GAMBARAN RADIOLOGIS PADA HEPATOCELULAR
CARCINOMA
HENNY MAISARA SIPAHUTAR
NIP.19810522 200812 2 002
DEPARTEMEN RADIOLOGI
FK.USU / RSUP H. ADAM MALIK
I.PENDAHULUAN
Hepatocelluler Carcinoma (HCC) atau hepatoma merupakan tumor hepar yang
ganas dan fatal, terdapat 85 % atau lebih dari seluruh tumor ganas hepar primer.
Hepatoma ini biasanya berhubungan dengan penyakit hati kronik seperti sirosis, hepatitis
kronis aktif, ataupun hemokromatosis.(1) Pasien hepatoma biasanya tidak mempunyai
keluhan khusus sehingga menyebabkan pasien datang terlambat dan sudah dalam
keadaan gagal hati terminal. (1,2) Angka kejadian dari hepatoma ini dipengaruhi oleh letak
geografis dari suatu wilayah. Di Indonesia dan asia penyakit ini sering ditemukan dan
paling banyak disebabkan oleh hepatitis B dan C, sedangkan di negara barat sirosis
alkoholik merupakan penyebab tersering terjadinya hepatoma. Pasien dengan hepatitis C
disertai dengan sirosis hati 25% - 30% dapat berlanjut menjadi hepatoma. Pasien yang
terinfeksi hepatitis B dan C secara bersamaan merupakan resiko tinggi terjadinya
hepatoma.
Umumnya diagnosa hepatoma terlambat ditegakkan. Untuk mendiagnosa
hepatoma dapat digunakan berbagai macam sarana diagnostik yang invasif seperti
angiografi, biopsy hati, laparoskopi dan laparotomi, seta sarana diagnostik yang tidak
invasif seperti pemeriksaan fisis, Ultrasonografi(USG), Tomografi komputer (TK),
Magnetic Resonance Imaging (MRI) serta pemeriksaan laboratorium.
(2,3,4)
Biopsi hati merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa dari hepatoma..
Angiografi dapat berperan dalam diagnosis dan terapi pada hepatoma. Selain itu
penatalaksaan pada hepatoma dapat dengan operasi, angiografi, , ablasi radiofrekuensi
dan radiasi serta transplantasi.
(1,2)
Pada umumnya prognosa dari hepatoma jelek, karena itu upaya yang
dikembangkan adalah agar mempertinggi kemampuan dalam mendeteksi hepatoma lebih
dini. Penyebab kematian pada hepatoma biasanya oleh karena perdarahan (varises,
intraperitoneal) dan cachexia serta metastase jauh. Pada pasien dengan penyakit hati
kronik sebaiknya dilakukan skrening untuk mencegah terjadinya hepatoma.
(2)
Pada tinjauan pustaka ini akan diuraikan mengenai gambaran radiologis pada
beberapa modalitas radiologi yang sering digunakan dalam mendiagnosis hepatoma.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Hepatocellular carcinoma (HCC) atau lebih sering disebut dengan hepatoma
merupakan tumor primer hati yang pertumbuhannya lambat tetapi bersifat ganas, yang
paling sering ditemukan dari tumor primer ganas hati yang lain seperti limfoma maligna,
fibrosarkoma dan hemangioendothelioma. (1,2)
II.2. Etiologi dan patofisiologi
Etiologi hepatoma belum diketahui secara pasti, beberapa faktor yang diduga
sebagai penyebab atau merupakan faktor predisposisi terjadinya hepatoma yaitu:
1. Infeksi virus hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), dan hepatitis D (HDV) dan
biasanya bersamaan dengan sirosis hati.
2. Penyakit hati kronis terutama sirosis hati.
3. Paparan micotoxin, paling sering ditemukan aflatoxin yang diproduksi oleh aspergillus
flavus yang biasanya terdapat pada bahan makanan.
4. Perokok berat dan peminum alcohol
Secara epidemiologis banyak bukti – bukti yang menunjang peran virus hepatitis
B sebagai faktor risiko terjadinya hepatoma yaitu:
(1-5)
terdapat hubungan geografis infeksi virus hepatitis B dengan hepatoma, misalnya di
asia tenggara dan afrika prevalensi hepatitis B cukup tinggi pada pasien hepatoma.
pada pasien pengidap HBsAg setelah dievaluasi dalam beberapa tahun, terdapat resiko
yang tinggi untuk terjadinya hepatoma.
prevalensi HBsAg positif didapatkan cukup tinggi pada pasien – pasien hepatoma.
dari sediaan biopsi hati pasien hepatoma ditemukan HBsAg.
Hepatoma berkembang dari sel-sel hepatosit. Hepatoma dapat berbentuk noduler
(terdiri dari nodul kecil, multipel), massif (tumor berukuran besar yang mempunyai
satelit nodul), atau difus (nodul-nodul kecil yang tersebar di seluruh hepar). Hepatitis dan
sirosis hepar dapat berlanjut menjadi hepatoma dengan proliferasi sel-sel yang berulang
sebagai respon terhadap stimulasi growth factor dan sitokin. Berbagai perubahan genetik,
kegagalan gen dan tumor suppressor meyebabkan terjadinya karsinogenesis. Karena
karsinoma hepar sering menyerang vena porta dan vena hepatika sering terjadi
penyebaran ke jantung dan paru-paru. Penyebaran lain ke otak, ginjal, dan limpa. (2,5)
II.3.Angka kejadian
Hepatoma jarang terjadi di negara bagian barat. Prevalensi 4 kasus per 100.000
populasi atau 2% dari seluruh penyakit keganasan. Di Amerika Serikat penyebab
terbanyak terjadinya hepatoma adalah sirosis alkoholik, penggunaan steroid dan
hemokromatosis. Hepatoma paling banyak terjadi di Asia dan Afrika. Di dunia angka
kejadian tertinggi hepatoma di jepang dan kemudian di sub sahara-Afrika. (2) Penyebab
tersering terjadinya hepatoma adalah hepatitisB, hepatitis C, dan aflatoksin.
Pada wilayah yang angka kejadiannya tinggi (seperti Asia, Afrika) rasio
terjadinya hepatoma antara pria dan wanita 8:1 dan ditemukan pada usia 30 – 50 tahun.
Sedangkan pada wilayah yang angka kejadiannya rendah (seperti di Negara bagian barat)
rasio terjadinya hepatoma antara pria dan wanita 2:1 dan ditemukan pada usia 70 – 80
tahun, tetapi pada pasien yang disertai dengan penyakit sirosis hati akan lebih cepat
ditemukan.
