• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Profitabilitas dan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Profitabilitas dan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

PROFITABILITAS DAN DAYASAING

KOPI ROBUSTA INDONESIA

Oleh

:

LISA CHANDRASARI DESIANTI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

"sesun&9uhnya

di

lihl;lm penciptaan Gzngit &n &mi &n

d

I

r

E

6ergantinya

mGzm dun siang terdapat tanda-tad 6agi orang yang 6era(d

"

@G

Immn,

190)

"Dan omng-OIang yang 6era(aC s e h +

mem@i empat

* u ,

yaitu

wa&u 6ennunajat &p& w66nya (mengingat A n 6-

(cp&

g&h)

wa&u untuk itrctrope&i

disi, wa&u untu( memt&i&n ciptuun

((arena

d - i i m

ciptaaflya ter&pat rahasia Jahli, yaitu ibmu pengetdim)

&hc

untu(memenuhi &&tu/iun jasmani ihri ma(an &n minum

"

(W&

16nu X66an)

(13)

ABSTRACT

LISA CHANDRASARI DESIANTL The Impact of Government Policies on Profitability and Competitiveness of Indonesian Robusta Coffee. Under the direction

of KUNTJORO and SRI HARTOYO.

The purpose of this research is to study the impact of government policies on profitabity and competitiveness of Indonesian robusta coffee. Smallholder is the biggest coffee beans producer in Indonesia, so the increasing coffee beans competitiveness in domestic and international markets wiU increase the h e r ' s revenues. Policy analysis matrix (PAM) method is used to see how far the impact of Indonesian government policies impact on farmer's revenues and coffee production competitiveness. The result indicated that all smallholders have comparative and competitive advantage as

shown

by the domestic resources cost (DRC) and private cost ratio (PCR) coefficient less than one. However based on value of the effective protection coefficient (EPC) the government policies were effective to robusta coffee

beans production only in West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara. While in the other region (Java, Bali, Sumatera, Kalimantan, and Sulawesi) the govemment policies were not effective.

(14)

ABSTRAK

LISA CHANDRASARI DESIANTL Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Profitabiitas dan Dayasaing Kopi ~ o b u s t a - Indonesia. Di bawah bimbiigk

KUNTJORO sebagai ketua dan SRI BARTOYO sebagai anggota komisi pembiibing

Sektor pertanian sebagai bagian integral dari sistem pembangunan nasional, memiliki peran yang penting dan strategis dalam rangka memulihkan kembali perekonomian Indonesia. Salah satu k o m d ~ t i unggulan &or pertanian sejak Pelita I

adalah kopi. Produksi biji kopi Indonesia terbesar disuplai dari perkebunan rakyat,

sehingga peningkatan dayasaing kopi di pasar domestik dan i n t e k o n a l diharapkan dapat meningkatkan profitabiitas petani kopi Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka mengatur perdagangan kopi Indonesia, diantaranya SK Menteri Perindusbian dan Perdagangan No. 29/MPP/KepN1999. Kebijakan ini tidak terlepas dari hasil kesepakatan dengan negara-negara produsen kopi dunia yang tergabung dalam Association of Coffee Producing Countries (ACPC).

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisii profitabilitas petani kopi secara

finansial dan ekonomi, (2) mengkaji dayasaing kopi Indonesia melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan (3) melakukan simulasi kebijakan untuk melihat dampak dari perubahan harga-harga input dan output. Penelitian diiakukan

dengan menggunakan data sekunder dari 24 propinsi yang dibagi rnenjadi 5 wilayah pengamatan, yaitu wilayah I: Jawa dan Bali; wilayah 11: Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat; wilayah

III:

Aceh, Sumatera Utara, Riau,

Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan; wilayah IV: Nusa Tenggara T i u r dan Nusa Tenggara Barat; dan wilayah V: Kalimantan Tengah, K a l i t a n Timur, dan Sulawesi. Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode Policy Analysis

Matrix (PAM).

Hasil analisis per hektar menunjukkan bahwa profitabilitas perkebunan rakyat secara finansial dan ekonomi di seluruh wilayah menguntungkan. Hal ini

memberikan indikasi bahwa usaha perkebunan kopi rakyat layak untuk diteruskan dan mampu berjalan secara efisien. Hasil analisis dayasaing per hektar menunjukkan seluruh wilayah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, yang berarti setiap wilayah mampu membiayai sistem produksi kopi lebii murah dibandingkan jika mengimpor kopi. Hasil analisis kebijakan ouput menunjukkan bahwa harga biji kopi

di wilayah I, 11, 111 dan V menjadi lebih rendah dari harga yang seharusnya dapat diterima oleh petani kopi. Sebaliknya, pada wilayah IV petani diuntungkan karena harga jual biji kopi lebih tinggi 8.5 persen dari harga efisiennya. Sementara hail kebijakan input asing (pupuk dan pestisida), petani di wilayah 11,

IJI

dan V dirugikan karena harus membeli input asing lebii mahal dari harga efisiennya. Sebaliknya, pada wilayah I dan

IV

petani dapat menghemat biaya pembelian input asing sebesar
(15)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bequdul :

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

PROFITABILITAS DAN DAYASAING KOPI ROBUSTA INDONESIA

adalah benar mempakan hasil k q a saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jeias dan dapat diperiksa kebenarannya.

(16)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

PROFITABILITAS DAN DAYASAING

KOPI ROBUSTA INDONESIA

LISA CHANDRASARI DESIANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pads

Program Studi llmu Ekonomi Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Profitabilitas dan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia

Nama Mahasiswa : Lisa Chandrasari Desianti

Nomor Pokok : 99040

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

P r

&

.Dr.

.

Kunt'oro Dr. Ir. Sri Hartovo. MS Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

A'@&==--

-

Dr. Ir. Bonar M. Sinaga. MA

(18)

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1970 di Jakarta, sebagai

putri ketiga dari Bapak H. Hidayat Muchtar, SH dan Ibu Hj. Siti Sundari.

Penulis menyelesaikan pendidiian di Sekolah Menengah Atas Negeri 60

Jakarta dan diterima pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jdur PMDK dan

memperoleh gelar Sajana pada tahun 1993.

Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai staf operasional PT. Bank Nusa

Intemasional, Jakarta. Selanjutnya, tahun 1996 penulis menikah dengan Dr. Ir.

Marimin, MSc dan telah dikaruniai seorang putra bemama Sugoi Marsaputra

Karsodimejo.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studi pada Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas biaya

(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karma hanya dengan

rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul "Dampak Kebijakan Pemerintah

terhadap Profitabilitas dan Dayasaing Kopi Indonesia (Kasus Perkebunan

Rakyat)", dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr. Ir .Sri Hartoyo, MS, selaku anggota komisi pembimbiig atas segala bimbimgan

dan saran selama penyusunan penelitian ini.

2. Ir. Bambang, M.Sc. dari Bagian Perencanaan Diektorat Jenderal

Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta yang telah memberikan waktu

dan pikiran dalam membantu terse1esaikannya tesis ini.

3. Dra. Mami dan seluruh staf Bagian Statistik Diektorat Jenderal

Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta atas segala waktu dan

informasi yang sangat dibutuhkan dalam penyusunan tesis ini.

4. Ir. EN Suhaeni Subekti dan Sulistyawati dari Direktorat Jenderal

Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Jakarta atas segala waktu dan infonnasi yang dibutuhkan dalam

penyusunan tesis ini.

5 . Noer Majid, SH d m seiuruh staf Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia atas

segala waktu dan infonnasi tentang perkembangan dunia perdagangan

(20)

6 . Duektur Program Pascasajana, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, dan seluruh staf Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

7. Ayahanda, ibunda, dan suami tercinta atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan sejak awal perkuliahan

ini

hingga tugas akhir penelitian ini

terselesaikan.

8. Teman-ternan dari program Studi Ilmu Ekonomi Petanian 1999 atas segala kekompakan dan kejasamanya dalam studi dan dorongan kepada penulis.

9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya studi, penelitian dan

penulisan t&s ini.

Akhimya, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki

keterbatasan dan kekurangan. Namun demikian, diharapkan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidiian dan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam perkembangan ilmu ekonomi pertanian di Indonesia.

Bogor, Mei 2002

(21)

Halaman

DAFLAR

GAMBAR

...

xii

DAFLAR

LAMPIRAN

...

xv

I

.

PENDAHULUAN

...

1

.

1 1. Latar Belakang

...

1

1.2. Perumusan Masalah

...

