Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
AHMAD WIZA WALADY NIM 1111046100150
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1436 H/2015 M. Isi xiv + 108 halaman isi + lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi program Yayasan Kuntum Indonesia (YKI) berdasarkan aspek-aspek yang ada di dalam GCG (Good Corporate Governance). Kemudian juga melihat sejauh mana dampak keberadaan yayasan pada perkembangan UMKM di Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Penulis melakukan wawancara dengan Ketua Yayasan Kuntum Indonesia dan juga tiga pelaku UMKM yang berada di KWBT, dan mencari literatur mengenai latar belakang yayasan dan Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru di Desa Tegalwaru. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi.
Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan kesimpulan bahwa penerapan aspek-aspek GCG di Yayasan Kuntum Indonesia itu sudah cukup baik, namun pada aspek akuntabilitas dan transparansi harus dibenahi lagi, yaitu dalam hal kelengkapan SDM yayasan dan pemaparan visi-misi yang dapat diketahui oleh publik. Kemudian mengenai dampak keberadaan yayasan pada perkembangan UMKM disini sangat membantu sekali, terutama dalam hal penambahan jaringan dan marketing, namun dirasa masih kurang dalam hal penyediaan showroom kerajinan KWBT dan pemberian informasi mengenai pembiayaan pada UMKM.
Kata Kunci : Yayasan, KWBT, Evaluasi, GCG, UMKM, Pembiayaan.
vi Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang selalu memberikan
nikmat dan karunia-Nya yang tiada tara kepada kita semua. Tidak lupa juga kita
haturkan sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
Berkat rahmat dan hidayah Allah Swt. akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
skripsi ini. Penulis sendiri menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diharapkan oleh penulis agar
tidak terjadi kesalahan di masa mendatang.
Tidak lupa juga, skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, penulis perlu mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para
pembantu dekannya.
2. Bapak AM Hasan Ali, M.A. dan Bapak Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Yuke Rahmawati, S.Ag, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan tulus
vii
M.Ag yang telah mengoreksi dan menyempurnakan isi skripsi ini.
5. Yayasan Kuntum Indonesia, yaitu Ibu Tatiek Kancaniati yang telah bersedia
memberikan data-data yang dibutuhkan penulis dan Teh Rara yang membantu
penulis untuk memperoleh data yang dibutuhkan ke UMKM, serta pelaku
UMKM di KWBT yang telah bersedia diwawancarai.
6. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya kepada dosen program studi
muamalat yang telah mentransferkan ilmunya kepada penulis dari mulai awal
perkuliahan hingga skripsi ini terselesaikan.
7. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Dosen Pembimbing Akademik yang selama ini mengarahkan perkuliahan, Ibu
Dr. Nurhasanah, M.Ag, kemudian kepada Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag,
MH. dan Ibu Indah memberikan ilmu pengalaman hidupnya, juga kepada Ka
Indra dan Ka Dayat yang selalu terbuka untuk berbagi ilmu.
9. Keluargaku tercinta, yaitu orang tuaku Hasan Basri, SH. dan Dra. Wardah yang
selalu memberikan support, dan semangat yang tidak terhingga kepada penulis.
Terima kasih juga kepada 2 Kakakku, Elliyati Hasanah dan Fadli Rosyad serta
viii menyelesaikan skripsi ini.
10. Esthy Warafsari yang selalu setia menemani perjuangan penulis, penyejuk
pikiran dan juga mensupport penulis ketika dalam kondisi yang kurang baik
dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat perjuangan penulis di Fakultas Syariah dan Hukum, yaitu Hasbi,
Eko, Bunga, Suci, dan Rina. Semoga kita semua menjadi manusia yang
senantiasa bermanfaat kepada alam. Keluarga COINS, Bang Tohir, Bang Dono,
Bang Fajrul, Bang Zaki, Ucup, Ipul, Desi, Riri, serta adik-adik angkatan dari
2012-2015. Kawan-kawan PSD-2011, sukses untuk kita semua.
12. MAHAD ALI UIN Jakarta, kepada Kiai Mr. Utob Thabrani, LC., MCL. Sahabat
setia penulis, Ali Rahman Nasution, keluarga baru penulis Ajat Sudrajat, Adnan
Chaidar, dan Edi Fajar Prasetyo, juga Nurjamal Shaid. Kepada abang ideologis,
Eddy Najmuddien dan Syamsul Maarif yang tanpa henti mendorong penulis agar
menjadi pribadi berkualitas, dan kakak-kakak BUMN.
13. Kawan-kawan Bidik 2011, pihak Kemahasiswaan UIN Jakarta yang bersedia
menerima penulis mendapatkan beasiswa perkuliahan sampai akhir, khususnya
juga kepada Ka Amellya Hidayat.
14. KAHFI Motivator School, especially Om Bagus dan Mbak Wie, juga wali kelas,
dan dosen-dosen, serta kawan-kawan angkatan 15. Alhamdulillah pemikiran
ix
16. Teman singgah penulis sewaktu penulis merasa harus beristirahat di Ciputat,
Kepada Nasir, Misbah. Kemudian sahabat sekolah, Abu Rizal, Lia, Dini, Anto,
Zilah, juga sahabat baru penulis Ilham.