(1)
Sebagian besar pasien hepatoma meninggal dalam waktu 1 tahun setelah di
terdiagnosa. Angka kelangsungan hidup tergantung dari ukuran tumor pada saat
terdiagnosa dan penyakit – penyakit penyerta lainnya pada saat terdiagnosa. Pasien yang
disertai dengan sirosis hati angka kelangsungan hidup menjadi lebih pendek.
(2)
Data hepatoma di Indonesia baru dapat dilaporkan dalam bentuk prevalensi
relative pada sejumlah penderita keseluruhan yang dirawat di bagian penyakit dalam di
beberapa rumah sakit berkisar antara 1,5-3%.
(2,5)
(6)
Angka kejadian di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSCM dari tahun 1998-1999 sebanyak 77 pasien.
II.4.Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh rata- rata sekitar 1200-1500 gram
atau 2,5 % berat badan orang dewasa normal. Hati terletak pada abdomen kanan atas
yang tertutup oleh iga-iga bagian bawah dan lengkung iga. Hati merupakan organ plastis
lunak yang tercetak oleh struktur di sekitarnya. Permukaan superior cembung dan terletak
dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hepar cekung
dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pancreas, dan usus.
Hati mempunyai dua lobus utama kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi
segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus
kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat
dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding
depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis. Beberapa ligamentum
yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Hati memiliki dua sumber suplay darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk
adalah darah arteria dan sekitar duapertiga adalah darah dari vena porta. Volume total
darah yang melewati hati setiap menit adalah sekitar 1500 ml dan dialirkan melalui vena
hepatika kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.
Vena kava inferior bersifat unik karena terletak diantara dua kapiler, satu dalam
hati dan lainnya di dalam saluran cerna. Saat mencapai hepar, vena porta bercabang –
cabang yang menempel melingkari lobulus hati, cabang – cabang ini kemudian
mempercabangkan vena – vena interlobularis yang berjalan diantara lobulus – lobulus.
Vena – vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan –
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa
lobulus bersatu membentuk vena sub lobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan
membentuk vena hepatika. Cabang – cabang terhalus dari arteria hepatika juga
mengalirkan darahnya kedalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteri dari
arteri hepatika dan darah vena dari vena porta, peningkatan tekanan dalam sistem ini
sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan
pembuluh – pembuluh dari mana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis
portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta
dapat dipirau ke sistem vena sistemik.
II.5. Manifestasi Klinis
Keluhan awal pada penyakit ini kadang – kadang tidak ada atau samar- samar
kebanyakan pasien datang dalam keadaan sudah lanjut dengan ukuran tumor yang sudah
besar.
Gejala klinis pada penyakit ini bervariasi yang pada umumnya dapat dibedakan
atas 6 tipe yaitu:
(1,2,3)
1.Klasik : - malaise
- anoreksia
- berat badan menurun
- perut terasa penuh
- nyeri epigastrium
- hati membesar / berbenjol – benjol
- ascites
2. Demam : Gejala utama demam, menggigil, perasaan lemah, nyeri perut kanan yang
timbul oleh karena nekrosis sentral tumor atau perdarahan.
3. Abdomen akut
Mula – mula tidak bergejala, kemudian tiba – tiba terjadi nyeri perut yang hebat, mual
muntah, tekanan darah yang menurun bahkan dapat terjadi renjatan.
4. Ikterus
Penyakit ini memberi gejala ikterus obstruktif.
5. Metastatis
Tanda metastasis pada tulang, kadang – kadang tanpa teraba massa tumor di hati.
6. Tersamar
Dapat di temukan secara kebetulan pada saat laparotomi dan pada pemeriksaan yang
lainnya.
Selain itu dapat pula terjadi manifestasi paraneoplastik yaitu hiperkalsemia,
hipoglikemia, eritrositosis, polisitemia, hirsutism dan dapat terjadi hepatic
encephalopathy. (1,2,4)
II.6.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat membantu menegakkan diagnosa dari
hepatoma antara lain pemeriksaan fungsi hati yang terganggu, sindroma paraneoplastik
karena tumor memproduksi beberapa jenis hormon (1)
PEMERIKSAAN FAAL HATI
Hepatoma dapat menyebabkan terjadinya obstruksi dari saluran empedu serta
rusaknya sel-sel hati yang disebabkan penekanan dari massa tumor atau invasi dari sel-sel
tumor yang mengakibatkan gangguan faal hati antara lain peningkatan kadar
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, laktat dehidrogenase dan alfa-L-fukosidase. (1)
Alkali fosfatase.
Alkali fosfatase ditemukan pada banyak jaringan dengan konsentrasi tertinggi
berturut – turut pada hati, tulang, mukosa usus dan plasenta. Alkali fosfatase pada
hepatoma kadarnya meningkat, mekanisme kenaikan ini belum jelas. Menurut
Viranuvatti kenaikan ini disebabkan oleh penekanan tumor terhadap jaringan hati
sekitarnya, sehingga terjadi regurgitasi ke dalam aliran darah.
Alkali fosfatse selalu meningkat pada hepatoma baik yang disertai dengan sirosis
maupun tidak. Peningkatan kadar alkali fosfatase yang cepat pada pasien sirosis hati
dapat mengarah kedugaan adanya hepatoma.
(1)
(1,2)
Transaminase
Enzim SGOT paling banyak terdapat pada otot jantung, hati, otot corak, sebagian
besar terikat dalam organel dan sebagian kecil terikat dalam sitoplasma. Sedangkan
enzim SGPT juga ditemukan di dalam sel tubuh tetapi sumber utama adalah sel – sel
hati, sebagian besar terikat dalam sitoplasma sehingga bila terjadi kerusakan membrane
sel – sel hati, maka kenaikan SGPT yang lebih menonjol. (1)
Alfa Feto Protein (AFP)
AFP tidak spesifik dan sensitif untuk hepatoma. Peningkatan dari AFP kira-kira
sestelah lahir sampai kadarnya sama seperti pada orang dewasa.Peningkatan kadar AFP
dapat terjadi pada tumor yolk sac, sirosis, nekrosis hati yang massif, hepatitis kronis,
kehamilan, dan fetal distress. AFP pada hepatoma meningkat diduga oleh karena sel-sel
hati mengalami diferensiasi seperti sel hati pada masa janin. Tetapi pada saat ini AFP
masih merupakan petanda tumor yang baik untuk pemeriksaan penyaring pada hepatoma
terutama bagi golongan yang resiko tinggi.
