PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PRATAMA WAINGAPU
(PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
TESIS
OLEH
SAHATA SINAMBELA 097017020/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PRATAMA WAINGAPU
(PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SAHATA SINAMBELA
097017020/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KPP PRATAMA WAINGAPU (PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
Nama Mahasiswa : Sahata Sinambela Nomor Pokok : 097017020
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA)
Ketua Anggota
(Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah Diuji Pada
Tanggal : 1 Februari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak
PERNYATAAN Judul Tesis
PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PRATAMA WAINGAPU
(PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Januari 2013 Penulis
PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PRATAMA WAINGAPU
(PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menemukan bukti empiris pengaruh reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu dan (2) Menemukan bukti empiris penyuluhan pajak sebagai variable moderating merpengaruhi hubungan antara reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu. Populasi seluruh Wajib Pajak KPP Pratama Waingapu yang berjumlah 20.794 orang. Sampel penelitian yang dugunakan sebanyak 200 orang wajib pajak diambil, dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode analisi yang dugunakan adalah analisi regresi linier berganda dengan uji kualitas data, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan uji residual. Hasil penelitian yang di lakukan mendapatkan bukti empiris bahwa (1) Secara simultan reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu, (2) Secara parsial variabel yang berpengaruh adalah pendidikan khusus, independensi dan unit khusus pelayanan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, serta (3) Penyuluhan pajak sebagai variable moderating mempengaruhi hubungan antara reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) terhadap tingkat kepatuhan pajak di KPP Pratama Waingapu.
THE INFLUENCE OF TAX ADMINISTRATION REFORM ON THE COMPLIANCE LEVEL OF TAX PAYERS AT KPP PRATAMA
WAINGAPU (TAX EXTENSION AS MODERATING VARIABLE)
ABSTRACT
The purpose of this study was (1) to find out the empirical proof of the simultaneous and partial influence of tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) on the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu, and (2) to find out the empirical proof of tax extension as the moderating variable influencing the relationship between tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special sevice unit) and the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu. The population of this study was all of the 20,794 tax payers at KPP Pratama Waingapu and 200 of them were selected to be the samples for this study through purposeive sampling method. The data obtained were analyzed through multiple linear regression analysis method with data quality test, classic assumption tests, hypothesis tests, and residual test. The result of this study showed that the empirical proof found out was (1) that simultaneously the tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) had influence on the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu, (2) partially, the variables influencing the compliance level of tax payers were special education, indpendence, and special service unit, and (3) tax extension as the moderating variable influenced the relationship between tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) and the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu.
KATA PENGANTAR
Dengan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kemurahan-Nya yang memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesisi ini penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang sekaligus sebagai dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini.
4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selakuSekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.
5. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini.
6. Drs. Rasdianto, MA, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.
7. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.
8. Pimpinan dan Pegawai KPP Pratama Waingapu yang telah menyediakan waktu dan memeberikan informasi yang diperlukan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Bapak dan ibu, para dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
10.Rekan-rekan staf secretariat Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membatu administrasi penelitian ini. 11.Ayahanda tercinta P. Sinambela, S.Sos dan Ibunda M. Siagian yang telah
membesarkan, mendidik serta membimbing penulis sehingga dapat mencapai pendidikan sesuai dengan penulis cita-citakan.
13.Kakak, Adik-adik serta Saudara-saudara kusayangi yang memberikan batuan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
14.Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta Risa Novita Br. Sitorus, S.Sos, atas segala kesabaran dan ketabahannya selama ini dalam mendampingi penulis serta dorongan dan dukungannya tesis ini dapat selesai.
15.Rekan-rekan penulis yang turut memberikan saran dan masukan sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati kita semua . Amin.
Medan. Januari 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : SAHATA SINAMBELA
2. TEMPAT / TGL LAHIR : SINTANG / 2 DESEMBER 1983
3. AGAMA : KRISTEN PROTESTAN
4. KELUARGA
a. AYAH : P. SINAMBELA, S.Sos
b. IBU : M. SIAGIAN
c. ISTRI : RISA NOVITA Br. SITORUS, S.Sos
5. ALAMAT : JL. MELATI RAYA I NO 7 MEDAN
6. PENDIDIKAN
a. SD : SD SWASTA PANCA SETIA I SINTANG
b. SMP : SMP NEGERI 1 SINTANG
c. SMA : SMA NEGERI 1 MEDAN
d. S1 : FAKULTAS EKONOMI JURUSAN
AKUNTANSI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. PROFESI : PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. PEKERJAAN : PNS DJP KPP PRATAMA WAINGAPU
DAFTAR ISI
2.1.5 Independensi Pegawai ... 21
2.1.6 Fasiltas ... 22
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 34
5.1.1 Karakteristik Responden ... 42
5.1.2 Deskripsi Data ... 43
5.2 Hasil Uji Kualitas Data ... 45
5.2.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 45
5.2.1.1 Hasil Uji Validitas Instrumen... 45
5.2.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 48
5.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 50
5.3.1 Uji Normalitas ... 50
5.3.2 Uji Multikolinieritas ... 52
5.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 53
5.4 Uji Hipotesis ... 54
5.4.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi ( R2 5.4.2 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 55
) ... 54
5.4.3 Hasil Uji Parsial (Uji-t) ... 56
5.4.4 Uji Residual ... 59
5.5 Pembahasan ... 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 62
6.1 Kesimpulan ... 62
6.2 Keterbatasan Data ... 62
6.3 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1.1 Profil KPP Pratama Waingapu………... 4
Tabel 1.2 Perkembangan Penyampaian SPT Tahunan KPP Pratama Waingapu 5 Tabel 1.3 Penerimaan KPP Pratama Waingapu ... 6
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu dan Hasil Penelitian ... 28
Tabel 4.1 Operasional Variabel... 35
Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 42
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif ... 43
Tabel 5.3 Uji Validitas Instrumen ... 46
Tabel 5.4 Uji Reliabilitas dengan Nilai Cronbach’s Alpha ... 49
Tabel 5.5 Kolmogorov – Smirnov Test ... 52
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinieritas ... 53
Tabel 5.7 Koefisien Determinasi ... 55
Tabel 5.8 Hasil Uji Simultan ... 55
Tabel 5.9 Hasil Analisis Koefisien Regresi ... 56
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ... 31
Gambar 5.1 Diagram Histogram ... 50
Gambar 5.2 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian Sebelun Uji Validitas ... 67
2. Kuesioner Penelitian Sesudah Uji Validitas ... 71
3. Data Hasil Pengisian Kuesioner ... 75
4. Pengujian Validasi & Reliabilitasi ... 87
5. Deskripsi Statistik ... 92
6. Pengujian Asumsi Klasik ... 96
PENGARUH REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PRATAMA WAINGAPU
(PENYULUHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menemukan bukti empiris pengaruh reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu dan (2) Menemukan bukti empiris penyuluhan pajak sebagai variable moderating merpengaruhi hubungan antara reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu. Populasi seluruh Wajib Pajak KPP Pratama Waingapu yang berjumlah 20.794 orang. Sampel penelitian yang dugunakan sebanyak 200 orang wajib pajak diambil, dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode analisi yang dugunakan adalah analisi regresi linier berganda dengan uji kualitas data, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan uji residual. Hasil penelitian yang di lakukan mendapatkan bukti empiris bahwa (1) Secara simultan reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu, (2) Secara parsial variabel yang berpengaruh adalah pendidikan khusus, independensi dan unit khusus pelayanan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, serta (3) Penyuluhan pajak sebagai variable moderating mempengaruhi hubungan antara reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan) terhadap tingkat kepatuhan pajak di KPP Pratama Waingapu.
