• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI PRODUKSI EKSOPOLISAKARIDA (EPS) DARI LIMBAH JERAMI PADI OLEH ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISASI PRODUKSI EKSOPOLISAKARIDA (EPS) DARI LIMBAH JERAMI PADI OLEH ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT LOKAL"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

KARAKTERISASI PRODUKSI EKSOPOLISAKARIDA (EPS) DARI LIMBAH JERAMI PADI OLEH ISOLAT

BAKTERI ASAM LAKTAT LOKAL

Oleh

Karlina Widiyanti

Eksopolisakarida (EPS) merupakan polimer dari gula pereduksi dengan berat molekul tinggi yang disekresikan oleh mikroorganisme ke lingkungan eksternalnya. Polimer ini memiliki beberapa keunggulan untuk diaplikasikan dalam bidang farmasi dan bidang lainnya. Beberapa mikroba mampu menghasilkan EPS terutama bakteri asam laktat dengan memanfaatkan sumber karbon gula-gula pereduksi disintesis dan disekresikan keluar sel. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pembuatan EPS dari sirup gula-gula pereduksi hasil penguraian limbah jerami padi yang disintesis dengan bantuan isolat bakteri asam laktat lokal. Kondisi fermentasi meliputi pH dan waktu fermentasi dioptimasi untuk mengetahui kondisi optimum media fermentasi EPS, selain itu dilakukan karakterisasi EPS yang dihasilkan, meliputi Berat Molekul dengan menggunakan viskometer Ostwald, dan total gula dengan menggunakan metode Dubois (fenol-asam sulfat). Kondisi optimum media fermentasi EPS yang diperoleh dengan menambahkan larutan sukrosa 5% ke dalam filtrat jerami padi, pada pH 6,0 dan waktu inkubasi selama 48 jam. Kondisi ini digunakan untuk memproduksi EPS oleh isolat bakteri asam laktat LbK-19 dan menghasilkan EPS dengan kuantitas 2,51 mg mL-1. Karakterisasi terhadap EPS yang dihasilkan diperoleh berat molekul EPS sebesar 94592,99 g mol-1 dan pengukuran kandungan gula total sebesar 32,64 mg mL-1.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Eksopolisakarida ... 4

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Prosedur Penelitian ... 18

1. Pembuatan Media dan Pereaksi ... 18

a. Pembuatan Larutan Garam Fisiolois (NaCl 0,85%). ... 18

b. Pembuatan Media Inokulum Yeast Maltosa Cair (YM). ... 18

c. Pembuatan Media de Man,Rogosa,Sharpe (MRS) Cair. ... 18

d. Pembuatan Pereaksi DNS. ... 18

(6)

1) Larutan Stok A (NaH2PO4.H2O 0,2M). ... 19

5. Seleksi Bakteri Asam Laktat Penghasil EPS ... 21

6. Optimasi Produksi EPS Skala Laboratorium ... 22

7. Isolasi dan Pemurnian EPS ... 23

8. Karakterisasi EPS. ... 23

a. Pengukuran Berat Molekul (BM) Berdasarkan Metode Viskometri. ... 23

b. Analisis Kandungan Gula Pereduksi Total. ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kandungan Gula pada Media Filtrat ... 25

B. Seleksi Bakteri Asam Laktat Penghasil EPS ... 29

C. Optimasi Produksi EPS Skala Laboratorium ... 33

D. Isolasi dan Pemurnian EPS. ... 36

E. Karakterisasi EPS. ... 36

1. Pengukuran Berat Molekul Berdasarkan Metode Viskometri. ... 36

2. Analisis Kandungan Gula Pereduksi Total. ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup besar dan tersebar di

Indonesia adalah limbah jerami padi. Potensi limbah jerami padi sampai saat ini

sekitar sebesar 5 ton/ton padi (Majalah padi, 2009). Limbah pertanian seperti

jerami, bonggol jagung, kulit kacang-kacangan merupakan limbah lignoselulosa

yang masih mempunyai nilai ekonomis bila dilakukan pengolahan lebih lanjut

(Anindyawati, 2010). Lignoselulosa mengandung senyawa polisakarida yang

dapat dibiokonversi untuk berbagai kepentingan (Howard et al., 2003).

Hidrolisis lignoselulosa dari jerami padi oleh isolat Actinomycetes AcP-1 dan

AcP-7 pernah dilakukan oleh Satria dkk. (2010) yang mampu menghasilkan gula

total masing-masing sebesar 6,88 dan 7,03 mg/mL. Hasil ini berpotensi untuk

dikembangkan ke arah biokonversi lebih lanjut seperti pengembangan bahan baku

untuk produksi bioetanol, fermentasi asam-asam organik, dan sintesis polimer

seperti eksopolisakarida.

Eksopolisakarida (EPS) adalah salah satu polisakarida yang memiliki potensi

untuk aplikasi di bidang industri farmasi, kesehatan dan pangan. Polimer ini

dihasilkan oleh mikroba terutama bakteri asam laktat dengan memanfaatkan

(8)

and Mollet, 2001). Banyak mikroorganisme laut menghasilkan polimer

ekstraseluler yang berbentuk lapisan mengelilingi sel untuk melindungi dari

pengaruh buruk dan kondisi lingkungan yang ekstrem. Lingkungan yang ekstrem

juga memberi keanekaragaman mikroba novel untuk memproduksi jenis EPS

yang beraneka jenis dan menarik (Surekha et al., 2010).

Bakteri asam laktat merupakan penghasil EPS yang menarik perhatian para

peneliti beberapa tahun belakangan ini. Bakteri asam laktat adalah bakteri jenis

food-grade, dan eksopolisakarida yang dihasilkan mengkontribusi pada reologi

tertentu dan tekstur pada produk susu fermentasi dan aplikasi lain pada produk

olahan non susu (Frengova et al., 2002). Mikroorganisme penghasil EPS dapat

ditemukan di dalam berbagai lingkup ekologi, yaitu pada lingkungan yang

memiliki kandungan organik tinggi. Mikroba penghasil EPS merupakan

mikroorganisme termofilik pada setiap phylum dari Archaea dan bakteria, dan

dapat diisolasi dari berbagai lingkungan termofilik baik dari perairan laut dalam

dan dangkal, serta sumber air panas (Singha, 2012). Lingkungan laut adalah

lingkungan yang dinamis, dimana mikroorganisme akan mengubah salinitas,

tekanan, tingkat nutrisi dan sebagainya, yang dapat mempengaruhi produksi EPS

pada mikroorganisme. Pada lingkungan asli dan di laboratorium, mikroorganisme

cenderung menghasilkan EPS berlebih pada kondisi terbatas-kadar nitrogen

rendah. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan organisme seperti pH,

salinitas, aerasi dan temperatur juga dapat mempengaruhi produksi EPS (Bhaskar

(9)