Mengenai nilai normal kadar AFP pada orang sehat belum ada kesesuaian. Di
Indonesia dengan menggunakan metode ELIZA sebagai batas nilai normal adalah
<15ng/ml
(1,2)
(1)
Pemeriksaan PIVKA (Protein induced by vitamin K absence or antagonist)
Selain pemeriksaan laboratorium tersebut di atas, dapat pula dilakukan
pemeriksaan PIVKA dalam mendiagnosis hepatoma. PIVKA pada hepatoma kurang
sensitif walaupun sangat spesifik. PIVKA merupakan tumor marker pada hepatoma
selain AFP. Pada sirosis hati alkoholik PIVKA juga dapat meningkat. Yang
membedakannya PIVKA pada hepatoma meningkat terus secara berkelanjutan setelah
diterapi sedangkan pada sirosis alkoholik meningkat sementara. Tidak ada hubungan
antara peningkatan serum PIVKA dengan peningkatan kadar AFP, tetapi pada hepatoma
terjadi peningkatan kedua tumor marker tersebut. (9)
II.7.GAMBARAN RADIOLOGIS
1. Pemeriksaan Foto Thoraks
Pada hepatoma pemeriksaan foto thoraks berguna untuk memperlihatkan ada atau
tidaknya metastasis ke paru serta letak diafragma kanan yang tinggi dan
kadang-kadang tidak rata. Pada fluroskopi dapat dilhat pergerakan diafragma yang
berkurang.(10)
2. Ultrasonografi (USG)
Tumor ganas primer hati terbagi dalam 3 bentuk yaitu noduler, massif, difus.
Pada tipe noduler terlihat kelainan yang berbatas tegas dari parenkim hati yang lain.
bentuk yang difus memperlihatkan perubahan ekostruktur di seluruh hati. (10)
Gambaran hepatoma pada pemeriksaan USG bervariasi. Ekogenitas dari hepatoma
bervariasi tergantung dari ukuran tumor, lemak, jaringan parut pada tumor atau
nekrosis. Sebagian besar tumor berukuran kecil (<5cm) dan bersifat hipoekoik sesuai
dengan gambaran histologi tumor tanpa nekrosis. Hepatoma yang kecil sering
memperlihatkan gambaran hallo hipoekoik perifer yang tipis yang menggambarkan
kapsula fibrosa. Seiiring dengan penambahan ukuran, massa tersebut menjadi lebih
inhomogen sebagai akibat dari fibrosis dan nekrosis.(11,12) Kalsifikasi jarang
ditemukan tetapi pernah dilaporkan.
Pada tumor yang kecil dapat tampak hiperekoik yang difus akibat metamorfosis
lemak atau dilatasi dari sinusoidal sehingga sulit dibedakan dari infiltrasi lemak fokal,
hemangioma kavernosa dan lipoma. Lemak intratumoral juga dapat ditemukan pada
massa yang besar, namun biasanya bersifat fokal, hal ini tidak menyebabkan kesulitan
dalam diagnosa.
(11)
(11)
3. USG DOPLER
Color flow dan Doppler duplex cukup berguna di dalam mendeteksi dan
mengetahui karakteristik dari tumor hepar yang ganas, terutama hepatoma. Adanya
space occupying lesion tentunya menyebabkan deviasi pembuluh darah di
sekitarnya.Terutama hepatoma invasi ke vena porta cukup sering menyebabkan
terjadinya trombosis vena porta, juga dapat ditemukan vaskularisasi arteri di vena
porta yang dapat di diagnosa suatu hepatoma.
USG dopler sering digunakan untuk evaluasi pembuluh darah pre operatif pada
transplantasi dan monitoring setelah pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan
patensi vena porta dan vena hepatik harus dinilai. Komplikasi yang tersering pada
transplantasi hepar adalah trombosis arteri hepatik. Dengan teknik dopler ini patensi
dari vaskuler dapat dinilai.
(2,13)
Peranan Doppler dalam mendeteksi hepatoma masih kontroversi, walaupun suatu
penelitian menemukan bahwa tumor flow ditemukan pada semua hepatoma dengan
ukuran lebih dari 4cm.Ohnishi dan Nomura pernah melaporkan dari 154 lesi di hepar,
63 diantaranya hepatoma. Signal Doppler mendeteksi 28 dari 37 hepatoma diameter
lesi kurang dari 3 cm dan 28 hepatoma diameter lesi lebih dari 3 cm. Perubahan
peak- systolic yang lebih besar dari 3 kHz ditemukan 6 dari 8 kasus dengan ukuran
lesi lebih dari 4 cm. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perubahan dari peak systolic
disebabkan oleh arterioportal shunt. Karena shunting arterial portal jarang ditemukan
pada hepatoma yang berukuran kecil, maka kegunaan ultrasound terbatas. (13)
4. Tomografi Komputer (TK)
Pemeriksaan tomografi komputer pada hepatoma menggunakan kontras iodine
sebanyak 100 ml secara intra vena melalui injector dengan kecepatan 2ml / detik.
TK diambil pada fase awal dengan waktu 45 – 110 detik dan fase lanjut pada menit
6-7 setelah injeksi medium kontras. Tipe penyangatan pad HCC : 32 % hiperdense pada
fase awal dan hipodense pada fase lanjut, 24 % mengalami hipodense pada kedua
fase. Sebagian hepatoma 88% memiliki lesi hipodense pada fase lanjut.
Gambaran hepatoma pada TK sangat bervariasi tergantung pada ukuran,
vaskularisasi, histologi dan pertumbuhan dari tumor. Umumnya pemeriksaan TK
pada hepatoma menggunakan fase arteri dan vena. Pada fase arteri lesi umumnya
hiperdense sebagai akibat dari suplai ateri hepatik dan pada fase vena lesi yang
berukuran kecil dapat isodens atau hipodens yang sulit untuk dilihat.
Pada pemeriksaan TK sebelum diberikan kontras, sebagian besar hepatoma
terlihat sebagai lesi yang hipodens dengan parenkim hati yang masih normal, tetapi
lebih dari 12% isodens.
(2,14)
Hepatoma yang berukuran kecil tipe noduler sering berbatas jelas dan tegas
dengan parenkim hepar dan 50% memiliki kapsul, tetapi karena tipis sulit dinilai
dengan pemeriksaan TK. Tipe lain noduler dengan batas yang tidak tegas dan tepi
yang irregular, 5-10% ditemukan adanya kalsifikasi. Pada hepatoma yang berukuran
besar dengan tipe noduler yang berbatas tegas dan meluas, 70-80% berkapsul dan
terlihat struktur yang mosaik. Tipe infiltratif sering segmental, heterogen, dengan
batas tidak tegas. Tipe difus yang umumnya jarang dan terlihat gambaran nodul yang
kecil-kecil yang menyebar merata di seluruh lobus hati. Semua hepatoma yang
berukuran besar mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi satelit nodul
dengan metastasis ke intra hepatik.
