• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Musik Klasik Mozart Terhadap Perilaku Mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi oleh Obat Klorpromazin dengan Menggunakan Alat Otomatis IntelliCage

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Musik Klasik Mozart Terhadap Perilaku Mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi oleh Obat Klorpromazin dengan Menggunakan Alat Otomatis IntelliCage"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Konversi Dosis (Paget and Bornes, 1964).

(2)

Lampiran 2. Data

2.1. Data Rata-Rata Variabel Pada Tahap Perlakuan 1 (Testing)

2.2. Data Rata-Rata Variabel Pada Tahap Perlakuan 2 (Treatment) Rata-rata Jumlah Kunjungan (kali) Rata-rata Durasi Kunjungan (detik)

KB KS PO KB KS PO

2,125 0,875 4,5 8,58 1,145 12,33

Rata-rata Jumlah Hendusan (kali) Rata-rata Durasi Hendusan (detik)

KB KS PO KB KS PO

3,5 1 3,5 3,02 0,15 5,35

Rata-rata Jumlah Jilatan (kali) Rata-rata Durasi Jilatan (detik)

KB KS PO KB KS PO

Rata-rata Jumlah Kunjungan (kali) Rata-rata Durasi Kunjungan (detik)

KB KS PO KB KS PO

3,375 2 1,25 8,235 5,03 3,1

Rata-rata Jumlah Hendusan (kali) Rata-rata Durasi Hendusan (detik)

KB KS PO KB KS PO

3,5 1,5 0,75 3,213 0,914 0,6

Rata-rata Jumlah Jilatan (kali) Rata-rata Durasi Jilatan (detik)

KB KS PO KB KS PO

(3)
(4)

Lampiran 3. Data Uji Statistik Oneway-ANOVA & Bonferroni

3.1. Data Uji Statistik Tahap Pengujian (Testing Phase)

(5)

PO ,33600 ,68499 1,000 -1,4459 2,1179

PO KB -2,63443* ,68499 ,003 -4,4163 -,8525

KS -,33600 ,68499 1,000 -2,1179 1,4459

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

(6)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Jumlah

Hendusan

Between Groups 18,083 2 9,042 1,864 ,180

Within Groups 101,875 21 4,851

Total 119,958 23

Durasi Hendusan Between Groups 108,707 2 54,353 2,796 ,084

Within Groups 408,175 21 19,437

Total 516,882 23

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Jumlah Jilatan Between Groups 40,583 2 20,292 1,223 ,314

Within Groups 348,375 21 16,589

Total 388,958 23

Durasi Jilatan Between Groups 7,884 2 3,942 ,843 ,445

Within Groups 98,235 21 4,678

(7)

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

4.1. Foto Alat

Injektor Transponder

IntelliCage Gelas ukur

Timbangan Digital Handscanner

Personal Computer (PC) dan Multimedia Speaker 2.0 Mini

Channel

(8)

4.2. Foto Bahan

4.3. Foto Aktifitas Mencit

Saline (NaCl) Obat CPZ

Mencit (Mus musculus L.) jantan

Ketamin

Mencit yang dianestesi dengan ketamin

Mencit sedang melakukan aktivitas sosial di kandang

Mencit yang sedang melakukan aktivitas minum di sudut

(9)

4.4. Foto Kerja

Mengambil ketamin Menyuntikkan ketamin ke

bagian intramuskular

Membuat larutan obat CPZ

Mengimplankan transponder ke bagian

subkutan

Pintu terbuka otomatis ketika sensor mendeteksi aktivitas hendusan mencit yang akan minum

Pemberian Musik Klasik Mozart dengan menghubungkan speaker ke

(10)

Mencekok larutan saline (NaCl fisiologis) Mencekok larutan obat

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, P. 2013. Efek Fraksi Etil Asetat Batang Brotowali Terhadap Fungsi Memori dan Kognitif Pada Mencit Galur Balbic Berdasarkan Passive Avoidance Test. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Program Sarjana

Anonim. 2013. Anxiety and Depression. Manchester. United Kingdom.

Barber, P dan Robertson, D. 2009. Intisari Farmakologi Perawat. Penerbit Buku Kedokteran: ECG. Jakarta.

Bell, H. J. 2006. Repiratory Control At Exercise Onset: An Integrated System Perspective. Respir Physiol Neurobiol. 13: 152.

Blood, A. J and Zatorre, R. J. 2001. Intensely Pleasureable Response to Music Correlate With Activity In Brain Region Implicated In Reward and Emotion. Proc Natl Acad SciUSA. 31: 98.

Blood, A. J, Zatorre, R. J, Bermudez, P and Evans, A. C. 1999. Emotional Responses to Pleasant and Unpleasant Music Correlate With Activity In Paralimbic Brains Regions. PubMedNat Neurosci. 2: 382.

Bonora, M and Gautier, H. 1988. Influence of Dopamine and Noreepinephrine on Central Ventilatory Response to Hypoxia in Concious Cats. Respir

Physiol. 56: 71.

Brown, R.E., Corey, S.C and Moore, A.K., 1999. Diffrences in Measure Exploration and Fear in MHC-congenic C57BL/6J and B6-H-2K Mice.

Behavior Genetics. 26:263.

Brown, S. 2004. Passive Music Listening Spontaneuosly Engages Limbic and Paralimbic Systems. Neuroreport. 15: 2033.

(12)

Campbell, D. 2001. Efek Mozart Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Kreativitas dan Menyehatkan Tubuh. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Campbell, D. 2002. Efek Musik Mozart: Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan Tubuh. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Chanda, M.L and Levitin, D. 2013. The Neurochemistry Of Music. Psychology. 4: 180-185.

Chapados, C and Levitin, D.J. 2008. Cross Modal Interaction In The Experience of Musical Performances: Physiological Correlates Cognition. 3: 108

Chikahisa, S., Sano, A., Kitaoka, K., Miyamoto, K.I., and Sei, H. 2007. Anxiolytic Effect Of Music Depends On Ovarian Steroidin Female Mice.

Behav Brain Res. 1:50-59.

Chrousos, G.P. 2009. Stress and Disorder of the Stress System. NatRev.

Endocrinol. 11:5, 347.

Cools, R. 2008. Role of Dopamine in the Motivational and Cognitive Control Of Behavior. Neuroscientist. 15: 14.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran: ECG. Jakarta

Covington, H and Crosby, C. 1997. Music Therapy As A Nursing Intervention.

Phsychosocial. 3: 3467.

Craig, A. D. 2002. How Do You Feel? Interoception: The Sense Of The Physiological Condition Of The Body. NatRevNeuroscience. 5: 3.

Cruz, J. N, Lima, D. D., Magro, D and Cruz, J. G. P. 2010. Effect of Classic Music As Part of Environtmental Enrichment in Captive Mus musculus (Rodentia: Muridae). Biotemas. 23: 191.

(13)

Guyton, A. C and Hall, J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran: ECG. Jakarta.

Harkness, J. E and Wagner, K. 1995. Practioners Guide to Domestic Rodents. Lakewood, CO: American Animal Hospital Association, pp. 153-154.

Hawari, D. 2004. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hrapkiewicz, K and Medina, L. 1998. Clinical Laboratory Animal Medicine. USA. Blackwell Publishing, pp. 41-42.

Ikawati, Z. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Iwanaga, M., Kobayashi, A and Kawasaki, C. 1997. Heart Rate Variability With Repetitive Exposure to Music. Biol. Psychol. 70: 61.

Jeffries, K. J. 2003. Word in Melody an H(2)150 Pet Study of Brain Activation During Speaking and Singing. NeuroReport. 8:14.

Juffrie, M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran Cerna. Sari Pediatri. 6:54.

Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Kedua. Salemba Medika. Jakarta.

Kaufmann, M.P and Foster, H.V. 1996. Reflexes Controlling Circulatory, Ventilatory and Airway Responses To Exercise. In Handbook of Physiology. Section 12. Exercise: Regulation and Integration of Multiple System. Ed. Rowell L.B & Sheperd J.T. Oxford University Press. England and New York.

Kishi, T and Elmquist, J. K. 20005. Body Weight is Regulated by The Brain: A link Between Feeding and Emotion. MolPsychiatri, 10:5.

Koelsch, S. 2006. Investigating Emotion with Music: An fMRI study. Hum. Brain

Mapp, 21: 27.

(14)

Kruger, R. 2003. Parkinson Disease Genetic Types. Departement of General Neurology and Hertie Institute for Clinical Brain Research. University Tuebingen. Germany.

Kurniawan, 2010. Cairan dan Elektrolit Tubuh. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Lupien, S.J. 2009. Effect Of Stress Throughtout The Lifespan On The Brain, Behaviour And Cognition. Nat. Rev. Neuroscience. 12: 10.

Mary, T. C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi Ketiga. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.

