ABSTRAK
NYERUIT DI KEDAMAIAN
(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA
PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI
KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN,
BANDAR LAMPUNG)
Oleh:
Anggun Muthia Pratiwi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sosial dan
budaya dan nilai-nilai keyakinan dari kebiasaan makan bernama
Nyeruit. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
menjelaskan berdasarkan teori ekologi, di mana teori ini
mencoba menjelaskan bahwa kejadian yang terjadi disebabkan
oleh perubahan lingkungan yang mempengaruhi variasi alat-alat
dan unsur-unsur tradisi
nyeruit
di masa sekarang. Penelitian ini
dilakukan pada masyarakat Kelurahan Kedamaian, Kecamatan
Kedamaian. Tipe penelitian ini menggunakan metode ekologi
dengan pendekatan kualitatif. Informan terdiri dari 8 orang.
Terdapat dua poin penting penemuan dalam penelitian ini, yaitu
(1)
Nyeruit bersama keluarga besar atau kerabat dekat diyakini
dapat memunculkan rasa semangat dan perasaan senang karena
nyeruit merupakan sarana untuk berkumpul dan bersilaturahmi
di samping juga dapat mengurangi stress. (2) Meskipun
perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada
peralatan dan bahan-bahan untuk
Nyeruit,
nyeruit tetap dapat
terus berlangsung karena
nyeruit sudah menjadi kebiasaan
makan yang mendasar bagi orang suku Lampung di Kedamaian.
ABSTRACT
NYERUIT AT KEDAMAIAN
(THE STUDY OF FOOD BELIEF AND ITS EFFECT TOWARD
LAMPUNGNESE AT KEDAMAIAN SUB-DISTRICT,
BANDAR LAMPUNG)
By:
Anggun Muthia Pratiwi
This study aims to find out the changes in social and culture
and belief derived from culinary tradition, namely Nyeruit.
Besides, this study also aims to discuss based on ecology
theory, that the event occurred is caused by the environmental
change that affects various utensils and ingredients of Nyeruit
tradition today. This research is conducted based on ecology
method through qualitative approach toward the people at
Kedamaian
sub-district.
There
are
eight
informants
interviewed to collect the data. The results of this study shows
two important points that: 1) Nyeruit together with big families
or close siblings is believed that it can trigger the spirit and
happiness since Nyeruit is a way to gather and maintain the
relationship, 2) Although environmental change may alter the
utensils and ingredients for Nyeruit, it can always be preserved
since it has become basic culinary tradition for Lampungnese
people at Kedamaian. In conclusion, Nyeruit is preserved since
it can trigger the spirit and happiness of Lampungnese people
at Kedamaian.
NYERUIT
DI KEDAMAIAN
(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA
ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN
KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)
Oleh
Anggun Muthia Pratiwi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SOSIOLOGI
pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Anggun Muthia Pratiwi. Lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 16 September 1992. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, pasangan Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy. Penulis memiliki satu kakak laki-laki, satu adik perempuan, dan dua adik laki-laki. Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis beralamat di Jalan Pangeran Antasari, Gang. Persada, Nomor. 9, Kalibalau Kencana, Bandar Lampung.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis:
1. Taman Kanak-kanak Gadjah Mada Tanjung Karang Timur yang diselesaikan tahun 1999.
2. Sekolah Dasar Negeri 2 (Teladan) Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2005.
3. SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. 4. MA Negeri 1 (Model) Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2011.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, dengan bangga kupersembahkan hasil karya ini kepada:
Orang tuaku tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy. Saudara-saudariku tercinta, Wirathama Hazera Putra, S.Pd., Debby
Pusparani, Rian Kurniawan, dan Jerry Satria. Calon suamiku tercinta, Armet Posri.
MOTTO
“Setiap orangpasti memiliki kesalahan, yang berbeda adalah kadar usaha untuk memperbaikinya.”
-Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos,
M.Si.-“Orang tua adalah perantara ridho Tuhan, setiap ucapannya adalah do’a, setiap perkataan baiknya adalah semangat yang memberikan jalan pada keberhasilan
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan kemampuan yang penulis miliki, adapun judul dari Skripsi ini adalah “Nyeruit di Kedamaian (Kajian Keyakinan Makanan Serta Perubahannya Pada Orang Lampung di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Hormat serta salam ditujukan kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis hingga terselesaikannya Skripsi ini. Yang mana kita ketahui bahwa Skripsi ini tidak akan ada tanpa dukungan, saran, dan bantuan dari beberapa orang dan institusi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya kepada yang terhormat:
1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan semua tenaga pengajar di jurusan Sosiologi yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian sampai penelitian ini selesai. 2. Drs. Susetyo, M.Si. sebagai ketua jurusan Sosiologi.
3. Drs. Bintang Wirawan, M.Hum. sebagai pembimbing, atas kritik dan sarannya, motivasi, dan dukungannya dalam membantu untuk berfikir lebih ilmiah dan kritis.
4. Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos, M.Si. sebagai penguji serta pembimbing kedua, atas bantuan, ide-ide, petunjuk dan kepeduliannya dalam membantu memperbaiki teknik-teknik, metode penelitian, dan kerangka berfikir sehingga penulis dapat meneliti dengan lebih detil.
5. Drs. Abdul Syani, M.Ip. sebagai pembimbing akademik, atas dukungannya, ide-ide, saran, dan motivasi besar dalam mendukung penulis agar menyelesaikan studi sesegera mungkin.
6. Cholid Ismail Balaw, sebagai penyimbang adat Keratuan Balaw Kedamaian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian.
7. Drs. Mursyid Ariyanto, sebagai Kepala Kelurahan Kedamaian.
8. Orang tua penulis yang tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy,yang telah selalu berdo’a dan memotivasi penulis.
x
10. Calon suami penulis, Armet Posri, yang telah selalu berdo’a, menemani, memotivasi, dan menginspirasi penulis.
11. Ayah Aspori, Ibu Sumarni, dan Nenek sudah menanyakan,“Kapan lulus?” sehingga membuat penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan Skripsi.
12. Sosiologi angkatan 2011, terutama Chibi “Biji Cabe” Gank, you’re the best for giving me special memories in campus. Lilian Oktaviani yang selalu mendukung, menemani, memotivasi dan mengarahkan selama masa revisi, Arum Puspita Sari, Yani Marjaniyati yang berjuang bersama selama proses menuju ujian Skripsi, Fitriana Lestari dan Eka Nur Rani Efendi, Yenni Hernaini dan Renny Suspa Diyanti yang sudah membantu memberi masukan dan saran setiap seminar.I’m so glad and grateful I have you all as my best comrades.
13. Semua teman jurusan Sosiologi, Wilfrida Oktavia yang sudah direpotkan dengan berbagai konsultasi dan revisian, Nora Maharani, Ratna Situmorang, Ayu Alvica Reneo, Andrean Maidya, Anton Prasetyo, Anisa Febriyanti dan Yuliatika Sari yang selalu memberikan semangat, Desi Relga, Anisa Nurlaila dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu serta yang telah selalu hadir dan mendukung tiap seminar penulis.
14. Kakak tingkat jurusan Sosiologi, abang Gery, abang Sulis, abang Sebastian, mba’ Icin dan mba’ Nora Laras atas masukan dan pengalamannya yang berharga selama proses mengerjakan Skripsi.
15. Kawan-kawan sekolah Citra Devi Yulyana, Siti Ayu Helfi dan Dian Aprilia sahabat karib yang paling dekat yang tiap saat selalu mengingatkan untuk revisi.
