TAHUN 2006 PERIODE 2011-2015
SKRIPSI
Oleh :
Andari Giswara
NPM : 20130730200
FAKULTAS AGAMA ISLAM PRODI MUAMALAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Islam (S.E.I) Strata Satu pada Prodi Muamalat Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh : Andari Giswara NPM : 20130730200
FAKULTAS AGAMA ISLAM PRODI MUAMALAT
“I’m not telling you it’s going to be easy, I’m telling you it’s going to be worth it”
_Success Fondation_
“The most important thing you have done every day is survived”
_Iselda Syafiqah_
“So, do not weaken and do not grieve and you will be superior if you are (true)
believers”
Skripsi ini dipersembahkan untuk orang yang paling berpengaruh di hidupku. Ayah dan Ibu, kedua orangtua yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang,
ketulusan serta pengorbanan yang luar biasa. Teruntuk kedua saudari kandungku Dhara Ersha Losarina dan Radha Andesta
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
ABSTRAC ... xvi
ABSTRAK ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Pembahasan... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 11
2. Pendapatan Daerah ... 20
3. Pendapatan Asli Daerah ... 22
a. Pajak Daerah ... 22
b. Retribusi Daerah... 23
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ... 23
d. Zakat ... 24
e. Lain-lain PAD yang sah ... 28
C. Kerangka Berfikir... 30
D. Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian ... 33
B. Jenis Data ... 33
C. Metode Pengumpulan Data ... 33
D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 34
E. Model Penelitian ... 37
F. Metode Penelitian... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Aceh ... 46
B. Hasil Penelitian ... 48
1. Model Estimasi Data Panel ... 48
2. Uji Hausman Test ... 51
3. Uji Asumsi Klasik ... 52
B. Saran ... 67
Tabel 2.1. Perbedaan Penelitian Sebelumnya ... 13
Tabel 2.2. Interval Rasio Desentralisasi Fiskal ... 18
Tabel 2.3 Interval Rasio Indeks Kemampuan Rutin... 18
Tabel 2.4 Interval Rasio Kemandirian ... 19
Tabel 4.1 Hasil Commen Effect ... 49
Tabel 4.2 Hasil Fixed Effect ... 49
Tabel 4.3. Hasil Random Effect ... 50
Tabel 4.4 Hasil Dalam Menentukan Model Terbaik ... 51
Tabel 4.5 Hasil Multikolinearitas ... 53
Tabel 4.6 Hasil Persamaan Regresi ... 54
Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi ... 55
Tabel 4.8 Hasil Uji t-statistic ... 57
Tabel 4.9. Hasil Uji F-statistic ... 61
Grafik 1.1. Pangsa Pendapatan Daerah Aceh 2011-2015 ... 2
Grafik 1.2. Pertumbuhan Target Pendapatan Aceh 2011-2015 ... 2
Grafik 1.3. Struktur Pendapatan Aceh 2015 ... 3
Grafik 1.4. PAD pra UUPA ... 3
Grafik 1.5. PAD Pasca UUPA ... 5
Grafik 1.6. Struktur PAD 2015 ... 5
Grafik 2.1. Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 32
Grafik 3.1. Metode Penelitian ... 45
Grafik 4.1. Pendapatan Dana Zakat Provinsi ... 48
Grafik 4.2. Hasil Scatter plot ... 56
The purpose of this study to exam the effect of local revenue (PAD) of the financial performance of the district and city in Aceh province. Since 2011-2015 after applied UUPA No 11st 2006. This study uses secondary data of panel data with multiple linear regression models through analysis data like classic assumption test. The results showed that the local revenue (PAD) take significant effect of partial and simultaneous on the financial performance of the district and city in Aceh province.
Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh Pendapatan Asli daerah (PAD)
terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh selama
periode 2011-2015 yaitu pasca berlakunya UUPA No 11 Tahun 2006. Penelitian ini
menggunakan data sekunder berupa data panel dengan model regresi linear berganda
melalui analisis data berupa uji asumsi klasik. Hasil regresi menunjukkan bahwa
komponen PAD baik secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Aceh terletak Antara 01058’ 37,2” – 06004’ 33,6” LU dan
94057’ 57,6” – 98017’ 13,2” BT dengan ketinggian rata-rata 125 Meter di permukaan air laut. Pada tahun 2009 hingga saat ini Provinsi Aceh terdiri
dari 18 kabupaten, 5 kota, 289 kecamatan, 778 mukim dan 6.403 gempong
atau desa1. Provinsi Aceh memiliki potensi strategis sebagai pintu gerbang
lalu lintas perdangan Nasional dan Internasional yang menghubungkan
belahan dunia Timur dan Barat sehingga memiliki potensi pendapatan
daerah yang besar, hal ini terlihat dari meningkatnya realisasi pendapatan
Aceh pada tahun 2015. Sebanyak 65% pendapatan Aceh tahun 2015 pada
triwulan ke-IV dikelola langsung oleh pemerintah kabupaten dan kota
sedangkan sisanya yaitu sebesar 35% dikelola oleh pemerintah Provinsi.
Struktur tersebut relatif tidak berubah dalam kurun waktu lima tahun
terakhir2. Target pendapatan pemerintah kabupaten dan kota Aceh tahun
2015 adalah sebesar Rp. 22,70 Triliun, naik sebesar 13% dibandingkan
dengan tahun 2014. Sementara itu, target pendapatan pemerintah Provinsi
Aceh pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 12,01 Triliun, naik sebesar 8%
dibandingkan dengan tahun 2014. Kenaikan target tersebut tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya3. Hal ini terlihat dari
Grafik 1.1 dan Grafik 1.2 dibawah ini :
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
3 Ibid.
Grafik 1.1. Pangsa Pendapatan Daerah Aceh 2011-2015
2011-Dari grafik di atas dapat diketahui, bahwa pangsa pendapatan daerah Aceh
selama lima tahun berturut-turut mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa
pendapatan Aceh mengalami pertumbuhan secara positif. Peningkatan pendapatan
Aceh secara signifikan terjadi pada tahun 2014 yaitu mencapai 64% ini
menunjukkan bahwa pendapatan Aceh yang berasal dari pendapatan kabupaten dan
kota lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang berasal dari provinsi.
Pendapatan Aceh tersebut terdiri dari berbagai jenis pendapatan, baik Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dana otsu, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) maupun pendapatan lainnya. Adapun rincian
pendapatan Aceh pada tahun 2015 dapat terlihat pada Grafik 1.3.
