• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)
(3)

Lampir an 3. Kategori persen kolonisasi FMA pada akar tanaman

Tabel kategori persen kolonisas FMA pada akar tanaman

Rajapakse dan Miller (1992)

Persen kolonisasi Persentasi Kategori

0 - 5 kategori Tidak dikolonisasi

6 - 25 Kelas 1 Rendah

26 - 50 Kelas 2 Sedang

51 - 75 Kelas 3 Tinggi

75 - 100 Kelas 4 Sangat Tinggi

Sumber: Nusantara dkk. (2012)

Lampir an 4. kriteria penelitian sifat kimia tanah

Tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah

Sifat tanah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi pH <4,5

(sangat masam)

4,5 – 5,5 (masam)

5,5 – 6,5 (agak masam)

6,6 – 7,5 (netral)

7,6 – 8,5 (agak alkalis)

>8,5 (alkalis) C-Organik

(%)

<1,00 1,00-2,00

2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00 S

P-tersedia <8,0 8,0 – 15 16 – 25 26 – 35 >35 (ppm)

KTK <5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 >40 (me/100)

(4)

Lampir an 5. Dokumentasi di Lapangan

Gambar 1. Kondisi lapangan Gambar 2. Penentuan petak sampel

Gambar 3. Pengambilan sampel tanah Gambar 4. Pengambilan sampel tanah Kedalaman 0-5 cm kedalaman 5-10 cm

(5)

Lamir an 6. Dokumentasi Laboratorium

Gambar 6. Perendaman akar Gambar 7. Preparasi akar tanaman

Gambar 8. Menimbang sampel tanah Gambar 9. Ekstraksi tanah

(6)

Lampir an 7. Dokementasi di Rumah Kaca

(7)

Lampir an 8. Tipe dan karakteristik spora dari lapangan dan hasil trapping

Tipe dan karakteristik spora dari lapangan pada kedalaman 0-5cm terkena debu vulkanik

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Spora berwarna kuning, Pecah sehingga sulit di

identifikasi.

2

Spora berwarna kuning transparan, pecah sehingga

sulit di identifikasi.

3

Spora berwana orange, pecah sehingga sulit

diidentifikasi.

4

Spora berwarna kuning, Pecah sehingga sulit di

identifikasi.

5

Spora berwarna kuning, Pecah sehingga sulit di

(8)

Lampir an 8. Lanjutan

Tipe dan karakteritik spora di lapangan pada kedalaman 5-10cm terkena debu vulkanik

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Spora berbentuk bulat, warna hitam, tidak

menyerap pewarnaan, tidak jelas bentuknya

sehingga sulit di identifikasi.

2

Spora warna orange, bulat, Pecah, sehingga sulit

diidentifikasi.

3

Spora warna orange, bulat, Pecah, sehingga sulit

diidentifikasi

4

Spora berwarna coklat kekuningan, pecah, sehingga

sulit diidentifikasi

5

Spora berwarna hitam, bulat, pecah, sehingga sulit

(9)

Lampir an 8. Lanjutan

Tipe dan karakteritik spora di lapangan pada kedalaman 0-20cm tidak terkena debu vulkanik (kontrol)

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Glomus sp-13

Spora berbentuk bulat, warna coklat, dinding spora tipis dengan permukaan halus

2

Glomus sp

- 8

Spora berbentuk bulat, berbwarna orange, dinding spora tebal, dengan permukaan halus

3

Glomus sp

-1

Spora berbentuk bulat, berwarna orange, dinding spora tipis, permukaan halus

4

Glomus sp

-3

Spora berbentuk bulat, permukaan halus, dinding spora tebal warnanya coklat

5

Glomus sp

-4
(10)

Lampir an 8. Lanjutan

Tipe dan karakteristik spora hasil trapping pada kedalaman 0-5cm terkena debu vulkanik

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Spora berwarna kuning, pecah tak berbentuk

sehingga sulit diidentifikasi

2

Spora berwarna kuning, pecah tak berbentuk

sehingga sulit diidentifikasi

3

Spora berbentuk bulat, warna hitam, tidak

menyerap pewarnaan, tidak jelas bentuknya

sehingga sulit di identifikasi.

