HUBUNGAN KOLONISASI JAMUR DENGAN PENINGKATAN RISIKO INFEKSI JAMUR SISTEMIK PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked(Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
DELLA ROSA DAULAY
080150005/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Hubungan Kolonisasi Jamur dengan Peningkatan Risiko Infeksi Jamur Sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah Nama Mahasiswa : Della Rosa Daulay
Nomor Induk Mahasiswa : 080150005/IKA
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K)
Anggota
Dr. Supriatmo, SpA(K)
Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi
Dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, SpGK Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH NIP. 19530719 198003 2 001 NIP. 19540220 198011 1 001
Tanggal Lulus: 20 Agustus 2014 PERNYATAAN
HUBUNGAN KOLONISASI JAMUR DENGAN PENINGKATAN RISIKO INFEKSI JAMUR SISTEMIK PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 2014
Telah diuji pada
Tanggal: 20 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) ………
Anggota: 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ………
2. Dr. R. Lia Kusumawati, MS, SpMK(K) ………
3. Dr. Muhammad Ali, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU
/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di
masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) dan Dr.
Supriatmo, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
2. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Spesialis Anak FK-USU, yang telah banyak membantu dalam
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Dr. R. Lia Kusumawati, MS, SpMK(K), Dr. Muhammad Ali, SpA(K), Dr.
Hakimi, SpA(K), Dr. Taufik, SKM yang sudah membimbing saya dalam
penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Emil Azlin, SpA(K), Dr. Pertin Sianturi, SpA(K), Dr. Bugis Mardina,
SpA(K), Dr. Hj. Bebby Syofiani Hasibuan, M.ked(ped), SpA, Dr. Syamsidah
Lubis, M.Ked(Ped), SpA, dan Dr. Fera Wahyuni, M.Ked(Ped), SpA yang
sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu
saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Kak Anne,
Wiji, Kak Nelly, Nelly S, Kak Erika, Kak Tuty, Soewira, Kak Hilda, Kak Ismy,
Fadilah, Kak Nova, Mauliza dan bang Yusri. Terimakasih untuk kebersamaan
kita dalam menjalani pendidikan selama ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis
ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Almarhum
Lakek Daulay dan Almarhumah Tuty Pasaribu yang telah menyertai hidup saya
dengan doa dan kasih sayang. Terima kasih juga saya sampaikan kepada suami
Farasakhi yang telah menjadi motivasi terbesar saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Begitu juga kakak dan adik-adik saya Rizka Daulay, SE, S.Sos, Alfa Rheza Daulay,
SE, MSi, dan Gama Leo Aristo Daulay, SE yang selalu mendoakan dan memberikan
dorongan, serta membantu saya selama mengikuti pendidikan ini. Semoga segala
budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Amin.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Medan, 2014
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Candida 4
2.2. Hubungan Kolonisasi dengan Infeksi Jamur Sistemik pada BBLR 15
2.3. Kerangka Konsep 16
BAB 4. HASIL PENELITIAN 23
BAB 5. PEMBAHASAN 28
Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 34
6.2. Saran 34
RINGKASAN 35
SUMMARY 37
DAFTAR PUSTAKA 39
Lampiran
1. Personil Penelitian 2. Biaya Penelitian 3. Jadwal Penelitian
4. Lembar Penjelasan pada Orangtua 5. Lembar Persetujuan
6. Formulir / Kuisioner 7. Master tabel penelitian 8. Persetujuan Komite Etik
9. Riwayat Hidup
DAFTAR GAMBAR
2.1 Patogenesis Kolonisasi dan Infeksi Jamur Sistemik 8
2.2 Kerangka Konseptual 16
DAFTAR TABEL
4.1 Karakteristik responden penelitian 23
4.2. Karakteristik responden dengan kolonisasi jamur 24 4.3 Jenis spesies dan tempat infeksi jamur 25 4.4 Faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik pada
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ANC : Absolut Neutrophil Count
BBLR : Berat bayi lahir rendah
BBLSR : Berat bayi lahir sangat rendah BBLASR : Berat bayi lahir amat sangat rendah
C. albicans : Candida albicans
C. dubliniensis : Candida dubliniensis
C. glabrata : Candida glabrata
C. guilliermondii : Candida guilliermondii
C. krusei : Candida krusei
C. lusitaniae : Candida lusitaniae
C. parapsilosis : Candida parapsilosis
C. tropicalis : Candida tropicalis
CT : Computerized Tomography
CPAP : Continuous Positive Airway Presure CRP : C Reaktif Protein
Dr : Dokter
ETT : Endotracheal tube
FFP : Fresh Frozen Plasma
Hb : Hemoglobin
Ht : Hematokrit
IFI : Invasive Fungal Infection
IK : interval kepercayaan
KGD : Kadar Gula Darah
lamB : liposomal amphoterisin B LED : Laju endap darah
MRI : Magnetic Resonance Image
NEC : Necrotizing Entero Colitis
NEMIS : National Epidemiology of Mycoses Survey NICU : Neonatal Intensive Care Unit
OR : Odds Ratio
PCT : Prokalsitonin
PRC : Packed Red Cell
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SPSS : Statistical Package for Social Science UPI : Unit Perawatan Intensif
USA : United Stase of America
USG : Ultra Sonography
cm : sentimeter
g : gram
µm : mikromili µl : mikro liter
mg : milligram
mg/dL : milligram/desiliter
ml : mililiter
mm : millimeter
mm3
L : Liter
: millimeter kubik
Zα : deviat baku normal untuk α
Zβ : deviat baku normal untuk β
α : kesalahan tipe I
β : kesalahan tipe II
P : tingkat kemaknaan
> : lebih besar/lebih dari < : lebih kecil/kurang dari
≥ : lebih besar atau sama dengan
≤ : lebih kecil atau sama dengan
% : Persen
˚C : derajat celcius
♀ : perempuan
ABSTRAK
Latar Belakang. Kolonisasi jamur dapat terjadi baik selama proses kelahiran maupun nosokomial pada bayi berat lahir rendah (< 2500 g) yang mendapat perawatan jangka panjang dan tindakan medis yang invasif di Rumah Sakit. Kolonisasi jamur diduga sebagai salah satu faktor risiko terhadap infeksi jamur sistemik. Infeksi jamur sistemik berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan. Untuk menilai hubungan antara kolonisasi jamur dan infeksi jamur sistemik, menilai jenis jamur dan lokasi terjadinya kolonisasi jamur, serta menilai faktor-faktor risiko lain penyebab infeksi jamur sistemik pada bayi berat lahir rendah.
Metode. Penelitian cross sectional dilakukan di Unit Perinatologi Rumah Sakit Haji Adam Malik pada bulan Maret – Agustus 2012. Kriteria inklusi adalah bayi dengan berat lahir < 2500 g dan dilakukan swab pada lokasi-lokasi tertentu yang secara klinis berisiko untuk terjadi kolonisasi jamur. Kolonisasi jamur dikatakan positif jika dijumpai jamur pada minimal satu dari tiga daerah swab dan infeksi jamur sistemik dikatakan positif jika dijumpa jamur dari hasil kultur darah. Fisher exact test digunakan untuk melihat hubungan antara kolonisasi jamur dan infeksi jamur sistemik.
Hasil. Dari 46 subjek penelitian, dijumpai 23 bayi pada kelompok kolonisasi jamur positif dan 23 bayi pada kelompok kolonisasi jamur negatif. Angka kejadian infeksi jamur sistemik sama pada kedua kelompok tersebut. Kolonisasi jamur tidak berhubungan dengan kejadian infeksi jamur sistemik (P=1.00) dan hanya pemasangan pipa endotrakeal sebagai faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik (OR=39; KI 95% : 3.05 - 499.32). Spesies Jamur yang paling sering menyebabkan kolonisasi jamur adalah
Cryptococcus laurentii dan mukosa mulut merupakan tempat tersering terjadinya kolonisasi jamur.
ABSTRACT
Background Fungal colonization can be acquired both perinatally and nosocomially in low birth weight (< 2500 g) infants who require prolonged hospitalization and many invasive procedures. It is suspected as one of risk factor of Invasive Fungal Infection (IFI). IFI is associated with high morbidity and mortality.