16. Kawan-kawan KKN, Anisa Incamila yang telah memberikan motivasi dan sarannya, serta kawan-kawan yang lain Amilya Rahayu, Iis Priyatun, Ariefalgi Budianto, Arantha Sabila, Anisa Nurdina, dan Bery Hermawan.
Akhir kata, seperti penelitian yang lainnya, penulis percaya bahwa karyanya masih jauh dari kata sempurna. Mungkin masih ada kesalahan dan kelemahan dalam penulisan Skripsi ini. Sehingga, komentar, kritik, dan saran akan selalu diterima untuk melengkapi penelitian menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis berharap, Skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif dalam membangun pendidikan, pembaca, dan kepada yang ingin melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.
Bandar Lampung, 17 September 2015
Penulis,
ABSTRACT... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN... v
RIWAYAT HIDUP... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
SANWACANA... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Kegunaan Penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Makanan dan Nasi... 8
1. Pengertian Makanan... 8
2. Pengertian Nasi ... 9
3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya ... 10
B. Tinjauan TradisiNyeruit... 13
1. Pengetian Tradisi... 13
2. Pengertian TradisiNyeruit... 14
3. PengertianNyeruit... 15
4. Pengolahan dan Cara Makan Seruit ... 17
C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung... 19
1. Asal-usul Orang Lampung ... 19
2. Karakteristik Orang Lampung... 20
D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan ... 22
1. Karakteristik Masyarakat Kota ... 23
E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan ... 24
1. Pengertian Perubahan Sosial ... 24
2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya ... 25
xii
4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan
Bahan Makanan... 27
F. Tinjauan Akulturasi ... 32
G. Kerangka Pikir... 32
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 34
B. Fokus Penelitian ... 35
C. Lokasi Penelitian ... 36
D. Informan Penelitian ... 36
E. Teknik Pengumpulan Data ... 40
F. Teknik Analisis Data... 43
BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Keratuan Balaw ... 45
B. Sejarah Kelurahan Kedamaian ... 48
C. Monografi Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian ... 49
1. Luas Wilayah ... 50
2. Kependudukan Kelurahan Kedamaian... 50
D. Gambaran Umum Masyarakat LampungPepadunKedamaian... 51
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Nyeruitpada Masyarakat Kedamaian ... 55
1.NyeruitMasyarakat Kedamaian ... 55
2.NyeruitBagi Masyarakat Kedamaian ... 62
B. Analisis ... 63
1.NyeruitTempo Dulu ... 64
2.NyeruitSaat Ini ... 66
3. Model Ekologi TradisiNyeruit... 70
BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 ... 28 2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 28 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian tahun 2012 ... 30 4. Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Teori Antropologi
Makanan” ... ... 33 5. Kitab Kuntara Raja Niti, Hukum Adat Lampung Pubian
milik keluarga besar Keratuan Balaw Buay Kuning ... 53 6. (1). Terasi Udang Bermerk, (2). Sambal Terasi, (3). Jeruk
Sate (Citrus Amblycarpa) dan Tempoyak ... 56 7. Daun Jambu Mente/Mede (Anacardium Occidentale. L) ... 57 8. Kobokan ... 58 9. Bagan “Model Ekologi Tradisi Nyeruit”...
70 10. Peta Administrasi Kecamatan Kedamaian (Kelurahan
A. Latar Belakang Masalah
Makanan dianggap penting karena merupakan bagian terbesar dari proses
kelangsungan hidup manusia. Selama ini, makanan hanya dikaji dari aspek gizi
dan kesehatan, padahal makanan juga bisa dilihat dari sudut pandang budaya.
Seperti yang Foster dan Andreson (2006) katakan bahwa makanan dalam aspek
sosial budaya dilihat dalam suatu kebiasaan yakni,
“Suatu kompleks kebiasaan masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan – pendeknya sebagai suatu kategori budaya yang penting. Makanan dalam kebudayaan memiliki peran sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari.”
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji penelitian terhadap makanan ini sebagai
bagian dari aspek sosial budaya.
Sangat sulit untuk dibayangkan jika pengalaman sosial yang positif tidak
dilibatkan dengan berbagi makanan, misalnya bagaimana kita berbagi secangkir
teh dengan seorang kenalan, makan siang bersama rekan kerja, atau memakan
lobster saat makan malam dengan kekasih. Pada tingkatan yang lebih luas,
2
2008). Makanan adalah kebutuhan yang paling pokok dalam kehidupan semua
makhluk dan merupakan inti dari hubungan sosial yang paling erat pada manusia.
Berdasarkan penemuan pertanian sekitar sepuluh ribu tahun lalu yang berasal dari
negara, kota dan kerajaan. Pertanian telah memperbaiki dunia, baik secara fisik
maupun budaya, mengubah bentang alam dan geografi, memberi makan tentara
dan penyair, politisi dan para imam (Belasco, 2008). Makanan pokok
menunjukkan etnis suatu daerah. Setiap negara di belahan dunia memiliki
berbagai macam jenis makanan. Identitas kita berasal dari apa yang kita makan,
hal ini menunjukkan jati diri kita, dan makanan tersebut merupakan panganan
yang terbentuk dari kebiasaan, tingkah laku, komunikasi (sebuah makna yang
menjadi ”budaya”) (Belasco, 2008). Kita tidak dapat mengesampingkan pokok
makanan sebagai objek sosial dan hanya melihat dari segi kesehatan, karena
berdasarkan pendapat para pengamat sosial terdahulu seperti Anderson, makanan
dapat menjadi media untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial manusia.
Makanan pokok setiap masyarakat di dunia berbeda-beda, seperti Asia terutama di
Asia Timur dan Tenggara makanan pokoknya adalah nasi, termasuk Indonesia.
Cara memakan nasi harus beserta lauk-pauk sebagai pelengkap. Kita tahu bahwa
masyarakat Indonesia memiliki ragam masakan khas tiap daerah dan sebagian
besar dimakan bersama dengan nasi, meski anjuran untuk mengganti bahan pokok
lain telah dilakukan, namun pepatah “seseorang belum dikatakan makan, kalau
belum makan nasi” telah membudaya (Wirawan dan Nurdin, 2013). Kebiasaan
berbeda dengan selera kelompok yang lain berdasarkan latar belakang budayanya
(Stewart, 2014).
Masyarakat Indonesia di bagian Barat, mayoritas mengkonsumsi nasi sebagai
makanan pokok. Pada masyarakat Lampung yang memiliki makanan khas berupa
Seruit, nasi sangat dibutuhkan sebagai elemen pokok dari makanan yang dimakan
bersama denganseruit.Seruitawalnya adalah campuran dedaunan, berbagai sayur
dan buah yang ditemukan hanya di sekitar lingkungan tempat tinggal oleh
masyarakat suku Lampung tradisional serta berbagai macam jenis ikan yang ada
di sungai sesuai daerah masing-masing, sedangkan masyarakat suku Lampung
kekinian mencari bahan nyeruit cukup di pasar, meski tidak selengkapnyeruit di
masa lalu karena keterbatasan penyediaan tanaman sayur dan bahan, tetapi nyeruit
tetap bisa dilakukan, yang utama adalah harus ada campuran sambal tempoyak
maupun terasi. Menurut Wirawan dan Nurdin (2013),seruitmerupakan campuran
dari sambal, terasi bakar, cabai, bawang bakar dan kemudian dicampur sedikit air,
setelah itu dimasukkan ke dalam seruit tersebut berbagai macam bahan lain
seperti ikan yang biasanya di bakar, terong rebus, oyong, dan lainnya.
