• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi: studi kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi: studi kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan."

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

Oleh :

Lita Jamallia

1110015000053

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Pernikahan Masyarakat Betawi (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta

Selatan)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 dan berakhir pada bulan Oktober 2014.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling sebanyak 10 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data yaitu menggunakan teknik trianggulasi metode dan trianggulasi sumber.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adat pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat sudah tidak mengikuti adat Betawi aslinya. Namun tradisi buka palang pintu yang dilaksanakan sebelum akad pernikahan masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Beberapa masyarakat Betawi yang tidak menggunakan tradisi ini, dikarenakan dana yang dikeluarkan cukup besar. Tradisi buka palang pintu yang berkembang saat ini hanya digunakan sebagai simbol kesenian dalam acara adat pernikahan masyarakat Betawi. Isi dalam tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat meliputi seni rebana, seni silat, seni pantun, dan pembacaan irama sikeh. Makna yang penting dari tradisi buka palang pintu bagi masyarakat Betawi yaitu calon suami harus mengerti agama, dapat melindungi istri dan keluarganya dari bahaya, berguna bagi nusa dan bangsa serta sebagai penghormatan untuk calon mempelai perempuan.

(7)

ii

Palang Pintu’ (Case Study on Tanjung Barat area of South Jakarta)

The goal of this research is to understand better about Tradition of Buka Palang Pintu during opening ceremony of Betawi’s Marriage especially at

Tanjung Barat, Jagakarsa, South Jakarta. The research is conducted on June until October 2014.

Descriptive Cumulative method is taken during this research and using purposive sampling with 10 persons. Interviewing, Observating and taking documentation are used as the research instruments. And the validation of data sampling is using triangulation method, souce triangulation.

The result of this research showed Betawi’s Marriage tradition at Tanjung Barat is a little bit different from its origin. Some of them still perform Buka Palang Pintu opening ceremony of main wedding and some are not due to the cost is considered too expensive for them. Most of the time, performing the tradition of Buka Palang Pintu is considered only as symbolic art act during Betawi’s marriage ceremony. The composition of Buka Palang Pintu performance are musical art of rebana, martial art of silat, art of pantun (poet battle) and singing sikeh. The explicit meaning of the performance itself is a reminder for marriage couple, especially for male bride (the future husband), to understand the value and obligation of his religion, protecting his future wife and family from any dangerous threat and serving to community and country, also to offer compliment to female bride.

(8)

iii

serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Solawat dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda besar Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, yang telah memberikan tauladan kepada seluruh umat muslim

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulisan ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D.

2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Dr. Iwan Purwanto, M.Pd dan Sekertaris jurusan, sekaligus dosen pembimbing Drs. H. Syaripulloh, M.Si yang telah tulus dan ikhlas memberikan bimbingan, kemudahan, bantuan serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen IPS, Drs. H. Nurochim, M.M selaku pembimbing akademik, Moch. Noviadi Nugroho, M.Pd, Dr. Muh. Arif, M.Pd, Dr. Teuku Ramli Zakaria, MA, Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, Cut Dhien Nourwahida, MA dan semua dosen yang telah memberikan banyak sekali ilmu serta motivasi di dalam dunia pendidikan.

(9)

iv

6. Teman-teman seperjuangan 2010. Keluarga Sosio-Antro, Ekonomi, dan Geografi. Semoga persahabatan kita terus terjalin dan kelak kita dapat berguna bagi nusa dan bangsa.

7. Kepada sahabat dan kerabat, Usniyah, Rima, Maya, Dine, Anita, Febrianto, Ibnu, Ardi, Pupuy, Marini, Desti Ika, Ajeng, Wina, Nur, Saza Kamilah, ka Maro, papa dan mama Ilham dan seluruh keluarga CRMC, teman-teman HMJ IPS terimakasih do’a dan bantuannya, semoga persahabatan kita dapat terus terjalin dengan baik dan tak lekang oleh waktu.

8. Anak-anak remaja amanah, Muhammad Rohaefi, Arif, Yudha, Anggi, Uci, Dian, Tira, Nurul, Syifa, Rika, ka Reza, Mira dan lainnya,

terimakasih atas support dan do’anya.

9. Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Muhammad Ahsanul umam, seseorang yang spesial yang selalu mensupport dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terimakasih atas do’a dan bantuannya.

Mudah-mudahan amal baik dari semua pihak yang telah membimbing dan membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari ALLAH SWT, Amiin. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron.

Jakarta, November 2014

(10)

v

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Masyarakat Betawi ... 10

1. Definisi Masyarakat ... 10

2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial ... 12

a. Kelompok primer dan sekunder ... 12

b. In Group dan Out Group ... 12

c. Gemeinschaft dan Gesellschaft ... 12

d. Formal Group dan Informal Group ... 12

e. Comunity ... 13

(11)

vi

1. Pengertian Pernikahan ... 19

2. Dasar Hukum Perkawinan ... 23

3. Rukun Pernikahan ... 24

4. Manfaat Menikah ... 25

5. Pernikahan masyarakat Betawi ... 25

C. Tradisi Buka Palang Pintu ... 30

1. Pengertian Tradisi ... 30

2. Buka Palang Pintu ... 31

D. Penelitian Relevan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

C. Metode Penelitian ... 39

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 41

1. Data Primer ... 41

2. Data Sekunder ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Observasi ... 42

2. Wawancara ... 43

3. Dokumentasi ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 44

G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 46

H. Teknik Pengolahan dan analisis Data ... 48

1. Reduksi Data ... 48

2. Penyajian Data ... 48

(12)

vii

a. Kesehatan ... 52

b. Rumah Ibadah ... 54

c. Pendidikan ... 53

d. Tempat Olahraga ... 56

3. Kebudayaan dan Agama Yang dianut Masyarakat Tanjung Barat 56 B. Pembahasan ... 57

1. Sejarah Awal Tradisi Buka Palang Pintu di Tanjung Barat ... 57

2. Tahapan prosesi buka palang pintu pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat ... 59

3. Pandangan tentang tradisi buka palang pintu menurut masyarakat Tanjung Barat ... 65

4. Nilai-Nilai edukatif yang dapat diambil dari buka palang pintu...69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 71

B.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

viii

(14)

ix LAMPIRAN 1 Pedoman Observasi LAMPIRAN 2 Pedoman Wawancara LAMPIRAN 3 Hasil Observasi

LAMPIRAN 4 Hasil Transkip Wawancara LAMPIRAN 5 Dokumentasi

LAMPIRAN 6 Surat Permohonan Izin Penelitian

LAMPRAN 7 Surat Izin Penelitian Dari Kelurahan Tanjung Barat LAMPIRAN 8 Lembar Uji Referensi

(15)

x

GAMBAR 4.2 Pengiringan calon pengantin laki-laki dengan anggota marawis di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat.

GAMBAR 4.3 Calon pengantin laki-laki diiringi jawara atau anggota pencak silat di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat. GAMBAR 4.4 Calon Pengantin Laki-laki diiringi oleh ondel-ondel dan

kembang kelapa di RT 03/06, kelurahan Tanjung Barat. GAMBAR 4.5 Pembacaan salam dan dialog pantun.

GAMBAR 4.6 Menunjukkan jurus pukulan untuk membuka palang pintu. GAMBAR 4.7 Menunjukkan alat yang digunakan toya dan golok.