Objective To determine the association between fungal colonization and IFI, explore species and site of fungal colonization, and determine other risk factors of IFI in low birth weight infants.
Methods A cross sectional study was conducted in Perinatology unit Haji Adam Malik Hospital from March - August 2012. Neonates with birth weight < 2500 g were included by swabing at any site indicated clinically of fungal colonization. Fungal colonization was defined as at least one of three sites positive for fungi and IFI was defined through a positive fungal culture from blood. Fisher exact test was performed to know association between fungal colonization and IFI.
Results 46 participants were enrolled to study, 23 in colonization and 23 in no colonization group. IFI was similar among those groups. Fungal colonization was not a risk factor for IFI (P=1.00), Criptococcus laurentii was the most common cause of fungal colonization and oral mucose was being the most frequently colonised site. Endotracheal intubation was the only risk factor of IFI (OR=39; 95% CI : 3.05 - 499.32).
Conclusion Fungal colonization was not associated with IFI. Endotracheal intubation is the only risk factor of IFI in low birth weight infants.
ABSTRAK
Latar Belakang. Kolonisasi jamur dapat terjadi baik selama proses kelahiran maupun nosokomial pada bayi berat lahir rendah (< 2500 g) yang mendapat perawatan jangka panjang dan tindakan medis yang invasif di Rumah Sakit. Kolonisasi jamur diduga sebagai salah satu faktor risiko terhadap infeksi jamur sistemik. Infeksi jamur sistemik berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan. Untuk menilai hubungan antara kolonisasi jamur dan infeksi jamur sistemik, menilai jenis jamur dan lokasi terjadinya kolonisasi jamur, serta menilai faktor-faktor risiko lain penyebab infeksi jamur sistemik pada bayi berat lahir rendah.
Metode. Penelitian cross sectional dilakukan di Unit Perinatologi Rumah Sakit Haji Adam Malik pada bulan Maret – Agustus 2012. Kriteria inklusi adalah bayi dengan berat lahir < 2500 g dan dilakukan swab pada lokasi-lokasi tertentu yang secara klinis berisiko untuk terjadi kolonisasi jamur. Kolonisasi jamur dikatakan positif jika dijumpai jamur pada minimal satu dari tiga daerah swab dan infeksi jamur sistemik dikatakan positif jika dijumpa jamur dari hasil kultur darah. Fisher exact test digunakan untuk melihat hubungan antara kolonisasi jamur dan infeksi jamur sistemik.
Hasil. Dari 46 subjek penelitian, dijumpai 23 bayi pada kelompok kolonisasi jamur positif dan 23 bayi pada kelompok kolonisasi jamur negatif. Angka kejadian infeksi jamur sistemik sama pada kedua kelompok tersebut. Kolonisasi jamur tidak berhubungan dengan kejadian infeksi jamur sistemik (P=1.00) dan hanya pemasangan pipa endotrakeal sebagai faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik (OR=39; KI 95% : 3.05 - 499.32). Spesies Jamur yang paling sering menyebabkan kolonisasi jamur adalah
Cryptococcus laurentii dan mukosa mulut merupakan tempat tersering terjadinya kolonisasi jamur.
ABSTRACT
Background Fungal colonization can be acquired both perinatally and nosocomially in low birth weight (< 2500 g) infants who require prolonged hospitalization and many invasive procedures. It is suspected as one of risk factor of Invasive Fungal Infection (IFI). IFI is associated with high morbidity and mortality.
Objective To determine the association between fungal colonization and IFI, explore species and site of fungal colonization, and determine other risk factors of IFI in low birth weight infants.
Methods A cross sectional study was conducted in Perinatology unit Haji Adam Malik Hospital from March - August 2012. Neonates with birth weight < 2500 g were included by swabing at any site indicated clinically of fungal colonization. Fungal colonization was defined as at least one of three sites positive for fungi and IFI was defined through a positive fungal culture from blood. Fisher exact test was performed to know association between fungal colonization and IFI.
Results 46 participants were enrolled to study, 23 in colonization and 23 in no colonization group. IFI was similar among those groups. Fungal colonization was not a risk factor for IFI (P=1.00), Criptococcus laurentii was the most common cause of fungal colonization and oral mucose was being the most frequently colonised site. Endotracheal intubation was the only risk factor of IFI (OR=39; 95% CI : 3.05 - 499.32).
Conclusion Fungal colonization was not associated with IFI. Endotracheal intubation is the only risk factor of IFI in low birth weight infants.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepsis pada neonatus merupakan masalah yang sangat serius. Dari berbagai studi, neonatus termasuk populasi yang paling rentan terhadap infeksi sistemik yang disebabkan oleh jamur.1 Infeksi kandidiasis pada neonatus berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian dan gangguan tumbuh kembang.2 Angka kejadian infeksi jamur sistemik pada bayi prematur berkisar antara 6% sampai 7% di Unit Perawatan Intensif neonatus (UPI neonatus). Angka kejadian sepsis jamur meningkat dalam dua dekade terakhir pada bayi prematur.3 Penelitian multisenter di tujuh unit perawatan intensif neonatus dari tahun 1993 sampai 1995 menemukan angka kejadian sepsis jamur 0.26% pada bayi dengan berat lahir > 2500 gram(g), 3.1% pada bayi berat lahir < 1500 g, 5.5% pada bayi berat lahir < 1000 g.
Sebagian besar infeksi jamur pada bayi prematur disebabkan oleh spesies Candida dan dalam jumlah kecil disebabkan oleh Malassezia, Zygomycetes dan Aspergillus. Candida merupakan organisme komensal pada kulit, permukaan mukosa dan permukaan kateter. Candida dapat menyebar melalui aliran darah dan menyerang sistem kekebalan tubuh bayi prematur yang belum matang, mengakibatkan infeksi jamur sulit diberantas pada bayi prematur. Kolonisasi jamur yang tersering adalah jenis Candida albicans mencapai 50%–97% dari semua kasus infeksi jamur pada Bayi
Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR). Candida parapsilosis merupakan penyebab kedua tersering setelah Candida albicans sekitar 13%–83%.5 Kolonisasi oleh spesies Candida dikatakan merupakan faktor risiko utama terhadap kejadian sepsis jamur, namun hanya sedikit data yang didapat mengenai variabel-variabel yang berhubungan dengan risiko terjadinya sepsis jamur pada neonatus yang telah mengalami kolonisasi sebelumnya.
Faktor risiko infeksi jamur pada bayi prematur yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu, menerima antibiotik sefalosporin generasi ketiga dan carbapenem.
6
Disamping itu pasien yang mendapat dua atau lebih antibiotik, terapi ventilasi mekanik, kateter vena sentral, nutrisi parental selama lebih dari lima hari dan menggunakan antagonis H2.5
1.2 Rumusan masalah
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas dijadikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara kolonisasi jamur dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi jamur sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ?
1.3 Hipotesis
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mencari hubungan antara kolonisasi jamur dengan risiko terjadinya infeksi jamur sistemik pada bayi BBLR di Unit Perinatologi RSUP Haji Adam Malik Medan
2. Untuk mengetahui spesies penyebab dan tempat kolonisasi jamur pada BBLR di Unit Perinatologi RSUP Haji Adam Malik Medan 3. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko lain yang berhubungan
dengan infeksi jamur sistemik pada BBLR di unit Perinatologi RSUP Haji Adam Malik Medan
4. Untuk mengetahui prevalensi dan angka mortalitas infeksi jamur sistemik di unit Perinatologi RSUP Haji Adam Malik.
1.5.Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai hubungan kolonisasi dengan infeksi jamur sistemik pada BBLR
2. Di bidang pelayanan masyarakat : mengurangi waktu dan biaya perawatan khususnya BBLR yang menderita infeksi jamur
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Candida
Pada tahun 1960an dan 1970an, C. albicans merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak pada kasus infeksi jamur sistemik namun beberapa tahun belakangan ini jumlah kasus yang disebabkan oleh spesies – spesies non C. albicans seperti C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. lusitaniae semakin meningkat.7 Bayi dengan berat lahir rendah memiliki daya tahan tubuh yang rendah pula sehingga mengakibatkan infeksi jamur mudah menyebar. Survei pada 2847 bayi di tujuh unit perawatan neonatus yang berbeda didapatkan risiko infeksi jamur sistemik pada bayi dengan berat lahir < 800 g adalah 8%, 801-1000 g adalah 3%, 1101-1500 adalah 1%, >1500 g adalah 0.31%.8
Selain patogen Candida dikenal sebagai jamur oportunis yang dapat hidup komensal tanpa menyebabkan penyakit pada saluran nafas bagian atas, saluran cerna, dan vagina individu yang sehat. Perubahan ekosistem mikro yang mengganggu keseimbangan ekologis berperan penting dalam terjadinya infeksi. Keseimbangan ekologi tersebut akan berubah bila terdapat
faktor risiko. Infeksi jamur biasanya didahului oleh kolonisasi yang terjadi akibat perubahan kondisi fisiologis karena faktor risiko. Kolonisasi menjadi penting karena proses tersebut merupakan proses awal yang mendahului infeksi.