Berbeda dari zaman dahulu, tradisi nyeruit saat ini mengalami kemunduran
intensitas, masyarakat Lampung semakin melupakan panganan lokal yang dirasa
kurang menarik; di samping cara menyajikannya yang terbilang tidak praktis dan
higienis. Namun sebenarnya, seruit maupun segala bentuk makanan lain tidak
selalu harus dikaitkan dari segi kesehatan, masyarakat Lampung tidak begitu
4
tidak higienis, nyeruit berbicara mengenai kebiasaan, selera, milai-nilai yang
terkandung di dalamnya serta kepercayaan bahwa dengan nyeruit dapat
meningkatkan rasa semangat dan kebersamaan.
Sifat masyarakat penduduk pribumi Lampung terbuka dengan kultur luar
termasuk budaya Barat yang menjadikan penduduk suku Lampung sendiri kurang
melestarikan budaya lokal. Terutama pada kulinernya, yang pada akhirnya orang
luar tidak cukup mengenal apa makanan khas Lampung, seperti budaya nyeruit;
lauk-pauk khas Lampung yang disantap bersama dengan nasi ini terlihat cukup
jarang kita jumpai di kota. Namun kita mengetahui bahwa masyarakat suku
Lampung dikenal dengan budaya kekeluargaannya, berkumpul, bertamu untuk
menjalin silaturahmi, hingga pada tradisi makan bersama dengan istilah nyeruit
masih bisa kita lihat keberadaannya di lingkungan masyarakat Lampung
perkotaan seperti di Kedamaian, meskipun mulai berkurang, namun nyeruitmasih
dianggap sebagai pemegang peran penting untuk meningkatkan rasa semangat dan
kebersamaan saat memakannya. Tradisinyeruitsudah turun-temurun dibudayakan
oleh suku Lampung, hingga Pemerintah Provinsi pernah tercetus ide untuk
melestarikannya dengan menyelenggarakan salah satu acara kebudayaan, yaitu
acara nyeruit yang diikuti oleh 10.800 orang yang dicatat dalam Museum Rekor
Indonesia (MURI) ke-4.937 karena memiliki unsur superlatif, langka, dan unik,
untuk kategori makanan khas tradisional (Karsiman,Lampung Post,2011).
Masyarakat di luar provinsi Lampung jarang mendengar kata seruit, dan
pertama kali memakannya bisa saja terasa aneh karena merupakan kombinasi dari
rasa pedas, asam, manis. Seruit merupakan makanan rumahan, dan akan sangat
jarang bila kita temui di rumah makan di Lampung. Hal yang menarik dariseruit
ini selain jarang ditemui di rumah makan lokal, adalah tiap daerah memiliki khas
baik dari jenis ikan, jenis sayur maupun sambalnya meskipun seruit memang
merupakan sambal dan menggunakan dedaunan yang terlihat sama pada
umumnya, seruit khas orang Lampung Kedamaian belum tentu sama dengan
seruitkhas Lampung daerah lainnya. Seperti ada yang menyampurkan sambelnya
dengan tempoyak atau juga terasi, ada yang menambahkannya dengan mangga,
sesuai selera. Nyeruit pada umumnya, bukan hanya nama makanan dan sekedar
kebiasaan makan bersama, tapi ini adalah salah satu bentuk kebersamaan ajang
silaturahmi antar keluarga, sahabat ataupun kolega yang boleh dibilang sudah
mulai memudar karena terbentur kegiatan masing-masing personal. Hakikat dari
nyeruitadalah nilai kebersamaan yang dirasakan cukup mahal di zaman sekarang,
kebersamaan yang dapat mempererat hubungan antar individu yang tidak bisa
dinilai dengan uang. Masyarakat Lampung memegang teguh sikap kekeluargaan,
bersatu dalam menghadapi masalah, saling bantu dan bergotong royong
(Karsiman,Lampung Post, 2011).
Oleh karena itu, berdasarkan dari penjelasan di atas, penelitian ini ditujukan
kepada masyarakat Lampung di kota Bandar Lampung khususnya penduduk di
kelurahan Kedamaian kecamatan Kedamaian Bandar Lampung dalam rangka
untuk mengetahui bagaimana tradisi nyeruit pada suku Lampung Kedamaian
6
sosialnya serta melihat perubahan lingkungan yang menyebabkan perubahan
budayanyeruitdi Kelurahan Kedamaian Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Tradisi nyeruit pada waktu lampau hingga sekarang baik itu dari unsur, alat dan
bahan yang digunakan, diperkirakan mengalami perubahan akibat dari adanya
perubahan lingkungan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang di atas,
maka rumusan masalahnya adalah: “Bagaimanakah nilai-nilai keyakinan tradisi
nyeruit pada warga suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan
Kedamaian dan perubahannya?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis perubahan-perubahan dari segi lingkungan baik bahan-bahan
dan alat yang digunakan untuk nyeruit hingga nilai-nilai yang terkandung
termasuk keyakinan makanan, selera, kebiasaan dan fungsi sosialnya dalam tradisi
nyeruit pada masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pengembangan ilmu Sosiologi, antara lain pada Sosiologi Budaya,
Sosiologi Kesehatan, Sosiologi Makanan, dan Sosiologi Lingkungan.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi empirik dan
pengetahuan untuk penelitian selanjutnya mengenai tradisi nyeruit dan
perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.
2. Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan menjadi sumber penelitian
yang lebih mendalam dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Makanan dan Nasi
1. Pengertian Makanan
Makanan bisa menjadi simbol atau identitas dari tiap daerah, karena bahan-bahan
makanan yang setiap hari dimakan mewakili jenis makanan apa yang dapat
dihasilkan oleh suatu wilayah (Belasco, 2008). Meskipun saat ini eksport import
bahan makanan telah dengan mudah didapat, namun generalisasinya makanan
pokok suatu negara tetaplah menjadi identitas negara tersebut.
Sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam
mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan
peran sosial dasar yang jauh mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia
(Foster dan Anderson, 2006). Artinya, makanan tidak bisa dilihat hanya dari segi
kesehatan berfungsi sebagai pengenyang, tetapi juga makanan berkaitan dengan
budaya. Karena di setiap suku bangsa pasti mengenal makanan khas
masing-masing yang sesuai dengan keadaan alam dan sumber daya yang ada di
lingkungannya yang sudah tentu cara pengolahannya pun ikut berbeda. Seperti
contoh perbedaan cara orang Lampung Pepadun dan Sai Batin memakan seruit
bercocok tanam padi yang kemudian diolah menjadi nasi, sedangkan Sai Batin
memanfaatkan ikan laut dan cenderung memanfaatkan ketersediaan yang berasal
dari laut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka (Nurdin, 2008).
2. Pengertian Nasi
Nasi berasal dari beras putih. Beras dihasilkan dari bulir-bulir tanaman padi yang
telah matang. Nama latin dari padi adalah Oryza Sativa. Beras adalah biji kecil
dari jenis rerumputan tertentu yang dimasak, dan dimakan sebagai makanan.
Bentuk beras padi yaitu berbulir panjang (Cambridge Dictionary). Nasi dimakan
oleh sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam
menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama
lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi
dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, yang cara
memasaknya dengan diberikan beberapa bumbu, seperti Nasi Goreng atau Nasi
Kuning. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, Asia
Tenggara khususnya Indonesia.