GAMBAR 4.8 Pembacaan Sikeh.

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang wilayahnya sangat luas, meliputi berbagai macam pulau-pulau dari Sabang sampai Marauke, dengan penduduknya yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa (etnis) dengan bahasa, adat istiadat dan budaya yang berbeda-beda. Adat istiadat serta budaya tersebut merupakan peninggalan nenek moyang dan masih dilakukan sampai saat ini.

Indonesia memiliki beragam budaya sebagai hasil dari akulturasi sejumlah kebudayaan, yang meliputi kurun waktu masa lalu, masa kini, dan masa datang, tercermin fakta yang tidak dapat dipungkiri, yaitu Indonesia adalah bangsa multi etnik dan multi budaya. Hal tersebut merupakan keunggulan yang tidak dimiliki bangsa atau negara di dunia ini.

Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia, dan menjadi pusat dari sistem nasional Indonesia dengan segala pranata-pranata dan pengorganisasiannya.1 Jakarta merupakan pusat pemerintahan negara Indonesia dan juga merupakan pusat administrasi pemerintahan nasional Indonesia, tempat bermukimnya perwakilan-perwakilan negara dan badan-badan serta perusahaan-perusahaan asing. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan dunia.

Jakarta berkembang dari interaksi antar-berbagai ragam kebudayaan etnis di kawasan Nusantara dengan hampir seluruh kebudayaan tinggi dunia, yaitu India, Cina, Islam, dan Eropa.2 Sebagai jantung Negara Republik Indonesia, Jakarta sekarang bukan hanya sebagai pusat kegiatan perdagangan

1

Parsudi Suparlan, Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan Perspektif Antropologi Perkotaan, (Jakarta: YPKIK, 2004), h. 160.

2

(17)

interinsuler yang berarti jenis pertukaran barang dan jasa antar pulau, tetapi merupakan bagian dari jaringan industri dan perdagangan internasional.

Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, serta orang-orang Cina, Belanda, Arab, Portugis dan dari beberapa daerah lainnya.3 Masyarakat kota Jakarta bukanlah masyarakat terasing atau terpencil, tetapi sebuah masyarakat yang anggota-anggotanya adalah warga asli dan pendatang dari seluruh penjuru tanah air serta dari berbagai penjuru dunia. Warga Jakarta terdiri atas penduduk tetap, pendatang musiman, dan para pengunjung yang datang untuk urusan bisnis atau dinas.

Jakarta yang merupakan perpaduan kelompok etnis dari seluruh Nusantara, membawa adat-istiadat, gagasan-gagasan baik antar suku maupun antar bangsa dan tradisi budaya, memberikan kota metropolitan ini mempunyai aura tersendiri, penuh dengan kreativitas dan semangat di tengah budaya modern. Berbagai macam masyarakat yang terdapat di Jakarta, terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dipungkiri secara alamiah mengalami ketertarikan satu dengan lainnya.

Ketertarikan tersebut menimbulkan rasa cinta serta kasih sayang yang terdapat di hati sanubari setiap insan dan keinginan hidup bersama adalah tujuan yang utama. Hidup bersama di Indonesia harus melalui perkawinan atau pernikahan. Acara perkawinan adalah hal yang paling menarik dan tak pernah terlupakan di dalam kehidupan bagi pribadi seseorang.

Perkawinan adalah hal yang fitrah bagi manusia, sudah tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan manusia baik laki-laki maupun wanita. Keduanya saling membutuhkan guna saling menghiasi dan membagi perasaan suka maupun duka. Hidup ini akan terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang lain, menjalin kasih sayang bersama, membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan lestari.4

3

Yahya Andi Saputra, Nurzain, Profile Seni Budaya Betawi (Jakarta: Dinas Pariwisata & Kebudayaan Prov. DKI Jakarta, 2009), h. 3.

4 Musifin As’Ad,

(18)

Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1947 tentang perkawinan Bab 1 pasal 1 ditegaskan bahwa, perkawinan ialah “ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5

Perkawinan merupakan perbuatan yang dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS dan dilakukan manusia secara turun temurun sampai saat ini. Hal itu dikarenakan perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia yang dituntut secara naluri. Selain itu perkawinan merupakan jalan mencari kebutuhan dan ketentraman jiwa.

Allah menciptakan manusia terdiri atas laki-laki dan perempuan secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu sama lain untuk dapat hidup bersama, bersatu-padu dengan saling berpasang-pasangan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan bathin dalam suatu perkawinan yang syah dengan tujuan menciptakan suatu keluarga atau rumah tangga yang rukun, membina kebahagiaan bersama, sejahtera dan abadi.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-rum ayat 21:

ق ه ت َآ ن

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah) dikaruniakannya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri / suami) agar kamu merasa tentram dengannya...” (Q.S. Ar-Rum: 21).6

Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa perkawinan merupakan

sunatullah yang menyatukan dua insan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan agar merasa tentram dan damai dalam menjalani kehidupan serta

5

Djoko Prakoso, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara Jakarta, 1987), h. 3.

6

(19)

bertujuan untuk mempunyai keturunan yang memang menjadi kebutuhan hidup agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam peristiwa perkawinan selalu terjalin dengan harmonis ketentuan-ketentuan menurut hukum, agama, dan adat istiadat sebagai lembaga tak tertulis. Upacara adat dalam perkawinan sering dilaksanakan oleh masyarakat meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana sekali.

Pada perkawinan adat pengantin Jawa menurut Thomas Wiyasa,

“pemuda Jawa pada umumnya bebas untuk memilih jodoh, namun ada juga yang dijodohkan atau dipilih oleh orang tua dengan yang masih ada hubungan keluarga, dinamakan nuntumake balung pisah artinya menyatukan kembali tulang-tulang yang sudah terpisah”.7 Maksudnya adalah menyatukan kembali hubungan keluarga yang jauh.

Selanjutnya tata upacara perkawinan adat Sunda, pada waktu persiapan perkawinan mempunyai keistimewaan dan keunikan. Tercermin sifat positif, yaitu selalu mempergunakan cara bermusyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, serta sifat lemah lembut tutur bahasanya. Perkawinan adat sunda merupakan perpaduan antara unsur sifat, karakter, kepercayaan dan agama, yang saling menopang sehingga tercipta manusia yang berbudi luhur.8

Sebagai suatu kelompok etnis, Orang Betawi memang memiliki berbagai corak dan ragam budayanya yang meliputi berbagai sektor kehidupan, salah satunya adalah upacara atau tata cara perkawinan. Peristiwa perkawinan merupakan momentum yang dianggap penting dalam lingkungan individu anggota masyarakatnya.

Oleh karena itu perkawinan Betawi menurut Muhasim adalah “salah satu peristiwa sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama pada masyarakat Betawi. Itu dilihat dari persiapan mulai dari acara sebelum

(20)

perkawinan ataupun setelah perkawinan diatur sedemikian rupa”.9 Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja ketingkat hidup yang lebih dewasa dan bertanggung jawab yaitu dengan membentuk keluarga. Upacara perkawinan menempati posisi yang sakral dalam rangkaian proses yang dijadikan falsafah bagi masyarakat Betawi. Dalam tatanan masyarakat Betawi yang religius, proses kelahiran, perkawinan, dan kematian merupakan satu rangkaian yang harus dilewati dan dilengkapi dengan serangkaian upacara atau prosesi adat.