(14)
Hepatoma merupakan tumor yang hipervaskuler sehingga pada fase arteri akan
terlihat feeding pembuluh darah serta penyangatan yang jelas pada tumor setelah
diberikan kontras.Tumor yang berukuran besar sering heterogen disebabkan nekrosis
dan kemungkinan adanya perdarahan. Dengan TK yang multislice dapat dideteksi
adanya nodul dengan hipervaskuler yang tipis (15)
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas radiologis yang lebih baik dalam mendiagnosa
hepatoma dibanding dengan TK , USG maupun sebab dapat memberikan gambaran
karekteristik dan morfologi dari tumor.
Gambaran hepatoma pada MRI bervariasi dapat hipointens, isointens, dan
hiperintens, tergantung oleh berbagai faktor seperti perdarahan, gambaran histologis,
derajat fibrosis, terjadinya nekrosis, dan lemak.
(4,16)
Hepatoma yang fokal pada pemeriksaan MRI memberikan gambaran hipointens
pada T1 dan sedikit hiperintens pada T2. Tetapi pada hepatoma yang dini gambaran
MRI moderate hiperintens pada T1 atau isointens pada T1 atau T2. Penyebab
meningkatnya signal pada T1 yaitu terdapatnya lemak intratumoral, tembaga atau
glikogen dan terdaptnya zinc pada parenkim hati serta adanya perdarahan. Sebagian
besar hepatoma yang berukuran kecil <1,5 cm, isointens pada T1 dan T2 dan
diperlukan pemeriksaan serial dengan gadolinium untuk mendeteksinya.
(14,16)
Hepatoma biasanya hipervaskuler dan sangat menyangat setelah pemberian
gadolinium pada fase arteri. Pada tumor yang kecil menyangat homogen sedangkan
pada tumor yang besarnya lebih dari 2 cm biasanya menyangat heterogen dan
difus.
(2,4,16,17)
MRI sangat sensitif dalam mendeteksi keterlibatan dari pembuluh darah
intrahepatik, tetapi menjadi sulit ketika tumor telah menekan pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat. Harus hati –hati dalam membedakan
(2,16)
antara dark blood dan bright blood pada pemeriksaan MRI, ketika di deteksi bahwa
lesi sudah sampai menginvasi pembuluh darah maka dapat didiagnosa suatu
hepatoma, metastasis serta tumor hati lainnya jarang menginvasi ke pembuluh
6. Positron Emission Tomography
Pada pasien hepatoma segera setelah pemberian fluro-2-deoxy-D-glucose (FDG)
terlihat dengan jelas tidak menunjukkan adanya peningkatan uptake FDG dan tidak
dapat dibedakan dengan parenkim hepar yang normal. Beberapa hepatoma mungkin
menunjukkan penurunan uptake yang merata disekitar hepar.
Beberapa bukti-bukti menunjukkan bahwa pasien hepatoma dengan ukuran >5cm
atau dengan peningkatan AFP, FDG PET mununjukkan stadium yang non invasif.
Tetapi ditemukan juga adanya korelasi antara PET yang positif dengan diameter
tumor, kadar AFP, dan gambaran histologi dari hepatoma.
(2)
Sulit untuk membedakan gambaran hepatoma yang dihasilkan dari perubahan
metabolisme glukosa pada parenkim hati yang normal dengan tumor dari jaringan
hati itu sendiri.
(2,12)
Beberapa ahli berpendapat bahwa perlu follow up setelah terapi sebagai
monitoring dari hepatoma. Jumlah uptake FDG mempunyai korelasi dengan respon
terhadap terapi. Penurunan uptake setelah dilakukan terapi mengindikasikan respon
yang positif terhadap terapi) .
(12)
(2,12)
7. Contrast Enhance Ultrasound Sonography (CEUS)
CEUSdilakukan dengan injeksi intravena agen kontras untuk menambah sensitivitas
US doppler untuk mendeteksi aliran darah porta dan arteri di dalam nodul HCC. Sinyal
konstan yang menandakan inflow dideteksi pada 100% nodul displastik dan HCC yang
berdiferensiasi baik. Deteksi vaskularitas arterial intranodular juga bertambah dengan
CEUS dibandingkan yang tidak memakai kontras. Deteksi vaskularitas sel kanker yang
masih hidup memiliki manfaat pada terapi HCC yang di-pandu dengan US.
Pada penelitian oleh Zyli Wang dkk .ditemukan bahwa nodul HCC menunjukkan
penyangatan yang cepat dibandingkan parenkim perifer pada fase arteri CEUS. Agen
kontras dengan cepat di-wash out pada 46 nodul, sedangkan 4 nodul lainnya
menunjukkan isoechogenicity pad vena porta dan fase parenkim. Chen, dkk melaporkan 3
kasus HCC dengan diameter 1,5 cm atau kurang menunjukkan sedikit penyangatan dari
Fenomena ’slow enhancement’ ini mungkin tidak akan didapatkan pada tumor yang
berukuran lebih besar, tapi masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk ini.
8. Ultra Sound Angiography (USA)
USA dilakukan dengan cara menginjeksikan udara mikro CO2 melalui kateter yang
terpasang pada arteri hepatik setelah angiografi hepatik konvensional. Temuan vaskular
pada USA dapat dibagi menjadi 4 pola sesuai vaskularitas tumor terhadap parenkim
sekitarnya: hipervaskular, isovaskular, hipovaskular, dan spot vaskular pada latar yang
hipovaskular.
Pola hipervaskular dibagi lagi menjadi 4 subtipe: pola mosaik/homogen dengan suplai
arteri perifer, pooling yang berbintik (spotty). Hipervaskualritas perifer, dan suplai arteri
sentral dengan staining yang padat.
Pola tipikal vaskular pada HCC yang tampak pada USA adalah suplai arteri
perifer dan pola hipervaskular mosaik/homogen. Tingkat deteksi untuk HCC kecil (< 3
cm) lebih baik (95%) dibandingkan angiografi konvensional (65%), DSA (65%), atau
Lipiodol CT (78%). Oleh karena itu, US A dianggap sebagai metode yang paling sensitif
untuk deteksi vaskularitas arterial intranodular , bahkan pada HCC nodul yang berukuran
kurang dari 1 cm.
USA juga bermanfaat untuk membedakan HCC dari nodul lainnya. Nodul pada
hiperplasia adenomatous atau nodul displastik tampak hipovaskualr pada USA. nodul
displastik dengan fokus yang malignan tampak sebagai titik vaskular dalam latar yang
hipovaskular (nodule-in-nodule) . temuan ini spesifik untuk HCC yang berada di dalam
nodul displastik.