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Terlihat dari Grafik 1.3 diatas, struktur pendapatan Aceh tahun 2015 di
dominasi oleh DAU dan dana otsus4. Sementara itu, PAD dan DBH masih memiliki
4 PDF.“Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional. Prov. Aceh Triwulan II-2015”
., hal 69.
pangsa pasar yang rendah. DAU dan otsus + ( otsus dan dana penyesuaian) Provinsi
Aceh masing-masing mencapai 38% dan 31% dari total pendapatan Aceh dengan
nilai masing-masing sebesar Rp. 13,22 Triliun dan Rp. 10,73 Triliun. Sementara
itu, PAD dan DBH Provinsi Aceh masing-masing hanya mencapai 11% dan 5%
dari total pendapatan Aceh5.
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku6. Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki kewenangan khusus
dalam menjalankan pemerintahan daerahnya. Ini terlihat dari lahirnya
undang-undang khusus yang membahas tentang pendapatan asli daerah (PAD) yang
kemudian dikenal dengan UUPA No 11 Tahun 2006, yang berbunyi:7 (1) Pasal 180
ayat (1) huruf d menyebutkan : “Zakat merupakan salah satu sumber Penerimaan Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota”. (2) Pasal 191 menyebutkan : “Zakat, harta wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Maal Aceh dan Baitul Maal Kabupaten/Kota yang diatur dalam Qanun” Dan terakhir (3) Pasal 192
menyebutkan : “Zakat yang dibayar menjadi pengurang terhadap jumlah Pajak Penghasilan (PPh) terhutang dari wajib pajak”.
5 Ibid.
6 Abdul Halim. Akutansi Keuangan Daerah., hal. 96.
Pasca diberlakukannya UUPA No. 11 Tahun 2006 ini, komponen PAD
Provinsi Aceh terdiri dari:8 (1) Hasil pajak daerah, (2) Retribusi daerah, (3) Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (4) Zakat/infaq, (5) Lain-lain PAD
yang sah. Adapun perbandingan PAD Provinsi Aceh pra dan pasca berlakunya
UUPA No 11 Tahun 2006 dapat dilihat pada grafik 1.4 dan Grafik 1.5.
Sumber : BPS Aceh, diolah 2016 Sumber : BPS Aceh, diolah 2016
Dua grafik di atas menjelaskan perbedaan PAD Provinsi Aceh pra dan pasca
berlakunya UUPA No 11 Tahun 2006. Hal ini terlihat dari jumlah komponen yang
menyusun PAD. Perbedaan yang mencolok adalah adanya komponen zakat pasca
berlakunya UUPA. Ini menegaskan bahwa zakat di provinsi ini tidak hanya berupa
kewajiban terhadap agama tetapi juga menjadi kewajiban terhadap Negara yang
secara tegas diatur oleh undang-undang. Pra berlakunya UUPA, komponen terbesar
penyusun PAD adalah Pajak Daerah (PD) yaitu setara dengan Rp. 138 Miliar pada
tahun 2005, namun secara garis besar pendapatan asli daerah Aceh periode
2005 mengalami peningkatan. Pasca berlakunya undang-undang, komponen PAD
yang memiliki kontribusi terbesar selama lima tahun berturut-turut adalah Lain
PAD yang Sah (LPS) yaitu selama periode tahun 2011-2015. Sedangkan komponen
yang memberikan kontribusi paling rendah adalah Kekayaan Daerah Terpisah
(KDT) yang hanya menyumbang dibawah satu triliun dalam kurun waktu lima
tahun terakhir9. Namun, secara garis besar pendapatan PAD setiap tahunnya selalu
mengalami peningkatan.
Sumber : BPS Aceh, diolah 2016
Berdasarkan Grafik 1.6 di atas dapat disimpulkan bahwa komponen utama
yang memberikan kontribusi terbesar dalam PAD tahun 2015 adalah LPS dengan
prosentase 55% atau setara dengan Rp. 1,163 Triliun dan yang terendah adalah
KDT dengan prosentase 3% atau setara dengan Rp. 63 Miliar. Sedangkan Zakat
yang pada dasarnya adalah kewajiban bagi setiap muslim hanya mampu
berkontribusi sebesar 7% saja10.
9
www.bpsaceh.go.id
10 Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/kota 2014-2015 hal 11-55
Jika di lihat lebih rinci yang mendominasi pendapatan Aceh tahun 2015
adalah DAU dan dana ostus +. DAU dan dana otsus merupakan dana bantuan
keuangan dari pemerintah provinsi. Pada tahun ini penyaluran dana yang berasal
dari otsus mengalami peningkatan karena adanya keputusan pemerintah provinsi
untuk meningkatkan pangsa otsus kepada pemerintah kabupaten dan kota11. Hal ini
mencerminkan masih besarnya ketergantungan Aceh terhadap anggaran pusat,
padahal sektor pendapatan asli daerah menjadi indikator penting dalam menilai
kinerja keuangan pemerintah. Untuk menilai kinerja pemerintah daerah (Pemda)
dalam mengelola keuangan daerahnya, dibutuhkan analisis rasio keuangan. Hasil
analisis rasio keuangan inilah yang selanjutnya dipergunakan sebagai tolak ukur
dalam menilai kemandirian keuangan daerah, efisiensi dan efektivitas dalam
merealisasikan pendapatan serta melihat besar kecilnya kontribusi masing-masing
sumber pendapatan12. Namun penggunaan analisis rasio keuangan pada organisasi
sektor publik khususnya pemda ini belum banyak dilakukan.
Dari masalah-masalah inilah kemudian yang melatar belakangi peneliti
melakukan penelitian mengenai pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Adanya ketimpangan antara besaran PAD dengan kinerja
keuangan pemerintah menjadi alasan yang kuat bagi peneliti untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota
11 PDF.“Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional. Prov. Aceh Triwulan II-2015”
Provinsi Aceh Pasca Berlakunya UUPA No 11 Tahun 2006 Periode 2011-2015”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah komponen PAD secara parsial mempengaruhi kinerja keuangan
pemerintah daerah kabupaten dan kota Provinsi Aceh pasca berlakunya
UUPA No 11 tahun 2006?
2. Apakah komponen PAD secara simultan mempengaruhi kinerja
keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota Provinsi Aceh pasca
berlakunya UUPA no 11 tahun 2006?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh PAD secara parsial terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota Provinsi Aceh
pasca berlakunya UUPA no 11 tahun 2006.
2. Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh PAD secara simultan
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota
Provinsi Aceh pasca berlakunya UUPA no 11 tahun 2006.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab
pertanyaan yang semulanya berupa asumsi menjadi pendapat yang pasti
mengenai kinerja pemerintah daerah yang diukur melalui aspek
pendapatan asli daerah (PAD).
2. Bagi praktisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan
pemerintah kabupaten/kota provinsi Aceh sehingga dapat meningkatkan
kinerja keuangan di masa yang akan datang.
3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu mengunggah
para akademisi lainnya untuk meneliti kinerja keuangan di provinsi yang
berbeda agar mampu mengawal kinerja pemerintahan khusunya
dibidang keuangan sehinga dapat berkontribusi positif bagi negeri.
E. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini sistematika pembahasan meliputi :
a. BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat
serta sistematika pembahasan.
b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka, kerangka teori, kerangka
berfikir serta hipotesis penelitian.
c. BAB III : METODELOGI PENELITIAN
Bab ini memuat penjelasan tentang objek dan subjek penelitian, jenis
data, metode pengumpulan data serta definisi operasional variabel dan
d. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil dari olah data yang dilakukan peneliti dan kemudian
dijabarkan dalam pembahasan. Adapun isi pembahasan sesuai dengan
rumusan masalah yang telah ditentukan. Pada bab ini kesimpulan
penelitian dapat ditarik
e. BAB V : PENUTUPAN
Bab ini sebagai bab terakhir dalam penelitian yang berisi kesimpulan,
saran-saran atau rekomendasi. Kesimpulan didapat dari hasil analisis
data yang disesuaikan dengan rumusan masalah. Saran merupakan
masukan yang diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai landasan
penelitian saat ini adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Swastika Enjang Prasasti
(2014) dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan
Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2007-2013.
Metode yang digunakan berupa metode kuantitatif dengan alat analisis
berupa SPSS dengan teknik analisa data menggunakan model regresi
linier berganda. Hasilnya yaitu pendapatan asli daerah (PAD) dan Dana
Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) pada tahun 2007-2013. Sedangkan Dana perimbangan
berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah. Sedangkan
peneliti hanya membahas PAD Provinsi Aceh dan komponennya
dengan menitik beratkan pada komponen zakat pasca berlakunya UUPA
No 11 tahun 2006, alat analisis yang digunakan berupa Eviews.
2. Sementara penelitian Suprianto (2013) dengan judul Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode
terhadap Kinerja Keuangan (berdasarkan tingkat kemandirian) selama
periode 2003- 2012. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah
obyek daerah yang diteliti serta rasio dalam mengukur kinerja keuangan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ebit Julitawati, Darwanis, Jalaluddin
tahun 2012 dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan
Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh Tahun 2009-2011. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan alat analisis
berupa SPSS dengan teknik analisa data berupa analisis regresi linear
berganda. Obyek yang diteliti terdiri dari dua variabel. Kesimpulan yang
dihasilkan adalah PAD dan dana perimbangan mempunyai pengaruh
terhadap kinerja keuangan. Perbedaan dengan peneliti saat ini terletak
pada obyek variabel, peneliti mempunyai lima variabel independen dan
satu variabel dependen. Penelitian ini juga lebih menekankan pada
komponen zakat. Alat analisis berupa Eviews namun pengukuran
kinerja keuangan menggunakan rasio kemandirian. Tahun yang
digunakan pun berbeda yaitu periode 2011-2015 dengan menjabarkan
semua komponen PAD.
4. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Cherrya Dhia Wenny
(2011) mengenai pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap
kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi
Sumatera Selatan periode 2005-2010, dapat disimpulkan bahwa
terhadap kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di
Provinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif berupa data sekunder dengan menggunkan alat analisis
berupa SPSS, terdiri dari 3 variabel. Perbedaan dengan penelitian saat
ini terletak pada variabel, objek penelitian serta alat analisis yang
digunakan.
Ringkasan mengenai perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya
akan diuraikan pada tabel di bawah ini :
B. Kerangka Teori 1. Kinerja Keuangan
Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi1
James B. Whittaker (1995) dalam Government Performance and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement menyatakan bahwa pengukuran atau penilaian kerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas.2 Pengukuran kinerja
secara berkelanjutan dapat memberikan umpan balik, sehingga
dengan upaya perbaikan secara terus-menerus dapat meningkatkan
prestasi secara objektif dalam suatu periode waktu tertentu. Pada
dasarnya terdapat indikator dalam menilai kinerja keuangan
pemerintah daerah yaitu melalui kinerja anggaran dan anggaran
kinerja. Kinerja anggaran merupakan alat yang dipakai Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sedangkan anggaran kinerja
merupakan alat yang dipakai oleh kepada daerah untuk
mengevaluasi unit kerja dibawah kendali daerah selaku menager
eksekutif. Indikator kinerja keuangan pemerintah daerah ini sangat
penting digunakan untuk mengetahui serta mengevaluasi kerja
pemerintah dalam hal keuangan daerah. Adapaun salah satu alat
untuk menganalisis kinerja pemerintahan daerah adalah dengan
melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Adapun rasio-rasio yang dapat
digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah sebagai berikut : 3
a. Rasio Desentralisasi Fiskal
Penelitian ini menggunakan rasio desentralisasi
fiskal dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah
daerah. Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah
dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah guna
membiayai pembangunan. Hal ini menunjukkan
kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
menggali dan mengelola pendapatan daerahnya. Adapun
rumus untuk mengukurnya adalah :
RDF =Total Penerimaan Daerah Tahun t x Total PAD Tahun t %
Sedangkan untuk mengukur besaran prosentase
kemampuan kinerja keuangan adalah sebagai
berikut:
Prosentase Kemampuan
Tabel 2.2 Interval Rasio Desentralisasi Fiskal
Sumber : Jurnal Penelitian
b. Rasio Indeks Kemampuan Rutin
Rasio kemampuan rutin adalah rasio untuk mengukur
seberapa besar pengeluaran pemerintah daerah tanpa
transfer dari pemerintah pusat terhadap PAD. Adapun
rumus untuk menghitung rasio kemampuan rutin adalah:
IKR =Total Pengeluaran Rutin Tahun t x Total PAD Tahun t %
Sedangkan skala rasio kemampuan rutin adalah sebagai
berikut :
c. Rasio Kemandirian
Rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Rasio
kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi
tingkat rasio kemandirian, semakin tinggi pula
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah yang merupakan komponen utama
dalam pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah
menggambarkan bahwa timgkat kesejahteraan
masyarakat semakin tinggi. Untuk menilai tinggi
rendahnya rasio kemandirian pemerintah daerah, bisa
mengacu pada Kepmendagri No.690.900.327 tahun
Adapun rasio kemandirian dapat dihitung sebagai berikut :4
RK =
a a P a +P a aP D x 100%2. Pendapatan Daerah
Menurut UU No 33 Tahun 2004 pendapatan daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah yang
dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan5.