Mechan, O., Wyss, A., Rieger, H and Mohajeri, H.M. 2009. A Comparison of Learning and Memory Characteristic of Young and Middle Aged Wild Type Mice in the Intellicage. Switzerland. Elsevier, pp.1.

Musbikin, I. 2009. Kehebatan Musik Untuk Mengasah Kecerdasan Anak.Power Books (IHDINA). Yogyakarta.

Mutaqqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.

Paget and Bornes. 1964. Evaluation of Drug Activities. Academic Press. New York.

Pavlovie, Z.W and Bodnar, R.J. 1998. Opioid Supraspinal Analgesic Synergi Between The Amyglada and Periqueductal in Rats. Brain Res, pp.779.

Pellow, S. Chopin, P., File, S. E and Briley, M. 1985. Validation of Open: Closed Arm Entries In The Elevated Plus-Maze As a Measure of Anxiety in Rat.

Neurosci Methods. 14: 149.

Pinel, J. 2009. Biopsikologi. Edisi Ke tujuh. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Prabowo dan Regina, H.S. 2007. Tretmen Metamusik Untuk Menurunkan Stres. Gunadarma. Jakarta.

(15)

Rauscher, F.H. 1993. Prelude or Requim for The Mozzart Effer. Reply. Nature, 30: 400.

Rickard, N.S. 2004. Intense Emotional Response to Music: A Test Of The Physiological Arousal Hypotesizes. PsycholMusic. 65: 32.

Safi, K., Wespy, F.N., Welzl, H and Lipp, H.P. 2006. Mouse Anxiety Models And An Example Of An Experimental Setup Using Unconditioned Avoidance In An Automated System Intellicage. Journal Cognition, Brain and

Behavior. 10: 478-479, 483-484.

Sanchez, C. 1996. 5HT Receptors Play an Importance Role In Modulation of Behavior of Rats in a Two Compartments Black and White Box. Behav

Pharmacol. 7:778.

Satiadarma. 2002. Terapi Musik. Cetakan Pertama. Milenia Populer. Jakarta.

Seo, T.B., Cho, H.S., Shin, M.S., Kim, C.,J, Ji,E.S., dan Baek, S.S. 2013. Treadmill Exercise Improve Behavioral Outcome and Saptial Learning Memory Though Up-Regulation of Reelin Signaling Pathway in Austistic Rats. Journal of Execise Rehabilitation. 9: 220.

Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga Universitas. Surabaya.

Stuart, G.W. 2001. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi Ketiga. Penerbit Buku Kedokteran: ECG. Jakarta.

Sutoo, D and Akiyama, K. 2004. Music Improves Neurotransmission: Demonstration Based On The Effect Of Music On Blood Pressure Regulation. Brain Res. 2: 255-262.

Suyanto, S. 2011. Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya Dalam Pendidikan. Jurusan Pendidikan Biologi. UNY. Yogyakarta, hlm: 15.

Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran: ECG. Jakarta.

(16)

Vanover, K.E., Robledo, S., Huber, M and Carter, R.B. 1999. Pharmacological Evaluation Of a Modified Conflict Procedure: Punished Drinking in Non Water Deprived Rats. Psycopharmacology, pp.145.

Xu, J., Yu, L., Cai, R., Zhang, J and Sun, X. 2009. Early Auditory Enrichment With Music Enhances Auditory Discrimination Learning And Alters NR2B Protein Expression In Rat Auditory Cortex. Behav Brain Res. 1: 49-54.

(17)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober

2015 di Laboratorium Ilmu Dasar Terpadu, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah camera digital, microtransponder (sebagai pendeteksi keberadaan mencit), jarum gavage, injector

khusus transponder, hand scanner transponder, Personal Computer (PC) dan serangkaian alat IntelliCage, Multimedia Speaker 2.0 Mini Channel dan Compact

Disc Mozart Effect for Children (CD).

Bahan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) jantan, air, pakan mencit, Obat antipsikotik Klorpromazin (CPZ) kemasan 100 mg, larutan ringer NaCl murni (saline), Ketamin 10 mg/ml, spuit 1 ml, tissue gulung.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan hewan coba

Mencit (Mus musculus L.) jantan berusia 5-7 minggu dengan berat badan 25-30 g sebanyak dua belas ekor dipelihara serta diberi makan dan minuman secara ad-libitum di dalam kandang selama ± satu minggu.

3.3.2. Penentuan Dosis Obat dan Zat Anestesi

Dosis Klorpromazin (CPZ) pada manusia adalah 200-600 mg/hari (Siswandono &Soekardjo, 1995). Faktor Konversi untuk mencit dengan berat20 g adalah 0,0026 (Paget & Bornes, 1964). Jadi, dosis CPZ untuk mencit adalah 200 mg x 0,0026 = 0,52 mg/ 20g BB mencit.

(18)

mencit adalah 6,5 mg x 70 kg BB manusia = 455 mg x 0,0026 =1,18 mg/ 20 g BB mencit.

3.3.3. Anestesi dan Implantasi Transponder

Setelah dua hari periode aklimatisasi (habituasi). Semua mencit diimplan dengan microtransponder. Implantasi dilakukan setelah pemberian zat anestesi (ketamin 1,18 mg) secara intramuskular terlebih dahulu. Transponder diinjeksikan melalui subkutan dengan injector khusus transponder untuk sekali pemakaian pada masing-masing mencit. Proses ini berlangsung selama ± 60 menit sebelum efek anestesi hilang (Safi et al., 2006).

3.3.4. Adaptasi di dalam IntelliCage (Adapting Phase)

Dua belas ekor mencit yang telah diimplan microtransponder, discan

untuk mendapatkan nomor seri setiap mencit yang akan dimasukkan ke dalam data pada komputer. Hal ini dilakukan untuk membedakan mencit satu dengan yang lainnya dan setiap aktivitas mencit selama di dalam IntelliCage dapat dideteksi oleh komputer. Mencit dimasukkan ke dalam IntelliCage dan beradaptasi selama beberapa hari. Akses minum ke sudut pada IntelliCage dibebaskan dimana setiap sudutnya telah dilengkapi dengan 2 botol air minum (Safi et al., 2006).

3.3.5.Tahap Pembelajaran (Learning Phase)

(19)

3.3.6. Tahap Pengujian (Testing Phase)

Pada fase ini dimana setiap kelompok akan mendapat perlakuan yang berbeda: a. KB atau Kontrol Blank (tanpa injeksi).

b. KS atau Kontrol Saline, dimana mencit diberikan saline.

c. PO atau Perlakuan Obat, dimana mencit diberikan obat Klorpromazin. Pemberian senyawa perlakuan dilakukan 30 menit sebelum masa puasa berakhir. Mencit dipuasakan (tidak diberi minum) selama ± 24 jam dan semua pintu akan ditutup. Setelah masa puasa berakhir, semua sudut akan dibuka selama 6 jam. Mencit akan diarahkan ke semua sudut sebagai akses menuju air secara

ad-libitum. Setiap mencit yang melakukan kunjungan ke sudut akan menerima

semburan angin selama 3 detik. Tahap pengujian ini dilakukan selama 2 periode.

Data pengamatan akan disimpan di dalam Analyzer pada PC (Safi et al., 2006).

3.3.7. Stimulus Audio Musik Klasikk

Mencit akan diletakkan pada kandang, dimana pada jarak 1 meter terdapat speaker yang dihidupkan (rata-rata tingkat pendengaran 65 dB sampai 75 dB) dengan range frekuensi 100-16.000 Hz (Cruz et al., 2010). Musik yang digunakan adalah Mozart Effect for Children Vol. 2, dimana musik ini bertujuan untuk memberikan pengaruh ketenangan dengan total durasi 46 menit yang dimainkan secara berulang selama tahap perlakuan berlangsung (masa puasa dan pengamatan).

3.3.8. Tahap Perlakuan (Treatment Phase)

(20)

3.3.9. Variabel Pengujian

Berbagai variasi parameter yang telah ditunjukkan pada kelompok kontrol yang telah dicekok dengan larutan saline dan kelompok perlakuan yang dicekok dengan Klorpromazin. Dengan penentuan variabel:

1. Jumlah kunjungan: jumlah kunjungan ke setiap sudut masing- masing hewan selama enam jam. Variabel ini mewakili aktivitas mencit secara keseluruhan.

2. Durasi kunjungan: variabel dalam mengamati jumlah total waktu yang dihabiskan oleh hewan percobaan di dalam sudut selama memiliki akses ke air.

3. Jumlah jilatan: jumlah semua jilatan selama mencit minum.

4. Durasi jilatan: waktu yang dihabiskan mencit untuk minum.

5. Jumlah hendusan: selama mencit tidak melakukan paradigma kondisi

untuk menghendus, variabel ini dapat diperoleh dengan jumlah yang digunakan mencit untuk berusaha mencari air pada botol di dalam sudut dengan hendusan (berhasil atau tidak)

6. Durasi hendusan: waktu yang digunakan mencit untuk berusaha mencari air pada botol di dalam sudut dengan hendusan (Safi et al., 2006).