2

.

.

1.3. Tujuan Penehtm

...

6

1.4. Ruang Ligkup Penelitian

...

6

.

.

1.5. Kegunaan Penehtlan

...

7

I1

.

KERANGKA PE MXIRAN

...

8

2.1. Pendeltatan Teoritis

...

8

2.1.1. Konsep Dayasaing

...

8

2.1.2. Teori Kebijakan Harga

dan

Perdagangan

...

16

2.1.3. Teori Matriks Kebijakan

...

25

. .

2.2. Tinjauan Emplm

...

32

2.3. Kerangka Perr&iiran Konseptual

...

34

m

.

METODOLOGI PENELITIAN

...

39

3.1. Waktu clan Sumber Data Penelitian

...

39

...

3.2. Metode Pengofahan dan Analisis Data 40

...

3.2.1. Analisis Keb ijakan 40

...

3.2.2. Simulasi Keb ijakan 56

IV

.

PROFIL KOPI

INDONESIA

...

58

4.1. Budidaya Kopi

...

58

4.2. Perdagangan Kopi Domestik

...

63
(22)

V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

5.1. Analisis Profitabiitas ...

5.2. Analisis Dayasaing ...

5.3. Analisis Kebijakan ...

5.3.1. Kebijakan Output ...

5.3.2. Kebijakan Input ...

5.3.3. Kebijakan Input-Output ...

5.4. Analisis Kepekaan ... ...

5.4.1. WiayahI

5.4.2. Wilayah I1 ...

5.4.3. Wdayah

HI

...

5.4.4. Wilayah IV ...

5.4.5. WiayahV ...

VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.2. Kesimpulan ...

6.3. Saran ...

(23)

Nomor Halaman

... .

1 Perkembangan Harga Kopi di Bursa London dan New York 3

2 . Analisis Dampak Pajak Ekspor Terhadap Kesejahteraan

...

Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir 21

3

.

Analisis Dampak Kuota Ekspor Terhadap Kesejahteraan

...

Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir 22

4 . Komponen Input Tetap dan Input Antara ... 41

5

.

Alokasi Komponen Input Domestik dan k i n g ... 42

...

6 . Pembagian Margin Per Satu Kilogram Biji Kopi 43

Perkembangan Rata-rata Harga Pupuk di Pasar Intemasional ..

Perkembangan Nilai Tukar. T i a t Upah, Harga Pupuk. dan Harga Kopi ...

...

Persyaratan Lahan Untuk Tanaman Kopi

Perkembangan Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi Menurut Jenis Pengusahaannya ...

Kontribusi Wilayah Terhadap Produksi Kopi Nasional Tahun 2000 ...

Kontrbusi Wilayah Terhadap Total Ekspor Kopi Nasional

...

Tahun 2000

Dosis Pemupukan Tanaman Kopi ...

Perkembangan Produksii Ekspor. Impor. Stok dan Konsumsi Biji Kopi Dunia

...

Perkembangan Ekspor dan Impor Biji Kopi Indonesia ...

...

Perkembangan Harga Biji Kopi Dunia dan Domestik

(24)

Ketentuan Retensi Kopi Dunia ...

Harga Privat dan Harga Sosial Komponen Input-Output

Perkebunan Kopi Rakyat ...

...

Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial Petani Kopi

Nilai Koefisien Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan

Komparatif ...

Program Ekspor Kopi Indonesia

...

...

Ndai Indiiator Kebijakan Dalarn Matrik PAM

Hasid Siulasi Wilayah I

...

Persentase Komponen Biaya Produksi di Wilayah I ...

H a i l Simulasi Wdayah

II

... ...

Persentase Komponen Biaya Produksi di Wdayah

II

Hasil Siulasi Wilayah III ...

Persentase Komponen Biiya Produksi di Wdayah

III

...

Hasid Siulasi Wilayah

IV

...

Persentase Komponen Biaya Produksi di Wdayah N ...

Hasil Simulasi W~layah V ...

(25)

Nomor Halaman

1 . Dampak Pajak dan Subsidi Input Tradable Terhadap Output ... 17

2 . Dampak Pajak dan Subsidi Input Non Tradable Terhadap Output .. 18

3 . Dampak Pajak Ekspor Terhadap Keseimbangan Pasar ... 20

4 . Dampak Kuota Ekspor Terhadap Keseimbangan Pasar ... 21

5 . Harga Pasar Faktor Produksi Lahan ... 31 6 . Kerangka Pemikiran Analisis Profitabilitas dan Dayasaing Kopi ... 36

(26)

Nomor Halaman

1 . Perkembangan

Luas

Areal dan Produksi Kopi Robusta

di Seluruh Propinsi Indonesia ... 108

2

.

Realisasi Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan Ekspor .. 109 3 . Rekapitulasi Harga Biji Kopi Robusta Asalan Dalam Negeri

Rata-rata Per Bulan tahun 2000 ... 110

4

.

Standart Convertion Factor dan Shadow Exchange Rate Tahun

1991-2000 ... 111 5 . Standar Fisisk Kebutuhan Input Perkebunan Kopi Rakyat

Per He ktar ... 112

6 . Alokasi Biaya ke Dalam Komponen Asing dan Domestik

...

di Wiayah I 114

7 . Analisis Finansial Perkebunan Kopi Rakyat di Wiayah I ... 117

8 . Analisis Ekonomi Perkebunan Kopi Rakyat di Wiayah I ... 118

9 . Matrik Kebijakan Wiayah I ... 119 10 . Alokasi Biaya ke Dalam Komponen Asiig dan Domestik

...

di Wilayah I1 120

1 1 . Analisis Fiansial Perkebunan Kopi Rakyat di Wilayah I1 ... 123

...

12

.

Analisis Ekonomi Perkebunan Kopi Rakjat di Wilayah I1 124

...

13 . Matrik Kebijakan Wilayah 125

14 . Alokasi Biaya ke Dalam Komponen Asing dan Domestik

di Wilayah 111 ... 126

15 . Analisis F i s i a l Perkebunan Kopi Rakyat di Wilayah 111 ... 129

16 . Analisis Ekonomi Perkebunan Kopi Rakyat di Wilayah III ... 130 ...

.

17 Matrik Kebijakan Wilayah

III

131
(27)

Alokasi Biaya ke Dalam Komponen Asig dan Domestik

di Wiayah

IV

...

... Analisis F i i a l Perkebunan Kopi Rakyat di Wilayah IV

Analisis Ekonomi Perkebunan Kopi Rakyat di Wiayah IV ... Matrik Kebijakan Wilayah IV

...

Alokasi Biaya ke Dalam ~ o m ~ o n e n Asing dan Domestik

di Wiayah V

...

Analisis Fiansial Perkebunan Kopi Rakyat di Wilayah V

.

Analisis Ekonomi Perkebunan Kopi Rakyat di Wiayah V ...

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang layak untuk

dikembangkan dalam rangka memulihkan kembali perekonomian Indonesia. Hal

ini terbukti dengan meningkatnya volume ekspor sektor pertanian, khususnya

subsektor perkebunan di masa krisis moneter. Perkembangan ekspor beberapa

komoditi perkebunan selama lima tahun terakhir (1995-2000) rata-rata nienunjukkan peningkatan yang cukup besar, seperti kelapa sawit 27.97 persen per tahun; wklat 17.96 persen per tahun; kayu manis 17.94 persen per tahun; kopi 14.61 persen per tahun; clan teh 10.00 persen per tahun Wperindag, 2000).

Hal ini menunjukkan bahwa mengmtnya nilai tukar USD terhadap rupiah justru

dapat memicu peningkatan ekspor sektor pertanian karena memilki kandungan

lokal yang tinggi. Selain itu, usaha di sektor pertanian dapat memecahkan

masalah-masalah nasional, seperti penyediaan pangan, penyediaan bahan baku

industri, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan pendapatan petani, dan

penyerapan tenaga keja.

Salah satu komodoti unggulan ekspor sektor pertanian Indonesia sejak

Pelita I adalah kopi. Perkembangan ekspor kopi mencapai puncaknya pada tahun

1990 sebesar 421 833 ton (Ditjen Perkebunan, 2000). Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat setelah Brazil, Columbia dan Xetnam memiliki

dua varietas utama tanaman kopi, yaitu robusta dan arabika. Kopi robusta

merupakan varietas yang terbesar dalam ekspor kopi Indonesia, y h sekitar 80

(29)

mutu serta harganya rendah, namun produksinya tinggi karena resiko pe.nanaman

yang kecil. Sebaliiya, kopi arabika memiliki aroma lebii baik, sehmgga mutu

dan harganya lebih tinggi.