9. Pemeriksaan scintigraphy
Pemeriksaan angiografi hepatik selektif pada diagnosis penyakit liver sudah lama
diketahui. Baru-baru ini, Au untuk liver scanning yang dikombinasi I-macroaggregated
albumin dikenalkan untuk identifikasi tumor liver hipervaskular. Dengan kamera
scintillation pemeriksa dapat melihat pola perfusi liver setelah dilakukan injeksi intravena
dengan fase hepatogram angiografi dan dapat memberikan informasi untuk memperjelas
penyebab adanya ’filling defects’ pada alat scan konvensional.
Saat ini, hepatoma memiliki banyak vaskularisasi sedangkan cholangioma atau
metastase tumor memiliki vaskularisasi yang lebih jarang. Abses hepar atau kista juga
tidak memiliki vaskularisasi. Kamera scintillation yang dikombinasi dengan label in vivo
In akan memperlihatkan vaskularisasi massa hepar dalam bentuk perfusi kapiler yang
sesuai dengan fase hepatogram angiografi selektif. Hasil suatu penelitian menunjukkan
bahwa derajat perfusi dari filling defects sangat berkorelasi signifikan dengan adanya
neoplasma hepatik, terutama jika lesinya berupa hepatoma, abses, hematoma, atau kista
soliter kongenital. Perfusi yang buruk dijumpai pada lesi metastase, cholangioma, dan
hepatoma dengan nekrosis sentral, sehingga tidak dapat membedakan ketiga lesi ini.
Hepatoma dengan nekrosis sentral termasuk kelompok dengan perfusi buruk
karena adanya pengaruh ’blood pool’ liver di sekitar area nekrosis. Scanning ’blood pool’
liver setelah In intravena dilaporkan dapat membantu memperjelas sumber awal dari lesi
intrahepatik. Gallium-67-sitrat dapat membantu membedakan defek liver fokal yang
terdeteksi pada scan TcS colloid. Suatu defek liver fokal yang mengambil lebih banyak
gallium daripada parenkim normal sekitarnya cenderung merupakan suatu kanker ata
abses daripada kondisi yang benigna.
Suatu studi perfusi yang dikombinasikan dengan TcS-colloid liver
scintiphotography memiliki keuntungan dapat membedakan hepatoma dan massa jinak.
Selain itu, teknik ini tidak membutuhkan kateterisasi intra-arterial dan dapat dilakukan
pada pasien rawat jalan. Oleh karena itu, pemeriksaan ini berguna untuk meneliti lesi
massa hepar terutama pada negara dengan prevalensi hepatoma dan abses yang tinggi.
II.8.STADIUM
Evaluasi dan terapi pada pasien hepatoma tergantung dari stadium yang akurat.
Disini akan diperlihatkan stadium berdasarkan American Joint Commision of Cancer.
Stadium I T1N0M0
Stadium II T2N0M0
Stadium III B T4N0M0 atau T1N1M0
Stadium III C T_N0-1 M1
Stadium IV T_NM1
T1 : Bentuk soliter dan tanpa invasi ke vaskuler
T2 : Bentuk soliter dengan invasi ke vaskuler.
Multipel ukuran < 5cm
T3 : Multipel ukurran > 5cm
Infiltrasi ke cabang – cabang utama vena portal atau vena hepatica.
T4 : Meluas ke organ lain dari gallbladder
Perforasi peritoneum visceral
N1 : Limf node regional.
M1 : Metastasis jauh. (15)
Klasifikasi Child-Pugh
Kriteria 1 2 3
Bilirubin < 2 mg/dl 2-3 mg/dl >3mg/dl
Serum Albumin >3,5 g/dl 2,8-3,5 g/dl <2,8 g/dl
INR <1,70 1,71-2,20 >2,20
Asites Asites (-) Asites terkontrol Asites tidak
terkontrol
Ensepalopati Ensepalopati (-) Ensepalopati
terkontrol
Ensepalopati tidak
terkontrol
Interpretasi : Child class A : 5-6
Child class B : 7-9
II.9. DIFFERENSIAL DIAGNOSA
1. Fibrolamellar Carcinoma (FLC)
FLC merupakan tumor ganas hepar yang jarang terjadi dan tampak terpisah dari
parenkim dari hepar. Sering terjadi pada wanita, usia muda (5-35 tahun), tanpa disertai
sirosis hati, 20% multifokal, kadar AFP normal. FLC terdiri dari sel-sel hepatosit dan sel
kupffer.
Gambaran pada pemeriksaan TK sebelum pemberian kontras lesi berukuran besar,
soliter, berdensitas homogen, lobulasi, 20% dapat multifokal, berbatas tegas. Satelit
nodul mungkin dapat dijumpai.Lesi berbentuk lobulasi. Pada parenkim hepar lebih
hipoatenuasi dan dapat ditemukan adanya jaringan parut yang berbentuk nodul atau
kalsifikasi. Setelah pemberian kontras tampak lesi menyangat di bagian tepi dari lesi
iso-hiperdens bila dibandingkan dari parenkim hepar, tetapi pada bagian jaringan parut tidak
menyangat setelah pemberian kontras.
(18)
Gambaran MRI pada T1 relatif hipointens bila dibanding dengan parenkim hepar
normal dan pada T2 relatif hiperintens dan heterogen. Jika dijumpai adanya jaringan
parut biasanya hipointens pada T1 atau T2. Karakteristik ini spesifik bagi FLC yang
digunakan untuk membedakan dengan lesi yang lain (misalnya Focus nodular
hyperplasia)
(14,15,18)
Pada pemeriksaan USG FLC tampak sebagai lesi soliter, batas tegas dengan
ekostruktur yang bervariasi. Tumor dengan ekostrukstur campuran lebih banyak
ditemukan (60%), kebanyakan hiperekoik dan isoekoik. Jika ditemukan adanya jaringan
parut di sentral akan terlihat area yang hiperekogenitas. Tapi ini hanya ditemukan pada
30-60% pasien jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan TK dan patologi anatomi.
Pada pemerisaan USG juga dapat ditemukan kalsifikasi di dalam jaringan parut dan
adenopati regional sekitarnya. Secara kesuluran USG kurang akurat disbanding TK dan
MRI dalam penentuan stadium.
(16,17)
(17,18)
2. Focal Nodular Hiperplasia (FNH)
Dengan pemeriksaan USG lesi terlihat homogen, dapat hipoekoik, isoekoik atau
hiperekoik. FNH dapat menyebabkan efek massa dan perubahan pembuluh darah
ditemukan adalah hipoekoik terhadap jaringan hepar yang normal sehingga sulit di
deteksi dengan menggunakan USG. Spesifitas USG rendah, sehingga diperlukan
pemeriksaan USG Doppler.