Pendapatan Daerah merupakan hak Pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tertentu.
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi
yang beroperasi di wilayah domestik tanpa memerhatikan apakah
faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah
tersebut merupakan “Produk Domestik Regional Bruto” daerah
bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan
produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi
yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari
daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor
produksi yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta
dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini
menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah
tidak sama dengan pendapatan yang diterima daerah
tersebut. Menurut UU No 33 Tahun 2004. Sumber Pendapatan
Daerah terdiri dari :6
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain penerimaan yang sah.
Pembangunan daerah merupakan bagian pokok dalam
pembangunan nasional, sehingga pemerintah memerlukan dana
untuk membiayai pembangunan tersebut. Untuk mewujudkan
kemandirian daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah
tangganya sendiri, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk
menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah tersebut atau
yang dikenal dengan desentralisasi. Adanya kebijakan ini menuntut
daerah untuk dapat membiayai sendiri pembangunan yang mereka
canangkan.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku7. Menurut UUPA No
11 Tahun 2006 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan
yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terdiri dari :
a. Pajak daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah, yang
selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat8. Pajak daerah terdiri
dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,
pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan,
pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak
bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan serta pajak bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan9.
b. Retribusi daerah
Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi, adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan10. Dalam hal ini pemerintah pusat kembali mengeluarkan
regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yang menggantikan UU
Nomor 18 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak dan retribusi
daerah yang baru memberikan keuntungan daerah dengan
adanya sumber-sumber pendapatan baru namun, disisi lain ada
beberapa sumber pendapatan asli daerah yang harus dihapus
karena tidak lagi menjadi bagian dari hak daerah. Menurut UU
Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat tiga objek
retribusi yang dapat dipungut oleh daerah. Ketiga objek retribusi
tersebut, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan
retribusi perizinan tertentu11.
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Undang-undang no 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut
objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan
modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN dan
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok masyarakat. Jenis pendapatan ini meliputi :12
1) Bagian laba perusahaan milik daerah.
2) Bagian laba lembaga keuangan bank.
3) Bagian laba lembaga keuangan non bank.
4) Bagian laba atas pernyataan modal/investasi.
d. Zakat
Zakat menurut Bahasa adalah membersihkan diri atau
mensucikan diri. Sedangkan menurut istilah zakat adalah kadar
harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang
membutuhkan atau berhak menerimanya dengan beberapa syarat
tertentu sesuai dengan syariat islam13. Zakat sebagai rukun
islam ketiga merupakan instrument utama dalam ajaran islam
yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan
the have ke tangan the have not. Zakat wajib bagi orang yang mampu, yaitu orang yang berlebih dalam hal harta dan kekayaan.
Harta tersebut bisa berupa uang, barang perniagaan, ternak, hasil
12 Abdul Halim., hal. 64.
tanaman, dan sebaginya. Hasil akan digunakan untuk menutupi
keperluan orang miskin dan kepentingan masyarakat umum.
103. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS At Taubah :103)
277.“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-baqarah : 277).
Selain dalam al-qur’an pembahasan mengenai zakat juga tertera dalam hadis, diantaranya hadis riwayat Ahmad dan
Muslim “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah saw bersabda. Telah
berkata, ‘seseorang yang menyimpan hartanya, tidak
baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke
lambung dan dahinya…,dan seterusnya’. Ini hanya potongan
hadisnya saja. Rasulullah bersabda, yang artinya “Islam
ditegakkan atas lima (5) dasar : (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak kecuali Allah, dan bahwasannya Nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) mendirikan solat lima waktu, (3) berpuasa dalam bulan ramadhan (4) membayar zakat, (5)
mengerjakan ibadah haji ke baitullah”.
Ekonomi Islam kontemporer juga membahas mengenai
zakat, yakni di dalam kompilasi hukum ekonomi syariah buku
III tentang Zakat dan hibah. Pada bab I ketentuan umum Pasal
675 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan zakat adalah harta
yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang
dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya14. Ketentuan lainnya mengenai zakat dijelaskan
dalam lampiran.
Secara umum, terdapat tiga opini publik yang berkembang
mengenai zakat. Pertama, sebagian kalangan menganggap
bahwa zakat hanyalah sebuah mekanisme untuk melaksanakan
kewajiban keagamaan dan menjaga stabilitas sosial. Pandangan
semacam ini umumnya dipegang oleh kalangan ulama
tradisional yang menempatkan aspek hukum Islam ketimbang
dampak sosial dan ekonomi zakat15. Kalangan lainnya
berpendapat bahwa zakat dilahirkan sebagai seuah instrumental
fiskal bagi negara dan mereka melihatnya dalam kerangka
hukum untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan
masyarakat16. Kelompok yang lain, yang dimotori oleh aktivis
muslim melihat zakat dari aspek ekonomi untuk mewujudkan
keadilan sosial17.
Kebijakan mengenai zakat di negara-negara muslim sangat
bervariasi tidak seperti di Indonesia. Terdapat satu provinsi yang
menjadikan instrumental zakat sebagai pendapatan asli daerah
yaitu Provinsi Aceh. Provinsi Aceh menjadikan zakat sebagai
salah satu bagian dari pelaksanaan syariat Islam sehingga dalam
pemerintahannya pengelolaan zakat dan sebagainya tidak
tunduk pada UU pengelolaan zakat, hal ini dikarenakan zakat
memiliki otonomi khusus yang diatur dalam UUPA No 11
Tahun 2006 pasal 180 ayat (1) huruf d menyatakan bahwa zakat
merupakan salah satu sumber penerimaan daerah (PAD) Aceh
dan PAD kabupaten/kota Aceh. Kemudian pasal 191
menyatakan bahwa zakat, harta wakaf dan harta agama dikelola
oleh Baitul Maal Aceh dan Baitul Maal kabupaten/kota.
15 A. Hassan dan Tengku Hasby Ash Shiddiqy (1960-1970) dalam politik filantropi islam di Indonesia. Hilman Latief (2013)., hal. 59.