Daerah penghad kopi terbesar di Indonesia adalah Sumatera Selatan

dengan luas areal 259 860 Ha dan produksi tahun 2 000 sebesar 137 165 ton. Daerah potensial lainnya adalah Lampung dengan l w areal 131 541 Ha dan produksi 79 152 ton; Jawa T i u r , luas areal 82 816

Ha

dan produksi 39 427 ton; Bengkulu, 90 180 Ha dan produksi 45 773 ton; Sumatera utara, 62 530 Ha dan produksi 34 042 ton; dan Sulawesi Selatan, 45 017 Ha dan produksi 45 773 ton. Sedangkan total produksi nasional tahun 2 000 adalah 461 177 ton dari total luas areal perkebunan kopi 1 016 800 Ha @itjen Perkebunan, 2000).

Total ekspor kopi Indonesia tahun 2000 adalah sebesar 345.60 ribu ton atau senilai US$ 339.90 juta, dengan negara tujuan utama ekspor adalah Jepang,

Jerman dan Amerika Serikat. Sementara negara-negara lain pengimpor kopi

Indonesia adalah Belanda, Sigapura, Belgia, Inggris, Italia, Maroko dan Aljazair

(BPS, 2001). Ekspor komoditi kopi Indonesia umumnya dalam bentuk biji kopi atau kopi beras (coffee beens) dan biji kopi matang (sangmi).

1.2. Perurnusan Masalah

Perkembangan harga kopi di bursa London selama tahun 2000 terus mengalami penurunan, rata-rata 1 persen per bulan. Bahkan harga kopi telah

mencapai titik terendah selama 7 tahun terakhir, yaitu US$ 0.36 per pon untuk kopi robusta dan US$ 0.80 per pon untuk kopi a r a b i i (Depperindag, 2000).

(30)

rata konsurnsi kopi dunia per tahun 100 juta bags, sernentara jumlah suplai dunia

mencapai 115 juta bags). Selain itu, n e b Vietnam rnelakukan pelepasan produksi kopi secara besar-besaran pada tahun lalu dalam rangka mempersiapkan

d i i y a untuk rnematuhi program retensi kopi yang diatur oleh ACPC.

Sebelumnya, harga kopi di pasar internasional pernah mencapai titik tertinggi

pada tahun 199411995 untuk kedua jenis kopi, robusta dan arabika, yaitu Ifi US$

145.41 sen per pon. Hal tersebut terjadi karena suplai dari negara Brazil menurun

drastis akibat terjadinya#ost. Berikut ini adalah perkernbangan harga kopi dunia

di bursa London, sebagai pusat pasar kopi robusta dan New York sebagai pusat

pasar kopi Arabika.

Tabel 1. Perkembangan Harga Kopi di Bursa Landon dan New York

Surnber : AEKI, 2001

Tahun

1998 1999

2000 :

-

TIW I

-

TIW I1 -TrwTII

Untuk mernpertahankan harga jud kopi di pasar dunia, Indonesia bersarna-

sama dengan negara-negara eksportir dan irnportir kopi d u ~ a membentuk

organisasi perkopian dunia, International Coffee Organization (KO) dan asosiasi

negara-negara produsen kopi d d a , Association of Coffee Producing Countries

(ACPC). Salah satu kerjasama ACPC tertuang dalam bentuk International Coffee

Agreement (ICA). Kesepakatan ini berupa export controls bagi negara-negara

produsen kopi, berupa kuota ekspor. Namun ternyata sistern

ini

kurang berhasil

dalarn menjaga kestabilan harga kopi dunia, sehingga kesepakatan iN kemudian

Bursa London ( U S $ b )

1 757 1 458 1 174 913 825

Bursa New York

(US$ d b ) 128.91 103.96 108.72 93.52 84.63

Indikator ICO (US$ d b )

(31)

dihapuskan pada tahun 1980. Pada masa pencabutan ekspor tersebut, ekspor

Indonesia meningkat

3-

200 000 ton. Narnun akibat jangka panjangnya harga kopi dunia menurun drastis, sehingga ICO kembali menerapkan kuota ekspor

hingga tahun 1990.

Selanjutnya, ACPC memberlwan sistern rdensi dan program ekspor

kopi bagi negara-negara produsen kopi. Program retensi (penahanan ekspor) ini

diberlakukan berdasarkan perkembangan harga kopi di pasar dunia. Akibatnya,

eksportir harus menanggung biaya tambahan penyimpanan kopi yang lebih besar.

Sehingga tidak semua negara produsen kopi bersedia mematuhi program retensi

tersebut. Diantaranya, Indonesia, India dan Vietnam. Namun karena

perkembangan harga kopi yang terus merosot, akhimya Vietnam dan Indonesia

bersedia mendukung program tersebut pada pertengahan tahun 2000. Namun

sistem ini tetap sulit dijalankan karena tidak adanya sanksi atau reward bagi negara anggota, serta tidak adanya kontrol dati ACPC dalam pelaksanaan program

tersebut (AEKI, 2001).

Sesuai dengan perkembangan kesepakatan antara negara-negara produsen

kopi dunia diatas, maka pemerintah Indonesia juga telah merevisi beberapa

kebijakan dibidang perdagangan ekspor kopi, yaitu Surat Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No. 29/MPP/Kep/I/1999 tentang ketentuan ekspor

kopi dan Surat Keputusan Di jen Perdagangan Luar Negeri No. 265/Kpm/89 jo

695Daglu/Kp/IV/89 tentang penyempurnaan ketentuan ekspor kopi, serta Surat

Keputusan Dijen Perdagangan Luar Negeri No. 140/Daglu/Kp/ 1990 tentang

pencabutan pengulcuhan pembentukan kelompok eksporir ter- dan badan

(32)

Sementara, besarnya tarif pajak ekspor kopi secara khusus juga telah

dihapuskan, clan sejak tahun 1995 tarif impor biji kopi telah ditunrnkan secara

bertahap. Diharapkan pada tahun 2004 tarif impor biji kopi telah turun menjadi

40 persen. Hal ini sesuai dengan perkembangan liberalisasi perdagangan dunia, dirnana terdapat komitmen dasar yang mendorong liberalisasi tersebut, yaitu

upaya untuk mengurangi berbagai distorsi pasar yang bersumber dari kebijakan

negara produsen maupun konsumen.

Berbagai Kebijakan perdagangan ekspor kopi diatas, secara langsung

ataupun tidak langsung akan mernpengamhi produktivitas kopi dalam negeri.

Terutama perkembangan harga yang terjadi di pasar dunia, secara tidak langsung

akan berpengaruh bagi penerimaan petani kopi. Mengingat lebih dari 90 persen

perdagangan ekspor kopi Indonesia diproduksi dari hasii perkebunan rakyat, dan

lebih dari 75 persen total produksi kopi Indonesia digunakan untuk perdagangan

ekspor (Ditjen Perkebunan, 2000). Sehingga berdasarkan fknomena diatas, dapat dirumuskan permasatahan kopi Indonesia sebagai berilcut :

1. Bagaimana darnpak dari kebijakan perdagangan kopi terhadap penerimaan

petani kopi Indonesia, mengingat lebih dari 90 persen suplai ekspor kopi

Indonesia dipenuhi dari hasil perkebunan kopi rakyat ?

2. Bagaimana keunggulan komparatif kopi Indonesia dalam berproduksi dibandingkan jika Indonesia rnengimpor biji kopi dari luar negeri ?

3. Bagaimana keunggulan kompetitif biji kopi Indonesia setelah ciiintervensi

(33)

Dukungan pemerintah dalam mengatur sistem produksi dan perdagangan

kopi Indonesia sangat diperlukan. Sehingga evaluasi kembali terhadap kebijakan

perdagangan dan pertanian yang telah berlangsung selama ini diperlukan. Untuk

melihat sejauh mana keberhasilan kebijakan tersebut dalam mendukung

perdagangan ekspor kopi dan peningkatan pendapatan petani kopi.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan utarna penelitian

ini adalah untuk mengkaji dampak kebijakan pernerintah terhadap profitabilitas

dan dayasaing kopi robusta Indonesia. Sedangkan untuk memperoleh jawaban

tersebut, maka secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis profitabiitas petani kopi secara finansial dan ekonomi.

