Vol. 14 No. 1: 16-24 Mei 2021 Peer-Reviewed
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.16-24
Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruju (
Acanthus ilicifolius
) Sebagai Bahan Aktif
Krim Anti Acne
(Utilization Of Jeruju Leaves Extract (Acanthus ilicifolius) As A Raw
Anti-Acne Cream
)
Nusaibah1, Widya Pangestika1 dan Herry1
1 Program Studi Pengolahan Hasil Laut, Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran, Pangandaran, Indonesia,
Email: nunus.hokudai@gmail.com; nusaibah.fauzan@kkp.go.id
Info Artikel: Diterima : 05 Mar. 2021 Disetujui : 11 Mar. 2021 Dipublikasi : 13 Mar. 2021 Artikel Penelitian Keyword: Acanthus ilicifolius, antioksidan, Propionibacterium acne, krim anti acne
Korespondensi: Nusaibah
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran Pangandaran, Indonesia Email: nunus.hokudai@gmail.com Copyright© Mei 2021 AGRIKAN
Abstrak. Tumbuhan jeruju (Acanthus ilicifolius) memiliki jumlah yang melimpah pada ekosistem mangrove di Indonesia serta memiliki kandungan antibakteri, antioksidan dan antiinflamasi yang tinggi. Selain itu, banyaknya penggunaan bahan kimia berbahaya pada krim anti acne menjadi alasan dibutuhkannya alternatif bahan alam untuk pembuatan krim anti acne. Sehingga pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan ekstrak daun jeruju untuk ditambahkan sebagai bahan aktif krim anti acne. Metode penelitian ini dilakukan dengan ekstraksi daun jeruju menggunakan pelarut ethanol kemudian dibuat krim anti acne dengan konsentrasi ekstrak sebesar 1%, 5%, 10%, 15%. Setelah itu, dilakukan pengujian sensori, TPC, aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acne. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari keempat konsentrasi terhadap P.acne menghasilkan zona hambat dengan kisaran nilai yaitu 10,35-12,72 mm. Pada pengujian aktivitas antioksidan didapatkan hasil terbaik pada konsentrasi ekstrak
15% dengan nilai IC50 sebesar 98,80 ppm. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jeruju terbukti dapat
menghambat bakteri P.acne, sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan aktif pembuatan krim anti acne. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk membuat ekstrak jeruju menjadi bentuk yang dapat lebih diterima oleh konsumen dari segi bau dan warna tanpa mengurangi kandungannya. Abstract. Jeruju (Acanthus ilicifolius) is abundant in mangrove ecosystems in Indonesia and has high antibacterial, antioxidant and anti-inflammatory properties. In addition, the many uses of hazardous chemicals in anti-acne creams are the reason for the need of alternative natural ingredients for making anti-acne creams. So that in this study the use of jeruju leaf extract was added as an active ingredient of anti-acne cream. This research method was carried out by extracting the leaves of jeruju using ethanol solvent then made anti acne cream with extract concentrations of 1%, 5%, 10%, 15%. After that, sensory testing, TPC, antioxidant activity and antibacterial activity against acne-causing bacteria, namely Propionibacterium acne were carried out. The results of the antibacterial activity test of the four concentrations against P.acne produced inhibition zones with a range of values, namely 10.35-12.72 mm.. In testing the antioxidant activity, the best results were
obtained at a concentration of 15% extract with an IC50 value of 98.80 ppm. From these results it can be
concluded that jeruju is proven to inhibit P.acne bacteria, so that it has the potential to be used as an active ingredient in making anti-acne creams. Suggestions that can be given for further research are to make jeruju extract into a form that is more acceptable to consumers in terms of odor and color without reducing its content.
