BALI SHAKAI DE NO KENTONGAN NO YAKUWARI
KERTAS KARYA DIKERJAKAN
O L E H
DIVA FITRIA ASKARI
NIM. 072203033
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA
DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
BALI SHAKAI DE NO KENTONGAN NO YAKUWARI
KERTAS KARYA Dikerjakan
O L E H
DIVA FITRIA ASKARI
NIM. 072203033
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
(Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum)
NIP. 19600919 1988 03 1 001 NIP. 19600827 1991 03 1 001
(Drs. H. Yuddi Adrian Maulana, M.MA
Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian
Program pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
Disetujui Oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi D3 Bahasa Jepang
Ketua,
NIP 19620727 1987 03 2 005
Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang
Pada : Tanggal : Hari :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
NIP 19650909 1994 03 1 004 Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D.
Panitia :
No. Nama Tanda Tangan
1. Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum ( )
2. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum ( )
3. Drs. H. Yuddi Adrian Maulana, M.MA. ( )
KATA PENGANTAR
Kepada Engkau yang memiliki jiwa, kuhaturkan ribuan sujud padaMu atas
syukur yang tak berucap, juga pada Rasulullah SAW, yang menyampaikan kalamMu
dengan perjuangannya. Terima kasih untuk ibuku yang mengajarkan tentang
penghargaan dan kehidupan.
Kertas karya ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli
Madya pada Universitas Sumatera Utara membahas “Peran Kentongan Pada
Masyarakat Bali”.
Sebagai pemula penulis menyadari bahwa pasti masih terdapat beberapa
kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun guna kesempurnaan kertas karya ini. Sesungguhnya kebenaran hanya
datang dari Allah semata dan kesalahan adalah milik hambanya yang dhaif.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih pada
seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan serta bimbingan hingga
selesainya kertas karya ini.
Penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A,, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum , selaku Ketua Jurusan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sehingga kertas karya ini selesai.
5. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Maulana, M.MA , selaku Dosen Wali.
6. Staf Pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara.
7. Teristimewa kepada Kedua Orang Tuaku Ayahanda H. Irland Askari, S.H
dan Ibunda Hj. Islah, S.Ag. Saudara-saudaraku Elistiana Askari, S.P, Iqbal Fasya Askari, S.T, Sony Ristanta Askari, A. Ade Husnanda A, S.T, Lismawita Askari, S.Sos yang telah memberikan dukungan moril maupun Doa sehingga terselesainya kertas karya ini.
8. Yang selalu di hatiku Alm. Kuntoro Setiawan Nst, yang telah memberikan
pelajaran yang amat berarti di hidupku. Kamu tak tergantikan, sayang kamu.
9. Yang terkasih Chairul Azmi, yang selalu sabar. Terima kasih untuk
pengertiannya sayang. Luv U.
10. Sahabat-sahabatku, Yuni yang selalu panikan, Mutia yang cerewet , Nana si
Miss Slowly, Jhiki yang cuek, Mitha si hoby belanja, Sarah, Fia dan semua orang yang tak bisa kusebutkan satu persatu. Thanks!
Semoga kita selalu menjadi orang-orang yang menang!
Terima kasih banyak untuk semua bantuan dan dukungan yang diberikan sedikit
banyaknya telah membantu penulisan kertas karya ini.
Medan, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Alasan Pemilihan Judul... 1
1.2. Tujuan Penulisan ... 1
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Metode Penulisan ... 2
BAB II GAMBARAN UMUM KENTONGAN ... 3
2.1. Pengertian Kentongan ... 3
2.2. Bahan Kentongan ... 3
2.3. Kode Suara Pada Kentongan ... 4
2.4. Klasifikasi Simbolik ... 5
2.5. Organisasi Tradisional Yang Menggunakan Kentongan ... 5
BAB III PERAN KENTONGAN PADA MASYARAKAT BALI ... 6
3.1 Peran Kentongan Pada Tingkat Kesakralan ... 6
3.2 Peran Kentongan Pada Lingkungan Masyarakat Bali ... 7
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 9
4.1 Kesimpulan ... 9
4.2 Saran ... 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1Alasan Pemilihan Judul
Kentongan jika diamati sepintas seolah-olah tidak ada artinya. Ia merupakan
kayu yang dilubangi hampir sama dengan panjang dan besarnya kentongan. Kunci
untuk membedakan dilihat dari kode suara dan penabuhnya.
