasi
Judul : Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012
Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan. Apendectomi
dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat, toksisitas obat, resistensi antibiotika, dan biaya laboratorium. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012.
Penelitian ini mengikuti rancangan observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif. Bahan penelitian meliputi kartu rekam medik. Pengambilan data dilakukan pada pasien appendectomy yang berjumlah 218 pasien pada tahun 2012 di RSUP Fatmawati Jakarta dan analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran kualitas penggunaan antibiotik yang diberikan dan lamanya terapi antibiotik profilaksis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria gyssens terdapat beberapa kategori. Kategori 0 (84.63%), kategori IIA (12.04%), kategori IVA (2.10%), dan kategori VI (0.30%).
ABSTRACT
Nama : Misriana
Program Studi : Farmasi
Judul : Assessment Quality The Use Of Antibiotics In Patients
Surgical Apendik In Fatmawati Hospital Jakarta 2012
Appendicitis is a disease that is often cured by the spontaneous. Apendectomi
done as therapy surgically on abdominal surgery appendicitis and is most often done.
The use of antibiotika are not appropriate be an increase in hospital cost, a drug
charge, drug toxicity, resistance antibiotika, and the cost of the laboratory. The study
is done to know the quality of the use of antibiotics in patients surgical apendik in
fatmawati hospital jakarta in 2012.
This research follows the design of observational and retrospective data
collection. Research materials include medical record card. Data retrieval is
performed on patients with appendectomy totalling 218 patients in 2012 in Jakarta
and Fatmawati was data analysis is carried out to find out which picture quality
descriptive use of antibiotics that are given and the duration of prophylactic antibiotic
therapy.
The result showed that criteria gyssens there are several categories. Category 0
( 84.63 % ), category iia ( 12.04 % ), category iva ( 2.10 % ), and categories vi ( 0.30
% ).
Key Words: Apendektomi, Antibiotic Use, Quality, Gyssens Category
Alhamdulillahirobbal ‘alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena selain diiringi dengan usaha dan do’a juga berkat segala campur tangan, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pengkajian Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Jakarta
Tahu 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak. Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi
4. Ibu Dr. Delina Hasan M.kes, Apt dan Ibu Dra. Alfina Rianti M.Fharm, Apt selakupembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dandukungan selama penulisan skripsi ini.
5. Kepada orang tua dan keluarga besarku, Bapak Syamsul Hilal (Alm), Ibu Nirowati, Bapak Subali (orangtuan angkat) yang selalu memberikan kasihsayang dan do’a yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidupananda, serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Tiadaapapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasihsayang yang telah engkau berikan. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tersayang yang telah banyak menghibur, memberikan do’a, perhatian, kasih sayang serta semangat kepada penulis.
6. Bupati Musi Banyuasin beserta Tim pengelola Beasiswa Program “Santri Jadi
Dokter” yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik dari segi
materil dan moril.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Untuk Kak Endah, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken, Mas Haris yang telah banyak membantu selama proses penelitian.
10. Keluarga besar Asshof MUBA dan SJD-SUMSEL terimakasih atas sebuah
kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini dan seterusnya.
11. Teman-teman seperjuangan, EDTA-C dan Farmasi Angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, suka dan duka serta motivasi kepada penulis.
12. Teruntuk Sahabat-sahabat penulis Ika, Susi, Ira, Rani, Vita, Nurul, Maya, Puput, Butet, Yuk Yunita, Yuk Dwi, Zil, Ikhwan, dll yang selamaini telah menjadi sahabat sekaligus keluarga yang paling baik, yang menjadikan hari-hari berwarna.Serta telah banyak membantu penulis dalam sukamaupun duka. Serta Majhoni Am.kep yang selalu memberikan semangat, dukungan serta do’a kepada penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis selama ini.
Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasilpenelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagimahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.