Dalam satu studi ditemukan bahwa angka kejadian kolonisasi jamur pada kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal terjadi pada 10% bayi cukup bulan. Hal ini berbeda dengan BBLSR dimana angka kejadian kolonisasi mencapai 26.7% - 62.5%.
1,9
9
2.1.1. Etiologi
Kandidiasis disebabkan oleh anggota genus Candida yang meliputi 80 spesies berbeda. Candida albicans merupakan penyebab 80% - 90% infeksi pada manusia.
Candida memiliki tiga bentuk morfologi utama. Sel ragi (blastospora)
memiliki diameter 1.5 - 5 µm, tunas aseksual, dapat tumbuh pada permukaan tubuh dan cairan, mengawali lesi invasif dan dapat menyebabkan toksik atau reaksi radang. Klamidospora berukuran lebih besar (7 - 17 µm) dan jarang menimbulkan penyakit sistemik. Bentuk hifa (pseudomiselia) adalah fase jaringan Candida, bukan kontaminasi dan merupakan filamen-filamen yang memanjang dari sel ragi. Candida tumbuh secara aerob pada media laboratorium rutin dan membutuhkan waktu untuk inkubasi.
10
10 Candida dapat
merupakan perangkat penting dalam patogenesis penyakit pada pejamu yang rentan.
Pada beberapa dekade terakhir angka kejadian infeksi jamur sistemik di UPI neonatus meningkat dengan penyebab utama adalah C. albicans dan C. parapsilosis. Spesies Candida yang terdapat dalam darah neonatus yang terinfeksi di UPI neonatus adalah C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. lusitaniae.
1
C. albicans yang dianggap paling patogen dan penyebab paling sering infeksi pada neonatus. Dalam survei yang dilakukan oleh National Epidemiology of Mycoses Survey (NEMIS) pada tahun 1993 di tujuh Neonatal Intensif Care Unit (NICU) didapatkan penyebab infeksi Candida adalah C. albicans sebanyak 48%, C. glabrata 24%, C. tropicalis 19%, C. parapsilosis 7%.11 Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Ciptomangunkusuma Jakarta tahun 2001 dimana penyebab infeksi Candida terbanyak adalah C. tropicalis sebanyak 48.5%.12
2.1.2. Patogenesis infeksi jamur
Infeksi jamur sistemik bisa didapat baik secara vertikal maupun secara horizontal. Pada neonatus infeksi jamur dapat terjadi melalui gabungan antara infeksi nosokomial dan infeksi perinatal. Infeksi jamur sistemik dengan gejala yang lebih berat umumnya terjadi pada bayi-bayi prematur.
Bayi prematur dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dan terpapar antibiotik spektrum luas sering terkena infeksi jamur. C. albicans
mempunyai bentuk dimorfik yaitu memiliki bentuk ragi dan hifa, hal ini meningkatkan virulensi pada pasien yang immunocompromised. Hifa ini menyebabkan kolonisasi dan infeksi. Spesies Candida yang tidak membentuk filamen seperti C. glabrata dapat mengkolonisasi dan menyebabkan penyakit invasif pada BBLSR. Pada bayi prematur transmisi vertikal dan horizontal mengarah ke kolonisasi kulit, membran mukosa gastrointestinal dan saluran nafas. Setelah paparan faktor pasien, kuman dan obat-obatan berperan dalam kolonisasi dan penyebaran infeksi. 9
Vertical Adherence factors of fungi Horizontal
Maternal fungal colonizatrion Patient to patient
transmission
Vaginal delivery Contaminated infusates
Health care worker colonization
Skin, Respiratory tract, Gastrointestinal tract, Central Vascular Catheters
Patient factors Organism factors Medications
Immature immune defenses Virulence properties Antibiotics
Moist skin surface No.of organisms >2 antibiotics
Skin or mucosal breakdown Multiple site colonization Cephslosporin-3rd
generation
Fungal dermatitis Adherence properties Carbapenem
Necrotizing enterocolitis H2
Intestinal perforation Postnatal steroids
antagonists
Abdominal Surgery
Hyperglycemia Infusates
Invasive catheters, tubes ParenteralNutrition
Central vascular catheter Lipid emulsions
Endotracheal tube
Blood, Urine, Cerebrospinal fluid, Peritoneal fluid
Immature immune defenses Adherence properties Persisten fungemia
Tissue or valve injury Delayed vascular catheter removal
Co-infection Delayed diagnosis
Inadequate antifungal dosing
Endocarditis Liver abscess
Renal or bladder abscess Splenic abscess
Central nervous system Cutaneous abscess
Meningitis, Encephalitis,abscess Osteomyelitis
Endophthalmitis Septic arthritis
Gambar 2.1. Patogenesis kolonisasi dan infeksi jamur sistemik 9 TRANSMISSION
COLONIZATION
INFECTION
2.1.3. Faktor Risiko
Jamur memiliki patogenitas yang rendah dan harus dapat melalui berbagai sawar tubuh sebelum menyebabkan infeksi. Selain itu karena sifatnya yang dapat hidup komensal di dalam tubuh manusia, diperlukan berbagai faktor risiko pada pejamu yang memungkinkan jamur berubah menjadi patogen dan menyebabkan infeksi. Neonatus adalah populasi yang rentan terhadap berbagai infeksi termasuk infeksi jamur. Faktor risiko bervariasi dari kondisi fisiologis seperti berat badan lahir sampai prosedur medis yang diperlukan untuk kesembuhannya.
Faktor risiko yang paling penting pada sepsis neonatorum adalah berat badan lahir rendah. Kandidiasis yang paling sering ditemukan ialah kandidiasis mulut. Penyakit ini merupakan endemis di tempat perawatan bayi baru lahir. Keadaan ini memudahkan terjadinya kandidiasis usus dengan tanpa diare, kandidiasis perianal, kandidiasis paru dan kandidiasis sistemik.
5,10,14,15
15
Faktor risiko infeksi jamur yaitu :
1. Faktor pasien
- Mekanisme pertahanan tubuh yang rendah disebabkan oleh penurunan jumlah sel T, netrofil dan fungsinya, dan pengurangan jumlah komplemen pada BBLR dengan usia kehamilan kurang bulan 8,9
- Pada kulit bayi BBLSR angka kejadian kolonisasi jamur sebanyak 13% dan meningkat pada BBLASR sebanyak 48%. Pada bayi prematur Candida menghasilkan protease yang dapat
menghancurkan lapisan keratin dan fosfolipase pada membran lipid, dengan adanya bantuan enzim terjadi kerusakan epitel. Peningkatan kehilangan air dari kulit bayi prematur menyebabkan lingkungan yang lembab sehingga mempermudah terjadinya kolonisasi jamur. Peningkatan permeabilitas kulit bayi prematur menyebabkan substrat seperti glukosa berdifusi ke permukaan epitel sehingga mempermudah pertumbuhan jamur.
- Bedah abdomen
7,9
Suatu penelitian tentang faktor risiko di NICU didapatkan bahwa bayi dengan berat lahir < 1000 g yang menjalani operasi memiliki risiko terjadinya infeksi jamur sistemik.