Nasi, merupakan salah satu makanan pokok di dunia mewakili makanan pokok
lainnya. Bagi orang Indonesia Barat, nasi tidak bisa dikhususkan kapan harus
memakan nasi apakah untuk sarapan, makan siang atau malam saja. Namun dari
bentuknya, nasi dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, misalnya beras
yang ditanak menjadi nasi biasa dimakan oleh orang yang sehat, sedangkan nasi
10
Nasi yang dihidangkan bersamaan dengan seruit terbuat dari beras padi yang
berasal dari sawah dan ladang. Sejak keberhasilan bangsa Kolonial dalam
program Transmigrasi yang membuat masyarakat Lampung lebih banyak
menanam padi sawah, sampai saat ini kebanyakan masyarakat Lampung telah
menggunakan beras padi sawah karena penduduk Lampung sudah banyak yang
menggarap sawah daripada berladang. Meski demikian padi ladang tetap disukai
oleh masyarakat Lampung karena beras padi ladang enak dan harum
dibandingkan beras padi sawah (Nurdin, 2008).
3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya
Terlepas dari apakah makanan tersebut mengandung gizi yang baik atau tidak,
makanan juga memiliki fungsi sosial, arti simbolik dan kepercayaan. Seperti yang
Foster dan Anderson (2006) sebutkan bahwa,
“Tidak ada manfaaatnya untuk menyarankan makanan yang seimbang apabila makanan yang disarankan itu melanggar kepercayaan inti yang bertalian dengan pantangan makanan panas-dingin, yang oleh kebanyakan orang tidak saja dengan makanan sehari-hari, namun terutama berhubungan dengan krisis kehidupan seperti kehamilan, periode setelah kelahiran dan sakit.”
Maksudnya di sini terdapat perbedaan makan dan nutrisi, nutrisi merupakan
bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh seperti gizi, protein, lemak dan
sebagainya yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan makanan merupakan konsep
kebudayaan yang berkaitan dengan selera, kenikmatan, mitos dan status sosial di
masyarakat yang cara memakannya, dan kapan dimakan dipengaruhi oleh budaya
yang dimilikinya. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen
suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang
menelannya, sedangkan makanan adalah suatu konsep budaya. (Foster dan
Anderson, 2006)
Selain memisahkan antara konsep nutrisi dan makanan, kita tidak bisa
menganjurkan masyarakat tertentu untuk memakan makanan berdasarkan yang
bukan budayanya, misalnya menganjurkan untuk memakan daging babi dalam
masyarakat muslim yang dalam aturannya diharamkan memakan daging babi.
Begitupun dengan tradisi nyeruit yang mengharuskan ikan dan tidak
menggunakan daging-dagingan lainnya, apalagi daging babi karena disesuaikan
dengan kebiasaan makan dan keadaan lingkungan. Bukan makanan (food) saja
dibatasi secara budaya, namun juga konsep tentang makanan (meal), kapan
dimakannya, terdiri dari apa, dan bagaimana etiket makannya. Seperti halnya
dengan apa saja bahan-bahanseruit itu, dan bagaimana cara memakannya, semua
konsep makan memiliki aturan yang telah dibentuk berdasarkan budaya, termasuk
kapan waktunya untuk makan seruit, namun nyeruit tidak terikat dengan
klasifikasi waktu apakah harus dimakan saat pagi, siang, ataupun malam hari,
hanya sajanyeruitdigolongkan ke dalam waktu makan acara keluarga tidak resmi.
Selain kebudayaan menentukan makanan, dan mengklasifikasi kapan makanan
dimakan. Peran makanan dalam budaya juga merupakan pemuas nafsu makan dan
rasa lapar. Dalam konsep makan ini, Foster dan Anderson (2006) mengatakan
bahwa,
12
adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan konsep fisiologi.”
Seperti halnyanyeruit berfungsi sebagai pemuas nafsu makan (pengenyang), juga
sebagai pemenuhan konsep nutrisi dalam makanan meskipun dari segi kesehatan
kandungan gizi dalamseruittidak begitu dipermasalahkan.Nyeruitdilakukan saat
beramai-ramai dapat dirasa lebih mengenyangkan ketimbang nyeruit yang
dilakukan secara sendiri.Nyeruitdapat mengembalikan nafsu makan orang-orang
yang baru sembuh dari sakit, keyakinanan ini yang membuat orang tersebut
kembali sehat meski gizi dalam komponen seruit tidak sebanyak makanan yang
lebih bergizi lainnya, seperti susu dan keju yang dalam pandangan sebagian orang
di berbagai daerah di Indonesia merupakan makanan“mahal”.
Makanan memiliki fungsi sebagai simbol pengikat dalam hubungan sosial dan
mengurangi rasa stress, berbagi makanan saat bertemu dan berkumpul dalam
tradisi orang Indonesia maupun masyarakat di belahan dunia lainnya merupakan
hal yang dengan alamiah dapat terjadi, karena kodrat manusia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan interaksi yang sudah tentu melibatkan makanan.
Makanan-makanan itu melambangkan rasa kasih sayang, perhatian, persahabatan
dan kesetiakawanan dalam kelompok. Dari media makanan, suatu permasalahan
dapat diselesaikan atau untuk sementara waktu dapat dikurangi (Foster dan
Anderson, 2006). Nyeruit pun sama fungsinya demikian, nyeruit menyatukan
bermasalah. Dengan adanya santapan seruit di meja, suatu pembicaraan dapat
mengalir dengan santai, menimbulkan rasa nyaman dan stress berkurang.
Makanan dalam budaya pun memiliki arti simbolik dalam bahasa, bahasa
mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara
makanan, persepsi kepribadian dan keadaan emosional (Foster dan Anderson,
2006). Artinya, makanan memiliki arti asam, manis, dingin, hangat, keras, empuk,
segar, kuat, yang sifatnya mewakili watak manusia. Orang dapat mengetahui
sebab dari kegemukan adalah karena kelaparan dan banyak makan, makan dapat
diartikan sebagai pengganti dari kasih sayang dan persahabatan bagi orang yang
kesepian (hungry of love). Makanan memberikan simbol-simbol dalam bahasa
yang secara impilsit hanya orang-orang tertentu yang dapat mengetahuinya.
Seperti halnya orang yang memasak makanan terlalu banyak garam, dinilai bahwa
orang itu ingin menikah, membuat masakan terlalu pedas artinya orang itu sedang
marah, sama seperti perempuan yang membuat sambelseruitjikaulekannya halus
artinya orang itu masih gadis dan lain sebagainya.
B. Tinjauan TradisiNyeruit
1. Pengertian Tradisi
Tradisi merupakan bagian dari“budaya” yang keduanya merupakan hasil
karya. Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya.
Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personifikasi
14
patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar.
Berdasarkan dari mitos-mitos yang tercipta atas manifestasi kebiasaan yang
menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tergabung
dalam suatu bangsa (Suwarno, 2011).
Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia di muka bumi.
Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah sebab sehingga keduanya merupakan
personifikasi. Budaya adalah cara hidup yang dipatuhi oleh anggota masyarakat
atas dasar kesepakatan bersama (Abdulsyani, 1995). Kedua kata ini merupakan
keseluruhan gagasan dan karya manusia, dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan
hukum, sehingga keduanya merupakan dwitunggal. Kebudayaan tersebut lalu
turun termurun diwariskan dari generasi ke generasi agar tetap hidup (Suwarno,
2011).