Jakarta, 18 September 2013
Penulis
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Misriana NIM : 109102000060 Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
PENGKAJIAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di : Jakarta Pada Tanggal : 18 September
Yang menyatakan,
( Misriana
)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Ruang Lingkup penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 ANTIBIOTIK ... 6
2.1.1 Definisi Antibiotik ... 6
2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik ... 6
2.1.3 Penggunaan Antibiotik ... 7
2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis ... 9
2.1.3.2Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis ... 10
2.1.3.3 Antibiotik Terapetik ... 13
2.4 PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK ... 14
2.5 BEDAH ... 17
2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi ... 17
2.5.3 Kuman Penyebab ... 17
2.5.4 Infeksi ... 18
2.6 APENDIKSITIS ... 21
2.6.1 Anatomi ... 22
2.6.2 Fisiologi ... 22
2.6.3 Patofisiologi ... 22
2.6.4 Gejala Klinis ... 23
2.7 PEDOMAN TERAPI ANTIBIOTIK ... 24
2.8 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ... 24
2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik ... 25
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS 28
3.1 KERANGKA KONSEP ... 28
3.2 DEFINISI OPERASIONAL ... 28
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30
4.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 30
4.1.1 Lokasi Penelitian ... 30
4.1.2 Waktu Penelitian ... 30
4.2 DESAIN PENELITIAN ... 30
4.3 POPULASI DAN SAMPLE ... 30
4.3.1 Populasi ... 30
4.3.2 Sample ... 30
4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ... 31
4.4.1 Kriteria Inklusi ... 31
4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 31
4.5 PENGUMPULAN DATA ... 31
4.6 CARA KERJA ... 31
4.7 ANALISA DATA ... 32
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI
TAHUN 2012... 33
5.1.1Jenis Kelamin ... 33
5.1.2 Usia ... 33
5.3 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2012 ... 35
5.3.1 Jenis Antibiotika... 35
5.3.2 Rute Pemberian ... 36
5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika ... 37
5.4 KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN BEDAH APENDIK TAHUN 2012... 38
5.4.1 Jenis Terapi ... 38
5.4.2 Kategori Gyssens ... 39
5.5 PEMBAHASAN ... 40
5.2.1 Keterbatasan Penelitian ... 40
5.2.2Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Dan Rute Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012 ... 40
5.2.3Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012... 42
5.2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Bedah Apendik... 43
5.2.5 Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik ... 44
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
6.1 KESIMPULAN ... 46
6.2 SARAN ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 50
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin Di
RSUP Fatmawati ... 33
TABEL 2. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia ... 34
TABEL 3 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik ... 35
TABEL 4Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Rute Pemberian .... 36
TABEL 5Pemberian Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Apendik Sebelum Dilakukan Tindakan Operasi Tahun 2012 ... 37
TABEL 6 Kualiats Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Seberan Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap
Antibiotik Di Rawat Inap Teratai ... 51
LAMPIRAN 2. Sebaran Bakteri Berdasarkan Jenis Spesimen Pus Terhadap
Antibiotik Dirawat Inap Gedung Prof. Soelarto ... 53
LAMPIRAN 3. Hubungan Antibiotik Dengan Pola Bakteri ... 54
LAMPIRAN 4. Hubungan Antibiotik Berdasarkan Pemakaian Dan Ruang
Perawatan ... 55
LAMPIRAN 5. Hasil Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ... 56
LAMPIRAN 6. Jenis Antibiotik Dan Harga Antibiotik Yang Digunakan
RSUP Fatmawati Pada Bedah Apendik ... 57
LAMPIRAN 7. Lamanya Penggunaan Antibiotik Yang Diberikan Pada
Pasien Bedah Apendik Tahun 2012 ... 58
LAMPIRAN 8. Alasan Pemilihan Kategori Gyssens ... 59
LAMPIRAN 9. Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Sesuai Dengan Dosis
Lazim ... 61
LAMPIRAN 10. Jenis Antibiotik Dan Jumlah Dosis ... 62
LAMPIRAN 11. Cara Pengambilan Data Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun
2012 ... 64
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Antibiotik merupakan obat yang berfungsi menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme. Penggunaannya sebagai pencegahan dan peng-
obatan terhadap infeksi mikroba. Obat ini mampu menanggulangi berbagai jenis
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Tingginya penggunaan antibiotika
lebih dari satu jenis dan dalam waktu lama umumnya digunakan untuk
penanganan komplikasi infeksi berat di rumah sakit merupakan salah satu faktor
pemicu terjadinya resistensi bakteri. Resistensi bakteri merupakan masalah besar,
karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta biaya perawatan
kesehatan. (Lestari, 2009)
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat sangat banyak dijumpai baik di
Negara maju maupun berkembang (WHO). Rumah sakit merupakan tempat
penggunaan antibiotik yang paling banyak ditemukan. Di Negara yang sudah
maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat dirumah sakit mendapatkan
antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara
berkembang 30-80% penderita yang dirawat dirumah sakit mendapat antibiotik.
(WHO)Pemakaian antibiotic yang tidak tepat dapat menimbulkan kekebalan atau
resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut, serta meningkatkan toksisitas, dan
efek samping obat. Di rumah sakit, dimana penggunaan antibiotic dalam jumlah
besar, resistensi bakteri terhadap sejumlah antibiotik sering terjadi dan menjadi
problem utama dalam perawatan pasien. Infeksi oleh bakteri yang resisten akan
menyebabkan lamanya tinggal di rumah sakit, meningkatkan biaya perawatan
dan bahkan meningkatkan mortalitas.(Lestari, 2009; Willemsen, 2007)
Appendicitis adalah penyakit yang jarang sembuh dengan spontan.
Appendectomy dilakukan sebagai terapi pembedahan pada appendicitis dan
merupakan operasi abdominal yang paling sering dilakukan. Penggunaan
antibiotika yang tidak tepat dapat meningkatkan biaya rumah sakit, biaya obat,
Hasil penelitian yang di lakukan di rumah sakit umum daerah saras
husada purworejo menunjukkan bahwa obat yang digunakan pada pasien
appendectomy adalah antibiotika, analgetika, antiinflamasi serta antiemetika.
Antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan yaitu sefotaksim injeksi
sebanyak 51 kasus (60,00%), dengan dosis 500 mg, dua kali sehari sedangkan
untuk antibiotika pasca operasi yang paling banyak digunakan adalah
sifprofloksasin oral sebanyak 41 kasus (48,24%) dengan dosis 250 mg, dua kali
sehari. Lama pemberian yaitu berkisar antara 2 sampai 7 hari. (suryani, 2009)
Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama 1990-2010 mengenai
resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri-bakteri patogen
penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang
irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama
pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang
tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Dampak lainnya dari
pemakaian antibiotik secara irasional dapat berakibat meningkatkan toksisitas,
dan efek samping antibiotik tersebut, serta biaya rumah sakit yang meningkat.
Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis oleh tenaga
medis professional, monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik untuk
meningkatkan penggunaan antibiotik secara rasional.(Neal, 2006 )
Infeksi luka operasi (Surgical Site Infection/SSI) merupakan hasil
kontaminasi bakteri yang masuk saat operasi berlangsung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis diberikan pada 14 pasien dengan
antibiotik terbanyak yaitu seftriakson (7,35%), antibiotik selama operasi
diberikan pada 16 pasien dengan antibiotik terbanyak yaitu kombinasi
seftriakson dan metronidazol (8,82%), antibiotik post operasi diberikan kepada
semua pasien baik intravena maupun per oral, antibiotik post operasi secara
intravena terbanyak yaitu seftriakson (30,88%), sedangkan secara per oral
terbanyak dari golongan kuinolon (33,33%) dan jenis antibiotik terbanyak adalah
sefadroksil (25%). Kejadian infeksi luka operasi terjadi pada 2 pasien (2,94%)
pada bedah terkontaminasi, dan keduanya tidak menggunakan antibiotik
Rumah sakit umum pusat fatmawati merupakan instansi pemerintah yang
dibentuk untuk Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan atau mencari keuntungan dan
meningkatnya kompetisi dibidang pelayanan Kesehatan, menuntut agar rumah
sakit dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan mutu Pelayanan dengan
menggunakan sumber daya secara lebih efisien. (RSUP Fatmawati, 2011)
Hasil uji pendahuluan di RSUP Fatmawati pada kasus appendicitis pada
tahun 2011 menunjukkan bahwa untuk pasien appendik jumlah total yang
didapat yaitu 647 populasi diantaranya laki-laki berjumlah 175 pasien dan
perempuan berjumlah 472 pasien. Dari jumlah total kasus appendik, pasien yang
mendapatkan tindakan atau operasi pada tahun 2011 adalah 165 pasien. (RSUP
Fatmawati, 2011)
Penggunaan antibiotika dapat dianalisis secara kuantitaf dengan Difened
Daily Dose (DDD) yang menunjukkan dosis terapetik rata-rata pasien dewasa
untuk satu indikasi standar, dan secara kualitatif dengan metode Gyssens yang
dikembangkan oleh kunin et al (1973). Evaluasi peresepan antimikroba tersebut
meliputi ; ketepatan peresepan, obat alternative lebih efektif, alternative kurang
toksik, alternative lebih murah dan dengan spectrum yang lebih sempit. Durasi
pengobatan dan dosis, termasuk interval, rute pemberian, dan waktu pemberian
juga dimasukkan dalam ealuasi ini. (Gyssens, et al. 1996; Van der Meer &
Gyssens, I.C,2001)
Berdasarkan dari uraian di atas, penggunaan antibiotik yang tidak rasional
pada pasien appendectomy mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas penggunaan antibiotic pada
pasien appendix di RSUP fatmawati.
1.2 Rumusan Masalah
Kasus di bagian bedah pada pasien bedah appendik sangat banyak sehingga
perlunya perhatian dalam penggunaan antibiotika yang tidak rasional
sesuai dengan penyakit yang diderita, dan penggunaan antibiotika yang tidak
tepat indikasi.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang harus dijawab dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah Kualitas penggunaan antibiotik pada
pasien bedah appendik di RSUP fatmawati pada tahun 2012?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotik pada pasien bedah
appendik di pada tahun 2012 RSUP fatmawati.
1.3.2 Tujuan khusus
Kesesuaian dengan Antibiotika yang digunakan :
1 Jenis antibiotik yang digunakan
2 Indikasi penggunaan antibiotik
3 Waktu pemberianya
4 Dosis yang diberikan
5 Cara pemberian
6 Data demografi (jenis dan umur)
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK UIN SYAHID
Memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika.
b. Bagi RSUP Fatmawati Jakarta.
1. Memberikan informasi kepada RSUP Fatmawati tentang penggunaan
antibiotika pada bedah appendik di RSUP Fatmawati pada tahun 2012.
2. Menjadi masukan bagi Panitia Farmasi dan Terapi dalam
mengevaluasi penggunaan antibiotika di teratai RSUP Fatmawati.
c. Bagi Peneliti
Memenuhi salah satu persyaratan Program Studi Ilmu Kefarmasian FKIK
peneliti, khususnya dalam menganalisis penggunaan antibiotika pada
penyakit dalam di RSUP fatmawati Jakarta.
1.4.1 Ruang Lingkup penelitian
Penelitian ini hanya membahas kualitas penggunaan antibiotic yang
diberikan pada pasien bedah appendik di RSUP Fatmawati dengan
mengambil data catatan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012 yang
dilakukan pada bulan April-juni 2013. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien bedah apendik yang dirawat inap di
RSUP Fatmawati dengan besar sampel sesuai jumlah data rekam medik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
2.1.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif
non-toksik bagi pejamunya digunakan sebagai agen kemoterapeutik dalam
pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman. Istilah ini
sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasikan oleh mikroorganisme,
tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan semisintetik
dengan aktivitas kimia yang mirip. (Dorland, 2010)
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative
tidak toksik untuk hospes. Namun, sifat toksisitas selektif yang absolut belum
atau mungkin tidak akan diperoleh. (Katzung, dkk, 208)
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik memiliki dua aktivitas
yaitu bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik bersifat menghambat
pertumbuhan mikroba sedangkan bakterisid bersifat membunuh mikroba.