Walaupun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
namun penulis senantiasa berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak,. Semoga bisa menjadi amal bakti.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 18 Oktober 2015
x
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
D. Kerangka Teori dan Konsep ... 12
E. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Evaluasi ... 20
a. Pengertian ... 20
b. Model-model evaluasi ... 22
c. Tujuan evaluasi ... 23
B. Pembiayaan Syariah ... 24
a. Pengertian Pembiayaan ... 24
xi
a. Pengertian UMKM ... 34
b. Karakteristik UMKM ... 36
c. Perkembangan UMKM ... 38
D. Good Corporate Governance ... 42
a. Pengertian GCG ... 42
b. Prinsip Dasar dan Asas GCG ... 44
c. Tujuan GCG ... 49
d. Manfaat GCG ... 50
E. Review Study ... 52
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 57
B. Jenis dan Sumber Penelitian ... 59
C. Wilayah Penelitian ... 60
D. Metode Pengumpulan Data ... 60
E. Teknik Pengolahan Data ... 63
F. Uji Keabsahan Data ... 64
G. Teknik Penulisan ... 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil UMKM Tegalwaru ... 66
B. Profil Yayasan Kuntum Indonesia ... 78
C. Analisa Penerapan GCG di Yayasan Kuntum Indonesia ... 83
1. Aspek Transparansi ... 84
xii
4. Aspek Independensi ... 93 5. Aspek Fairness ... 95 D. Dampak Eksistensi yayasan pada perkembangan UMKM ... 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 106 B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
xiii
Tabel 1.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kriterianya ... 14
Tabel 2.1 Data Jumlah UMKM dan Pertumbuhan UMKM Tahun 2007-2012 .. 38
Tabel 2.2 Data Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan dan Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 2007-2012 ... 39
Tabel 2.3 Data Jumlah Sumbangan PDB UMKM dan Pertumbuhan atas PDB UMKM Tahun 2007-2012 ... 40
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru menurut struktur umur ... 67
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru berdasarkan mata pencaharian .. 68
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru berdasarkan pendidikan ... 69
Tabel 4.4 Penilaian Aspek Transparansi Yayasan Kuntum Indonesia ... 84
Tabel 4.5 Penilaian Aspek Akuntabilitas Yayasan Kuntum Indonesia ... 88
Tabel 4.6 Penilaian Aspek Responsibilitas Yayasan Kuntum Indonesia ... 90
Tabel 4.7 Penilaian Aspek Independensi Yayasan Kuntum Indonesia ... 93
xiv
Grafik 1.1 Pengangguran Terbuka di Indonesia 2009-2014 ... 2 Grafik 1.2 Statistik Kemiskinan Indonesia 2005-2013 ... 3 Grafik 4.1 Respon UMKM terhadap Keberadaan Yayasan ... 104
DAFTAR GAMBAR
1
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia
berjumlah sebanyak 241.452.952 jiwa. Memiliki penduduk yang banyak
merupakan sebuah peluang sekaligus menjadi tantangan bagi negara ini. Menjadi
peluang jika semua sumber daya manusianya bisa dioptimalkan semaksimal
mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan negara. Namun, apabila negara ini
tidak mampu mengelola SDM yang begitu banyaknya maka akan timbul
berbagai masalah dari berbagai segi kehidupan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang
Sulisto menyatakan, masalah paling krusial yang dihadapi Indonesia pada saat ini
dan di masa mendatang adalah masalah ketenagakerjaan. Suryo mengungkapkan,
jumlah penduduk Indonesia sejak 10 tahun terakhir terus meningkat tanpa
terhambat program-program keluarga berencana. Namun di sisi lain, jumlah
penyerapan tenaga kerja di dalam negeri tidak berkembang, malah cenderung
menurun.1 Hal ini mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran di
Indonesia.
1
Masalah Pengangguran diunduh pada 16 Februari 2015 dari
Penduduk Indonesia masih banyak yang menganggur. Hal ini bisa dilihat
dari jumlah pengangguran terbuka di Indonesia.
Grafik 1.1 Pengangguran Terbuka di Indonesia 2009-2014
Sumber : BPS diolah
Terlihat pada grafik bahwa angka pengangguran terbuka di Indonesia dari
2009 sampai 2014 masih berada di angka 7,2 sampai 8,7 juta orang. Walaupun
secara grafik terlihat sedikit penurunan. Namun, secara angka yang muncul,
pengangguran ini masih terbilang tinggi untuk negara sebesar Indonesia yang
mempunyai SDM yang berlimpah.
Meningkatnya angka pengangguran dibarengi dengan munculnya masalah
kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia adalah suatu kondisi manusiawi yang
merenggut hak seseorang untuk memenuhi sumber daya yang dibutuhkannya
jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibandingkan
negara yang lainnya.2
Grafik 1.2. Statistik Kemiskinan Indonesia 2005-2013
Sumber : BPS diolah
Walaupun berdasarkan data statistik, kemiskinan di Indonesia sudah
berkurang tetapi kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia
yang belum tuntas. Di satu sisi, dunia mengatakan ekonomi di Indonesia
meningkat maju tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang
hidup di bawah garis kemiskinan.3
Nampaknya lapangan pekerjaan harus dibuka selebar mungkin untuk
mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan ini. Salah satunya adalah
2
Wawan Dhewanto, dkk. Inovasi dan Kewirausahaan Sosial, (Bandung : Alfabeta, 2013), h.69
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
dengan melahirkan banyak pengusaha khususnya pada Usaha Mikro Kecil
Menengah. Usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) memiliki peran yang
signifikan dalam menggerakkan sektor riil, khususnya mengatasi masalah
pengangguran. Sejak diluncurkan Gerakan Wirausaha Nasional Februari 2011
lalu oleh Presiden SBY, data Badan Pusat Statistik mengungkapkan kini sudah
ada 55,53 juta UMKM dan 54 juta lebih diantaranya usaha mikro.4
Data Kementrian Negara Koperasi dan UKM menyatakan bahwa UMKM
merupakan andalan ekonomi Indonesia karena merupakan mayoritas (lebih
99.5%) pelaku usaha dan menyerap lebih dari 90% penyerapan tenaga kerja
nasional. Namun demikian UMKM hanya mampu menghasilkan sekitar 54.6 %
Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan laju pertumbuhannya juga tidak
lebih besar daripada non-UMKM (usaha besar).