Suku Betawi adalah “salah satu suku bangsa Indonesia yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya yang termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini biasa disebut

Orang Betawi’, Melayu Betawi, atau Orang Jakarta (atau Jakarte

menurut logat setempat). Nama Betawi itu berasal dari kata Batavia, nama yang diberikan oleh Belanda pada jaman penjajahan dulu”.10

Sumber lain menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.11 Orang Betawi dibagi menjadi dua sebutan berdasarkan wilayah, yaitu Betawi Kota dan Betawi Ora.

Orang Betawi Kota, merasa dirinya sebagai orang Jakarta asli. Sedangkan orang Betawi yang terdesak ke daerah pinggiran sampai ke perbatasan kota disebut Orang Betawi Ora. Sebenarnya justru Orang Betawi Ora inilah yang dapat dikatakan orang Betawi Asli, karena mereka masih menjalankan adat kebiasaan turun-temurun dengan ketat dan konsekuen.12

9 Muhasim, “

Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum Islam,”

Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 3,

Gita Widya Laksmini, Jakarta Batavia; esai sosio-kultural, (Jakarta: Banana, KITLV, 2007), h. 219.

12

(21)

Orang Betawi merupakan kelompok sosial kultural baru dengan ciri-ciri memegang adat-istiadat dengan teguh serta terikat kepada agama Islam secara ketat dan sangat fanatik sikapnya terhadap agama yang dianutnya. Hampir seluruh adat kebiasaan orang Betawi diwarnai oleh unsur agama Islam, sehingga sulit untuk memisahkan antara tradisi yang menurut adat dan yang berdasarkan agama.13

Menurut Suparlan, “Agama Islam sebagai pedoman utama dalam

kehidupan masyarakat Betawi, yang dapat dikatakan sebagai konfigurasi atau wujud dari kebudayaan Betawi”.14 Akan tetapi tidak semua masyarakat Betawi taat kepada perintah Allah yang telah diajarkan agama Islam, dikarenakan masyarakat Betawi terbagi beberapa golongan seperti alim ulama dan masyarakat abangan.

Kebudayaan masyarakat Betawi juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang datang ke Jakarta. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan pengaruh Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda.15 Karena Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru nusantara dan dunia.

Jakarta juga disebut panci pelebur melting pot di mana banyak kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, melebur dan menjadi identitas baru, masyarakat Betawi atau Orang Betawi.16

Proses melting pot tersebut terjadi karena peranan kebudayaan umum-lokal yang menjembatani serta mengakomodasikan perbedaan-perbedaan kebudayaan, dan membawa serta menggunakan hasil-hasil akulturasi yang berlaku di tempat-tempat umum-lokal sehingga menjadi pedoman hidup yang

(22)

berlaku dalam kehidupan suku bangsa atau etnik, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kekerabatan.17

Pada pernikahan masyarakat Betawi, sebelum akad pernikahan dilakukan prosesi buka palang pintu yang merupakan serangkaian acara untuk membuka penghalang yang dijaga oleh jawara. Buka palang pintu merupakan tradisi yang diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi penerus.

Awal tradisi buka palang pintu tidak tertulis, melainkan hanya cerita turun-temurun dari generasi terdahulu. Pada saat ini buka palang pintu

menurut Zahrudin Ali Al Batawi adalah “salah satu bagian dari serangkaian

acara prosesi perkawinan adat Betawi yang lebih dikenal dengan istilah palang pintu. Palang pintu menjadi ujung tombak budaya Betawi, palang pintu merupakan campuran beberapa seni budaya seperti silat, pantun, dialek

logat betawi dan humoris.”18

Dalam bidang seni tradisi, dinamika perkembangan Kota Jakarta menyebabkan berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, seni suara (cokek), samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun Betawi, cerita sahibul hikayat.

Seni Betawi saat ini sulit berkembang meskipun pelaku seni masih hidup dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian. Hasil observasi oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) telah menghimpun data kesenian Betawi, yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek. Selain itu seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda di bawahnya. Kondisi itu dikhawatirkan akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi tersapu oleh perkembangan kehidupan metropolitan Jakarta.19

Percepatan perubahan Jakarta yang tidak pernah berhenti, jumlah pendatang yang tidak pernah surut, budaya asing yang terus menggempur,

17

Suparlan, op. cit., h.162. 18

Zahrudin Ali Al Batawi, 1500 Pantun Betawi, (Jakarta: Nus Printing, 2012), h. 39. 19

(23)

telah membuat tradisi kebudayaan Betawi kian jarang terlihat. Akhirnya sebagian generasi muda yang belum sempat diwariskan kurang mengetahui tradisi kesenian Betawi, salah satunya tradisi buka palang pintu pada perkawinan masyarakat Betawi.

Berdasarkan uraian di atas agar masyarakat mengenal kesenian budaya Betawi, maka peneliti tertarik untuk mendalami salah satu tradisi kebudayaan Betawi pada acara prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yang ada di Indonesia dengan bentuk sebuah skripsi, yaitu dengan judul “Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi (studi kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, cokek, samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun, cerita sahibul hikayat.

2. Pelaku seni yang masih hidup sulit berkembang dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian.

3. Beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek.

4. Seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda.

5. Kekhawatiran akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi yang belum sempat diwariskan, salah satu contohnya adalah tradisi buka palang pintu.

C. Pembatasan Masalah

(24)

mengenai tradisi pada prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yaitu buka palang pintu yang masih dilakukan oleh masyarakat Betawi di Tanjung Barat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam kajian skripsi ini adalah:

Bagaimana tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?.

E. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, tujuan merupakan salah satu alat kontrol yang dapat dijadikan sebagai petunjuk sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada perayaan pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.

F. Manfaat Penelitian

1. Segi Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu rujukan atau referensi tambahan dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat Betawi khususnya dalam perihal perkawinan bagi jurusan Sosiologi-Antropologi, Ilmu Pendidikan Sosial di Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan.

2. Segi Praktis

(25)

10 A. Masyarakat Betawi

1. Definisi Masyarakat.

Definisi masyarakat dalam kamus bahasa Indonesia adalah

“sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu, segolongan orang-orang yang mempunyai kesamaan tertentu”.1

Masyarakat dalam arti luas adalah “keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa atau keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat”. Sedangkan masyarakat dalam arti sempit adalah “sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu seperti : teritorial, bangsa, dan golongan”.2

Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari kata Arab

syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi.3

Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin merumuskan masyarakat bahwa :

the largest grouping in which common costums, traditions, attitudes

and feelings of unity are operative”.4

Jelasnya masyarakat merupakan kelompok manusia dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama dengan motivasi kesatuan.

Menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut “masyarakat adalah

wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali

1

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa, 2008), h. 924.

2

Hartomo dan Arnicun Aziz, MKDU Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara,1993), h. 89.