(Katzung, dkk, 2008)
Spektrum antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum
sempit (misalnya streptomisin) dan berspektrum luas (misalnya tetrasiklin
dan kloramfenikol). Batas kedua spektrum ini terkadang tidak jelas.
2.1.2 Mekanisme Kerja Antibiotik
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam lim kelompok,
yaitu (Brunton, 2008)
termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sepalosporin,
vankomisin, basitrasin.
2) Agen yang bekerja di membran sel dan merusak permeabilitas membran
sehingga menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting sel.
Contohnya polimiksin.
3) Agen yang menghambat sintesa protein sel mikroba. Contohnya tetrasiklin,
eritromisin, klindamisin, kloramfenikol dan aminoglikosida.
4) Agen yang menghambat sinsesis asam nukleat, seperti rifampisin dan
golongan kuinolon.
5) Agen yang menghambat metabolism sel mikroba, yaitu trimetoprim dan
sulfonamid.
Gambar 1. Mekanise kerja antibiotik
2.1.3 Penggunaan Antibiotik
Antibiotik dapat diberikan sebagai profilaksis ataupun terapetik.
Antibiotik profilaksis adalah penggunaan antibiotik yang bertujuan mencegah
terjadinya infeksi, yang diberikan dalam keadaan tidak atau belum terdapat
gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi bakterial.
Misalnya, profilaksis untuk bedah, hanya dibenarkan untuk kasus dengan
risiko infeksi pascabedah yang tinggi yaitu yang tergolong clean contaminated
dan contaminated Timing pemberian antibiotik profilaksis untuk bedah lebih
optimal pada 30 menit sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi.
(Farida, 2005; Gyssens,1996)
Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent) (Permenkes,2011)
1. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum
sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval
dan lama pemberian yang tepat.
2. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan
pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan
antibiotik lini pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara
terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan
antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang
lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).
5. Pemilihanjenisantibiotikharusberdasarpada:
a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan
kuman terhadap antibiotik.
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab
c. Profilfarmakokinetikdanfarmakodinamikantibiotik.
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi
dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. Cost effective: obat
dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.
6. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa
langkah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan
antibiotik secara bijak.
b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan
penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi
atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi.
c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang
infeksi.
d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team
work).
e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara
bijak yang bersifat multi disiplin.
f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan
berkesinambungan.
g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih
rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dan masyarakat.
2.1.3.1 Antibiotik Profilaksis
Antibiotik diberikan sebelum operasi atau segera saat operasi pada kasus
yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda nyata adanya infeksi. Diharapkan
saat operasi jaringan target sudah mengandung kadar antibiotik tertentu yang
efektif untuk menghambat pertumbuhan kuman atau membunuh kuman
(Saifudin, 2008).
Di Amerika sekitar 30-50% antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis.
bedah. Antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah antibiotik yang diberikan
pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya
ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu
infeksi daerah operasi. Seringkali pemberian profilaksis ini tidak perlu. Uji klinik
membuktikan bahwa pemberian antibiotik profilaksis sangat bermanfaat untuk
beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali tidak
bermanfaat atau kontroversial. Bila profilaksis dimaksudkan untuk mencegah
kemungkinan infeksi oleh segala macam mikroba yang ada di sekitar pasien,
maka profilaksis ini biasanya gagal.
2.1.3.2 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis
Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokas operasi (ILO) dengan
pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat
rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis
pada operasi harus :
• Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi
• Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperative
• Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya
yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)
• Tidak menimbulkan efek yang merugikan
• Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan
rumah sakit.
Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan–keadaan berikut (Anonim,
2008):
a. Untuk melindungi seseorang yang terkena kuman tertentu.
b. Mencegah endokarditas pada pasien yang mengalami kelainan katub jantung
atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan resiko bakteremia,
c. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang
sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi
infeksi pasca bedah. Antibiotik profilaksis digunakan untuk membantu
mencegah infeksi. Jika seorang ibu dicurigai atau didiagnosis menderita
suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotik merupakan jalan yang tepat.
Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit sebelum memulai suatu tindakan,
jika memungkinkan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang
cukup pada saat dilakukan tindakan.
Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada
operasi: (Munckhof W. 2005)
• Sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin)
• Gentamicin atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)
• Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik)
• Flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal) • Vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)
keterangan :
V = aktivitas in vitro (yaitu biasanya sensitif)
Keuntungan antibiotik profilaksis yang tepat dapat menurunkan infeksi
luka operasi dan morbiditas, menurunkan biaya perawatan kesehatan dan
mengurangi lama tinggal di rumah sakit. Selain itu kejadian infeksi luka operasi
juga memiliki faktor risiko lain, antara lain jenis operasi (bersih, bersih
terko-ntaminasi, terkontaminasi), adanya komorditas yang dilihat dari skor ASA dan
lama operasi dapat diperhitungkan sebagai indeks risiko. Indeks risiko
bertambah bila skor ASA >2. Lama operasi dihitung denga menggunakan
T-time yang ditentukan oleh NNIS (National Nosocomial Infection Surveilance).
Apabila lama operasi melebihi persentil 75 maka indeks risiko akan bertambah.