2. Mengkaji dayasaing kopi Indonesia melalui analisis keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif

3. Mengkaji dampak kebijakan pemerintah dengan melakukan sirnulasi

kebijakan harga input dan output.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai tujuan penelitian diatas, maka ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Analisis &lakukan berdasarkan data sekunder tingkat nasional, dengan membagi Indonesia menjadi lima wilayah pengamatan (diluar Maluku dan

Irian Jaya).

2. Jenis komoditi kopi yang dianalisa adalah kopi robusta dari perkebunan

(34)

kopi Indonesia adalah dari jenis kopi robusta dan lebih dari 90 persen

produksi kopi dihasilkan dari perkebunan rakyat. Sedangkan rata-rata

kepernilikan lahan petani kopi di Indonesia kurang dari 1 Ha.

3. Harga input-output yang digunakan dalam analisis finansial dan ekonomi

adalah harga-harga untuk orientasi pasar promosi ekspor.

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermadaat bagi :

1. . Pemerintah, sebagai bahan pertirnbangan dan sumber informasi dalam

merencanakan strategi pengembangan produksi dan ekspor kopi Indonesia

secara terpadu.

2. Investor dan pelaku bisnis, sebagai bahan pertimbangan bagi

pengembangan usaha dan investasi di bidang pertanian.

3. Kalangan akademis dan peneliti, sebagai sumber inspirasi dan bahan

(35)

II.

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pendekatan Teoritis

Kerangka pemikiran dibangun dengan mendekatkan permasalahan dan

tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan dan penelitian empiris yang telah

dilakukan oleh peneliti sebelurnnya. Dasar-dasar teori ekonomi yang sesuai

dengan tujuan penelitian ini adalah ( 1 ) teori dayasaing, dan (2) teori kebijakan

harga dan perdagangan.

2.1.1. Konsep Dayasaing

Teori dayasaing berasal dari teori keunggulan suatu produk yang pertama

kali dikcmukakan oleh Adam Smith yang berjudul "Absolute Advantage". Teori

ini menjelaskan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan

internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi dalam produksi dan

mengekspor barang tersebut jika negara itu merniliki keunggulan mutlak (absolute

advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki

keunggulan mutlak (absolute advatage) (Heller, 1973).

Namun dalam perkembangan selanjutnya teori ini mendapat kritik dari

David Ricardo dengan teori "Comparative Advantage". Teori Ricardo didasarkan

pada nilai tenaga kerja (theory of labor value) yang menyatakan bahwa nilai atau

harga suatu produk ditentukan oleh jurnlah waktu atau jam keja yang diperlukan

untuk memproduksinya. Maka suatu negara cenderung akan mengekspor

komoditi yang memiliki keunggulan relatifl yaitu secara relatif biaya produksi

(36)

menjadi dasar penilaian bagi daya saing suatu produk. Sehingga dengan

sendiiya suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional

jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi. Teori Ricardo selanjutnya

dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin yang melibatkan lebih dari satu faktor

produksi dalam menentukan keunggulan komperatif

Konsep keunggulan kompetitif (competitiveness advantage) pertama kali

dikembangkan oleh Porter (1980) yang menyatakan bahwa sebenarnya

keunggulan perdagangan antara negara dengan negara lain dalam perdagangan

internasional untuk produk-produk tertentu adalah tidak ada. Oleh karenanya

keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam subsektor tertentu

di dalam suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan

sumberdaya-sumberdaya yang ada. Hal ini disebabkan karena konsep keunggulan

komparatif hanya dapat diterapkan dalarn pasar persaingan sempurna baik untuk

pasar input maupun pasar output. Hal

ini

sulit ditemukan dalam kondisi realitas

saat ini, dimana distorsi pasar tidak ada sama sekaSi.

Sehingga pada perkembangan selanjutnya Asian Development Bank ( 1 990)

menyatakan bahwa suatu negara dapat bersaing di pasar internasional jika negara

tersebut mempunyai keunggulan kompetitif cialam menghasilkan produksinya.

Dengan demikian keunggulan kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur

kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (private profitability)

yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.

Maka dalam menilai dayasaing suatu komoditi dapat digunakan kedua

pendekatan diatas. Dengan masing-masing penerapan yang berbeda, yaitu

(37)

bayangan (shadow price) yang menunjukkan nilai faktor-faktor intput dan output

pada kondisi pasar persaingan sempurna, h g l c a n keunggulan kompetitif digunakan untuk analisis fmansial berdasarkan harga-harga pasar dari faktor input

dan output pada kondisi pasar terdistorsi.

Terdapat tiga kriteria dalarn menganalisis keunggulan komparatif, yaitu :

1. Net Social Profitability (NSP) : keuntungan bersih sosial

2. Domestic Resource Cost @RC) : biaya sumberdaya domestik

3. Social Maginal Pruductivity of Capital (SMP) : produktivitas mar@

. sosial kapital.

Ketiga kriteria tersebut hanya dapat dilakukan untuk barang yang bersifat

tradable g d , yaitu komoditi yang merupakan komoditi ekspor atau substitusi

irnpor. Dari ketiga kriteria tersebut akan memberikan hasii atau indikasi yang

sama. Artinya jika dari kriteria NSP menunjukkan komoditi yang diteliti

memiliki keunggulan komparatif, maka demikian juga hasii perhitungan dengan

DRC atau SMP (Pearson, 1976).

Menurut Gittinger (1986), analisis keunggulan kornparatif dan kompetitif

dengan menggunakan metode DRC sangat d i p e n g d oleh besarnya penerimaan

dan biaya. Sementara penerimaan dan biaya dapat berubah akibat adanya

kebijakan pemerintah, sehingga kondisi yang ada menjadi h a n g h a t . Untuk

menelaah kembaii hasil dari suatu analisis jika terjadi perubahan harga rnaka perlu

dilakukan analisis kepekaan (sensitivity analysis). Dalam beberapa penelitian

tentang dayasaing, analisis kepekaan digunakan sebagai sirnulasi kebijakan

pemerintah terhadap perubahan harga input-output. Sehingga dapat diketahui

(38)

1. Net Social Profitability (NSP)

Keuntungan bersih sosial didefinisii sebagai keuntungan bersih pada

suatu aktivitas ketika seluruh output dan input dievaluasi kedalam biaya sosial

(social opportunity cost) dengan mernperhitungkan efek eksternal yang terjadi

(Pearson, 1976). Secara matematis NSP dinyatakan sebagai berikut :

dimana :

aij = output ke-i yang d i h a s i i oleh aktivitas ke-j

Pi = nilai output ke-i (dalam shadowprice (Rp))

fsj = faktor produksi total ke-s pada aktivitas ke-j

Ej = efek external pada aktivitas ke-j Vs = harga bayangan faktor input ke-s

Faktor produksi total (fs) terdii dari faktor input domestik dan faktor input

impor. Sedangkan faktor input domestik terdiri dari tanah, air, tenaga kerja,

bahan bakar dan pupuk. Untuk negara berkembang biasanya bahan bakar dan

pupuk tidak seratus persen merupakan faktor input domestik (Pearson, 1976).

Sehingga perumusan NSP yang memasukan faktor input impor adalah

sebagai berikut :

dimana :

Uj = total penerimaan dari output (US$)

Mj

= total input impor (US$)
(39)

2. Domestic Resources Cost (DRC)

Menrpakan salah satu kriteria investasi yang digunakan untuk menentukan

berapa banyak sumber daya domestik yang harus dihabiskan dalam produksi suatu

barang/jasa bia barang tersebut diekspor sehingga menghasilkan satu unit devisa

atau bila dijual di dalam negeri sebagai subsitusi impor sehingga dapat

menghemat satu unit devisa. Biaya sumberdaya domestik digunakan melihat :

1. Apakah suatu aktivitas ekonomi yang menggunakan sumberdaya domestik

mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif atau keduanya.

2. Apakah aktivitas ekonomi tersebut efisien secara ekonomi dalam

pemanfaatan sumberdaya domestik untuk menghemat satu satuan devisa.