3.3.10. Analisis Data

Data akan dianalisa dengan menggunakan SPSS versi 22 dengan menggunakan metode Analisis Varians (ANOVA) dan uji lanjutan

Bonferroni-Bootstrap untuk melihat perbandingan setiap variabel terhadap masing-masing

(21)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Efek Pemberian Klorpromazin

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Klorpromazin memiliki

banyak efek samping yang dapat dilihat berdasarkan penurunan aktifitas mencit (Mus musculus L.). Efek tersebut antara lain berpengaruh pada aktivitas motorik,

aktivitas pernafasan dan aktivitas minum mencit. Dari data yang telah dicatat secara otomatis oleh IntelliCage maka diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1.1. Efek Pemberian Klorpromazin Terhadap Aktivitas Motorik Berdasarkan Jumlah Kunjungan dan Durasi Kunjungan

Berdasarkan Gambar 4.1.1.a, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah kunjungan kelompok mencit KB adalah 3,375; KS adalah 2 dan PO adalah 1,25. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menunjukkan bahwa jumlah kunjungan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

Gambar 4.1.1.(a). Rata-rata jumlah kunjungan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Rata-rata jumlah kunjungan (Lampiran 2.1) mencit setelah pemberian obat Klorpromazin mengalami pengurangan dibandingkan dengan kelompok mencit

(22)

penghambatan pergerakan motorik, sehingga mencit tidak ingin mengunjungi sudut.

Berdasarkan Gambar 4.1.1.b, dapat dilihat bahwa durasi kunjungan pada kelompok mencit KB adalah 8,235 detik; KS adalah 5,030 detik dan PO adalah 3,103 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menyatakan bahwa durasi kunjungan juga memiliki perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok mencit perlakuan dan kelompok mencit kontrol.

Gambar 4.1.1.(b). Rata-rata durasi kunjungan kelompok mencit ke sudut

pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Rata-rata durasi kunjungan (Lampiran 2.1) mencit menunjukkan bahwa pemberian obat dapat mengakibatkan kunjungan yang dilakukan mencit lebih singkat dibandingkan kelompok mencit KB dan KS. Pemberian obat ini membuat mencit cenderung lebih kaku dan tidak ingin melakukan aktivitas sosial seperti menggaruk dan berlari. Jumlah kunjungan dan durasi kunjungan membuat pola yang sama pada kelompok perlakuan, semakin tinggi jumlah kunjungan yang dilakukan maka durasi kunjungan akan lebih lama. Mencit yang mengunjungi sudut lebih rendah maka durasi kunjungan yang dihabiskan ke sudut juga akan lebih singkat, ini mengindikasikan terjadi kecemasan pada hewan uji.

Pada alat konvensional dengan menggunakan Open Field Test berdasarkan variabel freezing, dimana perilaku mencit cenderung dalam kondisi diam dan tidak melakukan gerakan apapun. Semakin tinggi frekuensi hewan uji untuk

(23)

cenderung diam dalam suatu tempat mengindikasikan semakin meningkatnya rasa kecemasan (Brown, 1999).

Menurut Yoganingrum (1996), Klorpromazin merupakan obat yang tidak menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis, namun Klorpromazin menimbulkan efek menidurkan yang disertai rasa acuh tak acuh terhadap rangsangan dan lingkungan. Ini dikarenakan menurunnya sekresi dopamin pada ujung-ujung saraf dopaminergik atau menurunkan efek dopamin pada neuron yang selanjutnya (Guyton, 1997). Fungsi hormon dopamin itu sendiri sebagai pergerakan, koordinasi dan emosional (Mary, 1996). Gerakan mempunyai unsur kekuatan, refleks, tonus, keseimbangan dan koordinasi. Gerakan dilaksanakan oleh otot-otot yang melekat pada tulang (Suyanto, 2011).

4.1.2. Efek Pemberian Klorpromazin Terhadap Aktivitas Pernafasan Berdasarkan Jumlah Hendusan dan Durasi Hendusan

Berdasarkan Gambar 4.1.2.a, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah hendusan kelompok mencit KB adalah 3,5; KS adalah 1,5 dan PO adalah 0,75. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway-Bonferroni menyatakan bahwa jumlah hendusan memiliki perbedaan yang signifikan.

Gambar 4.1.2.(a). Rata-rata jumlah hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa jumlah hendusan kelompok mencit perlakuan obat berbeda secara signifikan dengan kelompok mencit KB dan KS. Sensor nosepoke mendeteksi jumlah hendusan yang dilakukan mencit maka

(24)

dari hal tersebut diduga Klorpromazin dapat menurunkan kemampuan bernafas mencit sehingga jumlah hendusan menjadi lebih rendah. Klorpromazin dapat memengaruhi organ-organ yang berhubungan dengan sistem pertukaran gas.

Berdasarkan Gambar 4.1.2.b, dapat dilihat bahwa durasi hendusan pada kelompok mencit KB adalah 3,213 detik; KS adalah 0,914 detik dan PO adalah 0,6 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway-Bonferroni menyatakan bahwa durasi hendusan memiliki perbedaan yang signifikan.

Gambar 4.1.2.(b). Rata-rata durasi hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa kelompok mencit yang diberikan obat Klorpromazin melakukan hendusan pada sudut yang paling singkat. Kemampuan bernafas dari mencit yang diberikan obat Klorpromazin menjadi cepat seiring dengan penurunan jumlah hendusan. Hal ini yang diduga mencit sedang mengalami kecemasan.

Suatu penyakit kecemasan merupakan respon fisiologis yang normal terhadap situasi atau induksi stres lainnya. Kecemasan merupakan bagian dari respon tubuh dan semua organisme mengalaminya dari waktu ke waktu. Jika suatu kondisi memengaruhi pernafasan, hal itu dipastikan bahwa suatu subyek

merasakan kecemasan secara berlebihan (Anonim, 2013).

Klorpromazin mengantagonisasi transmisi di sinapsis-sinapsis dopamin

dengan cara yang berbeda. Klorpromazin adalah reseptor blocker di sinapsis dopamin, artinya bahwa Klorpromazin mengikatkan diri pada reseptor-reseptor

(25)

dopamin tanpa mengaktifkannya (Pinel, 2009). Reseptor dopamin yang berada di perifer seperti di daerah kardiovaskuler, sekresi hormon, gastrointestinal, dan paru-paru mengalami penghambatan aktivitas (Ikawati, 2006). Hal ini yang telah menyebabkan terjadi penghambatan sekresi dopamin pada bagian perifer tubuh yang memengaruhi aktivitas pernafasan menjadi menurun.

4.1.3. Efek Pemberian Klorpromazin Berdasarkan Aktivitas Minum Berdasarkan Jumlah Jilatan dan Durasi Jilatan

Berdasarkan Gambar 4.1.3.a, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah jilatan

kelompok mencit KB adalah 4,875; KS adalah 2,375 dan PO adalah 0,875. Uji yang dilakukan dengan metode Oneway ANOVA-Bonferroni menyatakan bahwa jumlah jilatan memiliki perbedaan yang signifikan.

Gambar 4.1.3.(a). Rata-rata jumlah jilatan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Berdasarkan uji statistik, mencit yang diberikan obat menjadi lebih rendah keinginannya untuk minum karena kelompok mencit PO memiliki jumlah jilatan yang paling rendah dibandingkan kelompok KB dan KS. Hal ini sejalan dengan gangguan motorik yang menyebabkan mencit tidak ingin mengunjungi sudut, akibatnya sensor jilatan atau lickometer yang berfungsi untuk mendeteksi jilatan juga mengalami penurunan. Klorpromazin mampu menurunkan keinginan untuk konsumsi air sehingga mencit mengalami kecemasan.

(26)

Berdasarkan Gambar 4.1.3.b, dapat dilihat bahwa rata-rata durasi jilatan pada kelompok mencit KB adalah 3,36 detik; KS adalah 1,13 detik dan PO adalah 0,25 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menyatakan bahwa durasi jilatan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

Gambar 4.1.3.(b). Rata-rata durasi jilatan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat

Rata-rata durasi jilatan (Lampiran 2.1) kelompok mencit PO memiliki durasi yang paling singkat untuk menjilat dibandingkan dengan kelompok mencit KB dan KS. Ini dikarenakan jumlah jilatan yang dilakukan juga rendah sehingga

dapat membuktikan bahwa efek obat Klorpromazin mampu menurunkan keinginan mencit untuk melakukan aktivitas menjilat. Hal ini menyebabkan

mencit mengalami kecemasan akibat pemberian obat.