Penggunaan antibiotik profilaksis berkaitan dengan hal tersebut. (Direktorat
jendral,20012; Pear, 2007)
2.1.3.3Antibiotika Terapetik
Antibiotik terapetik adalah penggunaan antibiotik pada keadaan
adanya manifestasi infeksi, dibedakan menjadi terapi empiric dan defin-
itive/terdokumentasi. Terapi empirik diberikan bila bukti klinis dan
laboratorium penunjang mendukung adanya infeksi, tetapi tidak/ belum
ada bukti pemeriksaan yang memastikan adanya agen penyebab infeksi. Terapi
empirik seharusnya tidak lebih dari 72 jam. Terapi definitif/
terdokumentasi yaitu pemberian antibiotik yang didasarkan pada hasil
kultur dan uji kepekaan yang terbukti infeksi bakterial.
Penggunaan antibiotik secara tepat erat kaitannya dengan penggunaan
penggunaan antibiotik berspektrum sempit dengan indikasi yang tepat,
dosis yang adekuat, serta tidak lebih lama dari yang dibut- uhkan.
Terapi inisial dapat menggunakan antibiotik spectrum luas dan sebaiknya
segera disesuaikan setelah hasil laboratorium mikrobiologi keluar. Proses
ini disebut streamlining. Hal ini tidak hanya mengubah dari spektrum luas
ke spektrum yang lebih sempit, tetapi juga dari terapi kombinasi ke terapi
tunggal, serta dari antibiotik jenis baru ke jenis yang lebih lama. Strategi
ini lebih menguntungkan dalam hal biaya, dapat menambah pengalaman
dengan obat jenis lama terhadap jenis infeksi yang sama serta
diagnosis infeksi yang tepat. Antibiotik tidak diresepkan pada
kasus infeksi virus atau self limited disease. (Dertarani, 2009)
Antibiotik yang ideal untuk terapi dan profilaksis sebaiknya : (gyssens, 1996
& 2011)
1) Memiliki aktivitas tinggi terhadap mikroorganisme penyebab
2) Mencapai konsentrasi yang efektif pada daerah infeksi
3) Memiliki waktu paruh yang panjang
4) Memiliki tingkat toksisitas rendah
5) Tidak menyebabkan alergi
6) Tidak berinteraksi dengan obat lain
7) Tidak menyebabkan resistensi mikroorganisme di pasien dan
lingkungan
8) Dapat diadministrasikan sesuai rute yang dibutuhkan
9) Tidak mahal
2.4 Penggolongan Antibiotika (Permenkes, 2011)
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),
basitrasin, dan vankomisin.
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya
trimetoprim dan sulfonamid.
nitrofurantoin.
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: (Permenkes, 2011)
a. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
1. AntibiotikBeta-Laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang
mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin,
monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat
antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian
besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif.
Antibiotik beta- laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri,
dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan,
yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada
dinding sel bakteri.
2. Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida,
yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil
Gram-positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif
terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan
kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan
hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan
neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.
3. Vankomisin
Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif
terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan
untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap
metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria
resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara
intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada
dosis tinggi.
b. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid,
tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin,
klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat
SulfonamiddanTrimetoprim
Sulfonamid bersifat bakteriostatik.
Trimetoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu
menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa
dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus, Staphylococcus
koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H . influenzae, Neisseria sp,
bakteri Gram- negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter,
Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii.
d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat
a. Kuinolon
1) Asam nalidiksat Asam nalidiksat menghambat sebagian besar
Enterobacteriaceae.
2) Fluorokuinolon Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin,
siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin,
levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan
untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli,
Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta
Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa.
b. Nitrofuran
2.5 Bedah
2.5.1 Definisi
Yang dimaksud dengan pembedahan adalah semua tindak yang
menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditanggapi. pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan. setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan
tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
luka.(Sjamsuhidajat,1997)
2.5.2 Asepsis dan Pencegahan Infeksi
Asepsi adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman.
Keadaan asepeis merupakan syarat mutlak dalam tindak bedah. Asepsis adalah
cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman
pathogen. Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan
membunuh kuman pathogen. (Sjamsuhidajat,1997)
2.5.3 Kuman Penyebab
a. Infeksi Bakteri
pathogenesis infeksi bakteri mencakup inisiasi dari proses infeksi dan
mekanisme yang menyebabkan pemunculan tanda-tanda dan simtom penyakit.
perlekatan pada sel inang, toksigenitas, dan kemampuan untuk menghindari
system imun inang. Banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara
umum merupakan pathogen bersifat tidak tampak atau asimtomatik.penyakit
terjadi jika bakteri atau reaksi imnologik terhadap keberadaan menyebabkan
cukup kerusakan terhadap seseorang. (Jawetz dkk, 1996)
b. Jenis-Jenis Kuman penyebab infeksi bakteri
Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotika, mungkin ada baiknya
mengenal kembali jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis kuman penyebab infeksi
secara global. Kuman-kuman penyebab infesi secara umum dapat dikategorikan
secara besar sebagai berikut. (Santoso dkk, 2003)
•Kuman gram positif, dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan
a. kuman gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus,
stafilokokus), dan lain-lain. Antibiotika pilihan utama adalah penisilin
spectrum sempit (asalkan tidak ada resistensi karena produksi enzim
penisilinase)
b. kuman Gram positif anaerob: meliputi klostridia, misalnya C. tetani, C.
botulinum, C. gas gangrene dan spectrum sempit tetap merupakan obat
pilihan utama, juga metronizol.