2. Pengertian TradisiNyeruit
Seperti masyarakat di banyak daerah di Indonesia, masyarakat Lampung adalah
masyarakat yang gemar berkumpul dan bersilaturahmi, baik antar keluarga
maupun antartetangga. Mereka berkumpul di acara pernikahan, acara adat, atau
acara keagamaan. Tidaklah berlebihan sebagian masyarakat beranggapan nyeruit
bukan saja sekadar makanan, melainkan juga bagian dari tradisi dan budaya.
Selain itu, dijadikan ajang silaturahmi karena nyeruit dapat menumbuhkan nilai
Masyarakat Lampung sangat mempercayai bahwa jika ingin makan sebaiknya
tidak sendiri. Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak
dinikmati oleh teman-teman ataupun banyak orang. Mitos yang dipercayai oleh
masyarakat Lampung adalah “jangan makanseruitsendirian”karenaseruitberarti
alat untuk menangkap kura (jebakan) yang seruit itu sendiri kaya rasa namun
dominan pedas. Siapa yang akan diseruit jika tidak ada teman saat makan seruit?
karena rasaseruityang pedas akan membuat beberapa orangkewalahandan orang
yang mengalami hal tersebut telah terkena seruit/jebakan. Di sinilah keseruan
makanseruit. (Zainuddin,Lampung Post,2011)
Bagi masyarakat Lampung, seruit bukan sekadar makanan. Inilah lambang yang
menegaskan kebersamaan; kebersamaan yang dikayuh berabad-abad, sehingga
proses akulturasi budaya berlangsung mulus di sini. Daerah Lampung ini telah
membuktikan dirinya sebagai Indonesia mini. Ratusan suku bergabung dan
tersebar di hampir setiap inci wilayah. Kekayaan tradisi ini menjadi penanda
penting bergeraknya Lampung, khususnya Bandar Lampung sebagai ibu kota,
menghadapi modernitas tanpa kehilangan visi, dan seruit menjadi unsur yang
mempertalikan keberagaman tersebut dalam suatu identitas. (Zainuddin,Lampung
Post, 2011)
3. PengertianNyeruit
Kata atau istilah nyeruitsecara morfologis merupakan kata bentuk dari kata dasar
seruit, yaitu me- + seruit menjadi menyeruit, berubah bentuk (me)nyeruit, yang
16
diubah menjadi kata verba akan menjadi menyeruit, dalam pembacaan nyeruit,
(bukan menseruit); karena dalam tata Bahasa Indonesia, kata dasar yang berawal
huruf k, p, t, s bila mendapat imbuhan me, huruf awal tersebut luluh. (Rachmat,
Lampung Post, 2011)
Seruit (kata benda) adalah makanan khas provinsi Lampung, Indonesia, yaitu
masakan ikan yang digoreng atau dibakar kemudian dicampur sambel terasi dan
tempoyak.Tempoyakadalah makanan yang merupakan hasil fermentasi dari buah
durian atau mangga.Seruitakan terasa lebih nikmat, jika disantap bersama dengan
nasi, ikan pindang, sambel terasi dan serbat. Serbat adalah jus minuman yang
terbuat dari buah mangga. Jenis ikan lainnya adalah ikan sungai seperti belida,
baung, layis dan lain-lain, ditambah lalapan. Hidangan lalapan dalam sambel
seruit bisa bervariasi, namun di Lampung dikenal berbagai jenis tumbuhan yang
cocok menjadi bahan lalapan. Selain timun, petai, kemangi, kol dan tomat. Namun
tersedia pula lalapan jagung muda, daun pepaya dan adas.
Istilah yang dipakai untuk makan dengan seruit adalah “Nyeruit”.Nyeruit (kata
kerja) berati makan bersama dengan hidangan seruit tanpa menggunakan
peralatan makan seperti sendok dan garpu. Nyeruit termasuk ke dalam kategori
makanan berat atau pengenyang yang dimakan bersama nasi. Nyeruit disantap
pada jam-jam makan karena sifatnya mengenyangkan. Saat nyeruit semua orang
duduk di atas alas tikar. Di daerah Lampung sendiri belum banyak didirikan
rumah makan khas Lampung. Tidak seperti daerah tetangganya, Palembang.
mau mengangkat makanan khas daerahnya dapat dipastikan seruit akan semakin
terkenal dan tentunya akan semakin banyak orang yangnyeruit.
4. Pengolahan dan Cara MakanSeruit
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruitpada umumnya.
Prosesnya, ikan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Bagi masyarakat Pepadun
yang tinggal di pinggir sungai, menggunakan ikan yang berasal dari sungai seperti
ikan patin, belida dan lainnya, bagi masyarakat Lampung Sai Batin menggunakan
ikan hasil tangkapan laut seperti tongkol, gurame dan mas. Kemudian ikan
dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbunya berupa bawang
putih, garam, kunyit, dan jahe. Setelah itu, ikan pun dibakar selama kurang lebih
sekitar sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan diolesi dengan kecap
manis dan campuran bumbu dari bawang putih, garam, dan ketumbar. Sementara,
sambel untuk campuran seruitbisa berupa sambel tempoyak, sambel mangga dan
sambel terasi itu sendiri. Olahan sambel terdiri dari cabai merah, cabai kecil,
garam, rampai, dan terasi. Campuran terasi atau belacan untuk seruit di tiap-tiap
daerah berbeda, seperti terasi udang dan terasi ikan. Namun pada umumnya terasi
yang digunakan adalah terasi yang terbuat dari udang (rebon) yang telah dibakar
terlebih dahulu. Lalu bahan sambel ini ditumbuk hingga halus kemudian
ditambahkan dengan tempoyak (duren fermentasi) atau mangga, tak ketinggalan
untuk menambahkan beberapa jenis lalapan, seperti daun kemangi, terong bakar,
18
menjadi satu. Setelah itu, seruit pun siap dinikmati dengan nasi hangat secara
beramai-ramai.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nyeruit bisa dilakukan
berdasarkan tempat, cara makan dan alat makan, antara lain:
1. Tempat: Nyeruit hanya dapat dimakan ketika ada acara keluarga, acara
pernikahan, syukuran, dan acara adat. Nyeruit sangat terikat waktu karena
harus dilakukan saat itu dan di tempat itu juga. Karena nyeruit tidak
tersedia di restoran lokal, oleh karena itu tempat untuk menikmati seruit
terbatas.
2. Cara makan: Nyeruit dimakan bersama-sama keluarga besar, maupun
keluarga inti, tapi sifatnya dilakukan beramai-ramai, karena pandangan
orang Lampung memakan seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan
sendirian dengan rasaseruitnya yang “ramai” (pedas, asam, asin).
3. Alat makan: Nyeruit tidak harus menggunakan alat makan seperti sendok,
garpu, pisau, piring, tanpa duduk di atas kursi dan makanan tidak
dihidangkan di atas meja, karena nyeruit umumnya dilakukan hanya
menggunakan piring tanpa sendok garpu, bahkan orang dahulu memakan
seruit secara bersama dengan berwadahkan daun pisang dan satu wadah
C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung
1. Asal-usul Orang Lampung
Hadikusuma (1983) menyatakan bahwa generasi awal UlunLampung berasal dari
Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh
Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong.
Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu
Bairawa.