4

Spora berbentuk bulat, warna hitam, tidak

(11)

Lampir an 8.Lanjutan

Tipe dan karakteristik spora hasil trapping pada kedalaman 5-10cm terkena debu vulkanik

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Glomus sp

-11

Spora berbentuk bulat lonjong, warna merah bata, dinding spora tipis, dengan permukaan berbintik.

2

Glomus sp

-12

Spora berbentuk bulat, tidak menyerap larutan, permukaan halus warna coklat

3

Glomus sp

-5

Spora berbentuk bulat lonjong, warna coklat kekuningan, dinding spora tebal dengan permukaan berbintik

4

Glomus sp

-7
(12)

Lampir an 8. Lanjutan

Tipe dan karakteristik spora hasil trapping kedalaman 0-20cm tidak terkena debu vulkanik (kontrol)

No

Tipe spora

Karakteristik

1

Glomus sp

-2

Spora berbentuk bulat berwarna coklat kekuningan, dinding spora tebal, dengan permukaan kasar.

2

Glomus sp

-9

Spora berbentuk bulat, warnanya kuning, permukaan kasar, dinding spora tipis.

3

Glomus sp

-9

Spora berbentuk bulat, warnanya kuning, permukaan kasar, dinding spora tipis.

4

Glomus sp

-6

Spora berbentuk bulat, warna kuning, dinding spora tebal, ada tangkai hifa (subtending hyphae)

5

Glomus sp

-9

Spora berbentuk bulat, warnanya kuning, permukaan halus, dan dimding spora tipis.

6

Glomus sp

-2
(13)

7

Glomus sp

-2

Spora berbentuk bulat lonjong, halus tanpa ornamen, berwarna coklat kekuningan

8

Acaulospora sp-3

Spora berbentuk bulat, warna coklat kekuningan, permukaan halus, menyerap larutan dan ada perbedaan lapisan

9

Glomus sp

-10

Spora berbentuk bulat, warnanya kuning, permukaan halus, ada tangkai hifa (subtending hyphae)

10

Glomus sp

-10

Spora berbentuk bulat, warnanya kuning, permukaan halus, dinding spora tebal. Ada tangkai hifa (subtending hyphae)

11

Acaulospora sp-1

Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat tua,

dinding spora tipis dengan permukaan bercorak

kulit jeruk.

12

Acaulospora sp-2

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2004 Studi Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Biota Tanah dengan

Metode Forest Health Monitoring di Taman Buru Masigit Gunung

Kareumbi Sumedang. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Burhanuddin, 2012. Keanekaragaman Jenis Jamur Mikoriza Arbuskula pada

Tanaman Jabon

(Anthocephalus spp). Fakultas Kehutanan. Universitas

Tanjungpura. Pontianak.

Corryanti. 2011. Jamur Mikoriza Arbuskula Pada Lahan Tanaman Jati Bertumpangsari Tebu. 16 (1): 1-8. Jurnal Agrotropika.

Daniels B A, Trappe J M. 1980. Factors Affecting Spore Germination of the Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungus, Glomus Epigaeus. Mycologia. 72: 457-471.

Delvian. 2005. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Cendawan Mikoriza

Arbuskula dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. Dapartemen

Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Delvian. 2006. Dinamika Sporulasi Cendawan Mikoriza Arbruskula. Karya Tulis. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S. 1982.The Physiology of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Roots.71 : 192-209. Plant and Soil.

Hairiah, K. 2010. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara.SMT Grafika Desa Putera. Jakarta.

Hardiatmi, Sri. 2008. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman Hutan. Jurnal Inovasi Pertanian Volume 7 Nomor

1 (110).Innofarm.