Pada pemeriksaan TK biasanya lesi soliter tetapi dapat pula multipel dan lesi
sering berlokasi pada bagian tepi dari hepar dengan ukuran <5 cm. Perdarahan intra lesi
jarang terjadi.Pada sebelum pemberian kontras terlihat massa hipodens atau isodens
dengan batas yang tegas dan pada bagian tengahnya sering terlihat adanya jaringan parut
yang dapat terlihat jelas sebelum pemberian kontras. Kalsifikasi dan kapsul jarang terjadi.
Pada fase arteri terlihat adanya penyangatan pada seluruh tumor yang biasanya bersifat
homogen.
(3,19)
Dengan pemeriksaan MRI lesi isointens sampai hipointens pada T1 dan
menunjukkan intensitas signal yang bervariasi pada T2. Jaringan parut menunjukkan
gambaran hiperintens pada 75% pasien dan hipointens pada 25% pasien pada T2. Setelah
pemberian kontras gadolinium terlihat penyangatan yang sama dengan pemeriksaan TK.
Penyangatan terlihat pada fase arteri dan lesi menjadi isointens pada fase vena dan fase
delayed.
(3,15,20)
Pemeriksaan MRI tidak patognomonik terhadap FNH tetapi penggunaan MRI
dengan agen retikuloendotelial seperti Superparamagnetic Iron Oxide (SPIO) dan
Ultrasmal Superparamagnetic Iron Oxide (USPIO) menyebabkan meningkatnya
spesifitas. Dengan SPIO terlihat penyangatan pada T2. FNH memperlihatkan penurunan
intensitas signal akibat uptake lesi pada sel kupffer. Tetapi temuan ini tidak spesifik
untuk FNH sebab adenoma hepar dan HCC juga terdiri dari sel kupffer.
(3,16,19)
(16,19)
3. Adenoma Hepar
Adenoma hepar merupakan tumor jinak hepar yang bersifat fokal, berbatas tegas,
dan biasanya soliter dan berkapsul. Lebih dari 90 % ditemukan pada wanita. Insiden
meningkat setelah dekade ke empat.
Biasanya asimptomatik, serum alfa protein normal. Ketika muncul gejala klinis
biasanya suah pada fase akut dan 50% dari kasus dapat terjadi perdarahan. Adenoma
hepar ini cendrung hipervaskuler.
(21)
Pada pemeriksaan USG gambaran adenoma hepar ini bervariasi dan dapat terlihat
adanya perdarahan intralesi. Perdarahan menghasilkan penurunan ekogenitas dari lesi,
sebaliknya adenoma terlihat sebagai suatu lesi yang solid, hiperekoik.
Adenoma hepar terlihat sebagai lesi yang berbatas tegas, tidak berlobulasi,
pseudokapsul, coarse kalsifikasi tetapi hanya 5% dari kasus.Dari pemerisaan TK
adenoma hepar sering menyangat dan kebanyakan menyangat homogen pada fase arteri.
Tetapi gambaran ini tidak spesifik untuk gambaran adenoma hepar karena HCC,
metastasis yang hipervaskuler, FNH menunjukkan penyangatan yang sama pada fase
arteri. Karena adenoma hepar secara histology terdiri dari sel-sel hepatosit, kebanyakan
isoatenuasi dibandingkan jaringan hepar dan tidak menyangat pada fase vena. Jika
ditemukan adanya fatty liver adenoma hepar biasanya hiperatenuasi.
Pada pemeriksaan MRI adenoma hepar terlihat hiperintens atau isointens pada T1
yang dibandingkan dengan jaringan hepar disekitarnya. Peningkatan signal pada T1
mempunyai hubungan dengan adanya lemak ataupun perdarahan tetapi jarang. Pada T2
adenoma hepar sering terlihat sedikit hiperintens tetapi hal ini tidak spesifik karena tumor
lain pada hepar seperti HCC dan metastasis hepar juga memperlihatkan gambaran
hiperintens pada T2
(15,16,21)
.(16,17,21)
4. Cholangiocellular carcinoma (CCC)
CCC merupakan tumor intra hepatik yang jarang terjadi kira- kira 10% dari tumor
primer hepar. Dengan pemeriksaan USG CCC tidak spesifik,lesi intra hepatik dapat hipo,
iso atau hiperekoik bila dibanding dengan parenkim hepar. Lesi hiperekoik dapat
disebabkan oleh fibrous stroma.
Pada pemeriksaan TK terlihat lesi hipodens besar, berbentuk bulat atau oval,
dengan batas yang irregular. Lesi satelit umumnya ditemukan (60%) tetapi sering sulit
tervisualisasi. Pada daerah sentral terlihat area yang hiperdens yang merupakan substansi
dari musin
(20)
.
Kebanyakan tumor hipovaskuler dan terlihat penyangatan berbentuk cincin
pada bagian tepinya pada fase arteri dan vena. Pada tumor yang progresif penyangatan
Pada pemeriksaan MRI, lesi tidak spesifik, lesi hipointens pada T1 dan
hiperintens ringan pada T2. Setelah pemberian kontras gadolinium terlihat penyangatan
yang sama pada pemeriksaan TK memakai yodium. (16,17)
II.10. TERAPI
1.Operasi.
Sekitar 20-30% pasien hepatoma yang memenuhi syarat untuk dilakukan
pembedahan sebab kebanyakan didiagnosa sudah fase lanjut, multifokal atau fungsi hati
yang inadekuat. Reseksi yang lengkap dan transplantasi hati merupakan pilihan yang
terbaik untuk hepatoma, tetapi pembedahan sering tidak dilakukan bila penyakit sudah
meluas atau fungsi hati yang buruk.
Pasien- pasien hepatoma yang dapat dilakukan reseksi pembedahan memiliki
persyaratan yaitu: ukuran tumor kecil, unifokal dan tidak terdapat invasi ke pembuluh
darah, insufisiensi hati, dan klinis secara signifikans mengarah ke morbiditas
(22)
Selain itu reseksi hepar juga merupakan terapi pilihan pada pasien yang non
sirosis dengan ukuran tumor <5cm atau pasien dengan sirosis hati child pugh A atau B
dengan bilirubin yang normal atau meningkat sedikit (1,9mg/dl) dan tidak terdapat
hipertensi portal.
.(22,23)
Kebanyakan hepatoma hanya sedikit yang berhasil dengan terapi pembedahan.
Kriteria ekslusi absolut dilakukan pembedahan bila telah terjadi penyebaran ke ekstra
hepatik. Tetapi dari klinis dan faktor morfologi dapat mempengaruhi keberhasilan dari
pembedahan dan mungkin dapat sebagai petunjuk untuk memilih penatalaksanaan
alternatif yang lain.
(23)
Selama pembedahan USG dapat digunakan sebagai guide untuk melihat
penutupan pertumbuhan tumor multifokal dan untuk mengidentifikasi parenkim hepar
yang masih optimal pada transeksi.
