• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Salmonella enterica I serotype typhi pada Bakso Yang Dijajakan Di Area Kampus Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deteksi Salmonella enterica I serotype typhi pada Bakso Yang Dijajakan Di Area Kampus Universitas Sumatera Utara"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Baker, Stephen, Dougan, Gordon 2011, The Genome of Salmonella enterica Serovar Typhi, viewed 6 May 2011,

Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A 2005, Mikrobiologi

Kedokteran, 1st ed, Jakarta, Salemba Medika, p 364-369.

Chart, H 2002, In: Greenwood, David, et al (eds), Medical Microbiology: A Guide to Microbial Infections, 16th ed, UK, Churchill Livingstone, p 251-259. Crump, John A., Luby, Stephen P, Mintz, Eric D 2004, The Global Burden of

Typhoid Fever, WHO, viewed 1 April 2011,

Dzen, Sjoekoer M., et al 2003, Bakteriologi Medik, Ed. 1, Malang, Bayumedia Publishing, p 187-197 & 223-234.

Fauci, Anthony S, et al 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed, USA, McGraw Hill Companies, Inc, p 957-958.

Forbes, Betty A., Sahm, Daniel F., Weissfeld, Alice S 2007, Diagnostic Microbiology, 12th ed, USA, Mosby Elsevier.

Fox, Alvin 2011, Enterobacteriaceae, Virbio, Campylobacter, and Helicobacter, viewed 21 December 2011,

Ginting, Edisa Putra 2005, Kandungan Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. pada Daging Burger yang Dijual di Sekitar Kampus USU Medan, viewed 27 March 2011,

(2)

Kelleher, Kevin 2004, Selective and Differential Media, viewed 21 December 2011,

Kendall, P 2008, Bacterial Foodborne Illness viewed 12 December 2011,

Koswara, Sutrisno 2006, Bahaya di Balik Kemasan Plastik, viewed 10 December 2011,

Lund, Barbara M., Baird-Parker, Tony C., Glould, Graham W 2000, The Microbiological Safety and Quality of Food, USA, Aspen Publisher, p 1396-1397.

Madappa, Tarun 2011, Eschericia coli infection, viewed 10 December 2011,

Menkes RI 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003, viewed 1 May 2011,

Michael, Jillian 2005, Calories in Clean Eating Magazine Meatball Sub with Roasted Veggies and Tomato Sauce, viewed 22 December 2011,

Molbak, Kare, Olsen, John E., Wegener, Henrik C 2006, Salmonella infections, viewed 12 December 2011,

(3)

Nester, Gene 2004, Microbiology: A Human Perspective, 4th ed, USA, MacGraw Hill Companies.

Ochiai, R. Leon, et al 2008, A Study of Typhoid Fever in Five Asian Countries: Disease Burden and Iimplications for Control, WHO, viewed 1 April 2011,

Panitia Penyelenggara ICD/SEAMO-TROPMED UI. 2004. Laporan Seminar dan Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan; Penyakit Akibat Pangan : Bahaya Salmonella spp. Viewed 2 April 2011,

Pollack, David V 2003, Salmonella enteric typhi, viewed 21 December 2011,

Retamal, Patricio, et al, Modified Intracellular-Associated Phenotypes in A Recombinant Salmonella Typhi Expressing S. Typhimurium SPI-3 Sequences, Universidad Andres Bello, viewed 3 May 2011

Riemann, Hans P 2006, Foodborne Infextion and Intoxications, 3th ed, British, Elsevier Academic Press, p 353-354.

Rotger, Rafael, Casadesus, Josep 1999, The Virulance Plasmid of Salmonella, viewed 3 May 2011,

Santos, R. L., Tsolis, R. M., Baumler A. J., Adams, L. G 2003, Pathogenesis Salmonella-Induced Enteritis, viewed 3 May 2011,

Saroj, Sunil D., Shashidhar, R., Karani, Manisha, Bandekar,Jayant R 2008, Distribution of Salmonella Pathogenicity Island (SPI)-8 and SPI-10 among Different Serotypes of Salmonella, viewed 1 May 2011,

(4)

Seth, Helena M. B 2008, SPI-7: Salmonella’s Vi-Encoding Pathogenicity Island, viewed 3 May 2011,

Singh, Sarman 2001, Symposium: Typhoid Fever, Pathogenesis and Laboratory Diagnosis, 3 May 2011,

Struble, Kelley 2011, Proteus Infection, viewed 10 December 2011,

Sujudi 1993, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi revisi, Jakarta, FK UI. Umeh, Obiamiwe 2011, Klebsiella infection, viewed 10 December 2011,

Universitas Sumatera Utara 2007, Lokasi Kampus, viewed 10 December 2011,

Wain, John, et al 2005, Vi Antigen Expression in Salmonella enterica Serovar Typhi Clinical Isolates from Pakistan, American Society for Microbiology, viewed 1 May 2011,

WHO 2007, Foodborne Safety and Foodborne Illness, viewed 1 April 2011,

WHO 2003, Global Sal-Surv, WHO, viewed 6 May 2011,

Widodo, Djoko 2006, Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk (eds), Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Ed. 4, Jakarta, FK UI, p 1752-1756.

(5)

Wijaya, Awi Muliadi 2011, Data 10 Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit di

Indonesia, viewed 12 December 2011,

Zhou, Liqing, Pollard, Andrew J, 2010, A Fast and Highly Sensitive Blood Culture

PCR Method for Clinical Detection of Salmonella enterica Serovar Typhi, University of Oxford, viewed 1 May 2011,

(6)

DETEKSI Salmonella entérica I SEROTYPE TYPHI PADA BAKSO YANG DIJAJAKAN DI AREA KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2011

Oleh :

RUMONDANG ANNA HELMINA MARBUN 080100252

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(7)

DETEKSI Salmonella entérica I SEROTYPE TYPHI PADA BAKSO YANG DIJAJAKAN DI AREA KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH Oleh :

RUMONDANG ANNA HELMINA MARBUN 080100252

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

DETEKSI Salmonella entérica I SEROTYPE TYPHI PADA BAKSO YANG DIJAJAKAN DI AREA KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2011

Yang dipersiapkan oleh:

RUMONDANG ANNA HELMINA MARBUN 080100252

Telah Diuji dan Disetujui oleh Tim Penguji pada Tanggal 20 Desember 2011 Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Sri Amelia, M.Kes. dr. Imam Budi Putra, Sp.KK NIP. 197409132003122001 NIP. 196507252005011001

Penguji II

dr. Elmeida Effendi, Sp.KJ NIP. 197205011999032004 Medan, Desember 2011

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dekan

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena karya tulis ilmiah yang berjudul ”Deteksi Salmonella enterica I serotype typhi pada bakso yang dijajakan di area kampus Universitas Sumatera Utara” dapat dirampungkan.

Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai sarjana kedokteran dan juga untuk menambah literatur penelitian yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Dalam proses penyelesaian tulisan ini, banyak pihak yang turut berperan serta. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr Sri Amelia, M.Kes., yang telah dengan sabar membimbing saya dan memberikan banyak masukan yang membuat penelitian ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

3. dr Imam Budi Putra, Sp.KK dan dr Elmeida Effendi, Sp.KJ selaku dosen penguji.