Berdasarkan kenyataan di lapangan, UKM sering tergambarkan sebagai
usaha yang memiliki “manajemen tradisional”. Hal ini disebabkan umumnya
praktik UKM di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, UKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih banyak dikelola oleh
perorangan (one man show) atau dikelola dalam satu keluarga yang memegang teguh tradisi pengelolaan usaha dengan pola manajemen tertentu. Kedua, UKM tumbuh dan berkembang dengan manajemen sederhana dengan penggunaan
bahan baku yang terbatas, proses produksi yang sederhana, dan hasil produk
4
Aunur Rofiq, Kemajuan Ekonomi Indonesia Isu Strategis, Tantangan, dan Kebijakan,
yang cenderung kurang bervariasi. Ketiga, Pola permintaan cenderung sangat monoton (relatif tidak banyak berubah), dan Keempat, Penggunaan alat produksi yang sederhana (bukan berbasis teknologi tinggi).5
Salah satu wilayah yang terkenal karena UMKM-nya adalah Desa
Tegalwaru, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Desa ini memiliki beragam jenis
UMKM, mulai dari kerajinan tas, anyaman bambu, peternakan, perikanan,
sampai kepada obat-obatan herbal. Dengan banyaknya jenis UMKM yang
dimiliki oleh wilayah ini, maka ada salah seorang warga yang mendorong
UMKM tersebut agar bisa dikoordinir dan disatukan, kemudian ia ingin
membangun image desa ini, maka tercetuslah sebuah ide pendirian kampung wisata dengan nama Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan via telepon kepada penggagas
Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini, yaitu Ibu Tatiek Kancaniati bahwa
perkembangan UMKM yang terjadi di Tegalwaru ini lumayan pesat
perkembangannya setelah dicetuskannya ide menjadi Kampung Wisata Bisnis
Tegalwaru. Perkembangan ini bisa dilihat dari jenis produk UMKM yang semula
berjumlah 15 jenis pada 2008 kemudian pada saat sekarang sudah terdapat 35-40
jenis produk UMKM. Lalu, dari segi pemasaran produk, sekarang jenis produk
UMKM di Tegalwaru sudah dikenal luas. Salah satunya adalah sentra herbal
menjadi mitra yang dipercaya terbaik se-Kabupaten Bogor. Hal ini menjadi daya
5
tarik media cetak maupun media elektronik lainnya untuk meliput kegiatan
UMKM di wilayah ini.6
Perkembangan Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini tidak lepas dari
peran Yayasan Kuntum Indonesia yang berusaha mengangkat kearifan lokal dan
memberdayakan masyarakat agar ketimpangan kekayaan antara si miskin dan si
kaya menjadi semakin sedikit. Sebagai upaya mengatasi ketimpangan yang
dihadapi oleh sebagian lapisan masyarakat kita dewasa ini dan sebagai antisipasi
munculnya masalah yang sama di masa mendatang, kemitraan usaha merupakan
solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan tersebut, kemitraan dijadikan
solusi karena baik keberadaan maupun fungsi dan perannya diperlukan untuk
memberdayakan semua lapisan masyarakat.7
Yayasan Kuntum Indonesia merupakan sebuah yayasan yang terbentuk
dan berdiri atas dasar inisiatif dari masyarakat setempat yang lokasinya berada di
daerah Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Bogor. Yayasan ini merupakan yayasan
yang bergerak di bidang kesejahteraan masyarakat dimana anggotanya banyak
dari kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang
merupakan warga asli Tegalwaru. UMKM yang menjadi anggota Yayasan
Kuntum ini otomatis juga menjadi mitra usaha Yayasan. Program-program
yayasan dirancang dan diimplementasikan untuk mendorong kegiatan usaha dan
pertumbuhan UMKM di Tegalwaru. Yayasan ini membantu para pelaku UMKM
6
Wawancara pribadi kepada Ibu Tatiek Kancaniati, 15 februari 2015
7
dalam meningkatkan kegiatan usahanya, mulai dari pelatihan kewirausahaan,
manajemen usaha, dan juga sampai kepada pemasarannya.
Dalam menjalankan sebuah program kerja bagi sebuah perusahaan atau
organisasi diperlukan sebuah etika yang mendorong kegiatan bisnis berjalan
sesuai dengan norma/aturan yang berlaku. Menerapkan tata kelola yang baik bagi
perusahaan atau organisasi merupakan suatu keharusan jika
perusahaan/organisasi tersebut menginginkan kemajuan. Berbagai acuan tata
kelola perusahaan yang baik dipublikasikan, salah satunya mengenai penerapan
Good Corporate Governance (GCG) yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2006 dimana isi GCG itu meliputi
aspek Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Fairness
(kesetaraan dan kewajaran).