Buay Tumikemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal
dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu
Bejalan di Way, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat
Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana
diungkap naskah kunoKuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja
Niti, nama puyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan
Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti (Hadikusuma, 1983) menyusun
hipotesis keturunanUlunLampung sebagai berikut:
1. Inder Gajah
Gelar: Umpu Lapah di Way. Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit
Keturunan: Orang Abung
2. Pak Lang
Gelar: Umpu Pernong. Kedudukan: Hanibung, Batu Brak Keturunan:
Orang Pubian
20
Gelar: Umpu Nyerupa. Kedudukan: Tampak Siring, Sukau Keturunan:
Jelma Daya
4. Belunguh
Gelar: Umpu Belunguh. Kedudukan: Kenali, Belalau Keturunan:
Peminggir
5. Indarwati
Gelar: Puteri Bulan. Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak Keturunan:
Tulang Bawang
Secara kultural, Lampung memiliki dua masyarakat adat, yakni Lampung Sai
Batin dan Lampung Pepadun. Keduanya sama-sama memiliki kebiasaan
berkumpul. Saat berkumpul, diperlukan makanan yang bisa dinikmati
bersama-sama. Makanan tersebut adalahseruit. Kebiasaannyeruitpada LampungSai Batin
tidak begitu melekat di diri mereka. Kebanyakan dari mereka yang melakukan
nyeruit secara turun temurun hanya masyarakat adat yang menganggapnya
sebagai makanan pokok, seperti masyarakat LampungPepadun.
2. Karakteristik Orang Lampung
Menurut Kitab Kuntara Raja Niti (Hadikususma, 1983), terdapat lima
karakteristik orang Lampung, antara lain:
1. Pi’il Pesenggikhi
Malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri.
dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi
maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan.
2. Sakai Sambaian
Gotong Royong, tolong-menolong, bahu membahu, dan saling memberi
sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain.
3. Nemui Nyimah
Saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu.
Bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang
dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang berhubungan
dengan masyarakat Lampung.
4. Nengah Nyampukh
Tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesediaan membuka diri
dalam pergaulan masyarakat umum dan pengetahuan luas.
5. Bejuluk Adok
Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwariskan turun temurun
dari zaman dahulu. Mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang
disandangnya.
Dari ke lima ciri inilah masyarakat Lampung terbentuk menjadi masyarakat yang
terbuka akan semua aspek sosial. Melalui tradisi makan seruit atau biasa disebut
dengan istilah nyeruit inilah yang mempersatukan masyarakat Lampung dalam
pergaulan sehari-hari (nengah nyampukh), memberikan jamuan kepada tamu atau
saudara, makan bersama disela-sela waktu bergotong royong ketika ada acara adat
22
secara turun temurun oleh tetua Adat Lampung selain pengangkatan gelar
terutama pada LampungPepadun(bejuluk adok).
D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan
Kata masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya bersama-sama,
kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup
bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya
mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia) (Suwarno, 2011).
Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama
manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar
hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan
manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Suatu
kenyataan bahwa kita hidup, bergaul, bekerja sampai meninggal dunia,
di dalam masyarakat.
Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang yang di
mana menurut UU No. 22 tahun 1999. Tentang Otonomi Daerah, kota adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi (bandarlampungkota.go.id diakses tanggal 9 Januari 2015).
Kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-individu yang
heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat menempati areal tanah yang terbatas
berbeda halnya dengan apa yang disebutkan desa-desa, kampung-kampung dan
sekaligus bertempat tinggal di pusat perekonomian yang penghuninya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
1. Karakteristik Masyarakat Kota
Masyarakat kota terdiri dari manusia yang memiliki berbagai macam tingkatan
atau lapisan hidup, seperti pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Penduduk
dari masyarakat kota umumnya memiliki pekerjaan yang heterogen dan biasanya
bukan pekerja agraris. Sifat-sifat yang dimiliki oleh masyarakat kota antara lain:
1. Masyarakat kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu
masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh
anggota masyarakat lainnya, hal ini menggambarkan corak hubungan yang
terbatas, di mana setiap individu mempunyai jiwa merdeka
untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
2. Masyarakat kota mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi
budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang
lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih
cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat
mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan
kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat
memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda
dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat
kehidupan masyarakat kota beragam dengan corak sendiri-sendiri.
3. Masyarakat kota cenderung materialistis. Akibat dari sikap hidup yang
24
masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan
efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang
memperhatikan tanggung jawab sosial.
Maka jika dilihat dari pengertian karakteristik masyarakat kota dan karakteristik
orang Lampung yang cepat menerima budaya luar, sedangkan wilayah suku
Lampung Kedamaian berada di tengah kota, hal ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa suku Lampung Kedamaian telah mengalami perubahan dari segi
lingkungan maupun sosial budayanya.
E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan
1. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau
mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem
tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Untuk itu, konsep dasar mengenai
perubahan sosial menyangkut tiga hal, yaitu: pertama, studi mengenai perbedaan;
kedua, studi harus dilakukan pada waktu yang berbeda; dan ketiga, pengamatan
pada sistem sosial yang sama (Martono, 2012). Artinya bahwa untuk
mendapatkan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya perbedaan atau
perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Kedua, studi perubahan harus
dilihat dalam konteks waktu yang berbeda, dengan kata lain kita harus melibatkan
studi komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda. Ketiga, objek yang menjadi
Studi perubahan sosial, dengan demikian akan melibatkan dimensi ruang dan
waktu. Dimensi ruang menunjukkan pada wilayah terjadinya perubahan sosial
serta kondisi yang melingkupinya. Dimensi ini mencakup pula konteks historis
yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi waktu dalam studi perubahan
meliputi konteks masa lalu (past), sekarang (present), dan masa depan (future)
(Martono, 2012).
2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan sosial dan perubahan budaya hanya dapat dibedakan dengan
membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan. Dengan
membedakan dua konsep tersebut, maka dengan sendirinya akan membedakan
antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Terdapat perbedaan yang
mendasar antara perubahan sosial dengan perubahan budaya. Perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan sosial meliputi perubahan
dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan penurunan rasa kekeluargaan
antaranggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus urbanisasi dan
modernisasi (Suwarno, 2011). Perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari
perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan
seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi,
dan filsafat. Perubahan sosial dan perubahan budaya yang terjadi dalam
masyarakat saling berkaitan, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki
kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat
26
Persamaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah keduanya
berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu perubahan
terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebudayaan
mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku yang timbul karena interaksi
yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan
bukan muncul karena warisan biologis. Bentuk perubahan sosial (dan perubahan
kebudayaan) dapat dibedakan menjadi perubahan secara cepat (revolusi) dan
perubahan secara lambat (evolusi).
3. Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada
umumnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam munculnya perubahan
sosial. Faktor tersebut dapat digolongkan pada faktor dari dalam dan faktor dari
luar masyarakat (Martono, 2012).
Faktor yang berasal dari dalam salah satunya, bertambah dan berkurangnya
penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah
dan persebaran wilayah pemukiman. Wilayah pemukiman yang semula terpusat
pada satu wilayah kekerabatan (misalnya desa) akan berubah atau terpancar
karena faktor pekerjaan. Berkurangnya penduduk juga akan menyebabkan
Faktor yang berasal dari luar, antara lain kontak dengan budaya luar. Bertemunya
budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu
menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli
maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong
terjadinya perubahan dan tentu saja akan memperkaya kebudayaan yang ada.
Kedua, sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan
telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan
obyektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah
kebudayaan masyarakatnya mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman,
dan memerlukan sebuah perubahan atau tidak (Martono, 2012).
Dari penjabaran tentang bentuk-bentuk dan faktor perubahan sosial, maka akan
membawa kita pada perubahan tradisi nyeruit pada masyarakat Lampung baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun pada kegiatan upacara adat. Kita bisa
menilai bagaimana tradisi nyeruit mengalami perubahan secara lambat (evolusi)
dari periode ke periode berikutnya.