4. dr Zainuddin Amir, Sp.P (K) selaku dosen pembimbing akademik saya.

5. Analis Laboratorium Mikrobiologi FK USU, yang telah membantu saya dalam proses pengerjaan selama di laboratorium.

6. Ayahanda, Posma Marbun, S.Pd, dan ibunda, Priska Sitorus, S.Pd, yang telah banyak memberikan dukungan spiritual melalui doa-doanya, dukungan moral melalui nasihat-nasihatnya, dan dukungan materil. Kepada adinda, Leo Pripos Marbun, yang mau memberikan sedikit perhatian dan semangat mengenai penelitian yang telah saya laksanakan.

(10)

penelitian. Semoga penjualan bakso semakin baik diikuti kualitas bakso yang semakin baik.

8. Teman-teman yang telah bersama saya selama proses pengerjaan tulisan ini. Kepada Widya dan Namira yang telah bersama mengerjakan proposal sampai kepada hasil akhir. Solita, Yusda, Novi, Hijria, Mila, dan Nova, yang telah bersama mengikuti kegiatan perkuliahan. Lisa, Naomi, Maria, dan banyak teman lainnya yang juga memberikan semangat melalui kebersamaan setiap hari di kampus. Dan juga kepada teman-teman di luar kampus yang telah memberikan keceriaan dan semangat yang baru terus-menerus.

9. Para dosen Fakulatas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan secara tak langsung yang juga menjadi saran bagi karya tulis saya. Juga kepada para staf pegawai yang telah membantu dalam proses administrasi.

Demikianlah karya tulis ini diselesaikan sedemikian rupa agar kiranya memberi manfaat bagi para pembaca dan ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2011 Hormat saya, Penulis

(11)

ABSTRAK

Latar belakang Salmonellosis merupakan infeksi akibat pangan paling sering dengan Salmonella enterica I serotip typhi sebagai penyebab utama. Bakteri ini dapat tumbuh pada makanan yang mengandung daging, seperti bakso.

Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya kontaminasi Salmonella enteric I serotip typhi pada bakso yang dijajakan di area kampus Universitas Sumatera Utara.

Objek dan Metode Objek penelitian adalah bakso yang diteliti dengan menggunakan uji laboratorium dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil Dari 20 sampel bakso yang diteliti, ternyata tidak ada bakso yang mengandung Salmonella enterica I serotip typhi. Namun, ditemukan adanya kontaminasi dari enterobacteriaceae lain; Citrobacter (30%), E. coli (20%), Proteus (20%), Klebsiella (15%).

Kesimpulan Tidak ditemukan bakteri Salmonella enterica serotip typhi I pada 20 bakso yang dijajakan di area kampus USU, namun ditemukan adanya bakteri lain yang bukan S. typhi, seperti Citrobacter dan E. coli.

(12)

ABSTRACK

Background Salmonellosis is the most frequent food-borne infection which Salmonella enterica I serotype typhi as the main cause. These bacteria can be growing in such foods containing meat, such as meatballs.

Purpose The purpose of this study was to see whether there is a contamination of Salmonella enterica I serotyphe typhi in the meatballs sold on University of Sumatera Utara campus area.

Object and Methods The object of the research is the meatballs which are identified by a laboratory test and then analyzed by descriptive method.

Findings Among the 20 meatball samples studied, there was no meatball containing Salmonella enterica I serotyphe typhi. However, there was contamination of enterobacteriaceae found; Citrobacter (30%), E. coli (20%), Proteus (20%), Klebsiella (15%).

ConclusionThere was no Salmonella enterica I serotype typhi found in the 20 meatballs sold on the USU campus area, but there was found the presence of the other bacteria, such as Citrobacter and E. coli.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.A. Latar belakang ... 1

1.B. Rumusan masalah... 2

1.C. Tujuan penelitian ... 2

1.D. Manfaat penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.A. Salmonella ... 4

2.B. Salmonella typhi ... 6

2.B.1. Morfologi ... ... 7

2.B.2. Penentu patogenitas, patogenesis, dan patologi ... 7

2.B.3. Gejala klinis demam tifoid ... 11

2.B.4. Patofisiologi demam tifoid ... 11

2.B.5. Diagnosis laboratorium ... 12

(14)

2.C. Enterobacteriaceae lainnya ... 17

2.D. Bakso ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 18

3.A. Kerangka konsep ... 18

3.B. Defenisi operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.A. Rancangan penelitian ... 20

4.B. Lokasi dan waktu penelitian ... 20

4.C. Populasi dan sampel penelitian ... 20

4.D. Metode pengumpulan data ... 21

4.E. Metode analisis data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.A. Hasil penelitian ... 26

5.B. Pembahasan ... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6.A. Kesimpulan ... 32

6.B. Saran ... 32

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella ... 4 Tabel 2.2. Contoh penggolongan dengan menggunakan antigen ... 5 Tabel 2.3. Interpretasi pemeriksaan laboratorium ... 15 Tabel 2.4. Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semi solid dan

gula-gula pendek ... 15 Tabel 2.5. Perkiraan kandungan gizi pada bakso ... 17 Tabel 4.1. Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan

gula-gula pendek ... 24 Tabel 5.1. Hasil pemeriksaan Salmonella enteric serotype typhi I pada bakso

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. S. typhi pada di bawah mikroskop ... 7

Gambar 2.2. S. typhi pada McConkey ... 7

Gambar 2.3. Skema patofisiologi S. typhi ... 12

Gambar 2.4. SS agar ... 13

Gambar 3.1. Kerangka konsep ... 18

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup

Lampiran 2 Lembar persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

Lampiran 3 Surat pernyataan penelitian dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4 Lembar penjelasan Lampiran 5 Lembar persetujuan

(18)

ABSTRAK

Latar belakang Salmonellosis merupakan infeksi akibat pangan paling sering dengan Salmonella enterica I serotip typhi sebagai penyebab utama. Bakteri ini dapat tumbuh pada makanan yang mengandung daging, seperti bakso.

Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya kontaminasi Salmonella enteric I serotip typhi pada bakso yang dijajakan di area kampus Universitas Sumatera Utara.

Objek dan Metode Objek penelitian adalah bakso yang diteliti dengan menggunakan uji laboratorium dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil Dari 20 sampel bakso yang diteliti, ternyata tidak ada bakso yang mengandung Salmonella enterica I serotip typhi. Namun, ditemukan adanya kontaminasi dari enterobacteriaceae lain; Citrobacter (30%), E. coli (20%), Proteus (20%), Klebsiella (15%).

Kesimpulan Tidak ditemukan bakteri Salmonella enterica serotip typhi I pada 20 bakso yang dijajakan di area kampus USU, namun ditemukan adanya bakteri lain yang bukan S. typhi, seperti Citrobacter dan E. coli.