Pada penelitian ini telah dilakukan suatu inovasi yaitu membuat EPS dari sirup

gula-gula pereduksi hasil penguraian limbah jerami padi yang disintesis dengan

bantuan isolat bakteri asam laktat lokal. Pemilihan bahan berlignoselulosa

diharapkan akan menghasilkan EPS yang beragam baik secara fisika maupun

kimia, mengingat material ini merupakan polimer yang monomer penyusunnya

bukan hanya glukosa tetapi monosakarida lainnya seperti xilosa, manosa, dan

arabinosa.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh kondisi optimum fermentasi EPS dengan beberapa

parameter meliputi substrat optimum, waktu inkubasi, dan pH.

2. Mengkarakterisasi eksopolisakarida yang dihasilkan dengan beberapa

parameter antara lain: berat molekul dan pengukuran kandungan gula total.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan hasil fermentasi

limbah jerami padi berbahan lignoselulosa berupa sirup gula-gula pereduksi.

Hasil fermentasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam sintesis EPS

dengan bantuan mikroorganisme dari sumber daya lokal berupa isolat-isolat

Actinomycetes dan bakteri asam laktat lokal. Sehingga penelitian ini

dikembangkan untuk memanfaatkan sumber daya lokal dalam pengembangan

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Eksopolisakarida (EPS)

Eksopolisakarida (EPS) merupakan polimer dari gula pereduksi dengan berat

molekul tinggi yang disekresikan oleh mikroorganisme ke lingkungan

eksternalnya. Polimer ini merupakan salah satu polimer yang mampu disintesis

oleh bakteri asam laktat. EPS umumnya terdiri dari monosakarida dan beberapa

substituen non-karbohidrat seperti asetat, piruvat, suksinat, dan fosfat (van Hijum

et al., 2002) juga biomolekul seperti protein, asam nukleat, lipid dan zat humat

(Vu et al., 2009).

EPS biasanya dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang merupakan ciri kontribusi

bakteri ini sebagai probiotik yang memiliki efek positif bagi kesehatan (Suresh

and Mody, 2009). Polimer ini memiliki daya bioaktivasi yang dapat digunakan

dalam penggunaan obat seperti fungsinya sebagai anti virus, anti inflamasi

(Llamas et al., 2010). Dalam industri makanan EPS dapat berfungsi sebagai

pengental, pembuatan gel hingga pengemulsi. Beberapa EPS yang telah banyak

digunakan dalam bidang kesehatan diantaranya β-glukan, β-mannan, xanthan,

(11)

Struktur eksopolisakarida sangat beragam, beberapa jenis eksopolisakarida antara

lain :

1. Dekstran

Dekstran merupakan polimer kompleks dari glukosa yang mengalami

percabangan dengan membentuk ikatan α-1,6 dan α-1,3 glikosidik. Dekstran yang

di biosintesis oleh bakteri asam laktat memiliki berat molekul yang besar antara

10-150 kDa. Dalam bidang kesehatan dekstran memiliki fungsi yang beragam

seperti anti inflamasi, anti trombotik, anti koagulan, hingga memiliki peran yang

penting sebagai intraarterial dan intravenous (Veronese and Caliceti, 2006).

Gambar 1. Struktur Dextran (Lapasin, 1999)

2. Kefiran

Kefiran merupakan kapsular polisakarida yang diproduksi oleh strain

Lactobacillus pada pembuatan susu fermentasi kefir. Struktur polimer kefiran

dibentuk dari monomer D-glukosa atau heteropolisakarida D-galaktosa yang

mengalami percabangan pada dua unit rantai serta delapan unit rantai. Polimer ini

(12)

Gambar 2. Struktur Kefiran (Micheli et al., 1999)

3. Gellan

Gellan merupakan polimer linier yang bermuatan negatif (anionik polisakarida).

Polimernya tersusun dari perulangan tetrasakarida unit yang merupakan

kombinasi antara dua molekul glukosa dengan asam D-glukoronat atau

L-ramnosa. Gellan biasanya digunakan untuk mensubtitusi agar, juga dapat

digunakan sebagai eksipien obat sebagai bagian dari drug delivery system (Vu et

al., 2009; Fialho et al., 2008).

Gambar 3. Struktur Gellan (Lapasin, 1999)

4. Curdlan

Curdlan merupakan polimer linier yang terbentuk dari ikatan β-1,3 glikosidik dari

D-glukosa. Polimer ini bersifat sangat larut dalam air. Curdlan dapat dihasilkan

dari bakteri strain Alcaligenes faecalis dan juga Agrobacterium. Keunikan

curdlan adalah sifat gelnya yang elastis ketika dipanaskan pada suhu di atas 55°C,

(13)

farmasi dijadikan sebagai polimer yang berfungsi sebagai eksipien drug delivery

(Rehm, 2009; Gumadi et al., 2005).

Gambar 4. Struktur Curdlan (Jin et al., 2006)

5. Xanthan

Xanthan merupakan heteropolimer anionik yang disusun oleh glukosa dengan

rantai samping trisakarida dari α-D-manosa yang memiliki gugus asetil. Xanthan

diproduksi oleh strain Xanthomonas dengan berat molekul yang sangat besar

(Rehm, 2009). Sifat yang ditunjukkan xanthan adalah pseudoplastik dan

pengemulsi yang stabil, sehingga kegunaannya sangat luas dibidang industri

makanan, kosmetik, maupun farmasi (Sutherland, 1998).

Gambar 5. Struktur Xanthan (Sutherland, 2001)

6. Alginat

Alginat merupakan homopolimer linier dari kopolimer D-manuronat yang

membentuk ikatan β-1,4-glikosidik dan epimer α-L-glukoronat. Alginat banyak

ditemukan pada tumbuh-tumbuhan terutama rumput laut. Dalam bidang farmasi

(14)

membentuk gel yang stabil. Sediaan bahan obat yang banyak beredar di pasaran

adalah kalsium alginat (Raymond, 2009).

