• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kualitas Airtanah Akibat Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Di Sebagian Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Kualitas Airtanah Akibat Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Di Sebagian Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 Kajian Kualitas Airtanah Akibat Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Di Sebagian

Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang Laelina Rahmawati

laelinarahmawati@gmail.com Ig L. Setyawan Purnama setyapurna@geo.ugm.ac.id

Abstrak

Sebagian Kecamatan Borobudur menjadi salah satu sentra industri tahu rumahan yang pengelolaan limbahnya masih langsung dibuang di sungai. Pembuangan tanpa pengolahan tersebut dapat memberikan dampak penurunan kualitas airtanah sekitar berdasarkan faktor lingkungan. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk (1) Mengetahui nilai cemar limbah cair tahu, (2) Mengetahui kondisi fisik lingkungan, dan Menganalisis nilai cemar airtanah dan persebarannya akibat pembuangan limbah cair tahu. Metode yang digunakan adalah perbandingan baku mutu limbah cair tahu, air sungai dan airtanah dari hasil pengujian kualitas air (meliputi suhu, pH, TDS, DHL, BOD5, COD, TSS, dan DO).

Sampel airtanah diambil secara purposive sampling berdasarkan arah aliran airtanah. Hasil menunjukkan bahwa hampir seluruh sumur tidak terjadi pencemaran walau terdapat satu sumur yang terjadi pencemaran akibat memiliki parameter BOD5, TSS, dan DO yang tinggi. Tidak terjadinya pencemaran disebabkan karena faktor lingkungan seperti sistem sungai yang efluen, pencemaran sungai yang kecil walaupun geologi dan akuifer mudah untuk terjadinya pencemaran.

Kata Kunci: Limbah Cair Industri Tahu, Air Sungai, Airtanah . Abstract

Borobudur Subdistrict is one of the centers for the home tofu industry whose waste management is still dumped directly into the river. Disposal without treatment can have an impact on decreasing the quality of groundwater based on environmental factors. The purpose of this research is to determine the polluted value of tofu waste, determine the physical condition of the environment, and analyze the polluted value of groundwater and its distribution due to tofu waste disposal. The method in this research is the comparison between the quality of tofu waste, river water and groundwater from water quality testing (including temperature, pH, TDS, DHL, BOD5, COD, TSS, and DO). Groundwater samples were taken by purposive sampling based on the direction of groundwater flow. The results in this research showed that almost all groundwater was not polluted even though there was one groundwater contamination due to having high quality of BOD5, TSS, and DO parameters.. This is due to environmental factors such as effluent river systems, small river pollution even though geological and aquifer make it easier for pollution to occur.

Keyword: Tofu waste, River, Groundwater.

(2)

2 PENDAHULUAN

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup. Salah satu air yang terdapat di bumi adalah airtanah.

Airtanah merupakan salah satu air yang paling banyak digunakan oleh manusia yakni sebagai konsumsi, air minum, dan kegiatan lain. Airtanah didapatkan dari siklus air mulai dari air hujan yang jatuh ke permukaan tanah yang kemudian terinfiltrasi di dalam tanah menuju lapisan kedap dan tertampung di akuifer dalam tanah. Airtanah dalam tanah tersebut dapat diambil dengan memanfaatkan sumur.

Kegiatan manusia saat ini sangat beragam mulai dari pertanian, peternakan, industri, dan sebagainya. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia tersebut akan menghasilkan buangan. Buangan kegiatan manusia apabila bercampur dengan airtanah dan air sungai disebut sebagai limbah menurut MetCalf dan Eddy (1972) dalam Kesuma and Widyastuti (2013). Limbah yang dibuangan ke lingkungan sebagian besar tidak bermanfaat dan malah merusak lingkungan yang menjadi tempat pembuangannya.

Limbah dibagi menjadi dua yakni limbah padat dan limbah cair, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak merusak lingkungan dengan cukup cepat (Sasongko et al., 2014).

Salah satu limbah cair adalah limbah cair tahu yang merupakan hasil buangan

industri tahu. Limbah cair tahu biasanya memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sebesar 40-60% (Dewa & Idrus, 2017).

Bahan organik yang tinggi tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Bahan organik tinggi juga akan mempengaruhi makhluk hidup dalam perairan airtanah sekitar tempat pembuangannya.