Cemas adalah suatu kondisi dimana suatu organisme berinteraksi dengan sesuatu yang kurang menguntungkan baik berasal secara internal dan eksternal. Hal ini akan mengganggu sistem keseimbangan tubuh dengan mengaktifkan sistem saraf dan sistem endokrin. Hipotalamus-Pituitari-Adrenal adalah bagian penting penting dalam respon stres biologis. Hipotalamus merupakan daerah pengatur sistem limbik. Sistem limbik selain mengatur emosi dan tingkah laku, sistem ini juga mengatur suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh, dorongan konsumsi makan dan minum serta mengatur berat badan (Guyton, 1997).

(27)

Klorpromazin merupakan obat yang mempunyai afinitas tinggi untuk menghambat hormon reseptor dopamin 2 (Tjay & Rahardja, 2002). Reseptor D-2 dapat ditemukan di daerah hipokampus dan hipotalamus (Katzung, 2002). Terjadinya gangguan saraf di bagian hipotalamus inilah yang diduga menyebabkan penurunan aktivitas minum mencit.

4.2. Pengaruh Musik Klasik Mozart

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, musik klasik Mozart mampu memengaruhi aktifitas mencit (Mus musculus L.) antara lain terhadap aktivitas motorik dan aktivitas pernafasan. Dari data yang telah dicatat secara otomatis oleh

IntelliCage maka diperoleh hasil sebagai berikut:

4.2.1. Pengaruh Musik Klasik Mozart Terhadap Aktivitas Motorik Berdasarkan Jumlah Kunjungan dan Durasi Kunjungan

Berdasarkan Gambar 4.2.1.a, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah kunjungan kelompok KB mencit adalah 2,215; KS adalah 0,875 dan PO adalah 4,5. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menunjukkan bahwa jumlah kunjungan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

Gambar 4.2.1.(a). Rata-rata jumlah kunjungan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Rata-rata jumlah kunjungan (Lampiran 2.2) mencit menunjukkan bahwa aktivitas kelompok mencit PO lebih tinggi dari kelompok mencit KB dan KS.

Musik klasik Mozart dapat memberikan pengaruh secara tidak signifikan untuk

(28)

aktivitas motorik mencit yang diberikan obat Klorpromazin sehingga kecemasan mencit berkurang dan lebih berani mengunjungi sudut.

Berdasarkan Gambar 4.2.1.b., dapat dilihat bahwa rata-rata durasi kunjungan pada kelompok mencit KB adalah 8,580 detik; KS adalah 1,145 detik dan PO adalah 12,33 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menunjukkan bahwa durasi kunjungan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

Gambar 4.2.1.(b). Rata-rata durasi kunjungan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Berdasarkan rata-rata durasi kunjungan (Lampiran 2.2) mencit menunjukkan bahwa kelompok mencit PO melakukan kunjungan ke sudut lebih lama dari kelompok mencit KS dan KB. Hal ini karena musik klasik Mozart mampu memengaruhi lamanya mencit ingin berkunjung, mencit menjadi lebih berani dan tetap tenang ketika terkena semburan angin (air puff).

Mencit yang melakukan kunjungan lebih tinggi maka durasi yang dibutuhkan untuk menghabiskan waktu ke sudut lebih lama menunjukkan bahwa kecemasan pada hewan uji sudah berkurang. Efek dari mendengarkan musik secara luas sudah diketahui kemampuannya dalam mengurangi tingkat stres dan mengatur

tingkat perasaan suatu subyek. Umumnya musik yang bertempo lambat, titik nada yang rendah dan tidak memiliki lirik digunakan untuk mengurangi stres dan

(29)

ini yang menyebabkan pengamatan yang dilakukan pada mencit di tahap sebelumnya lebih acuh sedangkan pada tahapan ini menjadi lebih aktif untuk berinteraksi sosial dengan mencit lainnya.

Pada kelompok mencit yang diberikan saline melakukan jumlah kunjungan lebih rendah dan durasi kunjungan lebih singkat untuk mengunjungi sudut. Pada tahap sebelumnya mencit pada kelompok tersebut lebih aktif untuk mencari minum namun sangat berbeda dengan tahapan ini, mencit tidak aktif dan cenderung ingin berada di luar sudut. Kontrol negatif dengan pemberian agen kecemasan yang sedikit berbeda dapat memberikan efek yang lebih menyimpang dari yang diharapkan. Faktor eksternal yang berganda meliputi keadaan kandang, penanganan hewan coba, visual dan auditori. Perbedaan agen cemas yang berbeda

memberikan respon yang berbeda juga (Sanchez, 1996).

Tubuh merespon setiap perubahan kondisi internal dengan berbagai refleks

yang dirancang untuk memulihkannya seperti keadaan sebelumnya. Keseimbangan dilakukan dengan mengaktifkan siklus umpan balik negatif. Hal ini memungkinkan untuk tetap berada di dalam keadaan dinamik, dimana tubuh akan secara terus menerus akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mempertahankan kestabilan emosi (Corwin, 2009).

Penelitian tingkah laku hewan uji yang menggunakan Open Field Test pada pengukuran parameter line crossing dan rearing untuk mengukur aktivitas lokomotor, eksplorasi ruang dan kecemasan menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi parameter menandakan semakin meningkatnya aktivitas lokomotor dan eksplorasi serta menurunnya rasa kecemasan (Brown, 1999).

4.2.2. Pengaruh Musik Klasik Mozart Terhadap Aktivitas Pernafasan Berdasarkan Jumlah Hendusan dan Durasi Hendusan

Berdasarkan Gambar 4.2.2.a, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah hendusan kelompok mencit KB adalah 3,5; KS adalah 1 dan PO adalah 3,5. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menyatakan bahwa jumlah hendusan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

(30)

sistem pernafasan pada tubuh. Pernafasan menjadi stabil dan tidak terganggu, meskipun ketika mencit menghendus akan diberikan semburan angin (air puff). Hal ini membuktikan bahwa potensi musik klasik Mozart dapat menstabilkan sistem pernafasan.

Gambar 4.2.2.(a). Rata-rata jumlah hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase perlakuan (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Berdasarkan Gambar 4.2.2.b, durasi hendusan pada kelompok mencit KB adalah 3,02 detik; KS adalah 0,15 detik dan PO adalah 5,35 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menyatakan bahwa durasi hendusan memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Rata-rata durasi hendusan (Lampiran 2.2) yang dilakukan kelompok mencit PO lebih lama dari kelompok mencit KS dan KB. Ini menunjukkan bahwa mencit pada kelompok pemberian obat mengalami ketenangan sehingga aktivitasnya meningkat dari kelompok lain.

Musik memberikan sensasi ketenangan memberikan pengaruh pada aliran darah pada otak sehingga memengaruhi denyut jantung, pernafasan, keseimbangan cairan tubuh dan lain lain. Musik dapat mencegah induksi stres

dengan cara mengatur kecepatan denyut jantung dan tekanan darah. Hal ini telah diuji pada suatu penelitian, bagian-bagian dari lagu yang dapat memberikan efek

secara signifikan akan berasosiasi dengan pelepasan hormon dopamin pada bagian nukleus akumben. Periode waktu musik klasik dengan segera mengawali perasaan tenang ketika bergabung dengan hormon dopamin yang dilepaskan oleh kaudatus

(31)

(Chanda & Levitin, 2013). Ini yang mendasari bahwa musik klasik Mozart dapat memengaruhi sistem pernafasan untuk menjaga keseimbangan tubuh lewat hidung dengan cara mengatur dan menstabilkan fungsi organ pernafasan lewat kecepatan menghendus.

Gambar 4.2.2.(b). Rata-rata durasi hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase perlakuan (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Kelompok KS melakukan jumlah hendusan paling rendah dan durasi

hendusan lebih singkat jika dibandingkan KB dan PO. Hal ini diduga karena pemberian saline pada tahap sebelumnya dapat memengaruhi aktivitas bernafas.

Frekuensi nafas yang pendek merupakan penyebab kecemasan dan memicu serangan panik, yang dapat lebih memperburuk keadaan suatu organisme. Ketidakmampuan bernafas secara normal dapat mengkahwatirkan kesehatan (Anonim, 2013).

4.2.3. Pengaruh Musik Klasik Mozart Terhadap Aktivitas Minum Berdasarkan Jumlah Jilatan dan Durasi Jilatan

Berdasarkan Gambar 4.2.3.a, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah jilatan kelompok mencit KB adalah 24,25; KS adalah 0,57 dan PO adalah 3,87. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway-Bonferroni menyatakan bahwa jumlah

jilatan memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok mencit PO dan KB terhadap KS.

Berdasarkan uji statistik, jumlah jilatan yang dilakukan kelompok mencit

PO lebih rendah jika dibandingkan kelompok mencit KB. Hal ini diduga pengaruh

(32)

musik klasik tidak memberikan efek yang begitu besar terhadap aktivitas minum mencit.