Dari kentongan ini banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Kentongan
merupakan alat komunikasi tradisional yang unik, khususnya pada masyarakat Bali. Di
Bali pada umumnya kentongan yang digantung pada Bale kulkul ada dua buah. Ini
maksudnya untuk mencerminkan dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Apabila
kegiatan itu hanya melibatkan anggota perempuan, maka yang akan dibunyikan adalah
kentongan yang beridentitas perempuan. Begitu juga sebaliknya. Tetapi jika kegiatan
melibatkan laki-perempuan, maka kedua-dua kentongan yang dibunyikan. Untuk
membedakan antara kedua jenis kentongan menurut identitasnya dapat dilihat dari
ukuran besar kecil, suara penabuhannya.
Selain keunikan yang terdapat pada alat komunikasi tradisional kentongan ini,
penulis juga tertarik akan bahan dan ukuran kentongan yang dibuat sesuai dengan
ketentuan dari Agama Hindu. Begitu juga pada kode suara dan klasifikasi pada
kentongan tersebut.
1.2Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah :
a. Untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.
b. Sebagai salah satu langkah dalam upaya menginformasikan peran alat
komunikasi tradisional yang disebut orang Bali “Kulkul” (Kentongan),
yang masih bertahan cukup unik di Bali.
c. Untuk memperluas wawasan pembaca tentang alat komunikasi
1.3Batasan Masalah
Dalam mengkaji secara singkat “ Peran Kentongan Pada Masyarakat Bali” ini,
penulis hanya membahas tentang pengertian kentongan, bahan kentongan, kode suara
pada kentongan, klasifikasi simbolik, organisasi tradisional yang menggunakan
kentongan, dan peran kentongan pada masyarakat Bali.
1.4Metode Penulisan
Pada penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode Library Research.
Yaitu metode pengumpulan data dan informasi dengan membaca buku-buku atau
referensi yang berhubungan erat dengan tema kertas karya ini. Kemudian data-data yang
sudah terkumpul diidentifikasikan, dirangkum dan selanjutnya didistribusikan di setiap
bab dan sub bab dalam kertas karya ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM KENTONGAN
2.1 Pengertian Kentongan
Kentongan adalah alat bunyian (alat komunikasi tradisional) yang merupakan
alat kuno dan tersebar luas di kepulauan Indonesia, sehingga pada pemerintah Belanda
kentongan ini lebih populer dengan nama “Tongtong” tetapi nampaknya kurang lazim
di Jawa pada istilah tongtongan tersebut. Sedangkan lebih lazim dipergunakan pada
Zaman Jawa-Hindu hanya di khususkan untuk menyebutkan “ Slit-drum”, tabuhan
dengan lubang memanjang yang dibuat dari perunggu.
Kentongan berfungsi sebagai tanda bahaya dan untuk menentukan adanya kerja
biasa yang telah direncanakan sebelumnya. Pada Zaman yang maju serta didukung oleh
majunya teknologi, kentongan juga berfungsi sebagai tanda pembukaan suatu seminar
atau peresmian proyek yang mana kentongan itu dipukul oleh pejabat negara
(Pemerintah), hal itu berarti peresmian proyek atau seminar dilaksanakan secara resmi
yang ditandai dengan pemukulan kentongan.
2.2 Bahan Kentongan
Ditinjau dari segi bahan kentongan (kulkul) dapat dibuat dari berbagai macam
kayu. Adapun kayu yang dapat dipergunakan sebagai kentongan adalah : kayu nangka,
kayu jati, kayu camplung, kayu intaran gading, batang pohon pandan yang sudah tua
serta ada kentongan yang bahannya terbuat dari bambu. Untuk mendapatkan kentongan
yang baik, maka dipilihlah kayu atau bahan yang baik pula. Karena dengan bahan yang
baik dapat memberikan kualitas suara yang baik pula Kayu yang baik dipergunakan
sebagai bahan kentongan adalah sebagai berikut : Kayu nangka, karena kayu ini disebut
kayu Prabu seperti disebutkan dalam naskah Janantaka (lembar 26b).