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan mangrove sebagai produk
belum banyak dilakukan dan dipasarkan,
sedangkan mangrove menyimpan banyak potensi yang baik untuk manusia terutama di bidang farmasi dan kosmetik. Salah satunya jeruju
(Acanthus ilicifolius) menyimpan banyak manfaat
dan ekstrak daunnya bisa dijadikan sebagai komponen bioaktif pencegah jerawat. Jeruju menyimpan banyak manfaat dan ekstrak daunnya bisa dijadikan sebagai komponen bioaktif untuk obat seperti pembersih darah, diuretik, diabetes,
kelumpuhan, penyakit kulit, gigitan ular,
hepatitis, sakit perut dan rematik (Bandaranayake, 1998, 2002)
Jeruju memiliki berbagai komponen
senyawa fitokimia yang bermanfaat bagi
kesehatan maupun kecantikan, hasil skrining
fitokimia dari jeruju (A. ilicifolius) mengandung
senyawa bioaktif triterpenoid, saponin, alkaloid, phenolic, flavonoid, dan tannin, sedangkan steroids tidak ditemukan (Firdaus et al., 2013). Di Indian dan China, jeruju digunakan sebagai obat tradisional untuk diuretik, pembersih darah, asma, sakit punggung, diabetes, dyspepsia, gangguan
syaraf, penyakit kulit, rematik, penyakit kulit akibat alergi, gigitan ular, sakit perut dan pembengkakan limpa (Bandaranayake, 2002; Saranya et al., 2015; Sardar et al., 2018)
Acanthus ilicifolius terdistribusi secara luas
di asia tenggara dan secara tradisional digunakan di cina sebagai obat anti inflamasi dan anti
hepatitis. A. ilicifolius juga dikenal memiliki
kandungan antioksidan yang dapat bermanfaat bagi kulit. Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa bioaktif dari tumbuhan ini memiliki
kemampuan untuk memerangi penyakit.
Kandungan senyawa kimia dalam Acanthus ilicifolius berfungsi sebagai: neuralgia, analgesik,
antiinflamasi, antioksidan, antifertilitas,
hepatoprotektif, antitumor, antileukemia,
antikanker, antimikroba, antivirus, antijamur juga dapat digunakan sebagai insektisida alami (Bose, 2008; Patra & Thatoi, 2011, 2011; Singh & Aeri,
2013). Ekstrak kulit kayu Acanthus ilicifolius
menggunakan pelarut air dapat digunakan sebagai antiseptik, obat alergi dingin, dan dermatitis di Thailand. Selain sebagai obat tradisional dalam
menyembuhkan banyak penyakit, Acanthus
ilicifolius juga dikenal dapat menyembuhkan alergi pada kulit di Thailand (Bandaranayake, 2002; Sardar et al., 2018). Jeruju juga terbukti dapat menyembuhkan penyakit kulit yang disebabkan bakteri pathogen karena memiliki kandungan analgesik dan antiinflamasi (Govindasamy & Arulpriya, 2013). Ekstrak methanol dari jeruju terbukti memiliki kandungan antiinflamasi yang cukup tinggi terhadap tikus percobaan yang diinduksi menggunakan karagenan (Mani Senthil Kumar et al., 2008).
Kandungan antibakteri, antioksidan dan
antiinflamasi yang terkandung pada A. ilicifolius
tersebut sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai krim anti acne untuk wajah. Penelitian
mengenai pemanfaatan daun jeruju perlu
dilakukan untuk mengetahui kandungan dari jeruju dan seberapa besar potensinya bagi bahan baku kosmetik. Belum ada penelitian mengenai potensi daun jeruju untuk dijadikan bahan kosmetik, sedangkan potensi jeruju sangat besar untuk dijadikan bahan baku kosmetik yang alami. II. Metode Penelitian
2.1. Bahan
Jeruju yang digunaka n diambil dari Pantai Bojongsalawe Pangandaran, Indonesia pada Bulan
September 2019. Bakteri Propionibacterium acne
yang digunakan diambil dari koleksi
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB. Pelarut yang digunakan yaitu etanol 70%. 2.2. Ekstraksi Daun Jeruju
Ekstraksi dilakukan dengan mengikuti metode dari Babu et al. (2001) dengan modifikasi. Sampel yang digunakan yaitu simplisia daun
Acanthus ilicifolius yang dimaserasi dengan
perbandingan sampel dan pelarut 1:10
menggunakan etanol 70%, methanol 70% dan Kloroform 70%. Kemudian direndam selama 8 jam,
disaring dan dikeringkan menggunakan rotary
evaporator. Hasil ekstraksi yang memiliki yield
terbanyak yaitu ekstrak etanol sebanyak 42,07% jika dibandingkan dengan ekstrak methanol 12,83% dan kloroform 5,03% (Tabel 1). Kemudian ekstrak etanol digunakan untuk penelitian
selanjutnya karena menghasilkan yield ekstrak
terbanyak.
Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun A. ilicifolius dengan Berbagai Pelarut
Nama Sampel Pelarut Hasil (%)
Daun A.
ilicifolius
Etanol 42,07
Metanol 12,83
Kloroform 5,03
2.3. Pembuatan Krim Anti Acne.
Pembuatan krim anti acne mengikuti penelitian Arun et al. (2010). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan krim anti acne terdiri dari 2 fase yaitu fase cair dan fase minyak. Gliserin, anti foam, TEA dan propilen glikol disebut sebagai fase cair. Selanjutnya emulgade,
setil alkohol, paraffin cair (White oil) dan asam
stearat disebut sebagai fase minyak. Masing-masing fase dilarutkan hingga homogen pada
suhu ± 75 C. Setelah masing-masing fase homogen
dan mencapai suhu yang sama yaitu ± 70 C,
dilakukan pencampuran hingga berbentuk krim yang homogen. Setelah suhu diturunkan menjadi
30 C, dimasukkan ekstrak daun jeruju dengan
15%, dilanjutkan penambahan Penoxyethanol sebagai pengawet dan dihomogenkan selama ±10 menit. Sediaan krim yang dihasilkan disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya agar tidak mempengaruhi kenampakan dan kandungan krim. 2.4. Analisis Sensori
Analisis sensori pada penelitian ini
mengacu pada (Nurjanah et al., 2016). Pengujian sensori dilakukan untuk mengetahui skala penerimaan produk yang terbuat dari bahan alam. Penilaian skala hedonik berkisar 1-7, dengan ketentuan: 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (agak tidak suka); 4 (normal); 5 (agak suka); 6 (suka); 7 (sangat suka). Uji sensori yang dilakukan
menggunakan panelis sebanyak 15 orang
mahasiswa usia 20 – 25 tahun yang tidak memiliki
riwayat alergi pada kulit. Beberapa parameter yang diamati yaitu kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Sampel yang digunakan adalah krim yang telah diberi perlakuan ekstrak jeruju masing-masing 1%, 5%, 10% dan 15%.
2.5. Analisis TPC
Pengujian TPC dilakukan dengan
menggunakan metode cawan tuang. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa total mikroba
yang ada pada masing-masing produk. Produk yang dihasilkan diharapkan tidak terdapat
mikroba sehingga menurut parameter
mikrobiologi aman untuk digunakan dan tidak membuat iritasi pada kulit.
2.6. Aktivitas Antibakteri Propionibacterium acne
Pengujian aktivitas antibakteri ini
dilakukan menggunakan teknik analisis difusi cakram dengan diameter cakram basis 6,00 mm.
Konsentrasi P.acne yang digunakan yaitu 1,25%;
2,5% dan 5%. Kontrol positif yang digunakan menggunakan Clindamycin sebagai pembanding. 2.7. Aktivitas Antioksidan
Merujuk pada (Zhang et al., 2014a), tiga mililiter dari sampel (1 mg/mL) dicampur dengan 2 mL dari 0,1 mM DPPH yang dilarutkan dengan 95% etanol. Setelah dicampur, sampel di goyang dan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi yang semakin rendah menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH yang semakin tinggi. Hasil uji aktivitas antioksidan, antibakteri dan toksisitas pada ekstrak etanol daun jeruju tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Aktivitas Antioksidan, Antibakteri dan Toksisitas Ekstrak Etanol Jeruju
Sampel Pengujian Antioksidan IC50 (ppm) Antibakteri P.acne (mm) Toksisitas LC50 (ppm) Ekstrak Jeruju 12,38 7,26 179.59 Standar Vitamin C 6,02 - - K (+) Clindamycin - 19,35 - K (-) Basis - 6,00 -
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisis Sensori
Pengujian sensori dilakukan untuk
mengetahui penerimaan panelis terhadap produk secara subjektif. Pengujian ini menggunakan panelis tidak terlatih dengan kisaran usia 20-25 tahun dengan tidak memiliki riwayat alergi pada kulit. Parameter yang diuji yaitu kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Krim anti acne memiliki kenampakan serupa dengan krim komersial lainnya dengan tekstur spesifik krim. Hasil analisis sensori dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai dari parameter kenampakan tertinggi diraih oleh konsentrasi 1% dengan nilai 6 yang berarti
disukai oleh panelis. Nilai terendah diraih pada konsentrasi 15% dengan perolehan nilai 4,5 yang berarti normal hingga agak suka. Pada konsentrasi 1% kenampakan serupa dengan krim komersial, berbeda dengan konsentrasi 10 dan 15% yang memiliki kenampakan lebih tajam, walaupun memiliki tekstur yang tetap sama dengan konsentrasi lainnya.