Tata kelola yang baik (good governance) maupun tata kelola perusahaan yang baik atau (good corporate governance/GCG), sebenarnya merupakan konsep dan instrumen umum sebagai langkah pembaharuan
dalam sistem organisasi. Setiap organisasi seperti perusahaan milik Negara
(BUMN), perusahaan milik Daerah (BUMD), perusahaan milik swasta,
koperasi, organisasi seperti kantor pemerintah, lembaga atau yayasan nirlaba,
dan organisasi lain wajib dikelola dengan baik.8
8
Penerapan Good Corporate Governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri
sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik Good Corporate Governance merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisis ekonomi di negara kita.9
Melihat kepada fakta di lapangan yang terjadi pada perkembangan UMKM
yang terdapat di Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru tentunya juga tak lepas dari
peran siapa atau badan apa yang mengelola Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru
ini. Dalam hal ini, kita melihat ke Yayasan Kuntum Indonesia sebagai wadah
yang mengoordinir dan menyatukan UMKM di KWBT. Membuat suatu kegiatan
atau mengkoordinir pelaku UMKM yang berada di Tegalwaru ini tentunya bukan
merupakan sebuah pekerjaan yang mudah jika memang tidak ada aturan baku
atau tata kelola yang baik pada yayasan. Namun sayangnya, belum ada peraturan
baku tertulis tentang tata cara pengelolaan yang baik pada sebuah Yayasan atau
organisasi nirlaba lainnya. Penelitian ini bermaksud melihat dan mengevaluasi
tata kelola dari Yayasan Kuntum Indonesia yang merujuk kepada aspek-aspek
Good Corporate Governance, yaitu TARIF (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Fairness). Kemudian penelitian ini juga
9
melihat bagaimana dampak dari penerapan aspek tersebut dan keberadaan
Yayasan Kuntum Indonesia bagi perkembangan UMKM di KWBT.
Menjadi sebuah hal yang menarik sekaligus menjadi tantangan bagi penulis
meneliti tentang evaluasi penerapan GCG pada Yayasan dimana penelitian
sejenis masih belum atau sangat jarang ditemukan. Maka, penelitian ini ingin
mengevaluasi sejauh mana Yayasan Kuntum Indonesia mengimplementasikan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), bagaimana dampak keberadaannya terhadap perkembangan UMKM di KWBT, dan hal apa saja
yang perlu ditingkatkan. Sehingga penulis menuliskan penelitian ini dengan judul “Evaluasi Program Yayasan Kuntum Indonesia dan Pengetahuan Pelaku
UMKM dalam Upaya Pengembangan UMKM di Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang, maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah aspek Transparansi sudah berjalan dengan baik di Yayasan
Kuntum Indonesia ?
b. Apakah aspek Akuntabilitas sudah berjalan dengan baik di Yayasan
c. Apakah aspek Responsibilitas sudah berjalan dengan baik di Yayasan
Kuntum Indonesia ?
d. Apakah aspek Independensi sudah berjalan dengan baik di Yayasan
Kuntum Indonesia ?
e. Apakah aspek Fairnes sudah berjalan dengan baik di Yayasan Kuntum Indonesia ?
f. Apakah program-program yayasan berguna bagi para pelaku UMKM di
Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ?
g. Apakah pelaksanaan konsep GCG oleh Yayasan mendorong pelaku
UMKM untuk mengajukan pembiayaan ke Lembaga Keuangan ?
2. Pembatasan Masalah
Penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu pada penerapan
GCG Yayasan Kuntum Indonesia, asas GCG pada penelitian ini merupakan
asas GCG yang tercantum pada KNKG 2006. Lalu, pelaku UMKM yang
dipilih adalah yang merupakan anggota dari Yayasan Kuntum Indonesia yang
mendapatkan pembiayaan dan dalam kategori usaha yang menjadi pionir di
dalam Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru.
3. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
a.Bagaimana implementasi Good Corporate Governance di Yayasan Kuntum Indonesia dalam upaya peningkatan perkembangan UMKM di
KWBT ?
b.Bagaimana dampak keberadaan Yayasan Kuntum Indonesia terhadap
perkembangan UMKM di KWBT ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program Yayasan Kuntum Indonesia
dengan indikator Good Corporate Governance agar diketahui mana program yang sudah efektif dan belum efektif dilaksanakan dalam standard GCG.
2. Untuk mengevaluasi seberapa besar dampak keberadaan yayasan lewat
pengetahuan UMKM di KWBT.
Dengan diadakannya penelitian ini maka akan mendatangkan manfaat sebagai
berikut :
1. Akademisi
Penelitian tentang GCG di yayasan dan UMKM saat ini masih sangat terbatas.
Oleh karena itu penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi dan
2. Lembaga Terkait
Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi
pengelola Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) dalam usaha
mengembangkan UMKM di wilayahnya.
3. Pelaku UMKM
Sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan tindakan yang telah dilaksanakan
oleh UMKM sehingga kedepannya bisa lebih memperhatikan aspek-aspek
yang semestinya dilaksanakan untuk perkembangan usahanya.
4. Pemerintah
Bagi pemerintah setempat, sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintah dan
tambahan referensi membuat kebijakan selanjutnya untuk pengembangan
UMKM di Tegalwaru.
5. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian ini, penulis mendapatkan wawasan dan
pengalaman baru mengenai konsep dan praktik tata kelola yang baik lewat
pendekatan GCG, khususnya penerapan pada Yayasan Kuntum Indonesia dan
dampaknya keberadaannya bagi UMKM yang berada di KWBT.
D. Kerangka Teori dan Konsep
Evaluasi merupakan alat dari berbagai macam pengetahuan untuk
menganalisis dan menilai fenomena ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu
evaluasi mengemukakan bagaimana memahami objek evaluasi, bagaimana
memberikan nilai terhadap program yang dievaluasi dan kinerjanya, bagaimana
mengembangkan ilmu pengetahuan dari hasil evaluasi. Teori program
menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu program seharusnya bekerja. Teori
program menjelaskan suatu logika dan deskripsi yang rasionabel apa yang
dilakukan dan aktivitas program yang dilakukan harus menuju hasil yang dituju
dan benefit dari program.10
Menurut Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah
satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.11
Sedangkan menurut UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan menyatakan
bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.12
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Masing-masing golongan usaha tersebut memiliki definisi dan
kriteria tersendiri yaitu :
Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press), h.160
12
Tabel 1.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kriterianya
S s
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM
Uraian Definisi
Kriteria
Aset Omset
Usaha Mikro
Usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi
Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
Menurut BPS, UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu usaha mikro
merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 1 s.d 4 orang, usaha
kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang,
sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja
20 s.d. 99 orang.
Ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia :13
1. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas
antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus
pengelola.
2. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.
3. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga usaha kecil dan
menengah yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke
negara-negara mitra perdagangan.
4. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, maupun sarana
prasananya kecil.
Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai berikut :
Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan
13
eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan
sebagainya. 14
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahuun 2000. Merumuskan arti Good Governance adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat.15
Pengertian Corporate Governance menurut Price Waterhouse Coopers sebagai berikut : Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai
proses, kebijakan-kebijakan, dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk
mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola
risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholders.16
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada
setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
14
Indra Surya, dkk. Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha. (Jakarta : Prenada Media Grup, 2006), h.24-25
15
Sedarmayanti, Good Governance dan Good Corporate Governance, (Bandung : Mandar Maju, 2007), h,37
16
kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability)
perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).17
Berikut adalah kerangka konsep dalam penelitian ini :
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini dibagi menjadi lima bab besar dimana setiap babnya
mengandung subab-subab yang menjelaskan lebih rinci mengenai
pembahasan dari tiap bab tersebut. Adapun rincian bab tersebut adalah
sebagai berikut :
17
Pedoman Umum GCG Indonesia Tahun 2006 oleh KNKG GCG
Yayasan Kuntum Indonesia :
Transparansi Akuntabilitas Responsibilitas Independensi Fairnes
Pengetahuan Pelaku UMKM Perkembangan UMKM di KWBT
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencerminkan isi skripsi secara
global yang berisi landasan awal yang melatarbelakangi permasalahan dalam
skripsi ini, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat dari penelitian, kerangka teori dan konsep, serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini memaparkan konsep atau teori yang terkait dengan Evaluasi,
Pembiayaan Syariah, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan Good Coorporate Governance serta review study terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi pendekatan penelitian, jenis dan sumber penelitian, wilayah
penelitian, metode pengumpulan data, teknis pengolahan analisis data, dan uji
keabsahan data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai hasil dan pembahasan objek yang diteliti.
Penulis akan menyajikan profil UMKM di Wilayah Tegalwaru, profil
Yayasan Kuntum Indonesia, analisa penerapan GCG di Yayasan Kuntum
Indonesia, dan dampak eksistensi Yayasan pada peningkatan pembiayaan di
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian
yang dilakukan. Bab ini juga diisi dengan saran bagi objek penelitian maupun
20
TINJAUAN TEORITIS A.Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi Program
Propham, Provus, dan Rivlin menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan
membandingkan data tentang penampilan orang-orang dengan standar yang telah
diterima umum. Malcolm dan Provus, sebagai pencetus gagasan discerepancy
Evaluation, menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui
perbedaan antara apa yang ada dengan suatu standar yang telah ditetapkan
serta bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya.1 Kemudian Viji
Srinipasan, mengevaluasi berarti menguji dan menentukan suatu nilai, kualitas,
kadar kepentingan, jumlah, derajat, atau keadaan. Dengan demikian, evaluasi ini
dimaksudkan untuk menyusun nilai-nilai indikator dalam mencapai suatu
sasaran.2
Program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti rancangan
mengenai asas-asas serta dengan usaha-usaha dalam ketatanegaraan,
perekonomian dan sebagainya yang akan dijalankan.3 Teori program
1
Djuju Sudjana, Evaluasi Pendidikan Luar Sekola, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h.19
2
Anita Zahara, Evaluasi Program Yayasan Lima Belas Juli (Yaliju) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan Sawangan Lama- Depok, (Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Jakarta, 2007), h.14
3
berkenaan dengan esensi program, yaitu tujuan program, perlakuan program,
perubahan yang diharapkan dari pelaksanaan program.4
Wilbur Harris dalam “The Nature and Functions of Educational Evaluation” menjelaskan bahwa evaluasi program adalah proses penetapan
secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai
dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan
keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang
diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah dibakukan.5
Paulson dalam bukunya “A Strategy for Evaluation Design”, yang dikutip
oleh Grotelueschen, mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses
pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan
ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan
keputusan-keputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini maka evaluasi program
adalah kegiatan pengujian terhadap suatu fakta atau kenyataan sebagai
bahan untuk pengambilan keputusan.6
Sehingga kalau kita simpulkan, evaluasi program adalah suatu proses atau
pun cara untuk mempelajari dan menganalisis suatu program yang dicanangkan,
direncanakan, dan diimplementasikan oleh suatu lembaga atau organisasi agar
dapat diketahui aspek penilaian yang mana program yang sudah berjalan dengan
4
Wirawan, Evaluasi Teori, Model, Standard, Aplikasi, dan Profesi, (Jakarta : Rajawali Press, 2012), h. 70
5
Djuju Sudjana, Evaluasi Pendidikan Luar Sekola, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h.18-19
6
baik dan mana yang belum agar organisasi bisa mengambil keputusan secara
tepat.
2. Model-model Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan desain atau konstelasi
evaluasi tertentu. Desain evaluasi adalah kerangka proses melaksanakan evaluasi
dan rencana menjaring dan memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh
informasi dengan presisi yang mencukupi atau hipotesis dapat diuji secara tepat
dan tujuan evaluasi dapat dicapai. Model evaluasi menentukan jenis evaluasi apa
saja yang harus dilakukan dan bagaimana proses melaksanakan evaluasi
tersebut.7
Beberapa macam model evaluasi yaitu sebagai berikut : a. Evaluasi
Konteks, yaitu menyajikan data tentang alasan-alasan untuk menetapkan tujuan
program dan prioritas tujuan. b. Evaluasi Masukan, yaitu evaluasi yang
menyediakan data untuk menentukan bagaimana penggunaan sumber-sumber
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan program. c. Evaluasi Proses, yaitu
menyediakan umpan balik yang berkenaan dengan efisiensi pelaksanaan
program, termasuk di dalamnya pengaruh sistem dan keterlaksanaannya, dan d.