4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan Bahan Makanan
Dari pemaparan beberapa pengertian tentang perubahan sosial budaya
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial dan budaya saling
berkaitan erat dengan keadaan lingkungan di suatu wilayah. Selain faktor budaya
28
dibentuk oleh tindakan manusia. Perubahan sosial dan budaya ini dapat
mempengaruhi perubahan lingkungan secara lambat maupun cepat, begitupun
sebaliknya. Budaya nyeruit di Kedamaian dulu dan sekarang mengalami
perubahan-perubahan karena menyesuaikan keadaan sosial dan lingkungan yang
[image:43.595.176.432.230.404.2]ada saat ini.
Gambar 1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 (Sumber:KITLV Netherlanddiunduh tanggal 5 Januari 2015)
[image:43.595.186.435.499.650.2]Pada kedua contoh peta di atas, terdapat perubahan administratif dan lingkungan
Provinsi Lampung yang sangat drastis dengan yang sekarang. Pada tahun 1924,
Keresidenan Lampung (dulu Teloek Betoeng) masih di bawah Keresidenan
Sumatera Selatan, dikuasai Pemerintahan Belanda. Sebelum pembaruan
administratif, Teloek Betoeng yang berpusat di Tandjung Karang, terlihat bahwa
Kedamaian (dulu Kademajan) sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kedamaian
saat itu masih merupakan desa kecil. Namun setelah Indonesia merdeka, pada
tahun 1964 pemerintah daerah membuat ulang sistem administratif, Teloek
Betoeng memisahkan diri dari Keresidenan Sumatera Selatan dan membuat
pemerintahan baru menjadi Provinsi Lampung dengan Bandar Lampung sebagai
ibukota. Pada tahun 1930, pemerintah menyelenggarakan sensus penduduk untuk
pertama kalinya. Bandar Lampung baru menyelenggarakan sensus dengan
pemerintahan baru mulai tahun 1971.
Wilayah administratif Kota Bandar Lampung yang semula terdiri dari 13
Kecamatan dan 98 Kelurahan sejak tahun 2012 telah dimekarkan menjadi 20
Kecamatan dan 126 Kelurahan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Daerah Nomor 04 tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan
Kecamatan sebagaimana terakhir diubah dalam Peraturan tersebut. Kedamaian
masuk sebagai bagian daerah dari pusat Kota Tanjung Karang – Teluk Betung,
Bandar Lampung (bandarlampung.go.id diakses tanggal 24 Desember 2014).
Wilayah Administratif Kecamatan Kedamaian terdiri dari 7 Kelurahan, yakni :
1. Kedamaian
30
3. Tanjungagung Raya
4. Tanjungbaru
5. Kalibalau Kencana
6. Tanjungraya
[image:45.595.179.427.239.391.2]7. Tanjunggading
Gambar 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian
(Sumber: bandarlampungkota.go.id diunduh tanggal 24 Desember 2014)
Perubahan lingkungan Kedamaian yang dulunya merupakan wilayah desa yang
dihidupi oleh sungai dan kaya akan hasil alam, di mana masyarakat dapat hidup
hanya dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Kini
sudah sulit ditemukan karena potensi itu telah berubah menjadi
bangunan-bangunan gedung, rumah-rumah semi hingga permanen sungai yang dulunya
lebar mengalami penyempitan karena bertambahnya jumlah penduduk untuk
membangun rumah. Apa yang seharusnya dulu dapat langsung dikonsumsi, kini
harus membelinya di toko/swalayan milik perusahaan terbatas yang telah
dibangun di daerah tersebut, seperti Indomaret dan Alfamart. Meskipun masih
terdapat pasar tradisional, tapi fungsi pasar untuk menyediakan bahan-bahan
orang Kedamaian di masa lalu menggunakan daun jambu karena dulu mereka
banyak yang menanam pohon jambu, sekarang jika kita cari di pasar setempat,
mungkin ada, namun jumlahnya tidak sebanyak dulu karena orang yang memiliki
pohon jambu sudah jarang atau bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Akibat dari
berkurangnya aspek penting seperti ini serta dukungan peradaban masyarakat
yang semakin modern, masyarakat mulai berpikir untuk “urbanisasi”, maksudnya
di sini masyarakat tidak berpindah tempat tinggal, namun mengubah pola perilaku
dan kebiasaannya dari tradisional menjadi kekotaan. Masyarakat Kedamaian tidak
meninggalkan tradisi nyeruit, namun perubahan-perubahan yang terjadi pada
akhirnya tetap mengurangi intensitas dan kuantitas masyarakat untuknyeruit.
Maka dari penjabaran di atas, perubahan-perubahan ini terjadi secara keseluruhan
baik dari cara makan, alat-alat yang digunakan untuk memakan seruit,
bahan-bahan komposisi dan unsur yang ada, serta ketersediaan waktu dan tempat yang
sudah sangat berkurang dibandingkan dengan jaman dulu meski perubahan
lingkungan tersebut tidak berpengaruh pada kebiasaan masyarakat menyantap
seruit, nilai-nilai kebersamaan dan semangat yang muncul dari nyeruit dan
keyakinan masyarakat bahwa nyeruit sebagai salah satu alat pemersatu
32
F. Tinjauan Akulturasi
Akulturasi adalah salah satu jenis proses dari perubahan sosial budaya selain
difusi, asimilasi dan akomodasi. Pengertian akulturasi adalah proses sosial budaya
yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan
asal (Dhohiri, 2007). Perubahan tradisi nyeruit yang lambat-laun kian terjadi
karena adanya pengaruh dari masuknya varian makanan import seperti fast food
danjunk food.Adanya akulturasi tradisi nyeruit pada orang Lampung Kedamaian
tidak serta merta terprovokasi untuk mengkonsumsi makanan-makanan fast food
tersebut, mereka menerima adanya makanan cepat saji orang Barat, namun tidak
juga meninggalkan tradisi makanseruitbagi yang masih terbiasa.
G. Kerangka Pikir
Nyeruit dapat dianggap sebagai salah satu bagian dari kebudayaan lokal suku
Lampung, yang merupakan makanan tradisional masyarakat Lampung. Tradisi
nyeruit ini adalah kebiasaan makan tradisional yang menjadi kebiasaan pokok
oleh suku Lampung khususnya Pepadun. Perubahan lingkungan yang terjadi
belakangan ini mengakibatkan berkurangnya masyarakat Lampung untuk
melakukan tradisi ini. Masyarakat Lampung diharapkan dapat melestarikan
kebudayaan suku Lampung agar tidak hilang terkikis kebudayaan luar serta
terkena dampak dari adanya perubahan-perubahan sosial dan lingkungan yang
perubahan makanan di dalam masyarakat. Bagi yang masih terbiasa nyeruit
cenderung tidak begitu terpengaruh dengan adanya perubahan ini, karena nyeruit
dianggap sebagai kebutuhan biologis dan psikologi individu penikmat seruit
sebagai makanan pokok yang sudah menjadi selera budaya makan tersendiri dan
memiliki fungsi sebagai pengikat hubungan keluarga, teman dan jaringan sosial.