Parameter warna pada krim dengan berbagai konsentrasi memiliki kisaran nilai antara 4 sampai 6. Nilai tertinggi diraih oleh konsentrasi 5% dengan nilai 6 yang berarti disukai, sedangkan nilai terendah diraih pada konsentrasi 15% dengan nilai 4 yang berarti normal. Warna pada krim
6 5 .5 5 6 5 .3 6 5 5 .7 4 .8 4 .5 4 5 .6 4 .5 4 4 5 K E N A M P A K A N W A R N A A R O M A H O M O G E N I T A S 1% 5% 10% 15%
sangat dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi ekstrak jeruju yang ditambahkan, semakin banyak ekstrak yang diberikan maka warna akan semakin pekat. Kenampakan dan warna pada krim dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Parameter aroma pada krim anti acne dengan berbagai konsentrasi memiliki kisaran nilai antara 4 sampai 5. Nilai tertinggi diraih pada konsentrasi 1% dan 5% dengan nilai yang sama yaitu 5 yang berarti agak suka. Sedangkan konsentrasi 10% dan 15% memperoleh nilai yang sama pula yaitu 4 yang berarti normal. Aroma dari krim menyerupai aroma teh. Hal ini dikarenakan kandungan tannin yang ada pada ekstrak jeruju, sehingga mempengaruhi aroma dari krim tersebut.
Semakin banyak konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin kuat aroma yang dihasilkan pada krim. Hasil penelitian dari (Firdaus et al., 2013) menyatakan bahwa hasil
skrining fitokimia A. ilicifolius mengandung
senyawa bioaktif triterpenoid, saponin, alkaloid, phenolik, flavonoid, dan tannin, sedangkan
steroids tidak ditemukan. Acanthus ilicifolius
dikenal mengandung komponen bioaktif seperti triterpenoid, alkaloid, komponen fenolik, lignin,
flavonoid, steroid, dan terpenoid. Karena
komponen bioaktifnya tersebut, bagian-bagian
dari tumbuhan A. ilicifolius dari mulai akar, buah,
daun, bunga dan batang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan tumor dan kanker.
Gambar 1. Hasil Pengujian Hedonik Krim Anti Acne
A
B
C
D
Gambar 2. Krim anti acne dengan berbagai konsentrasi ekstrak jeruju, Keterangan: A (Krim 1%); B (Krim 5%); C (Krim 10%); D (Krim 15%).
Parameter homogenitas pada krim anti acne memiliki kisaran nilai antara 5 sampai 6 yang artinya agak suka sampai disukai oleh panelis. Nilai homogenitas dari konsentrasi 1% hingga 15% tidak jauh berbeda yang artinya krim anti acne
memiliki homogenitas yang cukup tinggi.
Walaupun ditambah dengan ekstrak dari bahan alam, krim tidak membentuk lapisan yang terpisah antara fase cair dan fase minyak. Dari berbagai parameter tersebut dapat disimpulkan
bahwa penerimaan panelis terhadap krim yaitu cenderung normal hingga disukai.
3.2. Aktivitas Antioksidan dan TPC
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan vitamin C sebagai standar. DPPH adalah salah satu komponen yang mempunyai radikal bebas proton yang dapat
menurun secara signifikan jika terpapar
digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan dari suatu senyawa yang dapat bertindak sebagai penangkal radikal bebas atau sebagai donor hidrogen (Zhang et al., 2014b). Antioksidan memiliki peranan penting dalam mencegah penuaan dini pada kulit dan menangkal radikal
bebas. Nilai IC50 dari ekstrak jeruju menunjukkan
aktivitas antioksidan yang dikategorikan sangat kuat yaitu 12,38 ppm (Tabel 1). Semakin kecil nilai
IC50, maka semakin tinggi aktivitas antioksidan
dari senyawa tersebut. Hal ini karena semakin sedikit konsentrasi sampel yang digunakan maka semakin efektif untuk menangkal radikal bebas,
yang berarti semakin kuat aktivitas
antioksidannya. Menurut (Molyneux, 2018)
senyawa antioksidan dikatakan sangat kuat jika
nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL, kuat jika nilai IC50
antara 50-100 µg/mL, sedang jika nilai IC50 antara
100-150 µg/mL dan dikategorikan lemah jika nilainya 150-200 µg/mL.