- Kateter Vena Sentral
8
Pada penelitian yang menilai faktor risiko infeksi jamur sistemik didapatkan adanya kolonisasi jamur pada kateter vena sentral pada BBLSR yang dirawat di NICU.
- Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik pada BBLSR menyebabkan kolonisasi dan infeksi jamur. Pertahanan paru melalui makrofag alveolar, silia, lendir dan fungsi surfaktan terganggu pada bayi yang menggunakan ventilasi mekanik, hal ini mempermudah infeksi jamur.
6
9 Suatu penelitian case control
2. Faktor organisme
Meningkatnya kolonisasi jamur berperan penting terjadinya infeksi jamur sistemik. Spesies Candida menempel pada lapisan epitel, sel endotelial dan pembuluh darah serta memproduksi sejumlah molekul perekat supaya mampu menetap, menyerang serta menyebar ke organ tubuh.
3. Obat – obatan 7
- Antibiotik : penggunaan > 2 antibiotik, sefalosforin generasi ketiga dan carbapenem
- H2 antagonis
- Postnatal dan antenatal steroid - Infus : lipid intravena
2.1.4. Gejala Klinis
sangkaan ke arah sepsis jamur dan kultur dapat diulang setelah evaluasi awal dimana bayi tidak menunjukkan perbaikan klinis ataupun kondisi bayi semakin memburuk setelah 48 jam penggunaan antimikroba sprektrum luas.
Kerusakan organ yang sering ditemukan adalah endokarditis, abses renal, susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak, endophtalmitis, abses hepto-splenik, abses kulit, osteomielitis dan artritis.
9
Penyakit vaskuler biasanya dimulai dari vaskulitis aorta atau vena cava hingga endokarditis. Sering terdapat trombus pada pembuluh darah dan atrium kanan.
7,9
10 Candida endokarditis ditemukan 5.5% - 15.2% dari kasus
infeksi jamur dan dilaporkan 3 dari 11 pasien Candida endokarditis meninggal.9 Terkenanya ginjal berjalan secara subklinis atau terjadi bersamaan dengan infeksi saluran kemih bagian atas yang ditandai dengan hipertensi, gagal ginjal, abses ginjal, nekrosis papiler dan hidronefrosis.
Kandidiasis sistem saraf pusat melibatkan meningen, ventrikel, atau korteks serebri dengan pembentukan abses. Manifestasi klinis sistem saraf pusat sering tidak jelas.
10
10 Candida meningoensefalitis dapat bermanifestasi
serius pada bayi prematur seperti bertambahnya ukuran lingkar kepala dan kejang.2 Gejala ini berhubungan dengan meningkatnya kematian dan gangguan neurodevelopmental. 2,4,17
pasien dengan infeksi jamur sistemik.7 Suatu penelitian meta-analitik didapatkan hasil neonatus dengan infeksi jamur sistemik prevalensi endoftalmitis 3%, meningitis 15%, abses otak 4%, endokarditis 5%, infeksi ginjal 5% dan adanya jamur dari kultur urin 61%.18
2.1.5. Diagnosis
Kecurigaan terhadap infeksi jamur sistemik pada neonatus dimulai bila timbul gejala sepsis dan ditemukan riwayat faktor risiko. Konfirmasi laboratorium dilakukan dengan melakukan biakan / kultur darah, urin, dan cairan serebrospinal yang penting untuk menentukan jamur penyebab. 1,9,19 Survei kultur darah dapat membantu mendiagnosis kandidiema lebih awal, di unit perawatan neonatologi survei kultur darah dilakukan rata-rata 50% pasien terinfeksi jamur.
2.1.6. Terapi 7
1. Amfoterisin B deoxycholate (fungizone)
BBLSR. Resistensi terhadap amfoterisin B jarang, namun resisten terhadap
C. lisitaniae pernah dilaporkan. 2. Fluconazole
10
Fluconazole merupakan suatu golongan azole yang bekerja menghambat enzim C-14 lanosterol demethylase dalam bentuk ergosterol. Obat ini mempunyai efikasi yang sama dengan amfoterisin B deoxycholate dan penetrasi ke jaringan sangat baik. Dosis 6 mg / kilogram berat badan / hari. Tersedia dalam bentuk parental berupa infus intravena.11 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fukonazole efektif sebagai profilaksis anti jamur untuk mencegah infeksi jamur sistemik.19 Penelitian multisenter dengan
randomised trial tentang profilaksis flukonasol pada preterm didapatkan hasil kolonisasi jamur 9,8% pada group yang mendapat dosis fluconazole 6 mg / kilogram berat badan / hari dan 7.7% pada group fluconazole 3 mg / kilogram berat badan / hari dibandingkan dengan 29,2% pada group placebo.20 Pada suatu penelitian didapati bahwa profilaksis anti jamur pada bayi berat lahir sangat rendah yang mendapat fluconazole 3 mg / kilogram berat badan / hari ternyata efektif mencegah kolonisasi dan infeksi jamur invasif.21
3. Variconazole
pada populasi anak masih belum diteliti secara intensif seperti pada populasi dewasa.10
2.2. Hubungan kolonisasi dengan infeksi jamur sistemik pada BBLR
Angka morbiditas dan mortalitas infeksi jamur semakin meningkat pada neonatus. Pada bayi BBLR, kolonisasi jamur merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya kandidiasis mukokutaneus dan infeksi jamur sistemik. Sepertiga bayi dengan kolonisasi jamur menderita kandidiasis mukokutaneus, dan 7,7% nya berkembang menjadi infeksi jamur sistemik. Dua per tiga bayi mengalami kolonisasi jamur pada minggu pertama kehidupannya. Kolonisasi ini dapat diperoleh pada saat proses kelahiran. Kolonisasi jamur lebih sering terjadi pada bayi yang lahir per vaginam dibanding dengan kelahiran secara sectio cesarean. Kolonisasi awalnya paling sering dijumpai di saluran gastrointestinal dan kulit. Selanjutnya kolonisasi dapat dijumpai di saluran nafas.
Pada saat lahir, kolonisasi yang paling sering ditemukan di daerah rektum (85,7%), endotrakeal (60%), dan orofaring (57,1%). Namun, setelah usia 3 minggu atau lebih, kolonisasi terbanyak dijumpai di daerah selangkangan (83,3%), dan hanya 16,7% dijumpai di rektum, orofaring ataupun endotrakeal.
22
Suatu penelitian tentang faktor risiko infeksi jamur sistemik pada neonatus kurang bulan dengan kolonisasi jamur mendapati bahwa kolonisasi spesies Candida pada kateter vena sentral dan beberapa tempat merupakan
faktor risiko dan prediktor terjadinya sepsis jamur pada bayi BBLR selama rawatan di NICU.6
2.3.Kerangka konsep
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Faktor Organisme Virulensi
Organisasi pada banyak tempat
INFEKSI JAMUR
Penyebaran ke organ-organ
Jantung, SSP, Ginjal, Mata, Hepar, Kulit, Tulang, Lien
KOLONISASI
Kulit, Saluran nafas, saluran cerna
Faktor Pasien
Usia Gestasi (Prematur) Pertahanan tubuh ↓ Endotracheal tube Operasi abdomen
Medikasi >2 Antibiotik H2 Antagonis Post natal steroid Karbapenem
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Desain penelitian ini adalah cross-sectional untuk mengetahui hubungan kolonisasi dengan infeksi jamur sistemik pada BBLR.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Unit Perinatologi RS. Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai Maret 2012 – Agustus 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap dua kelompok independen, yaitu :23
n1 = n2 = (Zα √2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2) (P
2
1 – P2) n
2
1 n
= besar sampel dengan kolonisasi positif
2
α = kesalahan tipe I = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) -> Zα = 1,96 = besar sampel dengan kolonisasi positif
Zβ = 0,842
P1 = proporsi bayi berat lahir sangat rendah yang mengalami infeksi jamur sistemik setelah dijumpai kolonisasi sebelumnya = 81 % = 0,81
Q = 1 – P
24
P = proporsi = ½ (P1+P2)
Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel adalah sebanyak 23 bayi pada kelompok dengan kolonisasi positif dan 23 bayi pada kelompok dengan kolonisasi negatif
3.5. Pemilihan Sampel
Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.