3

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 116. 4

(26)

kolektifa serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas

kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok-kelompok”.5

Pendapat Prof. M.M. Djojodiguno, “masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antara

manusia dengan manusia”. Hasan Sadily berpendapat, “masyarakat adalah

suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.6

R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa

“masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup

dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas

tertentu”. 7

Seorang sosiologi dari bangsa Belanda S.R. Steinmetz, berpendapat

“masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan yang erat dan teratur”.8

Setelah beberapa pendapat para tokoh tentang masyarakat, maka dirumuskan definisi masyarakat yaitu kesatuan hidup manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, mempunyai perasaan yang sama dan saling berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama yang ditaati dalam lingkungannya.

Berdasarkan definisi-definisi masyarakat di atas diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai unsur yaitu:

(27)

c. Adanya aturan-aturan atau Undang-undang yang mengatur untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama. 9

2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial

Setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, di samping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut.

Dalam hubungannya dengan penggolongan-penggolongan maka kelompok beraneka ragam bentuk dan kriterianya yaitu:

a. Kelompok primer dan sekunder

Kelompok primer adalah kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling kenal mengenal antara anggota-anggotanya serta bekerja sama dan bersifat pribadi. Sedangkan kelompok sekunder dicirikan dalam masyarakat modern yang terdapat amat banyak kelompok serta tidak saling mengenal antar hubungan langsung.10

b. In Group dan Out Grup

In group atau kelompok dalam adalah setiap kelompok yang dipergunakan oleh seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri biasanya memakai istilah kami dan Out Grup atau kelompok luar adalah semua berada di luar kelopok dalam, dan juga diartikan sebagai lawan dari kelompok dalam biasanya memakai istilah mereka.11

c. Gemeinschaft dan Gesellschaft

Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana terdapat unsur pengikat berupa hubungan batin yang murni yang bersifat alamiah dan kekal. Gesellschaft dapat diartikan sebagai bentuk ikatan bersama berupa ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu tertentu.12 d. Formal Group dan Informal Group

(28)

Formal Group adalah suatu kelompok sosial yang di dalamnya terdapat tata aturan yang tegas yang sengaja dibuat dalam rangka untuk mengatur antar hubungan para anggotanya. Sedangkan Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi pasti atau permanen.13

e. Comunity

Comunity adalah kelompok yang memperhitungkan keanggotaannya berdasarkan hubungan anggotanya dengan lingkungan setempat (lokal). Comunity merupakan kelompok teritorial terkecil yang dapat menampung semua aspek kehidupan sosial dan memiliki aspek sosial yang lengkap.14

f. Masyarakat desa dan Masyarakat Kota

Perbedaan antara masyarakat desa dan kota adalah tidak tetap, karena yang dimaksud dengan pedesaan itu tidak akan pernah memiliki sifat pedesaan secara terus menerus.15 Suatu masyarakat, baik di dalam sebuah negara, kota, ataupun desa memiliki empat ciri khusus, yaitu (1) interaksi antar warga; (2) adat-istiadat, norma-norma, hukum serta aturan-aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga; (3) kontinuitas dalam waktu; (4) rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara, kota, atau desa dapat kita sebut masyarakat (misalnya masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, Masyarakat kota Jakarta, dan sebagainya).16

g. Kerumunan dan Publik

Kerumunan atau crowd yaitu kehadirannya bersifat fisik dan ditentukan oleh waktu tertentu, sehingga kerumunan merupakan kelompok sosial yang bersifat sementara. Sedangkan publik yaitu kelompok yang

(29)

tidak pernah berkumpul dan melakukan hubungan melalui media tidak langsung.17

3. Masyarakat Betawi

Setelah dipaparkan pengertian masyarakat selanjutnya akan dibahas mengenai masyarakat Betawi menurut beberapa sumber dan para tokoh, Suku Betawi biasa disebut orang Betawi atau orang Jakarta atau Jakarte menurut logat orang Jakarta. Jakarta sebagai satu tempat yang terletak di pinggir pantai atau pesisir, dalam proses perjalanan waktu akhirnya menjadi sebuah kota pelabuhan selama lebih dari 400 tahun yang lalu. Disebut orang Betawi karena orang Betawi merupakan hasil dari pembauran budaya para pendatang yang telah melahirkan suatu kebudayaan baru bagi penghuni kota Jakarta.18

Orang Betawi atau orang Betawi asli adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya. Merupakan perpaduan atau hasil asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku pendatang sebagai penghuni baru antara lain orang Banten, orang Jawa, orang Bugis, orang Makasar dan kemudian terjadi pula asimilasi antara penduduk pribumi dengan kaum pendatang yaitu bangsa asing seperti orang Cina, orang Belanda, orang Portugis, orang India, dan orang Arab.19

Betawi berasal dari Batavia sebagai nama kota Jakarta yang didirikan oleh Gurbernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Batavia berasal dari nama suku bangsa Belanda jaman purba. Pada awalnya kota ini bernama Sunda Kelapa, selanjutnya menjadi Jayakarta, setelah itu bernama Batavia. Jayakarta didirikan tanggal 22 Juni 1527. Pendiri Jayakarta adalah Fatahillah. Fatahillah merupakan utusan dari kesultanan Demak dan diperintahkan menaklukkan Sunda Kelapa.20

17

Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 100. 18

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988). 19

Budiaman, op. cit., h. 17. 20

(30)

Sejarah terbentuknya masyarakat Betawi di Jakarta berjalan sangat panjang, sepanjang sejarah terbentuknya kota Jakarta. Pada umumnya orang Betawi sendiri tidak mengetahui mite atau legenda yang menceritakan asal-usul tentang masyarakat Betawi itu sendiri.21

Mengenai etnis atau orang Betawi banyak pendapat para pakar diantaranya :

Menurut Van der Aa, “munculnya orang Betawi dari segi bahasa

pergaulan pada abad ke-18 adalah dialek Portugis, yang tidak lagi dikenal pada abad ke-19, dan sebagai gantinya timbul bahasa semacam bahasa Melayu Betawi, orang-orang yang menggunakan bahasa inilah yang kemudian disebut orang Betawi”.22

Sedangkan menurut Lance Castel dan Milone memiliki titik tolak yang sama dalam mencari asal-usul orang Betawi, orang Betawi terbentuk dari beberapa kelompok etnik yang percampurannya dimulai sejak zaman kerajaan Sunda, Pajajaran, dan pengaruh Jawa yang dimulai dengan ekspansi Kerajaan Demak, pencampuran etnik tersebut dilanjutkan dengan pengaruh-pengaruh yang masuk setelah abad ke-16, dimana VOC turut mempunyai andil dalam proses terbentuknya identitas orang Betawi.23

Kemudian, Lance Castel sejarawan asal Australia juga berpendapat bahwa masyarakat Betawi adalah “keturunan budak serta citra masyarakat Betawi tidak terlalu tinggi sampai sekarang”, akan tetapi pendapatnya dibantah oleh Ridwan Saidi yang berpendapat bahwa, “masyarakat Betawi bukanlah keturunan budak, melainkan memiliki nenek moyang yang sejajar dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Masyarakat Betawi adalah suku asli yang menempati di beberapa daerah, seperti Rawa Belong, Tanah Abang, Menteng, bahkan Condet”.24 Kadar toleransi masyarakat Betawi yang tinggi

21

Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah),(Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005), h. iii.

22

Ibid., h. v. 23

Ibid.

24

(31)

memungkinkan masalah yang demikian sensitif dapat disikapi secara ilmiah dengan tertib sehingga nilai-nilai kebenaran pada akhirnya dapat ditemukan.