Hardjowigeno, H.S. 2007. Ilmu Tanah . Akademika Presindo. Jakarta.

Hakim, N., M. Y. Nyapka, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha. Go Ban Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hanafiah A S ; T Sabrina & H Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hapsoh.2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Budidaya Kedelai DiLahan Kering. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Budidaya Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Medan.

(15)

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. Universitas Sumatera Utara Press. Medan. Mukhlis. 2011. Tanah Andisol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisa. USU Press. Medan.

Nurhalimah, S., S. Nurhatika, dan A. Muhibuddin. 2014. Explorasi Mikoriza

Vesikular Arbuskular (MVA) Indegenus pada Tanah Regosol di

Pamekasan, Madura. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 3:30-34.

Nurhandayani, R., R. Linda, dan S. Khotimah. 2013. Inventarisasi Jamur Mikoriza

Vesikular Asbukular dari Rhizosfer Tanah Gambut Tanaman Nanas

(Ananas comosus (L.) Merr). Jurnal Protobiont. Vol. 02:146-251.

Nusantara, A.P., Y.H. Bertham, dan I. Mansur. 2012. Bekerja Dengan Fungi Mikoriza Arbuskula.Fakultas Kehutanan dan Seameo Biotrop. Bogor.

Prihastuti. 2007. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Arbuskular-Arbuskular di

Lahan Kering Masam, Lampung Tengah. Berk. Penel. Hayati.

Sari, M. L. 2008. Keberadaan Mikoriza Pada Areal Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanaman Indonesia Intensif (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Untit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah). Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Sasli, Iwan. 1999. Tanggap Karakter Morfofisiologi Bibit Kakao Terhadap Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza Arbuskula. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiadi, Y . 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula Dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di

Indonesia. Disampaikan dalam Rangka Seminar Penggunaan Cendawan

Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis.

Bandung 23 April 2001.

Sanchez, P.A. 1992. Myths and Science of Soil of The Tropics. Soil Sci. SOC. of Am., Inc. Madison.

Siregar, N. 2014. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal

Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus di PTPN III kebun Batang Toru

Kabupaten Tapanuli Selatan). Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Simanungkalit R D M. 1997. Effectiveness of 10 Species of Arbuscular Mycorrhizal (AM) Fungi Isolated from West Java and Lampung on Maize and Soybean. Di dalam: Jenie UA et al., editor. Challenges of Biotechnology in the 21 th century. Proceedings of the Indonesian Biotechnology Conference Vol II; 17-19 Jun 1997. Jakarta: The Indonesian Biotechnology Consortium. Hlm 267-274.

(16)

Sumarni, 2001. Pewarnaan Akar pada Cendawan Mikorriza Arbuskular. Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung.

Suriadikarta, D.A., Abdullah A. I., Sutono, Dedi.E , Edi.S , dan A. Kasno. 2011. Identifikasi Sifat Kimia Debu Volkanik, Tanah dan Air diLokasi Dampak Letusan Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Soelaeman, Y, dan Abdullah, A.I. 2014. Rehabilitasi Sifat Fisika Tanah Pertanian Pasca Erupsi Merapi. Balai Peneliti Tanah.

Ulery, A. L. Dan Graham R. C. 1993. Forest Fire Effects on Soil Color and

Texture. Soil Science Society of America Journal, 57 (1):135:140

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava

Media. Yogyakarta.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

(17)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Agustus 2015. Pengambilan tanah dilakukan di areal tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo, dan sebagai pembanding (kontrol) di Desa Kutagugung Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Ekstraksi spora identifikasi dan penghitungan ersentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah sertaanalisis sampel tanah di lakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, kegiatan pemerangkapan dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alatdan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengambil sampel tanah GIS, cangkul, tali plastik, kantong plastik, spidol dan kertas label.Alat untuk pengamatan di laboraturium adalah saringan 710 μm, 425μm, 200μm, dan 53 μm, pinset, erlemenyer, gelas ukur, pipet tetes, tabung sentrifuge, penggaris, cawan petri, cover glass, mikroskop binokuler, mikroskopstereo, kamera digital, batang pengaduk, kalkulator, alat tulis, preparat, dan timbangan. Alat untuk pemerangkapan di rumah kaca berupa pot (aqua cup)dan sprayer.