Gambar 4.2.3.(a). Rata-rata jumlah jilatan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase perlakuan (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

Penelitian yang dilakukan oleh Xu et al., (2009), menyatakan bahwa stimulasi audio musik dapat meningkatkan jumlah jilatan dan durasi jilatan pada mencit setelah pemajanan selama 4 hari. Studi yang dilakukan dengan mencari tahu hubungan antara aliran darah pada daerah otak (rCBF) dan mendengarkan

musik (Jeffries, 2003). Efek ini bergabung dengan aliran darah pada struktur yang terdiri dari sistem mesokortikolimbik, ventral striatum, nukleus akumben dan otak

tengah seperti talamus, cerebelum, insula Anterior Cingulate Cortex (ACC),

Orbitofrontal Cortex (OFC) (Brown, 2004). Pada penelitian ini musik klasik

diperdengarkan hanya selama 2 hari secara bertahap, sehingga pengaruhnya tidak begitu terlihat. Musik klasik harus diperdengarkan selama 4 hari agar mendapatkan hasil yang lebih berarti.

Berdasarkan Gambar 4.2.3.b, dapat dilihat bahwa rata-rata durasi jilatan pada kelompok mencit KB adalah 1,663 detik; KS adalah 0,361 detik dan PO adalah 0,55 detik. Uji yang dilakukan dengan metode ANOVA Oneway menyatakan bahwa durasi jilatan memiliki perbedaan yang tidak signifikan.

Rata-rata durasi jilatan (Lampiran 2.2) yang dilakukan oleh kelompok mencit PO lebih singkat dari kelompok mencit KB. Hal ini karena musik klasik tidak memicu bagian otak yang mengatur keinginan untuk minum. Stimulasi

(33)

musik klasik dengan jangka waktu yang lebih lama akan memberikan pengaruh yang lebih signifikan.

Gambar 4.2.3.(b). Rata-rata durasi jilatan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase perlakuan (pengamatan selama 6 jam). Keterangan KB: Kontrol Blank ; KS: Kontrol Saline ; PO: Perlakuan Obat.

KS melakukan aktivitas minum yang paling rendah, dimana jumlah jilatan yang dilakukan lebih rendah dan durasi jilatan yang lebih singkat dibandingkan kelompok KB dan PO. Suatu cairan dikatakan sebagai cairan isotonis apabila osmolalitasnya sama dengan plasma sel sebagai cairan fisiologis NaCl yang dapat mencegah dehidrasi (Kurniawan, 2010). Cairan dan elektrolit sangat diperlukan di dalam tubuh, pemberian NaCl fisiologis yang bersifat isotonis dapat memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan mengganti jumlah cairan yang hilang karena kompoosisi yang terdiri dari Klorida 1,17:1 dan konsentrasi Natrium lebih rendah

(130 mEq/L) serta mengandung Ca, K+ dan laktat (Juffrie, 2004). Hal ini diduga karena pemberian saline pada tahap sebelumnya tetap menjaga keseimbangan tubuh mencit sehingga tidak merasa haus. Aktivitas motorik mencit juga memengaruhi keinginan untuk minum pada kelompok saline sehingga menjadi jauh lebih rendah dari kelompok perlakuan lainnya

4.3. Perbandingan Variabel Aktivitas Mencit (Mus musculus L.) Pada Kelompok Perlakuan Obat (PO) di Masing-Masing Tahapan.

Perbandingan ini dilakukan untuk melihat perubahan setiap variabel (aktivitas motorik, aktivitas pernafasan dan aktivitas minum) oleh mencit (Mus

(34)

musculus L.) pada tahap pembelajaran, pengujian (Testing) dan perlakuan

(Treatment).

4.3.1. Aktivitas Motorik Berdasarkan Jumlah Kunjungan dan Durasi Kunjungan

Perbandingan aktivitas motorik mencit (Mus musculus L.) pada kelompok mencit

Perlakuan Obat (PO) berdasarkan jumlah dan durasi kunjungan pada masa pengamatan periode ke-1 dan periode ke-2 di masing-masing tahapan.

Berdasarkan Gambar 4.3.1.a, dapat dilihat bahwa pergerakan mencit saat tahap awal pembelajaran (Learning) sangat aktif bergerak dan masih menjelajah setiap sudut. Pada periode ke-1 mencit melakukan kunjungan sebanyak 21 kali, pada periode ke-2 sebanyak 13 kali.

Gambar 4.3.1.a. Perbandingan Aktivitas Motorik Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Jumlah Kunjungan.

Pemberian obat Klorpromazin di tahap pengujian (Testing) mengakibatkan aktivitas motorik menjadi menurun. Hal ini dipicu karena pemberian obat dapat menginduksi kecemasan. Pada pengamatan periode ke-1 melakukan kunjungan sebanyak 3 kali, pada periode ke-2 sebanyak 7 kali. Perlakuan (Treatment) dengan musik klasik pada periode ke-1, mencit melakukan kunjungan sebanyak 28 kali, pada periode ke-2 sebanyak 8 kali, mengakibatkan aktivitas motorik yang dilihat dari jumlah kunjungan mengalami peningkatan.

Berdasarkan Gambar 4.3.1.b menunjukkan bahwa pada durasi kunjungan

yang dilakukan oleh mencit pada tahap pembelajaran (Learning) lebih lama yaitu

0

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(35)

pada periode ke-1 adalah 100,839 detik dan pada periode ke-2 adalah 59,046 detik. Pada tahap pemberian obat Klorpromazin (Testing) mencit menghabiskan waktu lebih singkat yaitu selama 7,81 detik selama masa periode 1, periode ke-2 selama 17,0ke-2 detik. Pada tahap musik klasik Mozart mencit melakukan kunjungan di periode ke-1 selama 81,32 detik dan periode ke-2 selama 17,37 detik, dimana terjadi peningkatan durasi sehingga mencit berkunjung lebih lama. Hal ini membuktikan bahwa musik klasik Mozart dapat meningkatkan kerja sistem saraf dengan memengaruhi sistem pengendali gerak di otak.

Gambar 4.3.1.b. Perbandingan Aktivitas Motorik Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Durasi Kunjungan.

Menurut Pellow et al., (1985) pada penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan Elevated Plus Maze menyatakan bahwa mencit yang tidak mengalami kecemasan akan menghabiskan waktu untuk menjelajahi area terbuka lebih lama, sedangkan mencit yang mengalami kecemasan akan menghabiskan waktu yang lebih lama pada daerah tertutup. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cruz pada tahun 2010, menyatakan bahwa musik klasik mampu mengurangi tingkat kecemasan berdasarkan peningkatan gerakan lokomotor dan waktu yang dihabiskan untuk bergerak menjadi lebih lama. Musik juga mampu melepaskan hormon dopamin yang telah diketahui erat hubungannya dengan fungsi motorik,

mood, depresi dan kecemasan. Dopamin terlibat dalam memengaruhi perilaku dan

proses neurologis sepert gairah, motivasi, kognisi dan kontrol motorik pada hewan uji coba dan manusia (Cools, 2008).

0

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(36)

Pengaturan gerakan dilakukan oleh otak kecil. Gangguan pada otak kecil (serebellum) menyebabkan gerakan tak teratur, ataksia dan kekakuan. Jalan saraf menghubungkan otot dengan serebellum dalam garis besarnya ialah rangsangan-saraf sensoris-otak-rangsangan-saraf motoris-efektor (Suyanto, 2011).

Berdasarkan variabel yang diamati centre square entries dan centre square

duration untuk mengukur perilaku eksplorasi dan rasa kecemasan hewan uji,

menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi dari variabel tersebut menandakan semakin meningkatnya perilaku mengeksplorasi ruang dan menurunnya rasa kecemasan (Brown, 1999).

4.3.2. Aktivitas Pernafasan Berdasarkan Jumlah Hendusan dan Durasi Hendusan

Perbandingan aktivitas pernafasan mencit (Mus musculus L.) pada kelompok mencit Perlakuan Obat (PO) berdasarkan jumlah dan durasi kunjungan pada masa pengamatan periode pertama dan periode kedua di masing-masing tahapan.

Gambar 4.3.2.a. Perbandingan Aktivitas Pernafasan Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Jumlah Hendusan.

Berdasarkan Gambar 4.3.2.a dibawah ini dapat dilihat bahwa aktivitas nafas berdasarkan jumlah hendusan yang dilakukan mencit adalah tahap pembelajaran (Learning) periode ke-1 sebanyak 38 kali, periode ke-2 sebanyak 22 kali. Pada

tahap pemberian obat (Testing) mengalami penurunan yaitu pada periode ke-1 sebanyak 1 kali, periode ke-2 sebanyak 5 kali. Pada tahap stimulasi musik klasik

0

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(37)

(Treatment) mengalami peningkatan kembali dimana pada periode ke-1 sebanyak 13 kali, periode ke-2 sebanyak 13 kali.