Tabel 3. Hasil Pengujian Antioksidan dan TPC Krim Anti acne
Sampel Krim Pengujian
(%) Antioksidan IC50 (ppm) TPC (Kol/g) 1 - Negatif 5 - Negatif 10 154,89 Negatif 15 98,80 Negatif Standar Vitamin C 6,02 -
Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada
krim anti acne menunjukkan nilai IC50 tertinggi
pada konsentrasi 15% (Tabel 3). Hal ini mungkin dikarenakan semakin banyak konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada krim maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Pada sampel dengan konsentrasi ekstrak 15% dikategorikan memiliki aktivitas antioksidan sedang, sedangkan pada konsentrasi 10% termasuk dalam kategori lemah. Aktivitas antioksidan yang sangat tinggi tersebut kemungkinan dikarenakan ketahanan mangrove terhadap lingkungannya sehingga mendorong terbentuknya senyawa antioksidan yang kuat. Menurut Thatoi et al. (2014) mangrove tumbuh di daerah yang memiliki salinitas yang tinggi, hal inilah yang membuat mangrove menjadi spesial karena ketahanannya terhadap kondisi stress seperti salinitas, kondisi pasang air laut, angin yang kencang, suhu yang tinggi dan tanah yang bersifat anaerobik. Karena tekanan lingkungan tersebut mangrove memproduksi radikal bebas
ROS (Reactive oxygen species), untuk menetralisir
ROS yang dihasilkan maka mangrove
memproduksi enzim antioksidan dengan
konsentrasi yang tinggi. Antioksidan pada tanaman mangrove dapat dikategorikan ke dalam
dua kelas yaitu preventive antioxidant dan chain
breaking antioxidant. Preventive antioxidant
menghambat reaksi oksidasi dengan mengurangi
tingkat inisiasi rantai sedangkan chain breaking
antioxidant menghambat reaksi oksidasi dengan
memerangkap radikal peroxyl. Senyawa
antioksidan pada mangrove dibagi menjadi empat tipe: (1) enzimatik antioksidan, (2) non enzimatik antioksidan, (3) nutrient antioksidan, protein
pengikat logam seperti ferritin dan (4)
Fitokonstituen dan fitonutrient. Yang termasuk dalam enzimatik antioksidan yaitu enzim endogen seperti superoxide dismutase (SOD), Katalase (CAT), glutathione peroksidase (GPX), glutathione reduktase (GR). Beberapa contoh non enzimatik antioksidan yaitu a-Tocopherols (vitamin E), komponen fenolik seperti flavonoid, tannin, lignin, coumarin dll. Contoh nutrient antioksidan seperti asam askorbat (vitamin C), tokoferol dan tokotrienol, karotenoid, dan komponen molekul ringan lainnya seperti glutathione dan asam lipoat sedangkan contoh pada protein pengikat logam
seperti ferritin, laktoferin, albumin dan
seruloplasmin. Selanjutnya menurut
Bandaranayake (2002) dan Thatoi et al. (2014) contoh pada fitokonstituen dan fitonutrien adalah
senyawa metabolit yang terkandung pada
mangrove tersebut seperti komponen fenolik
flavonoid, kemudian fitokonstituen seperti
alkaloid diketahui memiliki potensi untuk menghambat proses oksidatif.
Senyawa bioaktif flavonoid memiliki
pengaruh sebagai senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid menstabilkan ROS dengan mereaksikan grup hidroksil yang berfungsi menonaktifkan radikal bebas (Karim et al., 2020).
Komponen fenolik seperti flavonoid, asam fenolik dan diterpen fenol mempunyai peran sebagai senyawa antioksidan. Komponen fenolik tersebut mempunyai kemampuan redoks yang dapat mengabsorbsi dan menetralisir radikal bebas
(Ningsih et al., 2016). Hasil ekstraksi dari daun A.