Evaluasi Produk yang mengukur dan menginterpretasi pencapaian program
selama pelaksanaan program dan pada akhir program.8
7
Wirawan, Evaluasi Teori, Model, Standard, Aplikasi, dan Profesi, (Jakarta : Rajawali Press, 2012), h. 147
8
3. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi berfungsi sebagai pengarah kegiatan evaluasi program dan
sebagai acuan untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas kegiatan evaluasi
program. Tujuan evaluasi secara implisit telah terumuskan dalam definisi
evaluasi yaitu untuk menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan
keputusan. Tujuan khusus mencakup upaya untuk memberi masukan tentang
kebijaksanaan pendidikan, hasil program pendidikan, kurikulum, tanggapan
masyarakat terhadap program, sumber daya program pendidikan, dampak
pembelajaran, manajemen, program pendidikan, dan sebagainya.
Tujuan evalasi program luar sekolah bermacam ragam, di antaranya adalah
memberi masukan untuk perencanaan program, kelanjutan, perluasan, dan
penghentian program, serta untuk modifikasi program. kemudian untuk
memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program.
Memberi masukan untuk motivasi dan pembinaan pengelola dan pelaksana
program serta untuk memahami landasan keilmuan bagi evaluasi program.
Menurut Feurstein, terdapat sepuluh alasan mengapa evaluasi perlu
dilakukan, antara lain : untuk melihat apa yang sudah dicapai, mengukur
kemajuan, agar tercapai manajemen yang lebih baik, mengidentifikasi
kekurangan dan kelebihan, melihat apakah usaha sudah dilakukan secara
meningkatkan keefektifan, dan memungkinkan terciptanya perencanaan yang
lebih baik.9
B. Pembiayaan Syariah
1. Pengertian Pembiayaan
Secara harfiah, pembiayaan (financing atau marhun bih) dapat diartikan sebagai dana rahn, yaitu dana yang diperoleh rahin (nasabah) setelah aplikasi rahn-nya diterima oleh pihak murtahin (bank), dengan syarat setelah ada penyerahan marhun (jaminan) kepada pihak murtahin.10
Secara istilah, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan bagi hasil.11
Dalam pengertian lain, pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga dengan kesepakatan antara lembaga
keuangan dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
9
mengembalikan uang atau tagihan tesebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.12
Menurut UU. No.20 Tahun 2008 Pasal 1 menjelaskan bahwa pembiayaan
adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk
mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.13
2. Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat
mikro. Secara makro tujuan pembiayaan bertujuan untuk:14
a. Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak mendapatkan
akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat
melakukan akses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf
ekonominya.
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha yang membutuhkan dana tambahan. Dana
tambahan ini dapat diperoleh melalui aktivitas pembiayaan.
12
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : UUP AMP YKPN, 2005), h.17
13
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pasal 1
14
c. Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat untuk mampu meningkatkan daya produksinya
dan mengembangkan usahanya sebab upaya peningkatan produksi
tidak dapat terlaksana tanpa adanya dana.
d. Terjadinya distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif
mampu melakukan aktifitas kerja, berarti mereka memperoleh pendapatan
dari hasil usahanya.penghasilan merupakan pendapatan bagi masyarakat.
Jika ini berhasil, maka akan terjadi distribusi pendapatan.
e. Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor
usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha akan
menyerap tenaga kerja.
Kemudian secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk:
a. Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki
tujuan yang tinggi, yaitu memaksimalkan laba usaha. Untuk menghasilkan
laba maksimal, maka perlu pendukung dana yang cukup.
b. Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan mampu
menghasilkan laba maksimal, maka para pengusaha harus mampu
meminimalkan resiko. Resiko kekurangan modal dapat diatasi dengan
tindakan pembiayaan.
c. Pendayagunaan ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam
3. Klasifikasi Pembiayaan
Pembiayaan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menurut beberapa
aspek, di antaranya:
a. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal sebagai
berikut :15
1) Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk
memenuhi produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2) Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
b. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal
berikut :16
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
(a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil
produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu
hasil produksi, dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan
utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang
modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan
15 Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2006), h.160.
16
itu. Secara umum, jenis-jenis pembiayaan dapat digambarkan sebagai
berikut :17
Gambar 2.1 Jenis Pembiayaan
c. Pembiayaan menurut jangka waktunya dibedakan menjadi :18
1) Pembiayaan jangka waktu pendek ( 1 bulan - 1 tahun)
2) Pembiayaan jangka waktu menengah ( 1-5 tahun)
3) Pembiayaan jangka waktu panjang ( kurang lebih 5 tahun)
Di dalam perbankan syariah, pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan
usaha bank syariah. Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :19
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarokah;
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang qard; dan
17
Ibid. h.161
18
d. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
Dengan demikian, nasabah bisa memilih jenis pembiayaan yang paling
tepat atau cocok dari klasifikasi pembiayaan yang telah disebutkan di atas.
Mereka bisa memilih pembiayaan dari segi sifat penggunaan, keperluan, maupun
jangka waktu.