Sumber lain juga menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.25 Betawi adalah penduduk pibumi sejak Jakarta bernama Batavia bahkan lama sebelum itu, yang kemudian berkembang hingga sekarang sebagai penduduk Jakarta dan sebagian terdesak ke daerah pinggiran. Betawi merupakan nama suku bangsa di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk propinsi Jawa Barat.

Menurut Ridwan Saidi, “masyarakat dan budaya Betawi sudah ada dari semula jadi dari sononye”, etnis Betawi sudah ada sejak abad-abad pertama tahun Masehi yaitu dari sebelum kedatangan orang-orang Cina, Hindu, Islam, Eropa dan orang-orang Nusantara di luar daerah Jakarta, karena Betawi itu sendiri sudah ada paling sedikit sejak 15 abad tahun yang lalu, pendapat ini diperkuat oleh temuan-temuan arkaelogis, seperti gerabah-gerabah dan alat-alat produksi di Kelapa Dua, Condet, dan Kali Ciliwung.26 Sedangkan Menurut Suryomihardjo “etnis Betawi muncul dari proses kawin-mawin berbagai etnis di Jakarta”.27

Orang Betawi dalam gerakan kebangsaan telah mempunyai organisasi yang didirikan pada tahun 1923 disebut Pemoeda Kaoem Betawi serta sudah terlibat aktif dalam Sumpah Pemuda dan Kongres Pemuda II.28 Mengenai asal-usul etnis Betawi, para pakar mengaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota Batavia dan berdasarkan pada arsip pemerintahan kolonial Belanda. Pendapat para pakar tidak akan dibantah,

25

Gita Widya Laksmini, loc. cit.

26

(32)

dibenarkan atau dikomentari karena sejak abad-abad silam, selain terjadi proses pembentukan satu etnik di wilayah Jakarta dan sekitarnya telah ada satu etnik yang merasa dirinya adalah orang Melayu atau Orang Islam dan kelak disebut orang Betawi, yang memiliki bahasa budaya, adat-istiadat dan tradisi-tradisi tersendiri.29

Di Jakarta terdapat tiga (3) tipologi kampung yaitu :

1. Kampung kota : terletak dekat pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya kepadatan sangat tinggi.

2. Kampung pinggiran : berada di daerah pinggiran kota tetapi masih termasuk ke dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara rendah dan sedang tapi kadang-kadang ada yang tinggi.

3. Kampung pedesaan : kebanyakan berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan.30

Wilayah budaya Betawi dibagi menjadi dua bagian yaitu Betawi tengah atau Betawi kota dan Betawi pinggiran. Perbedaan antara wilayah Betawi Kota dan pinggiran yaitu di wilayah Betawi tengah sejak abad ke-19 terdapat prasarana pendidikan formal seperti sekolah-sekolah dan pendidikan keagamaan. Sedangkan di wilayah Betawi pinggiran hampir tidak terdapat prasarana pendidikan formal.31

Masyarakat Betawi Tengah pada umumnya lebih maju dari pada Masyarakat Betawi pinggiran. Masyarakat Betawi kota merupakan pendukung kesenian yang bernafaskan Islam seperti berbagai macam rebana, gambus, dan kasidahan. Sedang di daerah piggiran berkembang kesenian tradisional seperti topeng, wayang, ajeng, tanjidor.32

Mata pencarian orang Betawi dapat dibedakan antara yang tinggal di kota dan di pinggiran. Orang Betawi yang hidup di tengah kota biasanya hidup sebagai pedagang, pegawai pemerintah, buruh, tukang, atau pegawai

29

Ibid., h. 5. 30

Ensiklopedi, Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. viii. 31

Ibid., h. ix. 32

(33)

swasta. Sedangkan di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani, yaitu petani buah-buahan, petani sawah, dan memelihara ikan.

Menurut Ridwan Saidi, “Betawi merupakan mosaik kebudayaan yang

memiliki tekstur Islami tanpa kehilangan nuansa tradisionalnya. Selama ratusan tahun orang Betawi mempunyai sifat toleransi yang sangat tinggi sampai dengan tahun 1970 di Jakarta tidak pernah terjadi huru-hara rasial, etnis atau bentrokan antara agama”.33

Ciri yang membedakan antara orang Betawi dengan kelompok lain, orang Betawi mempunyai pengalaman historis yang sama, dengan ciri kebudayaan yaitu bahasa, religi, dan kosmologi, upacara sepanjang lingkar hidup serta kesenian.34 Faktor yang mengikat orang Betawi sebagai satu kesatuan kelompok etnik yaitu adanya kesamaan dan keseragaman bahasa dan Agama Islam. Hal itu mengikatkan rasa kesatuan lebih erat meskipun berbeda berdasarkan wilayah-wilayah pemukimannya.

Islam merupakan agama yang dijadikan pedoman hidup bagi masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi dilihat dari segi keagamaan dapat dibuat tipologinya menjadi dua golongan berdasarkan patuh dan tidak patuh dalam menjalankan perintah agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman.

Golongan pertama disebut mualim, dalam arti mereka menjalankan prinsip-prinsip dasar agama dan rukun Islam dengan baik dan teratur, yang mencakup syahadat, salat, zakat, puasa dan pergi menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu. Golongan kedua adalah “orang biasa yang tidak terlalu taat menjalankan prinsip-prinsip agama Islam. Dalam beberapa hal orang biasa yang tidak taat dapat disejajarkan dalam masyarakat abangan di Jawa”.35

Menurut Saidi, “Sifat yang paling menonjol dari orang Betawi,

seleranya yang tinggi terhadap humor. Tidak ada orang Betawi baik muda atau tua, baik perempuan maupun laki-laki yang tidak bisa melucu. Bias-bias

33

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya,

(Jakarta : PT. Gunara Kata, 2001), h. 219. 34

Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. x. 35

(34)

humor terasa dalam memberi nasihat yang mestinya serius dalam setiap bentuk komunikasi orang Betawi”.36 Menurut Suparlan, “masyarakat Betawi sering dinilai sebagai pribadi yang ramah, terbuka, baik hati, suka menolong sesama, senang mengobrol, senang humor, dan berbagai ciri kemanusiaan yang menyenangkan”.37

B. Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Arti kawin dalam kamus bahasa Indonesia berarti “perjodohan laki-laki dengan perempuan menjadi suami-istri; nikah; beristri atau bersuami”.38 Sedangkan nikah adalah “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi”.39 Arti nikah dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia berarti “berbaur, beristri, berjodoh, berkawin, berkeluarga, bersemenda, bersuami, berumah tangga, duduk, janji, kawin, menempuh hidup baru, mengikat, naik ke pelaminan”.40 Dapat disimpulkan bahwa pengertian perkawinan atau pernikahan mempunyai arti yang sama, hanya penyebutan kata saja yang berbeda dalam masyarakat.

Menurut Duval dan Miller ahli antropologi mendefinisikan perkawinan sebagai berikut :

“Marriage is a socially recognized relationship between a man and a

women that provides for sexual relation, legitimized childbearing and

establishing a division of labour between spouses”.41

Pernikahan adalah hubungan yang diakui secara sosial antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang memberikan hubungan seksual, keturunan, dan membagi peran antara suami-istri.

36

Ridwan Saidi. loc. cit.