Gambar 6. Struktur Alginat (Ertesvag, 1998)

7. Pullulan

Pullulan merupakan polimer yang tersusun atas unit maltotriosa. Ikatan yang

terdapat pada unit maltotriosa adalah α-1,4-glikosidik, sedangkan unit-unit

maltotriosa dihubungkan dengan ikatan α-1,6-glikosidik. Penggunaan pullulan

yang paling dikenal adalah pada produk-produk yang berhubungan dengan

penyegar dan pembersih mulut (Raymond, 2009).

Gambar 7. Struktur Pullulan (Vu et al., 2009)

Polisakarida disekresikan kepermukaan sel atau dilepaskan ke lingkungannya

bersamaan dengan senyawa lipoprotein gabungan keduanya dikenal sebagai

glikokaliks (Ruas-Madiedo and Reyes-Gavila’n, 2005). EPS sebenarnya melekat

pada permukaan sel tetapi terjadi akumulasi yang berlebihan sehingga polimer ini

dapat diperoleh pada media cair pertumbuhan mikrobanya. Gambaran letak EPS

(15)

Gambar 8. Letak senyawa glikokaliks yang merupakan gabungan antara

lipoprotein (CPS) dan eksopolisakarida (EPS) pada bakteri gram

positif (kiri) dan bakteri gram negatif (kanan) (Ruas-Madiedo and

Reyes-Gavila’n, 2005)

B. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus termasuk golongan organisme

food-grade yang memiliki status GRAS (Generally Recognized as Safe) dan diketahui

memproduksi sejumlah jenis molekul ekstraseluler polisakarida (EPS) yang

berkontribusi untuk tekstur pada makanan fermentasi. EPS dibagi dua golongan

yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. EPS dari bakteri ini

memungkinkan pengembangan generasi baru dari food-grade polisakarida.

Bakteri asam laktat juga sering berkontribusi positif pada rasa, bau, atau

preservasi dari produk akhir (van Hijum et al., 2002; de Vuyst et al., 2001).

Beberapa jenis bakteri asam laktat penghasil EPS yang telah diteliti oleh beberapa

(16)

Tabel 1. Bakteri Asam Laktat yang Diteliti Mampu Menghasilkan EPS

Strain Bakteri Karakteristik EPS Referensi

a) Bacillus megaterium

Media yang digunakan untuk mengoptimalkan produksi EPS sangat beragam,

karena rantai utama dari polimer ini adalah glukosa. Banyak peneliti yang

menggunakan glukosa sebagai sumber karbon pada media fermentasi. Velasco et

al., (2006) menggunakan konsentrasi glukosa sebanyak 75 g/L untuk memperoleh

EPS sebanyak 1,08 g/L pada akhir fermentasi (120 jam) oleh bakteri Pediacoccus

parvulus 2.6. Sementara peneliti lainnya menggunakan konsentrasi glukosa

sebesar 30 g/L untuk menghasilkan EPS menggunakan isolat L. delbrueckii B-3,

(17)

selama masa inkubasi 18 jam masing-masing 255 mg/L, 224 mg/L, dan 174 mg/L

(Yuksekdag and Salim, 2008). Xu et al. (2010) menggunakan media modifikasi

yang dinamakan Chemically Defined Medium (CDM) yang mengandung 50 g/L

sukrosa dan beberapa mineral menghasilkan EPS sebesar 238,23 mg/L selama

fermentasi 48 jam menggunakan isolat L. paracasei. Beberapa kondisi fermentasi

untuk menghasilkan EPS disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Fermentasi untuk Menghasilkan EPS

Strain Bakteri Karakter Fermentasi Produk EPS Referensi

a) Lactobacillus MR-1

b) Lactobacillus MR-3

c) Lactobacillus MR-17

a) L. casei CRL87

Sumber kabon yang digunakan pada penelitian tersebut merupakan gula-gula

(18)

lignoselulosa yang banyak terdapat pada limbah pertanian. Satria dkk. (2010)

melakukan degradasi lignoselulosa dari jerami padi menggunakan isolat

Actinomycetes AcP-1 dan AcP-7 dan berhasil memperoleh kandungan gula

pereduksi total sebesar masing-masing dengan kisaran 20,65-27,51 g/L dan

20,98-22,80 g/L dengan fermentasi fase padat. Sementara penelitian lanjutan (belum

dipublikasikan) menggunakan fermentasi cair dengan kandungan substrat jerami

padi sebesar 30% mampu menghasilkan gula pereduksi total pada kisaran

50,55-67,45 g/L. Sumber gula ini berpotensi untuk digunakan sebagai sumber media

yang dapat menghasilkan EPS menggunakan isolat-isolat bakteri asam laktat

isolat lokal yang sedang dikerjakan.

C. Viskositas

Viskositas adalah ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar-kecilnya

gesekan di dalam fluida. Semakin besar viskositas fluida, maka semakin sulit

suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas

dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas,

viskositas timbul sebagai akibat tumbukan antara molekul gas. Dalam suatu

fluida ideal (fluida tidak kental) tidak ada viskositas (kekentalan) yang

menghambat lapisan-lapisan fluida ketika lapisan-lapisan tersebut menggeser satu

di atas lainnya. Untuk fluida yang sangat kental seperti madu, diperlukan gaya

yang lebih besar, sedangkan untuk fluida yang kurang kental (viskositasnya kecil),

seperti air, diperlukan gaya yang lebih kecil.

Tingkat kekentalan suatu fluida juga bergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu

(19)

suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut. Tingkat kekentalan fluida

dinyatakan dengan koefisien viskositas. Jika fluida makin kental maka gaya tarik

yang dibutuhkan juga makin besar. Dalam hal ini, gaya tarik berbanding lurus

dengan koefisien kekentalan.

Gambar 9. Viskometer Ostwald`(Moechtar,1990).

Viskositas terbagi tiga jenis yaitu viskositas spesifik (ɳsp), kinematik, dan intrinsik

(ɳ). Viskositas spesifik dihitung berdasarkan perbandingan antara kecepatan

aliran suatu larutan dengan pelarutnya. Viskositas kinematik diperoleh dengan

mempertimbangkan densitas larutan. Viskositas spesifik dan kinematik

dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Viskositas intrinsik dihitung dari

perbandingan antara viskositas spesifik dengan konsentrasi larutan (ɳsp/C) di

ekstrapolasi sehingga nilai konsentrasi larutan mendekati nol. Dengan demikian

nilai kelarutan tidak berpengaruh terhadap viskositas intrinsik (Hwang et al.,

1997).

Viskositas dari larutan polimer bergantung pada konsentrasi dan ukuran (berat

molekul) dari polimer terlarut. Untuk menghitung viskositas suatu larutan kita

harus mengetahui tentang berat molekul larutan polimer tersebut. Teknik

(20)

sederhana. Salah satu alat untuk mengukur viskositas suatu larutan dapat

digunakan viskometer sederhana, dengan menghitung waktu alir dan densitas

larutan (Parthasarathi, 2011).

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia

dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik

kromatografi dengan fasa gerak cairan dan padat. Banyak kelebihan metode ini

jika dibandingkan dengan metode lainnya (Snyder and Kirkland, 1979; Johnson

and Stevenson, 1978).

Kelebihan-kelebihan dari KCKT yaitu:

1. Cepat

Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat

diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit, waktu

analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai.

2. Resolusi

Berbeda dengan kromatografi gas, kromatografi cair mempunyai dua rasa

dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada kromatografi gas, gas yang

mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat, pemisahan terutama

dicapai hanya dengan fasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi

secara selektif dengan fasa diam dan fasa gerak pada KCKT memberikan

(21)

3. Sensitivitas detektor

Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat

mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 g) dari bermacam-macam

zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi

jumlah sampai pikogram (10-12 g). Detektor-detektor seperti

Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dapat juga

digunakan dalam KCKT.

4. Kolom yang dapat digunakan kembali

Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat

digunakan kembali. Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom

yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari

solven yang digunakan.

5. Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik

Zat-zat yang tidak bisa dianalisis dengan kromatografi gas karena

volatilitas rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisis spesies

ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk

analisis zat-zat tersebut.

6. Sampel dapat diperoleh kembali

Umumnya detektor yang digunakan dalam KCKT tidak menyebabkan

destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena

itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah

melewati detektor. Solvennya dapat dihilangkan dengan diuapkan, kecuali

(22)

Berdasarkan polaritas relatif fasa gerak dan fasa diamnya, KCKT dibagi menjadi

dua, yaitu fasa normal yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa

nonpolar sehingga fasa gerak yang digunakan kurang polar dibandingkan fasa

diam dan fasa terbalik yang umumnya digunakan untuk identifikasi senyawa

polar, menggunakan fasa gerak lebih polar dibandingkan fasa diam (Gritter dkk,

1991). Prinsip pemisahan senyawa menggunakan KCKT adalah perbedaan

distribusi komponen diantara fasa diam dan fasa geraknya. Semakin lama

(23)

III. METEDOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Nopember 2013

di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain autoklaf merek Speed

Clave Model S-90 N, Laminar air flow CRUMA model 9005-FL, inkubator

merek P-Selecta, Spektrofotometer UV-VIS merek Agilent Cary 100, shaker

merek Stuart model SSL2, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) FLD &

RID merek KNAUER, viskometer Ostwald, sentrifugasi, freeze drying, oven,

rotary evaporator, lemari pendingin, neraca analitik, jarum ose, magnetic stirrer,

penangas air, effendroft dan tip, pH meter, dan peralatan gelas laboratorium

lainnya.

Bahan-bahan yang digunakan adalah media inokulum Yeast Maltosa Cair (YM),

media deMan, Ragosa, and Sharpe (MRS) Cair, buffer fosfat, buffer asetat, asam

sulfat (H2SO4), fenol 5%, natrium klorida (NaCl), asam asetat (CH3COOH) 0,5M,

(24)

trikloroasetik (TCA), air suling dan kertas saring. Sampel yang digunakan yaitu

limbah jerami padi dan susu kambing segar berasal dari Batang Hari, Lampung

Timur.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Media dan Pereaksi

a. Pembuatan Larutan Garam Fisiologis (NaCl 0,85%)

Sebanyak 0,85 g NaCl dilarutkan dengan air suling hingga volume

100 ml.

b. Pembuatan Media Inokulum Yeast Maltosa Cair (YM)

Medium YM terdiri dari 4 g ekstrak khamir, 10 g ekstrak malt, 15

g glukosa per 1 liter media, kemudian diautoklaf selama 15 menit

pada suhu 121ºC dan tekanan 1 atm.

c. Pembuatan Media de Man, Rogosa, Sharpe (MRS) Cair

Media MRS sebanyak 52 g dilarutkan dalam 1 L air suling yang

dipanaskan pada suhu 60°C. Diaduk sampai tercampur, kemudian

diautoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm.

d. Pembuatan Pereaksi DNS

Larutan A: 3 g NaOH; 0,6 g fenol; 3 g DNS dalam 240 mL air

suling.

Larutan B: 0,25 g Na-sulfit; 2 g Na-K-tartrat dan 5 mL air suling.

Sebanyak 3 mL larutan B ditambahkan pada 240 mL larutan A dan

(25)

e. Pembuatan Buffer Fosfat

1) Larutan Stok A (NaH2PO4.H2O 0,2M)

Sebanyak 27,8 g NaH2PO4·H2O dilarutkan dengan air

suling hingga volume 1000 mL.

2) Larutan Stok B (Na2HPO4·2H2O 0,2M)

Sebanyak 35,6 g Na2HPO4.2H2O dilarutkan dengan air

suling hingga volume 1000 mL.

f. Pembuatan Buffer Asetat

1) Larutan Stok A (CH3COOH 0,2M)

Sebanyak 11,36 mL CH3COOH dilarutkan dengan air

suling hingga volume 1000 mL.

2) Larutan Stok B (CH3COONa 0,2M)

Sebanyak 16,4 g CH3COONa dilarutkan dengan air suling

hingga volume 1000 mL.