4. Sumber-Sumber Pembiayaan pada UMKM
Sumber-sumber pembiayaan pada usaha mikro, kecil, dan menengah bisa
didapatkan dari lembaga keuangan perbankan dan non bank. Adapun rinciannya
sebagai berikut :
a. Lembaga Bank
Lembaga keuangan bank yaitu lembaga keuangan yang berbentuk
bank. Sedangkan definisi bank itu sendiri telah dijelaskan dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pasal 1 ayat (2) yaitu sebagai berikut:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.20
Dalam mengembankan usahanya, ada dua jenis bank pilihan bagi para
calon debitur untuk mengajukan pembiayaan, yaitu :
20
1) Bank konvensional. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah mendefinisikan bank konvensional sebagai bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri dari Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat.21
2) Bank Syariah. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang mendefinisikan bank syariah sebagai Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah”.22
Baik bank konvensional maupun bank syariah telah berusaha untuk
memberikan fasilitas pembiayaan kepada para calon peminjam dana. Namun,
banyak dari pelaku UMKM yang enggan mengajukan pembiayaan ke bank
karena merasa terhambat oleh persyaratan administratif yang diberikan oleh
bank. Persyaratan-persyaratan tersebut yang cenderung tidak dapat dipenuhi oleh
pelaku UMKM, seperti adanya agunan untuk pembiayaan. Berbelitnya birokrasi
juga menjadi alasan pengusaha kecil untuk tidak mengajukan pembiayaannya.
b. Lembaga Non Bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank merupakan Badan usaha bukan bank
ataupun bukan perusahaan asuransi, yang kegiatan usahanya langsung ataupun
tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat dengan jalan mengeluarkan
21
Ahmad Ifham S., Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.147
22
surat berharga dan menyalurkannya untuk pembiayaan investasi perusahaan, baik
berupa pinjaman maupun berupa penyertaan modal.23
1) Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi merupakan badan usaha yang anggotanya terdiri atas
orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama. Koperasi simpan pinjam merupakan
lembaga sejenis koperasi yang didirikan kooperatif oleh kelompok tertentu,
misalnya kelompok petani, kelompok supir taksi, yang kegiatannya menghimpun
dan menyalurkan dana kepada anggotanya; tujuan lembaga ini bukan
semata-mata mencari keuntungan, tetapi terutama ditujukan untuk kesejahteraan
anggotanya.24
2) Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal wat Tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha
mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari
tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi
yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.25 Sejak awal berdirinya, BMT-BMT dirancang sebagai lembaga
ekonomi. Dapat dikatakan bahwa BMT merupakan suatu lembaga ekonomi
rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada
23
Ibid, h.472
24
Ibid., h.423
25
masyarakat bawah yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor).
BMT-BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil,
terutama bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha mambantu
permodalan tersebut, yang biasa dikenal dengan istilah pembiayaan
(financing) dalam khazanah keuangan modern, maka BMT juga berupaya
menghimpun dana, terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di
sekitarnya.26
Sesuai dengan pengertian istilahnya, BMT melaksanakan dua jenis
kegiatan, yaitu Bait al-Mal dan Bait at-Tamwil. Sebagai Bait al-Mal, BMT menerima titipan zakat, infak, sedekah serta menyalurkan (tasaruf) sesuai
dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan sebagai Bait at-Tamwil, BMT bergiat mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi.27
3) Bank Keliling/Rentenir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rentenir berarti orang yang
mencari nafkah dengan membungakan uang; tukang riba; pelepas uang; lintah
darat.28 Dalamtransaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional, si pemberi
pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu
26
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), h.83
27
Ibid., h.85
28
penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu
yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah
si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti
untung dalam setiap penggunaan kesempatam tersebut.29 Riba adalah hukumnya
haram. Di dalam al-quran ada ayat yang menjelaskan tentang keharaman riba,
yakni bisa kita temui dalam surat Arruum, Annisaa, Ali Imran, dan Albaqarah.
Dengan demikian, rentenir/lintah darat dapat diartikan sebagai orang atau
badan yang usahanya memberikan pinjaman dana kepada orang atau badan lain
dengan mengenakan bunga yang sangat tinggi. Pemberian pinjaman ini biasanya
dilakukan dengan cara memanfaatkan kelemahan atau kesulitan hidup dari
peminjamnya; seorang lintah darat tidak jarang mengancam bahkan tak
segan-segan mengambil barang-barang milik peminjam apabila terjadi keterlambatan
pembayaran.30
4) Pegadaian
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan
barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang
dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian
antara nasabah dengan lembaga gadai.31 Pegadaian adalah lembaga keuangan
intermediary). Pegadaian banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengusaha golongan kecil dan menengah sebagai alternatif sumber pendanaan selain bank.32
C. UMKM
1. Pengertian UMKM
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Masing-masing golongan usaha tersebut memiliki definisi dan
kriteria berbeda. Berikut ini adalah definisi dan kriteria UMKM yang tercantum
dalam Undang-undang tersebut :33
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
32
Ktut Silvangita, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, 2009), h.64
33
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan
Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Menurut BPS, UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu usaha
mikro merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 1 s.d 4 orang,
usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki
tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (Menegkop dan UKM): Usaha Kecil (UK) termasuk Usaha Mikro
(UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan
memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu,
Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d.
Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan
per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya
Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1)
badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa).
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil
(UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha
milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp
200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
2. Karakteristik UMKM
Adapun kriteria untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah termuat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6, yaitu
sebagai berikut :34
1) Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
34
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2) Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.0000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Penentuan kriteria ini nominalnya dapat dirubah dan disesuaikan dengan
perkembangan perekonomian Indonesia. Perubahan ini bisa terjadi bila ada
Peraturan Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia
sebagaimana yang dijelaskan dalam UU. No. 20 Tahun 2008 di pasal 6 ayat 4
a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai
nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang
telah diatur dengan Peraturan Presiden.35
3. Perkembangan UMKM
Dalam melihat perekonomian Indonesia, UMKM (Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah) selalu menjadi bahasan yang menarik untuk dikaji. Sektor
UMKM mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian nasional.