37

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi, Langgam Budaya Betawi, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2011), cet. Ke-1, h.185

(35)

Menurut Tahir Mahmood mendefinisikan pernikahan lebih lengkap sebagai berikut :

“Marriage is a relationship of body and soul between a man and a women as husband and wife for the purpose of establishing a happy and

lasting family founded on belief in God Almighty”.42

Pernikahan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam sinaran Ilahi.

Pernikahan merupakan suatu cara untuk menempuh kehidupan bersama antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melibatkan berbagai pihak demi melangsungkan ketentraman jiwa serta kebahagiaan hidup. Pernikahan tidak hanya mengandalkan kekuatan cinta dari pemikiran sederhana dan dominasi emosional akan tetapi dibutuhkan pemikiran yang rasional dan dasar yang kokoh yang tercantun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tertulis sebagai berikut:

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”.43

Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974, di atas dapat diperinci dan diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perkawinan sebagai berikut:

1. Dalam perkawinan ikatan lahir batin yang dimaksudkan ialah bahwa perkawinan harus berjalan kedua-duanya sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan batin yang merupakan pondasi yang kuat serta mempunyai ikatan lahir dan batin yang sangat dalam. Antara suami dan istri harus saling menjaga cinta-kasih dan kesetiannya.

2. Perkawinan dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, artinya di Indonesia tidak boleh perkawinan satu jenis seperti: laki dengan

42

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 42

43

(36)

laki atau perempuan dengan perempuan. Hal tersebut dikenal dengan istilah gay, homoseksual, atau lesbi.

3. Perkawinan di Indonesia bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kata lain merupakan perkawinan menurut ajaran agama-agama yang dianut. Maka dari itu pernikahan yang dilangsungkan tidak boleh di luar ajaran agama masing-masing pemeluknya.

4. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera.44 Hal ini dimaksudkan perkawinan mempunyai tujuan kebahagiaan untuk selama-lamanya dan tidak diakhiri dengan perceraian, oleh karena itu hak dan kewajiban masing-masing suami istri harus dipenuhi dan berjalan dengan mestinya.45

Kemudian dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan juga disebutkan, hidup bersama tanpa diikat dalam tali perkawinan dan tidak melalui tatacara perkawinan yang telah ditentukan Undang-Undang Perkawinan itu tidak dibenarkan, yang istilah sekarang disebut dengan

kumpul kebo.46

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa perkawinan sebagai ikatan yang bersifat kontrol sosial antara pria dan wanita yang di dalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban, kebutuhan afeksional, kebersamaan emosional, juga aktivitas seksual, ekonomi dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah serta mendapatkan kebahagiaan dan kasih sayang berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan menurut istilah ilmu fiqh adalah nikah. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya haqiqat dan arti kiasan (majaaz). Arti yang sebenarnya dari nikah ialah “dham, yang berarti menghimpit, menindih, atau berkumpul. Sedangkan arti dari kiasannya adalah watha yang berarti setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan”.47

44

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op. cit., h. 51.

(37)

Dari segi ibadat, “perkawinan dalam agama Islam berarti telah melaksanakan sebagian dari ibadat dan orang-orang yang telah sanggup melaksanakan pernikahan telah menyempurnakan sebagian dari agama Islam karena dengan menikah akan memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang di larang Allah”.48

Dalam segi hukum, pernikahan merupakan “suatu perjanjian yang kuat”. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa adanya persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terikat oleh hak-hak dan kewajiban, serta ketentuan-ketentuan dalam persetujuan dapat diubah sesuai dengan persetujuan masing-masing pihak dan tidak melanggar batas yang ditentukan oleh agama.49

Berdasarkan syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Akad nikah merupakan “suatu perjanjian perikatan yang dilakukan pihak calon suami dan pihak calon istri untuk mengikatkan diri mereka dengan tali perkawinan”.50 Secara sederhana akad atau perikatan terjadi jika dua orang calon mempelai mempunyai kemauan atau kesanggupan yang dipadukan dalam satu ketentuan dan dinyatakan dengan kata-kata yang menyangkut hubungan suami dan istri.

Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri, sesuai dengan firman Allah:

....

Artinya: “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian

yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu” (QS. An-Nisa: 21).51

Dengan perikatan tersebut, kedua pihak suami ataupun pihak istri telah sepakat melangsungkan perkawinan serta bersedia mengikuti

(38)

ketentuan agama untuk melaksanakan janjinya yang berhubungan dengan ketetapan suami istri.

Perkawinan dalam Islam, secara luas adalah:

1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar;

2. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan; 3. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah; 4. Menduduki fungsi sosial;

5. Mendekatkan hubungan antara keluarga dan solidaritas kelompok; 6. Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan;

7. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu menjalankan perintah Allah dengan mengikuti sunnah Rasulullah.52

2. Dasar Hukum Perkawinan

Hukum nikah terdiri dari wajib, sunnah, makruh, atau haram sesuai dengan keadaan orang yang akan kawin.53

a. Wajib

Orang yang yang diwajibkan kawin adalah orang yang mempunyai kesanggupan untuk kawin serta dikhawatirkan terhadap dirinya akan melakukan perbutan yang dilarang Allah. Contoh : orang bujang yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya menjadi rusak, sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan menikah. b. Sunnah

Orang yang disunahkan kawin adalah orang yang mempunyai kesanggupan untuk kawin dan sanggup memelihara diri dari kemungkinan melakukan perbuatan terlarang. Contoh : bagi orang yang hendak dan baginya mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan-keperluan lain yang mesti dipenuhi.

c. Makruh

52

Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 6.

53

(39)

Orang yang makruh untuk melangsungkan perkawinan adalah orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan untuk melangsungkan perkawinan, akan tetapi dikhawatirkan tidak dapat mencapai tujuan perkawinan serta dianjurkan sebaiknya untuk tidak melakukan perkawinan. Contoh : bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lemah syahwat.

d. Haram

Orang yang diharamkan untuk kawin adalah mereka yang mempunyai kesanggupan untuk menikah, tetapi menimbulkan kemudlaratan terhadap pihak lain. Contoh : bagi orang yang merasa dirinya tidak mampu bertanggung jawab dan akan menelantarkan istri dan anak.

3. Rukun Pernikahan

Menurut agama Islam, Rukun Nikah ada lima yaitu : 1. Calon Istri.

2. Calon Suami. 3. Wali.

4. Dua orang saksi. 5. Ijab – kabul.

Orang yang diperbolehkan menjadi wali adalah : ayah, kakek, saudara lelaki seayah-seibu (kandung), saudara laki seayah (lain ibu), anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan), saudara laki-laki ayah (paman) sekandung atau sebapak (lain ibu) dan anak laki-laki dari paman.

(40)

berhalangan atau sebab-sebab lain, boleh memakai wali hakim seperti yang sudah ditentukan Menteri Agama.54

4. Manfaat Menikah

Menikah mempunyai manfaat yang sangat besar diantaranya sebagai berikut:

1. Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang berjuang di jalan Allah.

2. Menjaganya kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang diharamkan yang merusak masyarakat.

3. Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya.

4. Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketentraman jiwa.

5. Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji seperti berzina yang menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.

6. Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya dan terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran. 7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan seperti binatang menjadi

pribadi yang mulia.55

5. Pernikahan masyarakat Betawi

Bagi masyarakat Betawi, pernikahan merupakan hal yang penting bagi kehidupan karena masyarakat Betawi tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ke-Islaman dan mengikuti petunjuk Al-Qur’an maupun sunnah Rasul sebagai acuan dalam bertindak, khususnya dalam hal ini adalah perihal perkawinan. Perkawinan antar suku bukan hal yang tabu bagi orang Betawi, tetapi yang paling penting adalah apa agama calon menantu. Jika Islam tidak

54

Andjar Any, op. cit., h. 29. 55 Al-„Allamah Shalih Fauzan, “

(41)

masalah si calon menantu datang dari daerah manapun, atau bahkan berkebangsaan apapun.

Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan mulia yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan memenuhi syarat. Masyarakat Betawi mayoritas beragama Islam, jadi pengertian perkawinan dalam masyarakat Betawi tidak jauh berbeda dengan pengertian dalam agama Islam.

Perkawinan Betawi biasanya dilakukan dengan suatu upacara karena melalui upacara akan nampak kesakralan suatu perkawinan. Upacara dalam suatu perkawinan menunjukkan maksud dan tujuan dari kedua individu yang akan menjadi suami istri dalam kehidupan sehari-hari

Adat dan upacara pada masyarakat Betawi diuraikan dengan berbagai tahapan dan proses awal. Tahapan-tahapan diawali dengan “perjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan aqad nikah serta pesta yang melengkapinya”.56 Setelah akad nikah seorang pemuda dan seorang gadis resmi menjadi suami dan istri.

Adapun tahap-tahap yang harus dilalui dalam rangka upacara perkawinan masyarakat Betawi adalah sebagai berikut :

a. Melamar

Melamar adalah tingkat yang paling awal dari urutan upacara adat perkawinan Betawi. Bagi orang Betawi istilah melamar adalah ngelamar yang merupakan pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga wanita. Pada saat itu juga keluarga pihak laki-laki mendapat jawaban persetujuan atau penolakan.57

Pada waktu melamar hal-hal yang dipersiapkan untuk dibawa adalah pisang raja dua atau tiga sisir, roti tawar empat buah, hadiah pelengkap dan buah-buahan dua sampai tiga macam yang semuanya ditempatkan di wadah

56

Cucu Sulaicha, Rachmat Ali, Ade Kosmaya, Pengantin Betawi, ( Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2000), h. 12.

57

(42)

terbuka serta para utusan dua wakil orang tua laki-laki dari bapak maupun ibu.58

b. Masa bertunangan

Setelah lamaran diterima oleh pihak gadis tahap berikutnya adalah pengesahan pertunangan. Tahap ini ditandai dengan adanya suatu acara pengantar kue-kue dan buah-buahan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pada masa ini kedua belah pihak bebas bertemu akan tetapi mempunyai batasan pada sopan santun dan norma susila.59 Masa bertunangan ini berlangsung sampai saat perkawinan tiba.

c. Menentukan hari perkawinan

Setelah masa bertunangan, pihak laki-laki telah siap dengan biaya untuk upacara perkawinannya, maka ditentukan hari perkawinan. Pada umumnya ditentukan saat perkawinan dicari hari dan bulan yang baik. Dibicarakan juga apa yang diminta oleh keluarga si gadis sebagai persyaratannya, berapa jumlah uang mas kawin, dan peralatan yang diperlukan.60

d. Mengantar Peralatan

Pihak laki-laki Mengantar peralatan yang sudah ditentukan pada pembicaraan terdahulu, biasanya seperti peralatan rumah tangga, perhiasan emas, pakaian lengkap, dan uang mas kawin. Tidak lupa mengantar uang pelangkah jika si gadis mempunyai kakak yang belum menikah. Semua peralatan dibawa dan diarak oleh pihak laki-laki dengan terbuka, sehingga orang-orang dapat melihat barang apa saja yang dibawa.61

e. Menyerahkan uang sembah

Tiga hari sebelum hari perkawinan tiba, si pemuda dengan diantar oleh seorang keluarganya pergi ke rumah calon mertua untuk menyerahkan uang kepada si gadis sendiri, yang disebut uang sembah. Adapun maksudnya

(43)

adalah sebagai pembuka hubungan antara si pemuda dengan gadis yang akan menjadi calon istrinya.62

f. Serahan

Serahan adalah suatu upacara mengantar bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan pesta pada keesokan harinya oleh pihak pemuda. Serahan ini merupakan kewajiban bagi pihak keluarga pengantin laki-laki untuk membantu peralatan pesta yang akan berlangsung di rumah keluarga pengantin wanita.63

g. Nikah

Pada hari pernikahan si pemuda diantar oleh beberapa orang keluarganya dan berangkat menjemput menuju ke rumah si gadis untuk bersama-sama pergi ke penghulu melakukan akad nikah. Akan tetapi pengantin wanita tidak boleh terlihat oleh pengantin laki-laki. Sesampainya di depan penghulu, akad nikah pun dilakukan dengan disaksikan oleh keluarga dan kedua belah pihak.64 Ketika berlangsungnya ijab-kabul dilakukan dalam suasana yang tenang karena pernikahan merupakan peristiwa yang penting dan merupakan persetujuan serta perjanjian yang suci.

h. Ngarak pengantin

Dari rumah pengantin laki-laki diarak ke rumah pengantin wanita oleh keluarga, kaum kerabat dan teman-teman. Di dahului oleh barisan rebana dan nyanyian dengan berjalan kaki. Sesampai di depan pintu dilakukan prosesi adat buka palang pintu. Setelah pintu itu dibuka, pengantin bertemu dan duduk dipelaminan. 65

i. Main nganten-ngantenan

Sehari setelah upacara pernikahan maka pada sore harinya laki-laki pergi ke rumah istrinya dengan membawa kiras, yaitu beras tiga liter dan seekor ayam. Kewajiban istri untuk memasak menyediakan makanan tetap

(44)

dilakukan. Kejadian ini berlangsung sampai dua atau tiga hari tanpa si istri mau menegur si suami.66

j. Main marah-marahan

Setelah saat-saat main nganten-ngantenan berlangsung, selama itu pula si suami pulang pergi ke rumah istri tanpa menginap. Karena ceritanya si istri masih tetap marah kepada suaminya. Bila malam itu istrinya belum juga mau bicara maka suami kembali lagi kerumahnya.67

k. Menyerahkan uang penegor.

Suatu malam suami datang kembali untuk merajuk istrinya agar mau bicara atau tertawa. Jika dengan cara ini masih tidak berhasil juga maka suami akan memberikan uang kepada istrinya yang disebut uang penegor. Jika uang penegor cukup dan membuat istri mau tersenyum atau bicara. Maka resmilah menjadi suami istri dan suami menginap di rumah orang tua istri.68 l. Pesta penutup

Setelah empat atau lima hari pengantin baru tinggal di rumah orang tua istrinya, maka dibuatlah rencana untuk keberangkatan ke rumah orang tua suami. Maksud keberangkatan adalah untuk menyelenggarakan pesta penutup

atau yang umum dikenal dengan istilah “Ngunduh Mantu”.69

Pada pernikahan orang Betawi dewasa ini, upacara perkawinan sudah jarang dilakukan secara lengkap dengan menampilkan semua bagian tahapan pernikahannya karena kenyataanya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah tidak lagi mengikuti adat masyarakat Betawi asli dan sudah mengalami perubahan-perubahan dari adat aslinya.