(18)

Blue pada saat pewarnaan. Hyponexmerah sebagai pupuk untuk memperbanyak spora pada saat trapping dan buku panduan mikoriza.

Pr osedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanah bekas letusanGunung Sinabung di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo danpengambilan sampel tanah sebagai pembanding (kontrol)di Desa Kutagugung Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.Kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang diawali dengan pengambilan sampel (eksplorasi) lapangan, analisis tanah, dan identifikasi sporafungi mikoriza arbuskula (FMA). Diagram alur dari kegiatan penelitian ini disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Alur Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Tanah dan Akar

Pengambilan sampel tanah dilakukan di areal tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Desa Sukanalu Kecamatan BarusjaheKabupaten Karo, dan sebagai pembanding (kontrol) di Desa Kutagugung Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.Petak penelitian dibuat sesuai metode ICRAF(Ervayenridkk., 1999). Ukuran petak sampel tanah adalah 20 m x 20 m dengan jarak antar petak 100 m. Sampel tanah di ambil dari kedalaman kedalaman 0-5 cm, 5-10cm dan 0-20 cm. Setiap petak terdapat limatitik

Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

Pengamatan Contoh Tanah dan Akar

Ekstrasi Spora

Variabel Pengamatan Analisis Tanah

(19)

sampel tanah secara diagonal. Sampel tanah setiap titik dalam 1 petak dikompositkan sehingga homogen mewakili 1 petak. Selanjutnya diambil hanya 500 g tanah yang komposit, sehingga total sampel tanah yang diambil untuk setiap petak pengamatan sebanyak 2500 gr.

Akar tanaman yang diambil yaitu akar tanaman rumput belulang (Eleusene indica) yang berada pada setiap petak contoh. Setiap jenis yang tumbuh pada petak contoh dicabut sebagai sampel yang mewakili tiap jenis tanaman tersebut. Akar yang diamati adalah akar yang memiliki diameter 0.5-1.0 cm.

20 m 20 m 20 m

20 m 100 m 20 m 100 m 20 m Gambar 2. Petak Pengambilan Sampel Tanah

Analisis Tanah

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa awal terhadap kondisi tanah, meliputi pH, C-Organik, P-tersedia,S dan KTK untuk mengetahui sifat tanah.

Pengamatan Contoh tanah dan Akar

1. Ekstr asi dan Identifikasi Spor a Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA)

Teknik yang digunakan dalam mengekstraksi spora fungi mikoriza arbuskula(FMA) adalah teknik tuang – saring dari Pacioni (1992) dan akan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett dkk. (1996). Prosedur kerja teknik tuang – saring ini, pertama adalah mencampurkan tanah sampel sebanyak 50 g dengan 200-300 ml air dan diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 μm, 250 μm, dan 53 μm secara berurutan dari atas ke

(20)

saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifugase.

Ekstraksi spora teknik tuang–saring ini kemudian diikuti dengan tekniksentrifugasi dari Brundrett dkk. (1996). Hasil saringan dalam tabung sentrifugasi ditambahkan dengan larutan glukosa 60% yang diletakkan pada bagian bawah dari larutan tanah dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifugasi ditutup rapat dan disentrifuse secara manual selama 3 menit serta didiamkan selama 1 hari. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 53 μm, dicuci dengan air mengalir

(air kran) untuk menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan di atas dituangkan ke dalam cawan petri dan kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan kepadatan spora danpembuatan praparat guna identifikasi spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang ada.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pewarna Melzer’s yang diletakan secara terpisah pada satu kaca preparat. Spora-spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlah diletakan dalam larutan Melzer’s dan jenis spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang ada di larutan ini sama. Selanjutnya spora-spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparatmenggunakan ujung pinset. Perubahan warna spora dalam larutan Melzer’s adalah salah satu indikator untuk menentukan tipe spora yang ada.