ilicifolius menunjukkan adanya senyawa
flavonoid yang sangat berkontribusi sebagai antioksidan dengan kemampuannya sebagai penangkap radikal bebas. Karena kandungan antioksidan yang tinggi inilah maka tidak heran
bahwa A. ilicifolius telah dimanfaatkan sebagai
tanaman obat di beberapa negara seperti India dan China. Senyawa fitokimia yang mengandung
antioksidan telah terbukti menunjukkan
kemampuannya dalam menghambat
karsinogenesis (Huo et al., 2005; Thatoi et al., 2014). Hasil Analisa TPC pada krim anti acne dengan berbagai konsentrasi ekstrak etanol jeruju semuanya menghasilkan angka negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa krim tersebut aman secara mikrobiologis untuk digunakan karena tidak ditemukan mikroba. Hasil tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan SNI 16-4399-1996, yaitu maksimal TPC pada produk sediaan krim untuk kosmetik adalah 1,0x102 koloni/gram. Hal
tersebut mungkin dikarenakan aktivitas
antimikroba dari ekstrak jeruju dan bahan-bahan pembentuk krim lainnya. Toksikologi dan
farmakologi dari benzoxazinoids pada A.
ilicifolius telah diketahui dapat membunuh
serangga, jamur, bakteri dan virus pada tumbuhan
famili Gramineae (Kanchanapoom, Kamel, et al.,
2001).
3.3. Aktivitas Antibakteri P.acne
Krim anti acne yang digunakan di pasaran masih banyak yang menggunakan bahan aktif dari kimia sintetis yang kemungkinan menimbulkan efek bahaya pada kulit. Sehingga penggunaan
bahan alam lebih dianjurkan daripada
menggunakan bahan kimia sintetis. Obat jerawat yang beredar di pasaran kebanyakan mengandung zat antibakteri dari bahan kimia. Sehingga para
peneliti kecantikan berlomba-lomba untuk
mencari obat jerawat dari bahan alam. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan pengujian aktivitas antibakteri pada krim anti acne terhadap
bakteri penyebab jerawat P.acne. Diharapkan
nantinya ekstrak A. ilicifolius dapat menjadi
bahan aktif pada produk kecantikan untuk menghambat maupun menghilangkan jerawat. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode zona hambat. Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa zona hambat tertinggi terbentuk pada
pengujian dengan konsentrasi P.acne 1,25% yaitu
berkisar antara 10,35-12,72 mm. Pada konsentrasi 2,5% dan 5% juga terbentuk zona hambat meskipun tidak sebesar pada konsentrasi 1,25%. Pada konsentrasi tersebut dapat dibuktikan bahwa
krim dengan ekstrak etanol daun A. ilicifolius
mampu membunuh bakteri P.acne. Adanya
aktivitas antibakteri tersebut memungkinkan
ekstrak etanol daun A. ilicifolius berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan aktif obat dan kosmetik yang berfungsi sebagai anti acne.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri pada ekstrak seluruh
bagian tumbuhan A. ilicifolius dengan
menggunakan berbagai pelarut, contohnya pada
ekstrak methanol dari A. ilicifolius memiliki
kemampuan tingkat sedang dalam menghambat
berbagai bakteri pembusuk strain Aspergillus
(Wostmann & Liebezeit, 2008). Aktivitas
antimikroba dari ekstrak daun dan akar A.
ilicifolius menggunakan pelarut alkohol, butanol,
dan kloroform menunjukkan aktivitas antibakteri
yang kuat dalam melawan bakteri Bacillus subtilis,
Staphylococcus aureus, Candida albicans,
Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger dan
aktivitas antibakteri yang sedang terhadap
Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris
(Bose, 2008; Wei et al., 2015). Selain itu, ekstrak
alkohol dari A. ilicifolius juga diketahui
mempunyai manfaat untuk mencegah penyakit
liver (Wei et al., 2015). Ekstrak methanol daun A.
ilicifolius terbukti secara signifikan mempunyai
manfaat sebagai antiinflammasi melawan luka pada lambung dan hepatitis B pada bebek (Kerry et al., 2018; Wei et al., 2015). Toksikologi dan
farmakologi dari benzoxazinoids pada A.
ilicifolius telah diketahui dapat membunuh
serangga, jamur, bakteri dan virus pada tumbuhan family Gramineae (Kanchanapoom, Salah, et al., 2001).
Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas antibakteri P. acne pada Krim Sampel Krim
(%)
Zona Hambat P.acne (mm)
Konsentrasi P.acne 5% 2,5% 1,25% 1 6,00 6,00 12,72 5 6,00 6,00 10,36 10 7,72 8,70 10,40 15 8,30 9,20 10,35 K (+) Clindamycin Tidak dilakukan pengujian Tidak dilakukan pengujian 23,09 K (-) Basis 6,00 6,00 6,00 Diameter Cakram 6,00 mm
Beberapa senyawa bioaktif berperan dalam aktivitas antibakteri seperti tannin, saponin dan flavonoid. Tannin adalah substansi fenolik polimerik dan mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi. Saponin atau lebih dikenal steroid saponin dan triterpenoidal saponin menunjukkan sifat antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen pada manusia. Triterpenoidal saponin tersebut didapat dari
ekstrak akar A. ilicifolius. Flavonoid dan
komponen fenolik yang telah diisolasi dari A.
ilicifolius menunjukkan aktivitas antimikrobial
dan antioksidan yang tinggi pada tikus percobaan. (Govindasamy & Arulpriya, 2013). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa krim anti
acne dengan bahan aktif ekstrak etanol daun A.
ilicifolius telah terbukti memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri P.acne sehingga
sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan aktif untuk obat maupun kosmetik.
IV. PENUTUP
Acanthus ilicifolius terbukti memiliki
karakteristik dan potensi untuk dijadikan sebagai
bahan aktif krim anti acne. Krim anti acne dengan
bahan aktif ekstrak etanol daun A. ilicifolius
terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri penyebab jerawat P. acne. Kandungan
antioksidan yang tinggi pada ekstrak A. ilicifolius
juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kosmetik anti aging dan obat untuk menurunkan kolesterol. Selain itu, antioksidan tersebut dapat bersinergi dengan aktivitas toksisitas yang tinggi, menghasilkan obat kanker baru (antikanker), sedangkan aktivitas antibakterinya berpotensi untuk dijadikan anti acne dan obat yang dapat membunuh bakteri patogen maupun bakteri pembusuk
UCAPAN TERIMA KASIH.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran yang telah mendanai secara full penelitian ini. Selanjutnya peneliti juga berterima kasih kepada
Laboratorium Kimia Terpadu IPB dan
Laboratorium Biofarmaka Tropika IPB yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
REFERENSI
Arun, K. M., Mishra, A., & Chattopadhyay, P. (2010). of O / W Sunscreen Cream Containing Herbal Oil As
Dispersed. International Journal of Biomedical Research.
Babu, B. H., Shylesh, B. S., & Padikkala, J. (2001). Antioxidant and hepatoprotective effect of Acanthus
ilicifolius. Fitoterapia, 72(3), 272–277. https://doi.org/10.1016/S0367-326X(00)00300-2.
Bandaranayake, W. M. (1998). Traditional and medicinal uses of mangroves. Mangroves and Salt Marshes,
2(3), 133–148. https://doi.org/10.1023/A:1009988607044.
Bandaranayake, W. M. (2002). Bioactivities, bioactive compounds and chemical constituents of mangrove
https://doi.org/10.1023/A:1021397624349.
Bose, A. (2008). Antimicrobial Activity of Acanthus ilicifolius ( L .). 821–823.
Firdaus, M., Prihanto, A. A., & Nurdiani, R. (2013). Antioxidant and cytotoxic activity of Acanthus
ilicifolius flower. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 3(1), 17–21.
https://doi.org/10.1016/S2221-1691(13)60017-9.
Govindasamy, C., & Arulpriya, M. (2013). A ntimicrobial activity of A canthus ilicifolius : S kin infection
pathogens. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 3(3), 180–183.
https://doi.org/10.1016/S2222-1808(13)60036-5.
Huo, C. H., Wang, B., Lin, W. H., & Zhao, Y. Y. (2005). Benzoxazinones from Acanthus ilicifolius.
Biochemical Systematics and Ecology, 33(6), 643–645. https://doi.org/10.1016/j.bse.2004.11.002.
Kanchanapoom, T., Kamel, M. S., Kasai, R., Yamasaki, K., Picheansoonthon, C., & Hiraga, Y. (2001).
Lignan glucosides from Acanthus ilicifolius. Phytochemistry, 56(4), 369–372.
https://doi.org/10.1016/S0031-9422(00)00362-9.
Kanchanapoom, T., Salah, M., & Kasai, R. (2001). Lignan glucosides from Acanthus ilicifolius. 56, 369–372.