Pada pasien hepatoma dengan lesi soliter, ukuran kurang dari 5 cm, tidak invasi
ke vaskuler, dan batas pembedahan bebas dari tumor kurang dari 1cm, pernah dilaporkan
setelah dilakukan reseksi angka ketahanan hidup mencapai lebih dari 70%.
(22,23)
(23)
Dalam suatu ikhtisar di jepang dari 2334 reseksi hepar, mortalitas operasi adalah
3,8%. Dalam publikasi barat mortalitas ini bervariasi antara 5 dan 35%. Fungsi sisa
hepar atau beratnya sirosis sangat penting untuk menentukan apakah dapat dikerjakan
reseksi yang luas. Adanya sirosis memberikan kenaikan morbiditas dan mortalitas reseksi
hepar, dimana sering disebabkan oleh disfungsi multipel sistem organ, hipertensi portal.
Pada pasien hepatoma dengan ukuran nodul kurang dari 5 cm ataupun terdapat 3 nodul
kecil ukuran kurang dari 3cm disertai dengan sirosis child-pugh B atau C maka
trasplantasi merupakan terapi pertama.
Pada reseksi hepar meskipun hasilnya untuk jangka pendek memuaskan, dalam
banyak kasus tumor kembali dalam 2 tahun. (24)
2. Transkateter Arteial Embolisasi (TAE)
TAE merupakan terapi pada hepatoma dengan memanfaatkan 2 aliran pembuluh
darah yaitu dari pembuluh darah hati dan dari sirkulasi arteri tumor tersebut. TAE
merupakan terapi defenitif pada pasien dengan neoplasma hati.
Persyaratan untuk dilakukan TAE pada pasien hepatoma yaitu :
(25)
1. Vena porta harus baik (Tidak ditemukan adanya thrombus pada vena porta)
2. Tumor masih mengenai 1 lobus.
3. Tumor bukan yang avaskuler / hipovaskuler
4.
Tidak terjadi aliran balik dalam vena porta
Selain itu kondisi lain dengan resiko tinggi dan tidak dapat dilakukan terapi
secara transarterial termasuk di dalamnya trombositopenia berat, leukopenia, insufisiensi
ginjal dan jantung, koagolopati yang tidak terkoreksi, asites yang tidak terkontrol, oklusi
vena porta, penyakit kelainan anatomi arteri yang dapat meningkatkan resiko trauma
pada organ gastrointestinal yang bukan target organ pada embolisasi.
.(25)
Embolisasi arteri hepar mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan ligasi
arteri yaitu :
(25)
1. Dapat dikerjakan pada penderita dengan keadaan umum yang jelek dibawah
anestesi lokal.
2.
Bila terdapat tumor, arteri perifer yang kecil dapat di embolisasi dengan
pada ligasi sederhana), dan prosedur ini bisa diulang sebanyak mungkin untuk
mengatasi pertumbuhan tumor baru atau rekanalisasi dari pembuluh darah yang
baru saja di embol
Material embolisasi biasanya dalam bentuk kombinasi bergantung keadaan klinis,
termasuk kedalamnya busa gelatin yang dapat di absorbsi dan steril, polivinil alkohol,
ivalon dan bahan partikular lainnya. Koil metal diperlukan pada fistula arteri-vena dan
untuk mengontrol perdarahan selama diposisikan dengan baik sehingga tidak terjadi
perdarahan berlanjut dari feeding arteri kolateral atau vaskularisasi retrograde
.(10)
Ada beberapa obat-obatan yang digunakan untuk protokol terapi pada embolisasi
pada hepatoma yang unresektabel. Formula yang biasa digunakan terdiri dari campuran
cisplatin, doxorubicin dan mitomycin C dalam bentuk emulsi dengan perbandingan 1:1
dengan agen kontras lipid seperti ethiodol dimana dapat membantu dalam melihat
vaskularisasi dari tumor
.(10,22)
Selain embolisai hepar dapat juga dilakukan tindakan kemoterapi infusion arteri
yang berguna untuk memberikan agen kemoterapi yang tinggi ke hepar dengan aman
secara intravena, dengan tidak menggunakan embolan.
(22)
Selain terapi tersebut diatas dapat pula dilakukan terapi antara lain ablasi
radiofrekunsi,radiasi, serta transplantasi.
(10)
(25)
3.
Percutaneus Ethanol Injection (PEI)Walaupun belum ada penelitian terkontrol acak terhadap PEI, ada berbagai
literatur yang mendukung penggunaannya. Pada suatu penelitian skala besar, tingkat
respon dari 75% tumor yang berukuran kurang dari 3 cm mencapai 35-75% untuk angka
kelangsungan hidup 5 tahun. Penanganan terhadap tumor yang berukuran lebih besar dan
dengan lesi multipel sering membutuhkan terapi ulangan dan anestesi umum. Rekurensi
muncul pada 50% kasus. Terapi sulit dilakukan pada lesi yang berada di segmen
posterior. Komplikasi jarang terjadi. Angka rerata sesi yang dibutuhkan utuk
menghancurkan nodul HCC adalah 6.7. nyeri setelah injeksi terjadi pada 3.2 % pasien.
Pada perbandingan, tidak dijumpai perbedaan berarti pada angka kelangsungan hidup
berukuran kurang dari 3 cm. Kebanyakan pusat penanganan masih menganggap terapi
bedah adalah yang terbaik karena adanya kemungkinan pulih, namun PEI tampaknya
memberikan terapi terbaik untuk HCC kecil yang tidak dapat dioperasi.
Ablasi radiofrekuensi terhadap HCC merupakan teknik baru yang menggunakan
’probe’ secara perkutan ke massa tumor. Teknik ini menggunakan ultrasound frekuensi
tinggi untuk menghasilkan panas pada ujung probe yang dapat menghancurkan jaringan.
Probe tunggal dapat memusnahkn lesi sebanyak 3 cm dan probe multipel dapat dipakai
untuk lesi yang berukuran 6 cm atau lebih. Pada suatu penelitian dengan terapi ini,
rekurensi mencapai 3,6 % pada bulan ke-19. metastase jauh terjadi pada 46%.
II.11.PROGNOSIS
Hepatoma memiliki prognosis yang buruk, hanya kira- kira 5% penderita tahan
hidup 5 tahun atau lebih lama sesudah penetapan diagnosis. Prognosis jangka panjang
sesudah reseksi untuk hepatoma terbaik jika diameter tumor lebih kecil dari 5 cm jika
tumor soliter dan tidak terdapat emboli tumor dalam vena porta dan vena hepatica (22,25)
II.12. KESIMPULAN
1. Hepatoma merupakan tumor hepar yang ganas dan fatal, kira- kira 85 % dari
seluruh tumor hepar
2. Diagnosis hepatoma sering terlambat ditegakkan karena gejala klinis yang tidak
spesifik, untuk itu diperlukan skrening agar diagnosa awal dapat ditegakkan.