Dasar penentuan kriteria inveatasi DRC bertitik tolak pada prinsip efisien

tidaknya produksi suatu komoditi yang tergantung pada daya saingnya di pasar

internasional. Artinya, apakah biaya produksi, yang terdiri dari pemakaian sumber

domestik cukup rendah, sehingga harga jualnya dalam rupiah tidak melebihi

tingkat border price (Pearson and Meyer, 1974). Secara matematis DRC

dirumush sebagai berikut :

C

fj.Vs

+

Ej

DRCj =

( u - m j - r j )

dimana :

DRCj = Biaya sumberdaya domestik untuk aktivitas ke-j

Fsj = Faktor-faktor produksi ke-s yang langsung digunakan dalam aktivitas ke-j

Vs = Harga bayangan tiap satuan faktor-faktor produksi (dalam Rp)

(40)

Vj = Nilai total output dari aktivitas ke-j pada nilai harga pasar dunia (dalarn US$)

mj = Niai total input antara yang diirnpor baik langsung maupun tidak langsung yang digunakan dalam aktivitas ke-j ( dalam US$)

11 = Nilai total penerimaan pemilii input luar negeri yang digunakan

dalam aktivitas ke-j, baik langsung maupun tidak langsung (dalam US$)

Karena sulit menilai besarnya eksternalitas, umumnya dalam penelitian-

penelitian diasumsikan bahwa eksternalitas (+) dan (-) saling meniadakan atau

sama dengan nol. Sehingga perhitungan DRC menjadi :

Biaya Domestik (dalam Rp) ----

(Nisi Output (dalam US$))- ( Nilai Input Impor (dalam US$))

Untuk melihat keunggulan komparatif, nilai DRC dibandiigkan dengan

harga bayangan nilai tukar uang (VSER), maka :

KDRC = DRC . . .

.

. . .

.

. . .

.

. . (4)

Vser

dimana :

KDRC = Koefisien DRC untuk indiitor keunggulan komparatif

VSER = Harga bayangan nilai tukar uang (shadow exchange rate)

Sehingga :

1. Jika nilai KDRC < 1, maka aktivitas ekonomi mempunyai keunggulan

komperatif. Artiiya, investasi tersebut efisien dalam pemanfaatan

sumberdaya domestik sehingga lebih untung memproduksi komoditi

(41)

2. Jika KDRC > 1, maka aktivitas ekonomi tidak mempunyai keunggulan

komparatif Artinya, aktivitas ekonomi tidak efisien sehingga lebih

untung impor komoditi tersebut dibandingkan memproduksi sendiri.

3. Jika KDRC = 1, maka aktivitas ekonomi tersebut netral. Artinya, aktivitas

ekonomi dalam keuntungan normal.

4. Semakin kecil KDRC semakin efisien aktivitas tersebut dalam

p d a a t a n sumberdaya domestik.

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam DRC adalah sebagai berikut :

1. Output yang dianalisis hams bersifat tradable (dapat diperdagangkan).

2. Harga bayangan output dan input dapat dihitung dan mewakili biaya

imbangan sosial yang sesungguhnya.

3. Biaya produksi dan tambahan satu satuan output ditentukan oleh hubungan

intput-output yang konstan dan harga faktor produksi relatif tetap.

Rumus DRC diatas dapat digunakan untuk menghitung keunggulan

kompetitif suatu komoditi. Keunggulan kompetitif sendiri adalah mengukur daya

saing suatu aktivitas atau komoditi berdasarkan harga pasar dan nilai tukar resmi

yang berlaku ( o m 1 exchange rate = OER), sehingga disebut analisis hansial.

KDRC* = DRC* . . .

. . .

. . .

.

. . .

.

. . .

. .

. . . .

.

. .

.

.

. . .

. ( 5 ) Vom

dimana :

KDRC* = Koefisien DRC untuk indikator keunggulan kompetitif DRC* = DRC b e r w k a n harga pasar yang berlaku

(42)

Sehingga :

1. Jika KDRC* < 1 = Mempunyai keunggulan kompetitif

2. Jika KDRC* > 1 = Tidak mernpunyai keunggulan kompetitif

Maka hubungan antara kriteria DRC dengan kriteria NSP adalah :

...

DRC (UjMj-rj) = Z ff Vs

+

Ej .(6)

Sehingga, jika DRC disubstitusi ke dalam NSP :

NSPj = (Uj - Mj - rj) Vser - DRC W M j - r j ) ... (7)

...

NSPj = (Yser - DRC)(uj -Mj -rj) (8)

Sehingga :

1. Jika Vser = DRC, maka NSPj = 0

2. Jika Vser >DRC, maka NSPj > 0

+

keunggulan komparatif

3. Jika Vser < DRC, maka NSPj< 0

3. Social Marginal Productivity of Capital (SMP)

Nilai SMP diperoleh pada saat nilai NSP sarna dengan no1 yang

menunjukkan besarnya nilai harga bayangan dari modal (shadow price of capital).

Secara matematis rumus SMP addah sebagai berikut :

SMPj = mi-Mi-ri) Vser - (

C

fsi Vs

+

Ei] ... (9)

K j .

W

dimana :

Kj = kapital (input barang modal (physical input capital)).

W = real production cost (biaya produksi).

V m = shadow price of capital

Hubungan antara kriteria SMP dengan NSP adalah sebagai berikut :

...

(43)

Sehingga :

1. Jika SMPj = Vm, maka NSPj = 0

2. Jiia SMPj > Vm, maka NSPj > 0

+

keunggulan komparatif

3. Jika SMPj < Vm, maka NSPj < 0

Maka berdasarkan ketiga kriteria diatas, kondisi yang diharapkan dari hasil

perhitungan adalah : NSPj > 0, atau DRC < Vser, atau SMP > Vm

2.1.2. Teori Kebijakan Harga dan Perdagangan

Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan produksi suatu komoditi

domestik antaralain adalah berupa kebijakan harga dan perdagangan input-output.

Kebijakan pemerintah ini pada prinsipnya bertujuan untuk memperkuat atau

meningkatkan dayasaing suatu komoditi di pasar domestik dan internasional.

Di Indonesia, harga-harga input bagi produksi komoditi pertanian seperti

pupuk masih dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Sehingga perubahan

kebijakan harga input akan mempengaruhi produksi komoditi pertanian. Menurut

Monke dan Pearson (1989), kebijakan input ini dapat dikategorikan menurut

komponen inputnya, yaitu kebijakan input tradable dan kebijakan input non

tradable. Adapun darnpak dari diberlakukannya pajak dan subsidi pada input

tradable dan non tradable terhadap output adalah seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 (a) menunjukkan dampak pajak pada input tradable terhadap

jumlah output yang dihasilkan. Pada kondisi awal, kurva penawaran adalah S dan

tingkat harga di pasar dunia sebesar Pw, maka jumlah konsumsi domestik sebesar

Q3.

Sementara jumlah penawaran domestik adalah sebesar Q1. Sehingga terjadi
(44)

input mengakibatkan harga input meningkat dan biaya produksi naik, sehingga

harga domestik menjadi sama dengan harga dunia,

Pw.

Akibatnya kurva

penawaran bergeser ke kiri yang menunjukkan adanya pengurangan jumlah

penawaran produksi dalam negeri, maka jumlah penawaran menjadi Qz. Jiia

permintaan tetap, maka pen- produksi dalam negeri mengakibatkan

meningkatnya jumlah impor, menjadi sebesar Q2-Q3. Efisiensi ekonomi yang

hilang akibat adanya pajak pada input tradable adalah sebesar luas daerah segitia

abc, yang merupakan selisih antara oppurtuniiy cost produsen atau nilai output

yang hilang (Q2-c-a-QI) dengan biaya produksi dari output (Qz-b-a-QI).

Sumber : Monke clan Pearson, 1989.

Gambar 1. Dampak Pajak dan Subsidi Input Tradable Terhadap Output

Sementara, Gambar

Z

(b) menunjukkan dampak subsidi pada input

tradable terhadap jumlah output yang diiilkan. Pada kondisi awal, kurva

penawaran S pada tingkat harga dunia Pw. Jurnlah penawaran awal adalah Q1 dan

jumlah permhtaan domestik sebesar Q3. Dengan demikian jumlah yang hasus

diimpor untuk mernenuhi permintaan tersebut adalah sebesar

41-43.

Jika

kemudian pemerintah memberikan subsidi pada input tradable yang digunakan

(45)

akan bergeser ke S'. Akibatnya jika permintaan tetap sementara jumlah

penawaran meningkat, maka jumlah impor akan berkurang sebesar Q1-Q2.

Artinya jumlah yang d i i p o r sekarang menjadi sebesar Qz-Q3. Efisiensi ekonorni

yang hilang karena kebijakan subsidi tersebut adalah sebesar segitiga abc, yaitu

selisih antara opportunity cost produsen (Q1-a-c-Qz) dengan nil& dari

peningkatan output (Ql-a-b-Q2).