Hal ini membuktikan bahwa obat Klorpromazin mampu memengaruhi aktivitas pernafasan berdasarkan jumlah dan durasi hendusan dengan cara menurunkan aktivitasnya. Klorpromazin merupakan golongan antipsikotik. Obat antipsikotik ini menimbulkan efek farmakologis dengan memengaruhi pusat dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin, memblok dopamin sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor tersebut (Siswandono & Soekardjo, 1995).

Berdasarkan Gambar 4.3.2.b. dapat dilihat bahwa aktivitas menghendus mencit masih sangat tinggi seiring dengan aktivitas kunjungan yang dilakukan di

tahap awal pembelajaran (Learning), dimana durasi hendusan pada periode ke-1 selama 30,33 detik, periode ke-2 selama 22,36 detik. Pada tahap pengujian

(Testing) durasi yang dilakukan mencit lebih singkat pada periode ke-1 selama 1,11 detik, periode ke-2 selama 3,52 detik. Pada tahap perlakuan periode ke-1 (Treatment) mencit menghendus lebih lama di dalam sudut yaitu selama 26,03 detik pada periode ke-1 dan periode ke-2 selama 16,8 detik.

Gambar 4.3.2.b. Perbandingan Aktivitas Pernafasan Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Durasi Hendusan.

Tingkah laku dan kegairahan dapat memainkan peranan penting dalam kecepatan bernafas (Bell, 2006). Musik dapat berperan sebagai penenang dan memberikan pengaruh positif bagi tubuh (Chanda & Levitin., 2013). Musik

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(38)

tegangan otot (Chapados & Levitin, 2008). Peningkatan yang terjadi setelah diberikan audio musik klasik Mozart ini diduga karena pelepasan hormon dopamin pada aliran darah. Dopamin juga mampu memengaruhi pertukaran gas melalui jaringan neuron selama normoksia dan hipoksia (Bonora & Gautier, 1988). Hal ini untuk memastikan adanya pertukaran gas CO2 dan O2 untuk homeostatis sistem pernafasan (Kaufmann & Foster, 1996).

4.3.3. Aktivitas Minum Berdasarkan Jumlah Jilatan dan Durasi Jilatan Perbandingan aktivitas minum mencit (Mus musculus L.) pada kelompok Perlakuan Obat (PO) berdasarkan jumlah dan durasi jilatan pada masa pengamatan periode pertama dan periode kedua di masing-masing tahapan.

Gambar 4.3.3.a. Perbandingan Aktivitas Minum Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Jumlah Jilatan.

Berdasarkan Gambar 4.3.3.a. dapat dilihat bahwa pada tahap awal pembelajaran (Learning), mencit melakukan aktivitas minum berdasarkan variabel jumlah jilatan dimana periode ke-1 sebanyak 126 kali, periode ke-2 sebanyak 90 kali. Pemberian obat Klorpromazin di tahap pengujian (Testing) mengakibatkan aktivitas minum menjadi menurun dimana pada periode ke-1 sebanyak 4 kali, periode-2 sebanyak 3 kali. Hal ini diduga karena obat Klorpromazin dapat memengaruhi keinginan mencit ingin minum. Pada tahap perlakuan (Treatment), dimana pada tahapan ini diberikan audio musik klasik Mozart mengalami peningkatan pada pengamatan periode ke-1, jumlah jilatan dilakukan sebanyak 26 kali. Pada periode ke-2 jumlah jilatan dilakukan sebanyak 5 kali.

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(39)

Berdasarkan 4.3.3.b. dapat dilihat bahwa durasi jilatan yang dilakukan mencit pada tahap pembelajaran (Learning) periode ke-1 selama 16,51 detik, periode ke-2 selama 13,09 detik. Pada tahap pengujian (Testing) durasi yang dilakukan oleh mencit untuk minum lebih singkat dimana pada periode ke-1 selama 1,15 detik dan periode ke-2 selama 0,468 detik. Pada tahap stimulasi musik klasik (Treatment) mengalami peningkatan dimana durasi jilatan yang dilakukan lebih lama pada periode ke-1 selama 3,26 detik dan periode ke-2 selama 1,21 detik.

Penelitian yang mengamati bagaimana perilaku mencit dengan menilai memori belajar dan mengingat suatu ruang dengan melihat waktu yang dihabiskan dan berapa kali mencit datang untuk mencari air atau makanan di ujung akhir alat

konvensional tersebut. Semakin tinggi frekuensi untuk mengunjungi suatu sudut dan semakin terbiasanya hewan uji untuk menerima hukuman membuktikan

bahwa kecemasan semakin menurun dan menandakan memori mencit baik (Adingsih, 2013; Vohora et al., 2000; Seo et al., 2013).

Gambar 4.3.3.b. Perbandingan Aktivitas Minum Mencit (Mus musculus L.) PO Berdasarkan Durasi Jilatan.

Hal tersebut karena perangkat sederhana yang terdapat pada musik seperti

tempo memberikan efek kepada neurotransmisi pusat yang akan mendasari kontrol sirkulasi aliran darah, fungsi motorik, dan berpotensial untuk fungsi kognitif secara tepat. Stimulus musik dapat memengaruhi sistem transmisi dopaminergik sehingga pada bagian otak mesokortikolimbik dan otak tengah (termasuk nukleus akumben) (Cools, 2008). Mencit membutuhkan konsumsi air

0

Learning 1 Learning 2 Testing 1 Testing 2 Treatment 1 Treatment 2

(40)

sebanyak 15mL/100g/hari (Harkness & Wagner, 1995). Transmisi dopamin mendasari rasa ingin makan atau minum dan konsumsi dari upah yang diberikan kepada hewan uji coba. Mendengarkan musik yang menyenangkan dapat memberikan efek menenangkan dan memberikan kekuatan pada jaringan saraf karena adanya pelepasan hormon dopamin di aliran darah (Blood & Zatorre, 2001).

Stimulasi musik memerlukan pelepasan hormon dopamin dan opioid endogen pada struktur otak tengah seperti sama halnya dengan jaringan kompleks lainnya. Pada tahap pembelajaran dan tujuan aksi secara langsung diperantarai oleh neuron dopaminergik pada VTA (Ventral Tegmental Area) dan organ targetnya pada nukleus akumben dan korteks prefrontal (Chanda & Levitin.,

(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Aktivitas motorik mencit (Mus musculus L.) berdasarkan jumlah kunjungan dan durasi kunjungan tidak dipengaruhi secara nyata dengan pemberian obat Klorpromazin.

b. Obat Klorpromazin mampu memengaruhi secara nyata terhadap jumlah hendusan dan durasi hendusan, serta jumlah jilatan mencit.

c. Musik Klasik Mozart tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas motorik dan aktivitas pernafasan berdasarkan durasi hendusan mencit.

d. Perbandingan aktivitas kelompok mencit PO berupa jumlah kunjungan, durasi kunjungan dan durasi hendusan dapat kembali menjadi normal setelah diperdengarkan musik klasik Mozart di tahap perlakuan (Treatment) periode ke-1 atau hari ke-10.

e. Perbandingan aktivitas kelompok mencit PO berupa jumlah hendusan, jumlah jilatan dan durasi jilatan tidak mengalami peningkatan setelah

pemberian obat Klorpromazin di tahap pengujian (Testing) periode ke-2 atau hari ke-8.

5.2. Saran

Saran yang diberikan untuk penelitian adalah:

a. Sebaiknya penelitian selanjutnya, lebih memperhatikan jangka waktu yang efisien untuk pemberian obat Klorpromazin dan musik klasik Mozart. b. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memanfaatkan potensi

musik aliran lain misalnya: musik asli Indonesia terhadap tingkat kecemasan dengan variasi volume dan durasi.

(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hewan Coba Mencit 2.1.1. Data Biologis Mencit

Menurut Harkness & Wagner (1995), mencit memiliki tubuh yang berukuran kecil, ditutupi oleh bulu yang lembut dan tebal, kaki yang pendek dan ekor yang panjang, tipis dan sedikit berbulu. Berikut adalah data biologis dari hewan coba mencit dewasa :

a. Berat tubuh jantan : 20-40 g

b. Jangka waktu hidup : 1,5-3 tahun

c. Suhu tubuh : 36,5-380C

d. Kecepatan detak jantung : 325-780 kali per menit e. Kecepatan respirasi : 60-220 kali per menit f. Konsumsi makanan : 12-18 g/100 g/hari g. Konsumsi minuman : 15 mL/100g/hari h. Frekuensi pendengaran : 2 KHz- 50 KHz

2.1.2. Tingkah Laku Mencit Normal

(43)

2.2. Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subyektif (Stuart, 2001). Kecemasan merupakan suatu keadaan yang wajar karena setiap individu ingin terhindar dari marabahaya. Ganggguan kecemasan ditandai dengan perasaan tidak tenang. Menurut psikoneuroendokrinologi, sistem hormonal memiliki kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem saraf dan perilaku yang diperantarai oleh jalur dopaminergik dan serotoninergik (Kishi & Elmquist, 2005). Kecemasan diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sistem limbik, talamus, korteks frontal secara anatomis norepinefrin, serotonin dan GABA (aminobutirik –gamma neuroregulator), reseptor GABA berpasangan reseptor benzodiazepine

pada sistem neurokimia (Tomb, 2004).