2. Pembuatan Inokulum

Inokulum isolat Actinomycetes AcP-1 dan Acp-7 dibuat menggunakan

media yeast maltosa cair (YM) dengan komposisi 4 g ekstrak khamir

ditambahkan 10 g ekstrak malt dan 15 g glukosa dalam 1 liter media,

kemudian disterilkan pada suhu 121ºC dengan tekanan 1 atm selama 15

menit. Kedalam 10 mL media inokulum diinokulasikan 1 ose isolat dan

(26)

3. Fermentasi Jerami Padi

Sebanyak 10 mL inokulum isolat Actinomycetes AcP-1 dan AcP-7 yang

telah ditumbuhkan pada media YM selama 96–120 jam diinokulasikan ke

dalam media fermentasi steril yang berisi 10 g substrat jerami padi hasil

bio-pretreatment dengan ukuran ± 40 mesh, yang telah ditambahkan

dengan 30 mL buffer fosfat pH 7,5 sebagai moisture (pelembab),

kemudian diinkubasi sampai dengan 21 hari (Beg et al., 2000). Kultur

dilakukan dengan menggunakan wadah kaca dengan memperhatikan sisa

ruang di atasnya untuk memberikan suasana fakultatif aerobik. Setelah

periode fermentasi dilakukan pemanenan dengan cara penambahan 100

mL akuades yang telah disterilkan kemudian diaduk, dan disaring untuk

mendapatkan filtrat yang akan digunakan sebagai media pada sintesis EPS.

4. Analisis Gula pada Media Filtrat

Filtrat yang diperoleh dianalisis kandungan gula pereduksi total.

Kandungan gula pereduksi diukur menggunakan prosedur DNS (Miller,

1959). Sebanyak 1,5 mL filtrat ditambahkan 1,5 mL pereaksi DNS dan

dipanaskan pada 100°C selama 15 menit lalu didinginkan pada suhu

ruang. Larutan hasil reaksi diukur absorbansinya pada λ 540 nm,

menggunakan spektrofotometer. Komponen gula pada filtrat dianalisis

dengan menggunakan KCKT dengan kondisi reaksi pengukuran sebagai

berikut:

 Kolom : Karbohidrat

 Detektor : Indeks bias

(27)

 Konsentrasi standar : 400 ppm

 Volume injeksi : 10-20 µL

 Temperatur kolom : Suhu ruang

Standar yang digunakan adalah glukosa dan xilosa yang berkualifikasi

proanalisa.

5. Seleksi Bakteri Asam Laktat Penghasil EPS

Isolat-isolat bakteri asam laktat diperoleh dari penapisan bakteri asam

laktat dari susu kambing segar. Sampel diencerkan dengan seri

pengenceran 100 sampai 10-6 kali lalu sebanyak 100 µL secara aseptis

ditebar ke atas media MRS agar (difco). Media diinkubasi selama 18-24

jam pada suhu 37°C. Koloni yang diperoleh dimurnikan untuk

mendapatkan galur murni. Seleksi dilakukan pada media MRS yang

diperkaya dengan susu skim (90 g/L), isolat diambil secara aseptis

menggunakan tusuk gigi steril dan ditumbuhkan kepermukaan media.

Setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 30°C koloni yang tumbuh

diseleksi berdasarkan fenotip yang ditunjukkan. Isolat-isolat yang

menunjukkan aktivitas positif menghasilkan EPS secara fenotip tampak

ropy dan mucoid. Isolat-isolat yang menunjukkan aktivitas positif

menghasilkan EPS diinokulasikan ke dalam 10 mL media MRS cair

(Kimmel and Robert, 1988) dan diinkubasi secara aerobik selama 24-48

jam pada suhu 37°C. Setelah masa inkubasi sel dipisahkan dengan cara

disentrifugasi, 1 mL filratnya ditambahkan 2 mL etanol yang telah

didinginkan (van Geel-schutten et al., 1998). Isolat yang positif

(28)

penambahan etanol dingin pada filtrat. Secara kualitatif EPS yang

terbentuk ditimbang setelah dikeringkan menggunakan freeze drying.

Isolat yang menghasilkan EPS terbanyak akan digunakan untuk

memproduksi EPS pada tahap selanjutnya.

6. Optimasi Produksi EPS Skala Laboratorium

Media hasil fermentasi jerami padi oleh Actinomycetes dikarakterisasi

kandungan gula, jenis gula, dan pHnya. Optimasi yang akan dilakukan

adalah pengaruh pH awal media dengan memberikan pH awal fermentasi

4,0;4,5;5,0;5,5; 6,0; dan 6,5 yang diatur menggunakan buffer asetat.

Sebanyak 100 mL media diinokulasikan dengan 1 mL inokulum bakteri

asam laktat (18-24 jam kultur) yang telah dipersiapkan sebelumnya lalu

diinkubasi secara aerobik pada suhu 37°C selama 48 jam. Pertumbuhan

sel diketahui dengan melakukan sub-sampling setiap 2 jam mulai jam ke 6

inkubasi hingga diperoleh jumlah sel yang mulai menurun (fase kematian).

Pertumbuhan sel dilihat menggunakan spektrofotometer dengan mengukur

OD pada λ 610 nm. Hasil yang diperoleh diplotkan ke dalam bentuk

grafik untuk mengetahui fase pertumbuhan sel dikaitkan dengan waktu

inkubasi. EPS yang dihasilkan selama fermentasi diukur dengan

melakukan sub-sampling pada mulai jam ke 12 setiap 4 jam sekali.

Sebanyak 2 mL media hasil sub-sampling disentrifugasi lalu filtratnya

ditambahkan 4 mL etanol yang telah didinginkan lalu disimpan pada suhu

dingin. EPS akan terlihat seperti lapisan gel, kemudian dikeringkan

menggunakan freeze drying. Secara kuntitatif EPS ditimbang lalu hasil

(29)

produksi EPS oleh bakteri asam laktat pada media. Sehingga diperoleh

informasi pH optimum.

7. Isolasi dan Pemurnian EPS

Isolasi dan pemurnian EPS mengikuti prosedur yang dilakukan oleh

Garicia dan Marshall (1991). Sel bakteri asam laktat dipisahkan dengan

cara sentrifugasi, filtrat yang diperoleh ditambahkan 1/3 volume 40%

asam trikloroasetik (TCA) untuk mengendapkan protein, lalu

disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu

4°C. Supernatan yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary

evaporator, EPS diperoleh dengan menambahkan 3x volume etanol dingin

atau aseton dingin dan dibiarkan selama satu malam pada suhu dingin.

EPS akan mengendap dan dipisahkan dengan filtratnya lalu dikeringkan

dengan menggunakan freeze drying. Secara kuantitatif berat EPS yang

diperoleh ditimbang untuk mengetahui perolehan rendemen hasil produksi.

8. Karakterisasi EPS

a. Pengukuran Berat Molekul Berdasarkan Metode Viskometri

Viskositas EPS diukur menggunakan viskometer Ostwald.