16 Sjechul Hadi Utomo, pemerintahRepublik Indonesia Sebagai Pengelola Zakat (Jakarta: Firdaus, 1993) dalam politik filantropi islam di Indonesia. Hilman Latief (2013)., hal. 5.
e. Lain-lain PAD yang sah
Menurut UU No 33 tahun 2004 tentang lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah. Lain-lain PAD yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam
jenis pajak daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Pendapatan ini meliputi18:
1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
2) Jasa Giro;
3) Pendapatan Bunga;
4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing; dan
5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagi akibat dari
penjualan dan/atau jasa oleh daerah.
Adapun dua faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah
suatu daerah, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
terdiri dari investasi, inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor
Internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi,
penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem
dan pelaporan19.
Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-undang no 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU no 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, oleh karena itu Pemerintah Daerah harus
melakukan maksimalisasi Pendapatan Daerah. Untuk peningkatan
pendapatan daerah dapat dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :20
1. Intensifikasi, melalui upaya :
a) Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi
daerah.
b) Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna
mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi.
c) Mengintensifikasi penerimaan retribusi yang ada.
d) Memperbaiki sarana dan prasarana pungutan yang belum
memadai
2. Penggalian sumber-sumber penerimaan baru (ekstensifikasi).
Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut
harus ditekankan agar tidak menimbulkan biaya ekonomi yang
terlalu tinggi karena, pada dasarnya upaya ekstensifikasi bertujuan
untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan
demikian upaya ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk
mempertahankan potensi daerah agar potensi tersebut dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan
unsur yang penting dalam peningkatan pendapatan sehingga
peningkatan pelayan harus dilakukan guna memberikan kepuasan
kepada masyarakat sehingga timbul paradigm dimasyarakat bahwa
komponen PAD yang mereka bayarkan mampu memberikan
kontribusi yang besar bagi pelayanan di masyarakat.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kerangka teori yang diperkuat dengan
penelitian terdahulu, maka dapat dibuat kerangka berfikir sebagai
berikut :
1. Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD
dengan kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota di Povinsi
Aceh.
Kinerja keuangan pemerintah merupakan indikator penting
dalam menilai baik buruknya pemerintah dalan menjalankan
wewenang untuk meningkatkan pendapatan serta kemandirian
daerahnya. penilaian kinerja keuangan tersebut menjadi tolak ukur
ketergantungan pemerintah daerah terhadap anggaran pusat.
Demi meningkatkan kinerja keuangan, pemerintah berupaya
meningkatkan kualitas pelayan publik dan berusaha mengurangi
kesenjangan sosial dengan cara meningkatkan Pendapatan Asli
daerah, retribusi daerah, kekayaan daerah terpisahkan, zakat dan
lain-lain PAD yang sah. Semakin tinggi PAD maka kinerja
keuangan semakin membaik dan ini berarti pemerintah daerah
mampu membiayai sendiri aktifitas perekonomian dengan kata lain
perekonomian daerah tersebut mandiri secara finansial.
Pada penelitian sebelumnya, Ebit Julitawati, Darwanis,
Jalaludin (2012) menyatakan bahwa secara parsial pajak daerah,
retribusi daerah, kekayaan daerah terpisahkan, zakat dan lain-lain
PAD yang sah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara parsial PAD berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh.
2. Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD
dengan kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota di
Provinsi Aceh.
Pada penelitian Cherrya Dhia Wenny (2011) dinyatakan
bahwa secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi
Sumatera Selatan. Ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama
seluruh komponen PAD mempunyai dampak postif terhadap
kinerja keuangan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa antara satu
kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan PAD
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori yang diperkuat dengan
penelitian terdahulu, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1 : Secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara
PAD dan kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota
di Provinsi Aceh.
H2 : Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara
PAD dan kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota
di Provinsi Aceh.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Objek dan Subjek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah
daerah kabupaten dan kota Provinsi Aceh. Sedangkan subjeknya adalah
seluruh komponen PAD yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
kekayaan daerah terpisahkan, zakat dan lain-lain PAD yang sah. Periode
penelitian ialah tahun 2011-2015
B. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yaitu berupa data sekunder berupa angka-angka dalam bentuk data panel.
Data diperoleh dari media perantara, baik melalui internet, buku dan media
lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi, yaitu mencatat data dari laporan-laporan berbagai sumber.
Sumber data sekunder diperoleh dari laporan Badan Pusat Statistika (BPS)
yang telah di unggah ke laman resmi lembaga tersebut. Data yang
digunakan merupakan data realisasi anggaran pendapatan dan belanja
data dari kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi Aceh caturwulan
II dan IV tahun 2015. Aceh dalam angka tahun 2000-2005 dan 2011-2015.
D. Definisi Operasioanal Variabel dan Pengukurannya
Penelitian ini terdiri dari enam variabel yang meliputi lima variabel
independen dan satu variabel dependen. Variabel independen (bebas)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel
independennya yaitu :
1. Pajak daerah
Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan ditetapkan melalui peraturan daerah1. Pungutan ini
dikenakan kepada semua objek seperti orang/badan dan benda
bergerak/tidak bergerak, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak parker, dll. Dalam penelitian ini pajak
daerah berperan sebagai variabel independen (X1) yang kemudian
disebut X1PD. Satuan pajak daerah yang digunakan berupa milyaran
rupiah.
2. Retribusi daerah
Hasil retribusi daerah adalah pungutan yang diambil oleh
pemerintah daerah atas penerimaan pelayanan jasa yang telah
diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan dan kemanfaatan
umum serta pungutan dari pembayaran jasa usaha dan pembayaran
atas izin tertentu2. Dalam penelitian ini retribusi daerah sebagai
variabel independen (X2) yang kemudian disebut X2RD. Satuan
yang digunakan berupa milyaran rupiah.
3. Pendapatan hasil pengelolaan kakayaan yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik negara/BUMN, bagian laba atas penyertaan
modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat. Dalam penelitian ini satuan pendapatan hasil
pengelolaan kekayaan sebagai variabel independen (X3) yang
kemudian disebut X3KDP. Satuan dari variabel ini berupa milyaran
rupiah.
4. Zakat
Zakat menurut Bahasa adalah membersihkan diri atau
mensucikan diri. Sedangkan menurut istilah zakat adalah kadar harta
tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan
atau berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu sesuai
dengan syariat islam3. Infaq menurut Bahasa berarti mengeluarkan
2 Ibid, ayat 64
sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu, sedangkan menurut
istilah infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan untuk kepentingan yang diperintahkan islam. Dalam
penelitian ini satuan zakat/infaq merupakan variabel independen
(X4) yang kemudian disebut X4ZKT. Satuan yang digunakan berupa
milyaran rupiah.