3.6. Kriteria Inklusi
- bayi berusia < 28 hari
3.7. Kriteria Eksklusi
- bayi yang lahir dari ibu HIV (+)
3.8. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.10 Cara Kerja dan Alur Penelitian
1. Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap terhadap bayi
2. Dilakukan pemeriksaan kolonisasi di tiga tempat berbeda pada hari yang berbeda, yaitu dengan cara :
- Jika bayi dirawat pada hari pertama kelahirannya, dilakukan apusan pada liang telinga luar
serta alat-alat medis yang telah dipakai bayi tersebut seperti pipa endotrakeal setelah pasien diekstubasi, kateter intravaskuler, dan pipa endotrakeal
- Urin yang diambil dari kateter yang tidak steril dinyatakan sebagai kolonisasi, bukan sebagai infeksi jamur sistemik.
- Sampel dibawa ke laboratorium mikrobiologi RSUP Haji Adam Malik Medan untuk dilakukan gram staining selama 20 menit
- Lalu kultur jamur dilakukan pada media Potatoes Dextrose Agar dan
Saboraud Dextrose Agar pada suhu 37˚C selama 3 - 7 hari
- Dilakukan identifikasi jamur dan drug sensitivity test dengan menggunakan vitec 2 compact system pada suhu 37˚C selama 24 jam 3. Dilakukan pemeriksaan kultur jamur dengan cara :
- Darah diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur ( Bac T Alert System ) pada suhu 37˚C selama 2-5 hari di laboratorium mikrobiologi RSUP H Adam Malik Medan
- Lalu kultur jamur dilakukan pada media Potatoes Dextrose Agar dan
Saboraud Dextrose Agar pada suhu 37˚C selama 3-7 hari
Alur Penelitian
Pemeriksaan kolonisasi di 3 tempat berbeda
Gambar 3.1. Alur Penelitian
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Kolonisasi jamur nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Infeksi jamur sistemik nominal dikotom
Kolonisasi jamur (+) Kolonisasi jamur (-)
Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi
Infeksi jamur sistemik (+)
Infeksi jamur sistemik (-)
Infeksi jamur sistemik (+)
3.11 Definisi Operasional
1. Disebut bayi berat lahir sangat rendah bila bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 g25
2. Kolonisasi jamur adalah ditemukan biakan jamur yang diambil melalui olesan ataupun kerokan pada setiap tempat dari bagian tubuh yang secara klinis berpotensi untuk terjadinya pertumbuhan jamur
3. Definisi infeksi jamur sistemik adalah ditemukan biakan jamur dari hasil pemeriksaan kultur darah
3.12. Analisis Data
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada 46 bayi yang dirawat di unit perinatologi dengan berat badan lahir < 2500 g dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu bayi yang menderita kolonisasi dan tidak mengalami kolonisasi jamur sebelumnya. Tabel 4.1. Karakteristik responden penelitian
Karakteristik Jumlah
(n=46) %
Jenis kelamin
Laki-laki 26 56.5
Perempuan 20 43.5
Berat badan lahir (g)
1000-1499 12 26.1
Jenis persalinan terbanyak adalah secara sectio caesarean yaitu 30 bayi (65.2%). Komplikasi persalinan terjadi pada 29 bayi (63%) sedangkan kelainan bawaan terjadi pada 10 bayi (21.7%). Luaran klinis pasien terdapat 10 bayi meninggal (21.7%) dan 36 bayi hidup (78.3%)
Tabel 4.2. Karakteristik responden dengan kolonisasi jamur
Tabel 4.2 menjelaskan mengenai karakteristik sampel penelitian yang mengalami kolonisasi. Pada tabel ini didapatkan subjek penelitian dengan berat badan lahir terbanyak adalah antara 1500 - 2499 g sebanyak 17 bayi (73.9%). Usia gestasi ≥ 32 minggu yaitu 14 bayi (60.9%). Jenis persalinan terbanyak adalah secara sectio caesarean yaitu 12 bayi (52.2%). Komplikasi persalinan terjadi pada 13 bayi (56.6%) sedangkan kelainan bawaan terjadi pada 5 bayi (21.7%). Luaran klinis pasien terdapat 4 bayi meninggal (17.4%) dan 19 bayi hidup (82.6%).
Tabel 4.3. Jenis spesies dan tempat infeksi jamur
Jenis jamur Lokasi
Rektum Aksila Telinga Oral Selangkangan Darah
Criptococcus laurentii 1 - - 5 5 -
Stephanoascus ciferrii 2 - - 4 1 1
Candida albicans - - 1 3 1 1
Candida famata 2 - - - - 1
Candida tropicalis 1 - - 1 - -
Candida parapsilosis 1 - - 1 - -
Candida dubliniensis 1 - - - - -
Candida lusitaniae - 1 - - - -
Kodamaea ohmeri - - - 1
Total 8 1 1 14 7 4
keempat bayi tersebut adalah Stephanoascus ciferrii, C. albicans, C. famata, dan Kodamaea ohmeri.
Tabel 4.4 Faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik pada bayi berat lahir rendah dengan analisis univariat
Faktor Risiko Infeksi jamur sistemik (+)
BAB 5. PEMBAHASAN
Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian pada neonatus.26 Pada suatu studi infeksi jamur sistemik dijumpai 1 dari 44 bayi (2.2%).27 Penelitian yang dilakukan terhadap bayi prematur didapati insiden infeksi jamur sistemik 9.9%.28
Suatu kepustakaan menyebutkan bahwa bayi laki-laki lebih sering mengalami sepsis neonatorum dibanding bayi perempuan.
Pada penelitian ini infeksi jamur sistemik terjadi pada 4 dari 46 subjek penelitian (8.7%)
10 Penelitian lain
yang dilakukan di Kuwait selama 4 tahun mendapati bahwa jenis kelamin perempuan justru memiliki kecenderungan untuk terjadinya infeksi jamur sistemik yang menetap.29
Keempat bayi (8.7%) yang mengalami infeksi jamur sistemik pada penelitian ini disebabkan oleh spesies yang berbeda-beda yaitu :
Stephanoascus ciferrii, C. albicans, C. famata dan Kodamaea ohmeri. Pada tahun 1960an dan 1970an, C. albicans merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak pada kasus infeksi jamur sistemik namun beberapa tahun belakangan ini jumlah kasus yang disebabkan oleh spesies – spesies non C. albicans seperti C. glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. lusitaniae semakin meningkat.
Pada penelitian ini, dari 46 subjek penelitian, didapatkan 4 bayi mengalami sepsis jamur dengan 2 bayi laki-laki dan 2 bayi perempuan.
7 Program internasional
Amerika latin menemukan spesies Candida yang paling sering menyebabkan infeksi jamur sistemik pada neonatus adalah C. albicans (54.3%), C.glabrata
(16.4%), C. parapsilosis (14.9%), C. tropicalis (8.2%), C. krusei (1.6%), dan jenis spesies Candida yang lain (4.6%).30 Namun, di Indonesia sendiri yaitu penelitian yang dilakukan di rumah sakit Cipto Mangunkusuma Jakarta didapati penyebab tersering infeksi jamur sistemik adalah C. tropicalis
(48.5%), C. guilliermondi (14.7%), C. albicans (11.8%), C. glabrata (4.4%), C. lusitaniae (1.5%).
Pada suatu penelitian di Spanyol dijumpai angka kematian akibat infeksi jamur sistemik sebesar 21%. Rendahnya angka kematian ini diakibatkan karena mayoritas spesies penyebab infeksi jamur sistemik pada penelitian ini adalah C. parapsilosis
12
31 dimana ternyata angka kematian akibat
meninggal dunia (75%). Dua bayi yang meninggal masing-masing disebabkan oleh spesies C. albicans dan C. famata serta 1 bayi disebabkan oleh sepsis jamur dan bakteri sekaligus yaitu Kodamaea ohmeri dan Sphingomonas paucimobilis
Pada penelitian ini dari 23 bayi yang mengalami kolonisasi jamur, dijumpai spesies terbanyak disebabkan oleh Criptococcus laurentii (36%),
Stephanoascus ciferii (23%), C. albicans (16%), C. famata (6%), C. tropicalis
(6%), C. parapsilosis (6%), C. dubliniensis (3%), dan C. lusitaniae (3%). Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Chang Gung dimana dari 116 bayi, 25 bayi mengalami kolonisasi jamur, 17 diantaranya mengalami kolonisasi dalam 2 minggu pertama kehidupannya. Dua spesies terbanyak penyebab kolonisasi adalah C. Albicans (61%) dan C. Parapsilosis (29%).35 Begitu juga halnya dengan penelitian di India yang mendapati spesies terbanyak penyebab kolonisasi jamur adalah C. albicans (45.9%), diikuti C. glabrata (21.6%), dan C. tropicalis (21.6%), serta C. parapsilosis (8.1%).36 Pada penelitian di Itali penyebab kolonisasi jamur terbanyak adalah Candida albicans (72%), C. parapsilosis (13.7%), C. glabrata (6.9%), C. krusei (3.4%), Candida tropicalis (1.3%), C. lusitaniae
(0.9%), C. guillirmondii (0.9%), dan Aspergillus fumigatus (0.9%).
Tempat terbanyak kolonisasi jamur pada penelitian ini adalah daerah rongga mulut (45%), diikuti rektum (26%), selangkangan (23%), aksila (3%), dan telinga (3%). Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Chang Gung kolonisasi jamur terbanyak dijumpai di rektum
(76%).35 Begitu juga dengan suatu studi kohort prospektif yang menjumpai kolonisasi jamur paling banyak di daerah mukosa rektum (89.1%) dan mukosa hidung (10.9%).
Suatu studi mendapati bahwa risiko infeksi jamur sistemik 24 kali lebih tinggi jika dijumpai kolonisasi jamur di beberapa tempat sebelumnya.
27
37
National Epidemiology of Mycoses Survey (NEMIS) menemukan bahwa bayi yang mengalami infeksi jamur sistemik ternyata 30 - 50% bayi-bayi tersebut mengalami kolonisasi jamur pada feses mereka sebelumnya.11
Sepsis jamur pada neonatus dapat terjadi baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga sepsis jamur dapat saja terjadi selama proses kelahiran maupun sewaktu bayi mendapat perawatan di rumah sakit.
Sedangkan pada penelitian ini dijumpai dari 4 bayi yang menderita infeksi jamur sistemik ternyata 2 diantaranya (50%) mengalami kolonisasi jamur sebelumnya, namun secara statistik hubungan ini tidak bermakna.
13 Beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan infeksi jamur sistemik antara lain usia gestasi yang muda, berat badan lahir yang rendah,26,38 pemberian lebih dari 2 antibiotik, pemberian nutrisi parenteral, kondisi pertahanan tubuh yang rendah, kolonisasi jamur, pemasangan kateter vena sentral38, intubasi endotrakeal serta ventilasi mekanik.9
Pada penelitian ini didapati bahwa usia gestasi tidak berhubungan dengan kejadian infeksi jamur sistemik. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan di Prancis dimana didapati tidak ada perbedaan dalam
insiden infeksi jamur sistemik antara bayi dgn usia gestasi < 32 minggu dan > 32 minggu.33
Suatu penelitian case-control selama 5 tahun mendapati faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik adalah kejadian kolonisasi jamur sebelumnya, perdarahan paru, dan pertumbuhan janin terhambat.
39
Penelitian lain mendapati faktor risiko yg menyebabkan terjadinya infeksi jamur sistemik adalah usia gestasi < 32 minggu, pemasangan kateter vena sentral, penggunaan intralipid dan nutrisi parenteral.8 Studi lain yang dilakukan terhadap bayi dengan berat lahir sangat rendah didapati bahwa dari 7 bayi yang menderita infeksi jamur sistemik terjanya 5 diantaranya mengalami kolonisasi jamur di pipa endotrakeal pada usia 1 minggu pertama.40
Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap beberapa faktor risiko infeksi jamur sistemik seperti : jenis persalinan, berat badan lahir, usia gestasi, penggunaan nutrisi parenteral, pemakaian lebih dari 2 antibiotik, pemasangan CPAP, pipa endotrakeal, serta kejadian kolonisasi jamur sebelumnya. Dari faktor-faktor tersebut diatas ternyata satu-satunya variabel yang menjadi faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik adalah penggunaan ETT. Hal ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang mendapati faktor-faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik adalah pemasangan pipa endotrakeal, kateter vena sentral, penggunaan lipid dan antibiotik.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama di Indonesia mengenai kolonisasi jamur yang mencakup spesies penyebab dan tempat kolonisasi tersering pada neonatus sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian berikutnya yang lebih besar. Namun demikian studi ini memiliki keterbatasan dimana penelitian ini hanya suatu penelitian
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari penelitian ini didapatkan prevalensi infeksi jamur sistemik pada BBLR sebanyak 8.7% dengan angka kematian sebesar 75% dan disebabkan oleh spesies jamur yang berbeda-beda yaitu : Stephanoascus ciferrii, C. albicans, C. famata dan Kodamaea ohmeri. Pada penelitian ini juga didapakan kolonisasi jamur terbanyak disebabkan oleh Criptococcus laurentii dan umumnya dijumpai di daerah mukosa mulut. Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kolonisasi jamur dengan infeksi jamur sistemik. Penggunaaan pipa endotrakeal merupakan satu-satunya faktor risiko terjadinya infeksi jamur sistemik pada penelitian ini.
6.2. SARAN
RINGKASAN
Infeksi jamur merupakan penyebab sepsis awitan lambat yang berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berat lahir rendah. Neonatus khususnya bayi prematur termasuk populasi yang paling rentan terhadap infeksi jamur sistemik. Insiden sepsis bervariasi di setiap negara dan meningkat dalam dua dekade terakhir. Spesies jamur penyebab infeksi jamur sistemik adalah C. albicans tetapi beberapa tahun belakangan ini jumlah kasus yang disebabkan oleh non C. albicans meningkat.
Faktor risiko infeksi jamur yaitu usia gestasi < 32 minggu, NEC, operasi abdomen, kateter intravena, kateter vena sentral, pemasangan pipa endotrakeal, mendapat antibiotik sefalosporin generasi ketiga atau karbamapenem, pasien yang menerima 2 atau lebih antibiotik, nutrisi parenteral, penggunaan lipid, penggunaan H2
Infeksi jamur sistemik biasanya didahului oleh kolonisasi jamur. Kolonisasi jamur dapat terjadi baik selama proses kelahiran maupun nosokomial pada BBLR yang mendapat perawatan jangka panjang dan tindakan medis yang invasif di rumah sakit. Spesies yang paling sering dijumpai pada kolonisasi jamur adalah C. albicans dan kolonisasi jamur paling sering ditemukan di daerah rektum.
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kolonisasi jamur dengan kejadian infeksi jamur sistemik serta menilai beberapa faktor risiko infeksi jamur sistemik lainnya pada BBLR. Penelitian ini dilakukan di unit perinatologi rumah sakit Haji Adam Malik Medan pada bulan Maret 2012 sampai Agustus 2012. Sampel penelitian adalah BBLR yang telah dilakukan pemeriksaan kultur jamur dari apusan pada tiga tempat yang secara klinis berpotensi untuk adanya kolonisasi jamur dan kemudian dilakukan pemeriksaan kultur jamur dari darah. Paparan faktor risiko sebelum pengambilan kultur jamur dicatat.
Dari penelitian ini didapatkan prevalensi infeksi jamur sistemik pada BBLR sebanyak 8.7% dengan angka kematian sebesar 75% dan disebabkan oleh spesies jamur yang berbeda-beda yaitu : Stephanoascus ciferrii, C. albicans, C. famata dan Kodamaea ohmeri. Pada penelitian ini juga didapakan kolonisasi jamur terbanyak disebabkan oleh Criptococcus laurentii
SUMMARY
Fungal infection is a cause of late onset sepsis and associated with high morbidity and mortality in low birth weight infants. Neonates, especially premature infants are the most vulnerable population to invasive fungal infection. The incidence of sepsis varies across countries and increases in the last two decades. Candida albicans is a common cause of invasive fungal infection, but in recent years the number of cases caused by non Candida albicans increase.