Surnber : Monke dan Pearson, 1989.

Gambar 2. Dampak Pajak clan Subsidi Input N m Tradable Terhadap Output

Gambar 2 (a) menunjukkan dampak pajak input non tradable terhadap

penawaran produksi. Pada kondisi awal, kurva penawaran S dan kurva

permintaan D berada di tingkat harga Pd dan jumlah permintaan Q1. Dengan

adanya pajak input sebesar PC-Pp mengakibatkan produksi berkurang ke titik Q2.

Sementara tingkat harga terdistorsi menjadi dua, yaitu tingkat harga di konsumen

meningkat menjadi ke titik PC dm tingkat harga di produsen menurun ke titik Pp.

Artinya sebagian pajak yang diienakan oleh pemerintah ditanggung oleh

konsumen sebesar c-b, dan sebagian lagi ditanggung oleh produsen sebesar b-d.

Efisiensi yang hilang dari produsen adalah sebesar segitiga dba dan efisiensi yang

(46)

berdasarkan selisih antara kernampuan konsumen untuk membayar (wzllzngness to

pay) (Qa-c-a-Q1) dengan biaya sumberdaya produksi unhrk nilai ouput yang

hilang (Qz-d-a-Ql).

Garnbar 2 (b) menunjukkan dampak kebijakan subsidi terhadap penawaran

produksi. Pada kondisi awal, kurva penawaran S dan kurva permintaan D berada

di tingkat harga Pd dan jumlah permintaan Q1. Adanya subsidi input

mengakibatkan biaya produksi berkurang dan jumlah penawaran meningkat ke

titik Q2. Benefit yang dirasakan karena adanya subsidi tidak saja dirasakan oleh

produsen tetapi juga oleh konsumen. Karena tingkat harga pada produsen

meningkat ke titik Pp dan tingkat harga pada konsumen menurun ke titik PC.

Akibatnya, total efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar segitiga acd, yang

terdiri

dari

segitiga abc (kehilangan efisiensi pada produsen) dan segitiga abd

(kehilangan efisensi pada konsumen). Kehilangan efisiensi ini dapat diukur dari

selisih antara nilai peningkatan output pada harga awal (Q1-a-b-Q2) dengan

tambahan biaya produksi (Ql-a-c-Qz) menghasilkan kehilangan efisiensi pada

produsen (abc), dan selisih antara nilai peningkatan output pada harga awal

dengan tarribahan kernampuan konsumen untuk membayar (Q1-ad-Q2)

menghasilkan kehilangan efisiensi pada konsumen (abd).

Sementara, kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatur perdagangan

biji kopi tertuang dalam SK Menteri Perindustri dan Perdagangan No. 29/MPP/

KepN1999 tentang ketentuan ekspor kopi, dan SK D i e n Perdagangan Luar

Negeri No.l40/Daglu/KpN1990 tentang pencabutan pengukuhan kelompok

eksportir t e r d a h dan badan pemasaran ekspor bersama (marketing group)

(47)

Secara teoritis dampak diienakannya pajak ekspor bagi suatu komoditi

akan meningkatkan biaya ekspor, sehingga dapat mengurangi jumlah produk yang

diekspor. Disamping itu, pemberlakuan pajak ekspor a k a menyebabkan harga

yang diterima produsen domestik menjadi lebih rendah dari harga dunia sebesar

pajak yang diberlakukan.

0

Q

0

Q

0

Q

q d qda' qh' q% Q'e Qe qSb qsb7 qdb' q&

Negara A (Eksportir) Pasar Dunia Negara B (Importir)

[image:47.605.91.495.225.433.2]

Sumber : Tweeten, 1992.

Gambar 3. Dampak Pajak Ekspor Terhadap Keseimbangan Pasar

Pada Gambar 3 diatas pemberlakuan pajak ekspor sebesar t akan

menggeser kurva suplai ekspor (sE) dip- dunia ke atas sebesar t (sE'). Jika

negara eksportir merupakan negara besar dalam perdagangan dunia, maka

pemberian pajak ekspor akan menaikkan harga dunia (dari titik Pw ke Pw').

Sementara harga yang diterima produsen domestik negara A menjadi turun (dari

titik Pw ke Pw'-t). Akibatnya produksi dalam negeri menurun. Namun turunnya

harga memberikan keuntungan bagi konsumen dalam negeri, sehingga konsumsi

domestik negara A meningkat (dari titik qd, ke qd,'). Sebaliknya yang terjadi di

(48)

Pada kondisi diatas, keseimbangan pasar d u ~ a bergerak dati K' ke

K

'

.

Sehingga dampak kebijakan pajak ekspor tidak saja berpengaruh terhadap kondisi

penawaran d m permintaan, tetapi juga terhadap kesejahteraan masyarakat di

negara eksportir dan negara importir.

Tabel 2. Analisis Dampak Pajak Ekspor Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir

Selain pajak ekspor, dalam perdagangan ekspor kopi juga berlaku

pembatasan ekspor yang merupakan kesepakatan bersama negara-negara produsen

kopi dunia. Pembatasan berupa kuota ekspor ini bertujuan untuk

mempertahadcan harga kopi di pasar internasional. Berikut ini adalah gambaran

dampak pemberlakukan kuota ekspor terhadap keseimbangan pasar. Darnpak Pembahan Konsumen surplus Produsen surplus Penerimaan pemerintah Kesejahteraan nasional Kesejahteraan dunia

Negara A Gksportir) Pasar Dunia Negara B (Importir)

Surnber : Tweeten, 1992.

Gambar 4. Dampak Kuota Ekspor Terhadap Keseirnbangan Pasar Negara Eksportir

a + b - ( a + b + c + d + e )

d + f - c - e + f

Negara Irnportir

-(1

+

2

+

3

+

4)

1

-

[image:48.611.96.500.262.355.2] [image:48.611.78.501.536.732.2]
(49)

Pada garnbar 4, negara eksportir (A) diasumsikan sebagai negara besar,

rnaka kuota ekspor yang berlaku di negara A akan menggeser keseirnbangan pasar

K' ke K', karena adanya pembatasan ekspor sebesar 0

-

K ~ . Sehingga kurva

penawran ekspor A akan membentuk garis vertikal (sE ). Perpotongan kurva D~

dan

sE

akan rnembentuk tingkat harga baru, Pw'. Sementara harga di pasar

domestik A akan turun dibawah tingkat harga yang sebelwnnya (P'). Akibatnya

permintaan menjadi meningkat, namun produksi dalam negeri menurun.

Sebaliknya, di negara importir, terjadi kenaikan harga, sehingga permintaan

menurun, sementara produksi dalam negeri meningkat. Berikut ini adalah dampak

kuota ekspor terhadap kesejahteraan masyarakat di negara eksportir dan importir :

Tabel 3. Analisis Dampak Kuota Ekspor Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir clan Importir

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui smnpai sejauh

mana kebijaican input-output yang dilakukan oleh pemerintah telah berjalan secara

efektif adalah analisis Tingkat Proteksi Efektif (TPE) (Richard, et al, 1993).

Besarnya dampak kebijakan pemerintah dapat & i t dari tingkat proteksi yang

diberikan. Adapun tingkat proteksi menurut Suprapto (1999) pada dasarnya

terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Nominal Protection Rate (NPR) : tingkat proteksi nominal

2. Implicit Tariff(1T) : tarif implisit

3. Effective Protection Rate (EPR) : tingkat proteksi egktif Dampak Perubahan

Konswnen surplus Produsen surplus Penerimaan kuota Kesejahteraan nasional Kesejahteraan dunia Negara Eksportir a + b - ( a + b + c + d + e )

c + e - d + e

Negara Irnportir -(1

+

2

+

3

+

4)

1

-

-(2

+

3 I- 4 )
(50)

1. Nominal Protection Rate

(NPR)

Tingkat proteksi nominal merupakan ukuran untuk melihat apakah suatu

komoditi mendapat proteksi dari pemerintah atau tidak. Jika NPR bernilai lebih

dari no1 atau positif, berarti komoditi yang bersangkutan mendapat proteksi. Hal

ini menunjukkan bahwa konsumen domestik harus membeli komoditi tersebut

dengan harga yang lebii mdlal dibandingkan dengan tanpa adanya proteksi. Atau

terdapat transfer pendapatan dari konsumen kepada produsen. Secara matematis

tingkat proteksi nominal merupakan rasio antara harga produsen domestik dengan

harga internasional (border price) yang diyatakan dalarn persentase.