2. Kolonisasi FMA Pada Akar Tanaman Sampel

(21)

Akar sampel dimasukan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama

lebih kurang 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur infeksi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Larutan KOH kemudian dibuang dan akar contoh dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. Selanjutnya akar contoh direndam dalam larutan HCl 2% dan diinapkan selama satu malam.Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahanlahan. Selanjutnya akar sampel direndam dalam larutan Trypan Blue 0,05%. Kemudian larutan Trypan Blue dibuang. Selanjutnya kegiatan pengamatan siapdilakukan.

Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda panjangakar terkolonisasi (Giovannetti dan Mosse, 1980). Secara acak diambil potong-potonganakar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potonganakar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat duapreparat akar. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiapbidang pandang.Bidang pandang yang menunjukan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negative (-). Derajat atau persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% kolonisasi akar =∑bidangpandangbertanda (+ )

∑bidangpandangKeseluruhan X 100%

Pemer angkapan (Trapping Culture)

(22)

Dari setiap contoh tanah dibuat 5 pot kultur. Di samping itu diberikan penambahan terabuster guna merangsang pembentukan spora yang lebih baik. Perlakuan terabuster diberikan dengan konsentrasi 1:250 sebanyak 20 ml tiap pot. Frekuensi pemberian terabuster adalah 3x1 minggu selama satu bulan pertama dan1x1 minggu selama 1 bulan kedua. Penambahan terabuster ini diharapkan berpengaruh terhadap sporulasi cendawan mikoriza.

Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara manual. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagidan sore selama 8 minggu. Ketika umur jagung mencapai 8 minggu, selama 2 minggu agar tanaman berada dalam keadaan stress kekeringan. Proses pengeringan ini berlangsung secara perlahan sehingga dapat merangsang pembentukan spora lebih banyak. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/l. Pemberian larutanhara dilakuan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur. Pengendalian hama secara manual dilakukan dengan cara membuat tatakan.

Pemanenan dilakukan setelah pembentukan spora-spora baru diasumsikan cukup baik setelah dilakukan proses stressing pada kultur. Variabel yang diamati adalah jumlah spora per 50 g media tanam dan jenis spora. Selanjutnya spora-sporayang diperoleh dari kultur ini akan diidentifikasi jenisnya.

Var iabel Pengamatan

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah Bekas Er upsi Gunung Sinabung

Sifat kimia tanah dapat mempengaruhi keberadaan mikoriza di dalam tanah. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel1. Data Hasil Analisi Sifat Kimia Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung

Analisis Kimia

Sampel Tanah (Terkena Debu Vulkanik)

Sampel Tanah (Kontrol) 0-5 Cm Kriteria 5-20 Cm Kriteria 0-20 Kriteria

pH (H2O) 4,54 Masam 4,43

Sangat

Masam 5,14 Masam

C-Organik

(%) 0,91

Sangat

Rendah 3,01 Tinggi 7,19

Sangat Tinggi P-Tersedia

(Ppm) 19,23 Sedang 27,80 Tinggi 0,61

Sangat Rendah KTK

(Me/100) 13,14 Rendah 24,88 Sedang 3,65

Sangat Rendah S

(ppm) 480.44 Sedang 646,43 Sedang 89.39 Rendah

Sumber kriteria: staf pusat penelitian tanah (1983) dan BPP (1982) dalam Muklis (2007)

(24)

dengan nilai kejenuhan basanya sangat rendah. Hal ini diduga karena tanah Andisol telah mengalami pelapukan lanjut serta berada pada daerah curah hujan yang tinggi sehingga lapisan yang kaya bahan organik cepat tererosi.