Risk factors associated with fungal infection including gestational age < 32 weeks, NEC, abdominal surgery,intravenous catheters, endotracheal tube, prior exposure to third generation cephalosporin or carbamapenem, received ≥ 2 antibiotics, parenteral nutrition, use of lipid and H2
Fungal infections are usually preceded by colonization. Fungal colonization can be acquired both perinatally and nosocomially in low birth weight infants who require prolonged hospitalization and many invasive procedures. C. albicans was the most frequent species found on colonization and rectum was being the most frequently colonized site.
antagonists, and fungal colonization. Diagnosis of invasive fungal infection is defined as isolation of fungi from blood, urine, or cerebrospinal fluid culture.
was conducted in Perinatology unit Haji Adam Malik Hospital from March until August 2012. Fungal isolation was examined from Low birth weight infants by swabing at three sites indicated clinically and defined as fungal colonization. Invasive fungal infection was defined through positive culture from blood. Risk factor exposure was recorded before blood culture examination was taken.
This study found that incidence of invasive fungal infection about 8.7% with mortality rate 75% and was caused by different species like
DAFTAR PUSTAKA
1. Retno W. Infeksi jamur pada sepsis neonatorum. Dalam: Hegar B, Trihono PP, Ifram EB, penyunting. Update neonatal infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005. h. 44-8
2. Stoll BJ, Hansen NI, Chapman IA, Fanaroff AA, Hintz SR, Vohr B. Neurodevelopmental and growth impairment among extremely low birth weigh infants with neonatal infection. JAMA. 2004; 292:2357-64 3. Dear P. Infection in the new born. Dalam: Rennie JM, penyunting.
Roberton”s textbook of neonatology. London: Elsevier, 2005. h. 1011-62
4. Benjamin DK, Stoll BJ, Fanarof AA, McDonald SA, William O, Higgins RD, dkk. Neonatal candidiasis among extremely low birth weigh infants: risk factors, mortality rates, and neurodevelopmental outcome at 18 to 22 months. Pediatrics. 2004; 117:84-92
5. Hostetter MK. Fungal infections in the neonatal intensive care unit. dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery's diseases of the newborn. Edisi ke 8. Philadelphia: Elseiver Saunders. 2005. h.595-9
6. Manzoni P, Farina D, Leonessa ML, Antoniel E, Galletto P, Monstert M, dkk. Risk factors for progression to invasive fungal infection in preterm neonates with fungal colonization. Pediatrics. 2006; 118:2359-64
7. Singhi S, Deep A. Invasive candidiasis in pediatrics intensive care units. Indian J Pediatrics. 2009; 76:1033-44
8. Saiman L, Ludington E, Pfaller M, Frausto SF, Wiblin RT, Dawson J, dkk. Risk factors for candidemia in neonatal intensive care unit patients. Pediatr infect Dis J. 2000; 19:319-24
9. Kaufman D, Fairchild K. Clinical microbiology of bacterial and fungal sepsis in very low birth weigh infants. Clinical Microbiology Review 2004; 17:638-80
10. Stoll BJ. Infection ofneonatal. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia: Sanders Company; 2007. h.798-811
11. Sigfrido R, Todd W, Henry M, Lisa S, Jan P, Michael R. National epidemiology of mycoses survey: variations in rates of bloodstream infections due to candida species in seven surgical intensive care units and six neonatal intensive care units. Clinical Infections Diseases. 1999; 29:253-8
12. Wahyuningsih R, Rozalyani A, El Jannah SM, Amir I, Prihartono J. Kandidiemia pada neonatus yang mengalami kegagalan terapi antibiotik. Majalah Kedokteran Indonesia 2008; 58:110-5
14. Kicklighter SD, Springer SC, Hulsey TC, Turner RB. Fluconazole for prophylaxis against candidal rectal colonization in the very low birth weight infant. Pediatrics. 2001; 107:293-98
15. Sims CR, Zeichner LO. Neonatal fungal infections. Dalam: Polin RA, penyunting. Hematology, immunology and infectious disease. Columbia: Elsevier, 2008. h.900-11
16. Makhoul IR, Kassis I, Smolkin T, Tamir A, Sujov P. Review of 49 neonates with acquired fungal sepsis:further characterization. Pediatrics. 2001; 107:61-6
17. Hope WW, Mickiene D, Petraitis V, Petraitiene R, Kelaher AM, Hughes JE, dkk. The pharmacokinetics and pharmacodynamics of micafungin in experimental hematogenous candida meningo, encephalitis: Implications for echinocandin therapy in neonates. J of Infect Dis. 2008; 197:163-71
18. Benjamin DK, Poole C, Steinbach WJ, Rowen JL, Walsh TJ. Neonatal candidemia and end-organ damage: a critical appraisal of the literature using meta-analytic techniques. Pediatrics. 2003; 112:634-40
19. Clerihew L, Lamagni T, Brocklehurst P, Mcguire W. Invasive fungal infection in very low birthweigh infants: national prospective surveillance study. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2006; 91:188-92 20. Manzoni P, Stolfi I, Pugni L, Decembrino L, Magnani C, Vetrano G. A
multicenter, randomized trial of prophylactic fluconazole in preterm neonates. N Engl J Med. 2007; 356:2483-95
21. Kaufman D, Boyle R, Hazen KC, Patrie JT, Robinson M, Donowtz LG. Fluconazole prophylaxis against fungal colonization and infection in preterm infants. N Engl J Med. 2001; 345:1660-66
22. Kaufman A, Gurka MJ, Hazen KC, Boyle R, Robinson M, Grossman LB. Patterns of fungal colonization in preterm infants weighing less than 1000 grams at birth. Pediatric Infection Dis J. 2006; 25:733-7
23. Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke 4. Jakarta: Sagung Seto, 2011. h. 368-9
24. Miranda L, Heijden V, Costa F, Sousa A, Sienra R, Gobara C, dkk. Candida colonization as a source for candidaemia. J of Hospital Infect. 2009; 72:9-16
25. Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG. Gestational age and birthweight classification. Dalam: Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG, penyunting. Management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke 7. New York: Mc Graw-Hill; 2013. h.35
26. Amirullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kasim SM, Yunanto A, Dewi R, Sarosa IG, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 170-87
27. Pinhat E, Mayla G, Marina L, Marilisa A, Rafaela K, Stephanie K, dkk. Fungal colonization in newborn babies of very low birth weight: a cohort study. J Pediatr. 2012; 88:211-6
Type and number of sites colonized by fungi and risk of progression to invasive fungal infection in preterm neonates in neonatal intensive care unit. J Perinat Med. 2007 ;35:220-6.