•Kuman Gram negative, terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan
anaerob.
a. gram negative aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitides
atau pnemokokus), kuman-kuman enteric (E.coli, klebsiela dan
enterobakter), salmonella, shigella, vibrio, pseudomonas, haemofilus dan
lain-lain. Pilihan antibiotika dapat berupa penisilin spectrum luas,
tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain.
b. Gram negative anaerob: termasuk disini yang penting adalah golongan
Bacteroides dan Fusobacterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa
sefalosporin, metronidazole, kombinasi amoksilin dengan asam klavulana.
2.5 4 Infeksi (Sjamsuhidajat,1997)
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul
selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosocomial. secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut
infeksi nonokomial.
Infeksi nosocomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun
luar tubuh. Infeksi endigen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
dengan self infection atau auto mikroorganisme yan berasal dari rumah sakit dan
dari satu pasien ke pasien lainnya.
Tanda-Tanda Infeksi yaitu:
1. Panas
daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab
terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena
infeksi/fenomena panas local karena jaringan-jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu inti dari hyperemia local tidak menimbulkan perubahan.
2. Rasa sakit
Dapat ditimbulkan oleh perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu
seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang
mengakibatkan peningkatan tekanan local dan menimbulkan rasa sakit.
3. Kemerahan
merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan.
Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang
mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya
kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi
darah.Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti.
4. Pembengkakan
pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah kejaringan intertisial. Campuran cairan dan sel tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat.
5. erubahan fungsi
Adanya perubahan fungsi secara superfisial bagian yang bengkak dan sakit
disertai sirkulasi dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, sehingga
Sumber infeksi bedah umumnya berasal dari:
1. Udara
Udara merupakan sumber kuman, karena yang halus di udara mengandung
sejumlah mikro yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan kulit,
maupun alat lain di ruang pemedahan. Untuk tetap dapat hidup, bakteri
membutuhkan kondisi lingkungan tertentu seperti suhu, kelembaban, ada
atau tidak adanya oksigen, bahan nutrisi tertentu dan udara. Umumnya
bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama dengan suhu tubuh manusia.
Bakteri akan berbiak cepat pada suhu antara 200 sampai 370 C.
Suasana yang lembab merupakan kondisi yang baik buat pertumbuhan dan
reproduksi bakteri tetapi bakteri tertentu dapat tumbuh pada nanah yang
mongering, ludah atau darah setelah waktu lam. Bakteri anaerob umumnya
berasal dari usus dan dapat hidup tanpa oksigen, tetapi bakteri aerob
memerlukan oksigen, dan bakteri yang disebut fakultatif aerob-anaerob
dalam keadaan tanpa atau ada oksigen.
2. Alat Pembedahan
Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat lain melalui
perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa hewan misalnya serangga,
manusia, atau benda yang terkontaminasi seperti alat atau instrument bedah.
jadi dalam hal ini, alat beda, personil, dan dokter pembedah merupakan
pembawa yang pontesial untuk memindahkan bakteri.
3. Kulit Penderita
Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia flora
komensal misalnya Staphylococcus epidermis yang pada keadaan normal
terdapat di kulit dan tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora transien yang
dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran, misalnya S
aureus yang bersifat pathogen dan dapat menyebabkan infeksi yang
mengancam hidup bila masuk lewat luka opersai. kulit penderita merupakan
salah satu sumber bakteri, terutama karena penderita dibawa masuk ke
tempat pembedahan dari luar kandanf tanpa persiapan terlebih dahulu.
Usus, terutama usus besar, merupakan sumber bakteri yang dapat muncul ke
luka operasi melalui hubungan langsung yaitu, melalui lubang anus atau
melalui pembedahan pada usus. Bakteri yang berada didalam usus dalam
keadaan fisiologik umumnya adalah bakteri komensal, tetapi dapat menjadi
pathogen melalui luka pembedahan.
5. Darah
Darah penderita infeksi atau sepsis mengandung virus atau bakteri pathogen
sehingga penyakit mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada
penderita demikian digunakan untuk penderita tanpa disterilkan terlebih
dahulu.
2.6Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2001).
Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
memotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi
umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif.(Smeltzer, Suzanne C, 2001).
2.6.1 Anatomi (Anonim, 2009)
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum
(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih.Secara anatomi
appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.
Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada
di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix
berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan
appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan
appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang
panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ
pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke
belakang colon yang disebut appendix retrocolic.
Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior
dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X.
Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.
Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang
dari a. mesenterica superior. (Hamani, 1997)
2.6.2 Fisiologi (Anonim, 2009 & Hamani, 1997)
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum.
Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis
appendicitis.
Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A.
Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
2.6.3 Patofisiologi (Anonim, 2009)
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada
appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara
lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau
akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini
Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar
dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan
oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses
selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi.
Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap
kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan
inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan
ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan
terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka
tuba fallopi dan ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada
salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh
akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum,
usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke
aliran darah sehingga terjadi septicemia.
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut
mengalami eksaserbasi akut
2.6.4 Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (Anonim,
2009 & Hamani, 1997):
1. Nyeri abdominal.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di
abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan
perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut
pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya
tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7°-38,3° C.