Menurut Hawari (2004), gejala kecemasan terjadi secara fisiologis

meliputi:

a. Gangguan pola tidur (sirkardian) b. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

c. Gejala somatik meliputi rasa sakit pada otot dan tulang, jantung berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan kemih dan sebagainya.

2.2.1. Respon Stres secara Biologi

Respon stres secara biologis merupakan suatu pergerakan yang efektif antara sistem neuroendokrin, sistem saraf otonom, metabolisme dan aktivitas kekebalan tubuh yang termasuk putaran umpan balik berganda pada sistem saraf tepi dan saraf pusat. Sistem ini memicu tingkah laku adaptif jangka pendek, termasuk gairah, kewaspadaan dan pusat konsentrasi, untuk sementara menghambat fungsi yang tidak penting selama mengalami masa krisis seperti makan, mencerna, tumbuh dan dorongan seksual. Aliran darah secara spontan mengalami perubahan seperti peningkatan kecepatan denyut jantung dan bernafas berfungsi untuk meningkatkan oksigenasi dan pasokan glukosa ke otot dan tulang, sehingga

(44)

fungsi imunitas tubuh. Perubahan kardiovaskuler diinduksi oleh katekolamin, norepinefrin dan epinefrin yang kembali diatur oleh Brainstem Locus Cereleus dan jaringan saraf otonom pusat dan tepi. Mediator penting lainnya dari respon stres termasuk hormon yang dihasilkan hipotalamus, Corticotrophine Releasing

Hormone (CRH), Adenocorticotrophine Hormone (ACTH), serotonin, dan derivat

peptida dari proopiomelanocortine (POMC) termasuk Alpha Melanocyte

Stimulating Hormone dan beta endorfin. Hormon-hormon ini berperan penting

sebagai mediator, bukan hanya pada jaringan tepi tetapi juga bekerja pada reseptor target pada daerah otak untuk memediasi fungsi kognitif, emosi, reward (upah), dan pusat pengontrol otak (Lupien et al., 2009).

Respon biologis sangat adaptif pada jangka waktu pendek, namun aktivasi

sistem ini pada jangka waktu lama akan memiliki akibat merugikan bagi kesehatan (Chrousos, 2009).

2.2.2. Model Pengujian Kecemasan Hewan Uji (Vogel Water-Lick Conflict,

Geller- Seifter & IntelliCage)

Pada model kecemasan ini, dilakukan kombinasi antara prosedur Vogel

Water-Lick dan Geller-Seifter yang kemudian disesuaikan dengan alat IntelliCage untuk

meningkatkan kepekaan secara statistik dan mengurangi jumlah hewan uji yang dibutuhkan serta memperbolehkan masa puasa pada hewan uji. Hasil pengkondisian ini, ditekankan pada prosedur minum yang diadaptasikan oleh

IntelliCage. Pada prosedur konvensional, mencit dikondisikan untuk terbiasa

dengan stimulus (secara umum auditori) dan diberikan stimulus penolakan yang tidak dikondisikan dalam prosedur konvensional biasanya digunakan rangsangan kejut listrik. Secara bergantian, diamati reaksi hewan terhadap kedua stimulus tersebut (Safi et al., 2006).

Pada IntelliCage, tekanan yang diberikan saat minum berupa semburan angin dapat diterima setelah melakukan adaptasi. Menurut Vanover et al.,(2004) sebaiknya dilakukan perpanjangan masa puasa ± 24-48 jam. Sebaiknya, semua hewan uji mendapatkan perlakuan yang sama, tetapi hanya sebagian dari kelompok sampel yang mendapatkan obat. Sementara yang lainnya mendapatkan

(45)

potensi efek habituasi ke arah hukuman menuju efek obat yang akan diuji. Untuk pengaturan prosedur akhir, mencit akan mengalami 4 situasi yang berbeda:

a. Mencit diuji untuk efek habituasi tanpa obat

b. Mencit diuji untuk efek injeksi larutan saline (NaCl) c. Mencit diuji untuk efek obat

d. Perlakuan (pemberian stimulus berupa makanan, minuman, auditori dan visual berupa warna).

2.3. Efek dan Potensi Obat Klorpromazin

Klorpromazin menimbulkan efek farmakologis dengan memengaruhi pusat dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin,

memblok dopamin sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor (Siswandono & Soekardjo, 1995). Salah satu neurotransmiter mayor di dalam otak dan bagian

dari sistem saraf pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat gerakan pada pusat kontrol gerakan. Dopamin pada keadaan psikis yang normal mempunyai konsentrasi yang cukup tinggi di bagian otak tertentu. Penipisan kadar dopamin pada bagian basal ganglia berhubungan dengan adanya tremor, bradikinesia dan kekakuan (Mutaqqin, 2008).

Dopamin merupakan senyawa katekolamin yang penting pada otak mamalia yang mengontrol fungsi lokomotorik, kognisi, emosi reinforcement positif dan regulasi endokrin. Pada bagian perifer, dopamin mengatur fungsi kardiovaskuler, sekresi hormon, tonus pembuluh darah, fungsi renal dan motilitas gastrointestinal (Ikawati, 2006). Pemblokan obat ini terdapat pada tiga jalur utama yang dipengaruhinya, yaitu: jalur mesolimbik berkaitan dengan efek antipsikotik, sedasi dan gangguan performa; jalur tuberoinfudibular berkaitan dengan efek neuroendokrin; jalur nigrostriata berkaitan dengan pergerakan (Barber & Robertson, 2009).

Menurut Barber & Robertson (2009), efek samping antipsikotik tipikal Klorpromazin muncul akibat kerja obat pada berbagai reseptor. Antipsikotik berkaitan dengan ekstrapiramidal, yaitu:

(46)

b. Efek Neuroendokrin: amenore, galaktore dan infertilitas. c. Efek Idiosinkratik: Syndrome neuroleptik maligna.

d. Efek Fisiologis : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, kegagalan ejakulasi.

2.4. Musik Klasik

Musik adalah seni gabungan antara organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi dalam alur waktu dan ruang tertentu (Campbell, 2001). Musik dapat menyebabkan kepuasan estetis melalui indera pendengaran dan memiliki hubungan waktu untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan kesinambungan. Musik

melalui suara dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis kembali ke vibrasi yang normal. Musik merupakan bahasa universal yang memiliki banyak tujuan,

dan telah diketahui pada bidang kesehatan untuk mengurangi tingkat stres dan kecemasan (Covington & Crosby, 1997).

Wolfgang Amadeus Mozart adalah seorang pencipta musik klasik. Aliran musik ini merupakan hasil dari kebudayaan Eropa yang muncul pada 250 tahun lalu. Mozart menciptakan musik yang memiliki irama, melodi dan frekuensi yang tinggi sehingga dapat merangsang dan menguatkan presepsi spasial. Musik klasik memiliki intervensi dalam mengobati, menyembuhkan dan membebaskan emosi (Musbikin, 2009). Hal ini dikarenakan musik menghasilkan rangsangan ritmis yang ditangkap organ pendengaran dan ditangkap di dalam sistem saraf dan otak akan mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengar. Ritme internal akan memengaruhi metabolisme tubuh sehingga membangun sistem kekebalan yang lebih baik (Satiadarma, 2002).

(47)

status emosi dan sintesis hormon yang berhubungan dengan status emosi (Kristyanto et al., 2010).

Efek menenangkan dari musik ditunjukkan dalam hal memengaruhi tingkah laku dan fisiologis dari hewan uji laboratorium (Chikahisa et al., 2007). Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang pemberian stimulasi audio terhadap berbagai jenis hewan seperti burung, kuda, anjing, ikan dan primata (Cruz et al., 2015) menyatakan bahwa pemajanan audio musik klasik dapat memberi respon positif bagi tubuh.