(19)

ABSTRACK

Background Salmonellosis is the most frequent food-borne infection which Salmonella enterica I serotype typhi as the main cause. These bacteria can be growing in such foods containing meat, such as meatballs.

Purpose The purpose of this study was to see whether there is a contamination of Salmonella enterica I serotyphe typhi in the meatballs sold on University of Sumatera Utara campus area.

Object and Methods The object of the research is the meatballs which are identified by a laboratory test and then analyzed by descriptive method.

Findings Among the 20 meatball samples studied, there was no meatball containing Salmonella enterica I serotyphe typhi. However, there was contamination of enterobacteriaceae found; Citrobacter (30%), E. coli (20%), Proteus (20%), Klebsiella (15%).

ConclusionThere was no Salmonella enterica I serotype typhi found in the 20 meatballs sold on the USU campus area, but there was found the presence of the other bacteria, such as Citrobacter and E. coli.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit infeksi yang tinggi yang didominasi oleh infeksi saluran nafas disusul oleh infeksi saluran cerna, kemudian infeksi lainnya seperti infeksi saluran kemih, kulit, bahkan infeksi sistemik (Wijaya, 2011). Pada infeksi saluran cerna, salah satu faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi adalah kecenderungan untuk tidak menjaga kebersihan, terutama dalam masalah makanan dan minuman.

Di Indonesia, Medan khususnya, penjualan makanan dilakukan secara bebas. Ini sebabnya banyak ditemukan penjaja jajanan di berbagai tempat, termasuk di tepi jalan umum. Jajanan yang umum dikenal dan banyak diminati adalah bakso. Bakso merupakan jajanan yang menggunakan daging sebagai bahan dasarnya. Jajanan ini dikemas dalam berbagai variasi bentuk, dipadu dengan mie dan kuah, dibakar seperti sate, ataupun hanya diberi tambahan saus. Pedagang bakso sendiri dapat ditemukan di berbagai rumah makan, warung sederhana, maupun pedagang keliling yang menggunakan gerobak.

Adanya kandungan daging pada bakso memungkinkan bakso dapat terkontaminasi oleh salmonella karena salmonella dapat berkembang biak pada makanan yang mengandung telur, susu, daging, dan coklat. Salmonella merupakan salah satu bakteri patogen yang sering menginfeksi manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Brooks, 2005). Infeksi bakteri Salmonella akan menyebabkan salmonellosis yang tercatat sebagai penyakit akibat pangan yang utama di dunia (WHO, 2011). Pada seminar dan workshop jejaring intelijen pangan (2004) di Universitas Indonesia dikatakan bahwa infeksi akibat salmonella merupakan masalah kesehatan global yang sangat serius, terbukti dengan diadakannya GSS (Global Salmonella Survey) pada tahun 2000.

(21)

terdapat 47.500 kasus yang dilaporkan walaupun banyak kasus-kasus yang tidak dilaporkan (Nester, 2004). Ochiai (2008) mengkatogerikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kejadian endemik salmonellosis tertinggi di Asia setelah Cina dan India, dan diikuti Pakistan dan Vietnam.

Salmonellosis dapat disebabkan oleh beberapa varian Salmonella, yakni Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia (Brooks, 2005). Namun yang paling banyak menginfeksi dan menyebabkan penyakit adalah Salmonella typhi, yakni penyebab demam tifoid (Brooks, 2005).

Insiden infeksi Salmonella typhi yang menyebabkan demam tifoid pada anak usia 2-5 tahun sebanyak 573,2 di Pakistan, 340,1 di India, dan 148,7 di Indonesia per 100 000 orang setiap tahunnya dan hampir sama untuk usia sekolah dan dewasa (Ochiai, 2008).

Di Indonesia sendiri kasus salmonellosis akibat Salmonella typhi mencapai 33,1 per 1000 dengan kejadian yang sama pada semua tingkat usia (Ochiai, 2008). Dengan demikian, kejadian salmonellosis bukan merupakan kejadian langka di Indonesia.

Melihat angka kejadian salmonellosis dan banyaknya jajanan bakso di seputaran kampus USU, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada kontaminasi Salmonella typhi pada bakso yang dijual di seputaran kampus Universitas Sumatera Utara.

1.B. Rumusan masalah

Apakah ditemukan bakteri Salmonella typhi pada jajanan bakso yang dijajakan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara?

1.C. Tujuan penelitian

(22)

1.D. Manfaat penelitian 1.D.1. Aspek teoritis

1.D.1.a. Untuk menambah data mengenai kontaminasi Salmonella typhi pada jajanan bakso di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

1.D.2. Aspek praktis

1.D.2.a. Bagi konsumen bakso, agar dapat memilah bakso sebagai jajanan sehat atau tidak sebagai suatu langkah pencegahan dari infeksi Salmonella.

1.D.2.b. Bagi pedagang, agar lebih menjaga higienisitas dari bakso yang didagangkan.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.A. Salmonella

Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae (Brooks, 2005).

Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari 2400 serotipe dari antigen bakteri ini (Winn, 2006).

Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam subspesies (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella

Spesies Subspesies

Salmonella enterica S. enteric subsp. enteric (I)

S. enteric subsp. salamae (II)

S. enteric subsp. arizonae (IIIa)

S. enteric subsp. diarizonae (IIIb)

S. enteric subsp. houtenae (IV)

S. enteric subsp. indica (VI) Salmonella bongori (V)

(24)

Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H.

Antigen O, berasal dari bahasa Jerman (Ohne), merupakan susunan senyawa lipopolisakarida (LPS). LPS mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O-spesifik atau antigen dinding sel. Antigen ini terdiri dari unit-unit oligosakarida yang terdiri dari tiga sampai empat monosakarida. Polimer ini biasanya berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah sebabnya antigen ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup secara serologis. Region II merupakan bagian yang melekat pada antigen O, merupakan core polysaccharide yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat (KDO). Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada lima atau enam asam lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-lipoprotein dinding sel (Dzen, 2003).

Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada flagela dari bakteri ini, yang disebut juga flagelin. Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan dengan pemanasan atau dengan menggunakan alkohol. Antibodi untuk antigen ini terutamanya adalah IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi. Antigen ini memiliki phase variation, yaitu perubahan fase salam satu serotip tunggal. Saat serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-2 sedang disintesis (Chart, 2002).

Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri enteric (Dzen, 2003). Antigen ini mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari bakterinya. Pada salmonella, antigen K dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, antigen menentukan klasifikasi dari Salmonella, yakni ke dalam serogrup dan serotipnya seperti contoh pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Contoh penggolongan dengan menggunakan antigen

(25)

grup Fase-1 Fase-2 K

S. enteriditis bioserotip parathypi A bioserotip parathypi B bioserotip parathypi c

A B C 1,2,12 1,4,5,12 6,7 a b c - 1,2 1,5 - - Vi

S. typhi D 9,12 d - Vi

Sumber: Departemen Mikrobiologi FKUI, 1994

Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia, namun kebanyakan Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti babi, hewan pengerat, ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis salmonella tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering (Brooks, 2005).

2.B. Salmonella typhi

Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella typhi sebenarnya tidak benar. Taksonomi S. typhi adalah sebagai berikut.

Phylum : Eubacteria Class : Prateobacteria Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

Species : Salmonella enterica Subspesies : enteric (I)

Serotipe : typhi

Karena itu, penamaan yang benar adalah S. enterica subgrup enteric serotip typhi, ataupun sering dipersingkat dengan S. enteric I ser. typhi. Namun penamaan Salmonella typhi telah umum digunakan karena lebih sederhana sehingga penamaan ini lebih sering digunakan dalam tulisan ini.

(26)

S. typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut sebagai facultative intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan (Dzen, 2003).

Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous flagella sehingga bersifat motil. S. typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan mannosa. Organisme ini juga menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit (Winn, 2006). Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama (Brooks, 2005).

2.B.2. Penentu Patogenitas, Patogenesis dan Patologi

S. typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam enterik, yakni demam tifoid. Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi menentukan infection rate.

2.B.2.a. Penentu patogenitas

Antigen Vi dari serotip S. typhi merupakan bentuk antigen K. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Vi mempunyai sifat antiopsonik dan antifagositik, mengurangi sekresi TNFα terhadap S enterica ser. thypi

Gambar 2.1. S. typhi di bawah mikroskop

Sumber: Kunkel (2001) dalam Pollack, 2003

Gambar 2.2. S. typhi pada McConkey

(27)

oleh makrofag inang, meningkatkan resistensi bakteri terhadap oxidative killing (Wain, 2005). Antigen Vi meningkat infektivitas dari S. thypi dan keparahan penyakitnya.

Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein komplemen, host cationic proteins, dan interaksi dengan makrofag. Antigen O memberikan perlindungan dari serum normal karena adanya complement-activating A dan LPS core polysaccharides. Selain itu, antigen O juga mencegah aktivasi dan deposisi faktor komplemen (Dzen, 2003).

Plasmid virulensi untuk Salmonella hanya ditemukan pada beberapa serotip dari subgrup I saja, salah satunya S. typhi. Plasmid virulensi ini penting untuk multiplikasi bakteri di sistem retikuloendotelial. Namun, beberapa mengatakan bahwa plasmid tidak menentukan keparahan dari invasi bakteri karena perannya yang hanya bekerja di luar sel-sel intestinal. Berdasarkan penelitian, plasmid ini hanya membantu replikasi bakteri di makrofag (Rotger, 1999).

S. typhi juga diduga memiliki adhesion yang berasal dari Outer Membrane Protein (OMP) dengan berat molekul sekitar 36kDa, yang kemudian dikenal sebagai Adh036. Adh036 ini bersifat imunogenik dan mampu menginduksi respon imun mucosal dengan terbentuknya SIsA protektif pada mencit (Dzen, 2003).

Seperti halnya semua bakteri basil enterik, S. typhi juga menghasilkan endotoksin. Endotoksin merupakan senyawa lipopolisakarida (LPS) yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri. Di peradaran darah, endotoksin ini akan berikatan dengan protein tertentu kemudian berinteraksi dengan reseptor yang ada pada makrofag dan monosit serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan IL-1, TNF, dan sitokin lainnya. Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin, namun hanya sedikit sekali (Dzen, 2003)

(28)

sebagai Salmonella Patogenicity Island sering disingkat dengan SPI (Retamal, 2010). SPI berfungsi dalam menambah fungsi virulensi yang kompleks oleh bakteri terhadap inang yang diinfeksinya (Saroj, 2008). Hensel (2004), Chiu (2005), Vernikos & Parkhill (2006) dalam Saroj (2008) mengatakan bahwa adalah sekitar 17 jenis SPI yang sudah dideteksi.

SPI-1 dan SPI-2 mengatur type III secretion system (T3SS) yang membentuk organela berbentuk syringe. Organela ini akan mempermudah bakteri untuk menginjeksi langsung sitosol dari sel inang. SPI-1 dan SPI-2 mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan organ yang dipengaruhi. SPI-1 bekerja pada sel enterosit dan menginisiasi inflamasi. SPI-2 bekerja dalam pertahanan dan multiplikasi bakteri pada sel fagositik. SPI-7 merupakan genom terbesar yang mencapai ukuran 134 kb dan pertama kali ditemukan pada S. typhi (Seth, 2008). S. typhi juga memiliki SPI-8 dan SPI-10 (Saroj, 2008).

Kemampuan patogen pada manusia untuk mempengaruhi siklus Na+ memungkinkan adanya faktor virulensi, salah satunya pada S. typhi (Hase, 2011).

2.B.2.b. Patogenesis

Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya akan memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border.

(29)

dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel limfoid (Singh, 2001). S. typhi dapat menginvasi sel M dan sel enterosit tanpa ada predileksi terhadap tipe sel tertentu (Santos, 2003).

Evolusi dari S. typhi sangat mengagumkan. Pada awalnya S. typhi berpfoliferasi di Payer’s patch dari usus halus, kemudian sel mengalami destruksi sehingga bakteri akan dapat menyebar ke hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri akan menyebar ke organ tersebut. Bakteri ini akan menginfeksi empedu, kemudian jaringan limfoid dari usus halus, terutamanya ileum. Invasi bakteri ke mukosa akan memicu sel epitel untuk menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF-β, INF, GM-CSF (Singh, 2001).

2.B.2.c. Patologi

Huckstep (1962) dalam Singh (2001) membagi keadaan patologi di Payer patch akibat S. typhi menjadi 4 fase sebagai berikut.

1. Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.

2. Fase 2 : nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang mempengaruhi mukosa dan submukosa.

3. Fase 3 : ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya perforasi dan perdarahan.

4. Fase 4 : penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan tidak terbentuk striktur.

Ileum memiliki jumlah dan ukuran Payer’s patch yang lebih banyak dan besar. Meskipun kebanyak infeksi berada di ileum, namun jejunum dan usus besar juga mungkin mengalami kelainan dari folikel limfoid.

Egglestone (1979) dalam Singh (2001) mengatakan bahwa perforasi pada demam tifoid biasanya sederhana dan mempengaruhi pinggiran antimesentrik dari usus dimana lubang muncul.

(30)

ditemukan nekrosis fokal hati yang berhubungan dengan infiltrasi mononuklear (nodul tifoid) dilatasi dan kongesti sinusoidal dan infiltrasi sel mononuklear pada area portal.

Gambaran yang penting untuk infeksi S. typhi adalah adanya infiltrat neutrofil dan pada hewan coba ditemukan dominasi dari leukosit mononuklear (Santos, 2003).

2.B.3. Gejala klinis demam tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan demam dan nyeri abdomen dan muncul akibat infeksi S. typhi dan S. paratyphi. Gejala klinis demam tifoid bervariasi dari asimtomatik, ringan, berat, bahkan sampai menyebabkan kematian. Masa inkubasi S. typhi berkisar 3-21 hari dimana durasinya merefleksikan ukuran inokulum dan kesehatan serta status imun inang yang terinfeksi. Gejala klinis yang umum adalah demam yang panjang (38,8˚

-40,5˚C). Demam ini dapat berkelanjutan selama empat minggu jika tidak segera

ditangani. Keluhan nyeri abdomen hanya berkisar 30-40% dari penderita yang menderita demam tifoid (Fauci, 2008).

Pada minggu pertama, keluhan yang dapat muncul sangat umum, seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk, dan epistaksis. Jika dilakukan pemeriksaan fisik, hanya dapat ditemukan suhu tubuh yang meningkat. Di minggu kedua gejala mulai lebih menonjol, yakni demam, bradikardi relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (Sudoyo, 2006).

2.B.4. Patofisiologi demam tifoid

(31)
[image:31.595.96.549.196.538.2]

akan menimbulkan sensasi nyeri. Sedangkan endotoksin yang dihasilkan S. typhi dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular, gangguan neuropsikiatrik, dan gangguan pernafasan (Sudoyo, 2006).

Gambar 2.3. Skema patofisiologi infeksi S. typhi

2.B.5. Diagnosis laboratorium 2.B.5.a. Metode isolasi Salmonella

Kultur merupakan metode pembiakan bakteri dalam suatu media. Salmonella pada umumnya tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan dan sangat baik adalah agar MacConkey (Brooks, 2005)

Media seperti EMB, MacConkey’s atau medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose fermenter dengan cepat. Namun lactose

non-Demam Perasaan tidak enak pada perut Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik Reaksi inflamasi

Infeksi S. typhi

Endoktoksin

Gangguan pernafasan Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Hepatomegali Splenomegali Bradikinin Pirogen

endogen

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Gangguan pernafasan Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Hepatomegali Splenomegali

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Gangguan pernafasan Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Pirogen endogen Hepatomegali Splenomegali Gangguan kardiovaskular Gangguan neuropsikiatrik Gangguan pernafasan Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Gangguan pernafasan Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Pirogen endogen

Hepatomegali

Splenomegali Gangguan pernafasan Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Bradikinin Pirogen

endogen

Hepatomegali

Splenomegali Gangguan pernafasan

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Demam Perasaan tidak

(32)

fermenter tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya.

Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti agar Salmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Untuk mendeteksi S. typhi dengan cepat dapat digunakan medium bismuth sulfit (Wilson & Blair). S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini menghasilkan H2S (Dzen, 2003).

[image:32.595.174.477.291.569.2]

Kultur pada Enrichment Medium memerlukan tinja sebagai bahan pemeriksaan yang kemudian akan ditanamkan pada medium cair selenit F atau tetrathionat. Kedua medium ini meningkatkan pertumbuhan Salmonella dan cenderung menghambat pertumbuhan flora normal yang berasal dari usus. Pada medium ini, biakan diinkubasi selama satu sampai dua hari, kemudian ditanam pada media diferensial dan media selektif (Dzen, 2003).

(33)

2.B.5.b. Metode serologi

Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya Salmonella dengan tes aglutinasi, yakni reaksi dengan antibodi atau mendeteksi titer antibodi penderita yang terinfeksi Salmonella. Tes aglutinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni tes aglutinasi pada gelas objek dan tes aglutinasi dilusi tabung yang disebut juga tes Widal (Dzen, 2003).

2.B.5.c. Blood culture PCR method

Dalam perkembangan PCR dalam mendeteksi S. typhi, Song telah berhasil menggunakan gen flagellin (fliC-d) sebagai tanda infeksi S. typhi (Zhou, 2010). Pemeriksaan ini mengungguli kultur darah yang memakan banyak waktu, ataupun tes Widal yang kurang sensitif dan spesifik.

2.B.5.d. Reaksi biokimia

S. typhi sedikit mengurai glukosa, maltosa dan mannite, tidak mengurai sukrosa dan laktosa. Tidak menghasilkan urease, oksidase, maupun indol. Bakteri ini bersifar motil dan hanya menghasilkan sedikit sitrat (Dzen, 2003).

(34)
[image:34.595.109.515.167.490.2]

Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan laboratorium

Medium Reaksi/enzim Hasil

Negatif Positif

TSI Produksi asam (jika

dasar tabung reakasi kuning, dan bagian

curam berwarna merah, produksi asam hanya berasal

dari glukosa)

Dasar tabung merah Dasar tabung

kuning

TSI Produksi asam dari

laktosa dan/atau sukros

Permukaan merah Permukaan kuning

TSI Produksi gas Tidak ada

gelembung udara di dasar tabung

Ada gelembung udara di dasar

tabung

TSI Produksi H2S Tidak ada warna

hitam

Berwarna hitam

Urea Broth Urease Kuning Merah mawar

LDC test Lysine

decarboxylase

Kuning/Coklat Abu-abu

ONPG Β-Galactosidase Tak berwarna Kuning

Voges Proskauer Produksi acetoin Tidak berwarna Merah/ merah muda

Indole Produksi indole Cincing kuning Cincin merah/

merah muda Sumber: WHO, 2003

Tabel 2.4 Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan gula-gula pendek

TSIA Manit Indol Motilitas Enterobacteriaceae

A/K H2S ± + - + S. typhi

A/K H2S +/- +g - + S. paratyphi A, B, C

A/K H2S ++ +g - + S. paratyphi A, B

A/K H2S - +g - + S. paratyphi A

A/K H2S - + - - Sh. sonnei, S. typhi

A/K H2S - + +/- - Sh. flexner, Sh. boydii

A/K H2S - - - - S. shigae

A/K H2S - - + - Sn. schnitzii

A/K H2S - + + + V. cholerae

Sumber : Bonang (1997) dalam Ginting, 2005

[image:34.595.106.517.555.685.2]
(35)

A : kuning (asam) K : merah (basa)

+/- : positif atau negative ++ : banyak terbentuk (kuat) g : gas

- : negatif + : positif

2.B.6. Penatalaksanaan

Sudoyo (2006) menyarankan untuk menggunakan trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yakni istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, serta pemberian antimikroba.

a. Istirahat dan perawatan

Istirahat dengan tirah baring sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi. Perawatan kebersihan dari tempat pasien juga menjadi sangat penting. Posisi pasien harus diperhatikan guna mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.

b. Diet dan terapi penunjang

Diet yang buruk dapat menurunkan keadaan umum pasien sehingga memperlambat proses penyembuhan. Pemberian makanan halus dulu dipercaya berguna untuk mengurangi beban kerja saluran cerna. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini rendah selulosa tidak member efek buruk pada pasien.

c. Pemberian antimikroba

(36)

2.C. Enterobacteriaceae lainnya

Kumpulan bakteri ini adalah bakteri primer yang menyebabkan infeksi saluran cerna, termasuk Salmonella. Kebanyakan spesies dari golongan bakteri ini bersifat oportunistik, atau hanya menyerang jika keadaan imun inang sedang tidak baik. Genus dari enterobacteriaceae yang menyebabkan infeksi oportunistik umumnya adalah Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafni, Morganella, Providencia, dan Serratia (Fox, 2011).

Semua enterobacteriaceae bersifat gram negatif dan juga fakultatif. Bakteri ini sedikit cytrochrome oxidase dan bersifat oksidase negatif (Fox, 2011).

2.D. Bakso

[image:36.595.161.462.545.694.2]

Cara pembuatan bakso adalah dengan menggunakan bahan dasar daging, tepung, baking soda, telur, dan bumbu lainnya. Daging yang biasa digunakan adalah daging sapi. Namun banyak pedagang bakso tidak menambahkan daging pada bahan dasar baksonya mengingat mahalnya harga daging. Bahan-bahan tersebut digiling hingga menyatu kemudian dibentuk bulat. Setelahnya dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih. Bakso dianggap telah matang jika sudah mengapung.

Tabel 2.5 Perkiraan kandungan gizi pada bakso

Calories 452 Sodium 552 mg

Total Fat 10 g Potassium 0 mg

Saturated 3 g Total Carbs 59 g

Polyunsaturated 1 g Dietary Fiber 8 g

Monounsaturated 3 g Sugars 5 g

Trans 0 g Protein 25 g

Cholesterol 60 mg

Vitamin A 0% Calcium 0%

Vitamin C

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.A. Kerangka konsep

[image:37.595.114.531.223.526.2]

Kontaminasi S. typhi

Gambar 3.1. Kerangka konsep

3.B. Definisi operasional

3.B.1. Salmonella typhi adalah bakteri berbentuk batang gram negatif yang dapat menyebabkan demam tifoid jika menginfeksi manusia.

3.B.2. Bakso adalah makanan yang terdiri dari daging giling dan tepung yang dicampur dan dibentuk bulat dan dijajakan langsung di area kampus Universitas Sumatera Utara dan diperiksa segera setelah bakso dibeli.

3.B.3. Uji laboratorium adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui adanya bakteri dalam sampel. Uji dapat dilakukan dengan kultur dan reaksi biokimia.

Terkontaminasi

S. typhi

Negatif

Uji laboratorium Bakso

Daging

Positif

Terkontaminasi

(38)

3.B.4. Uji kultur merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi Salmonella typhi pada bakso dengan mengembangbiakkan bakteri yang kemungkinan ada pada bakso di laboratorium Mikrobiologi.

3.B.5. Hasil positif jika terdapat pertumbuhan S. typhi pada media kultur dan uji reaksi biokimia menunjukkan identifikasi dari S. typhi. 3.B.6. Hasil negatif jika tidak ada pertumbuhan bakteri pada media kultur

dan uji reaksi biokimia tidak menunjukkan identifikasi dari S. typhi. 3.B.7. Penjual bakso adalah seluruh pedagang bakso yang berjualan di

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini merupakan uji laboratorium yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ada-tidaknya kontaminasi Salmonella typhi pada bakso di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara.

4.B. Waktu dan tempat penelitian

4.B.1. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2011. 4.B.2. Tempat pengumpulan data dilakukan di sepanjang Jl. Dr. Mansyur, Jl.

Universitas, Jl. Dokter Sofyan, Jl. Tn. Darma, dan area dalam kampus Universitas Sumatera Utara. Pemilihan tempat ini disebabkan tingginya tingkat konsumsi bakso pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan belum adanya penelitian tentang deteksi S. typhi pada kawasan kampus Universitas Sumatera Utara.

4.B.3. Tempat uji laboratorium di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengingat bahwa laboratorium ini merupakan laboratorium terdekat sehingga mengurangi durasi waktu yang diperlukan untuk pengiriman sampel.

4.C. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah bakso yang dijajakan di area kampus Universitas Sumatera Utara. Dengan populasi yang sedikit maka metode pengambilan sampel adalah dengan menggunakan total sample.

(40)

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Bakso yang dijajakan di di sepanjang Jl. Universitas, Jl. Dokter Sofyan, Jl. Tn. Darma, dan area dalam kampus Universitas Sumatera Utara.

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

a. Penjual bakso yang tidak memberikan persetujuan.

4.D. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi secara langsung dengan mengambil sampel bakso dan melakukan uji laboratorium sehingga diperoleh data jumlah bakso yang terkontaminasi Salmonella typhi.

4.D.1. Teknik pengambilan sampel

4.D.1.a. Persiapkan berbagai alat, seperti beaker glass sebagai tempat sampel, yakni bakso.

4.D.1.b. Persiapkan catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi tempat pengambilan sampel dan tanggal pengambilan.

4.D.1.c. Makanan dibeli sebanyak satu porsi tanpa memberikan perlakuan khusus pada sampel guna menghindari pemberian sampel yang berbeda dari yang biasa dijajakan.

4.D.1.d. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass yang sudah disterilkan dan diberi kode penanda.

4.D.1.e. Sampel dikirim segera ke Laboratorium Mikrobiologi dengan secepatnya, maksimal 24 jam.

Sumber : Depkes(1990) dalam Ginting (2005)

(41)

a. Timbangan b. Blender

c. Labu Erlenmeyer d. Tabung reaksi e. Ose

f. Lampu spritus/Bunsen

g. Inkubator suhu 37˚ C h. Rak tabung reaksi i. Object glass j. Mikroskop k. Cawan petri l. Spidol

4.D.2.b. Bahan

a. Kandungan agar Salmonella-shigella (agar SS) di tiap liternya 1. Beef Extract 5.0 g

2. Proteose Peptone 5.0 g 3. Lactose 10.0 g

4. Bile Salts No. 3 8.5 g 5. Sodium Citrate 8.5 g

6. Sodium Thiosulfate 8.5 g 7. Ferric Citrate 1.0 g 8. Agar 13.5 g

9. Brilliant Green 0.33mg 10. Neutral Red 25.0 mg Sumber: Murray (2009)

b. Kandungan TSIA (Triple Sugar Iron Agar) dalam tiap liternya 1. Beef Extract 3.0 g

2. Yeast Extract 3.0 g

3. Pancreatic Digest of Casein . 15.0 g

4. Proteose Peptone No. 3 5.0 g 5. Dextrose 1.0 g

6. Lactose 10.0 g

7. Sucrose 10.0 g 8. Ferrous Sulfate 0.2 g 9. Sodium Chloride 5.0 g 10. Sodium Thiosulfate 0.3 g 11. Agar 12.0 g

12. Phenol Red 24.0 mg

Sumber :

c. Kandungan Sulfide-Indol-Motility media (SIM media) 1. Pancreatic digest of casein 20 g

(42)

5. Agar 3,5 g Sumber : Murray (2009)

d. Bahan lainnya 1. Aquadest 2. Selenith broth

3. Larutan gentian violet 4. Aceton alkohol 5. Fuchsin air 6. Minyak imersi 7. Spritus

4.D.3 Cara pemeriksaan (Ginting, 2005) 4.D.3.a. Isolasi Salmonella

a. Timbang bakso sebanyak 25 gram, dihancurkan atau diblender. b. Tambahkan dengan menggunakan aquadest 90 ml.

c. 10 ml dari larutan tadi dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang sudah dibubuhi selenith broth sebagai media pengayanya.

d. Ambil 5 cc ose cairan tadi dan tanam secara zigzag pada agar Salmonella-shigella ( agar SS).

e. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37˚ C. f. Amati koloni yang tumbuh

Salmonella sp. Warna : putih jernih Bentuk : bulat Diameter : 2-3 mm

Shigella sp.

Warna : putih jernih Bentuk : bulat Diameter : 1-2 mm

(43)
[image:43.595.107.516.227.373.2]

Koloni yang tumbuh dan diduga Salmonella sp. ditanam pada gula-gula TSIA, manitol, pepton, dan semisolid, dieramkan selama satu malam pada suhu 37˚ C, kecuali semi solid pada suhu kamar dan reaksi biokimia dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan gula-gula pendek.

TSIA Manit Indol Motilitas Enterobacteriaceae

A/K H2S ± + - + S. typhi

A/K H2S +/- +g - + S. paratyphi A, B, C

A/K H2S ++ +g - + S. paratyphi A, B

A/K H2S - +g - + S. paratyphi A

A/K H2S - + - - Sh. sonnei, S. typhi

A/K H2S - + +/- - Sh. flexner, Sh. boydii

A/K H2S - - - - S. shigae

A/K H2S - - + - Sn. schnitzii

A/K H2S - + + + V. cholerae

Sumber : Bonang (1997) dalam Ginting, 2005

Keterangan:

A : kuning (asam) K : merah (basa)

+/- : positif atau negative ++ : banyak terbentuk (kuat) g : gas

- : negatif + : positif ± : sedikit

4.D.3.c. Pemeriksaan lanjutan

a. Ambil koloni yang diduga Salmonella sp. dengan menggunakan ose steril kemudian sapukan pada object glass, kemudian difiksasi dengan lampu bunsen.

b. Lakukan pewarnaan Gram

(44)

4.E. Metode analisis data

(45)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.A. Hasil penelitian

5.A.1. Deskripsi lokasi penelitian

Lokasi penelitian berada di kampus Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Tempat pengambilan sampel dibedakan menurut lokasinya, yakni di lapangan terbuka yaitu pedagang pinggir jalan ataupun di dalam ruangan gedung seperti kantin. Pedagang bakso yang diperiksa dikatakan berada di kampus Universitas Sumatera Utara jika ada dalam batasan, yakni di sebelah timur Jl. Universitas, sebelah selatan Jl. Dokter Sofyan, sebelah barat Jl. Tn. Darma, dan sebelah utara dibatasi oleh Jl. Dr Mansur. Maka, ditentukan bahwa ada 20 pedagang bakso yang menyetujui pemeriksaan terhadap bakso yang didagangkan, dan sesuai kriteria ekslusi, maka pedagang bakso yang tidak memberikan persetujuan tidak memenuhi kriteria.

5.A.2. Hasil pemeriksaan laboratorium

Penelitian untuk mendeteksi Salmonella enterica I serotype typhi pada bakso yang dijajakan di kampus Universitas Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Oktober sampai November. Waktu pengambilan sampel antara pukul 10.00 WIB – 12.00 WIB, kemudian diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.

(46)
[image:46.595.105.517.267.575.2]

Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan Salmonella enteric serotype typhi I pada bakso yang dijual di kampus USU tahun 2011

Kode Sampel Bakteri yang ditemukan Keterangan

S. typhi Bukan S. typhi

A - + E. coli

B - + E. coli

C - + Citrobacter

D - + E. coli

E - + Enterobacteriaceae

F - + Klebsiella oxytoca

G - + Klebsiella oxytoca

H - + Enterobacteriaceae

I - + Enterobacteriaceae

J - + Citrobacter

K - + Proteus vulgaris

L - + Proteus sp.

M - + Citrobacter freundii

N - + E. coli

O - + Proteus vulgaris

P - + Proteus vulgaris

Q - + Citrobacter freundii

R - + Citrobacter freundii

S - + Citrobacter freundii

T - + Citrobacter freundii

Keterangan:

S. typhi (+) : ditemukan S. typhi S. typhi (-) : tidak ditemukan S. typhi

Bukan S. typhi (+) : ditemukan bakteri lain yang bukan S. typhi Bukan S. typhi (-) : tidak ditemukan bakteri lain yang bukan S. typhi Keterangan : Bakteri bukan S. typhi yang ditemukan

5.B. Pembahasan

(47)

35%

20% 20%

10% 15%

Citrobacter

Proteus

E. coli

Klebsiella

dll

adanya bakteri S. typhi. Namun, ditemukan adanya bakteri-bakteri lain, seperti E. coli, Klebsiella, Proteus, dan Citrobacter.

[image:47.595.160.496.344.544.2]

Dalam langkah pengerjaan, digunakan media kultur SS-agar guna menumbuhkan bakteri spesifik Shigella-Salmonella. Dari 20 sampel yang dibiakkan, semua biakan menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri yang berkoloni dan tidak berwarna yang cenderung sebagai koloni Salmonella-Shigella. Oleh karena itu, perlu ditegaskan dengan reaksi biokimia. Namun, setelah diidentifikasi dengan reaksi biokimia, justru tidak ditemukan sama sekali bakteri dari golongan Salmonella maupun Shigella. Dalam grafik di bawah ini digambarkan persentase dari masing-masing jenis bakteri yang ditemukan.

Gambar 5.1. Grafik distribusi frekuensi jenis bakteri yang ditemukan pada bakso

(48)

Udara bebas maupun aerosol juga bisa membawa bakteri ini. Bakteri ini dapat berkurang dengan penggunaan pemanasan sekitar 50°C sampai 60°C selama kurang lebih 4 menit (Molbak, 2006).

Oleh sebab itu, jika pemanasan dan penutupan makanan dilakukan dengan baik, maka risiko makanan terpapar dengan bakteri S. typhi dapat berkurang. Proses pengolahan bakso pasti menggunakan proses pemanasan daging, dimana saat bakso sudah digiling dan dipadu dengan tepung dan bumbu lainnya, maka bakso akan dicelupkan dalam air mendidih. Kegiatan ini dapat membunuh S. typhi yang telah mengkontaminasi pada saat proses pemotongan daging maupun proses pencucian dan penggilingan. Selain itu, penyajian bakso umumnya berada pada tempat yang panas dengan suhu melebihi 50°C. Perlakuan ini juga membuat bakso terlindungi dari kontaminasi S. typhi pada bakso melalui aerosol, lalat, ataupun penjamah makanan sendiri. Jika bakso tidak disediakan dalam keadaan panas, S. typhi dapat saja tidak ditemukan karena penggunaan penutup ataupun peralatan yang baik sehingga pemaparan tidak terjadi.

Citrobacter merupakan bakteri batang gram negatif. Suhu optimal untuk bakteri ini bertumbuh adalah 37° C, dan bakteri ini adalah flora normal pada usus manusia (Riemann, 2006). Meskipun demikian, bakteri ini dapat menyebabkan diare Sedlak (1973) dalam Lund (2000) meninjau genus Citrobacter dan mengutip ada lima wabah dimana empat wabah disebabkan oleh foodborne illness. Dua wabah disebabkan oleh masalah daging, dan selebihnya oleh susu. Selain pada daging, bakteri ini juga bisa ditemukan pada banyak jenis makanan, seperti daging segar dan bumbu (Lund, 2000). Oleh sebab itu, bakteri ini mungkin didapati pada bakso.

(49)

umumnya menimbulkan gejala setelah meninggalkan saluran cerna, lalu menginfeksi saluran nafas ataupun saluran kemih.

E. coli merupakan bakteri batang gram-negatif. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, dan bersifat non-motil ataupun motil dengan menggunakan peritrichous flagella (Maddapa, 2011). Bakteri ini tumbuh di saluran cerna sebagai flora normal yang membantu mengendalikan pertumbuhan bakteri berbahaya lain. Namun demikian, bakteri dapat menyebabkan penyakit jika jumlahnya melebihi jumlah normal ataupun daya tahan tubuh inang sedang tidak baik.

E. coli biasa dapat mengkontaminasi makanan dan menimbulkan gejala setelah lima hari mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi tersebut (Kendall, 2008). Makanan yang umumnya dikontaminasi E. coli adalah daging sapi, jus apel, susu mentah, bayam, dan air yang tidak diolah dengan baik. Penyakit yang disebabkan oleh E. coli antara lain kolesistitis, bakteremia, kolangitis, infeksi saluran kemih, diare, dan infeksi klinis lain seperti meningitis pada bayi dan pneumonia.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098/Menkes/SK/VII/2003, bahwa angka kuman E. coli pada makanan adalah 0 per gram contoh makanan. Dari temuan pada penelitian ini, ditemukan empat dari dua puluh bakso yang diperiksa terkontaminasi E.coli. Artinya, keempat bakso tersebut tidak layak dikonsumsi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan.

Klebsiella merupakan bakteri batang gram negatif yang memiliki kapsul (Umeh, 2011). Bakteri telah diisolasi dari makanan seperti buah dan sayur, daging, susu, salad, dan air minum, (Riemann, 2006). Bakteri ini juga bisa didapati di tanah, debu, air, serta udara, dan dikatakan bahwa organisme ini mempunyai ketahanan terhadap panas. Hal ini memungkin bahwa bakteri ini dapat ditemukan pada bakso yang terbuat dari bahan daging ataupun terkontaminasi dari lingkungan sekitar meskipun bakso berada pada suhu tinggi. Bakteri ini dapat menginfeksi saluran nafas, saluran cerna, bahkan saluran kemih. Bakteri ini dapat membahayakan janin jika sang ibu terinfeksi oleh bakteri ini.

(50)
(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.A. Kesimpulan

6.A.1. Tidak ditemukan bakteri Salmonella enteric I serotype typhi pada 20 bakso yang dijajakan di area kampus USU.

6.A.2 Ditemukan adanya bakteri lain yang bukan S. typhi, seperti Citrobacter, E. coli, Protheus, dan Klebsiella.

6.B. Saran

6.B.1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kontaminasi bakteri yang ditemukan pada bakso.

6.B.2. Pedagang bakso harus mengutamakan kebersihan dari makanan melalui perilaku bersih dan perawatan kebersihan peralatan dan lingkungan.

(52)
(53)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rumondang Anna Helmina Marbun Tempat / Tanggal Lahir : Gunung Para, 28 Juni 1990

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan, Desa Dolok Merawan, Kecamatan Dolok Merawan, Kabupataen Serdang Bedagai

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 102123 Dolok Merawan 2. SMP Negeri 1 Dolok Merawan

3. SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar Riwayat Organisasi : 1. Panitia Natal FK USU Tahun 2010

2. Panitia Paskah FK USU Tahun 2011

(54)
(55)
(56)

LEMBAR PENJELASAN Salam sejahtera.

Saya, Rumondang Anna Helmina Marbun, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini hendak melakukan penelitian yang berjudul ”Deteksi Salmonella enterica I serotype typhi pada bakso di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara”. Dengan ini saya meminta izin kepada Bapak/Ibu untuk mengambil sampel bakso dari warung Bapak/Ibu agar diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hasil pemeriksaan tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan lain dan akan dirahasiakan.

Terima kasih saya ucapkan untuk perhatian dan izin dari Bapak/Ibu.

Medan, September 2011 Hormat saya, Peneliti

(57)

SURAT PERSEJUTUAN

Saya telah mendengar penjelasan mengenai penelitian yang berjudul “Deteksi

Salmonella enterica I serotype typhi pada Bakso yang dijajakan di Area Kampus

Universitas Sumatera Utara” yang dilaksanakan oleh Rumondang Anna Helmina

Marbun (NIM 080100252). Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : _______________________________________________

Alamat : _______________________________________________

No. Telp/HP : _______________________________________________

menyatakan setuju untuk menjadikan bakso yang saya jajakan sebagai objek

penelitian tersebut dan saya telah mengetahui risiko dari penelitian.

Demikian saya sampaikan dalam keadaan sehat walafiat dan tanpa tekanan

apapun.

Peneliti Hormat saya

Rumondang Anna Helmina Marbun _______________________

(58)
[image:58.595.97.564.139.748.2]

HASIL UJI LABORATORIUM

Gambar 8 Selenite broth

Gambar 9 Media SS

Gambar 10 TSI, Urea broth, Semisolid Gambar 11 IMViC

(59)
[image:59.842.120.803.138.479.2]

Tabel Reaksi Biokimia

Kode Sampel

TSI Urea

Broth

Semi-solid

IMVIC Reaksi gula-gula

pH Gas H2S Indole Methyl

Red

Voges Priskauer

Citrate Glukosa Laktosa Maltosa Manitol Sukrosa

A1 A/A + - - ± ± - - - + + + + +

B2 A/A - - - + + + ± - + + + + +

C3 A/A - - ± + - + + + + + + + +

D4 A/A - - ± + + + - ± + - + + +

E5 A/A + - + - - + + ± + + + + +

F6 A/A - - + - + - + + + + + + +

G7 K/A + - + - + - + + + + + + +

H8 K/A + - - + - - - + + + + + +

I9 K/A - - ± + - - - + + - + + -

(60)

K11 K/A - + ++ + + + - ± + - + - +

L12 K/A + - + + + + - + + - + - +

M13 A/A + + + + + - + + + + + +

N14 A/A + - - + + + - - + + + + +

O15 K/A + + + + + + - - + - + - +

P16 K/A + + + + + + - - ± - + - +

Q17 A/A + + + + - - - + + + + + +

R18 A/A + + + + ± - - + + + + + +

S19 A/A + + + + + - - + + + + + +

Gambar

Gambar 2.2. S. typhi pada McConkey
Gambar 2.3. Skema patofisiologi infeksi S. typhi
Gambar 2.4. SS agar
Tabel 2.4 Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan gula-gula pendek
+7

Referensi

Dokumen terkait