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis
diketahui setelah terjadi perforasi
2.7 Pedoman Terapi Antibiotika
Dengan makin banyaknya jenis antibiotika baru yang diperkenalkan, maka
para klinisi menghadapi kesulitan dalam mempertimbangkan peran dari suatu
antibakteri baru dibandingkan jenis lainnya yang sudah ada. Di dalam memilih
antibakteri yang rasional perlu memperhatikan 3 faktor, yaitu faktor pasien atau
aspek klinis (yang meliputi, tingkat keparahan penyakit, usia pasien, gangguan
fungsi organ, kondisi kehamilan dan laktasi), faktor mikroba atau aspek
mikrobiologis (yang meliputi, kepekaan atau sensitivitas bakteri, relevansi hasil
pemeriksaan laboratorium dan mencegah berkembangnya resistensi mikroba)
dan faktor antibiotika itu sendiri atau aspek farmakologis, (yang meliputi
farmakodinamik, farmakokinetik dan efek samping obat). (Permenkes, 2011)
2.8 Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit
2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah
sakit
3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di
4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit
Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kuantitatif
maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed days), untuk
mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang digunakan. Evaluasi secara
kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssen, untuk
mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik. (Permenkes, 2011)
2.8.1 Kualitas Penggunaan Antibiotik
Pengkajian kualitas antibiotik dapat dilakukan dengan pendekatan
retrospektif dengan melihat catatan medik. Penilaian penggunaan antibiotik yang
rasional atau tidak rasional berdasarkan indikasi, dosis, lama pemberian, pilihan
jenis, dan lain-lain. ( Gyssens, 1997; Meer, 2011)
Antibiotik yang diberikan dapat dibedakan menjadi tipe terapi. Peresepan
untuk profilaksis atau ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis) adalah pemberian
antibiotik 1 /2 - 1 jam sebelum tindakan bedah tanpa adanya gejala infeksi.
Pemberian antibiotik tipe terapi dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, ADE
(Antimicrobial Drug Empiric Therapy) yaitu terapi empirik yang digunakan pada
72 jam pertama perawatan dan belum diketahui hasil kulturnya. Kedua, ADD
(Antimicrobial Drug defenitive) yaitu terapi empirik luas tanpa diagnosis definitif
yang merupakan kelanjutan dari ADE. (Hadi, 2008)
Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang
terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medik pasien dan
kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam
melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotik:
1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis
pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan.
2. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur pada Lampiran 1.
Kategori 0 = penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC = penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA = penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IV = ada antibiotik lain yang spectrum antibakterinya lebih sempit
Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
Alur Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik menggunakan Gyssen
Classification
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Pengamatan Skala
1 Antibiotik Antibiotik yang diberikan pada pasien bedah
apendik untuk mencegah terjadinya infeksi
pada pasien apendik tersebut.
Infeksi
Tidak
terinfeksi
Ordinal
2 Indikasi yaitu penggunaan antibiotik yang diberikan
sesuai dengan indikasi yang diderita.
Apendisitis Ordinal
3 Dosis yaitu dosis yang diberikan pada pasien
bedah apendik sesuai dengan pemakaian
antibiotika
yaitu lama pemakaian antibiotika yang
diberikan oleh dokter kepada pasien
sesuaian dengan literatur yang menyatakan
5 Jenis
antibiotika
yaitu jenis antibiotika yang digunakan harus
sesuaian dengan indikasi yang diderita
Tepat
Tidak tepat
Ordinal
6 Rute adalah rute penggunaan antibiotika yang
diberikan melalui iv atau oral.
Tepat
Tidak tepat
Ordinal
7 Jenis
kelamin
Identitas untuk membedakan antara laki-laki
dan perempuan
Laki-laki
Perempuan
Ordinal
8 Usia Merupakan umur seseorang yang dilihat dari
rekam medik pasien bedah apendik, yang
dilihat dari tanda lahir sampai dirawat
(WHO,1999)
Anak-anak
Dewasa
Lanjut usia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Fatmawati Jakarta.
4.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2013 dengan pengamatan
retrospektif yaitu pada pasien bedah apendik yang dirawat di RSUP
Fatmawati selama tahun 2012.
4.2 Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional.
4.3 Populasi Dan sample 4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien bedah apendik yang
tercatat di RSUP Fatmawati tahun 2012 sekitar 218.
4.3.2 Sample
Sampel pada penelitian ini adalah semua unit yang memenuhi kriteria
inklusi.
4.4 kriteria Inklusi dan Ekslusi 4.4.1 Kriteria inklusi :
1. Data rekam medik tahun 2012 pasien di RSUP Fatmawati
2. Data rekam medik tahun 2012 pasien Apendik yang diberikan
tindakan/operasi
3. Rekam medik tahun 2012 yang jelas terbaca dan lengkap
4. Data rekam medik tahun 2012 yang di berikan antibiotik profilaksis
4.4.2 Kriteria eklusi :
1. Data rekam medik penggunaan antibiotik yang tidak lengkap
2. Pasien pulang paksa sebelum program pemberian antibiotik pasien
tersebut selesai
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan didapat dari :
1. Rekam medik pasien bedah apendik
2. Catatan penggunaan antibiotika
4.6 Cara kerja
Penggunaan antibiotika secara kualitas dengan kriteria Gyssens
1. Peneliti mengambil data dari rekam medis yang memenuhi kriteria
inklusi tahun 2012. Data yang diambil meliputi :
a. Nama antibiotika
b. Indikasi
c. Dosis
d. Frekuensi
e. Interval pemberian
f. Cara pemberian
g. Data demografi (umur, jenis kelamin)
2. Pengumpulan data-data dari catatan medic tersebut akan dicatat pada
lembaran formulir atau lembar pengumpulan data.