5. Lain-lain PAD yang sah
Lain-lain PAD yang sah yaitu penerimaan daerah yang
berasal dari lain-lain milik pemda, seperti hasil penjualan aset
daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, dll4.
Dalam penelitian ini satuan lain-lain PAD yang sah merupakan
variabel independen (X5) yang kemudian disenbut X5LPS.
Satuannya berupa milyaran rupiah.
6. Kinerja keuangan
James B. Whittaker menyatakan bahwa pengukuran atau
penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas5. Dalam
penelitian ini kinerja keuangan merupakan variabel dependen (Y).
Satuannya berupa milyaran rupiah yang diukur berdasarkan rasio
desentralisasi fiskal, kemudian disederhanakan dalam skala derajat
interval.
4 PDF UU No 33 Tahun 2004, bab V, pasal 6 ayat 2
E. Model Penelitian
Model penelitian menunjukkan hubungan antar varoabel yang
diteliti. Dilain sisi, model penelitian menunjukkan jumlah rumusan masalah
yang akan dibahas dan dijawab dalam penelitian. Penelitian ini menguji
hubungan antara PAD dengan kinerja keuangan pemerintah baik secara
parsial maupun secara simultan. Pada penelitian ini model persamaan
regresi yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, yaitu regresi
yang memiliki satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel
independen. Model regresi linier berganda bertujuan untuk mendeteksi
kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
model penelitian yang digunakan oleh Cherry Diah W (2012) yang meneliti
tentang pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pada pemerintah
kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan. Peneliti ini mengunakan
metode regresi liner untuk mengetahui pengaruh dari PAD terhadap kinerja
keuangan pemerintah. Adapun model persamaan yang cherry buat adalah
sebagai berikut:
� = � + � � + � � + � � + � � + � (3.1)
Keterangan:
Y : Kinerja (Variabel dependen)
α : Konstanta
Varibel independen :
X1 : Pajak Daerah
X2 : Retribusi Daerah
X3 : Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
X4 : Lain-lain PAD yang Sah
Pada model penelitian Cherry, peneliti menggunakan data seluruh
komponen PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, kekayaan
daerah terpisahkan serta lain-lain PAD yang sah. Peneliti menggunakan
rasio kemandirian dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menambahkan komponen zakat
dalam pendapatan asli daerah, sehingga variabel independennya bertambah
menjadi lima dan kinerja keuangan pemerintah (variabel dependen) diukur
berdasarkan rasio desentralisasi fiskal. Hubungan antar variabel tersebut
dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :
KKit = α + β1PDit+ β2RDit+ β3KDTit+ β4ZKTit + β5LPSit + ε (3.2)
Keterangan :
Y : Kinerja (Variabel dependen).
�
: Konstanta.�
: Tingkat kesalahan pengganggu (eror).
Variabel independen :
RD : Retribusi daerah.
KDP : Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
ZKT : Zakat
LPS : Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
F. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian dipilih sesuai dengan tujuan penelitian,
setiap peneliti perlu mengidentifikasi apakah data yang dimiliki memenuhi
asumsi dasar. Dalam penelitian terdapat dua jenis metode yaitu metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kuantitatif, yaitu data diukur dalam suatu skala numerik
(angka). Metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang memandang
suatu realitas itu dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati dan terukur,
hubungan sebab akibat dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan
analisisnya menggunakan statistic.
Data Penelitian dianalisis dengan menggunakan model analisis
regresi linear berganda yaitu menggunakan pooled data periode 2011-2015. Data diolah dengan menggunakan program bantuan EViews (Economic Views) versi 8.0. Sebelum data dianalisis lebih jauh, terlebih dahulu dibuat model estimasi data melalui Ordinary Least Square (OLS) yang terdiri dari
common effect, fixed effect dan random effect. Ini dilakukan guna mengetahui model estimasi yang tepat dalam mengolah data yang akan
1. Common Effect (Pooled Lest Square)
Model common effect menggabungkan data cross section
dengan time series dan menggunakan metode OLS untuk mengestimasi model data panel tersebut. Pada pendekatan ini tidak
memperhatikan dimensi individu maupun waktu sehingga perilaku
data antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Adapun
model uji common effect adalah sebagai berikut:
Yit = b0 + b1Xit + b2Xit +…..+
ε
it (3.3)Dimana b1 dan b2 adalah parameter, sedangkan i adalah
individu dan t adalah waktu.
2. Fixed Effect
Fixed effect adalah model dengan intercept berbeda-beda untuk setiap subjek (cross section) tetapi koefisien regresi (slope) setiap subjek tidak berubah seiring waktu. Dalam membedakan
suatu subjek dengan subjek lainnya digunakan variabel dummy atau yang sering disebut dengan model Least Square Dummy Variabels
(LSDV). Adapun model pada fixed effect adalah sebagai berikut:
Yit = b0 + b1Xit + b2Xit + b3D1i + b4D2i+ …. +
ε
it (3.4)Dimana D adalah dummy, i adalah 1,2,…n dan t adalah
3. Random Effect
Random effect disebabkan variasi dalam nilai dan arah hubungan antar subjek diasumsikan random yang dispesifikasikan dalam bentuk residual. Metode analisis data panel menggunakan
model ini haruslah memenuhi syarat yaitu jumalah cross section
harus lebih besar dari variabel peneliti. Model dalam mengestimasi
random effect adalah Generalized Least Square (GLS). Adapun
modelnya adalah sebagai berikut :
Yit = a1 + bj
X jit+ ε
it denganε
it = ui + vt + wt (3.5)Dimana Ui ~ N (0, u2) adalah komponen cross section
error sedangkan Vt ~ N (0, v2) adalah komponen time series error dan Wit ~ N (0, w2) adalah komponen error kombinasi.
Setelah melakukan ketiga model diatas maka langkah selanjutnya
adalah menentukan model yang paling tepat dalam mengolah data dengan
melakukan Uji Hausman Test yaitu dengan membeuat hipotesis seperti:
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan
membandingkan F statistik dengan F tabel atau membandingkan F tabel
(>) dari F tabel atau F hitung > 0,05 maka H0 ditolak. Ini berarti model
yang lebih tepat dipakai adalah model fixed effect dan sebaliknya. Setelah model estimasi telah terpilih makan langkah selanjutnya adalah melakukan
uji asumsi klasik. Pada data panel tidak semua uji asumsi klasik di gunakan.