Sebanyak 0,1 g EPS dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 0,5M,

kemudian diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam

viskometer Ostwald untuk ditentukan waktu alirnya. Pengukuran

dilakukan dengan konsentrasi berbeda dan waktu alir dibaca

dengan tiga kali pengulangan (Tarbojevich and Cosani, 1996).

Viskositas relatif : � =

0 ≈

(30)

Viskositas spesifik : ɳ = ɳ − 1

Viskositas kinematika : ɳ���= × ����

Keterangan:

kkin = koefisien kinematika ostwald (9,671 x 10-3 cSt per detik)

t = waktu alir larutan sampel (detik) t0 = waktu alir pelarut (detik)

Berat molekul EPS diukur berdasarkan viskositas intrinsik (ɳ).

Data yang diperoleh dipetakan pada grafik ɳsp/C terhadap C.

Viskositas intrinsik adalah titik pada grafik yang menunjukkan

nilai C = 0. Berat molekul ditentukan berdasarkan persamaan

Mark-Houwink (Hwang et al., 1997) yaitu:

� =���

Keterangan:

[ɳ] = viskositas intrinsik

k = konstanta pelarut (k = 3,5 × 10-4 mL/g)

α = konstanta (α = 0,76) M = berat molekul

b. Analisis Kandungan Gula Pereduksi Total

Sebanyak 40,0 mg EPS ditambahkan ke dalam 1 mL air suling

dalam tabung ulir kaca lalu ditambahkan 2 N H2SO4 sampai larut

dan dipanaskan pada suhu 100°C selama 2 jam. Analisis total gula

pereduksi dilakukan menggunakan metode Dubois (Dubois et al.,

(31)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi fermentasi yang optimum untuk EPS adalah dengan menggunakan

media fermentasi yang mengandung larutan sukrosa 5%, dengan waktu

inkubasi 48 jam, pada pH 6, dan menghasilkan EPS sebesar 2,51 mg/mL.

2. Karakterisasi EPS yang dihasilkan:

a. Pengukuran viskositas EPS menghasilkan viskositas intrinsik [ɳ] sebesar

2,117 mL/g dan berat molekul EPS yang didapat sebesar 94592,99 g/mol.

b. Pengukuran kandungan gula total dengan metode Dubois, menghasilkan

kadar glukosa 32,64 mg/mL untuk isolat LbK-19.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka untuk penelitian

selanjutnya disarankan untuk mengoptimasikan waktu inkubasi isolat LbK-19

agar mendapatkan waktu yang lebih optimum. Mempelajari lebih lanjut

karakterisasi EPS yang dihasilkan secara kimia dan mempelajari tentang

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anindyawati, T. 2010. Potensi selulase dalam mendegradasi lignoselulosa limbah pertanian untuk pupuk organik. Berita Selulosa. 45:70-77.

Beg, Q.K., M. Kapoor, K. Mahajan, G.S. Hoondal. 2000. Microbial Xylanases and their industrial applications: a review. Appl. Microbiol. Biothecnol.

56:326-338.

Bradford, Marion M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal. Biochem. 72:248-254.

Bhaskar, P.V. and N.B. Bhosle. 2005. Microbial extracelluler polymeric substances in marine biogeochemical process. Current Sci. 88:45-53.

Clark, J. 2007. Kromarografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). http://www.Chem-is-try.org diakses pada tanggal 04 Maret 2013. 10.07 WIB.

De Vuyst, L., F. De Vin, F. Vaningelgem, and B. Degeest. 2001. Recent developments in the biosynthesis and applications of

heteropolysaccharides from lactic acid bacteria. Int.Dairy J. 11:687-708.

Duboc, P., B. Mollet. 2001. Application of exopolysaccharides in the dairy industry. Int. Dairy J. 11:759-768.

Dubois, M., K.A. Gilles, J.K. Hamilton, P.A. Rebers, and F. Smith. 1956. Colorimetric method for determination of sugar and related substances.

Anal.Chem. 28:350-356.

Ekawati, I. 2008. Dekomposisi Komponen Lignoselulosa Jerami Padi oleh Beberapa Isolat Bakteri. J. Natural vol.7.

Ertesvåg, H., S. Valla. 1998. Biosynthesis and applications of alginates. Polym.

Degrad. Stab. 59:85-91.

(33)

Frengova, G.I., E.D. Simova, D.M. Besshkova, and Z.I. Simo. 2002.

Exopolysaccharides prodeced by Lactic acid bacteria of Kefir Grains. Z Naturforsh. 57c:805-810.

Garcia-Garibay, M., M. Marshall. 1991. Polymer production by Lactobacillus

delbrueckii bulgaris.J. Appl. Bacteriol. 70:325-328.

Gritter, R.J., Bobbit J.M., dan Schwarting A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung. ITB. Hal 108-109, 160-179.

Gummadi, S.N., K. Kumar. 2005. Production of extracelluler water insoluble β -1,3-glucan (curdlan) from Bacillus sp. SN07. Biotechnol. Bioprocess Eng. 10:546-551.

Howard, R.L., E. Abotsi, E.L. Jansen van Rensburg, S. Howard. 2003. Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. Afr. J. Biotechnol. 2:602-619.

Hwang, J.K., S.P. Hong, and C.T. Kim. 1997. Effect of molecular weight and NaCl concentration on dilute solution properties of chitosan. J. Food

Sci.Nutr. 2:1-5.

Jin, Y., H. Zhang, Y. Yin, K. Nishinari. 2006. Conformation of curdlan as observed by tapping mode atomic force microscopy. Colloid Polym. Sci. 284:1371-1377.

Johnson, E. L. and R. Stevenson. 1978 . Basic liquid chromatography. Varian. California

Kimmel, S. A. and R.F.Roberts. 1998. Development of a growth medium suitable for exopolysaccharide production by Lactobacillus delbrueckii ssp.

bulgaricus RR. Int. J. Food Microbiol. 40:87–92.

Kwon, K.K., H.S. Lee, Jung Sung-Young, J.H. Yim, J.H. Lee, H.K. Lee. 2002. Isolation and identification of biofilm-forming marine bacteria on glass surfaces in Dae-Ho Dike, korea. The J. of Microbiol. 4:260-266.

Lapasin, R.,and S. Pricl. 1999. Rheology of industrial polysaccharides: Theory and applications. Aspen Publisher: New York. USA. pp.1-118.

Llamas, I., J.A. Mata, R. Tallon, P. Philippe Bressollier, M.C. Urdaci, E. Quesada, V. Béjar. 2010. Characterization of the exopolysaccharide produced by

Salpiger mucosus A3T, a halophilic species belonging to the

Alphaproteobacteria, isolated on the Spanish Mediterranean Seaboard.

(34)

Malik, A., D.M. Ariesanti, A. Nurfactiyani, A. Yanuar. 2008. Skrining gen glukosiltransferase (gtf) dari bakteri asam laktat penghasil

eksopolisakarida. Makara Sains. 12:1-6.

Micheli, L., D. Uccelletti, C. Palleschi, V. Crescenzi. 1999. Isolation and characterisation of a ropy Lactobacillus strain producing the exopolysaccharide kefiran. Appl.Environ. Microbiol. 53:69-74.

Miller, G.I. 1959. Dinitrosalicylic assay. Analytical Chemistry. 31:426-428.

Mozzi, F., G. Rollán, G.S. de Giori, and G.F. de Valdez. 2006. Effect of galactose and glucose on the exopolysaccharide production and the activities of biosynthetic enzymes in Lactobacillus casei CRL87.

J.Appl.Microbiol. 91:160-167.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisik. UGM-Press. Yogyakarta.

Noermala, S.R., Purbowatiningrum, R.S., Nies, S.M. 2013. Aktivitas Fusarium

oxysporum dalam Menghidrolisis Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

dengan variasi Temperatur. 1: 220-225.

Parthasarathi, S., K. Saravanakuamr, R. Baskaran, T.R. Kubendran. 2011. A volumetric and viscosity study for the binary mixtures of

dimethylsulfoxide with benzen, ethyl benzene, chlorobenzene and bromobenzene at temperatures of (303.15, 308.15 and 313.15) K and a Pressure of 0,1MPa. Int. J. of Sci. And Technol. Vol. 1. 2:96-101.

Raymond, R. 2009. “Adipic Acid”, Handbook of Pharmaceutical Excipients. pp.11-12.

Rehm, B. 2009. Microbial exopolisaccharides: Variety and potential applicatoins. In Microbial production of biopolymers and polymer

precursors: applications and perspectives. Caister Academic: Norfolk,

UK. pp. 229-254.

Rohaeti, E., R. Heryanto, M. Rafi, A. Wahyuningrum, dan L.K. Darusman. 2011.

Prediksi kadar flavonoid total tempuyung (Sonchus arvensis L.)

Menggunakan kombinasi spektroskopi IR dengan Regresi kuadrat terkecil parsial. J. Kimia. 5:101-108.

Ruas-Mediedo, P. And C.G. de Los reyes-Gavilan. 2005. Invited review: methods for the screening, isolation, and characterization of

exopolysaccharides produced by lactic acid bacteria. J. Dairy Sci. 88:843-856.

Satria, H., Nurhasanah, F. Martasih. 2010. Aktivitas selulase isolat

Actinomycetes terpilih pada fermentasi padat jerami padi. Proseeding

(35)

Savadogo, A., C.A.T. Outtara, P.W. Savadogo, N. Barro, A.S. Outtara, A.S. Traore. 2004. Identification of exopolysaccharides-producing lactic acid bacteria from Burkina faso fermented milk samples. Afr. J. Biothecnol. 3:189-194.

Semnojovs, P., J. Jasko, L. Auzina, P. Zikmanis. 2008. The use of

exopolysaccharides-production cultures of lactic acid bacteria to improve the functional value of fermented food. J. Food Technol. 6:101-109.

Silverstein, R.M., G.C. Basseler, dan T.C. morril. 1986. Penyelidikan

Soektrimerik senyawa organik. Edisi keempat. Alih bahasa. A.J.Hatono

dan Purba A.V. Erlangga. Jakarta. Hal: 17-33.

Singha, T.K. 2012. Microbial extracelluler polymeric substances: Production, Isolation and Applications. IOSR. J of Pharm. 2:276-281.

Snyder, L.R. and J.J. Kirkland. 1979. Introduction to modern liquid

chromatography. Second edition. John Wiley & Sons Inc. New York. Chihester. Briebane. Toronto. Singapore.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Willey & Sons. Ltd.

Surekha, K.S., G.B. Arun, A.C. Balu, M.B. Ibrahim, and K.D. Prashant. 2010. Biosurfactants, bioemulsifiers and exopolisaccharides from marine microorganisms. J. Biotechnol. Adv. 28:436-450.

Suresh and Mody. 2009. Microbiol Exopholysaccharides: Variety and Potential Applications Microbial Production of Biopolymer and Polymer Precursors. Caister Academic Press. USA.

Sutherland, I.W. 2001. Microbial polysaccharides from Gram-negative bacteria.

Int. Dairy J. 11:663-674.

Sutherland, I.W. 1998. Novel and established application of microbial polysaccharides. Trends Biotechnol. 16:4146.

Tarbojevich, M., & Cosani, A. 1996. Molecular weight determination of chitin and chitosan. Di dalam Muzarelli RAA & Peter MG (Editor) 1997. Chitin

Handbook. Ancona: European chitin society 85-108.

van Hijum. S.A.F.T., G.H. van Geel-Schuten, H. Rahaouni, M.J.E.C. van der Maarel, and L. Dijkhuizen. 2002. Characterizazion of a novel

fructosiltransferase from Lactobacillus reuteri that synthesizes high-moleculer-weight inulin and inulin oligosaccharides. Appl. And Env.

(36)

Van Geel-Schutten, G.H., F. Flesch, B. ten Brink, M.R. Smith, and L. Dijkhuizen. 1998. Screening and characterization of Lactobacillus strains producing large amounts of exopolysaccharides. Appl. Microbiol. Biotechnol. 50:697–703.

Velasco, S., E. Arskold, M. Paese, H. Grage, A. Irastorza, P. Radstrom, E.W.J. van Niel. 2006. Environmental factor influencing growth of and

exopolysaccharide formation by Peddiococcus parvullus 2.6. Int. J. Food

Microb. 111:252-258.

Veronese, F.M., P. Caliceti. In: Meibohm (Editor). 2006. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of Biotech Drugs: Principles and Case Studies in Drus Development. Wiley CH. Weinhem. pp 272-273.