3. Berbagai pemeriksaan radiologi dapat digunakan dalam mendiagnosa suatu
hepatoma baik yang invasif maupun yang non invasif
4. Pemeriksaan radiologi yang terbaik dalam menegakkan diagnosa dari hepatoma
adalah dengan MRI karena dapat memperlihatkan morfologi dari tumor.
5. USG dapat digunakan sebagai guide ketika dilakukan operasi sehingga dapat
terlihat sampai sejauh mana keterlibatan parenkim hepar.
6. Angiografi dapat digunakan sebagai diagnostic dan terapi pada hepatoma.
7. Prognosis dari hepatoma buruk, umumnya kematian pada pasien sering oleh
ABSTRAK
Hepatocellular carcinoma (HCC) atau hepatoma merupakan tumor ganas primer
hati yang paling sering ditemukan dari seluruh tumor ganas primer hati lainnya. Di
Indonesia dan negara-negara di asia tumor ini sering ditemukan dan penyebab tersering
yaitu hepatitis B, hepatitis C dan aflatoksin, tetapi di negara bagian barat jarang
ditemukan Umumnya tumor ini terlambat terdiagnosa oleh karena gejala klinis yang tidak
khas. Untuk itu diperlukan skrining. Biopsi hati merupakan gold standard dalam
menegakkan diagnosa hepatoma. Terdapat beberapa modalitas radiologi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa hepatoma seperti ultrasonografi, tomografi
komputer, pencitraan magnetik resonansi serta angiografi dimana selain sebagai
modalitas dalam mendiagnosa hepatoma dapat pula digunakan dalam terapi hepatoma.
Kata kunci : hepatoma, pencitraan radiologi.
ABSTRACT
Hepatocellular carcinoma (HCC) or hepatoma is the most common primary liver
cancer. In Indonesia and other asian countries, this cancer is frequently found and often
caused by HBV, HCV, and aflatoxin. Contrary to this, the cancer seldom occurs in the
western hemisphere. Most often the diagnosis was in the late stage because of the
unspecific clinical symptoms. Thus, screening is needed. Liver biopsy is currently the
gold standard for HCC diagnosis. Among radiological modalities for establishing the
diagnosis, ultrasound, computed tomography, magnetic resonance imaging, and
angiography can be used. Angiography is also applied in HCC therapy.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rifai Aminuddin, Karsinoma Hati dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI,
Jakarta, 1996, Edisi III, Jilid I,hal : 310-316.
2. Daniel R Jacobson MD,MS. Hepatocellular Caecinoma.2004. Available at
3. Halpert Robert D. Liver and spleen, In: Gastrointestinal Imaging. Philadelphia :
Mosby, 2006 : p 107-229
4. Siegelman Evan S. Body MRI. Philadelphia : Saunders, 2005.p 49-53.
5. Mc.Cance KL,RN, Hueter SE,RN. Pathophysiology The Biologic Basic for
Disease in Adult and Children. St.Louis, Missouri, 2006 : p.1433-1434
6. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Budihusodo U, Waspodo AS, Noer
HMS, Marwoto W, Pengobatan KHS dengan Alkohol Absolut dalam Buku
Penyakit Hati, Epidemiologi, Diagnosis dan penatalaksanaan. Editor HM
Sjaifullah Noer. Penerbit FKUI, Jakarta,1997, hal 251-259
7. Turner DA, Doolas A, Silver B, Matalon T. Roles of Cross-Sectional Imaging In
Hepatic Resection. In : Advances in Hepatobiliary Radiology. St. Louis, Mosby
Company, 1990. p. 209-224
8. Lorraine MW, Lula B Lebster. Hati, saluran empedu dan pancreas. Dalam :
Patofisiologi Konsep Klinis Proses –proses penyakit, EGC, 1995, Edisi IV, hal :
429-435.
9. Kuwahara Naoaki, Higashi Toshihiro et al. Immunohistochemical studies of
PIVKA-II in Hepatocellular Carcinoma by Indirect Immunofluorescence.
Available at http
blobtype=pdf
10.Adam Andreas, Bydder GM, Urbain Jeun Lucc et al. The Liver In: Grainger RG,
Allison DJ (editor) Diagnostic Radiology, Churchil Living stone, 1986, vol 2. p
1155-1267.
11. Rumack CM, Wilson SR, Charboneau WJ. Malignant Hepatic Neoplasma In:
12. Larissa Braga, Ulrich Guller, Richard C Semelka. Modern Hepatic Imaging In:
Surgical Clinics Of North America ; Philadelphia, Sounders,2004. p 375-395
13. Taylor JW, Burns PN, Wells NT. Clinical Aplication of Doppler Ultrasound,
Newyork, 1995, 2nd
14.Moss AA, Gamsu G, Genant HK. Computed Tomography of The Body with
Magnetic Resonance Imaging, Philadelphia, 1992. 2 Ed. P 359-361
nd
15.Prokop M, Galanski M. Spiral and Multislice Computed Tomography of the
Body, Thieme, New York, 2003. p 441-446.
Ed, vol 3. p 781-796.
16.Stark DD, Bradley WG. Magnetic Resonance Imaging, Mosby, 1999, 3rd
17.Edelman RR, Hesselink JR, Zlatkin MB, Crues JV. Clinical Magnetic Resonance
Imaging, Philadelphia, 2006, 3
Ed, vol
1. p 443-456
rd
18.Choti Michael. Fibrolamellar Carcinoma, 2007. available at
Ed, vol 3. p 2573-310.
19.Nawaz AK. Focal Nodular Hyperplasia, 2007. Available at
http://www.emedicine.com/radio/topic 270/htm.
20.Husband JE, Reznek RH. Imaging in oncology, 2004, 2nd
21. Karen kodsi G.Hepatic Adenoma, 2007. available at
Ed, vol 1. p 255-261
22.H.Obertop, DJ Gouma. Tumor hati, saluran empedu dan pancreas dalam :
Onkologi, dibawah redaksi CJH van de Velde, FT Bosman, DJ Th Wagener. Edisi
ke 5,revisi 1996 hal : 375-378.
23.Christoph EB, Andrea F, Massimo M. Hepatoma-Resection or transplantation.In:
Surgical Clinics of North America,2004, vol 84.p495-511.
24.Woubet T, Josef F, Jens H, Johan H, Michael . Liver resection and transplantation
in the management of Hepatocellular Carcinoma,German,2006.p 549-558
25.Hollins P,Forrest C,Peter P et al.Staging and Current Treatment of Hepatocellular