NPR = ( P A -

I ) x 100 % ... (11)

Pbo

dimana :

Pdo = harga domestik dari output Pbo = harga perbatasan dari output

2. Implicit Tariff

Tarif implisit merupakan proteksi terhadap input asing dari suatu

komoditi. Tujuannya untuk mengukur besarnya subsidi yang diberikan

pemerintah kepada produsen suatu komoditi yang menggunakan input tersebut.

Jiia nila IT kurang dari no1 atau negatif berarti produsen tersebut menerima

subsidi input. Hal ini menunjukkan bahwa produsen dapat membayar input yang

digunakan dalarn proses produksinya lebih rendah dibandiigkan dengan harga

(51)

Secara matematis IT merupakan rasio antara nilai finansial input wing

dengan nilai ekonominya, atau rasio antara harga finansial input asing dengan

harga bayangannya yang dinyatakan dalam persentase.

IT =

(P&

-1) x 100 % ... (12)

Pbi

dimana :

Pdi = harga finansial input asing

Pbi = harga ekonomi input asing

3. . Effective Protection Rate (EPR)

Tingkat proteksi efektif merupakan analisis gabungan antara tingkat

proteksi nominal dengan tarif implisit yang memberikan gambaran sejauh mana

kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau justru menghambat produksi

domestik dari suatu komoditi. Jika nilai EPR lebih dari no1 atau positif berarti

produsen domestik memperoleh insentif dalam memproduksi suatu komoditi.

Secara matematis EPR merupakan rasio antara nilai tambah finansial dengan nilai

tambah ekonominya yang diiyatakan dalam persentase.

EPR =

(U-

1)x 100 % ... (13)

Vb

dimana :

Vd = nilai tambah pada harga finansial

Vb = nilai tambah pada harga ekonomi

Dalam Suprapto (1999), mengemukakan bahwa tingkat proteksi efektif

juga merupakan tingkat proteksi nilai tambah dari suatu komoditi. Sehingga

(52)

domestik (NTD) dengan nilai tambah internasional (NTI), pada kondisi dimana komoditi clan input diienakan tarif tertentu.

EPR

=a-

I ... (1 4) NTI,

Adapun nilai tambah domestik menurut Gittinger (1986), adalah nilai

tambah suatu komoditi yang d i i i k a n dari kegiatan lokal atau domestik. Pada

komoditi perdagangan tidak langsung, nilai tambah domestik adalah jumlah nilai

produk dikurangi dengan harga perbatasan input impor.

dimana :

pj = harga penjualan output

%j Pi = nilai input ke-i untuk menghasilkan output domestik ke-j

Sedangkan NTI secara matematis diiyatakan dalam :

dimana :

Pj* = harga dunia dari output ke-j

aij = koefisien input-output dari input ke-i dan output ke-j

2.1.3. Teori Matriks Kebijakan

Salah satu pendekatan ekonomi yang dapat digunakan untuk melihat

dampak dari kebijakan yang berlaku adalah dengan menggunakan metode Matriks

Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix). Analisis matriks kebijakan ini

(53)

Terdapat tiga isu prinsip yang dapat diselidiki dengan model PAM, yaitu

( 1 ) dampak kebijakan pada dayasaing (competitiveness) dan profit ditingkat

petani, ( 2 ) pengaruh kebijakan investasi pada efisiensi ekonomi dan keunggulan

komparatif, dan (3) pengaruh kebijakan penelitian pertanian pada perbaikan

teknologi. Selanjutnya model PAM merupakan produk dari dua identitas

perhitungan, yaitu ( 1 ) profitabilitas, yang merupakan perbedaan antara

penerimaan clan biaya, dan (2) pengaruh divergensi dari distorsi kebijakan dan

kegagalan pasar yang merupakan perbedm1 antara parameter-parameter yang

diobservasi dan parameter yang seharusnya ada jika divergensi dihilangkan.

Metode PAM digunakan dalarn penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui efisiensi ekonomi dari suatu aktivitas pada wilayah tertentu. Efisiensi

ekonomi yang dimaksud disini terjadi jika berlaku kondisi sosial pareto optimum,

yang ditunjukkan oleh persyaratan dimana keuntungan privat sarna dengan

keuntungan sosial. Artinya tidak terjadi distorsi baik oleh kebijaksanaan

pemerintah maupun akibat kegagalan pasar (Monke dan Pearson, 1989).

Dengan menggunakan PAM sebagai alat analisis, suatu kegiatan ekonomi

dapat dipandang dari dua sudut, yaitu : (1) sudut privat dan (2) sudut sosial.

Sudut privat merupakan analisis finansial, sedangkan sudut sosial merupakan

analisis ekonomi. Dalam analisa h i d , keuntungan ditinjau dari pihak yang

turut serta melaksanakan aktivitas tersebut. Sedangkan analisa ekonomi ditinjau

dari masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyumbangkan

dan yang menerima manfaat dari aktifitas tersebut. Perbedaan sudut pandang

diatas akan membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan terhadap input dan

(54)

Asurnsi

-

asumsi dasar dalam metode

PAM

adalah sebagai berikut :

1. Untuk analisa finansial, perhitungan berdasarkan harga privat, yaitu harga

yang benar-benar dihadapi oleh pengusaha atau harga yang diterima

setelah adanya kebijaksanaan pemerintah. Harga ini merupakan harga riil

atau harga pasar yang diterima pengusaha dalam penjualan hasil

produksinya dan tingkat harga yang dibayar pada saat pembelian faktor

produksi atau tingkat harga yang dibayar oleh konsumen.

2. Untuk analisa ekonomi, perhitungan b e r k k a n harga sosial atau harga

bayangan, yaitu harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili

biaya irnbangan sosial yang sesungguhnya.

3. Output harus bersifat tradirble, yaitu komoditi yang dapat diperdagangkan

dan input &pat dipisahlcan kedalam komponen s i n g dan domesik.

Menutut Gittinger (1986), kondisi harga bayangan yang sama dengan harga pasar sulit ditemukan, sehingga untuk memperoleh nilai yang mendekati

harga baymgan atau harga sosid perlu dilahkm penyesuaian terhadap harga

pasar yang berlaku. Harga bayangan secara umum ditentukan dengan

mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi, pzjak,

penentuan upah minimum, kebijakan harga dan lain-lain. Berikut mi adalah

konsep pendekatan harga pasar ke harga bayangan :

1. Harga Banyangan Output

Dalam Saptana (1999), harga komoditi yang diperdagangkan didekati

dengan harga batas (bourder price). Untuk komoditi yang selama ini diekspor

(55)

digunakan harga cost insurance jieight (CIF). Sedangkan untuk input yang

berasal dari dalam negeri digunakan harga domestik setelah diieluarkan beberapa

faktor distorsi.

Pendekatan harga bayangan output di tingkat petani untuk orientasi pasar

promosi ekspor dapat menggunakan konsep &por Purity Price (Pearce and Nash,

1981), yaitu dengan mengurangkan harga FOB dalam rupiah dengan biaya-biaya

transportasi, bongkar muat, pemasaran, pengepakan, dan sortasi, sehingga diperoleh harga ditingkat petani. Sedangkan untuk komoditi dengan orientasi

pasar substitusi impor maka digunakan konsep Impor Purity Price, yaitu dengan

menambahkan harga CXF dalam rupiah dengan biaya transportasi dan pemasaran

sehingga diperoleh di tingkat harga di t i t whole saler. Untuk memperoleh

harga di tingkat petani maka dilakukan pengurangan terhadap biaya transportasi, pengepakan dan pemasaran dari whole sakr ke petani (Gittinger, 1986).

2. Harga Bayangan Upah

Dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah mencerrninkan nilai

produktivitas marginal tenaga kerja sehingga besarnya tingkat upah yang tejadi

dapat dipakai sebagai harga upah bayangan tenaga kerja. Namun kondisi ini sulit

diternukan bahkan pada negara-negara rnaju. Dalam beberapa studi, tingkat upah

dipasar dapat digunakan untuk mmcari harga bayangannya, yaitu dengan cara

melakukan persentase terhadap harga pasar.