Unsur hara S yang terendah terdapat pada tanah yang terkena debu vulkanik, sampel tanah yang terkena debu vulkanik dengan kedalaman 5-20 cm memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm dan sampel tanah yang tidak terkena debu vulkanik, hal ini dikarenakan curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut mengakibatkan terjadinya pencucian hara, sehingga unsure S yang banyak terkandung dalam debu vulkanik tercuci kelapisan dibawahnya yang mengakibatkan unsure S pada tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 5-20 cm lebih tinggi dibandingkan pada tanah yang terkena debu vulkanik pada kedalaman 0-5 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hairiah, dkk (2010) bahwa curah hujan yang tinggi mengakibatkan banyak hara yang hilang terbawa aliran air kelapisan bawah dan samping sehingga kemasaman tanah meningkat.

Penurunan pH tanah ini juga berdampak pada nilai KTK tanah dan P-tersedia dalam tanah. Pada penelitian ini pH tanah rendah dan KTK tanah yang rendah juga berbanding lurus nilainya.Hal ini karena pH tanah yang rendah konsentrasi hydrogen dalam tanah tinggi dan terikat kuat pada kation-kation masam sehingga yang terbentuk adalah asam kuat dan pertukaran kation yang terjadipun rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim dkk. (1986) bahwa seiring dengan peningkatan pH maka jumlah kation yang dapat dipertukarkan (KTK) dalam tanah akan meningkat karena kation-kation masam tadi dapat dipertukarkan. Kondisi sebaliknya diperoleh jika pH menurun maka kation-kation akan terjerap dalam tanah dan tidak dapat dipertukarkan sehingga KTK tanah jadi rendah juga.

(25)

baik pada pH tanah masam dan mampu menghasilkan asam-asam organik yang membebaskan P terfiksasi.

(26)

Keber adaan Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA)

Struktur fungi mikoriza arbuskula yang ditemui adalah hifa dan vesikula. Bentuk struktur hifa dan vesikula dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Hifa pada Fungi Mikoriza Arbuskula

Gambar 4. Vesikula pada Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) memiliki beberapa struktur untuk dapat bertahan hidup didalam akar tanaman dan didalam tanah. Struktur tersebut diantaranya arbuskula, hifa dan vesikula.Pada penelitian ini strukturyang ditemui adalah hifa dan vesikula, sedangkan struktur fungi mikoriza arbuskula (FMA) berupa arbuskula tidak ditemukan. Hasil ini sama dengan penelitian Sari (2008), bentuk kolonisasi yang paling

Hifa

(27)

banyak dijumpai pada pengamatan infeksi akar oleh endomikoriza berupa hifa internal dan pada beberapa contoh akar ditemukan struktur hifa dengan vesikula. Untuk struktur arbuskula sangat jarang ditemukan karena masa hidupnya yang pendek didalam sel korteks dan setelah beberapa hari struktur ini akan mengalami lisis, hal ini yang mungkin menyebabkan struktur arbuskula jarang ditemukan.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini bahwa persentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman rumput belulang (Eleusine indica) di lapangan yang tertinggi 48,9% dan yang terendah 42,8%. Perbedaan ini tidak menunjukan perbedaan pada kriteria atau golongan karena menurut Rajapakse dan Miller (1992) dalam Nusantara dkk. (2012) pada Lampiran 3, nilai persentase ini termasuk pada kriteria kelas 2 dan menurut Nusantara dkk. (2012) tergolong sedang.Persentase kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data persentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula pada akar tanaman

Sampel tanah Kedalaman (cm) Persentase kolonisasi (%) Kriteria

Terkena debu vulkanik 0-5 42,8 Kelas2(sedang)

Terkena debu vulkanik 5-20 45,3 Kelas2(sedang)

Tidak terkena debu vulkanik 0-20 48,9 Kelas2(sedang)

Sumber: Rajapakse dan Miller (1992) dalam Nusantara dkk. (2012) (Lampiran 3)

(28)