Dari penjelasan di atas maka bagan yang digunakan adalah model ekologi dalam
Antropologi Makanan, sebagai berikut:
Lingkungan Sosial Lingkungan Fisik
Individual Biological & Psycological needs
Makanan
Organisasi Sosial Teknologi
[image:48.595.114.499.325.493.2]Kebudayaan dan Ekologi
Gambar 4.Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Antropologi Makanan”
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan teori ekologi Jerome, Pelto & Kandel (1980). Teori ini
dianggap dapat mewakili penjelasan yang terkait dengan penelitian. Nawawi dan
Martini (1996), penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses
menjaring data/informasi yang bersifat sewajarnya, mengenai suatu masalah
dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Data dapat
berbentuk gejala yang sedang berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang
bersifat teoritis atau praktis dan lain-lain. Dengan demikian jelas bahwa penelitian
kualitatif bersifat induktif, karena bertolak dari data yang bersifat
individual/khusus, untuk merumuskan kesimpulan umum. Penelitian kualitatif
tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui
pengumpulan data yang bersifat khusus, yang merupakan proses berfikir deduktif.
Penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan topik atau
pembahasan yang akan diteliti karena orientasi kualitatif ini dapat
mengungkapkan bagaimana tradisinyeruitberkembang dan mengalami perubahan
B. Fokus Penelitian
Perumusan masalah dan fokus penelitian yang saling terkait karena permasalahan
penelitian dijadikan acuan bagi fokus penelitian. Meskipun fokus dapat berubah
dan berkurang berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Fokus yang dapat
berubah dan berkurang pada penelitian mengenai tradisinyeruitini seperti melihat
apakah tradisinyeruitdi daerah Kedamaian ini masih berlangsung, atau perubahan
penetapan sumber informan yang seharusnya tetapi karena suatu halangan maka
harus diganti dengan informan penting yang lain.
Penentuan fokus memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Penetapan fokus untuk membatasi studi. Bahwa dengan adanya fokus
penelitian, tempat penelitian menjadi layak.
2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria sumber informasi
untuk menjaring informasi yang mengalir masuk.
Fokus yang menjadi penelitian ini adalah menganalisis kajian keyakinan makanan
dan perubahan tradisi nyeruit di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian,
Bandar Lampung dengan mencari informan berdasarkan metode snowball atau
purposif. Metode snowball dan purposif ini digunakan untuk mencari informan
yang sesuai dengan kriteria, seperti harus bersuku Lampung dan telah bermukim
36
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian,
Bandar Lampung. Dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian karena
pertimbangan sebagai berikut:
1. Belum pernah diadakan penelitian yang berkaitan dengan tradisi nyeruit
dan perubahan sosial lingkungannya di daerah ini.
2. Kedamaian merupakan daerah yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan,
yang merupakan salah satu penduduk daerah perkotaan yang masih
memiliki adat budaya Lampung kental. Daerah ini didominasi oleh
masyarakat bersuku Lampung dan memiliki Keratuan Balaw buay Kuning
tertua di Bandar Lampung.
3. Efisiensi waktu, tempat, dan dana karena daerah ini dekat dengan tempat
tinggal peneliti.
D. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai sumber informasi adalah
masyarakat Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung yang
mempunyai relevansi kuat dalam memberikan data yang dipilih dengan sengaja
dengan tujuan tertentu (purposif). Penentuan informan dalam penelitian kualitatif
berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum. Dalam penelitian ini,
penentuan informan adalah dengan menggunakan teknikpurposive samplingyaitu
Pertimbangan penentuan informan sebagaimana disebutkan Bungin (2011)
meliputi beberapa hal diantaranya : (1) informan memiliki pengalaman pribadi
sesuai dengan permasalahan yang diteliti; (2) Usia orang yang bersangkutan telah
dewasa; (3) Sehat jasmani dan rohani; (4) Informan bersifat netral tidak
mempunyai kepentingan menjelekkan orang lain; (5) Orang yang bersangkutan
memiliki pengalaman yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.
Bila informasi yang diperoleh melalui teknik purposive sampling belum
mencukupi maka teknik pengumpulan informasi selanjutnya adalah dengan
meminta kepada informan awal untuk menunjukan informan lain yang dapat
mewakili atau memberikan informasi yang dapat melengkapi data penelitian
hingga data yang diperoleh dirasa cukup. Cara ini biasanya lazim disebut dengan
tekniksnowball.
Maka, dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan berdasarkan kriteria
yang telah disebutkan oleh Bungin (2011) adalah warga kelurahan Kedamaian
yang masih menjalankan tradisi nyeruit. Peneliti akan meminta bantuan kepada
kerabat peneliti yang berada di daerah lokasi penelitian kemudian menuju kantor
lurah untuk mendapatkan informasi yang dengan lebih lanjut ditujukan kepada
ketua RT guna mendapatkan data warga yang sesuai dengan kriteria calon
informan dalam proses penelitian. Penentuan informan pada penelitian ini lebih
lanjut akan mengkategorikan informan utama yaitu penyimbang adat atau warga
38
asli bersuku Lampung Pepadun berusia dewasa yang masih menjalankan tradisi
nyeruit.
Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 8 orang, antara
lain Penyimbang Adat Kedamaian, Ketua RT Kelurahan Kedamaian dan warga
asli Kelurahan Kedamaian yang sudah lama hidup di Kedamaian. Berikut
[image:53.595.109.515.330.587.2]nama-nama yang menjadi informan dalam penelitian ini:
Tabel 1. Data Informan
No Nama Umur Latar Belakang
1 Cholid Ismail Balaw 68 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian
2 Ramli Rahim 58 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian
3 Hanafi 46 tahun Ketua RT Kelurahan Kedamaian
4 Abdullah Musa 83 tahun Tokoh Agama Kelurahan Kedamaian
5 Muhayan 63 tahun Pensiunan PNS
6 Yuli Suryani 50 tahun Pengurus Dana SPP
7 Junaini 45 tahun Ibu Rumah Tangga
8 Eka Wijaya 45 tahun Ibu Rumah Tangga
Informan pertama, Ketua RT Kelurahan Kedamaian, Hanafi. Beliau adalah Ketua
RT 2 Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang
Sampurna Jaya. Beliau adalah orang pertama yang penulis tanyai mengenai
masalah nyeruit kemudian terus berlanjut ke informan berikutnya berdasarkan
Informan kedua, Warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Yuli Suryani. Beliau
adalah Pengurus Dana Simpan Pinjam Perempuan dan memiliki warung kecil di
Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna
Jaya.
Informan ketiga, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Junaini. Beliau berprofesi
sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna
Jaya.
Informan keempat, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Eka Wijaya. Beliau juga
berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang
Sampurna Jaya
Informan kelima, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Muhayan. Beliau
berprofesi sebagai Pensiunan PNS dan Wartawan yang beralamat di Jalan Hayam
Wuruk Gang Sampurna Jaya.
Informan keenam, tokoh agama Kelurahan Kedamaian, Abdullah Musa. Beliau
beralamat di Jalan Hayam Wuruk.
Informan ketujuh, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Ramli Rahim.
Informasi mengenai beliau diberikan oleh ketua RT bahwa beliau merupakan
40
generasi ke-13 di Kedamaian. Beliau memiliki Rumah Makan TATU,
menyediakan kuliner khas Lampung termasuk seruit yang beralamat di Jalan
Hayam Wuruk.
Informan yang terakhir, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Cholid Ismail
Balaw. Beliau adalah penyimbang Keratuan BalawbuayKuning yang telah sangat
lama menempati lingkungan Kedamaian. Beliau tinggal di rumah adat Jajar Intan,
Jalan Hayam Wuruk, Kedamaian.
Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian adalah masyarakat bersuku
Lampung dan asli Kedamaian yang telah menetap dalam kurun waktu 50 tahun
dan ata