Besarnya nilai persentase tergantung pada kualitas pekerja dan kondisi

seternpat. Misalnya pada negara berkembang, dimana jumlah penduduk padat,

(56)

harga upah bayangan berkisar 40-50 persen dari harga pasar. Sebaliknya pada

negara maju dengan jumlah penduduk yang relatif rendah, tingkat pengangguran

rendah dan ketrampilan pekerja tinggi, maka harga upah bayangan berkisar 80-90

persen dari harga pasar. Besarnya persentase ini juga

akan

berbeda-beda untuk

tujuan proyek yang berbeda. Secara singkat dapat dikatakan harga bayangan upah

adalah suatu persentase dari upah yang sebenarnya hams dibayarkan pada pasar

tenaga kerja (Kadariah, et al, 1999).

Sementara menurut Nash dan Pearce (1981), pada pasar persaingan

sempurna dengan adanya pajak mengakibatkan harga upah pasar menjadi

terdistorsi, sehingga harga upah bayangan menjadi lebih besar dari harga upah

pasar. Secara maternatis tingkat upah pada pasar persaingan sempurna adalah :

dimana :

W = tingkat upah pasar di pasar persaingan sempurna

W*

= tingkat upah bayangan di pasar persaingan sempurna

MPL = produktivitas margmd tenaga kerja

PY

= harga output

t = pajak

(57)

Namun pada negara-negara berkembangan atau miskin umumnya pasar

yang dihadapi adalah bukan pasar persaingan sernpurna, maka harga upah

bayangan selalu lebih kecil dari upah pasarnya. Hal ini disebabkan karena di

dalam tingkat upah pasar yang ditentukan oleh pemerintah terdapat unsur-unsur

sosial atau bantuan dari pemerintah.

3. Harga Bayangan Bunga Modal

Harga bayangan bunga modal ditentukan berdasarkan tingkat bunga

tertentu atau tingkat pengernbalian riil atas proyek-proyek pemerintah. Menurut

Gittinger (1986), harga bayangan bunga modal tergantung pada sumber modal

tersebut berasal. Bunga modal tidak perlu diperhitungkan sebagai biaya jika

modal berasal dari pinjaman dalam negeri. Karena bunga modal pinjaman

tersebut akan dimanfaatkan kembali untuk membiayai kegiatan-kegiatan didalam

masyarakat. Tetapi jika modal berasal dari pinjaman luar negeri maka bunga

modal dimasukkan sebagai komponen biaya. Nanun jika modal luar negeri

tersebut berasal dari bantuan negeri yang sifatnya loan atau grmrt maka tidak

perlu diperhitungkan, karena merupakan bagian dari penerimaan negara

(Kadariah, et al, 1999).

4. Harga Bayangan Lahan

Penentuan harga bayangan lahan dapat didekati melalui (1) pendapatan

bersih usahatani tanaman alternatif terbaik yang dapat ditanarn pada lahan

tersebut, (2) nilai sewa yang berlalcu di daerah setempat, dan (3) nilai tanah yang

(58)

oleh tingkat permintaan lahan bukan oleh penawaran. Hal ini disebabkan karena

luas areal lahan yang ditawarkan relatif tetap sehingga jumlah yang ditawarkan

konstan atau inelastis sempurna.

0 Luas lahan (Ha)

Gambar 5. Harga Pasar Faktor Produksi Lahan

Harga pasar yang terjadi pada titik keseimbangan E, sebesar PI dengan

jumlah luas lahan yang ditawarkan sarna dengan jumlah yang diminta (Q,). Jika

terjadi peningkatan jumlah penduduk atau peningktan perkernbangan industri

sementara jumlah luas lahan tetap maka kurva permintaan akan bergeser ke atas

@Z). Sehingga harga pasar lahan akan naik ke

Pz.

Dengan demikian harga pasar

lahan sangat ditentukan oleh besarnya perrnintaan.

5. Harga Bayangan Nilai Tukar

Untuk harga bayangan nilai tukar dapat didekati dengan menghitung harga

bayangan pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi

apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor

dihilangkan. Keseirnbangan nilai tukar dapat didekati dengan menggunakan

faktor konversi standar (Strmdart Convertion Factor) sebagai fkktor koreksi

(59)

Salah sat. pendekatan untuk men& harga nilai tukar bayangan dengan

memanfaatkan faktor koreksi tersebut dikembangkan oleh Square

dan

Van Der

Tak pada tahun 1975 (Gittinger, 1986) sebagai berikut :

SER = OER (I

+

FXpremium) ... (21)

SCF = 1 atau SCF = M + X ... (22)

I

+

FXpremium (U+ Tm)

+

(X- Tx)

sel-hgga : SER = OER ... (23) SCF

dimana :

SER = shadow exchange rate (harga bayangan nilai tukar)

OER

= oflcial exchange rate (harga nilai tukar resrni)

SCF

= Standmt Convertion Factor (faktor konversi standar) FX premium = premium valuta asing,

yaitu suatu faktor koreksi yang menunjukkan elastisitas permintaan terhadap mata uang suatu negara (diieluarkan oleh bank dunia)

M = nilai impor

X = nilai ekspor

Tm = pajak impor

Tx = pajak ekspor

2.2. Tinjauan Empiris

Penelitian mengenai dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi kopi

Indonesia telah dilakukan oleh Sihotang (1996), Santoso dan Syafa'at (1999), dan

Lifianthi (1996). Pendekatan yang dilakukan oleh ketiga penelitian tersebut

adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Sehingga hasil penelitian yang

(60)

terhadap penerimaan petani. Sedangkan dalam penelitian ini akan dilakukan

analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap profitabilitas petani, sehingga

diharapkan dapat diketahui besarnya kerugian atau keutungan yang diperoleh

petani akibat adanya suatu kebijakan.

Model ekonometrika dari penelitian Lifianthi (1996) bertujuan untuk

melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respon produksi perkebunan

kopi di daerah propinsi Sumatera Selatan, faktor-faktor apa yang mempengaruhi

ekspor kopi di propinsi Sumatera Selatan, dan damp& kebijakan ekonomi

terhadap produksi, volume dan harga ekspor kopi di Sumatera Selatan.

Sedangkan model ekonometrik yang dilakukan oleh Sihotang (1999) dan Santoso-

Syafa'at (1999) dil- dalam ruang lingkup nasional.

Hasil penelitian di Sumatera Selatan menunjukkan bahwa areal,

produktivitas dan produksi di Sumatera Selatan tidak responsii terhadap harga

kopi, harga pupuk dan upah tenaga keja. Litianthi menyimpulkan bahwa petani

kopi mampu lebii cepat menyesuaikan perubahan produktivitas kopi ketimbang

areal produksinya apabila tejadi pembahan harga kopi. Dan volume ekspor kopi

Sumatera Selatan lebii responsif terhadap perubahan produksi kopi dibzdingkan

terhadap perubahan harga ekspor kopi. Hal ini mencaminkan cukup tingginya

tingkat ketergantungan ekspor terhadap arus produksi kopi domestik dan sulitnya

melakukan

Gambar

Gambar 3. Dampak Pajak Ekspor Terhadap Keseimbangan Pasar
Gambar 4. Dampak Kuota Ekspor Terhadap Keseirnbangan Pasar
Gambar 6. Kerangka Pemikkam Analisis Profitabilii dan Dayasaing Kopi
Tabel 5. Alokasi Komponen Input Domestik dan Asing
+7

Referensi

Dokumen terkait

model Problem Based Learning berbantuan media gambar. c) Melakukan konsultasi kepada guru kelas mengenai rencana pelaksanaan. pembelajaran yang telah dirancang dengan

Dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan, penanganan terorisme sebagai salah satu tugas operasi militer selain perang (OMSP) TNI. Militer dapat

Melalui penerapan sistem data warehouse dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya proses analisis ataupun pengelolaan informasi berdasarkan data

1) Kondisi vegetasi mangrove di tiap kanal memperlihatkan perbedaan yang nyata. Jumlah tegakan dan luas mangrove tertinggi berada pada kanal II, sedangkan terendah

dan anaerob yang ada sebelum pencabutan yang nantinya akan berkembang pada koagulum yang nantinya akan menimbulkan dry socket , dimana pasien yang mengalami dry

Kegagalan seorang pemimpin pendiri sering kali terjadi pada masa ini, di mana ia tidak berhasil menciptakan para pemimpin penerus, yang mampu memelihara budaya organisasi yang telah

Acta Paulista de Enfermagem, 22(5). Awareness of diabetes mellitus among diabetic patients in the Gambia: a strong case for health education and promotion. Diabetes

Usaha-usaha dan penelitian untuk memperoleh varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri,