SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOAN TO
DEPOSIT RATIO PADA BANK PEMBANGUNAN
DAERAH DI INDONESIA
OLEH
Christin Juniarta S
090502109
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOAN TO
DEPOSITRATIO PADABANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan mengumpulkan data pendukung dari literatur, jurnal, dan buku-buku referensi untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan data sekunder yang relevan dari laporan yang dipublikasikan oleh BPD dan direktori perbankan Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara serempak Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan Daerah di Indonesia, dan secara parsial menunjukkan Capital Adequacy Ratio dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio, sedangkan Non Performing Loan berpengaruh negatif tetapi dan tidak siginifikan terhadap Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
ABSTRACT
FACTORS INFLUENCING LOAN TO DEPOSIT RATIO AT REGIONAL DEVELOPMENT
BANK IN INDONESIA
The formulation of the problem in this research is "Do Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating Efficiency Ratio influence and significant on Loan to Deposit Ratio at Regional Development Bank in Indonesia?''. The purpose of this research is to analyse about the effect of Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
The hypothesis in this research is Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio have a significant influence on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
The methods that used for the data collection are through the documentation study to collect supporting data from the literature, journals and reference books to get an idea of the issues, and to gather relevant secondary data from a report published by Regional Development Bank and Directory of Banks in Indonesia yearly published.
The result of this research shows that Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio simultaneously have a positive significant influence on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia, and partially Capital Adequacy Ratio and Operating efficiency ratio have significantly negative influence on Loan to Deposit Ratio at Regional Development Bank in Indonesia, while Non Performing Loan have negative influence and not significantly on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Anugerah dan KasihNya sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Departemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan,
yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Univesitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Drs. Syahyunan, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
6. Bapak Dra. Nisrul Irawati, MBA selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
banyak memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama masa perkuliahan.
8. Orang Tua tercinta Ayahanda Pdt. Donald Sianturi, M.Div dan Ibunda Heppy Pasaribu yang senantiasa mendoakan dan mendukung, serta limpahan kasih
sayang yang luar biasa, dan atas setiap pengorbanan moral dan materil yang tak dapat penulis sebutkan.
9. Adik-adikku dan kakaku Frans Sianturi, Yosua Sianturi, Lisnawati Sianturi
atas segala doa dan dukungan selama ini.
10. Teman-teman di Departemen Manajemen stambuk 2009: Sarly, Sri Juliani,
Irene, Erbina, Rebecca, Agnesia, Novaria, Elgina, Herico, Yolanda Tanika serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu. Terimakasih atas persahabatan yang luar biasa, atas suka duka yang telah kita
lewati bersama, dan atas segala bantuannya selama masa perkuliahan.
11. Teman-teman di Naposobulung HKBP Sudirman Medan: Saloom Tobing,
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat-Nya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.
Medan, Juni 2013 Penulis
DAFTAR ISI
BAB II : LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian dan Jenis perbankan ... 8
2.2 Loan to Deposit Ratio ... 10
2.3 Capital Adequacy Ratio ... 15
2.4 Non Performing Loan ... 18
2.5 Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional ... 22
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
3.3 Batasan Operasional ... 34
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 35
3.5 Populasi dan Sampel ... 38
3.9.2 Uji Multikolinearitas ... 42
3.9.4 Uji Autokoreleasi ... 43
3.10 Pengujian Hipotesis ... 44
3.10.1 Uji Hipotesis Secara Serempak (Uji F).. 44
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 45
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46
4.2 Analisis Deskriptif ... 62
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 64
4.3.1 Uji Normalitas ... 64
4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 66
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas... 67
4.3.4 Uji Autokorelasi ... 69
4.4 Analisis Regresi Berganda ... 70
4.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 72
4.5 Pengujian Hipotesis ... 73
4.5.1 Uji F (Secara Simultan) ... 73
4.5.2 Uji t (Secara Parsial) ... 74
4.6 Pembahasan 75 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Halaman
1.1 Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan
Daerah Periode 2005-2011 ………... 2
2.2 Kriteria Kredit bermasalah ... 21
2.3 2.4 Peringkat Bank berdasarkan Rasio BOPO ... Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 23 29 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 37
3.2 Daftar Populasi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ... 38
3.3 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan menggunakan SPSS .. ... ... 44
4.1 Deskripsi Variabel Penelitian Bank Pembangunan Daerah Periode 2005-2011 ... 63
4.2 Tabel uji Kolgomorov-Smirnov LDR ... 66
4.3 Tabel Analisis Multikolinearitas ... 67
4.4 Hasil Uji Glejser . ... 69
4.5 Tabel uji Durbin-Watson ... 70
4.6 Hasil Analisis Regresi ... 70
4.7 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2) ... 72
4.8 Hasil Perhitungan Uji F (Secara Simultan) ... 73
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 32
4.1 Grafik Histogram ... 65
4.2 Normal P-Plot ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Judul Halaman
1 Website BPD ... 84
2 Laporan Keuangan Bank Pembangunan Daerah
(Regional Development Banks) Periode 2005-2011...
85
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LOAN TO
DEPOSITRATIO PADABANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan mengumpulkan data pendukung dari literatur, jurnal, dan buku-buku referensi untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan data sekunder yang relevan dari laporan yang dipublikasikan oleh BPD dan direktori perbankan Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara serempak Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan Daerah di Indonesia, dan secara parsial menunjukkan Capital Adequacy Ratio dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio, sedangkan Non Performing Loan berpengaruh negatif tetapi dan tidak siginifikan terhadap Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
ABSTRACT
FACTORS INFLUENCING LOAN TO DEPOSIT RATIO AT REGIONAL DEVELOPMENT
BANK IN INDONESIA
The formulation of the problem in this research is "Do Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating Efficiency Ratio influence and significant on Loan to Deposit Ratio at Regional Development Bank in Indonesia?''. The purpose of this research is to analyse about the effect of Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
The hypothesis in this research is Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio have a significant influence on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
The methods that used for the data collection are through the documentation study to collect supporting data from the literature, journals and reference books to get an idea of the issues, and to gather relevant secondary data from a report published by Regional Development Bank and Directory of Banks in Indonesia yearly published.
The result of this research shows that Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, and Operating efficiency ratio simultaneously have a positive significant influence on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia, and partially Capital Adequacy Ratio and Operating efficiency ratio have significantly negative influence on Loan to Deposit Ratio at Regional Development Bank in Indonesia, while Non Performing Loan have negative influence and not significantly on Loan to Deposit Ratioat Regional Development Bank in Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank sebagai lembaga kepercayaan/lembaga intermediasi masyarakat dan
merupakan bagian dari sistem moneter mempunyai kedudukan strategis sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Kepercayaan masyarakat terhadap bank
menuntut bank untuk senantiasa menjaga kesehatan bank serta keseimbangan antara pemeliharaan tingkat likuiditas, rentabilitas bank serta solvabilitasnya. Tujuan pemeliharaan kesehatan bank dari segi likuiditas adalah agar bank bisa
memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu-waktu. Likuiditas sendiri merupakan salah satu masalah
yang cukup kompleks dalam sebuah bank karena dana yang dikelola sifatnya berfluktuasi (Siamat, 2000: 101)
Kegiatan usaha utama dari suatu bank adalah melakukan penghimpunan
dan penyaluran dana. Kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi dalam bentuk aktiva tetap
dan inventaris, sedangkan kegiatan penghimpunan dana berasal dari: pertama, Dana sendiri (dana intern), yaitu dana yang bersumber dari dalam bank, seperti setoran modal atau penjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang ditahan,
dan lain-lain, dana ini sifatnya tetap. Kedua, Dana asing (dana ekstern), yaitu dana yang bersumber dari luar bank, seperti deposito, giro, call money, dan lain-lain.
sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK yang berhasil dihimpun
sebagian besar disalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit.
Hubungan antara DPK dan kredit ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menunjukkan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang
diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh bank. LDR dapat menjadi indikator untuk menilai fungsi intermediasi,
tingkat kesehatan bank, dan likuiditas suatu bank. (Siamat, 2000: 103) menyebutkan bahwa semakin tinggi LDR, maka laba Bank semakin meningkat (dengan asumsi bank dapat menyalurkan kreditnya dengan efektif), dengan
meningkatnya laba bank, maka kinerja bank juga akan meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa besar kecilnya LDR suatu bank mempengaruhi kesehatan bank
tersebut.
Berikut adalah peringkat BPD berdasarkan Loan to Deposit Ratio masing-masing BPD di Indonesia.
Tabel 1.1
Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Pembangunan Daerah Periode 2005-2011
(dalam %)
Peringkat Nama Rata-rata Tahun
Bank LDR 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat terjadi fluktuasi tingkat LDR setiap tahunnya,
baik pada bank-bank yang rasio LDR-nya sudah baik ataupun masih buruk. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010, Bank Indonesia menetapkan standar LDR dengan batas bawah sebesar 78% dan batas atas sebesar
100%. Jika lebih ataupun kurang dari ketetapan tersebut, maka bank tersebut akan dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia. Bank yang memiliki LDR kurang dari
batas bawah LDR akan diberikan disinsentif GWM LDR sebesar perkalian parameter disinsentif bawah (saat ini sebesar 0,1) dengan selisih LDR bank dari batas bawah LDR. Bank yang LDR-nya lebih dari batas atas LDR akan diberikan
disinsentif GWM LDR sebesar perkalian parameter disinsentif atas (saat ini sebesar 0,2) dengan selisih LDR bank dari batas atas LDR target.
Besarnya LDR yang terjadi menunjukkan peran BPD dalam propinsi tersebut. Semakin tinggi rasio LDR menunjukkan semakin banyak kredit yang disampaikan bank kepada masyarakat. Dari tabel 1.1 juga dapat dilihat beberapa
bank belum bisa mencapai standar LDR yang ditetapkan BI tetapi di lain sisi, beberapa bank melewati standar yang ditetapkan BI. Setiap bank tentunya
menginginkan tingkat LDR yang cukup untuk memastikan kesehatan bank tersebut dari segi likuiditasnya, apalagi mengingat peran BPD sebagai penggerak pertumbuhan dan perputaran perekonomian pemerintah daerah. Apabila
perekonomian di tiap daerah baik, maka akan mambawa dampak yang baik bagi perekonomian nasional.
Tabel 1.2
Hubungan antara CAR, NPL, dan BOPO Terhadap LDR Pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia Periode 2009-2010
(dalam %) Peringkat Nama Bank Rata-rata
LDR
Sumber : diolah dari data di website masing-masing BPD (terlampir)
Dari Tabel 1.2 dapat dilihat hubungan antara CAR, NPL, dan BOPO terhadap LDR. Pada tahun 2009-2010 di Bank NTB terjadi penurunan nilai CAR
dari 15,48% menjadi 14,18%, hal ini berimbas terhadap penurunan nilai LDR BPD NTB dari 115,5% menjadi 102,23%. Sementara pada BPD Bali terjadi penurunan nilai NPL dari 0,17% menjadi 0,1%, hal ini berimbas terhadap
peningkatan nilai LDR dari 93,31% menjadi 104,41%. Pada BPD Sulsel, terjadi peningkatan nilai BOPO dari 57,09% menjadi 65,81% yang berimbas kepada
penurunan nilai LDR dari 114,79% menjadi 109,98%. Akan tetapi, ada beberapa BPD yang mengalami ketidaksesuaian fakta dengan teori yang ada berkaitan dengan hubungan antara CAR, NPL, dan BOPO terhadap LDR. Hal ini bisa saja
Dalam kegiatan operasional bank, modal juga merupakan suatu faktor
yang penting dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Modal bank dapat juga digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko, diantaranya risiko yang timbul dari kredit itu sendiri. Untuk menanggulangi kemungkinan risiko
yang terjadi, maka suatu bank harus menyediakan penyediaan modal minimum. Capital Adequecy Ratio (CAR) merupakan tingkat kecukupan modal yang
dimiliki bank dalam menyediakan dana, untuk keperluan pengembangan usaha, dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Dengan modal yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih
banyak. Sejalan dengan kredit yang meningkat, maka akan meningkatkan LDR itu sendiri.
Perbankan pada umumnya juga tidak dapat dipisahkan dari risiko kredit. Risiko ini dikarenakan tidak lancarnya nasabah untuk membayar utangnya yang disebut dengan Non Performing Loan (NPL). (Reed dan Edward, 2002: 88)
menyebutkan bahwa kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan
penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank dimana nantinya akan mempengaruhi rasio LDR itu sendiri.
Pada laporan laba rugi terdapat dua pos utama, yakni pendapatan
operasional dan biaya operasional. Jika pendapatan operasional merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan operasional, maka biaya operasional adalah biaya
sedikit, maka bank tersebut tergolong tidak efisien dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya, di lain pihak, biaya operasional yang besar nantinya akan mengurangi jumlah laba bersih yang dapat diperoleh karena biaya operasional merupakan faktor pengurang dalam laporan laba rugi.
Perubahan Loan to Deposit Ratio BPD setiap tahunnya bisa saja diakibatkan oleh ketidakstabilannya tingkat pertumbuhan BPD. Mengingat
pentingnnya posisi BPD dalam setiap propinsi, maka diperlukan prediksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR). Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, 31 Mei 2004, rasio LDR dihitung
dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan DPK yang mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk
antar bank).
Berdasarkan uraian latar belakang, maka penelitian ini mengambil judul
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio pada Bank
Pembangunan Daerah di Indonesia (Studi Kasus pada Bank Pembangunan
Daerah periode 2005-2011)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Loan to Deposit Ratio pada
Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1. Bagi Bank Pembangunan Daerah
Hasil penelitian diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil
keputusan di Bank Pembangunan Daerah di setiap propinsi agar dapat memperbaiki likuiditas banknya.
2. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan bagi peneliti tentang pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Jenis Perbankan
Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Salah satu jenis bank yang ada di Indonesia adalah Bank Pembangunan Daerah. Bank Pembangunan Daerah (BPD) merupakan bank yang seluruh sahamnya
dimiliki oleh perintah daerah. BPD menurut pasal 5 UU Nomor 7/1992 adalah jenis bank umum (Abdullah, 2005: 18).
(Abidin dan Endri, 2009) menyatakan bahwa, “BPD adalah perbankan di mana
lebih dari 50% sahamnya milik pemerintah daerah. Potensi daerah dapat diangkat melalui bantuan modal usaha dari BPD. Lingkup BPD relatif kurang luas karena
umumnya hanya melayani kebutuhan dana tingkat Propinsi, Kotamadya, maupun Kabupaten dan hanya sebagian kecil saja yang mampu membuka kantor cabang di Propinsi lain.”
(Endri, 2009) menyatakan bahwa:
ekonomi daerah melalui kegiatan pembiayaan, pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, kegiatan ekonomi dalam rangka pembangunan daerah dll, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa BPD adalah agen pembangunan Daerah. Akan tetapi, porsi tabungan dan deposito di BPD masih relatif kecil, sehingga cukup sulit bagi BPD untuk menjadi bank yang dapat membiayai kredit jangka panjang/investasi.
Peranan Bank Pembangunan Daerah (BPD), terutama dalam pengembangan ekonomi daerah memang belum optimal. Hal itu ditandai dengan indikator pertumbuhan kredit yang masih kurang dari 20%, kredit produktif kurang dari
40%, rasio LDR kurang dari 78% atau lebih dari 100% dan penghimpunan dana dari luar pemerintah daerah juga dinilai masih kurang dari 70%. Hal ini bisa saja
disebabkan beberapa faktor eksternal BPD seperti regulasi, baik regulasi di sektor perbankan dan sektor keuangan lainnya yang dibuat khusus sesuai dengan keputusan pemerintah daerah. Artinya setiap BPD dalam setiap propinsi memiliki
keunikan tersendiri sesuai dengan peraturan pemerintah daerahnya (Abidin dan Endri, 2009)
Secara umum fungsi bank menurut Dendawijaya (2004: 3) adalah:
1. Fungsi Mobilisasi, yaitu menghimpun dana-dana kecil dan tersebar dan menyalurkannya ke dalam investasi yang lebih besar.
2. Fungsi Likuiditas, yaitu fungsi bank untuk memelihara likuiditas alat-alat finansial dan menjamin agar alat-alat finansial tersebut dapat dicairkan menjadi uang tunai. Pencairan dapat dicairkan dengan segera tanpa menunggu alat-alat
tersebut jatuh tempo.
3. Fungsi Penyatuan Maturity, yaitu fungsi untuk mengharuskan penyediaan dana
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung
kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring,
transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman,
seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
2.2 Loan to Deposit Ratio
Salah satu rasio keuangan yang menganalisis tingkat kesehatan Bank adalah LDR.
LDR berkaitan dengan perhitungan rasio likuiditas, sehingga melalui rasio ini dapat diketahui tingkat likuiditas suatu bank.
(Simorangkir 2004: 142) menyatakan bahwa likuiditas dapat dibedakan dalam
bentuk penarikan titipan yang dinamakan deposit liquidity dan likuiditas dalam proyeksi pemberian pinjaman yang disebut portofolio liquidity. Kedua bentuk ini sangat peka terhadap kepercayaan masyarakat. Dapat dibayangkan, jika deposan
akan menarik atau menguangkan kembali titipannya dan bank tidak mampu membayarnya, maka akan timbul keresahan nasabah. Seandainya nasabah
berbondong-bondong datang ke bank dan jika bank tidak mampu melunasi kewajibannya, dengan sendirinya bank tidak lagi dipercaya masyarakat. Di pihak lain, portofolio liquidity, juga tidak kalah pentingnya. Seandainya bank berjanji
memberikan pinjaman tunai hari ini tetapi tidak dilaksanakan, kepercayaan akan hilang. Baik deposit liquidity maupun portofolio liquidity, keduanya sama
Bank yang terlalu berhati-hati dalam menjaga likuditasnya akan cenderung
memelihara alat likuid yang relatif besar dari yang diperlukan dengan maksud untuk menghindari risiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga dihadapkan kepada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alat
likuid yang berlebihan. Oleh karenanya, dalam manajemen likuiditas diperlukan adanya keseimbangan antara dua kepentingan di atas (Muljono 2003: 430).
Secara umum kekurangan likuiditas diakibatkan oleh penarikan deposito secara tiba-tiba yang memaksa bank untuk meminjam dana dengan bunga yang tinggi dari bank lain (Rose 2004: 184), untuk itu diperlukan cara untuk menjaga
likuiditas Bank dalam berbagai kondisi.
Koch (2003: 551) mengungkapakan bahwa ada berbagai teori untuk mengelola
likuiditas, antara lain:
a. Commercial loan theory, yang menitik beratkan pada kemampuan sisi aktiva bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dengan demikian likuiditas
bank akan terjamin apabila aktiva produktif bank terdiri dari kredit jangka pendek yang dapat digunakan sebagai sumber pelunasan.
b. Doctrine of asset shifability bertitik tolak dari asumsi bahwa bank akan dapat segera memenuhi kebutuhan likuiditasnya apabila bank memberikan kredit dalam bentuk shiftable loan yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan
pemberitahuan sebelumnya disertai jaminan surat-surat berharga.
c. Theory of shiftability to the market yang menyebutkan bahwa likuiditas akan
d. The anticipated income theory yang menyatakan bahwa sumber pemenuhan
likuiditas bank dapat diperoleh dari kemampuan nasabah secara teratur mengangsur atas pokok dan bunga kredit yang diperoleh dari sistem perbankan.
Menurut SE No.6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004, LDR dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak
ketiga. Melalui rasio LDR kita dapat mengetahui seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan
oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi LDR maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit
dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).
Komponen-komponen LDR yang berlaku di setiap bank antara lain (Simorangkir, 2004: 145):
1. Pinjaman (loans) dapat mencakup pinjaman umum dalam rupiah, pinjaman dalam valas (apabila bank pemberi kredit bank devisa). Kredit yang diberikan
tidak termasuk kredit kepada bank lain. 2. Dana Pihak ketiga yang didapat dalam bentuk:
a. Giro
Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran
b. Deposito atau simpanan berjangka
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
c. Tabungan masyarakat
Tabungan masyarakat adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
d. Melalui pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinas), deposito dan pinjaman dari
bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, modal
pinjaman dan modal inti.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang tertulis pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19 /PBI/2010 besarnya standar nilai LDR adalah antara
78%-100%. Secara umum dapat dikatakan bahwa biasanya bank yang besar cenderung memiliki LDR yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank yang lebih kecil. Hal
ini dapat terjadi karena pinjaman yang diberikan bukan hanya dibiayai dari dana deposito berjangka tetapi juga berasal dari dana current account. Sifat current account yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh pemiliknya dapat mengakibatkan
masalah likuiditas dalam suatu bank karena dana masih tertanam di pinjaman yang belum jatuh tempo.
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin
tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank. (Dendawijaya, 2004: 147) mengungkapkan rasio yang tinggi menunjukkan bahwa bank meminjamkan seluruh dananya atau relatif tidak likuid. Sebaliknya, rasio yang
rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat digunakan untuk
memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau sebaliknya dibatasi. Jika bank memiliki LDR yang terlalu kecil maka bank akan kesulitan untuk menutup simpanan nasabah dengan jumlah kredit yang ada,
sehingga bank akan dibebani dengan bunga simpanan yang besar sementara bunga dari pinjaman yang telah diterima oleh bank terlalu sedikit. Jika bank mempunyai
LDR yang sangat tinggi, maka bank akan mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi pada titik tertentu bank akan mengalami kerugian (Siamat, 2000: 46). Selanjutnya LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi
manajemen suatu bank. Manajemen bank konservatif biasanya cenderung memiliki LDR yang relatif rendah. Sebaliknya bila LDR melebihi batas toleransi
2.3 Capital Adequacy Ratio
Menurut Harahap (2008: 303), “Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya (jangka panjang dan jangka pendek) dengan kekayaan yang dimilikinya apabila perusahaan tersebut dikuidasi”. Setiap sumber
dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya penggunaan modal sendiri memiliki kelebihan, yaitu mudah diperoleh, dan beban pengambilan
yang relatif lama. Disamping itu dengan menggunakan modal sendiri tidak ada beban untuk membayar angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya kekurangan modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif
terbatas, terutama pada saat menjatuhkan dana yang relatif besar.
Semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang
dihadapi, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya
tingkat hasil pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Penilaian kesehatan solvabilitas didasarkan pada perbandingan modal sendiri
dengan kebutuhan modal berdasarkan perbandingan Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio permodalan ini merupakan teknik pokok dalam melakukan analisis kecukupan modal. Rasio permodalan memberikan informasi mengenai apakah
modal bank cukup mendukung operasi bank dan mampu menyerap kerugian-kerugian bank yang terjadi dalam melakukan penanaman dana atau akibat
(Sinungan, 2000: 15) mengungkapkan bahwa modal merupakan salah satu faktor
penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung risiko kerugian. Besarnya modal suatu bank berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien menjalankan kegiatannya dan dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat (khususnya untuk masyarakat peminjam) terhadap kinerja bank. Penggunaan modal bank juga dimaksudkan untuk
memenuhi segala kebutuhan bank guna menunjang kegiatan operasi bank dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. (Koch, 2003: 299) juga menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro, deposito, dan
tabungan yang melebihi jumlah setoran modal dari para pemegang sahamnya. Unsur kepercayaan ini merupakan masalah penting dan merupakan faktor
keberhasilan pengelolaan suatu bank.
Mengingat kegiatan perbankan di Indonesia telah mengikuti globalisasi perbankan, maka masalah penyediaan modal bank juga perlu disesuaikan dengan
ukuran yang berlaku secara internasional, yaitu standar yang ditetapkan Bank for Internasional Settlements (BIS) dengan pertimbangan agar perbankan Indonesia
dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan Internasional. Salah satu rasio yang diterapkan oleh BIS terkait dengan permodalan adalah CAR (Capital Adequacy Ratio). Rasio ini digunakan sebagai
indikator terhadap kemampuan bank menutupi penurunan aktivanya akibat terjadinya kerugian-kerugian atas aktiva bank, dengan menggunakan modal
yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.
Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh pemimpin moneter yang biasanya merupakan
wewenang Bank Sentral. Lembaga ini memiliki tanggungjawab dan menyamakan sistem perbankan secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan antara lain ketentuan permodalan, likuditas wajib dan ketentuan lain yang bersifat
prudensial (Siamat, 2003: 22). Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang.
Menurut (Abdullah, 2005: 31) faktor permodalan ini juga memegang bobot 25% dalam penilaian tingkat kesehatan suatu Bank. (Simorangkir, 2004: 157-158) menyebutkan bahwa kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank
dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Bank Indonesia menetapkan bahwa CAR adalah kewajiban penyediaan modal minimum
yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva menurut risiko (ATMR).
Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal inti
dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang berupa, modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun
aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa,
dan pinjaman subordinasi. Sedangkan yang dimaksud dengan ATMR adalah aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat dan beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar
risiko kredit yang melekat. ATMR diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva dengan bobot risiko. Semakin likuid aktiva risikonya nol dan
semakin tidak likuid bobot risikonya 100, sehingga risiko berkisar antara 0 - 100%.
Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat
digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit sehingga meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam
menyalurkan kredit.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI 2001 besarnya CAR perbankan untuk saat ini minimal 8% dan menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004 CAR dirumuskan sebagai berikut :
CAR =�����
���� x 100%
2.4 NPL (Non Performing Loan) / Kredit bermasalah
Salah satu kegiatan utama lembaga keuangan termasuk bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Penerimaan yang utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Mengingat penyaluran kredit ini tergolong aktiva produktif
atau tingkat penerimaanya tinggi, maka sebagai konsekuensinya penyaluran kredit juga mengandung risiko yang relatif lebih tinggi dari pada aktiva lain. Aktiva
dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya,
sehingga kredit merupakan salah satu bentuk dari aktiva produktif (Sinungan, 2000: 67). Salah satu risiko yang dihadapi suatu bank ialah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan atau yang disebut dengan risiko kredit.
NPL adalah perbandingan total pinjaman yang diberikan bermasalah dengan total pinjaman diberikan pada Dana Pihak Ketiga (DPK) (tidak termasuk pada bank
lain).
���= ���������������ℎ
����������� � 100%
Risiko kredit umumnya timbul dari berbagai kredit masuk yang tergolong kredit
bermasalah. Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak memberikan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Oleh sebab itu, bank dituntut untuk selalu menjaga kreditnya agar tidak masuk dalam golongan
kredit bermasalah (NPL). Risiko yang dihadapi bank merupakan risiko tidak terbayarnya kredit yang disebut dengan default risk atau risiko kredit. Meskipun
risiko kredit tidak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3%-5% dari total kreditnya. Kredit yang termasuk dalam kategori NPL adalah kredit kurang lancar (sub standart), kredit diragukan
(doubtfull) dan kredit macet (loss).
1. Faktor intern bank:
a. Penyelenggaraan analisis kredit yang kurang mampu atau karena pimpinan bank mendapat tekanan dari pihak luar.
b. Pimpinan bank terlalu agresif untuk menyalurkan kredit.
c. Campur tangan para pemegang saham yang berlebihan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit.
2. Ketidaklayakan debitur:
a. Debitur menderita sakit berat, kecelakaan atau meninggal dunia. b. Penghasilan tetap terganggu.
3. Pengaruh faktor ekstern:
a. Penurunan kondisi ekonomi
b. Bencana alam
c. Peraturan Pemerintah
Dampak dari keberadaan Non Performing Loan dalam jumlah besar tidak hanya
berdampak pada bank yang bersangkutan, tetapi juga meluas dalam cakupan nasional apabila tidak dapat ditangani dengan tepat. Dendawijaya (2004: 113)
mengemukakan dampak Non Performing Loan yang tidak wajar sebagai berikut: 1. Hilangnya kesempatan memperoleh kesempatan pendapatan (income) dari
kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi
kemampuan untuk memberikan kredit.
2. Rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar yang
3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif
yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besar modal bank.
4. Menurunkan tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan kesehatan
bank dengan analisis CAMELS.
Rasio NPL menunjukkan tingkat kredit bermasalah yang dimiliki bank. Sehingga
semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar dan likuiditas memburuk atau
menurun.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP/2001 kredit merupakan
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Sedangkan kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
Tabel 2.2
Kriteria Kredit bermasalah
No Klasifikasi Kredit Kriteria
1. Lancar Angsuran pokok dan bunga lancar, mutasi rekening aktif dan tersedia agunan tunai yang cukup
2. Dengan perhatian Khusus
terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga kurang dari 90 hari, mutasi rekening relatif aktif dan didukung pinjaman baru.
3. Kurang Lancar Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-180 hari, mutasi rekening relatif tidak aktif dan ada indikasi masalah keungan.
4. Diragukan Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-270 hari, terdapat cerukan permanen dan terjadi kapitalisasi bunga.
5. Macet Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga lebih dari 270 hari, terdapat cerukan permanen dan kerugian yang terjadi ditutup dengan pinjaman baru.
2.5 Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Operating
efficiency ratio)
Rasio Rentabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas bank memperoleh laba.
Rasio-rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal
bank (Siamat, 2003: 197). Analisis rasio rentabilitas bank menurut Dendawijaya (2004: 146) adalah “alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.” Dalam perhitungan
rasio-rasio rentabilitas ini biasanya merupakan hubungan timbal balik antarpos yang terdapat pada laporan laba rugi dengan pos-pos pada neraca bank guna
memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Harahap (2008: 304) juga menambahkan bahwa “Rasio rentabilitas adalah rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah
cabang dsb”. Pada penelitian ini, rasio rentabilitas yang digunakan adalah BOPO. Bank dalam usahanya memakasimalkan profitabilitas dan nilai dari penanam saham harus menggunakan kosep efisiensi pada setiap kegiatannya. Ini berarti
mengurangi beban operasional dan meningkatkan profitabilitas pekerjanya melalui pengadaan peralatan otomatis dan pelatihan terhadap karyawan (Rose,
atau yang biasa disingkat dengan BOPO di Indonesia (Siamat, 2003: 119). Seperti
yang kita ketahui kegiatan utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana, maka biaya bunga dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan pedapatan bunga. Biaya bunga adalah semua biaya atas dana-dana
yang berasal dari bank Indonesia, bank lain, dan pihak ketiga bukan bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan
bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Dendawijaya, 2004: 147). Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, BOPO diukur dari perbandingan
antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional :
BOPO = ���������������������
�������������������������� x 100%
Biaya operasional merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga,
biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan lain-lain). Pendapatan operasional merupakan penjumlahan seluruh pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan
operasi lainnya.
Tabel 2.3
Peringkat Bank berdasarkan Rasio BOPO
Sumber : SE BI
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Peringkat Predikat Besaran nilai BOPO
1 Sangat Sehat 50-75%
2 Sehat 76-93%
3 Cukup Sehat 94-96%
4 Kurang Sehat 96-100%
2.6 Pengaruh CAR terhadap LDR
Fungsi utama modal adalah memenuhi kebutuhan minimum dan untuk menunjang aktiva yang mangandung atau menghasilkan risiko (Siamat, 2003). CAR atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi oleh
bank. Masyarakat pastinya lebih nyaman menyimpan dana di bank yang tingkat kecukupan modalnya baik. Demikian juga sebaliknya, masyarakat juga
mengajukan kredit pada bank-bank yang dianggap tingkat kecukupan modalnya baik dan pihak bank memiliki dana cadangan jika sewaktu-waktu terjadi masalah kredit macet. Bank yang memiliki kecukupan modal yang tinggi akan
meningkatkan kepercayaan diri dalam menyalurkan kredit, sehingga apabila CAR meningkat maka akan meningkatkan LDR.
2.7 Pengaruh NPL terhadap LDR
NPL adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Dendawijaya, 2004). Semakin tinggi rasio NPL, semakin rendah dana yang dapat disalurkan.
Hal ini tentu akan mengancam likuiditas Bank. Sehingga Bank mengambil tabungan sementara masyarakat dan deposito yang bunganya belum memenuhi
target.
2.8 Pengaruh BOPO terhadap LDR
Operating Expense to Operating Income dihitung dengan menggunakan
kegiatan utamamnya adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana yang
kesemuanya itu didominasi oleh penerimaan dan pembayaran bunga. Biaya bunga adalah semua biaya atas dana-dana yang berasal dari bank Indonesia, bank lain dan pihak ketiga bukan bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank mengalami masalah likuiditas semakin kecil (Dendawijaya, 2004:
120).
2.9 Penelitian Terdahulu
Peneliti-peneliti terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi dalam
penelitian ini adalah :
Fitria dan Raina (2012) melakukan penelitian berjudul “Analisis Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan to Deposit
Ratio Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang ( Periode 2007-2011)”. Variabel dependen yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dan variabel independennya adalah Non Performing Loan
(NPL). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR.
Nasiruddin (2005) melakukan pelitian berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio di BPR di Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Semarang.” Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah CAR, NPL dan Suku Bunga Kredit. Metode analisis yang
tersebut menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
LDR, sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR.
Pramono (2006), meneliti mengenai pengaruh modal, likuiditas, dan efisiensi terhadap LDR pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., periode
2001-2005. Hasil penelitian menunjukkan CAR, GWM, BOPO secara parsial berpengaruh negatif terhadap LDR dan secara simultan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap LDR.
Vadovả (2011) melakukan penelitian berjudul “Liquidity of Czech Commercial Banks and its Determinants”. Studi kasus pada Bank Umum di Republik Ceko
periode 2001-2009. Pada penelitian ini, Likuiditas diukur dengan menggunakan 4 rasio dan salah satunya dengan menggunakan LDR. Hasilnya, NPL dan CAR
mempunyai pengaruh positif terhadap LDR.
Prayudi melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net
Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CAR, NPL dan BOPO secara parsial tidak berpengaruh
terhadap LDR.
Utari (2011) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset dan BOPO terhadap Loan to
Deposit Ratio (Studi Kasus pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia Periode 2005-2008)”. Variabel dependen yang digunakan dalam
yang digunakan adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis serta analisis regresi
berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel independen CAR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap LDR. ROA berpengaruh negatif tidak
sigifikan terhadap LDR dan BOPO berpengaruh positif signifikan terhadap LDR. Amriani (2012) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh CAR, NPL,
BOPO Dan NIM terhadap LDR pada Bank BUMN Persero Di Indonesia Periode 2006-2010.” Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah
CAR, NPL, BOPO dan NIM. Penelitiaan ini Metode analisi yang digunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variable CAR
berpengauh positif signifikan terhadap LDR. Variabel NPL berpengaruh negatif terhadap LDR dan variabel BOPO berpengaruh positif terhadap LDR tetapi tidak signifikan.
Pratama (2010) melakukan penelitian berjudul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kebijakan penyaluran kredit perbankan (Studi pada Bank Umum
di Indonesia periode 2005 - 2009). Variabel dependen yang digunakan adalah DPK (Dana Pihak Ketiga), CAR, NPL, dan suku bunga. Dan Variabel dependennya adalah Penyaluran Kredit. Penelitian ini menggunakan metode
regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit, Variabel NPL
Lestari (2007) melakukan penelitian berjudul “Analisis pengaruh Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL) terhadap tingkat penyaluran kredit pada Bank-bank Umum di Indonesia.” Variabel dependen yang digunakan adalah tingkat penyaluran kredit dan varibel independennya adalah
CAR dan NPL. Penelitian ini menggunakan metode model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa CAR
berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit dan variabel NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.
Nandadipa (2010) melakukan penelitian berjudul ”Analisis Pengaruh CAR, NPL,
Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate terhadap LDR (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia periode 2004-2008).” Variabel dependen yang
digunakan adalah CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK, Exchange rate, sedangkan variabel dependennya adalah LDR. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian secara simultan
variabel-variabel independen CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate dengan uji F, berpengaruh signifikan terhadap LDR. Hasil secara parsial dengan
uji t, variabel CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK dan Exchange Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR sedangkan variabel pertumbuhan DPK berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap LDR.
Tablel 2.4
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Metode Analisis Hasil Penelitian
1. Nurul Fitria
• Suku bunga kredit
Regresi
Lanjutan Tabel 2.4
Exchange Rate dengan menggunakan uji F berpengaruh signifikan terhadap LDR
2.dengan uji t, variabel CAR, NPL, Inflasi,
Nasiruddin (2005) menyatakan bahwa tingkat kecukupan modal bank sangat penting bagi BPD dan berpengaruh positif terhadap LDR bank untuk menyalurkan kreditnya. Bila tingkat kecukupan modal BPD baik, maka masyarakat akan
tertarik untuk mengambil kredit dan pihak BPD mempunyai cukup dana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kredit macet sehingga tidak mengganggu kinerja BPD.
Oleh karena itu, tingkat kecukupan modal bank berpengaruh positif pada kenaikan LDR.
Nasiruddin (2005) mengungkapkan bahwa kredit macet berpengaruh negatif
semakin sedikit dana yang dapat disalurkan kepada masyarakat yang
membutuhkan dana. Oleh karena itu, tingkat Non Performing Loan berpengaruh negatif terhadap LDR bank.
Pramono (2006) menyatakan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap tingkat
likuiditas Bank. Semakin besar biaya yang dikeluarkan, jika tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan operasional yang bertambah, maka akan
berpengaruh buruk terhadap LDR. Oleh karena itu, tingkat Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasionalberpengaruh negatif terhadap LDR bank.
Dalam penelitian ini digunakan rasio-rasio keuangan perbankan yaitu CAR, NPL,
dan BOPO. Adapun kerangka konseptual tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
CAR
NPL
BOPO
2.11 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian ini adalah: Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kausal kuantitatif. Pengertian
penelitian kausal komparatif menurut Kuncoro (2009: 15) adalah “penelitian yang bertujuan untuk mengukur kekuatan hungangan serta pengaruh antara variabel bebas dan terikat serta menunjukkan arah hubungannya.” Data penelitian ini
dinyatakan dalam bentuk angka yang dapat dilihat dari laporan keuangan tahunan Bank Pembangunan Daerah periode 2005-2011. Penelitian ini bertujuan melihat
faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio suatu bank.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bank Pembangunan Daerah yang ada di
Indonesia melalui media internet dengan situs terlampir. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April 2013 sampai Juni 2013.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional berguna agar penelitian ini fokus dalam menganalisis dan membahas permasalahan. Batasan operasional penelitian ini yaitu:
2. Seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia yang menyajikan laporan
keuangan selama tujuh tahun berturut-turut dari tahun 2005 sampai tahun 2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia.
3. Seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia yang menyajikan laporan
keuangan dan rasio secara lengkap yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti.
3.4 Definisi Operasional
Definisi Operasional dari variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Capital Adequacy Ratio (X1)
Rasio Permodalan dalam hal ini dijelaskan oleh (Capital Adequacy Ratio) CAR. Capital Adequacy Ratio ini merupakan perbandingan antara modal yang
dimiliki Bank dengan aktiva tertimbang menurut rata–rata (ATMR). CAR dihitung dengan formula (Sesuai SE No.6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004):
CAR =�����
���� x 100%
Berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka tata cara
penilaian tingkat kesehatan bank, terdapat ketentuan bahwa modal bank terdiri atas modal sendiri dan modal pelengkap, sedangkan aktiva tertimbang menurut
risiko terdiri atas jumlah ATMR yang dihitung berdasarkan nilai masing– masing pos aktiva pada neraca bank dikalikan dengan bobot risikonya masing– masing (Dendawijaya, 2004: 124). Dalam rasio permodalan, CAR dapat
sebagai akibat dari kerugian–kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva–
aktiva berisiko.
2. Non Performing Loan (X2)
NPL merupakan perbandingan total kredit bermasalah yang diberikan dengan
total kredit yang diberikan pada pihak membutuhkan (tidak termasuk pada bank lain). NPL dihitung dengan formula (Sesuai SE No.6/23/DPNP Tanggal
31 Mei 2004):
NPL =Kredit Bermasalah
����������� � 100%
3. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) (X3)
Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya 2004: 127). Semakin kecil BOPO maka semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank. Dengan kata lain semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. BOPO dihitung
dengan formula (Sesuai SE No.6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004):
BOPO = ���������������������
��������������������������
Di bawah ini merupakan kesimpulan dari penjelasan rasio LDR sebagai variabel dependen dan rasio CAR, NPL, BOPO sebagai variabel independen. 4. LDR (Loan To Deposit Ratio) (Y)
ketiga. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat
dirumuskan sebagai berikut (Sesuai SE No.6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004):
LDR = ������
������ℎ�������� � 100%
Menurut ketentuan dari Bank Indonesia, rasio LDR yang paling sehat berada pada kisaran 78%-100%. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi
semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh jumlah dana bank yang diperlukan untuk membiayai kredit
menjadi semakin besar (Setyorini, 2012).
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Cara pengukuran Skala
Ukuran
Dana Pihak Ketiga X 100%
Rasio
2. Capital Adequacy Ratio (X1)
Total Kredit x 100%
Rasio
4. Biaya Operasional terhadap
Total Beban Operasional Total Pendapatan Operasional
Rasio
3.5 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ada di Indonesia, yaitu sebanyak 26 Bank. Adapun metode yang digunakan dalam penentuan sampling adalah dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi emiten dengan menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu.
Adapaun daftar populasi penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Daftar Populasi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia Periode 2005-2011
5 BPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 6 BPD Daerah Khusus Ibukota (DKI) 7 BPD Jambi
8 BPD Jawa Tengah (Jateng) 9 BPD Jawa timur (Jatim)
10 BPD Kalimantan Timur (Kaltim) 11 BPD Kalimantan Barat (Kalbar) 12 BPD Kalimantan Selatan (Kalsel) 13 BPD Kalimantan Tengah (Kalteng) 14 BPD Lampung
15 BPD Maluku 16 BPD Nagari
17 BPD Nusa Tenggara Timur (NTT) 18 BPD Nusa Tenggara Barat (NTB) 19 BPD Papua
20 BPD Riau
21 BPD Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) 22 BPD Sulawesi Tengah (Sulteng)
23 BPD Sulawesi Tenggara 24 BPD Sulawesi Utara (Sulut)
25 BPD Sumatera Selatan dan Bengkulu (Sumselbabel) 26 BPD Sumatera Utara (Sumut)
Kriteria untuk pemilihan sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bank yang tercantum termasuk dalam golongan Bank Pembangunan Daerah yang masih berdiri selama periode penelitian yaitu periode 2005-2011.
2. Seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia yang menyajikan laporan keuangan selama tujuh tahun berturut-turut, dari tahun 2005 sampai tahun
2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia.
3. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini lengkap di laporan keuangan masing-masing BPD.
Berdasarkan kriteria tersebut, seluruh BPD yang ada di populasi dapat digunakan menjadi sampel (sampel jenuh). Sehingga jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 26 Bank Pembangunan Daerah.
3.6 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Bank Pembangunan Daerah yang di Indonesia yang meliputi Loan to Deposit
Ratio (LDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Data tersebut
3.7 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu: 1. Studi Pustaka
Penelitian ini dengan mengumpulkan data dan teori yang relevan terhadap
permasalahan yang akan diteliti dengan melakukan studi pustaka terhadap literatur dan bahan pustaka lainnya seperti artikel, jurnal, buku dan penelitian
terdahulu.
2. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian ini dikumpulkan laporan keungan tahunan bank periode
2005-2011 melaui laporan keuangan BPD yang dipublikasikan dan direktori perbankan Indonesia .
3.8 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda. Penggunaan analisis regresi berganda bertujuan untuk membuat model matematis dari pengaruh CAR, NPL dan BOPO terhadap LDR. Dari model tersebut dapat
diketahui bagaimana pengaruh CAR, NPL, dan BOPO terhadap LDR.
Bentuk umum persamaan regresi linear berganda yang digunakan adalah
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ ε
Dimana:
Y = Loan to Deposit Ratio (LDR) a = Konstanta
X1 = Capital Adequecy Ratio (CAR) X2 = Non Performing Loan (NPL)
b1,b2,,b3 = Koefisien regresi variabel bebas ε = Standar Error
3.9 Pengujian Asumsi Klasik
Model regresi yang digunakan dalam menguji hipotesis haruslah menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Asumsi klasik regresi meliputi uji Normalitas, Multikoliniearitas, uji Heteroksiditas, dan uji
Autokorelasi (Ghozali, 2009).
3.9.1Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (Situmorang, et al, 2010: 91). Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Metode yang dapat dipakai untuk normalitas antara lain: analisis grafik, analisis statistik, dan uji Kolmogorov-Smirnov.
Kriteria analisis grafik dan analisi statistik adalah:
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal
atau grafik histogramnya maka hal itu menunjukkan pola distribusi normal regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
Sementara kriteria uji Kolgomorov-Smirnov adalah jika nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) > dari nilai signifikan maka data variabel residual berdistribusi normal.
3.9.2Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Multikolinearitas
dapat juga dilihat dari nilai Tolerance (TOL) dan metode VIF (Variance Inflation
Factor). Nilai TOL berkebalikan dengan VIF. TOL adalah besarnya variasi dari satu
variabel independen yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Sedangkan VIF menjelaskan derajat suatu variabel independen yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Kriteria pengambilan data yang bebas dari
multikolinieritas adalah nilai VIF < 5 dan TOL > 0,1 (Simorangkir, et al, 2010:
136).
3.9.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Simorangkir, et al, 2010: 98). Model regresi yang baik adalah yang tidak
terjadi heteroskedastisitas. Metode yang dapat dipakai untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah diagram pencar (scatterplot) dan uji
Glejser.
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara ZPRED adan SPRESID dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang terletak di
Studentized. Kriteria pengambilan data yang bebas dari Heteroskedastisitas adalah:
a. Jika ada titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.9.3Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (Simorangkir, et al, 2010: 113).
Adapun uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
pennyimpangan asumsi klasik ini adalah Uji Durbin Watson (D-W stat).
Tabel 3.3
Kriteria Pengujian Autokorelasi
Null Hipotesis Hasil Estimasi Kesimpulan
Ho 0 < dw < dl Tolak
Ho dl ≤ dw ≤ du Tidak ada kesimpulan
H1 4 – dl < dw < 4 Tolak
H1 4 – du ≤ dw ≤ 4 - dl Tidak ada kesimpulan
Tidak ada autokorelasi, baik positif maupun
negatif du < dw < 4 - du Diterima
Apabila terjadi pelanggaran pada asumsi ini maka tindakan perbaikan
model adalah dengan melakukan transformasi dengan cara mensubtitusi nilai p, dimana nilai p dihitung berdasarkan nilai d pada model asli. Nilai p = 1-(d/2), dimana nilai d = nilai Durbin Watson.
3.10 Pengujian Hipotesis
Selanjutnya dari persamaan regresi berganda dilakukan uji statistik
dengan prosedur pengujiannya sebagai berikut:
3.10.1 Uji Hipotesis Secara Serempak (Uji F)
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2009: 239).
Hipotesis untuik Uji F dalam penelitian ini adalah:
− Ho : b1 =b2 =b3 =0, artinya Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan,
dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional secara serempak berpengaruh tidak signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank
Pembangunan Daerah di Indonesia.
− H1: b1≠ b2≠ b3≠ 0, artinya Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan,
dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Jika F hitung > F tabel, dengan tingkat signifikansi 5%, maka Ho ditolak atau
2. Jika F hitung < F tabel, dengan tingkat signifikansi 5%, maka Ho diterima
atau hipotesis yang diajukan ditolak.
3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat
(Kuncoro, 2009: 238).
Hipotesis untuik Uji t dalam penelitian ini adalah:
− Ho : b1 =0, artinya Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional secara parsial berpengaruh
tidak signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
− H1: b1≠ 0, artinya Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, dan Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah
di Indonesia.
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Jika t hitung > t tabel (df) dengan tingkat signifikansi 5%, maka Ho ditolak atau hipotesis yang diajukan diterima.
2. Jika t hitung < t tabel (df) dengan tingkat signifikansi 5%, maka Ho diterima