Vu, B, M. Chen, R.J. Crawford, and E.P. Ivanova. 2009. Bacterial extracelluler polysaccharides involved in biofilm formation. Molecules. 14:2535-2554.

Xu, R., S. Ma, Y. Wang, L. Liu, and P. Li. 2010. Screening, identification and statistic optimatization of a novel exopolysaccharide producing

Lactobacillus paracasei HTC. Afr. J. of Microbiol Research. 4:783-795.

Yuksekdag, Z.N. and B. Salim. 2008. Influence of different carbon sources on exopolysaccharide production by Lactobacillus delbruekii sub sp

bulgaricus (B3, G12) and Streptococcus thermophilus (W22).

(37)

Lampiran 1

Gambar 20. Skema Tahapan Penelitian Fermentasi Substrat Jerami Padi

Sirup Gula Pereduksi

Penapisan Isolat Bakteri Asam Laktat

Isolat Penghasil EPS

Kondisi Fermentasi EPS Optimum Optimasi Fermentasi EPS, meliputi: 1. Substrat Optimum 2. Prosentase Inokulum 3. Waktu Inkubasi 4. pH Optimum Sirup Gula Pereduksi

EPS Ekstrak Kasar

Fermentasi

EPS Murni

1. Penambahan TCA 2. Sentrifugasi 3. Evaporasi

4. Freeze drying

(38)

Lampiran 2

Susu kambing segar

LbK-1 LbK-4 LbK-7 LbK-18

LbK-19 LbK-20 LbK-22 LbK-23

Gambar 21. Sampel Susu Kambing Segar dan Isolat Bakteri Asam Laktat 10-2

(Metode Spread)

10-3

(39)

Lampiran 3

Tabel 5. Hasil Pengukuran Berat EPS yang dihasilkan

No. Nama Isolat

Berat EPS (mg/mL)

MRS + Larutan sukrosa Media Fermentasi

2% 5%

1 LbK-1 1,70 2,13 2,54

2 LbK-4 2,00 2,43 3,70

3 LbK-7 1,37 1,90 3,44

4 LbK-18 1,73 2,67 3,28

5 LbK-19 2,03 2,50 4,20

6 LbK-20 1,93 2,06 3,44

7 LbK-22 1,93 2,70 4,04

(40)

Lampiran 4

Tabel 6. Optimasi pH Awal Media MRS Broth (Larutan Sukrosa 5%)

No. Kode pH berat EPS (mg/mL)

1 4,0 0,853

2 4,5 1,835

3 5,0 2,531

4 5,5 2,416

5 6,0 2,607

6 6,5 2,312

Tabel 7. Optimasi Waktu Inkubasi Bakteri Isolat LbK-19

No Jam ke - OD (λ 610 nm)

1 0 0,6805

2 8 0,7833

3 16 2,4561

4 24 4,1434

5 32 4,1583

6 40 4,1643

7 48 4,1797

8 56 4,1651

9 64 3,9871

(41)

Lampiran 5

Tabel 8. Uji Viskositas dan Penentuan Bobot Molekul Eksopolisakarida (EPS)

Konsentrasi

Dari perhitungan di atas,dibuat kurva hubungan antara ɳsp/c dengan c sehingga

diperoleh persamaan:

lnɳ� = [ɳ]+ [ɳ]

y a b x

Viskositas intrinsik : [ɳ]= (ɳ� ⁄ )

=

Bobot molekul EPS dihitung menggunakan persamaan Mark-Houwink:

ɳ = �

(42)

Dengan menggunakan model regresi linier diperoleh persamaan:

lnɳ� = [ɳ]+ [ɳ] sama dengan y = 8,375x + 0,750

untuk rumus ɳ = � , maka 0,750 = 3,5 x 10-4 M0,76

sehingga diperoleh M = 94592,99 g/mol.

y = 8.3753x + 0.7506 R² = 0.9699

ln ns

p/c

Konsentrasi

(43)

Lampiran 6

Tabel 9. Penentuan Kurva Standar Glukosa

Konsentrasi Glukosa

(mg/mL) Absorbansi

0 0

0,1 0,1691

0,2 0,3703

0,3 0,4573

0,4 0,5554

0,5 0,7176

x 0,4837

y = 1.3811x + 0.033 R² = 0.9827

Ab

so

rbans

i

Konsentrasi Glukosa (mg/mL)

(44)

Persamaan kurva standar:

= +

Dimana;

a = 0,033

b = 1,381

Absorbansi sampel (y) = 0,4837

Sehingga,

= , + ,

, = , + ,

= , , − ,

= ,

Karena sampel awal di lakukan pengenceran 100 kali, maka:

= , ×

= , × = , /

Gambar

Gambar 1.  Struktur Dextran (Lapasin, 1999)
Gambar 2.  Struktur Kefiran (Micheli et al., 1999)
Gambar 4.  Struktur Curdlan (Jin et al., 2006)
Gambar 6.  Struktur Alginat (Ertesvag, 1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejumlah 19 isolat bakteri asam laktat asal PDQGDL mempunyai kemampuan mentoleransi lingkungan ber-pH 2 dan mengandung 0,5% garam empedu dengan penurunan pertumbuhan sampai 1

Skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mikrokapsul Sinbiotik Bakteri Asam Laktat Isolat PG7 yang Dienkapsulasi dengan Alginat, Susu Skim dan Inulin” dibuat sebagai salah satu

Hidrolisis asam kuat menggunakan asam sulfat adalah metode yang cocok untuk mengisolasi nanoselulosa dari limbah jerami padi karena memiliki kemampuan mendispersi yang

Perlakuan silase jerami padi dengan penambahan level molases 9% menghasilkan pH, jumlah koloni BAL dan diameter zona bening yang lebih baik dibandingkan

Perlakuan silase jerami padi dengan penambahan level molases 9% menghasilkan pH, jumlah koloni BAL dan diameter zona bening yang lebih baik dibandingkan

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Selulolitik dari Limbah Cairan Rumen Sapi Sebagai Bahan Inokulum pada Jerami. Padi (dibawah bimbingan Mirni Lamid, MP., Drh sebagai

Perlakuan silase jerami padi dengan penambahan level molases 9% menghasilkan pH, jumlah koloni BAL dan diameter zona bening yang lebih baik dibandingkan

Sumber karbon yang optimal digunakan dalam menghasilkan PHB oleh Isolat bakteri yang berasal dari limbah pabrik gula Takalar adalah fruktosa dengan kadar PHB