3. Analisa kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens
meliputi kategori 0, I, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB, IVA, IVB, IVC, IVD, V,
VI
4. Analisa data untuk melihat kualitas penggunaan antibiotik di bangsal
bedah pada tahun 2012
4.7 Analisa Data
1. Karakteristik pasien bedah apendik (jenis kelamin, usia)
2. jenis dan jumlah penggunaan antibiotika
3. kualitas penggunaan antibiotika pada pasien bedah apendik di RSUP
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan mulai dari bulan April sampai dengan Juni 2013 didapatkan 567 rekam medik periode tahun 2012, pasien yang menderita apendik terdapat 264 rekam medik pasien yang di lakukan tindakkan operasi apendik, dari 264 rekam medic terdapat 218 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan 218 rekam medik tersebut, didapat distribusi jenis kelamin dan umur yang tersaji pada tabel 1 dan 2.
5.2 Hasil Analisa Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012
5.2.1 Jenis Kelamin
Tabel 1. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin di
RSUP Fatmawati
Jenis kelamin
Ruangan
Total
Teratai G. prof.
Soelarto VIP
n % n % n % n %
Laki-laki 67 30.73 21 9.63 4 1.83 92 42.20
Perempuan 93 42.66 32 14.67 1 0.45 126 57.80
Total 160 73.39 53 24.31 5 2.29 218 100
Berdasarkan tabel diatas persentasi yang paling banyak menggunakan
antibiotik berdasarkan jenis kelamin di RSUP Fatmawati antara lain
5.2.2 Usia
Tabel 2. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia
Usia n %
Anak-anak 68 31.20
Dewasa 139 63.76
Lanjut Usia 11 5.04
Total 218 100
Anak-anak : <18 tahun, dewasa: >18-60 tahun, lanjut usia >60
tahun.(WHO)
Berdasarkan dari tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan
antibiotik berdasarkan usia di RSUP Fatmawati yaitu pada dewasa
5.3 Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012
5.3.1 Jenis Antibiotika
Tabel 3. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik
Jenis Antibiotika n %
Ceftriaxone 204 61.44
Metronidazole 64 19.27
Cefixime 20 6.02
Cefotaxime 17 5.12
Cifrofloxacine 13 3.91
Gentamicin 5 1.50
Amoxicillin 4 1.20
Levofloxacin 2 0.60
Ceftazidine 1 0.30
Cefadroxil 1 0.30
Fosmycin 1 0.30
Total 332 100
Berdasarkan tabel di atas jenis antibiotik yang paling banyak mulai dari
urutan yang tertinggi yaitu jenis antibiotik ceftriaxone dengan persentase
5.3.2 Rute Pemberian
Tabel 4. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan rute pemberian
Jenis Antibiotik
Rute pemberian
Total
IV PO
n % n % n %
Ceftriaxone 204 100 0 00 204 100
Cefixime 12 60 8 40 20 100
Cefotaxime 17 100 0 00 17 100
Ceftazidine 1 100 0 00 1 100
Cifrofloxacine 6 46.15 7 53.84 13 100
Cefadroxil 0 00 1 100 1 100
Gentamicin 5 100 0 00 5 100
Fosmycin 1 100 0 00 1 100
Levofloxacin 1 50 1 50 2 100
Metronidazole 61 95.31 3 4.68 64 100
Amoxicillin 1 25 3 75 4 100
Total 309 93.07 23 6.92 332 100
Dari hasil tabel di atas persentasi yang paling banyak penggunaan
antibiotik berdasarkan rute pemberian di RSUP Fatmawati adalah IV
5.3.3 Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis
Tabel 5. Lama Waktu Pemberian Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Apendik tahun 2012
Waktu n %
Tidak diberikan 20 9.17
30 menit 150 68.80
1 jam 42 19.26
Total 218 100
Dari hasil diatas Antibiotik Profilaksis yang di berikan sebanyak 68.80%
5.4 Kualitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Bedah Apendik Tahun 2012
5.4.1 Jenis Terapi
Tabel 6. Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi
Jenis terapi n %
ADE (Antimicrobial Drug Empiric) 190 87.15
ADD(Antimicrobial Drug Defenitife) 28 12.84
Total 218 100
Berdasakan pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis terapi yang
digunakan, 87.15 % adalah terapi antibiotik dengan indikasi yang belum
5.4.2 Kategori Gyssens
Tabel 7. Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens
D
Dari hasil analisa data hanya terdapat beberapa kategori gyssens yang
dapat di analisis yaitu kategori VI, IVC, IVA, IIA, 0, dari pemilihan data
tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori
V, IVD, IVB, IIIB, IIIA, IIC, IIB, I tidak di temukan data sesuai dengan
kategori tersebut.
Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan hasil bahwa penggunaan
antibiotik yang paling banyak menunjukkan hasil termasuk dalam kategori
0 atau penggunaan antibiotik rasional sebesar 82.53%.
Kategori Kriteria Gyssens n %
VI Data penggunaan antibiotika tidak lengkap
dan tidak dapat dievaluasi 1 0.30
IVC Ada antibiotik yang lebih murah 7 2.10
IVA Ada antibiotik lain yang lebih efektif 3 0.90
IIA Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis 47 14.15
0 Penggunaan antibiotik tepat/bijak 274 82.53