Dusun Nampan, Desa Tanjungsari dan Dusun Ngadiwinatan II, Desa Karanganyar merupakan kawasan yang menjadi sentra industri tahu rumahan di Magelang. Banyak industri tahu skala rumahan yakni 27 industri yang memproduksi tahu dan menghasilkan limbah padat maupun cair setiap harinya.

Proses pembuatan tahu yang masih tradisional dan pembuangan yang masih sederhana membuat limbah cair langsung dibuang ke sungai dan selokan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pembuangan limbah cair yang cukup sembarangan dapat menyebabkan pencemaran airtanah sekitar, memngingat limbah cair tahu memiliki banyak kandungan bahan organik.

Terjadinya pencemaran di Dusun Nampan dan Dusun Ngadiwinatan II dapat diidentifikasi melalui perbandingan kualitas air dengan baku mutu, kondisi fisik lingkungan dan karakteristik air limbah.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari

penelitian ini adalah 1) Mengetahui kondisi

fisik lingkungan di sebagian Kecamatan

(3)

3 Borobudur, 2) Mengetahui nilai cemar limbah

cair tahu di sebagian Kecamatan Borobudur berdasarkan baku mutu, dan 3) Menganalisis nilai cemar airtanah dan persebarannya akibat pengaruh pembuangan limbah cair tahu di sebagian Kecamatan Borobudur berdasarkan baku mutu.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan analisis kuantitatif dengan alat yang digunakan meliputi Botol sampel, cooler box, pita ukur, GPS, Abney, Wadah ukur, dan water checker.

Kondisi fisik lingkungan di lokasi penelitian yang termasuk didalamnya adalah geologi, akuifer, jenis tanah, dan sistem sungai.

Kondisi geologi, akuifer, dan jenis tanah lokasi penelitian didapatkan dari interpretasi Peta Geologi Lembar Yogyakarta 1408-2 &

1407-5 skala 100.000, Peta Cekungan Air Tanah/akuifer Magelang Temanggung skala 1:100.000, dan Peta Tanah Kabupaten Magelang dari Lembaga Penelitian Tanah tahun 2012. Sistem sungai didapatkan dari perbandingan ketinggian muka air sungai dan muka airtanah sekitar, juga dengan menggunakan perbandingan kualitas fisik (suhu, pH, DHL, TDS) air sungai dan airtanah sekitar dengan jumlah empat sampel air sungai. Debit air sungai diukur menggunakan metode slope area method (Persamaan 1) oleh Standardisasi Nasional Indonesia (2012) yang nantinya debit sungai dibandingkan

dengan debit limbah cair tahu untuk mendapatkan pencemaran air sungai.

Q = 1

𝑛 𝐴𝑥𝑅

23

𝑥𝑆

12

... (Persamaan 1) Keterangan:

Q = Debit (m3/s)

n = Koefisien Kekasaran Manning A = Luas Penampang Melintang (m2) R = Jari-jari Hidraulik

S = Kemiringan Garis Energi

Debit limbah cair tahu didapatkan dari perhitungan limbah cair tahu yang berdekatan dengan sampel sungai. Debit limbah cair tahu dilaukan pengukuran sebanyak tiga kali dengan menggunakan metode volumetric di empat industri tahu (Persamaan 2).

Q = 1000𝑚𝑙

𝑡 ... (Persamaan 2) Keterangan:

Q = Debit (m3/detik)

t = waktu yang dibutuhkan bagi limbah mencapai 1000ml.

Penelitian menggunakan metode

purposive sampling dalam penentuan sampel

air sumur, air limbah, dan air sungai. Sampel

air sumur didapatkan dengan melibatkan

jarak sumur terhadap sungai/selokan yang

menjadi tempat pembuangan limbah cair tahu

(sebesar 25 meter dan 50 meter) dan arah

aliran airtanah. Jumlah sampel air sumur

adalah delapan dengan satu air sumur kontrol

yang tidak tercemar. Sebelumnya, arah aliran

airtanah didapatkan melalui perbandingan

antara ketinggian permukaan tanah dan

kedalaman airtanah sehingga didapatkan

(4)

4 ketinggian muka air tanah. Ketinggian

airtanah diinterpolasi melalui aplikasi ArcGIS 10.3 untuk mendapatkan rentang keketinggian dalam lokasi penelitian. Arah aliran airtanah akan dipetakan berdasarkan ketinggian muka airtanah tertinggi menuju ketinggian muka airtanah terendah. Sampel limbah cair tahu diambil dari industri dengan produksi skala menengah dari seluruh hasil produksi tahu di lokasi penelitian. Kualitas airtanah yang dianalisis meliputi suhu, pH, DHL, TDS, BOD 5 , COD, DO, dan TSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Lingkungan

Lokasi penelitian menggunakan pembatasan dikhususkan pada industri tahu pada dua dusun di dua desa yakni Dusun Nampan, Desa Tanjungsari dan Dusun Ngadiwinatan II, Desa Karanganyar. Jumlah industri tahu di lokasi penelitian berjumlah 21 industri tahu rumahan dengan pembagian delapan di Dusun Ngadiwinatan dan 13 di Dusun Nampan. Pada Gambar 1 merupakan persebaran lokasi industri tahu di lokasi penelitian.

Gambar 1. Peta Persebaran Industri Tahu Sebagian Kecamatan Borobudur.

1) Aliran airtanah lokasi penelitian

Kondisi airtanah di lokasi penelitian bergerak dari arah selatan yang berada di Pegunungan Menoreh menuju kearah timur laut yakni Dataran Borobudur. Ketinggian

muka airtanah pada lokasi penelitian dari

265,2 mdpl paling rendah dan 278,2 mdpl

paling tinggi. Arah aliran airtanah pada lokasi

penelitian sebagian besar menuju kearah

sungai yang artinya sungai menjadi faktor

(5)

5 pembatas aliran airtanah. Aliran airtanah

mengarah ke sungai karena sistem sungai yang dimiliki adalah sungai efluen sehingga

airtanah akan mempengaruhi air sungai dan menuju ke sungai (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Arah Aliran Airtanah.

2) Kondisi Geologi Lokasi Penelitian Kondisi geologi yang berada di lokasi penelitian berdasarkan Peta Geologi Bersistem Jawa Lembar Yogyakarta 1408-2

& 1407-5 skala 1:100.000 adalah wilayah alluvium yang terdiri atas material kerakal, pasir, lanau, dan lempung. Lokasi penelitian juga berada di kipas alluvial Pegunungan Menoreh dari hasil longsoran material pegunungan pada masa lampau (Murwanto et al., 2014). Material pada lokasi penelitian juga cukup khas yang mana pada zaman dahulu lokasi tersebut merupakan lokasi danau sehingga pada kedalaman 230 mdpl terdapat material lempung hitam (yang bermaterial lempung pasiran) dan material diatasnya berupa material pasir kasar yang disajikan pada Gambar 3. Material pasir

kasar menurut (Setyawan, 2016) memiliki

permeabilitas 45m/hari yang berarti airtanah

dalam satu harinya cukup cepat dalam

meloloskan air. Menurut (Widodo, 2019)

lapisan lempung hitam merupakan lapisan

geologi yang impermeable atau tidak mampu

meloloskan air.

(6)

6 Gambar 3. Geologi di Sungai Sileng

berjarak 1 kilometer dari Lokasi Penelitian.

Sumber: (Gomez et al., 2010)

3) Kondisi Akuifer dan Jenis tanah lokasi penelitian

Kondisi akuifer yang terdapat di lokasi penelitian adalah akuifer produktivitas sedang dengan penyebaran luas, menurut Peta Hidrogeologi Magelang Semarang. Akuifer yang dangkal ditandai dengan kedalaman sumur yang tidak lebih dari 50 meter. Akuifer dangkal memudahkan bagi pencemar untuk menyebar dalam airtanah karena dekatnya airtanah dengan permukaan tanah dan luasan akuifer yang dapat berdampak di wilayah yang cukup luas. Jenis tanah yang terdapat di lokasi penelitian adalah tanah latosol coklat, berdasarkan Peta Tanah Kabupaten Magelang oleh Lembaga Penelitian Tanah tahun 2012.

Tanah latosol merupakan tanah yang kurang baik untuk meloloskan air tapi cukup baik dalam menyimpan air karena kandungan liat yang cukup tinggi. Beberapa daerah di lokasi penelitian memiliki jenis tanah alluvial yang berada di sekitar sungai. Tanah alluvial merupakan tanah yang cukup baik dalam meloloskan air karena kebanyakan wilayahnya yang berasal dari sungai,

4) Karakteristik Sungai

Sistem sungai yang diukur hanya dilakukan di Sungai A dan Sungai D yang merupakan sungai, sedangkan yang lainnya

berupa selokan. Sungai A, Selokan B, Selokan C, dan Sungai D merupakan sungai yang tidak memiliki kedalaman yang dalam.

Sungai tersebut memiliki karakteristik yang memiliki material alluvium dengan tingkat erosi yang masih cukup tinggi akibat letaknya yang agak curam. Sungai A dan Sungai D memiliki sumber mata air yang berasal dari pegunungan menoreh. Sistem sungai melalui pengukuran perbandingan ketinggian muka airtanah sekitar dengan air sungai memiliki jenis sistem yang efluen hal tersebut ditandai dengan lebih tingginya muka airtanah dibandingkan muka air sungai yang ditunjukkan pada Gambar 4.

(a)

(7)

7 (b)

Gambar 4. Ketinggian muka airtanah dan air sungai (a) Sungai A dan (b) Sungai B.

Sistem sungai menurut kualitas air menggunakan perbandingan kualitas fisik air sungai, kualitas fisik sumur sekitar, dan kualitas fisik air sumur kontrol. Berdasarkan pengukuran kualitas didapatkan nilai temperatur, ph, DHL dan TDS pada air sungai lebih besar nilainya dibandingkan air sumur sekitar. Berdasarkan kedua perbandingan tersebut diasumsikan sistem sungai influen namun saat kualitas airtanah sekitar dibandingkan dengan air sumur kontrol, keduanya memiliki nilai yang mirip dan mendakati sehingga sistem sungai berdasarkan kuaitas air dikatakan efluen yang artinya air sungai tidak mempengaruhi airtanah sekitar.

Pencemaran sungai yang terjadi di lokasi penelitian didapatkan dari perbandingan debit limbah cair tahu dan debit sungai. Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil pada Sungai A, Selokan B, Selokan C, dan

Sungai D tidak terjadi pencemaran akibat lebih kecilnya debit limbah dibanding debit rata-rata sungai. Debit yang lebih kecil menunjukkan air pada sungai/selokan belum didominasi sepenuhnya oleh limbah cair tahu yang dibuang.

Tabel 1. Pencemaran Sungai.

Sunga i

Bagia n

Debit (m3/s)

Debit Rata- rata (m3/s)

Debit Limbah

(m3/s)

Pencemar an

Sunga i A

Hulu 0,0386 4 0,0611

0 0,028 Tidak

Tercemar Hilir 0,0835

6

Seloka n B

Hulu 0,0076 4 0,0199

3

0,00002 1

Tidak Tercemar Hilir 0,0322

2

Seloka n C

Hulu 0,0023 3 0,0046

9

0,00039 3

Tidak Tercemar Hilir 0,0070

4

Sunga i D

Hulu 0,0822 3 0,0636

3

0,00002 19

Tidak Tercemar

Hilir 0,0450

3

Sumber: Data Lapangan, 2020.

B. Kualitas Limbah Cair Tahu

Limbah cair tahu yang dikaji diambil dari industri tahu dengan hasil produksi menengah pada lokasi penelitian. Kualitas air dari limbah cair tahu yang dikaji dibandingkan dengan Baku Mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Hasil pengujian parameter fisik dan kimia

kualitas limbah cair tahu ditunjukkan pada

Tabel 2.

(8)

8 Tabel 2. Pengukuran Kualitas Limbah

Cair Tahu.

Parameter Baku Mutu Nilai Limbah Cair Tahu

Suhu

38°C 33,7°C

pH

6-9 4,15

DHL

- 1,93 mS

TDS

- 1,36ppt

BOD5

150 mg/l 150

COD

275 mg/l 275

TSS

100 mg/l 100

DO

mg/l -

Sumber: Data Lapangan, 2020.

Parameter pH, BOD 5 , COD, dan TSS pada limbah cair tahu memiliki nilai yang melebihi baku mutu. Jumlah parameter yang melebihi baku mutu berjumlah lima dari delapan parameter yang menetukan karakteristik limbah cair tahu, artinya limbah cair tahu sebagian besar parameter limbah cair tahu tidak sesuai bagi perairan apabila dalam pembuangannnya dilakukan langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Parameter TDS dan DHL walaupun tidak masuk kedalam baku mutu akan tetapi memiliki nilai yang besar sampai 1,93 mS atau 1.930µmhos pada DHL dan 1,36 ppt atau 1.360 ppm pada TDS.

Nilai yang melebihi baku mutu pada BOD 5 menunjukkan bahwa limbah cair tahu tersebut pekat, dan dapat menyebabkan lamanya mikroorganisme dalam perairan lama untuk mendegradasi bahan organik, pada COD akan menghambat proses

pembusukan bahan organik secara kimia, dan pada TSS akan menghambat difusi oksigen dalam perairan (Fachrurozi et al., 2014). Nilai pH yang lebih rendah menunjukkan bahwa limbah cair tahu bersifat asam. Limbah cair tahu yang asam akan menyebabkan bau busuk pada perairan yang menjadi tempaat pembuangannya.

C. Kualitas Airtanah

Kualitas airtanah di lokasi penelitian diambil dengan melibatkan jarak sumur sepanjang 25 meter dan 50 meter dari pembuangan limbah yakni sungai dan selokan. Sebagian besar sumur penduduk di lokasi penelitian sudah ditutup pada atas sumurnya, namun ada salah satu sumur yang tidak ditutup yakni sumur A1 yang berjarak 25 meter dari Sungai A. Nilai kualitas airtanah hasil pengujian akan dibandingkan dengan Baku Mutu oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Kelas I untuk konsumsi, air minum dan kebutuhan pribadi. Kelas I digunakan karena masih banyak airtanah di lokasi penelitian digunakan sebagai konsumsi dan sumber air pembuatan tahu. Hasil pengukuran kualitas airtanah berdasarkan jarak disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengukuran Kualitas Airtanah.

(9)

9 Parameter Baku

Mutu

Airtanah A1

Airtanah A2

Airtanah B1

Airtanah B2

Airtanah C1

Airtanah C2

Airtanah D2

Air Kontrol

Jarak (m) - 25 50 25 50 25 50 50 -

Suhu (ºC) - 27,9 27,6 27 27,3 28 27,6 26,9 28,7

Ph () 6-9 6,32 7,2 6,5 6,2 6,36 6,23 6,25 6,35

DHL (µmhos) - 336 622 405 418 486 488 445 350

TDS (ppm

atau mg/l) 1000 242 433 288 298 347 345 312 248

DO (mg/l) 6 6,38 5,96 5,89 4,96 6,71 5,16 5,23 5,57

BOD

5

(mg/l) 2 4,7 2,77 0,47 3,52 3,92 5,21 4,46 4,18

COD (mg/l) 10 5,88 8,28 3,95 3,35 6,75 2,4 2,77 0,37

TSS (mg/l) 50 54,5 4,5 6,0 6,0 2,0 5,0 15,0 2,0

Sumber: Data Lapangan, 2020.

Sebagian besar hasil pengujian kualitas airtanah dibandingkan dengan baku mutu tidak ada yang melebihi nilainya. Hanya terdapat beberapa parameter di beberapa airtanah yang memiliki parameter kualitas air melebihi baku mutu (Gambar 5). Pada seluruh airtanah baik airtanah sampel dan air sumur kontrol memiliki parameter BOD 5

yang melebihi baku mutu, sehingga menunjukkan pada lokasi penelitian memiliki nilai BOD 5 yang tinggi di setip airtanahnya.

Parameter DO pada Airtanah A1 dan C1 menunjukkan bahwa kedua airtanah tersebut memiliki nilai oksigen yang cukup tinggi.

Nilai TSS pada airtanah A1 memiliki nilai melebihi baku mutu. Nilai TSS pada airtanah A1 yang melebihi baku mutu dikarenakan sumur A1 tidak memiliki tutup diatasnya sehingga berbagai material di permukaan tanah dapat dengan mudah masuk kedalam sumur. Pada sumur di A1 juga menunjukkan

adanya kotoran yang berwarna kuning di permukaan airnya. Parameter TSS yang tinggi pada airtanah A1 juga menunjukkan bahwa adanya sedimentasi oleh mikroorganisme dan tanah yang bertekstur halus (Muliyadi &

Safrudin, 2020).

Jarak pada pengambilan sampel yakni

25 meter dan 50 meter tidak menunjukkan

adanya pengaruh dari perbedaan pengambilan

jarak pada sampel. Hal tersebut diintifikasi

dari parameter kualitas air dari setiap jarak

yang tidak menunjukkan pengurangan nilai

pada jarak yang lebih jauh. Padahal

seharusnya semakin jauh jarak menunjukkan

nilai kualitas air yang semakin kecil

pencemarnya. Menurut (Marsono, 2009)

jarak pencemar bakteri berkisar 10 meter-11

meter sedangkan pencemar kimia sekitar 95

meter. Jarak yang tidak berpengaruh akibat

jauhnya jarak pengambilan dan di lokasi

airtanah yang berjarak 50 meter/jauh

(10)

10 memiliki nilai lebih tinggi akibat adanya

rembesan/karakteristik tanah.

Gambar 5. Peta Persebaran Kualitas Airtanah.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penelitian adalah

1. Arah aliran airtanah di lokasi penelitian menunjukkan arah aliran dari Pegunungan Menoreh kearah Dataran Borobudur. Kondisi geologi pada lokasi penelitian berupa aluvium dengan material pasir yang kasar dari timbunan longsoran Pegunungan Menoreh yang cukup mudah untuk meloloskan air.

Material alluvium tersebut terdapat di akuifer produktivitas sedang dan dangkal yang ditunjukkan dengan kedalaman muka airtanah tidak mencapai 50 meter. Jenis tanah memiliki tekstur dengan ukuran

partikel yang besar yakni lempung pada tanah latosol coklat tua kemerahan dan pasir pada tanah alluvial. Karakteristik fisik lingkungan tersebut memudahkan bagi pencemar untuk mencemari airtanah karena permeabilitas tinggi dan pori yang besar.

2. Kualitas pada limbah cair tahu yang berada di lokasi penelitian memiliki nilai parameter fisik yakni pH, DHL, TDS dan kimia yakni BOD5, COD, TSS yang tinggi dan melebihi baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Parameter yang melebihi baku mutu

dan tinggi menunjukkan bahwa

(11)

11 limbah tersebut kurang baik apabila

dibuang di perairan atau lingkungan secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

3. Airtanah di sekitar industri tahu tersebut sebagian besar tidak terindikasi adanya pencemaran karena banyak parameter kualitas airtanah di bawah Baku mutu oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Faktor sistem sungai yang efluen (yang diukur dari ketinggian airtanah melebihi ketinggian air sungai dan perbandingan kualitas air sungai dan airtanah) dan pencemaran air sungai yang tidak begitu besar (perbandingan antara debit sungai dan selokan lebih besar dibanding debit limbah cair tahu yang dibuang) menjadi salah satu faktor utama pencemaran airtanah sekitar sungai tidak terjadi. Beberapa parameter kualitas airtanah melebihi baku mutu seperti BOD5, DO, dan TSS yang menunjukkan pada parameter tersebut airtanah tidak cocok digunakan untuk penggunaan air kelas I. Kualitas air yang melebihi baku mutu menunjukkan adanya pencemaran akan tetapi pencemaran

bukan akibat pembuangan limbah

cair tahu di sungai/selokan akan

tetapi akibat rembesan limbah cair

tahu di permukaan

(12)

12 UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih atas bimbingan serta saran yang diberikan oleh pembimbing penelitian, Prof. Dr. Ig. L. Setyawan Purnama, M.Si. sehingga penelitian ini dapat berlangsung. Terima kasih kepada Kepala Desa Karanganyar dan Desa Tanjungsari yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan skripsi di lokasi penelitian.

Terima kasih kepada seluruh masyarakat Desa Karanganyar dan Desa Tanjungsari yang telah membantu dalam proses pengambilan data lapangan. Terima Kasih kepada Laboratorium Lingkungan DLH Kab. Magelang yang membantu dalam pengujian kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Dewa, R. P., & Idrus, S. (2017). Identifikasi Cemaran Air Limbah Industri Tahu di Kota Ambon. Majalah BIAM Kemenperin RI, 13(2), 11–15.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29 360/mb.v13i2.3544

Fachrurozi, M., Utami, L. B., & Suryani, D.

(2014). Pengaruh Variasi Biomassa Pistia stratiotes L. Terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Tahu di Dusun Klero Sleman Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal of Public Health), 4(1), 1–16.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.12

928/kesmas.v4i1.1100

Gomez, C., Janin, M., Lavigne, F., Gertisser, R., Charbonnier, S., Lahitte, P., Hadmoko, S. R., Fort, M., Wassmer, P., Degroot, V., &

Murwanto, H. (2010). Borobudur, A Basin Under Volcanic Influence:

361,000 Years BP to Present. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 196(3–4), 245–264.

https://doi.org/10.1016/j.jvolgeores.2 010.08.001

Kesuma, D. D., & Widyastuti, M. (2013).

Pengaruh Limbah Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Di Kabupaten Klaten. Jurnal Bumi Indonesia, 2(1), 115–124.

Marsono. (2009). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Bakteriologis Air Sumur Gali di Pemukiman. In Thesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Muliyadi, & Safrudin, D. J. (2020).

Pollutant Levels Comparisons in Tofu Industrial and Domestic Wastewater in Ternate City. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 15(3), 366–371.

https://doi.org/https://doi.org/10.1529 4/kemas.v15i3.20748

Murwanto, H., Purwoarminta, A., &

Siregar, D. A. (2014). Pengaruh

tektonik dan longsor lahan terhadap

perubahan bentuklahan di bagian

selatan Danau Purba Borobudur.

(13)

13 Jurnal Lingkungan Dan Bencana

Geologi, 5(2), 143–158.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.34 126/jlbg.v5i2.70

Sasongko, E. B., Widyastuti, E., & Priyono, R. E. (2014). Kajian Kualitas Air dan Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyarakat di Sekitar Sungai Kaliyasa Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(2), 72–82.

https://doi.org/10.14710/jil.12.2.72- 82

Setyawan, P. (2016). Hidrologi Air Tanah (PT Kanisius (ed.); 1st ed.). PT Kanisius.

Standardisasi Nasional Indonesia. (2012).

SNI 6467.2:2012 Tata Cara Pengukuran Debit pada Saluran Terbuka Secara Tidak Langsung dengan Metode Kemiringan Luas.

Widodo, E. (2019). Identifikasi Fenomena

Lingkungan Kawasan Danau Purba

Borobudur Sebagai Sumber Belajar

Geografi. In Thesis. Universitas

Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

EDKZD µWHODK D da beberapa kebijakan daerah, baik berupa Perda, Peraturan atau Keputusan Bupati dan Kepala SKPD dalam upaya untuk mewujudkan profesionalisme Aparat

Hasil penelitian menunjukkan variabel tingkat pendidikan (p=0,089), pekerjaan (p=0,813) dan motivasi ibu (p=0,251) tidak berhubungan dengan kelengkapan imunisasi

Mahasiswa mampu mengelola akun pribadi dalam aplikasi FOAP dan menerapkan strategi penjualan karya foto melalui aplikasi FOAP.. Fotografi Potret – Menciptakan Keindahan

Lingkup pembahasan adalah hubungan hukum dalam penerbitan obligasi, bentuk perlindungan hukum dan upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh pemegang obligasi

dengan wisatawan yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Pangandaran, sudah. barang tentu akan menyebabkan akulturasi budaya antara budaya atau

Semakin tinggi komitmen organisasional karyawan, maka akan semakin rendah tingkat turnover intention karyawan karena sudah memiliki komitmen untuk tetap bertahan

Jika diasumsikan nilai Kumulatif ESAL pada akhir umur rencana skenario 1 sebagai batasan akhir masa layan, maka pada Skenario 3 menunjukkan adanya pengurangan umur rencana

Supernatan yang diperoleh dari ekstraksi jeroan ikan digunakan sebagai sumber enzim kasar untuk aktivitas lipase.. Uji