Di samping itu ada juga kentongan yang dikenal sekarang ini yang dibuat dari
bambu yang khusus dipakai oleh organisasi-organisasi tertentu seperti Siskamling. Agar
2.3 Kode Suara Pada Kentongan
Pada dasarnya kode suara kentongan sangat menentukan gerak dan langkah bagi
masyarakat pendukungnya. Karena kentongan merupakan alat komunikasi tradisional
antara sesama masyarakat terutama masyarakat di Bali. Dalam keadaan aman dan
lebih-lebih dalam menghadapi bahaya yang terjadi secara tiba-tiba di lingkungan masyarakat
pendukungnya. Kode suara (bunyi kentongan) yang dipergunakan untuk melakukan
kegiatan oleh masyarakat pendukungnya telah disepakati bersama oleh masyarakat di
Bali lazim disebut dengan tulud atau tuludun. Tulud (tuludun) adalah pukulan
kentongan pertama cukup panjang makin lama makin cepat, sampai pada pukulan
tertentu menjadi agak lambat sampai pada pukulan terakhir.
Kode (bunyi) kentongan yang telah disepakati bersama oleh masyarakat
pendukungnya. Adapun bahaya-bahaya itu meliputi :
a. Bahaya orang ngamuk, bunyi kulkul (kentongan) tiga periode (tiga tulud) terus
menerus dan saling timbal balik antara banjar yang satu dengan banjar yang lainya.
b. Bahaya ada pencuri, bunyi kentongan dua periode (dua tulud) antara banjar yang
satu dengan banjar yang lainya.
c. Bahaya kebakaran, bunyi kentongan empat periode (empat tulud) antara banjar yang
satu dengan banjar yang lainya.
d. Bahaya banjir, tenggelam, bunyi kentongan satu periode (satu tulud) yang saling
timbal di antara banjar yang satu dengan banjar yang lain.
e. Apabila ada orang kawin, kentongan dibunyikan bila musyawarah antara pihak
keluarga si gadis dan pihak laki-laki telah disepakati, maka membunyikan
kentongan yang berstatus lelaki kemudian dilanjutkan kentongan yang berstatus
perempuan.
f. Kerja biasa, kentongan dibunyikan untuk keserentakan kehadiran berlaku umum.
Namun harus diingat sebelum memukul kentongan apakah akan mengumpulkan
anggota yang laki-laki atau perempuan atau kedua-duanya.
g. Kulkul (kentongan) kematian, bunyi kentongan antara banjar satu dengan yang
lainya tidak sama kodenya. Salah satunya yaitu : Pukulan tiga kali lambat hal
tersebut menandakan adanya anak kecil yang meninggal. Pukulan tujuh kali lambat
menandakan anak remaja meninggal dunia, pukulan sembilan kali lambat, orang tua
2.4 Klasifikasi Simbolik
Kentongan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu :
1. Kentongan Dewa, adalah kentongan yang khusus dipergunakan waktu mengadakan
upacara Dewa Yadnya dan kentongan Dewa ini sebagai sarana upacara Dewa
Yadnya.
2. Kentongan Bhuta, adalah kentongan yang khusus dipergunakan pada waktu upacara
Bhuta Yadnya atau mencaru. Yaitu sebagai alat komunikasi para Bhuta Kala dan
untuk menetralisir sehingga keadaan alam dapat tentram dan aman.
3. Kentongan Manusa, adalah kentongan yang khusus dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan kemanusiaan baik untuk menyatakan bahaya maupun dalam
melaksanakan kegiatan biasa yang sudah direncanakan sebelumnya oleh masyarakat
pendukungnya.
4. Kentongan Hiasan, adalah kentongan yang terbuat dari kayu di mana pembuat
kentongan ini diberikan hiasan-hiasan sesuai dengan kehendak pemesan dari pada
kentongan tersebut.
2.5 Organisasi Tradisional Yang Menggunakan Kentongan
Kentongan merupakan sarana yang utama dalam suatu organisasi
kemasyarakatan di Bali, terutama dalam rangka mengumpulkan anggota masyarakat
pendukungnya. Dalam kehidupan masyarakat Bali organisasi tradisional yang
mempergunakan kentongan adalah : Desa, Banjar, tempekan-tempekan, sekeha-sekeha
dan lain sebagainya. Organisasi tersebut berdiri dalam jangka waktu yang lama, bahkan
dapat meliputi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang diterima secara
turun-temurun, tetapi ada juga yang bersifat sementara. Organisasi Tradisional yang
menggunakan kentongan di Bali seperti, pemaksan-pemaksan pura, Desa, Banjar,
BAB III
PERAN KENTONGAN PADA MASYARAKAT BALI
3.1 Peran Kentongan Pada Tingkat Kesakralan
Sebagian besar atau hampir semua umat Hindu di Bali, dalam membuat suatu
bangunan yang berupa apa saja dan lebih-lebih dalam pembuatan kentongan selalu
didahului dengan upacara yang tujuannya adalah memohon perlindungan ke hadapan
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pembuatan kentongan ini dari mencari bahan sampai
proses pembuatannya selalu didahului dengan upacara dan lebih-lebih lagi setelah
selesai membuat kentongan yang akan dipergunakan untuk banyak orang maka
kentongan itu akan dipelaspas dan dimohonkan tirta (air suci) di Pura Ulun Kulkul di
Besakih, sehingga kentongan itu angker dan disucikan oleh masyarakat pendukungnya.
Interaksi yang demikian erat menyebabkan kebudayaan Bali mempunyai corak
yang berbeda dengan kebudayaan yang ada di luar Bali. Umat Hindu begitu taat kepada
wadahnya yaitu desa adat yang teratur rapi serta merupakan adil yang besar dalam
menentukan perkembangan dan kelangsungan hidup seni budaya berupa kentongan
yang disucikan atau disakralkan dalam bentuk upacara yang seperlunya. Ajaran Agama
Hindu yang begitu luhur, harus ditanamkan kepada setiap umatnya melalu berbagai
macam pengembangan agar benar-benar kentongan itu diyakini kesakralannya dan tidak
menyimpang dari fungsinya. Mensucikan kentongan merupakan wujud riil sehingga
tidak ada yang salah dalam penggunaan fungsi kentongan, maka kentongan itu akan
disucikan lagi bagi mereka yang menyalahgunakan, sehingga kentongan itu benar-benar
dijaga kesakralanya atau kesucian dari pada kentongan yang dipergunakan oleh
3.2 Peran Kentongan Pada Lingkungan Masyarakat Bali
Yaitu meliputi, yang pertama peran kentongan dalam rapat ; yaitu untuk
keserentakan hadir warga masyarakat pendukungnya yang akan melaksanakan rapat
maka dibunyikan kentongan sesuai dengan ritme-ritme yang telah ditentukan untuk
melaksanakan kerja biasa atau rapat. Suatu kebiasaan adat yang telah diterima secara
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya, bahwa rapat itu dilaksanakan satu
bulan sekali secara rutin oleh Banjar atau Desa di Bali. Bagi mereka yang tidak datang
atau tidak hadir dalam suatu rapat, maka ia akan dikenakan sangsi berupa dosa (denda)
yang sudah ditentukan besar kecilnya berupa uang.
Kedua, peran kentongan dalam pengarahan tenaga kerja ; yaitu dibedakan
menjadi dua, antara lain :
a. Peran kentongan dalam pengarahan tenaga kerja biasa yang telah direncanakan
sebelumnya baik itu melaksanakan rapat guna membahas sutu hal yang telah
direncanakan maupun melaksanakan gotong royong.
b. Peran kentongan dalam pengarahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak, yaitu
sebagi pusat kegiatan dalam menanggulangi bahaya yang terjadi dilingkungan
masyarakat pendukungnya, maka diserentakan hadirnya dengan isyarat bunyi
kentongan betalu-talu sebagai pertanda ada bahaya.
Ketiga, peran kentongan pada upacara keagamaan ; yaitu sesuai dengan upacara
keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya yaitu kentongan Dewa
dibunyikan tatkala melaksanakan Dewa Yadnya. Fungsinya untuk mengumpulkan
masyarakat pendukungnya tatkala melaksanakan upacara tersebut, untuk keserentakan
kehadirannya maka dibunyikan kentongan sebagai alat komunikasi sesama manusia
atau banjar.
Keempat, peran kentongan pada gejala Alam ; yaitu gejala alam yang sering
disambut dengan suara kentongan adalah gejala alam gerhana bulan. Dengan
membunyikan kentongan akan segera melepas bulan, paling tidak ia akan terganggu
oleh suara kentongan sehingga di saat gerhana bulan suasana di Bali diramaikan dengan
perjanjian yang telah dituangkan dengan ritma-ritma atau isyarat sehingga tidak ada
kebosanan menunggu, karena pada umumnya dengan dibunyikan kentongan berselang
beberapa saat kemudian acara atau kerja sudah dapat dimulai. Disamping itu juga peran
kentongan dalam pembangunan sebagai alat komunikasi bagi masyarakat
pendukungnya baik dalam keadaan bahaya atau menyatakan hal-hal yang sudah
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang dipergunakan untuk hal-hal
yang bersifat mendadak (bahaya) maupun kerja biasa yang sudah direncanakan
sebelumnya oleh masyarakat pendukungnya.
2. Untuk membuat kentongan yang baik diperlukan bahan yang baik pula serta
berpatokan pada sastra yang ada.
3. Kode suara kentongan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Untuk menyatakan hal-hal yang bersifat mendadak atau bahaya seperti
kebakaran, orang ngamuk, bahaya pencurian, maupun banjir, sifatnya tidak
terduga.
b. Untuk menyatakan kerja biasa, untuk keserentakan hadir masyarakat
pendukungnya maka dibunyikan kentongan.
4. Kentongan di gantung di Bale kulkul ada 2 buah, ini mencerminkan dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Bila suatu kegiatan hanya melibatkan anggota
perempuan saja maka yang di bunyikan kentongan yang beridentitas perempuan.
Begitu juga sebaliknya. Tetapi bila melibatkan laki-perempian, maka kedua-dua
kentongan bunyikan. Kentongan ini dibedakan dari ukuran besar kecilnya dan suara
penabuhannya.
5. Mensucikan kentongan merupakan wujud rill sehingga tidak ada yang salah dalam
penggunaan fungsi kentongan. Maka kentongan itu akan disucikan lagi bagi mereka
yang menyalahgunakan, sehingga kentongan itu benar-benar dijaga kesakralannya
atau kesucian kentongan tersebut.
6. Kentongan dalam lingkungan masyarakat digunakan pada saat : rapat, dalam
pengarahan tenaga kerja, dalam upacara keagamaan, petunjuk gejala alam, dan
dalam pembangunan.
4.2 Saran
Dewasa sekarang ini nilai-nilai tradisional sudah banyak mengalami berbagai
pertimbangan, apakah nilai itu diteruskan kepada generasi berikutnya ataukah dimatikan
keberadaannya. Sikap-sikap yang bimbang itu perlu diberi pengertian maupun
wawasan. Maka dari itu kulkul sebagai warisan budaya leluhur perlu dilestarikan baik
fisik maupun makna simbol yang dimisikan. Ada cara untuk merealisasikan pelestarian
kulkul tersebut, diantaranya : Jika ingin kembali menunjukkan budi daya yang
dihubungkan dengan nilai dan fungsi keuntungan bagi masyarakat Bali sebagai
perlambangan penyatuan pemikiran baik bagi pemukulnya maupun pendengarnya,
maka disarankan setiap pembukaan suatu peristiwa seperti penataran,seminar dan lain
sebagainya harus ditandai dengan pemukulan kentongan. Untuk memulai pembukaan
DAFTAR PUSTAKA
Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, 1994/1995, Nilai dan Fungsi Kentongan Pada
Masyarakat Bali
Raka Dherana, Tjokorda, Hubungan Agama Hindu dengan Adat