Hal-hal yang sudah sangat jarang dilakukan dalam upacara pernikahan Betawi pada saat ini adalah main nganten-ngantenan, main marah-marahan, menyerahkan uang penegor dan pesta penutup. Alasan ditiadakan karena sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya

(45)

pada saat ini.70 Akan tetapi didalam upacara perkawinan selalu diusahakan agar sebagian prosesi adat dapat dilaksanakan contohnya palang pintu.

C. Tradisi Buka Palang Pintu

1. Pengertian Tradisi

Secara definisi istilah tradisi menurut kamus umum bahasa Indonesia dipahami sebagai segala sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang.71 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Kerena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya, dan mengubahnya.72

Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.73 Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun-temurun yang dapat dipelihara.74

Sedikit menyinggung teori, tokoh sosiologi, Emile Durkheim The Division of Labor in Society, mengemukakan bahwa “solidaritas organik suatu masyarakat perkotaan dibentuk dan dipelihara oleh keberadaan suatu sistem nilai kebersamaan yang secara historis dibangun melalui tradisi”.75 Secara tidak disadari, sistem nilai kebersamaan itu memadu perilaku warga masyarakat pada suatu arah tertentu yang menyatukan warga masyarakat

70

Ibid., h. 73. 71

W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1976), h. 1088. 72

Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Kanisius, 1976), h. 11. 73

Ariyono dan Aminuddin, Kamus Antropologi, (Jakarta : Akademika Pressindo, 1985), h. 4.

74

Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 459. 75

(46)

yang beraneka ragam. Kekuatan yang menyatukan itulah yang disebut representasi kolektif. Representasi kolektif muncul dari interaksi sosial dan hanya bisa dipelajari secara langsung .

Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun-temurun dalam sebuah masyarakat, Tradisi merupakan kesadàràn kolektif sebuah masyarakat dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti, terutama sulit diperlukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup.76

Seseorang individu dalam suatu masyarakat mengalami proses belajar dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakatnya. Nilai budaya yang menjadi pedoman tingkah laku bagi warga masyarakat adalah warisan turun-temurun yang telah mengalami proses penyerahan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses ini menyebabkan nilai-nilai budaya tertentu menjadi tradisi yang biasanya terus dipertahankan oleh masyarakat.

2. Buka Palang Pintu

Tradisi buka palang pintu adalah suatu kebiasaan turun-temurun yang masih dipertahankan dalam masyarakat Betawi, biasanya tradisi ini dilakukan diacara pernikahan, meskipun tidak semua masyarakat Betawi melakukan tradisi buka palang pintu di acara pernikahannya.

Buka palang pintu adalah “salah satu bagian dari serangkaian acara prosesi adat perkawinan Betawi, yang lebih dikenal dengan istilah Palang Pintu”.77 Acara ini dilakukan ketika mempelai pria dengan rombongannya datang kerumah mempelai wanita untuk duduk melaksanakan akad nikah.

Palang Pintu secara bahasa terdiri dari dua kata “palang dan pintu. Palang dalam bahasa Betawi adalah Penghalang supaya orang lain atau

76

Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 3. 77

(47)

sesuatu tidak bisa lewat, pintu adalah pintu”.78 Jadi dapat diartikan Palang Pintu adalah Tradisi Betawi untuk membuka penghalang orang lain untuk masuk ke daerah tertentu dimana suatu daerah mempunyai jawara (sebagai penghalang/palang) dan biasa dipakai pada acara perkawinan atau bebesanan.

Petasan dipasang sebagai tanda calon pengantin pria mau bersiap berangkat. Diawali dengan upacara pemberangkatan calon pengantin laki-laki

dengan iringan pembacaan do’a dan Sholawat Dustur, kemudian calon

pengantin laki-laki mencium tangan kepada orang tua serta keluarga,

memohon do’a restu dan keberkahannya. Ketika pengantin mulai berjalan

dari depan pintu rumah menuju ke rumah calon pengantin perempuan diiringi dengan rebana khas betawi yaitu rebana ketimpring.79

Pada saat calon pengantin laki-laki dan para pengiringnya sudah mendekati tempat kediaman calon pengantin perempuan maka disambut dengan bunyi petasan serenceng. Setelah sampai di halaman rumah mempelai wanita, pihak laki-laki ditahan oleh beberapa orang pihak tuan rumah yang menutup pintu masuk.80

Pihak calon pengantin laki-laki dihadang oleh tuan rumah yang juga telah menyiapkan jawara-jawaranya yang disebut palang pintu. Maka terjadilah dialog dengan bahasa pantun serta sedikit disisipi dengan humor.81 Di dalam acara buka palang pintu ini ada berbalas pantun, adu jago silat, dan baca sike atau yalil.82

Pertama-tama pihak rombongan laki-laki dan pihak perempuan bebalas pantun yang pada intinya pihak rombongan laki-laki harus mampu membuka palang pintu atau jagoan yang sudah disiapkan pihak perempuan. Setelah berbalas pantun, sang jawara menunjukkan jurus pukulan yang orang betawi menyebutnya maen pukul maknanya adalah perjaka Betawi yang ingin

78 Barong Minah, “Palang Pintu”, http://senisetu.wordpress.com/about/

(48)

berumah tangga harus siap secara lahiriyah untuk melindungi istri dan keluarganya semua halangan fisik.83

Setelah maen pukulan dan dimenangkan pihak laki-laki, pihak perempuan meminta dikumandangkan sike artinya adalah solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi sike yang dikumandangkan harus merdu. Sebagai tanda bahwa calon suami tidak diragukan lagi kemampuan dan pengetahuan agamanya atau orang Betawi menyebut bisa mengaji dan ibadah simbol agamis bukan Islam KTP. Setelah sike dikumandangkan dan syarat-syarat telah dipenuhi, maka rombongan calon pengantin laki-laki di persilahkan masuk dengan diiringi rebana ketimpring.84

Adapun perlengkapan dari tradisi palang pintu antara lain berikut penjelasannya:

a. Rebana ketimpring

Menurut H. Sueb, “Orang dulu tidak mau repot-repot. Mungkin karena rebananya kecil, suaranya juga kecil, bunyinya pring-pring lalu di beri nama ketimpring,”. Begitulah asal-muasal (proses) pembentukan nama ketimpring yang mengiringi orkes rebana.85

Sebutan rebana ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang kerincingan, yakni semacam kecrek yang dipasang pada badannya. Badan rebana terbuat dan kayu yang menurut istilah setempat biasa disebut

kelongkongan. Rebana ketimpring “biasanya terdiri dari tiga buah rebana berukuran sama, dengan garis tengah kurang lebih antara 20-25 cm. Tiga buah rebana itu ada yang disebut rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima”.86 Posisi Rebana Ketimpring ada di belakang pengantin, selain mengarak pengantin, terkadang Rebana Ketimpring ikut juga berpartisipasi di dalam pembacaan Maulid.87

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 56. 86

Muhadjir, Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986), h. 40.

87

Gambar

Tabel 3.1
GAMBAR 4.1
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kepada Pendiri Palang Pintu
Gambar 4.1 Peta wilayah kelurahan Tanjung Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait