• Tidak ada hasil yang ditemukan

NYERUIT DI KEDAMAIAN (KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NYERUIT DI KEDAMAIAN (KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

NYERUIT DI KEDAMAIAN

(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA

PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI

KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN,

BANDAR LAMPUNG)

Oleh:

Anggun Muthia Pratiwi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sosial dan

budaya dan nilai-nilai keyakinan dari kebiasaan makan bernama

Nyeruit. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

menjelaskan berdasarkan teori ekologi, di mana teori ini

mencoba menjelaskan bahwa kejadian yang terjadi disebabkan

oleh perubahan lingkungan yang mempengaruhi variasi alat-alat

dan unsur-unsur tradisi

nyeruit

di masa sekarang. Penelitian ini

dilakukan pada masyarakat Kelurahan Kedamaian, Kecamatan

Kedamaian. Tipe penelitian ini menggunakan metode ekologi

dengan pendekatan kualitatif. Informan terdiri dari 8 orang.

Terdapat dua poin penting penemuan dalam penelitian ini, yaitu

(1)

Nyeruit bersama keluarga besar atau kerabat dekat diyakini

dapat memunculkan rasa semangat dan perasaan senang karena

nyeruit merupakan sarana untuk berkumpul dan bersilaturahmi

di samping juga dapat mengurangi stress. (2) Meskipun

perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada

peralatan dan bahan-bahan untuk

Nyeruit,

nyeruit tetap dapat

terus berlangsung karena

nyeruit sudah menjadi kebiasaan

makan yang mendasar bagi orang suku Lampung di Kedamaian.

(2)

ABSTRACT

NYERUIT AT KEDAMAIAN

(THE STUDY OF FOOD BELIEF AND ITS EFFECT TOWARD

LAMPUNGNESE AT KEDAMAIAN SUB-DISTRICT,

BANDAR LAMPUNG)

By:

Anggun Muthia Pratiwi

This study aims to find out the changes in social and culture

and belief derived from culinary tradition, namely Nyeruit.

Besides, this study also aims to discuss based on ecology

theory, that the event occurred is caused by the environmental

change that affects various utensils and ingredients of Nyeruit

tradition today. This research is conducted based on ecology

method through qualitative approach toward the people at

Kedamaian

sub-district.

There

are

eight

informants

interviewed to collect the data. The results of this study shows

two important points that: 1) Nyeruit together with big families

or close siblings is believed that it can trigger the spirit and

happiness since Nyeruit is a way to gather and maintain the

relationship, 2) Although environmental change may alter the

utensils and ingredients for Nyeruit, it can always be preserved

since it has become basic culinary tradition for Lampungnese

people at Kedamaian. In conclusion, Nyeruit is preserved since

it can trigger the spirit and happiness of Lampungnese people

at Kedamaian.

(3)

NYERUIT

DI KEDAMAIAN

(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA

ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN

KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

Oleh

Anggun Muthia Pratiwi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA SOSIOLOGI

pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Anggun Muthia Pratiwi. Lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 16 September 1992. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, pasangan Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy. Penulis memiliki satu kakak laki-laki, satu adik perempuan, dan dua adik laki-laki. Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis beralamat di Jalan Pangeran Antasari, Gang. Persada, Nomor. 9, Kalibalau Kencana, Bandar Lampung.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis:

1. Taman Kanak-kanak Gadjah Mada Tanjung Karang Timur yang diselesaikan tahun 1999.

2. Sekolah Dasar Negeri 2 (Teladan) Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2005.

3. SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. 4. MA Negeri 1 (Model) Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun

2011.

(8)

Dengan menyebut nama Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, dengan bangga kupersembahkan hasil karya ini kepada:

 Orang tuaku tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy.  Saudara-saudariku tercinta, Wirathama Hazera Putra, S.Pd., Debby

Pusparani, Rian Kurniawan, dan Jerry Satria.  Calon suamiku tercinta, Armet Posri.

(9)

MOTTO

“Setiap orangpasti memiliki kesalahan, yang berbeda adalah kadar usaha untuk memperbaikinya.”

-Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos,

M.Si.-“Orang tua adalah perantara ridho Tuhan, setiap ucapannya adalah do’a, setiap perkataan baiknya adalah semangat yang memberikan jalan pada keberhasilan

(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan kemampuan yang penulis miliki, adapun judul dari Skripsi ini adalah “Nyeruit di Kedamaian (Kajian Keyakinan Makanan Serta Perubahannya Pada Orang Lampung di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Hormat serta salam ditujukan kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis hingga terselesaikannya Skripsi ini. Yang mana kita ketahui bahwa Skripsi ini tidak akan ada tanpa dukungan, saran, dan bantuan dari beberapa orang dan institusi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya kepada yang terhormat:

1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan semua tenaga pengajar di jurusan Sosiologi yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian sampai penelitian ini selesai. 2. Drs. Susetyo, M.Si. sebagai ketua jurusan Sosiologi.

3. Drs. Bintang Wirawan, M.Hum. sebagai pembimbing, atas kritik dan sarannya, motivasi, dan dukungannya dalam membantu untuk berfikir lebih ilmiah dan kritis.

4. Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos, M.Si. sebagai penguji serta pembimbing kedua, atas bantuan, ide-ide, petunjuk dan kepeduliannya dalam membantu memperbaiki teknik-teknik, metode penelitian, dan kerangka berfikir sehingga penulis dapat meneliti dengan lebih detil.

5. Drs. Abdul Syani, M.Ip. sebagai pembimbing akademik, atas dukungannya, ide-ide, saran, dan motivasi besar dalam mendukung penulis agar menyelesaikan studi sesegera mungkin.

6. Cholid Ismail Balaw, sebagai penyimbang adat Keratuan Balaw Kedamaian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

7. Drs. Mursyid Ariyanto, sebagai Kepala Kelurahan Kedamaian.

8. Orang tua penulis yang tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy,yang telah selalu berdo’a dan memotivasi penulis.

(11)

x

10. Calon suami penulis, Armet Posri, yang telah selalu berdo’a, menemani, memotivasi, dan menginspirasi penulis.

11. Ayah Aspori, Ibu Sumarni, dan Nenek sudah menanyakan,“Kapan lulus?” sehingga membuat penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan Skripsi.

12. Sosiologi angkatan 2011, terutama Chibi “Biji Cabe” Gank, you’re the best for giving me special memories in campus. Lilian Oktaviani yang selalu mendukung, menemani, memotivasi dan mengarahkan selama masa revisi, Arum Puspita Sari, Yani Marjaniyati yang berjuang bersama selama proses menuju ujian Skripsi, Fitriana Lestari dan Eka Nur Rani Efendi, Yenni Hernaini dan Renny Suspa Diyanti yang sudah membantu memberi masukan dan saran setiap seminar.I’m so glad and grateful I have you all as my best comrades.

13. Semua teman jurusan Sosiologi, Wilfrida Oktavia yang sudah direpotkan dengan berbagai konsultasi dan revisian, Nora Maharani, Ratna Situmorang, Ayu Alvica Reneo, Andrean Maidya, Anton Prasetyo, Anisa Febriyanti dan Yuliatika Sari yang selalu memberikan semangat, Desi Relga, Anisa Nurlaila dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu serta yang telah selalu hadir dan mendukung tiap seminar penulis.

14. Kakak tingkat jurusan Sosiologi, abang Gery, abang Sulis, abang Sebastian, mba’ Icin dan mba’ Nora Laras atas masukan dan pengalamannya yang berharga selama proses mengerjakan Skripsi.

15. Kawan-kawan sekolah Citra Devi Yulyana, Siti Ayu Helfi dan Dian Aprilia sahabat karib yang paling dekat yang tiap saat selalu mengingatkan untuk revisi.

16. Kawan-kawan KKN, Anisa Incamila yang telah memberikan motivasi dan sarannya, serta kawan-kawan yang lain Amilya Rahayu, Iis Priyatun, Ariefalgi Budianto, Arantha Sabila, Anisa Nurdina, dan Bery Hermawan.

Akhir kata, seperti penelitian yang lainnya, penulis percaya bahwa karyanya masih jauh dari kata sempurna. Mungkin masih ada kesalahan dan kelemahan dalam penulisan Skripsi ini. Sehingga, komentar, kritik, dan saran akan selalu diterima untuk melengkapi penelitian menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis berharap, Skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif dalam membangun pendidikan, pembaca, dan kepada yang ingin melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.

Bandar Lampung, 17 September 2015

Penulis,

(12)

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN... v

RIWAYAT HIDUP... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Makanan dan Nasi... 8

1. Pengertian Makanan... 8

2. Pengertian Nasi ... 9

3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya ... 10

B. Tinjauan TradisiNyeruit... 13

1. Pengetian Tradisi... 13

2. Pengertian TradisiNyeruit... 14

3. PengertianNyeruit... 15

4. Pengolahan dan Cara Makan Seruit ... 17

C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung... 19

1. Asal-usul Orang Lampung ... 19

2. Karakteristik Orang Lampung... 20

D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan ... 22

1. Karakteristik Masyarakat Kota ... 23

E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan ... 24

1. Pengertian Perubahan Sosial ... 24

2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya ... 25

(13)

xii

4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan

Bahan Makanan... 27

F. Tinjauan Akulturasi ... 32

G. Kerangka Pikir... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 36

D. Informan Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data... 43

BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Keratuan Balaw ... 45

B. Sejarah Kelurahan Kedamaian ... 48

C. Monografi Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian ... 49

1. Luas Wilayah ... 50

2. Kependudukan Kelurahan Kedamaian... 50

D. Gambaran Umum Masyarakat LampungPepadunKedamaian... 51

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Nyeruitpada Masyarakat Kedamaian ... 55

1.NyeruitMasyarakat Kedamaian ... 55

2.NyeruitBagi Masyarakat Kedamaian ... 62

B. Analisis ... 63

1.NyeruitTempo Dulu ... 64

2.NyeruitSaat Ini ... 66

3. Model Ekologi TradisiNyeruit... 70

BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 77

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 ... 28 2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 28 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian tahun 2012 ... 30 4. Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Teori Antropologi

Makanan” ... ... 33 5. Kitab Kuntara Raja Niti, Hukum Adat Lampung Pubian

milik keluarga besar Keratuan Balaw Buay Kuning ... 53 6. (1). Terasi Udang Bermerk, (2). Sambal Terasi, (3). Jeruk

Sate (Citrus Amblycarpa) dan Tempoyak ... 56 7. Daun Jambu Mente/Mede (Anacardium Occidentale. L) ... 57 8. Kobokan ... 58 9. Bagan “Model Ekologi Tradisi Nyeruit”...

70 10. Peta Administrasi Kecamatan Kedamaian (Kelurahan

(16)

A. Latar Belakang Masalah

Makanan dianggap penting karena merupakan bagian terbesar dari proses

kelangsungan hidup manusia. Selama ini, makanan hanya dikaji dari aspek gizi

dan kesehatan, padahal makanan juga bisa dilihat dari sudut pandang budaya.

Seperti yang Foster dan Andreson (2006) katakan bahwa makanan dalam aspek

sosial budaya dilihat dalam suatu kebiasaan yakni,

“Suatu kompleks kebiasaan masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan – pendeknya sebagai suatu kategori budaya yang penting. Makanan dalam kebudayaan memiliki peran sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari.”

Oleh karena itu, penting untuk mengkaji penelitian terhadap makanan ini sebagai

bagian dari aspek sosial budaya.

Sangat sulit untuk dibayangkan jika pengalaman sosial yang positif tidak

dilibatkan dengan berbagi makanan, misalnya bagaimana kita berbagi secangkir

teh dengan seorang kenalan, makan siang bersama rekan kerja, atau memakan

lobster saat makan malam dengan kekasih. Pada tingkatan yang lebih luas,

(17)

2

2008). Makanan adalah kebutuhan yang paling pokok dalam kehidupan semua

makhluk dan merupakan inti dari hubungan sosial yang paling erat pada manusia.

Berdasarkan penemuan pertanian sekitar sepuluh ribu tahun lalu yang berasal dari

negara, kota dan kerajaan. Pertanian telah memperbaiki dunia, baik secara fisik

maupun budaya, mengubah bentang alam dan geografi, memberi makan tentara

dan penyair, politisi dan para imam (Belasco, 2008). Makanan pokok

menunjukkan etnis suatu daerah. Setiap negara di belahan dunia memiliki

berbagai macam jenis makanan. Identitas kita berasal dari apa yang kita makan,

hal ini menunjukkan jati diri kita, dan makanan tersebut merupakan panganan

yang terbentuk dari kebiasaan, tingkah laku, komunikasi (sebuah makna yang

menjadi ”budaya”) (Belasco, 2008). Kita tidak dapat mengesampingkan pokok

makanan sebagai objek sosial dan hanya melihat dari segi kesehatan, karena

berdasarkan pendapat para pengamat sosial terdahulu seperti Anderson, makanan

dapat menjadi media untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial manusia.

Makanan pokok setiap masyarakat di dunia berbeda-beda, seperti Asia terutama di

Asia Timur dan Tenggara makanan pokoknya adalah nasi, termasuk Indonesia.

Cara memakan nasi harus beserta lauk-pauk sebagai pelengkap. Kita tahu bahwa

masyarakat Indonesia memiliki ragam masakan khas tiap daerah dan sebagian

besar dimakan bersama dengan nasi, meski anjuran untuk mengganti bahan pokok

lain telah dilakukan, namun pepatah “seseorang belum dikatakan makan, kalau

belum makan nasi” telah membudaya (Wirawan dan Nurdin, 2013). Kebiasaan

(18)

berbeda dengan selera kelompok yang lain berdasarkan latar belakang budayanya

(Stewart, 2014).

Masyarakat Indonesia di bagian Barat, mayoritas mengkonsumsi nasi sebagai

makanan pokok. Pada masyarakat Lampung yang memiliki makanan khas berupa

Seruit, nasi sangat dibutuhkan sebagai elemen pokok dari makanan yang dimakan

bersama denganseruit.Seruitawalnya adalah campuran dedaunan, berbagai sayur

dan buah yang ditemukan hanya di sekitar lingkungan tempat tinggal oleh

masyarakat suku Lampung tradisional serta berbagai macam jenis ikan yang ada

di sungai sesuai daerah masing-masing, sedangkan masyarakat suku Lampung

kekinian mencari bahan nyeruit cukup di pasar, meski tidak selengkapnyeruit di

masa lalu karena keterbatasan penyediaan tanaman sayur dan bahan, tetapi nyeruit

tetap bisa dilakukan, yang utama adalah harus ada campuran sambal tempoyak

maupun terasi. Menurut Wirawan dan Nurdin (2013),seruitmerupakan campuran

dari sambal, terasi bakar, cabai, bawang bakar dan kemudian dicampur sedikit air,

setelah itu dimasukkan ke dalam seruit tersebut berbagai macam bahan lain

seperti ikan yang biasanya di bakar, terong rebus, oyong, dan lainnya.

Berbeda dari zaman dahulu, tradisi nyeruit saat ini mengalami kemunduran

intensitas, masyarakat Lampung semakin melupakan panganan lokal yang dirasa

kurang menarik; di samping cara menyajikannya yang terbilang tidak praktis dan

higienis. Namun sebenarnya, seruit maupun segala bentuk makanan lain tidak

selalu harus dikaitkan dari segi kesehatan, masyarakat Lampung tidak begitu

(19)

4

tidak higienis, nyeruit berbicara mengenai kebiasaan, selera, milai-nilai yang

terkandung di dalamnya serta kepercayaan bahwa dengan nyeruit dapat

meningkatkan rasa semangat dan kebersamaan.

Sifat masyarakat penduduk pribumi Lampung terbuka dengan kultur luar

termasuk budaya Barat yang menjadikan penduduk suku Lampung sendiri kurang

melestarikan budaya lokal. Terutama pada kulinernya, yang pada akhirnya orang

luar tidak cukup mengenal apa makanan khas Lampung, seperti budaya nyeruit;

lauk-pauk khas Lampung yang disantap bersama dengan nasi ini terlihat cukup

jarang kita jumpai di kota. Namun kita mengetahui bahwa masyarakat suku

Lampung dikenal dengan budaya kekeluargaannya, berkumpul, bertamu untuk

menjalin silaturahmi, hingga pada tradisi makan bersama dengan istilah nyeruit

masih bisa kita lihat keberadaannya di lingkungan masyarakat Lampung

perkotaan seperti di Kedamaian, meskipun mulai berkurang, namun nyeruitmasih

dianggap sebagai pemegang peran penting untuk meningkatkan rasa semangat dan

kebersamaan saat memakannya. Tradisinyeruitsudah turun-temurun dibudayakan

oleh suku Lampung, hingga Pemerintah Provinsi pernah tercetus ide untuk

melestarikannya dengan menyelenggarakan salah satu acara kebudayaan, yaitu

acara nyeruit yang diikuti oleh 10.800 orang yang dicatat dalam Museum Rekor

Indonesia (MURI) ke-4.937 karena memiliki unsur superlatif, langka, dan unik,

untuk kategori makanan khas tradisional (Karsiman,Lampung Post,2011).

Masyarakat di luar provinsi Lampung jarang mendengar kata seruit, dan

(20)

pertama kali memakannya bisa saja terasa aneh karena merupakan kombinasi dari

rasa pedas, asam, manis. Seruit merupakan makanan rumahan, dan akan sangat

jarang bila kita temui di rumah makan di Lampung. Hal yang menarik dariseruit

ini selain jarang ditemui di rumah makan lokal, adalah tiap daerah memiliki khas

baik dari jenis ikan, jenis sayur maupun sambalnya meskipun seruit memang

merupakan sambal dan menggunakan dedaunan yang terlihat sama pada

umumnya, seruit khas orang Lampung Kedamaian belum tentu sama dengan

seruitkhas Lampung daerah lainnya. Seperti ada yang menyampurkan sambelnya

dengan tempoyak atau juga terasi, ada yang menambahkannya dengan mangga,

sesuai selera. Nyeruit pada umumnya, bukan hanya nama makanan dan sekedar

kebiasaan makan bersama, tapi ini adalah salah satu bentuk kebersamaan ajang

silaturahmi antar keluarga, sahabat ataupun kolega yang boleh dibilang sudah

mulai memudar karena terbentur kegiatan masing-masing personal. Hakikat dari

nyeruitadalah nilai kebersamaan yang dirasakan cukup mahal di zaman sekarang,

kebersamaan yang dapat mempererat hubungan antar individu yang tidak bisa

dinilai dengan uang. Masyarakat Lampung memegang teguh sikap kekeluargaan,

bersatu dalam menghadapi masalah, saling bantu dan bergotong royong

(Karsiman,Lampung Post, 2011).

Oleh karena itu, berdasarkan dari penjelasan di atas, penelitian ini ditujukan

kepada masyarakat Lampung di kota Bandar Lampung khususnya penduduk di

kelurahan Kedamaian kecamatan Kedamaian Bandar Lampung dalam rangka

untuk mengetahui bagaimana tradisi nyeruit pada suku Lampung Kedamaian

(21)

6

sosialnya serta melihat perubahan lingkungan yang menyebabkan perubahan

budayanyeruitdi Kelurahan Kedamaian Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Tradisi nyeruit pada waktu lampau hingga sekarang baik itu dari unsur, alat dan

bahan yang digunakan, diperkirakan mengalami perubahan akibat dari adanya

perubahan lingkungan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang di atas,

maka rumusan masalahnya adalah: “Bagaimanakah nilai-nilai keyakinan tradisi

nyeruit pada warga suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan

Kedamaian dan perubahannya?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisis perubahan-perubahan dari segi lingkungan baik bahan-bahan

dan alat yang digunakan untuk nyeruit hingga nilai-nilai yang terkandung

termasuk keyakinan makanan, selera, kebiasaan dan fungsi sosialnya dalam tradisi

nyeruit pada masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan

(22)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pengembangan ilmu Sosiologi, antara lain pada Sosiologi Budaya,

Sosiologi Kesehatan, Sosiologi Makanan, dan Sosiologi Lingkungan.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi empirik dan

pengetahuan untuk penelitian selanjutnya mengenai tradisi nyeruit dan

perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.

2. Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan menjadi sumber penelitian

yang lebih mendalam dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan juga

diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Makanan dan Nasi

1. Pengertian Makanan

Makanan bisa menjadi simbol atau identitas dari tiap daerah, karena bahan-bahan

makanan yang setiap hari dimakan mewakili jenis makanan apa yang dapat

dihasilkan oleh suatu wilayah (Belasco, 2008). Meskipun saat ini eksport import

bahan makanan telah dengan mudah didapat, namun generalisasinya makanan

pokok suatu negara tetaplah menjadi identitas negara tersebut.

Sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam

mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan

peran sosial dasar yang jauh mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia

(Foster dan Anderson, 2006). Artinya, makanan tidak bisa dilihat hanya dari segi

kesehatan berfungsi sebagai pengenyang, tetapi juga makanan berkaitan dengan

budaya. Karena di setiap suku bangsa pasti mengenal makanan khas

masing-masing yang sesuai dengan keadaan alam dan sumber daya yang ada di

lingkungannya yang sudah tentu cara pengolahannya pun ikut berbeda. Seperti

contoh perbedaan cara orang Lampung Pepadun dan Sai Batin memakan seruit

(24)

bercocok tanam padi yang kemudian diolah menjadi nasi, sedangkan Sai Batin

memanfaatkan ikan laut dan cenderung memanfaatkan ketersediaan yang berasal

dari laut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka (Nurdin, 2008).

2. Pengertian Nasi

Nasi berasal dari beras putih. Beras dihasilkan dari bulir-bulir tanaman padi yang

telah matang. Nama latin dari padi adalah Oryza Sativa. Beras adalah biji kecil

dari jenis rerumputan tertentu yang dimasak, dan dimakan sebagai makanan.

Bentuk beras padi yaitu berbulir panjang (Cambridge Dictionary). Nasi dimakan

oleh sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam

menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama

lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi

dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, yang cara

memasaknya dengan diberikan beberapa bumbu, seperti Nasi Goreng atau Nasi

Kuning. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, Asia

Tenggara khususnya Indonesia.

Nasi, merupakan salah satu makanan pokok di dunia mewakili makanan pokok

lainnya. Bagi orang Indonesia Barat, nasi tidak bisa dikhususkan kapan harus

memakan nasi apakah untuk sarapan, makan siang atau malam saja. Namun dari

bentuknya, nasi dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, misalnya beras

yang ditanak menjadi nasi biasa dimakan oleh orang yang sehat, sedangkan nasi

(25)

10

Nasi yang dihidangkan bersamaan dengan seruit terbuat dari beras padi yang

berasal dari sawah dan ladang. Sejak keberhasilan bangsa Kolonial dalam

program Transmigrasi yang membuat masyarakat Lampung lebih banyak

menanam padi sawah, sampai saat ini kebanyakan masyarakat Lampung telah

menggunakan beras padi sawah karena penduduk Lampung sudah banyak yang

menggarap sawah daripada berladang. Meski demikian padi ladang tetap disukai

oleh masyarakat Lampung karena beras padi ladang enak dan harum

dibandingkan beras padi sawah (Nurdin, 2008).

3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya

Terlepas dari apakah makanan tersebut mengandung gizi yang baik atau tidak,

makanan juga memiliki fungsi sosial, arti simbolik dan kepercayaan. Seperti yang

Foster dan Anderson (2006) sebutkan bahwa,

“Tidak ada manfaaatnya untuk menyarankan makanan yang seimbang apabila makanan yang disarankan itu melanggar kepercayaan inti yang bertalian dengan pantangan makanan panas-dingin, yang oleh kebanyakan orang tidak saja dengan makanan sehari-hari, namun terutama berhubungan dengan krisis kehidupan seperti kehamilan, periode setelah kelahiran dan sakit.”

Maksudnya di sini terdapat perbedaan makan dan nutrisi, nutrisi merupakan

bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh seperti gizi, protein, lemak dan

sebagainya yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan makanan merupakan konsep

kebudayaan yang berkaitan dengan selera, kenikmatan, mitos dan status sosial di

masyarakat yang cara memakannya, dan kapan dimakan dipengaruhi oleh budaya

yang dimilikinya. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen

(26)

suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang

menelannya, sedangkan makanan adalah suatu konsep budaya. (Foster dan

Anderson, 2006)

Selain memisahkan antara konsep nutrisi dan makanan, kita tidak bisa

menganjurkan masyarakat tertentu untuk memakan makanan berdasarkan yang

bukan budayanya, misalnya menganjurkan untuk memakan daging babi dalam

masyarakat muslim yang dalam aturannya diharamkan memakan daging babi.

Begitupun dengan tradisi nyeruit yang mengharuskan ikan dan tidak

menggunakan daging-dagingan lainnya, apalagi daging babi karena disesuaikan

dengan kebiasaan makan dan keadaan lingkungan. Bukan makanan (food) saja

dibatasi secara budaya, namun juga konsep tentang makanan (meal), kapan

dimakannya, terdiri dari apa, dan bagaimana etiket makannya. Seperti halnya

dengan apa saja bahan-bahanseruit itu, dan bagaimana cara memakannya, semua

konsep makan memiliki aturan yang telah dibentuk berdasarkan budaya, termasuk

kapan waktunya untuk makan seruit, namun nyeruit tidak terikat dengan

klasifikasi waktu apakah harus dimakan saat pagi, siang, ataupun malam hari,

hanya sajanyeruitdigolongkan ke dalam waktu makan acara keluarga tidak resmi.

Selain kebudayaan menentukan makanan, dan mengklasifikasi kapan makanan

dimakan. Peran makanan dalam budaya juga merupakan pemuas nafsu makan dan

rasa lapar. Dalam konsep makan ini, Foster dan Anderson (2006) mengatakan

bahwa,

(27)

12

adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan konsep fisiologi.”

Seperti halnyanyeruit berfungsi sebagai pemuas nafsu makan (pengenyang), juga

sebagai pemenuhan konsep nutrisi dalam makanan meskipun dari segi kesehatan

kandungan gizi dalamseruittidak begitu dipermasalahkan.Nyeruitdilakukan saat

beramai-ramai dapat dirasa lebih mengenyangkan ketimbang nyeruit yang

dilakukan secara sendiri.Nyeruitdapat mengembalikan nafsu makan orang-orang

yang baru sembuh dari sakit, keyakinanan ini yang membuat orang tersebut

kembali sehat meski gizi dalam komponen seruit tidak sebanyak makanan yang

lebih bergizi lainnya, seperti susu dan keju yang dalam pandangan sebagian orang

di berbagai daerah di Indonesia merupakan makanan“mahal”.

Makanan memiliki fungsi sebagai simbol pengikat dalam hubungan sosial dan

mengurangi rasa stress, berbagi makanan saat bertemu dan berkumpul dalam

tradisi orang Indonesia maupun masyarakat di belahan dunia lainnya merupakan

hal yang dengan alamiah dapat terjadi, karena kodrat manusia adalah makhluk

sosial yang membutuhkan interaksi yang sudah tentu melibatkan makanan.

Makanan-makanan itu melambangkan rasa kasih sayang, perhatian, persahabatan

dan kesetiakawanan dalam kelompok. Dari media makanan, suatu permasalahan

dapat diselesaikan atau untuk sementara waktu dapat dikurangi (Foster dan

Anderson, 2006). Nyeruit pun sama fungsinya demikian, nyeruit menyatukan

(28)

bermasalah. Dengan adanya santapan seruit di meja, suatu pembicaraan dapat

mengalir dengan santai, menimbulkan rasa nyaman dan stress berkurang.

Makanan dalam budaya pun memiliki arti simbolik dalam bahasa, bahasa

mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara

makanan, persepsi kepribadian dan keadaan emosional (Foster dan Anderson,

2006). Artinya, makanan memiliki arti asam, manis, dingin, hangat, keras, empuk,

segar, kuat, yang sifatnya mewakili watak manusia. Orang dapat mengetahui

sebab dari kegemukan adalah karena kelaparan dan banyak makan, makan dapat

diartikan sebagai pengganti dari kasih sayang dan persahabatan bagi orang yang

kesepian (hungry of love). Makanan memberikan simbol-simbol dalam bahasa

yang secara impilsit hanya orang-orang tertentu yang dapat mengetahuinya.

Seperti halnya orang yang memasak makanan terlalu banyak garam, dinilai bahwa

orang itu ingin menikah, membuat masakan terlalu pedas artinya orang itu sedang

marah, sama seperti perempuan yang membuat sambelseruitjikaulekannya halus

artinya orang itu masih gadis dan lain sebagainya.

B. Tinjauan TradisiNyeruit

1. Pengertian Tradisi

Tradisi merupakan bagian dari“budaya” yang keduanya merupakan hasil

karya. Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya.

Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personifikasi

(29)

14

patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar.

Berdasarkan dari mitos-mitos yang tercipta atas manifestasi kebiasaan yang

menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tergabung

dalam suatu bangsa (Suwarno, 2011).

Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia di muka bumi.

Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah sebab sehingga keduanya merupakan

personifikasi. Budaya adalah cara hidup yang dipatuhi oleh anggota masyarakat

atas dasar kesepakatan bersama (Abdulsyani, 1995). Kedua kata ini merupakan

keseluruhan gagasan dan karya manusia, dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan

hukum, sehingga keduanya merupakan dwitunggal. Kebudayaan tersebut lalu

turun termurun diwariskan dari generasi ke generasi agar tetap hidup (Suwarno,

2011).

2. Pengertian TradisiNyeruit

Seperti masyarakat di banyak daerah di Indonesia, masyarakat Lampung adalah

masyarakat yang gemar berkumpul dan bersilaturahmi, baik antar keluarga

maupun antartetangga. Mereka berkumpul di acara pernikahan, acara adat, atau

acara keagamaan. Tidaklah berlebihan sebagian masyarakat beranggapan nyeruit

bukan saja sekadar makanan, melainkan juga bagian dari tradisi dan budaya.

Selain itu, dijadikan ajang silaturahmi karena nyeruit dapat menumbuhkan nilai

(30)

Masyarakat Lampung sangat mempercayai bahwa jika ingin makan sebaiknya

tidak sendiri. Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak

dinikmati oleh teman-teman ataupun banyak orang. Mitos yang dipercayai oleh

masyarakat Lampung adalah “jangan makanseruitsendirian”karenaseruitberarti

alat untuk menangkap kura (jebakan) yang seruit itu sendiri kaya rasa namun

dominan pedas. Siapa yang akan diseruit jika tidak ada teman saat makan seruit?

karena rasaseruityang pedas akan membuat beberapa orangkewalahandan orang

yang mengalami hal tersebut telah terkena seruit/jebakan. Di sinilah keseruan

makanseruit. (Zainuddin,Lampung Post,2011)

Bagi masyarakat Lampung, seruit bukan sekadar makanan. Inilah lambang yang

menegaskan kebersamaan; kebersamaan yang dikayuh berabad-abad, sehingga

proses akulturasi budaya berlangsung mulus di sini. Daerah Lampung ini telah

membuktikan dirinya sebagai Indonesia mini. Ratusan suku bergabung dan

tersebar di hampir setiap inci wilayah. Kekayaan tradisi ini menjadi penanda

penting bergeraknya Lampung, khususnya Bandar Lampung sebagai ibu kota,

menghadapi modernitas tanpa kehilangan visi, dan seruit menjadi unsur yang

mempertalikan keberagaman tersebut dalam suatu identitas. (Zainuddin,Lampung

Post, 2011)

3. PengertianNyeruit

Kata atau istilah nyeruitsecara morfologis merupakan kata bentuk dari kata dasar

seruit, yaitu me- + seruit menjadi menyeruit, berubah bentuk (me)nyeruit, yang

(31)

16

diubah menjadi kata verba akan menjadi menyeruit, dalam pembacaan nyeruit,

(bukan menseruit); karena dalam tata Bahasa Indonesia, kata dasar yang berawal

huruf k, p, t, s bila mendapat imbuhan me, huruf awal tersebut luluh. (Rachmat,

Lampung Post, 2011)

Seruit (kata benda) adalah makanan khas provinsi Lampung, Indonesia, yaitu

masakan ikan yang digoreng atau dibakar kemudian dicampur sambel terasi dan

tempoyak.Tempoyakadalah makanan yang merupakan hasil fermentasi dari buah

durian atau mangga.Seruitakan terasa lebih nikmat, jika disantap bersama dengan

nasi, ikan pindang, sambel terasi dan serbat. Serbat adalah jus minuman yang

terbuat dari buah mangga. Jenis ikan lainnya adalah ikan sungai seperti belida,

baung, layis dan lain-lain, ditambah lalapan. Hidangan lalapan dalam sambel

seruit bisa bervariasi, namun di Lampung dikenal berbagai jenis tumbuhan yang

cocok menjadi bahan lalapan. Selain timun, petai, kemangi, kol dan tomat. Namun

tersedia pula lalapan jagung muda, daun pepaya dan adas.

Istilah yang dipakai untuk makan dengan seruit adalah “Nyeruit”.Nyeruit (kata

kerja) berati makan bersama dengan hidangan seruit tanpa menggunakan

peralatan makan seperti sendok dan garpu. Nyeruit termasuk ke dalam kategori

makanan berat atau pengenyang yang dimakan bersama nasi. Nyeruit disantap

pada jam-jam makan karena sifatnya mengenyangkan. Saat nyeruit semua orang

duduk di atas alas tikar. Di daerah Lampung sendiri belum banyak didirikan

rumah makan khas Lampung. Tidak seperti daerah tetangganya, Palembang.

(32)

mau mengangkat makanan khas daerahnya dapat dipastikan seruit akan semakin

terkenal dan tentunya akan semakin banyak orang yangnyeruit.

4. Pengolahan dan Cara MakanSeruit

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruitpada umumnya.

Prosesnya, ikan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Bagi masyarakat Pepadun

yang tinggal di pinggir sungai, menggunakan ikan yang berasal dari sungai seperti

ikan patin, belida dan lainnya, bagi masyarakat Lampung Sai Batin menggunakan

ikan hasil tangkapan laut seperti tongkol, gurame dan mas. Kemudian ikan

dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbunya berupa bawang

putih, garam, kunyit, dan jahe. Setelah itu, ikan pun dibakar selama kurang lebih

sekitar sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan diolesi dengan kecap

manis dan campuran bumbu dari bawang putih, garam, dan ketumbar. Sementara,

sambel untuk campuran seruitbisa berupa sambel tempoyak, sambel mangga dan

sambel terasi itu sendiri. Olahan sambel terdiri dari cabai merah, cabai kecil,

garam, rampai, dan terasi. Campuran terasi atau belacan untuk seruit di tiap-tiap

daerah berbeda, seperti terasi udang dan terasi ikan. Namun pada umumnya terasi

yang digunakan adalah terasi yang terbuat dari udang (rebon) yang telah dibakar

terlebih dahulu. Lalu bahan sambel ini ditumbuk hingga halus kemudian

ditambahkan dengan tempoyak (duren fermentasi) atau mangga, tak ketinggalan

untuk menambahkan beberapa jenis lalapan, seperti daun kemangi, terong bakar,

(33)

18

menjadi satu. Setelah itu, seruit pun siap dinikmati dengan nasi hangat secara

beramai-ramai.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nyeruit bisa dilakukan

berdasarkan tempat, cara makan dan alat makan, antara lain:

1. Tempat: Nyeruit hanya dapat dimakan ketika ada acara keluarga, acara

pernikahan, syukuran, dan acara adat. Nyeruit sangat terikat waktu karena

harus dilakukan saat itu dan di tempat itu juga. Karena nyeruit tidak

tersedia di restoran lokal, oleh karena itu tempat untuk menikmati seruit

terbatas.

2. Cara makan: Nyeruit dimakan bersama-sama keluarga besar, maupun

keluarga inti, tapi sifatnya dilakukan beramai-ramai, karena pandangan

orang Lampung memakan seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan

sendirian dengan rasaseruitnya yang “ramai” (pedas, asam, asin).

3. Alat makan: Nyeruit tidak harus menggunakan alat makan seperti sendok,

garpu, pisau, piring, tanpa duduk di atas kursi dan makanan tidak

dihidangkan di atas meja, karena nyeruit umumnya dilakukan hanya

menggunakan piring tanpa sendok garpu, bahkan orang dahulu memakan

seruit secara bersama dengan berwadahkan daun pisang dan satu wadah

(34)

C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung

1. Asal-usul Orang Lampung

Hadikusuma (1983) menyatakan bahwa generasi awal UlunLampung berasal dari

Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh

Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong.

Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu

Bairawa.

Buay Tumikemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal

dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu

Bejalan di Way, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat

Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana

diungkap naskah kunoKuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja

Niti, nama puyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan

Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti (Hadikusuma, 1983) menyusun

hipotesis keturunanUlunLampung sebagai berikut:

1. Inder Gajah

Gelar: Umpu Lapah di Way. Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit

Keturunan: Orang Abung

2. Pak Lang

Gelar: Umpu Pernong. Kedudukan: Hanibung, Batu Brak Keturunan:

Orang Pubian

(35)

20

Gelar: Umpu Nyerupa. Kedudukan: Tampak Siring, Sukau Keturunan:

Jelma Daya

4. Belunguh

Gelar: Umpu Belunguh. Kedudukan: Kenali, Belalau Keturunan:

Peminggir

5. Indarwati

Gelar: Puteri Bulan. Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak Keturunan:

Tulang Bawang

Secara kultural, Lampung memiliki dua masyarakat adat, yakni Lampung Sai

Batin dan Lampung Pepadun. Keduanya sama-sama memiliki kebiasaan

berkumpul. Saat berkumpul, diperlukan makanan yang bisa dinikmati

bersama-sama. Makanan tersebut adalahseruit. Kebiasaannyeruitpada LampungSai Batin

tidak begitu melekat di diri mereka. Kebanyakan dari mereka yang melakukan

nyeruit secara turun temurun hanya masyarakat adat yang menganggapnya

sebagai makanan pokok, seperti masyarakat LampungPepadun.

2. Karakteristik Orang Lampung

Menurut Kitab Kuntara Raja Niti (Hadikususma, 1983), terdapat lima

karakteristik orang Lampung, antara lain:

1. Pi’il Pesenggikhi

Malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri.

(36)

dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi

maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan.

2. Sakai Sambaian

Gotong Royong, tolong-menolong, bahu membahu, dan saling memberi

sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain.

3. Nemui Nyimah

Saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu.

Bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang

dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang berhubungan

dengan masyarakat Lampung.

4. Nengah Nyampukh

Tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesediaan membuka diri

dalam pergaulan masyarakat umum dan pengetahuan luas.

5. Bejuluk Adok

Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwariskan turun temurun

dari zaman dahulu. Mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang

disandangnya.

Dari ke lima ciri inilah masyarakat Lampung terbentuk menjadi masyarakat yang

terbuka akan semua aspek sosial. Melalui tradisi makan seruit atau biasa disebut

dengan istilah nyeruit inilah yang mempersatukan masyarakat Lampung dalam

pergaulan sehari-hari (nengah nyampukh), memberikan jamuan kepada tamu atau

saudara, makan bersama disela-sela waktu bergotong royong ketika ada acara adat

(37)

22

secara turun temurun oleh tetua Adat Lampung selain pengangkatan gelar

terutama pada LampungPepadun(bejuluk adok).

D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan

Kata masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya bersama-sama,

kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup

bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya

mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia) (Suwarno, 2011).

Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama

manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar

hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan

manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Suatu

kenyataan bahwa kita hidup, bergaul, bekerja sampai meninggal dunia,

di dalam masyarakat.

Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang yang di

mana menurut UU No. 22 tahun 1999. Tentang Otonomi Daerah, kota adalah

kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi (bandarlampungkota.go.id diakses tanggal 9 Januari 2015).

Kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-individu yang

heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat menempati areal tanah yang terbatas

berbeda halnya dengan apa yang disebutkan desa-desa, kampung-kampung dan

(38)

sekaligus bertempat tinggal di pusat perekonomian yang penghuninya dapat

memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

1. Karakteristik Masyarakat Kota

Masyarakat kota terdiri dari manusia yang memiliki berbagai macam tingkatan

atau lapisan hidup, seperti pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Penduduk

dari masyarakat kota umumnya memiliki pekerjaan yang heterogen dan biasanya

bukan pekerja agraris. Sifat-sifat yang dimiliki oleh masyarakat kota antara lain:

1. Masyarakat kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu

masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh

anggota masyarakat lainnya, hal ini menggambarkan corak hubungan yang

terbatas, di mana setiap individu mempunyai jiwa merdeka

untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

2. Masyarakat kota mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi

budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang

lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih

cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat

mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan

kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat

memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda

dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat

kehidupan masyarakat kota beragam dengan corak sendiri-sendiri.

3. Masyarakat kota cenderung materialistis. Akibat dari sikap hidup yang

(39)

24

masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan

efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang

memperhatikan tanggung jawab sosial.

Maka jika dilihat dari pengertian karakteristik masyarakat kota dan karakteristik

orang Lampung yang cepat menerima budaya luar, sedangkan wilayah suku

Lampung Kedamaian berada di tengah kota, hal ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa suku Lampung Kedamaian telah mengalami perubahan dari segi

lingkungan maupun sosial budayanya.

E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan

1. Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau

mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem

tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Untuk itu, konsep dasar mengenai

perubahan sosial menyangkut tiga hal, yaitu: pertama, studi mengenai perbedaan;

kedua, studi harus dilakukan pada waktu yang berbeda; dan ketiga, pengamatan

pada sistem sosial yang sama (Martono, 2012). Artinya bahwa untuk

mendapatkan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya perbedaan atau

perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Kedua, studi perubahan harus

dilihat dalam konteks waktu yang berbeda, dengan kata lain kita harus melibatkan

studi komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda. Ketiga, objek yang menjadi

(40)

Studi perubahan sosial, dengan demikian akan melibatkan dimensi ruang dan

waktu. Dimensi ruang menunjukkan pada wilayah terjadinya perubahan sosial

serta kondisi yang melingkupinya. Dimensi ini mencakup pula konteks historis

yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi waktu dalam studi perubahan

meliputi konteks masa lalu (past), sekarang (present), dan masa depan (future)

(Martono, 2012).

2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya

Perubahan sosial dan perubahan budaya hanya dapat dibedakan dengan

membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan. Dengan

membedakan dua konsep tersebut, maka dengan sendirinya akan membedakan

antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Terdapat perbedaan yang

mendasar antara perubahan sosial dengan perubahan budaya. Perubahan sosial

merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan sosial meliputi perubahan

dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan penurunan rasa kekeluargaan

antaranggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus urbanisasi dan

modernisasi (Suwarno, 2011). Perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari

perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan

seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi,

dan filsafat. Perubahan sosial dan perubahan budaya yang terjadi dalam

masyarakat saling berkaitan, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki

kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat

(41)

26

Persamaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah keduanya

berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu perubahan

terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebudayaan

mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku yang timbul karena interaksi

yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan

bukan muncul karena warisan biologis. Bentuk perubahan sosial (dan perubahan

kebudayaan) dapat dibedakan menjadi perubahan secara cepat (revolusi) dan

perubahan secara lambat (evolusi).

3. Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada

umumnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam munculnya perubahan

sosial. Faktor tersebut dapat digolongkan pada faktor dari dalam dan faktor dari

luar masyarakat (Martono, 2012).

Faktor yang berasal dari dalam salah satunya, bertambah dan berkurangnya

penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah

dan persebaran wilayah pemukiman. Wilayah pemukiman yang semula terpusat

pada satu wilayah kekerabatan (misalnya desa) akan berubah atau terpancar

karena faktor pekerjaan. Berkurangnya penduduk juga akan menyebabkan

(42)

Faktor yang berasal dari luar, antara lain kontak dengan budaya luar. Bertemunya

budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu

menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli

maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong

terjadinya perubahan dan tentu saja akan memperkaya kebudayaan yang ada.

Kedua, sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan merupakan salah satu

faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan

telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan

obyektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah

kebudayaan masyarakatnya mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman,

dan memerlukan sebuah perubahan atau tidak (Martono, 2012).

Dari penjabaran tentang bentuk-bentuk dan faktor perubahan sosial, maka akan

membawa kita pada perubahan tradisi nyeruit pada masyarakat Lampung baik

dalam kehidupan sehari-hari maupun pada kegiatan upacara adat. Kita bisa

menilai bagaimana tradisi nyeruit mengalami perubahan secara lambat (evolusi)

dari periode ke periode berikutnya.

4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan Bahan Makanan

Dari pemaparan beberapa pengertian tentang perubahan sosial budaya

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial dan budaya saling

berkaitan erat dengan keadaan lingkungan di suatu wilayah. Selain faktor budaya

(43)

28

dibentuk oleh tindakan manusia. Perubahan sosial dan budaya ini dapat

mempengaruhi perubahan lingkungan secara lambat maupun cepat, begitupun

sebaliknya. Budaya nyeruit di Kedamaian dulu dan sekarang mengalami

perubahan-perubahan karena menyesuaikan keadaan sosial dan lingkungan yang

[image:43.595.176.432.230.404.2]

ada saat ini.

Gambar 1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 (Sumber:KITLV Netherlanddiunduh tanggal 5 Januari 2015)

[image:43.595.186.435.499.650.2]
(44)

Pada kedua contoh peta di atas, terdapat perubahan administratif dan lingkungan

Provinsi Lampung yang sangat drastis dengan yang sekarang. Pada tahun 1924,

Keresidenan Lampung (dulu Teloek Betoeng) masih di bawah Keresidenan

Sumatera Selatan, dikuasai Pemerintahan Belanda. Sebelum pembaruan

administratif, Teloek Betoeng yang berpusat di Tandjung Karang, terlihat bahwa

Kedamaian (dulu Kademajan) sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kedamaian

saat itu masih merupakan desa kecil. Namun setelah Indonesia merdeka, pada

tahun 1964 pemerintah daerah membuat ulang sistem administratif, Teloek

Betoeng memisahkan diri dari Keresidenan Sumatera Selatan dan membuat

pemerintahan baru menjadi Provinsi Lampung dengan Bandar Lampung sebagai

ibukota. Pada tahun 1930, pemerintah menyelenggarakan sensus penduduk untuk

pertama kalinya. Bandar Lampung baru menyelenggarakan sensus dengan

pemerintahan baru mulai tahun 1971.

Wilayah administratif Kota Bandar Lampung yang semula terdiri dari 13

Kecamatan dan 98 Kelurahan sejak tahun 2012 telah dimekarkan menjadi 20

Kecamatan dan 126 Kelurahan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan

Daerah Nomor 04 tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan

Kecamatan sebagaimana terakhir diubah dalam Peraturan tersebut. Kedamaian

masuk sebagai bagian daerah dari pusat Kota Tanjung Karang Teluk Betung,

Bandar Lampung (bandarlampung.go.id diakses tanggal 24 Desember 2014).

Wilayah Administratif Kecamatan Kedamaian terdiri dari 7 Kelurahan, yakni :

1. Kedamaian

(45)

30

3. Tanjungagung Raya

4. Tanjungbaru

5. Kalibalau Kencana

6. Tanjungraya

[image:45.595.179.427.239.391.2]

7. Tanjunggading

Gambar 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian

(Sumber: bandarlampungkota.go.id diunduh tanggal 24 Desember 2014)

Perubahan lingkungan Kedamaian yang dulunya merupakan wilayah desa yang

dihidupi oleh sungai dan kaya akan hasil alam, di mana masyarakat dapat hidup

hanya dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Kini

sudah sulit ditemukan karena potensi itu telah berubah menjadi

bangunan-bangunan gedung, rumah-rumah semi hingga permanen sungai yang dulunya

lebar mengalami penyempitan karena bertambahnya jumlah penduduk untuk

membangun rumah. Apa yang seharusnya dulu dapat langsung dikonsumsi, kini

harus membelinya di toko/swalayan milik perusahaan terbatas yang telah

dibangun di daerah tersebut, seperti Indomaret dan Alfamart. Meskipun masih

terdapat pasar tradisional, tapi fungsi pasar untuk menyediakan bahan-bahan

(46)

orang Kedamaian di masa lalu menggunakan daun jambu karena dulu mereka

banyak yang menanam pohon jambu, sekarang jika kita cari di pasar setempat,

mungkin ada, namun jumlahnya tidak sebanyak dulu karena orang yang memiliki

pohon jambu sudah jarang atau bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Akibat dari

berkurangnya aspek penting seperti ini serta dukungan peradaban masyarakat

yang semakin modern, masyarakat mulai berpikir untuk “urbanisasi”, maksudnya

di sini masyarakat tidak berpindah tempat tinggal, namun mengubah pola perilaku

dan kebiasaannya dari tradisional menjadi kekotaan. Masyarakat Kedamaian tidak

meninggalkan tradisi nyeruit, namun perubahan-perubahan yang terjadi pada

akhirnya tetap mengurangi intensitas dan kuantitas masyarakat untuknyeruit.

Maka dari penjabaran di atas, perubahan-perubahan ini terjadi secara keseluruhan

baik dari cara makan, alat-alat yang digunakan untuk memakan seruit,

bahan-bahan komposisi dan unsur yang ada, serta ketersediaan waktu dan tempat yang

sudah sangat berkurang dibandingkan dengan jaman dulu meski perubahan

lingkungan tersebut tidak berpengaruh pada kebiasaan masyarakat menyantap

seruit, nilai-nilai kebersamaan dan semangat yang muncul dari nyeruit dan

keyakinan masyarakat bahwa nyeruit sebagai salah satu alat pemersatu

(47)

32

F. Tinjauan Akulturasi

Akulturasi adalah salah satu jenis proses dari perubahan sosial budaya selain

difusi, asimilasi dan akomodasi. Pengertian akulturasi adalah proses sosial budaya

yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah

ke dalam kebudayaan tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan

asal (Dhohiri, 2007). Perubahan tradisi nyeruit yang lambat-laun kian terjadi

karena adanya pengaruh dari masuknya varian makanan import seperti fast food

danjunk food.Adanya akulturasi tradisi nyeruit pada orang Lampung Kedamaian

tidak serta merta terprovokasi untuk mengkonsumsi makanan-makanan fast food

tersebut, mereka menerima adanya makanan cepat saji orang Barat, namun tidak

juga meninggalkan tradisi makanseruitbagi yang masih terbiasa.

G. Kerangka Pikir

Nyeruit dapat dianggap sebagai salah satu bagian dari kebudayaan lokal suku

Lampung, yang merupakan makanan tradisional masyarakat Lampung. Tradisi

nyeruit ini adalah kebiasaan makan tradisional yang menjadi kebiasaan pokok

oleh suku Lampung khususnya Pepadun. Perubahan lingkungan yang terjadi

belakangan ini mengakibatkan berkurangnya masyarakat Lampung untuk

melakukan tradisi ini. Masyarakat Lampung diharapkan dapat melestarikan

kebudayaan suku Lampung agar tidak hilang terkikis kebudayaan luar serta

terkena dampak dari adanya perubahan-perubahan sosial dan lingkungan yang

(48)

perubahan makanan di dalam masyarakat. Bagi yang masih terbiasa nyeruit

cenderung tidak begitu terpengaruh dengan adanya perubahan ini, karena nyeruit

dianggap sebagai kebutuhan biologis dan psikologi individu penikmat seruit

sebagai makanan pokok yang sudah menjadi selera budaya makan tersendiri dan

memiliki fungsi sebagai pengikat hubungan keluarga, teman dan jaringan sosial.

Dari penjelasan di atas maka bagan yang digunakan adalah model ekologi dalam

Antropologi Makanan, sebagai berikut:

Lingkungan Sosial Lingkungan Fisik

Individual Biological & Psycological needs

Makanan

Organisasi Sosial Teknologi

[image:48.595.114.499.325.493.2]

Kebudayaan dan Ekologi

Gambar 4.Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Antropologi Makanan”

(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan menggunakan teori ekologi Jerome, Pelto & Kandel (1980). Teori ini

dianggap dapat mewakili penjelasan yang terkait dengan penelitian. Nawawi dan

Martini (1996), penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses

menjaring data/informasi yang bersifat sewajarnya, mengenai suatu masalah

dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Data dapat

berbentuk gejala yang sedang berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang

bersifat teoritis atau praktis dan lain-lain. Dengan demikian jelas bahwa penelitian

kualitatif bersifat induktif, karena bertolak dari data yang bersifat

individual/khusus, untuk merumuskan kesimpulan umum. Penelitian kualitatif

tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui

pengumpulan data yang bersifat khusus, yang merupakan proses berfikir deduktif.

Penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan topik atau

pembahasan yang akan diteliti karena orientasi kualitatif ini dapat

mengungkapkan bagaimana tradisinyeruitberkembang dan mengalami perubahan

(50)

B. Fokus Penelitian

Perumusan masalah dan fokus penelitian yang saling terkait karena permasalahan

penelitian dijadikan acuan bagi fokus penelitian. Meskipun fokus dapat berubah

dan berkurang berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Fokus yang dapat

berubah dan berkurang pada penelitian mengenai tradisinyeruitini seperti melihat

apakah tradisinyeruitdi daerah Kedamaian ini masih berlangsung, atau perubahan

penetapan sumber informan yang seharusnya tetapi karena suatu halangan maka

harus diganti dengan informan penting yang lain.

Penentuan fokus memiliki dua tujuan, yaitu:

1. Penetapan fokus untuk membatasi studi. Bahwa dengan adanya fokus

penelitian, tempat penelitian menjadi layak.

2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria sumber informasi

untuk menjaring informasi yang mengalir masuk.

Fokus yang menjadi penelitian ini adalah menganalisis kajian keyakinan makanan

dan perubahan tradisi nyeruit di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian,

Bandar Lampung dengan mencari informan berdasarkan metode snowball atau

purposif. Metode snowball dan purposif ini digunakan untuk mencari informan

yang sesuai dengan kriteria, seperti harus bersuku Lampung dan telah bermukim

(51)

36

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian,

Bandar Lampung. Dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian karena

pertimbangan sebagai berikut:

1. Belum pernah diadakan penelitian yang berkaitan dengan tradisi nyeruit

dan perubahan sosial lingkungannya di daerah ini.

2. Kedamaian merupakan daerah yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan,

yang merupakan salah satu penduduk daerah perkotaan yang masih

memiliki adat budaya Lampung kental. Daerah ini didominasi oleh

masyarakat bersuku Lampung dan memiliki Keratuan Balaw buay Kuning

tertua di Bandar Lampung.

3. Efisiensi waktu, tempat, dan dana karena daerah ini dekat dengan tempat

tinggal peneliti.

D. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai sumber informasi adalah

masyarakat Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung yang

mempunyai relevansi kuat dalam memberikan data yang dipilih dengan sengaja

dengan tujuan tertentu (purposif). Penentuan informan dalam penelitian kualitatif

berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum. Dalam penelitian ini,

penentuan informan adalah dengan menggunakan teknikpurposive samplingyaitu

(52)

Pertimbangan penentuan informan sebagaimana disebutkan Bungin (2011)

meliputi beberapa hal diantaranya : (1) informan memiliki pengalaman pribadi

sesuai dengan permasalahan yang diteliti; (2) Usia orang yang bersangkutan telah

dewasa; (3) Sehat jasmani dan rohani; (4) Informan bersifat netral tidak

mempunyai kepentingan menjelekkan orang lain; (5) Orang yang bersangkutan

memiliki pengalaman yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.

Bila informasi yang diperoleh melalui teknik purposive sampling belum

mencukupi maka teknik pengumpulan informasi selanjutnya adalah dengan

meminta kepada informan awal untuk menunjukan informan lain yang dapat

mewakili atau memberikan informasi yang dapat melengkapi data penelitian

hingga data yang diperoleh dirasa cukup. Cara ini biasanya lazim disebut dengan

tekniksnowball.

Maka, dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan berdasarkan kriteria

yang telah disebutkan oleh Bungin (2011) adalah warga kelurahan Kedamaian

yang masih menjalankan tradisi nyeruit. Peneliti akan meminta bantuan kepada

kerabat peneliti yang berada di daerah lokasi penelitian kemudian menuju kantor

lurah untuk mendapatkan informasi yang dengan lebih lanjut ditujukan kepada

ketua RT guna mendapatkan data warga yang sesuai dengan kriteria calon

informan dalam proses penelitian. Penentuan informan pada penelitian ini lebih

lanjut akan mengkategorikan informan utama yaitu penyimbang adat atau warga

(53)

38

asli bersuku Lampung Pepadun berusia dewasa yang masih menjalankan tradisi

nyeruit.

Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 8 orang, antara

lain Penyimbang Adat Kedamaian, Ketua RT Kelurahan Kedamaian dan warga

asli Kelurahan Kedamaian yang sudah lama hidup di Kedamaian. Berikut

[image:53.595.109.515.330.587.2]

nama-nama yang menjadi informan dalam penelitian ini:

Tabel 1. Data Informan

No Nama Umur Latar Belakang

1 Cholid Ismail Balaw 68 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian

2 Ramli Rahim 58 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian

3 Hanafi 46 tahun Ketua RT Kelurahan Kedamaian

4 Abdullah Musa 83 tahun Tokoh Agama Kelurahan Kedamaian

5 Muhayan 63 tahun Pensiunan PNS

6 Yuli Suryani 50 tahun Pengurus Dana SPP

7 Junaini 45 tahun Ibu Rumah Tangga

8 Eka Wijaya 45 tahun Ibu Rumah Tangga

Informan pertama, Ketua RT Kelurahan Kedamaian, Hanafi. Beliau adalah Ketua

RT 2 Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang

Sampurna Jaya. Beliau adalah orang pertama yang penulis tanyai mengenai

masalah nyeruit kemudian terus berlanjut ke informan berikutnya berdasarkan

(54)

Informan kedua, Warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Yuli Suryani. Beliau

adalah Pengurus Dana Simpan Pinjam Perempuan dan memiliki warung kecil di

Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna

Jaya.

Informan ketiga, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Junaini. Beliau berprofesi

sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna

Jaya.

Informan keempat, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Eka Wijaya. Beliau juga

berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang

Sampurna Jaya

Informan kelima, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Muhayan. Beliau

berprofesi sebagai Pensiunan PNS dan Wartawan yang beralamat di Jalan Hayam

Wuruk Gang Sampurna Jaya.

Informan keenam, tokoh agama Kelurahan Kedamaian, Abdullah Musa. Beliau

beralamat di Jalan Hayam Wuruk.

Informan ketujuh, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Ramli Rahim.

Informasi mengenai beliau diberikan oleh ketua RT bahwa beliau merupakan

(55)

40

generasi ke-13 di Kedamaian. Beliau memiliki Rumah Makan TATU,

menyediakan kuliner khas Lampung termasuk seruit yang beralamat di Jalan

Hayam Wuruk.

Informan yang terakhir, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Cholid Ismail

Balaw. Beliau adalah penyimbang Keratuan BalawbuayKuning yang telah sangat

lama menempati lingkungan Kedamaian. Beliau tinggal di rumah adat Jajar Intan,

Jalan Hayam Wuruk, Kedamaian.

Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian adalah masyarakat bersuku

Lampung dan asli Kedamaian yang telah menetap dalam kurun waktu 50 tahun

dan ata

Gambar

Gambar 1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924
Gambar 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian
Gambar 4. Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Antropologi
Tabel 1. Data Informan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan tentang Interaksi muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan sosialnya adalah masalah yang menarik untuk dilakukan penelitian, karena persoalan etnik yang berbeda

Dari hasil wawancara terhadap informan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang melatar belakangi manusia lanjut usia bekerja adalah karena Faktor ekonomi

Walaupun demikian, inovasi incremental memainkan peran penting dalam pembaruan sektor publik karena dapat melakukan perubahan kecil yang dapat diterapkan secara terus

Hasil penelitian deskripsikan keadaan ekonomi orang tua dan lingkungan anak bekerja di Kelurahan Way Tataan adalah: 1) Pendapatan kepala keluarga rendah, 2) Jumlah tanggungan

mengandung gaya paksaan dalam penyampainnya, karena biasanya digunakan oleh orangtua dalam memberikan hukuman kepada anaknya sehingga dapat memengaruhi perkembangan

baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi,

Tidak adanya hubungan antara konsumsi bahan makanan sumber serat dengan keluhan menopause dapat disebabkan karena kurangnya responden mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung

Oleh karena itu agar pembangunan berhasil, maka yang harus dilaksanakan adalah menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon sembarangan, dan menanam