Karim, M. A., Islam, M. A., Islam, M. M., Rahman, M. S., Sultana, S., Biswas, S., Hosen, M. J., Mazumder, K., Rahman, M. M., & Hasan, M. N. (2020). Evaluation of antioxidant, anti-hemolytic, cytotoxic effects and anti-bacterial activity of selected mangrove plants (Bruguiera gymnorrhiza and
Heritiera littoralis) in Bangladesh. Clinical Phytoscience, 6(1).
https://doi.org/10.1186/s40816-020-0152-9.
Kerry, R. G., Pradhan, P., Das, G., Gouda, S., Swamy, M. K., & Patra, J. K. (2018). Anticancer potential of
mangrove plants: Neglected plant species of the marine ecosystem. Anticancer Plants: Properties
and Application, 1, 303–325. https://doi.org/10.1007/978-981-10-8548-2_13.
Mani Senthil Kumar, K. T., Gorain, B., Roy, D. K., Zothanpuia, Samanta, S. K., Pal, M., Biswas, P., Roy, A., Adhikari, D., Karmakar, S., & Sen, T. (2008). Anti-inflammatory activity of Acanthus
ilicifolius. Journal of Ethnopharmacology, 120(1), 7–12. https://doi.org/10.1016/j.jep.2008.07.024.
Molyneux, P. (2018). The use of the stable free radical diphenylpicryl- hydrazyl ( DPPH ) for estimating
antioxidant activity. November 2003.
Ningsih, I. Y., Zulaikhah, S., Hidayat, M. A., & Kuswandi, B. (2016). Antioxidant Activity of Various
Kenitu (Chrysophyllum Cainito L.) Leaves Extracts from Jember, Indonesia. Agriculture and
Agricultural Science Procedia, 9, 378–385. https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2016.02.153.
Nurjanah, Nurilmala, M., Hidayat, T., & Sudirdjo, F. (2016). Characteristics of Seaweed as Raw Materials
for Cosmetics. Aquatic Procedia, 7, 177–180. https://doi.org/10.1016/j.aqpro.2016.07.024.
Patra, J. K., & Thatoi, H. N. (2011). Metabolic diversity and bioactivity screening of mangrove plants: A
review. Acta Physiologiae Plantarum, 33(4), 1051–1061. https://doi.org/10.1007/s11738-010-0667-7.
Saranya, A., Ramanathan, T., & Nadu, T. (2015). Traditional Medicinal Uses , Chemical Constituents and
Pharmacology and Toxicology Research Laboratory , Faculty of Pharmacy ,. 15(2), 243–250. https://doi.org/10.5829/idosi.aejaes.2015.15.2.12529.
Sardar, P. K., Dev, S., Al Bari, M. A., Paul, S., Yeasmin, M. S., Das, A. K., & Biswas, N. N. (2018). Antiallergic, anthelmintic and cytotoxic potentials of dried aerial parts of Acanthus ilicifolius L.
Clinical Phytoscience, 4(1). https://doi.org/10.1186/s40816-018-0094-7.
Singh, D., & Aeri, V. (2013). Phytochemical and pharmacological potential of Acanthus ilicifolius. Journal
of Pharmacy and Bioallied Sciences, 5(1), 17–20. https://doi.org/10.4103/0975-7406.106557.
Thatoi, H. N., Patra, J. K., & Das, S. K. (2014). Free radical scavenging and antioxidant potential of
mangrove plants: A review. Acta Physiologiae Plantarum, 36(3), 561–579.
https://doi.org/10.1007/s11738-013-1438-z.
Wei, P., Wu, S., Mu, X., Xu, B., Su, Q., Wei, J., Yang, Y., Qin, B., & Xie, Z. (2015). Effect of alcohol extract of
Acanthus ilicifolius L . on anti-duck hepatitis B virus and protection of liver. Journal of
Ethnopharmacology, 160, 1–5. https://doi.org/10.1016/j.jep.2014.10.050.
Wostmann, R., & Liebezeit, G. (2008). additional data. 1.
Zhang, T., Tian, Y., Jiang, B., Miao, M., & Mu, W. (2014a). Purification, preliminary structural characterization and invitro antioxidant activity of polysaccharides from Acanthus ilicifolius.
LWT - Food Science and Technology, 56(1), 9–14. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2013.11.010.
Zhang, T., Tian, Y., Jiang, B., Miao, M., & Mu, W. (2014b). Purification, preliminary structural characterization and invitro antioxidant activity of polysaccharides from Acanthus ilicifolius.
LWT - Food Science and Technology, 56(1), 9–14. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2013.11.010.