Pertama, dapat dilihat bahwa jumlah unit Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) pada setiap tahunnya selalu bertambah, Melihat
perkembangan jumlah UMKM ini (Tabel 2.1), bisa dikatakan bahwa UMKM
merupakan penopang utama perekonomian Indonesia. Data dari Kementrian
Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa UMKM merupakan andalan atau
harapan kemajuan ekonomi Indonesia karena merupakan mayoritas (99,5%) dan
menyerap lebih dari 90% penyerapan tenaga kerja nasional.
Tabel 2.1. Data Jumlah UMKM dan Pertumbuhan UMKM Tahun 2007-2012
TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah UMKM 50.145.800 51.409.612 52.764.603 53.823.732 55.206.444 56.534.592
Pertumbuhan (%) 2,29 2,52 2,64 2,01 2,57 2,41
Sumber : Data BPS
35
Kedua, dari sisi penyerapan tenaga kerja, potensi UMKM sangatlah bagus
untuk menyerap daya tenaga kerja nasional yang jumlahnya berlimpah. Data
perkembangan penyerapan tenaga kerja UMKM selalu mengalami peningkatan
(lihat Tabel 2.2). Maka dari itu UMKM sangat diharapkan untuk dapat terus
berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang
jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Penyerapan tenaga kerja dari
sektor UMKM ini berarti UMKM juga memiliki peranan yang strategis dalam
upaya pemerintah selama ini untuk memerangi kemiskinan di dalam negeri.
Tabel 2.2. Data Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan dan Pertumbuhan
Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 2007-2012
TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penyerapan
Tenaga Kerja
90.491.930 94.024.278 96.211.332 99.401.775 101.722.458 107.657.509
Pertumbuhan(%) 2,94 3,90 2,33 3,32 2,33 5,83
Sumber : Data BPS
Ketiga, dalam sumbangan UMKM terhadap PDB (harga konstan) tiap
tahunnya trennya pun juga positif. Hal ini berarti selalu mengalami peningkatan
(lihat tabel 2.3). UMKM memegang posisi yang terbesar yaitu sekitar 57.94%
Tabel 2.3. Data Jumlah Sumbangan PDB UMKM dan Pertumbuhan atas
PDB UMKM Tahun 2007-2012
TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumbangan PDB
UMKM
(harga konstan)
1.099.301,1 1.165.753,2 1.212.599,3 1.282.571,8 1.369.326,0 1.504.928,2
Pertumbuhan(%) 6,46 6,04 4,02 5,77 6,76 9,90
Sumber : Data BPS
Melihat Perkembangan sektor UMKM di Indonesia menyiratkan
bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, jika hal ini
dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat
mewujudkan usaha menengah yang tangguh. Perkembangan UMKM yang
meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya
peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu
rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang
dihadapi UMKM yaitu : rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia UMKM
dalam manajeman, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya
kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap
permodalan, informasi, teknologi, dan pasar, serta faktor produksi lainnya.
Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah
besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan
hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia,
menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. 36
Dalam rangka memperkuat permodalan UMKM , Kementrian Negara
Koperasi telah melaksanakan berbagai program perkuatan, antara lain di
bidang Agribisnis, P2KER, P3KUM, Perkasa, Pembiayaan untuk Koperasi
Pondok Pesantren, permodalan untuk Koperasi Siviat Akademika, dan lain-lain
melalui dana bergulir, baik konvensional maupun syariah. Program tersebut
dikerjasamakan dengan berbagai koperasi dan BMT melalui bank yang ditunjuk
sebagai pelaksana.37
Tanpa akses yang tetap pada lembaga keuangan Mikro (LKM) hampir
seluruh rumah tangga miskin akan menggantungkan pembiayaan pada
kemampuan sendiri yang sangat terbatas pada kelembagaan keuangan
informal (renternir/tengkulak/pelepas uang) yang membatasi kelompok miskin
untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari kegiatan pembangunan.38
36
Siti Nurjanah, dkk., Analisis Kualitas Layanan Berdasarkan Karakteristik Gender Pada Pelaku Umkm Bidang Usaha Makanan, Jurnal Fakultas Ekonomi Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis.
37
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), h.18
38
D. Good Corporate Governance
1. Pengertian GCG
Istilah corporate governance (CG) pertama kali diperkenalkan olek Komite Cadbury (Cadbury Committee) dalam The Report of Cadbury Committee on Financial Aspects of Corporate Governance: The Code of Best Practiceatau yang lazim disebut dengan Cadbury Report pada tahun 1992. Komite ini dibentuk oleh London Stock Exchange pada bulan Mei 1991 sebagai wujud keprihatinan atas skandal yang terjadi pada Maxwell Communication pada
tahun yang sama.39 Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance
sebagaimana sebagai berikut : Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan
dengan tujuan agar mencapai keseimbangan antara kewenangan yang diperlukan
oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan
pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.40
Pengertian Corporate Governance menurut Price Waterhouse Coopers sebagai berikut : Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai
39
Any Maskur, Analisis Pelaksanaan Good Corporate Governance Di Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Studi Kasus Pada Mitra Binaan Unit PKBL PT Taspen (Persero), Tesis FE Universitas Indonesia, 2012, h.7
40
proses, kebijakan-kebijakan, dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk
mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola
risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholders..41
OECD mendefinisikan corporate governance sebagai : Sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan rangsanagan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus
memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan
menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.42
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu
diterapkannya Good Corporate Governance (GCG) bagi perusahaan-perusahaan
41
Ibid., h.27
42
di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi yang berkesinambungan.43
2. Prinsip Dasar dan Asas GCG
Di dalam pedoman umum yang dikeluarkan oleh KNKG Tahun 2006,
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu
penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu
negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar,
dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip
dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten
(consistent law enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang
terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan
43