29. Hammoud MS, Abdullah AT, Mervat F, Aditiya R, Ziauddin K. Persistent candidemia in neonatal care units: risk factors and clinical significance. International J of Infect Dis. 2013; 17:e624-8
30. Pfaller MA, Jones, Doern, Sader , Messer, Houston, dkk. Bloodstream infections due to Candida species: SENTRY antimicrobial surveillance program in North America and Latin America, 1997-1998. Am Soc for Microbiol. 2000; 44:747-51
31. Rodriguez D, Benito A, Benjamin J, Manuel CE, Ana MP, Ferran S, dkk. Candidemia in neonatal intensive care units: Barcelona, Spain. Pediatr Infect Dis J. 2006; 25: 224–9
32. Kossoff EH, Buescher ES, Karlowicz MG. Candidemia in a neonatal intensive care unit: trends during fifteen years and clinical features of 111 cases. Pediatr Infect Dis J. 1998;17:504 –8
33. Nguyen KA, Georges Z, Olivier C, Behrouz K. Epidemiology of invasive Candida infection in a neonatal intensive care unit in France. Acta Pediatr. 2011: 1-3
34. Hinrichsen SL, Falcão E, Vilella TA, Colombo AL, Nucci M, Moura L, dkk. Candidemia in a tertiary hospital in northeastern Brazil.Rev Soc Bras Med Trop. 2008; 41:394-8
35. Huang YC, Li CC, Lin TY, Lien RI,Chou YH, Wu JL, dkk. Association of fungal colonization and invasive disease in very low birth weight infants
36. Mendiratta DK, Rawat, Thamke, Chaturvedi, Chhabra, Narang. Candida colonization in preterm babies admitted to neonatal intensive care unit in the rural setting. Indian J of Med Microbiol.2006; 24(4): 263-7
37. Ludo M, Natasja V, Davina W, Hilde J, Margareta L. Number of sites of perinatal Candida colonization and neutropenia are associated with nosocomial candidemia in the neonatal intensive care unit patient. Pediatr Crit Care Med. 2010; 11 : 240-5
38. Emmanuel R. Invasive candidiasis in neonates and children. Early Hum Dev. 2011 : 75-6
39. El-Masry Fay, TJ Neal, NV Subhedar. Risk factor for invasive fungal infection in neonates. Acta Paediatr. 2002; 91:198-202
40. Rowen JL, Marcia A, Claudia A. Kozinetz, James MA, Carol JB. Endotracheal colonization with Candida enhances risk of systemic candidiasis in very low birth weight neonates. J Pediatr. 1994; 124:789-94
LAMPIRAN
1. Personil Penelitian A. Ketua penelitian
Nama : dr. Della Rosa Daulay
Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM B. Anggota penelitian
• Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpAK
• dr. Supriatmo, SpAK
• dr. Emil Azlin, SpAK
• dr. Pertin Sianturi, SpAK
• dr. Bugis M Lubis, SpAK
• dr. Beby Sofyani Hasibuan, Mked(Ped), SpA
• dr. Anne Mariana Tupan
• dr. Nelly
2. Biaya Penelitian
• Pemeriksaan swab 3x @ Rp. 225.000 : Rp. 31.050.000
• Pemeriksaan kultur darah @ Rp. 225.000 : Rp. 10.350.000
• Penyusunan dan penggandaan : Rp. 500.000
Total : Rp. 41.900.000
Jadwal Penelitian
Maret
2012
April 2012
Mei
2012
Juni
2012
Juli
2012
Agustus
2012
Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan laporan
Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua Bapak/Ibu Yth,
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, saya dokter ………saya bertugas di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. ADAM MALIK Medan. Saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul:
“HUBUNGAN KOLONISASI JAMUR DENGAN PENINGKATAN RISIKO INFEKSI JAMUR SISTEMIK PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH”
Bapak/Ibu, Angka kejadian infeksi jamur sangat tinggi pada bayi berat badan lahir rendah. Dari berbagai penelitian ternyata ada beberapa bagian tubuh bayi yang sangat berisiko untuk terinfeksi jamur, diamana angka kematian akibat infeksi jamur ini sangat tinggi. Untuk itulah pada penelitian ini kami akan melakukan olesan ataupun kerokan di bagian – bagian tubuh seperti : liang telinga, bokong, kulit, selangkangan, serta alat-alat medis yang telah ataupun sedang digunakan oleh bayi anda yang menurut kami berpeluang sebagai media pertumbuhan jamur. Olesan ataupun keerokan dilakukan dengan menggunakan kapas llidi yang lembut yang tidak melukai bayi anda. Lalu pada minggu berikutnya kami akan mengambil sampel darah sebanyak 1 cc untuk membuktikan apakah bayi anda terinfeksi jamur untuk selanjutnya memberikan pengobatan yang sesuai.
Jika bapak/ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak / ibu menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan diatas.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian bapak/ibu kami ucapkan terima kasih.
Medan, 2012 Peneliti,
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ...
Telepon : ………
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai “Hubungan Kolonisasi dengan Peningkatan Risiko Kandidemia Pada Bayi Berat Lahir Rendah”
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya adanya risiko yang mungkin terjadi, saya sebagai orang tua menyatakan setuju untuk dilakukan olesan ataupun kerokan di bagian – bagian tubuh seperti : liang telinga, bokong, kullit, selangkangan, serta alat-alat medis yang telah ataupun sedang digunakan oleh bayi saya yand diniilai berpeluang sebagai media pertumbuhan jamur serta pemeriksaan kultur jamur pada anak saya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih
Medan, 2012 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan
persetujuan
dr. Della Rosa Daulay ...
Saksi-saksi : Tanda tangan
1. ... ...
KUESIONER
Pewawancara :
No RM / No urut : Tanggal masuk : Tanggal keluar : Diagnosis masuk : Diagnosis keluar :
Nama :
IDENTITAS
Tempat / tanggal lahir :
Jenis kelamin : laki-laki / perempuan Alamat lengkap :
Telp / hp :
Dikirim oleh / ket :
AYAH IBU
Nama :
Umur :
Suku-bangsa :
Perkawinan :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Saudara kandung :
Riwayat keluarga : Riwayat kehamilan :
Keluhan utama saat masuk:
Kejang Dispnu
Tanda Klinis Sepsis :
6. CNS : A. Letargi B. Irritability C. UUB
6. Tamat Perguruan Tinggi II.Jumlah Gravida (G) ……..
Partus (P) ……. Abortus (A) …….. III.Hasil Kehamilan Terakhir
1. Belum pernah hamil sebelumnya 2. Lahir hidup, cukup bulan, masih hidup 3. Lahir hidup, cukup bulan, meninggal 4. Lahir hidup, prematur, masih hidup 5. Lahir hidup, prematur, meninggal 6. Lahir mati
7. Abortus 8. Lain – lain
Jika jawaban 3 atau 5, umur meninggal : 1. < 7 hari
2. Per vaginam dengan tindakan 3. Perabdominan operasi sesar
VI.Pemberian ASI Anak Terakhir
1. ASI saja sampai umur 4 bulan : Ya Tidak 2. Lama pemberian ASI : ……….bulan
I. Jenis Persalinan PERSALINAN
1. Tunggal 2. Kembar
II. Presentasi janin pada persalinan 1. Kepala III. Macam persalinan
1. Spontan 2. Forsep
3. Ektraksi vakum 4. Ektraksi bokong 5. Seksio sesaria elektif 6. Seksio sesaria emergency
7. Induksi
8. Lain – lain ………. IV. Komplikasi persalinan
1. Tidak ada
2. Partus lama / macet 3. Plasenta previa 4. Perdarahan
5. Ketuban pecah dini 6. Infeksi
7. Lain – lain …….
V. Lama ketuban pecah sampai bayi lahir …. Jam VI. Penolong persalinan ………
VII. Persalinan terjadi di 1. Rumah
2. Klinik bersalin
3. RSUP H Adam Malik Medan 4. RS lain
5. Lain-lain …..
VIII. Keadaan ibu sampai pulang 1. Hidup
IX. Bila meninggal, penyebab langsung kematian ibu 1. Perdarahan
2. Infeksi 3. Eklampsia 4. Lain – lain …
I. Tanggal lahir ………. BAYI
II. Berat badan lahir ………. Gram III. Panjang badan ………… cm IV. Lingkar lengan atas ……. cm V. Lingkar kepala ………….. cm VI. Jenis kelamin ♀ / ♂
VII. Nilai Apgar 1 menit …… 5 menit ……
VIII. Nilai New Ballard Score …… IX. Umur kehamilan ………… minggu
Keadaan Umum
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : …………..
Suhu : …………...˚C
Frekuensi nadi : ……… x/i Frekuensi nafas : ……… x/i
Berat badan : ………….. gram Panjang badan : …………... cm
Cephal hematom
Pernafasan cuping hidung Hidung
X. Keadaan bayi setelah lahir
Distensi
A. Kriteria Mayor / Kriteria Ibu
FAKTOR RESIKO SEPSIS NEONATUS
1. Demam intrapartum > 38 ˚C 2. Korioamnionitis
4. DJJ menetap > 160 x/menit 5. Ketuban berbau
B. Kriteria Minor / Kriteria neonatus 1. Ketuban pecah > 12 jam 2. Demam intrapartum > 38 ˚C 3. Apgar menit I <5 / menit ke-5 <7 4. Gestasi < 37 minggu
5. Kehamilan ganda 6. Keputihan tidak diobati
7. ISK / tersangka ISK tidak diobati
Hb : ……..gr% Neutropenia (ANC < 1500) :
FFP : kali
OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN
PBJ OUT COME
PAPS
Meninggal
Rujuk
LAMA RAWATAN ….. hari