Adapun uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Multikolinearitas
dan Uji Hetereoskedestisitas.
4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji hubungan atau korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi yang kuat antar variabel
independennya. Metode untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
multikolinearitas ini yaitu melalui metode korelasi parsial antar
variabel dengan syarat koefisien korelasi tidak lebih dari 0,85. Jika
syarat ini tidak terpenuhi maka data yang di olah menggandung
multikolinearitas.
5. Uji Heteroskedestisitas
Uji heteroskedestisitas bertujuan untuk menguji ketidaksamaan varian dari residual model regresi. Data yang baik adalah data yang
memiliki nilai regresi yang konstan. Metode yang digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedestisitasini yaitu
dengan melakukan Uji Grafik. Uji Grafik dilakukan dengan
meregresi fungsi-fungsi residual. Jika variabel independen tidak
yang terbentuk dalam persamaan regresi tidak mengandung
heteroskedestisitas.
Terpenuhinya asumsi klasik bersifat mutlak, hal ini dilakukan guna
memperoleh model regresi dengan estimasi yang tidak bias sehingga data
yang di uji dapat dipercaya. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis yang
telah dibuat langkah berikutnya adalah melakukan uji signifikansi.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Uji Simultan (F), Uji Parsial (t), dan model persamaan regresi.
6. Uji Simultan (F)
Uji F statistik digunakan untuk menguji pengaruh dari
seluruh variabel bebas secara bersama-sama (serentak) terhadap
variabel tidak bebas. Uji F dimaksudkan untuk melihat kemampuan
menyeluruh dari variabel bebas yaitu komponen PAD (X) terhadap
kinerja keuangan (Y). Uji ini dilakukan dengan melihat nilai
koefisien determinasi (R2). Jika p-value < 0,05 maka terdapat
pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel
terkait.
7. Uji Parsial (t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji ini dilakukan
untuk melihat pengaruh komponen PAD secara parsial (satu persatu)
melihat masing-masing nilai koefisien regresi. HA diterima jika βi
≠ 0dan sebaliknya H0 diterima jika βi = 0.
8. Koefisien Determinasi
Pengukuran koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
prosentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel
dependen. Pengukuran ini untuk mengetahui seberapa besar variabel
dependen mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangakan
sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Jika dalam
regresi menggunakan dua atau lebih variabel independen maka
pengukuran koefisien determinasi akan menggunakan Adjusted R Squre, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antar
variabel dalam model yang digunakan. Nilai Adjust R Square berkisar 0-1. Dimana jika hasil semakin mendekati angka 1, maka ini
menunjukkan variabel (X) yang kita miliki semakin baik menjelaskan
variasi dari variable (Y). Adapun metode penelitian dalam penelitian ini
Grafik 3.1. Metode Penelitian
Kesimpulan
Uji Signifikan
Uji F Uji t Adjust R2
Uji Asumsi Klasik
Multikolinearitas Heteroskedestisitas Pemilihan Model Regresi Panel
Uji Chow Uji LM Uji Hausman
Model Estimasi Data Panel
Common Effect Fixed Effect Random Effect
Objek Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Aceh
Sejak tahun 2009 hingga saat ini, Provinsi Aceh terdiri dari 23
kabupaten dan kota, banyaknya jumlah kabupaten dan kota tersebut
tentunya berimbas kepada pendapatan yang diterima oleh Aceh. Semakin
baik pemerintah mengolah kekayaan tiap daerah maka secara tidak langsung
akan bermpak pula pada perekonomian daerah tersebut. Tercatat pada tahun
2015 penerimaan pendapatan pemerintah Aceh mencapai Rp 35,44 Triliun
atau 95,03%1. Penerimaan pendapatan ini tidak terlepas dari penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap kabupaten dan kota di Provinsi Aceh.
Pada laporan kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi Aceh
triwulan ke IV tahun 2015 menyatakan bahwa perekonomian Aceh pada
triwulan I 2016 diperkirakan akan tumbuh positif antara 2,68% dan 3,68%
dan secara keseluruhan tahun 2016 diperkirakan mengalami pertumbuhan
antara 2,65% dan 3,65% dan perkiraan ini lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan perekonomian aceh tahun 2015 yang mengalami kontraksi
0,72%. Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-I 2016
diperkirakan akan berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang
persiapan pilkada serentak 2017. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang
memacu pertumbuhan ekonomi Aceh ditengah risiko penurunan harga
komoditas dunia.
Namun, pesatnya pertumbuhan ekonomi Aceh tidak diimbangi
dengan kinerja keuangan pemerintah daerahnya. Ini ditunjukkan dari data
yang dikumpulkan peneliti setelah dianalisi menggunakan rasio
desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah
daerah Aceh masih belum baik. Adanya ketergantungan yang besar
terhadap bantuan dana dari pusat menjadikan daerah di kabupaten dan kota
Aceh belum mandiri secara finansial. Ketergantungan kabupaten dan kota
terhadap bantuan dana dari pemerintah pusat salah satunya disebabkan oleh
bencana, ini dikarenakan Aceh menjadi salah satu provinsi dengan sebaran
gunung api terbanyak di Indonesia baik di darat maupun di laut.
Jika dilihat lebih rinci komponen PAD lebih banyak dibandingkan
provinsi lainnya di Indonesia. Yaitu masukkan komponen zakat dalam
pendapatan asli daerah, ini menyatakan bahwa zakat tidak hanya kewajiban
syariat semata tetapi juga kewajiban atas Negara. Tapi, masukkan dana
zakat sebagai komponen PAD masih belum memberikan dampak bagi
perekonomian di Aceh. Ini disebabkan kesadaran masyarakat aceh dalam
membayar zakat masih minim meskipun secara keseluruhan zakat
Provinsi Aceh selama lima tahun terakhir yaitu periode 2011 hingga 2015
dapat dilihat pada grafik 4.1.
Sumber : BPS Aceh, diolah 2016
B. Hasil Penelitian
Adapun tahapan peneliti untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan model regresi linier berganda
berupa data panel melaui Uji Ordinary Least Square (OLS), Uji Hausman
Test, Uji Asumsi Klasik dan Uji Signifikansi.