2.4.1. Neurokimia Musik Klasik

Musik dapat membangkitkan berbagai emosi yang kuat termasuk sukacita,

kesedihan, ketakutan dan kedamaian. Musik dapat memberikan suatu sensasi dan euforia dari pendengarnya. Musik berkaitan dengan intensitas rangsangan

emosional (Rickard, 2004). Musik dipercaya memiliki suatu kekuatan yang khusus dan dampaknya tidak mudah dijelaskan secara neurokimia (Bush, 1995). Kemajuan dari bidang neurosains, membuktikan bahwa musik memengaruhi sistem neurokimia yang sama dengan reward atau upah (makanan, minuman dan sebagainya) sebagai stimulus.

Musik telah menunjukkan potensinya dalam mengembalikan ke frekuensi normal denyut jantung, kestabilan bernafas, sekresi keringat dan sistem saraf otonom lainnya (Blood et al., 1999). Hal ini menguatkan penelitian bahwa orang-orang menggunakan musik untuk mencapai keseimbangan fisiologis dan fisik. Peneliti menggambarkan bahwa hasil aktivasi dari mesokortikolimbik dapat memediasi pengaruh musik pada jaringan saraf (Pavlovie & Bodnar, 1998).

(48)

analgesia dan pereda rasa nyeri. Musik terkait juga dengan aktivasi nukleus akumben dan struktur otak yang berguna untuk mengatur sistem otonom, emosional dan fungsi kognitif (Craig, 2002). Neuron dopaminergik yang berasal dari daerah ventral tegmental dan nukleus akumben serta otak tengah diperlukan untuk suatu efektivitas rangsangan. Bagian-bagian otak tersebut membuat suatu hubungan antara subsistem emosional dan kognitif ketika mendengarkan musik, sehingga transmisi dopamin dapat memperkuat rangsangan lainnya pada jaringan saraf.

2.5. IntelliCage

IntelliCage (New Behavior AG, Zurich, Switzerland) mampu memonitoring

secara otomatis dan dapat mempelajari tingkah laku mencit seperti berada di dalam lingkungan kandang. IntelliCage berukuran (37,5 cm x 55 cm x 20,5 cm),

terdapat juga empat perekam sudut yang terpasang pada setiap sudut, dimana ukuran setiap sudut berukuran 15 cm x 15 cm x 21 cm berbentuk segitiga. Pada setiap sudut terdapat antena yang secara otomatis mampu mengawasi setiap individu mencit mengunjungi sudut, dimana terdapat juga tuas cahaya

(photo-beam) yang akan merekam hendusan. Mencit akan menjilat dari ujung pipa botol,

maka sensor akan merekam dalam rata-rata saat melewati ujung pipa botol. Empat segitiga sebagai tempat shelter akan diletakkan ditengah sebagai pusat dari kandang, pada bagian atasnya terdapat tempat makan yang dapat diberikan sebagai akses menuju makanan secara ad-libitum (Mechan et al., 2009).

(49)

Experimental file. Controller adalah perangkat lunak berperan untuk menjalankan

penelitian dengan cara mengikuti modul pada Experimental file serta memeriksa semua data yang masuk secara online dalam bentuk tabel dan grafik. Analyzer berguna untuk mengolah data yang disimpan, serta memberikan gambaran dari hasil pengamatan tingkah laku pada IntelliCage, dimana hasil akhirnya berupa grafik pada setiap parameter uji dan analisis statistik (TSE, 2013).

Tempatmakan Botol minum

Mencit ±16 ekor

Sudut pembelajaran

(a) (b)

Gambar 1.1. (a). bagian bagian dasar dari IntelliCage (b) rincian bagian sudut pembelajaran (corner)

(a) (b)

(50)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kecemasan adalah suatu wujud tingkah laku yang rumit dari interaksi dinamis

antara organisme dan lingkungan sekitar. Hal ini diperantarai oleh sistem limbik, talamus, korteks frontal dan sistem hormonal (Tomb, 2004).

Salah satu jenis hormon yang memengaruhi kecemasan pada suatu organisme adalah hormon dopamin. Dopamin merupakan hormon yang bekerja sebagai pusat kontrol gerak tubuh. Hormon ini penting pada otak mamalia karena mengontrol fungsi lokomotorik, kognisi, emosi dan mengatur fungsi organ faal di dalam tubuh (Ikawati, 2006). Kadar hormon dopamin apabila mengalami penipisan pada bagian saraf pusat dan saraf tepi maka akan terjadi berbagai respon negatif bagi tubuh tersebut, diantaranya kekakuan anggota gerak, kurangnya mobilitas, postur tidak stabil dan rasa acuh terhadapa lingkungan (Kruger, 2003 ). Salah satu induksi obat yang dapat menghambat pelepasan dopamin di dalam tubuh adalah Klorpromazin.

Begitu banyak studi tentang hewan yang difokuskan untuk melihat tingkah laku seperti kecemasan dengan pemberian obat, tetapi penelitian tentang tingkah laku akibat pajanan musik klasik yang diterima, hanya mendapatkan sedikit perhatian (Cruz et al., 2010). Musik digunakan sebagai salah satu terapi yang saat

ini dikembangkan untuk mengubah tingkat kecemasan. Musik juga mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan telah diketahui mempunyai efek secara

langsung dan tidak langsung terhadap fungsi fisiologis tubuh (Rauscher et al., 1993). Fungsinya berupa korelasi sistem saraf simpatis dan parasimpatis pada penderita gangguan otak (Iwanaga et al., 1997).

(51)

saraf sehingga kembali mengaktifkan fungsi hormonal pada otak (Campbell, 2002).

IntelliCage adalah suatu desain yang disediakan untuk menguji

kemampuan kognitif hewan pengerat dalam laboratorium, menyesuaikan waktu yang sama dengan standart kandang laboratorium hewan pengerat. IntelliCage digunakan untuk menguji penelitian fenotip dan genotip, kemampuan kognitif hewan coba seperti pola dan frekuensi aktifitas. Hal ini digunakan pada bidang Biomedis dan dasar tingkah laku, neurobiologi, dan genetika. IntelliCage akan menjalankan penelitian dan merekam semua data untuk setiap mencit, menguji dan mengontrol pola aktifitas harian mencit. Aktifitas sosial di kandang dan berkurangnya jumlah penanganan manual manusia dapat mengurangi berbagai

efek samping. Pada faktanya, IntelliCage dapat memperkaya pengetahuan tentang tingkah laku mencit dan stereotip yang tidak dapat teramati oleh manusia (TSE,

2013).

1.2. Perumusan Masalah

Pemberian obat Klorpromazin dapat meningkatkan kecemasan pada mencit. Klorpromazin merupakan suatu obat yang menghambat hormon dopamin pada otak. Hormon ini berfungsi membantu pergerakan motorik, mengatur kerja sistem saraf tepi di seluruh bagian tubuh dan mengatur kestabilan emosi. Pemberian musik klasik Mozart berpotensi dapat menurunkan kecemasan (Cruz et al., 2010).

Pada penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana pengaruh Musik Klasik Mozart dapat berpotensi menurunkan kecemasan mencit setelah diinduksi obat Klorpromazin pada mencit (Mus musculus L.) yang diamati dengan menggunakan alat IntelliCage.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(52)

b. Untuk mengamati dan menganalisis obat Klorpromazin terhadap aktivitas motorik, aktivitas pernapasan dan aktivitas jilatan pada mencit (Mus

musculus L.).

1.4. Hipotesis

a. Musik klasik Mozart dapat meningkatkan aktivitas motorik, aktivitas pernapasan dan aktivitas jilatan setelah diinduksi dengan Klorpromazin. b. Pemberian obat Klorpromazin dapat menurunkan aktivitas motorik,

aktivitas pernapasan dan aktivitas jilatan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi instansi terkait tentang ilmu tingkah laku (etiologi) hewan uji coba yang

Gambar

Gambar 4.1.1.(a). Rata-rata jumlah kunjungan kelompok mencit ke sudut   pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6  jam)
Gambar 4.1.1.(b). Rata-rata durasi kunjungan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam)
Gambar 4.1.2.(a). Rata-rata jumlah hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam)
Gambar 4.1.2.(b). Rata-rata durasi hendusan kelompok mencit ke sudut pembelajaran selama fase pengujian (pengamatan selama 6 jam)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Teknik gambar steganografi merupakan salah satu teknik yang sangat baik untuk menyamarkan data yang ingin dikirimkan untuk menghindari dari pihak-pihak yang tidak berhak dengan

[r]

Secara ekonomi, program perluasan sawah dapat meningkatkan kesejahtraan petani karena calon lokasi merupakan lahan rawa yang tidak dimanfaatkan secara

Contoh lainnya keterikatan kedua lembaga ini dalam proses legislasi Aceh dapat kita simak dari wawancara dengan ketua badan legislasi periode tahun 2014-2019 yang

Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik untuk 100 g granul, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet.. Pengukuran sudut

[r]

Berdasarkan penegasan judul terdapat beberapa pengertian di atas, yang dapat disimpulkan maksud judul skripsi ini adalah suatu penelitian yang membahas tentang