THE INFLUENCE OF TAX ADMINISTRATION REFORM ON THE COMPLIANCE LEVEL OF TAX PAYERS AT KPP PRATAMA
WAINGAPU (TAX EXTENSION AS MODERATING VARIABLE)
ABSTRACT
The purpose of this study was (1) to find out the empirical proof of the simultaneous and partial influence of tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) on the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu, and (2) to find out the empirical proof of tax extension as the moderating variable influencing the relationship between tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special sevice unit) and the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu. The population of this study was all of the 20,794 tax payers at KPP Pratama Waingapu and 200 of them were selected to be the samples for this study through purposeive sampling method. The data obtained were analyzed through multiple linear regression analysis method with data quality test, classic assumption tests, hypothesis tests, and residual test. The result of this study showed that the empirical proof found out was (1) that simultaneously the tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) had influence on the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu, (2) partially, the variables influencing the compliance level of tax payers were special education, indpendence, and special service unit, and (3) tax extension as the moderating variable influenced the relationship between tax administration reform (polite action, special education, indpendence, facility, and special service unit) and the compliance level of tax payers at KPP Pratama Waingapu.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan
baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Dimana dari sisi pendapatan
negara dan hibah naik Rp. 18,5 Triliun dari rencana semula sebesar Rp. 1.292,9
Triliun menjadi Rp. 1.311,4 Triliun, sementara belanja negara meningkat 16,9
Triliun dari rencana semula sebesar Rp. 1.418 Triliun menjadi Rp. 1.435,4
Triliun. Pada sisi pendapatan dipastikan bahwa penerimaan pajak naik Rp. 13,2
Triliun dari perkiraan awal Rp. 1.019,3 Triliun menjadi Rp. 1.032,6 Triliun
dengan tax ratio sekitar 12,72 persen terhadap PDB.
Dalam rangka mengamankan dan mengoptimalkan sasaran penerimaan
pajak tahun 2012, pemerintah menempuh sejumlah langkah kebijakan strategi,
yaitu :
a. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional,
b. Penyempurnaan peraturan untuk menangani tax avoidance, transfer
pricing, dan penanganan pajak final,
c. Pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang secara struktur berada
di bawah naungan Kementrian Keuangan Republik Indonesia bertugas untuk
mengadministrasikan penerimaan negara dari sektor pajak terutama administrasi
Bila dihubungkan dengan Ilmu Akuntansi yang lebih berfokus pada
akuntansi keprilakuan, dimana dalam pembahasannya menyebutkan suatu sistem
informasi akuntansi yang meliputi disain alat pengendalian manajemen yang
meliputi sistem pengendalian, sistem penganganggaran, disain akuntansi
pertanggungjawaban, disain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi,
desain kolektebilitas biaya, penilaian kinerja, serta pelaporan. Dari gambaran
singkat akuntansi keperilakuan ini sangat berguna untuk menunjang good
govermence, yang menciptakan suatu pelayanan pada publik selaku stacholder
dalam tercapainya pelayana.
Bila melihat kritik masyarakat yang timbul dari kurangnya kinerja dan
profesionalisme birokrasi, prosedur pengurusan yang berbelit-belit dan pungutan
liar disana sini, permasalah ini timbul dari kelemahan sumber daya manusia.
Disamping itu juga target penerimaan merupakan suatu tantangan tersendiri
sehingga mendorong tenaga-tenaga terampil diarahkan ke hal-hal yang bersifat
teknis, akibatnya fungsi yang tidak kalah penting seperti penyuluhan, proses data,
perencanaan pegawai dan menyusun konsep aturan mengalami banyak
kekurangan baik dari sisi jumlah maupun kapasitas sumber daya manusianya.
Dalam hal ini akuntansi keprilakuan dibahas dalam:
1. Mempelajari antara prilaku manusia terhadap konstruksi, bangunan, dan
penggunaan sistem informasi akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan
dan organisasi, yang berarti bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan
manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi serta disain
2. Mempelajari pengaruh sistem informasi akuntansi terhadap prilaku manusia,
disini akuntansi berperan dalam sistem mempengaruhi kinerja, motivasi,
produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja serta kerja sama,
3. Metode untuk menjelaskan dan memprediksi prilaku manusia dan strategi
untuk mengubahnya.
Dalam KOMPAS Sabtu 26 November 2005 disebutkan bahwa untuk bisa
menjadi ujung tombak penerimaan negara yang berkesinambungan dalam jangka
panjang Direktorat Jenderal Pajak harus mampu mengubah pajak dari semula
kental dengan aroma pemaksaan dan hukuman menjadi manusiawi dan
mendorong kesadaran masyarakat sendiri untuk berperan dalam pembangunan.
Dari banyaknya kritikan atas kekurangan DJP berusaha memperbaiki diri, dimana
salah satunya adalah diberlakukannya reformasi Administrasi Perpajakan Jangka
Menengah (3-5 tahun) sebagai prioritas reformasi perpajakan dengan tujuan
tercapainya :
a. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi,
b. Tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi,
c. Produktifitas perpajakan yang tinggi serta program yang tinggi.
Sistem administrasi perpajakan moderen juga merangkul kemajuan
teknologi terbaru diantaranya pada tahun 2004 Direktorat Jenderal Pajak
membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak
yang biasa disebut SIDJP. Dimana untuk pertama kalinya sistem ini diterapkan
pada bulan juni 2004. Selain itu pada tahun 2008 dengan semakin berkembangnya
10g yang berbasis windos, dimana SIP-Mod 10g di gunakan di KPP Pratama
Waingapu.
Disamping teknologi Direktorat Jenderal Pajak memperhatikan pada
sektor pelayanan agar memuaskan masyarakat selaku Wajib Pajak dengan empat
kriteria pokok seorang petugas pajak dalam melayani yaitu :
1. Tingkah laku yang sopan,
2. Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya
diterima Wajib Pajak,
3. Waktu penyampaian yang tepat,
4. Keramahtamahan dari petugas pajak.
Tabel 1.1 Profil KPP Pratama Waingapu
PETA WILAYAH DAN JUMLAH KEPALA KELUARGA
No Wilayah
Kab. Sumba Barat
Daya
1,445.32 309.52 42,088 29,461 14,730 4,013 27 10
4 Kab. Sumba Tengah 1,817.85 146.51 14,128 9,889 4,944 1,548 31 11
Jumlah 10,909.79 989.76 144,826 93,841 46,919 21,406 46 15
KPP Pratama Waingapu yang jauh dari pusat kota serta memiliki wilayah
kerja yang ada di pulau sumba yaitu Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba
Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya. Serta ditambah masih minimnya
pengetahuan Wajib Pajak akan perpajakan sehingga membuat para pekerja
termasuk Kepala KPP Pratama Waingapu melakukan inovasi bagaimana caranya
untuk meningkatkan kepatuhan dari Wajib Pajak. KPP Pratama Waingapu yang
telah mengalami modernisasi sejak 31 Desember 2008 banyak mengalami
perubahan administrasi perpajakan, di samping itu para pegawai yang ada juga
menyesuaikan diri atas perkembangan yang di lakukan Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kepatuhan
menyampaikan SPT Tahunan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
Table 1.2 Perkembangan Penyampaian SPT Tahunan KPP Pratama Waingapu
No. SPT Tahun
Jumlah WP Terdaftar Jumlah SPT Tahunan Rasio Kepatuhan Badan OP
*Sumber dari KPP Pratama Waingapu per 1 Juni 2012
Bila dilihat dari tabel diatas bahwa terjadi kenaikan yang sangat tajam
penyampaian SPT di KPP Pratama Waingapu yang disebabkan koordinasi yang
dilakukan baik di interen pegawai, maupun berkoordinasi dengan instansi vertikal
dilakukan penyampaian informasi yang dilakukan dari media elektronik atau
pemasangan spanduk.
Tabel 1.3 Penerimaan KPP Pratama Waingapu 4 Tahun Terakhir
Tahun
Pencapaian Keterangan 2009 108.968.935.000 135.566.405.100 124,41
2010 163.122.415.082 180.213.316.393 110,48
2011 208.668.443.158 208.958.030.983 100,14
2012 189.440.294.591 37.376.570.123 19,73 Keadaan Per 31 Mei 2012
*Sumber dari KPP Pratama Waingapu
Seiring dengan penyampaian SPT Tahunan yang terus mengalami
peningkatan, serta dengan tingkat pencapaian pendapatan dari sektor pajak yang
terus meningkat di setiap tahunnya, maka dituntut untuk seluruh pegawai KPP
Pratama Waingapu harus mampu menjabarkan dari tugas pokok di struktur yang
diembannya. Tetapi terdapat kendala yang dihadapai di lapangan yaitu tingkat
pelaporan SPT Masa yang disampaikan oleh Wajib Pajak sering terlambat pada
bulan pelaporan sehingga terjadi naik turunya pelaporan.
Dari keterangan diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak di KPP Pratama Waingapu (Penyuluhan Pajak Sebagai Variabel
Moderating).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan,
pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan)
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama
Waingapu?
2. Apakah penyuluhan pajak sebagai variable moderating mempengaruhi
hubungan antara reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan,
pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan)
dengan tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu?
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, penelitian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut :
1. Menemukan bukti empiris pengaruh reformasi administrasi perpajakan
(tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit
khusus pelayanan) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di
KPP Pratama Waingapu,
2. Menemukan bukti empiris penyuluhan pajak sebagai variable moderating
merpengaruhi hubungan antara reformasi administrasi perpajakan
(tindakan yang sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit
khusus pelayanan) terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti terutama
mengenai pengaruh reformasi administrasi perpajakan (tindakan yang sopan,
pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan)
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Waingapu serta
penyuluhan pajak sebagai variable moderating,
b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Waingapu dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak,
c. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5Originalitas
Disini penulis melihat potensi pajak yang dapat digali dengan
menggunakan suatu reformasi administrasi perpajakan yang berupa tindakan yang
sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan guna
meningkatkan kepatuhan Wajib pajak di KPP Pratama Waingapu oleh sebab itu
penulis tertarik mengangkat sebagai judul, dimana peneliti melanjutkan penelitian
dari penulis terdahulu oleh Chaizi Nasucha pada tahun 2003 yang mengangkat
judul Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dimana peneliti menambah satu variable moderating yaitu penyuluhan
pajak, yang memberdakan dengan peneliti terdahulu dimana tempat serta waktu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teoritis
Dari permasalahan yang diangkat dari penelitian, maka dapat dijelaskan
beberapa hal yang berkaitan penulisan ini
2.1.1. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax Policy,
Tax Law dan Tax administration. Sedangkan menurut Undang-undang No 16
tahun 2009 menjelaskan sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara
bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib pajak dapat mengalir
ke kas Negara, untuk itu dalam sistem pajak penghasilan yang dikenal dengan
nama Official Assesment System, Withholding Tax System, Self Assement system.
1. Official Assesment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2. Withholding Tax System yakni suatu sistem perpajakan dimana pihak ketiga
diberi kepercayaan atau diberdayakan (empowerment) oleh undang-undang
perpajakan untuk memotong pajak penghasilan sekian persen dari
penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak.
3. Self Assement system yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
Tugas utama administrasi perpajakan adalah pertama, penyediaan
informasi dan mengarahkan wajib pajak; kedua, melaksanakan pendaftaran,
penatalaksanaan dan memproses pelaporan wajib pajak; ketiga, monitoring
pembayaran pajak; keempat, pengawasan atau pemeriksaan terhadap pelaporan
wajib pajak; kelima, memberikan pelayanan hukum perpajakan.
Sistem perpajakan yang baik terutama harus memperhatikan aspek
kebijakan ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan dalam rangka
mensejahterakan masyarakat dan kemampuan administrasi perpajakan itu sendiri.
Sistem perpajakan yang baik juga harus menggali potensi perpajakan sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang ada. Meminimalkan distorsi terhadap kegiatan
ekonomi, memenuhi keadilan dibidang perpajakan serta kemampuan administrasi
perpajakan meliputi kelembagaan, sistem dan prosedur perpajakan, dukungan
infrasturktur di dalam melaksanakan administrasi perpajakan dan sumber daya
manusia yang kompeten dalam melaksanakan kebijakan perpajakan.
2.1.2. Kepatuhan Wajib Pajak
Pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah (pelayanan umum)
pada perkembangannya dikenal dengan istilah pelayanan publik, berdasarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Umum,
disebutkan bahwa “Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan mengenai
10 prinsip pelayanan publik, yakni :
1. Kesederhanaan, yakni prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan,
2. Kejelasan, yakni persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; Unit
kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian; Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara
pembayaran.
3. Kepastian waktu, yakni pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
4. Akurasi, yakni produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah;
5. Keamanan, yakni proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum;
6. Tanggung jawab, yakni pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan
penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik;
7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yakni tersedianya sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi, dan informatika (telematika);
8. Kemudahan akses, yakni tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, yakni pemberi pelayanan harus
bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan
dengan ikhlas;
10.Kenyamanan, yakni lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat
serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet,
tempat ibadah, dan lain-lain.
Adapun yang digunakan sebagai dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat mengacu pada prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel
yaitu :
a. Prosedur pelayanan, yakni kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya);
d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan;
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat;
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta
saling menghargai dan menghormati;
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan;
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan;
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap
resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Sejak tahun 2000 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memulai langkah
reformasi administrasi perpajakan (tax administration reform) yang menjadi
landasan terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien dan dipercaya
oleh masyarakat. Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di
segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas,
menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga hingga
enam tahun) dengan tujuan tercapainya : pertama, tingkat kepatuhan sukarela
yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi.
Dan ketiga, produktivitas aparat perpajakan tinggi. Dalam jangka pendek,
upaya-upaya yang dilakukan adalah dimungkinkan WP untuk menyampaikan SPT secara
elektronik (e-Filing). Dalam rangka peningkatan pelayanan permohonan restitusi
kepada WP, sedang dikaji agar permohonannya dapat diberikan cukup dengan
penelitian saja.
Disamping itu, peningkatan pelayanan terhadap wajib pajak dilakukan
dengan membangun on-line sistem yang menyangkut pembayaran pajak
(e-payment), pendaftaran NPWP (e-Registration) serta pelaporan SPT (e-Filing),
sehingga WP tidak perlu lagi datang ke kantor pajak, namun cukup melakukan
kegiatan tersebut secara on-line dari rumah/kantor mereka. Dengan demikian
persinggungan antara wajib pajak dengan petugas dapat diminimalisir dan
bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu, reformasi pengawasan terhadap
data (alat pengawasan). Kedua, mengembangkan E-mapping dan smart-mapping
dan ketiga melakukan law enforcement antara lain penyanderaan dan penyidikan.
Sejak tahun 2001 Dirjen pajak telah melakukan kampanye sadar dan peduli pajak.
Kampanye juga dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat seperti kalangan
akademis, politisi, pengusaha, selebritis tokoh agama, tokoh masyarakat dan
LSM-LSM. Upaya membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk
membayar pajak, DJP telah melaksanakan intensifikasi pajak. Intensifikasi adalah
kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak melalui wajib pajak yang
sudah terdaftar, untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kegiatan
intensifikasi ini berupa penyuluhan berbagai ketentuan yang berlaku, memberikan
pelayanan prima kepada wajib pajak, pemeriksaan dan penagihan pajak.
Menurut Hadi (2011) menyebutkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
sendiri telah menempuh berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak, mulai dari (i) sosialisasi; (ii) pendekatan persuasif; (iii) jemput bola; (iv)
pelayanan yang lebih baik; (v) penegakan hukum; hingga (vi) mengajak
tokoh-tokoh bangsa dan masyarakat untuk menjadi panutan dalam segara melaporan
SPT Tahunan PPh-nya. Namun hasilnya masih jauh dari yang diharapkan.
2.1.3. Tindakan yang Sopan 1. Definisi Tindakan yang Sopan
Seperti kita ketahui bersama, semakin besar suatu organisasi, semakin
banyak pula jumlah personil atau tenaga kerja manusia yang dibutuhkan, serta
semakin banyak pula jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan. Demikian pula
dibutuhkan dan semakin sedikit jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Kelangsungan hidup sebuah organisasi sebenarnya berkaitan erat dengan proses
perilaku manusianya yang dapat memperkuat roh atau jiwa bagi kedinamisan
sebuah struktur organisasi. Selain itu organisasi yang baik harus melakukan
pelayanan pada seluruh aspek yang mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi,
seperti pelayanan kepada eksteren ataupun interen.
Dari gambaran singkat diatas dapat ditarik kesimpulan dari pengertian
pelayanan, dimana pelayanan ialah suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau
mengurus apa yang diperlukan orang lain. Dalam pelayanan yang disebut
konsumen (customer) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktifitas
yang dilakukan oleh organisasi atau petugas organisasi pemberi pelayanan.
Sedangkan bila di sektor pemerintahan adalah melihat bagaimana tingkat
kepuasan dari stecholder yang menggunakan pelayanan publik untuk
kelangsungan kegiatan, ini sesuai dengan Undang-undang Kepegawaian Nomor
43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki
kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang
terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS
berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani.
Menurut Mardiyanti dalam konsep dasar pelayanan prima berdasarkan
konsep sikap (attitude) menyebutkan bahwa Sikap yang perlu dimiliki oleh
pegawai berdasarkan konsep pelayanan prima adalah sebagai berikut :
1. Rasa memiliki terhadap instansi,
3. Loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaan,
4. Ingin menjaga martabat dan nama baik instansi.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab seorang pegawai harus
memiliki sikap yang harus dapat di pertanggung jawabkan serta berfikir positif.
Dimana penegrtian dari berfikir positif yaitu berfikir sehat, logis dan masuk akal
(rasional). Untuk memelihara pola berpikir positif ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Melayani pelanggan/masyarakat dengan penuh rasa hormat,
b. Menghindari sikap berprasangka buruk terhadap pelanggan/masyarakat,
c. Tidak mencari atau memanfaatkan kelemahan pelanggan/masyarakat.
Menurut Sondang P. Siagian (2000:3) mengemukakan bahwa organisasi
adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja
bersama secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah
ditentukan dalam visi dan misi, dimana terdapat seorang/beberapa orang yang
disebut atasan dan seorang/beberapa orang yang disebut bawahan sehingga harus
memiliki struktur organisasi yang dapat menjadi prosedur kerja dalam mencapai
tujuan.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-111/PJ./2008 tentang
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2008-2012, menyebutkan
Rencana strategis Direktorat Jenderal Pajak (Renstra DJP) merupakan road map
yang sudah menjadi komitmen seluruh jajaran DJP serta berfungsi untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Pada prinsipnya Renstra DJP harus diketahui,
dihayati, dan dijadikan acuan oleh segenap jajaran pegawai DJP mulai tingkat
pimpinan tertinggi sampai dengan para petugas pelaksana. Oleh karena itu
Saudara diminta untuk memahami makna dari visi, misi, nilai, tujuan, sasaran, dan
strategi DJP serta menyebarluaskan melalui sarana-sarana pembinaan yang ada.
Berdasarkan uraian diatas didapat bahwa suatu organisasi efektif harus ada
struktur organisasi yang menjelaskan tugas yang jelas (job discription), wewenang
(authority), dan tanggung jawab (accountabillity) antar bagian/seksi dalam
organisasi dan hubungan antar personal yang dipercayainya akan menghubungkan
perilaku/individu dan kelompok dalam peningkatan pencapaian, sehingga dengan
demikian struktur organisasi sangat berpengaruh terhadap efektifitas.
2. Konsep Sikap Pelayanan
Berdasarkan konsep sikap, untuk mewujudkan pelayanan prima kepada
pelanggan/masyarakat perlu memperlihatkan kemampuan diri dan penampilan
seseorang atau kelompok secara optimal.
1. Kemampuan diri
Kemampuan diri adalah kemampuan optimal yang harus dimiliki seseorang
dalam memberikan pelayanan berkaitan dengan wawasan pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
2. Penampilan
Penampilan adalah suatu bentuk citra diri yang terpancar pada diri seseorang
2.1.4. Pendidikan Khusus
1. Pengertian Pendidikan Khusus
Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program
reformasi birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah
perbaikan sistem dan manajemen SDM, dan direncanakan perubahan yang
dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan mendesak untuk
dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu sistem
organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi
informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat
berjalan dengan optimal tanpa didukung SDM yang capable dan berintegritas.
Harus disadari bahwa yang perlu dan harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem
dan manajemen SDM, bukan semata-mata melakukan rasionalisasi pegawai,
karena sistem yang baik dan terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan SDM
yang berkualitas. Diharapkan ke depannya DJP dengan sistem administrasi
perpajakan modern akan dapat didukung oleh sistem SDM yang berbasis
kompetensi dan kinerja.
Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP melakukan
pemetaan kompetensi (Competency Mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP
guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun
program mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan ‘soft’ competency saja,
tetapi informasi yang didapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan
kepegawaian yang lebih fair. Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan
dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing jabatan
dianalisis yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem
pengukuran kinerja masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan
dokumentasi SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga
sebagai standar penilaian kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap
seluruh pegawai secara lebih objektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi
jabatannya melalui proyek assessment center. Selisih (gap) antara hasil penilaian
pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang didudukinya dijadikan dasar
perancangan program capacity building (termasuk pendidikan dan pelatihan) yang
lebih fokus dan terarah. Saat ini, DJP sedang mengembangkan berbagai program
pelatihan melalui metode Adult Learning Principles.
2. Fungsi Pendidikan Khusus
Fungsi dari pendidikan khusus dalam pelasanaannya adalah:
1. Sebagai salah satu cara penambahan informasi yang terjadi di setiap
Kantor Pelayanan Pajak khususnya bagi setiap pegawai.
2. Sebagai salah satu penunjang pelayanan kepada masyarakat, khusunya
bagi AR yang berperan untuk konsultasi perpajakan.
3. Sebagai salah satu pemenuhan sistem jenjang karir, khususnya sistem
mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan
akuntabel
3. Ciri-ciri Budaya Organisasi pengembangan pendidikan khusus
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi dalam
a. Inovasi dan pengambilan resiko, sejauh mana karyawan didukung untuk
menjadi inovatif dan mengambil resiko,
b. Perhatian terhadap detail, sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan
kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail,
c. Orientasi hasil, sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut,
d. Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
efek pada orang-orang di dalam organisasi itu,
e. Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim,
ukannya individu,
f. Keagresifan, berkaitan dengan agresivitas karyawan,
g. Kemantapan, organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi
yang sudah baik,
2.1.5. Independensi Pegawai 1. Pengertian Independensi
Independen adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat
dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah mandiri. tidak mengusung
kepentingan pihak tertentu atau organisasi tertentu.
Teori sikap dan perilaku (Theory of Attitude and Behaviour) yang
dikembangkan oleh Triandis (1971), dipandang sebagai teori yang dapat
mendasari untuk menjelaskan independensi. Teori tersebut menyatakan, bahwa
perilaku ditentukan untuk apa orang-orang ingin lakukan (sikap), apa yang mereka
lakukan (kebiasaan) dan dengan konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan.
Sikap menyangkut komponen kognitif berkaitan dengan keyakinan, sedangkan
komponen sikap afektif memiliki konotasi suka atau tidak suka.
Sikap adalah pernyataan evaluatif mengenai seluruh tendensi tindakan,
baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai obyek, orang atau
peristiwa. Sikap merupakan kecenderungan dalam merespon sesuatu. Sikap
bukanlah perilaku, namun sikap menghadirkan suatu kesiapsiagaan untuk
tindakan yang mengarah pada perilaku, sehingga sikap merupakan wahana dalam
membimbing perilaku. Fenomena sikap timbulnya tidak saja ditentukan oleh
keadaan obyek yang sedang dihadapi, tetapi juga oleh kaitanya dengan
pengalaman-pengalaman, oleh situasi pada saat ini, dan oleh harapan untuk masa
yang akan datang.
2.1.6. Fasilitas
Menurut Keputusan Direktur jendral Pajak Nomor KEP-27/PJ/2003 tentang
Tempat pelayanan terpadu pada kantor pelayanan pajak. Tempat pelayanan
terpadu adalah suatu tempat pelayanan perpajakan yang terintregrasi dengan
sistem yang melekat pada kantor pelayanan pajak (KPP) dalam memberikan
pelayanan pajak kepada Wajib Pajak, fasilitas pelayanan dalam Direktorat
Jenderal Pajak di tujukan untuk mempelancar arus informas berua kewajiban serta
hak dari Wajib Pajak. Umumnya bentuk-bentuk fasilitas pelayanan telah
diintregistas dalam sistem tata laksana perpajakan, dalam hal ini disebutkan
a. Mesin nomor urut atau nomor antrian dimana di letakan didekat pintu
masuk, apabila nomor antrian masih menggunakan manual akan di berikan
oleh satpam (tidak boleh diskriminasi). Dimana penggunaan nomor antrian
untuk mencegah saat penyampaian SPT masa atau SPT tahunan tidak
terjadi keributan akibat ketidak teraturan.
b. Tempat duduk untuk menunggu antrian, serta layar informasi yang
berisikan informasi dari Kantor Pusat DJP atau Kantor Pelayanan Pajak
bersangkutan
c. Papan-papan informasi yang berisikan informasi jenis pelayanan dan
prosedur pelayanan, serta petunjuk-petunjuk lain yang memberikan
informasi agar dapat dilaksanakan seperti jadwal pelayanan, visi dan misi
dari Kantor Pelayanan Pajak bersangkutan, dilarang merokok, serta
informasi jenis pelayanan dan prosedur layanan.
d. Brosur pajak yang memberikan informasi tentang Kewajiban dari Wajib
Pajak serta sanksi yang ada akubat kerlambatan menyampaikan kewajiba
e. Alat-alat pendukung seperti Tempat Koran/majalah, tempat sampah,
dispenser, permen di meja counter, papan nama petugas, telivisi yang
berisikan iklan layanan masyarakat serta profil dari Kantor Pelayanan
Pajak, dan lain-lain.
f. Dokumen-dokumen yang disediakan oleh Kantor Pelayanan Pajak berupa
laporan sesuai kewajiban yang di miliki Wajib Pajak, serta alat tulis
pendukung.
g. Tempat khusus untuk melakukan konsultasi apabila Wajib Pajak
Selain itu terdapat hal penting yang harus di lakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak
yaitu menyediakan sumber daya manusia. Dimana dalam pelayanan terbagi atas
dua yaitu pertama petugas inti yang bertugas dalam melakukan pengawasan,
petugas di counter pelayanan, serta petugas konsultasi, yang kedua yaitu petugas
pendukung disini berupa petugas satpam dan petugas kebersihan.
2.1.7. Unit Khusus Pelayanan 1. Deskripsi Kerja
Setelah mordernisasi yang dilakukan banyak perubahan yang dilakukan untuk
menunjang berjalannya sistem yang bersifat transparansi diciptakan lah suatu
struktur organisasi dalam bidang pelayanan. Deskripsi kerja dari struktur
organisasi yang di miliki oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, khususnya pada
bagian pelayanan :
1. Pengawas
Pengawasan adalah kepala seksi pelayanan KPP Moderen atau
Koordinator pelayanan terpadu pada KPP selain KPP Moderen. Juga
mengkoordinasi pelayanan di TPT setiap harinya, memonitor pelaksanaan tugas
dan para petugas di TPT secara berkala pada jam kerja, menerima dan
mencocokan surat atau laporan beserta register harian yang bersangkutan dari
petugas TPT. Menandatangani berita acara yang dibuat petugas TPT dalam hal
terjadi ketidakcocokan antara surat atau laporan dengan register harian
2. Petugas di Counter Pelayanan
Petugas di Counter Pelayanan adalah pegawai yang ditugaskan di TPT dan
merupsksn ujung tombak pelayanan di KPP. Menyiapak peralatan, sarana
administrasi dan kelengkapan TPT sebelum melaksanakan tugas. Melaporkan
sedini mungkin gangguan-gangguan pada aplikasi komputerisasi di TPT kepada
pengawas agar ditangani oleh seksi pengolahan data dan informasi. Mencetak,
menerbitkan dan merekam LPAD/BPS. Merekam surat yang diterima melalui
KP4/KP2KP , tanpa menerbitkan LPAD/BPS.
3. Petugas Counter Konsultasi dan Informasi
Memberikan informasi perpajakan kepada masyarakat dan atau wajib
pajak yang membutuhkan pelayanan informasi perpajakan di TPT. Menyiapkan
segala sarana dan prasarana sebelum melaksanakan tugas di TPT pada hari
tersebut, siaga melayani pertanyaan WP (Wajib Pajak) di meja
konsultasi/helpdesk, memberikan pelayanan dan informasi tentang pembuatan
NPWP/NPPKP dan informasi pajak lainnya, jika perlu mintalah nomor telepon
Wajib Pajak yang berkonsultasi, dalam hal petugas tidak dapat menjawab
pertanyaan WP (wajib Pajak) maka petugas menghubungkan WP (Wajib Pajak)
yang bersangkutan kepada petugas yang berkompeten (AR yang
2.1.8. Penyuluhan Perpajakan
1. Pengertian Penyuluhan Perpajakan.
Peran DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sebagai instansi yang
bertanggungjawab atas sisi penerimaan APBN menjadi semakin penting.
Kinerjanya menentukan realisasi pembiayaan APBN bahkan besaran komitmen
hutang luar negeri yang akan dibuat pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut
diatas, modernisasi perpajakan menjadi keharusan. Modernisasi pada beberapa
aspek sudah dilakukan antara lain dengan perubahan struktur Kantor Pelayanan
Pajak dan pengajuan RUU Perpajakan. Secara keseluruhan modernisasi
perpajakan direncanakan akan tuntas tahun 2009. Modernisasi juga akan
menyentuh kegiatan penyuluhan.
Dimana menurut pengertian penyuluhan perpajakan dalam buku panduan
materi perpajakan menyebutkan penyuluhan perpajakan adalah suatu sistem
penyampaian infomasi, konsultasi dan bimbingan yang secara berkesinambungan
kepada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan
msayarakat yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam melaksanakan
perpajakan.
Selain itu pengertian penyuluhan perpajakan adalah seorang pegawai
perpajakan yang menyampaikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan
2. Tujuan dan Sasaran Penyuluhan Perpajakan
Tujuan penyuluhan perpajakan adalah agar masyarakat pada umumnya
mengerti pentingnya peran pajak dalam keuangan negara. Dimana pajak memiliki
peran penting dalam melakukan pembangunan nasional guna mewujudkan tingkat
kesejahtraan, kemakmuran dan pemerataan pendapatan bagi masyarakat yang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Selain itu penyuluhan perpajakan juga
memiliki tujuan agar masyarakat sadar akan hak dan kewajiban dalam
melaksanakan sistem perpajakan, serta bendahara pemerintah yang mengawasi
keuang yang di tunjuk untuk memotong, menyetorkan dan melaporkan pajak.
Sasaran yang di prioritaskan dalam penyuluhan pajak adalah masyarakat
pada umumnya, perusahaan yang melakukan kegiatan usaha, serta aparatur negara
yang mengelola keuangan negara. Secara umum sasaran penyuluhan adalah agar
masyarakat yang belum mengetahui sistem perpajakan, konsultan pajak yang
membantu masyarakat, instansi pemerintah yang melakukan pemotongan dan
penyetoran pajak atas kegiatan yang dilakukan.
Di zaman modernisasi sekarang ini penyuluhan pajak akan dilakukan
dalam bentuk perluasan media dan target sasaran penyuluhan. Untuk itu beberapa
kegiatan penting akan dilakukan yaitu: penyuluhan langsung ke sekolah dan
instansi pemerintah, optimalisasi web-site, pembuatan buku panduan untuk Wajib
Pajak (WP) bisnis tertentu, pemuatan materi pajak pada kurikulum sekolah hingga
pembentukan call centre.
2.2. Review Peneliti Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Nasucha (2003) menguji pengaruh reformasi
reformasi administrasi perpajakan berpengaruhi positif atas variabel kepatuhan wajib pajak.
Penelitian Handayani (2008) meneliti analisa hubungan tingkat kepatuhan
wajib pajak orang pribadi dengan penerimaan pajak pada KPP Pekan Baru, dan
hasilnya variabel tingkat kepatuhan berpengaruhi positif atas penerimaan pajak
Penelitian Prahastuti (1999) meneliti peranan penyuluhan pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, dan hasilnya
variable penyuluhan mempengaruhi secara positif kewajiban perpajakan.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu dan Hasil Penelitian
NO Nama / Tahun Penelitian
Judul Variabel Hasil Yang
Diperoleh Perpajakan yang terdiri dari subvariabel Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi, dan Budaya Organisasi
2. Idependen Variabel: Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Reformasi administrasi Perpajakan berpengaruhi positif atas variabel
Kepatuhan Wajib Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan Penerimaan Pajak Pada KPP Pekan baru
1. Dependen Variabel:
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
2. Independen variabel:
Penerimaan Pajak
1.Dependen Variabel:
Penyuluhan Perpajakan 2. Independen variabel:
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Melalui reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang berfokus pada perbaikan pada tindakan yang sopan,
pendidikan khusus, independensi, fasilitas, serta unit khusus pelayanan yang
diambil guna meningkatkan pelayanan serta kepatuhan wajib pajak dalam
membayar dan melaporkan SPT ke kantor pelayanan yang ada di wilayah kerja
wajib pajak, terutama di KPP Pratama Waingapu.
Tindakan yang sopan merupakan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat (Wajib Pajak) selaku stacholder yang membutuhkan informasi,
sehingga dapat memenuhi kewajibanya dalam menyampaikan SPT masa atau SPT
tahunan.
Pendidikan khusus merupakan salah kunci utama pegawai pajak dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat (Wajib Pajak). Pendidikan yang harus
diterima adalah ilmu pajak yang mengikuti perkembangan zaman, dimana
masyarakat yang mengalami kendala dalam memperhitungkan besaran pajak yang
harus dibayarkan ke negara, sehingga dapat memacu kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajibannya.
Independensi merupakan bukti berpihakan dari pegawai dalam
memberikan pelayanan. Hal ini merupakan cermin dari sikap Direktorat Jenderal
Pajak dalam mencegah korupsi, sehingga dapat menimbulkan kesadaran bagi
Fasilitas merupakan sarana dan prasarana yan disediakan kantor dalam
mempelancar proses pelayanan pajak, sarana dan prasarana yang disediakan
berupa alat-alat pendukung pelaporan, seperti blako SPT masa atau SPT tahunan,
brosur-brosur informasi pengisian dan perhitungan dari SPT yang dilaporkan,
sehingga Wajib Pajak dapat dengan mudah memenuhi kewajibannya.
Bila melihat kondisi alam Indonesia dan Sumber Daya Manusia yang ada
sehingga untuk memperlancar Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya di
perlukan unit khusus pelayanan. Unit khusus pelayanan berperan dalam
membantu Wajib Pajak.
Penyuluhan merupakan suatu cara yang dikukan Direktorat Jendral Pajak
untuk menayampaikan apa yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajibannya. Penyuluhan dilakukan ke Wajib Pajak yang belum
terdaftar dan Wajib Pajak memiliki potensi besar.
Berdasarkan uraian teori diatas dan rumusan masalah penelitian
mengidentifikasi 5 independen variable yaitu tindakan yang sopan (X1),
pendidikan khusus (X2), independensi (X3), fasilitas (X4), dan unit khusus
pelayanan (X5
Dimana kerangka konseptual yang dilakukan penulis dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
) yang diperkirakan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak
(Y) secara simultan dan parsial , serta variable moderating yaitu penyuluhan pajak
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Dalam Reformasi Administrasi Perpajakan (X1) terdapat lima fokus utama
yang berpengaruh yaitu tindakan yang sopan (X1), pendidikan khusus (X2),
independensi (X3), penggajian (X4), dan unit khusus pelayanan (X5) dimana akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak (Y) dalam menyampaikan
kewajibannya dimana penyuluhan pajak (Z) juga mempengaruhi tingkat
kepatuhan wajib pajak (Y).
3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dikembangkan dari telaah teroritis dan
penelitian terdahulu sebagai jawaban sementara dari masalah atau pernyataan
yang memerlukan pengujian secara empiris. Dengan demikian dikemukakan
hipotesis yang berkaitan dengan penulisan ini yaitu:
Tingkat Kepatuhan WP
(Y)
Penyuluhan Pajak (Z) Reformasi Administrasi
Perpajakan (X)
Tindakan yang sopan (X1)
Unit khusus pelayanan (X5)
Pendidikan khusus (X2)
Independensi (X3)
H1 : Reformasi administrasi Perpajakan (tindakan yang sopan (X1), pendidikan
khusus (X2), independensi (X3), fasilitas (X4), dan unit khusus pelayanan
(X5
H
)) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (Y) di KPP
Pratama Waingapu,
2 : Penyuluhan pajak (Z) sebagai variable moderating mempengaruhi hubungan antara reformasi administrasi Perpajakan (tindakan yang sopan
(X1), pendidikan khusus (X2), independensi (X3), fasilitas (X4), dan unit
khusus pelayanan (X5)) terhadap tingkat kepatuhan pajak di KPP Pratama
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian kausal yaitu untuk
melihat hubungan beberapa variabel yang belum pasti, menurut umar (2008)
menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna penelitan yang bersifat eksperimen
dimana variabel independen di perlukan secara terkendali oleh penelitian untuk
melihat dampak pada variabel dependen secara langsung.
4.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakuka di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Waingapu.
Adapun rencana waktu penelitian yakni selama 16 minggu (Oktober s.d Desember
2012)
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam peneitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Waingapu yang berjumlah 20.794 orang. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling, dengan tujuan untuk mendapatkan
sampel yang representatives sesuai dengan kriteria yang di tentukan. Adapun
kriteria sampel yang akan digunakan sebagai berikut:
1. Menyampaikan SPT Tahunan orang pribadi maupun badan selama tahun
2. Tepat waktu menyampaikan SPT masa PPh dan PPN
3. Memiliki data lengkap yang ada di SIDJP
Dari kriteria diatas di dapat bahwa Jumlah sampel sebanyak 200 Wajib Pajak.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Dimana sumber data
dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut Sermayanti dan Syarifudin
Hidayat (2011) menyebutkan data primer merupakan data yang dikumpulkan
melalui pihak pertama (biasanya dapat melalui angket, wawancara, jajak pendapat
dan lain-lain). Dimana penelitian ini menggunakan kuesioner yang memodifikasi
dari kuesioner yang peneliti terdahulu Nasucha (2003)
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (indenpendent
variable), variabel terikat (dependent variable) dan variabel moderating
(moderating variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tindakan yang
sopan, pendidikan khusus, independensi, fasilitas, dan unit khusus pelayanan
sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan wajib
pajak di kantor pelayanan pajak pratama waingapu serta penyuluhan Pajak
sebagai variable moderating.
Tabel 4.2. Operasional Variabel Variabel Definisi
Operasional
Instrument Skala Pengukuran Variabel Dependen
Tindakan yang sopan (X1
Sikap yang diberikan kepada Wajib Pajak
) Kuesioner Interval
Pendidikan khusus
Kuesioner Interval
Independensi(X3 Ketidak berpihakan pegawai
)
Kuesioner Interval
Fasilitas (X4 Penyediaan alat-alat pendukung
)
Kuesioner Interval
Unit khusu pelayanan (X5
Badan yang dibentuk untuk mempermudah kepatuhan WP dala, mendaftar dan melaporkan SPT Masa maupun SPT Tahunan kepada Wajib Pajak
Kuesioner Interval
4.6 Metode Analisa Data
Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian
ini adalah regresi linier berganda (Multipple Regression Analysis). Untuk
membuktikan hipotesis maka digunakan alat uji sebagai berikut :
Keterangan :
Y = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
X1 X
= Tindakan yang Sopan
2 X
= Pendidikan Khusus
3 X
= Independensi
4 X
= Fasilitas
5
Z = Penyuluhan Pajak = Unit Khusus Pelayanan
α = Konstanta ε = Error Term
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen digunakan uji anova atau F-test. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen secara parsial terhadap
variabel dependen digunakan t-test. Sebelum dilakukan uji F dan uji t dilakukan
uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
4.6.1. Uji Asumsi Klasik
Suatu instrumen pengamatan dinyatakan layak untuk diteliti bila variabel
penelitian terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, antara lain asumsi
multikolinieritas, heteroskesdastisitas dan autokorelasi.
a. Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi
menunjukkan variansi antar variabel tersebar dan tidak sama. Untuk mendeteksi
diatas sumbu 0 maka dapat dikatan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
(Ghozali, 2005)
b. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar
variable bebas (independent). Model yang baik seharusnya tidak terjadsi adanya
korelasi antara variabel bebas. Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas,
yaitu dengan menganalisis nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF) <
10 dan nilai tolerance < 1.
c. Uji Autokorelasi
Digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya
autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson (DW), yaitu dengan membandingkan
nilai DW statistik dengan DW table. Apabila nilai DW statistik terletak pada
daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi (Sujoko
et.al. 2008).
Uji ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan
adanya autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson (DW), yaitu dengan
membandingkan nilai DW statistic dengan DW table. Untuk mengetahui adanya
autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, dengan kriteria menurut Santoso
(2005 : 242) dengan cara melihat besaran Durbin-Watson sebagai berikut :
•Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
•Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
4. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut
Erlina (2007), ada beberapa cara mengubah model regresi menjadi normal yaitu :
1. Melakukan transformasi data ke bentuk lainnya.
2. Melakukan trimming yaitu membuang data out lier
3. Melakukan winsonizing yaitu mengubah nilai data out lier ke suatu nilai
tertentu.
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal yakni
dengan analisis grafik (grafik PP Plot dan Histogram) dan uji statistik (Uji
Kolmogorov Smirnov). Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov
Smirnov, distribusi data dikatakan normal jika signifikansi > 0,05. Apabila nilai
signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal.
4.6.2 Uji Hipotesis
Cara yang dapat dilakukan untuk membuktikan hipotesis maka digunakan
alat uji sebagai berikut :
1. Uji F, dengan maksud menguji apakah secara simultan variable bebas
berpengaruh terhadap variable tidak bebas, dengan tingkat keyakinan 95 % (α
= 0,05).
Urutan uji F :