1. Model Etimasi Data Panel
Untuk memilih model estimasi data yang tepat dalam
mengolah data penelitian maka dilakukan tiga kali uji model
yang terdiri dari model common effect (pooled least square), fixed effect dan random effect. Adapun hasil dari ketiga model tersebut yaitu:
Berdasarkan hasil olah di atas, dapat disimpulkan bahwa
model fixed adalah model yang lebih baik digunakan pada penelitian ini. Ini dilihat dari besarannya R-squared pada kedua model di atas. Pada common effect R-square sebesar 0.20 atau setara dengan 20% sedangkan pada fixed effect R-square sebesar 0,95 atau setara dengan 95%. Nilai R-square yang lebih besar dari model di atas
Tabel 4.1 Hasil Commen Effect Sumber : Data diolah 2016
tersebut yang dikemudian disimpulkan sebagai model yang lebih
baik.
Setelah dilakukan model fixed effect langkah selanjutnya melakukan uji estimasi data menggunakan model random effect. Dari hasi yang diperlihatkan pada Tabel 4.3 dapat disimpulkan
bahwa model random effect lebih tepat digunakan dalam metode ini. Ini terlihat dari adanya effect specification. Nilai cross-section random menunjukkan 0.00 atau 0% pada Rho menunjukkan data tidak mengalami kesamaan spesifikasi.
2. Uji Hausman Test
Uji hausman test dilakukan setelah hasil estimasi data yang
dianggap menjadi model regresi yang lebih baik telah terpilih. Uji
hausman digunakan untuk menentukan model yang tepat dalam
mengolah data. Adapun hasil yang diperoleh pada uji ini dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Untuk menentukan conlcusion model terbaik yang akan digunakan, yaitu antara Fixed atau Random Effects maka kedua model tersebut perlu dibandingkan menggunakan Uji Hausman
Test. Sehingga, diperlukan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Random Effects
H1 = Fixed Effects
Diketahui bahwa probabilitas cross section random sebesar 0.0000. Ini menunjukkan bahwa probilitas lebih kecil dibanding
dengan nilai α yaitu 0.05. (prob < α ) Jadi, dapat disimpulkan bahwa
hipotesis H0 berhasil ditolak. Sehingga, menurut hausman test
model fixed effect lebih baik daripada random effect karena tingkat signifikansi lebih baik secara statistik. Langkah selanjutnya adalah
melakukan uji asumsi klasik. Pada data panel tidak semua uji asumsi
klasik harus terpenuhi. Adapun uji asumsi klasik pada penelitian ini
yaitu uji multikolinearitas dan uji heteroskedestisitas.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik pada model regresi linier berganda tidak
harus semuanya terpenuhi. Pada data panel ini misalnya, uji yang
harus dilakukan hanya uji multikolinearitas dan uji
heteroskedestisitas. Uji ini guna melihat hubungan antar variabel
yang akan diolah. Hasil uji asumsi klasik pada penelitian ini bisa
dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5. Hasil Multikolinearitas Sumber : Data diolah 2016
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji hubungan atau korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi yang kuat antar variabel
independennya. Metode untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
multikolinearitas ini yaitu melalui metode korelasi parsial antar
variabel dengan syarat koefisien korelasi tidak lebih dari 0,85. Jika
syarat ini tidak terpenuhi maka data yang di olah menggandung
multikolinearitas. Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak
terdapat komponen yang mempunyai koefisien korelasi 0.85.
Sehingga bisa dikatakan data yang diolah terbebas dari adanya
multikolinearitas atau terbedas dari adanya hubungan yang tinggi
antar variabel independennya. Cara lain untuk melihat ada tidaknya
multikolinearitas adalah dengan membandingkan nilai F-statistik
Dari data diatas dapat dilihat bahwa F-statistic menunjukkan angka 4,93 sedangkan jika menggunakan F-tabel dengan jumlah
variabel sebanyak enam (6) dengan periode selama lima (5) tahun
maka hasil yang diperoleh adalah sebesar 4,95. Kesimpulan dapat
diperoleh jika hasil F-statistic lebih besar dibandingkan hasil F-tabel2. Maka, dari data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan
bahwa data yang diolah tidak terkena multikolinearitas karena hasil F-statistik lebih kecil dibanding F-tabel. (F-stat 4,93 < F-tabel 4.95).
Setelah data diuji dengan uji multikolinearitas dan tidak terdapat hubungan yang saling berkaitan maka langkah selanjutnya
adalah melakukan uji heteroskedestisitas. Uji heteroskedestisitas
bertujuan untuk menguji ketidaksamaan varian dari residual model
2Wing Wahyu W.
Analisis ekonometrika dan statistika dengan eviews. , hal.57.
regresi. Data yang baik adalah data yang memiliki nilai regresi yang
konstan. Metode yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
masalah heteroskedestisitas ini, yaitu dengan menggunakan metode grafik. Pada metode grafik kesimpulan dapat diambil dengan
melihat hasil sebaran observasi. Jika sebaran observasi tersebar
secara acak maka dapat dikatakan data yang diolah tidak mengalami
heteroskedestisitas. Metode grafik dilakukan dengan meregresi fungsi-fungsi residual.
Setelah analisis regresi dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah melihat sebaran data observasi, yaitu dengan cara membuat
grafik sebar (scatter plot). Adapun hasil dari grafik sebar yaitu : Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi
Dari grafik sebar di atas terlihat titik-titik observasi tersebar
secara acak dan tidak menunjukkan pola tertentu, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data yang diolah tidak terkena dampak
heteroskedestisitas. Setelah uji asumsi klasik terpernuhi maka langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis dengan cara uji
signifikansi.
4. Uji Signifikansi
Pengujian hipotesis dalam penelitian dengan data panel
dilakukan melalui uji signifikansi dengan menggunakan Uji
Parsial (t), Uji Simultan (F), dan model persamaan regresi. Uji
Parsil (t) digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh
independen secara individu terhadap variabel dependen dengan
mengganggap variabel lain bersifat konstan. Uji parsial
dilakukan dengan cara membandingkan nilai t-hitung dengan Grafik 4.2. Hasil Scatter plot
nilai t-tabel. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika t-
hitung > t-tabel, berarti H0 ditolak yang berarti X1 berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen, begitupun sebaliknya.
Selain membandingkan nilai t-tabel dengan t-hitung uji parsial
dapat dilakukan dengan melihat probabilitas variabel
independen. Jika probabilitas < 0.05 maka dapat dinyatakan
bahwa data yang diuji signifikan, begitupun sebaliknya. Adapun
hipotesis pada uji parsial ini yaitu:
H0 = Secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel independen
H1 = Secara parsial berperanguh signifikan terhadap variabel
dependen