Persentase spora dari sampel tanah dari lapangan dan hasil trapping dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah kepadatan spora dari lapangan pada kedalaman 0-5 cm 9 spora, kedalaman 5-20 cm 12 spora,dan kedalaman 0-20 cm (kontrol) 17 spora per 50 gram tanah. Pada tanah hasil trapping pada kedalaman 0-5 cm 27 spora, kedalaman 5-20 cm 69 spora, dan kedalaman 0-20 cm (kontrol) 108 spora per 50 gram tanah. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah spora tanah trapping lebih banyak dari pada jumlah dari lapangan. Kepadatan spora yang bervariasi ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh zebua (2008) yang melakukan pemerangkapan fungi mikoriza arbuskula (FMA) berdasarkan ketinggian tempat di hutan pegunungan Sinabung Kabupaten Karo. Pada penelitian ini diperoleh variasi kepadatan spora yang sangat beragam dari hasil lapangan dengan hasil trapping.

Tabel 3. Kepadatan spora sampel tanah dari lapangan dan hasiltrapping

Sampel tanah Kedalaman (cm) Rata-rata kepadatan spora/50 gram tanah

lapangan trapping Terkena debu vulkanik 0-5 9 27 Terkena debu vulkanik 5-20 12 69 Tidak terkena debu vulkanik 0-20 17 108

(29)

darifungi mikoriza arbuskula (FMA) serta upaya mempertahankan keberadaannya di alam.

Identifikasi spora padafungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat dilakukan setelah pengambilan dokumentasi dibawah mikroskop. Jumlah tipe dari setiap genus spora yang ditemukan dari lapangan dan hasil trapping dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah tipe spora setiap genus dari lapangan dan hasil trapping

Sampel Tanah Kedalaman Lapangan Trapping

Glomus Acaulospora Glomus Acaulospora

Terkena debu vulkanik 0-5 cm - - - -

Terkena debu vulkanik 5-10 cm - - 4 -

Tidak terkena debu vulkanik

0-20 m 5 - 4 3

Berdasarkan data jumlah tipe spora setiap genus dari lapangan dan hasil trapping, genus Glomus memiliki jumlah tipe spora lebih banyak dibandingkan dengan genus Acaulospora. Sejalan dengan hasil penelitian mengenai keberadaan spora fungi mikoriza arbuskula (FMA), seperti yang dilaporkan oleh Ragupathy dan Mahadevan (1991) dalam Delvian (2006) yang mempelajari fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada hutan pantai juga menyimpulkan bahwa Glomus adalah jenis fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang paling dominan penyebarannya, yaitu 25 spesies dari 37 spesies yang di temukan adalah tipe Glomus.

(30)

Pada tanah yang terkena debu vulkanik kedalaman 5-10 cm dari lapangan ditemukan spora yang hancur dan pecah sama halnya dengan hasil yang didapat pada tanah yang terkena debu vulkanik kedalaman 0-5 cm, sedangkan pada hasil trapping di temukan 4 tipe spora yaitu jenis Glomus. Hal ini terjadi karena pada saat trapping diberikan perlakuan khusus seperti pemeliharaan kultur meliputi penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama.

Sedangkan pada tanah yang tidak terkena debu vulkanik kedalaman 0-20 cm dilapangan di dapat 5 tipe spora Glomus dan pada saat trapping didapat 4 tipe spora Glomus dan 3 tipe spora Acaulospora. Hal ini terjadi karena pada tanah yang tidak terkena debu vulkanik pada hasil analisi kimia tanah kandungan pH yang didapat 5,14 (masam) sehingga keberadaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat di temukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sasli (1999) yaitu Glomus berkembang dengan baik pada pH 5,5 sampai 6,5 dan Acaulospora pH 5,0.

(31)
[image:31.595.111.508.94.676.2]

Tabel 5. Tipe dan karakteristik spora pada tanah dari lapangan dan hasil trapping

No Tipe Spor a Per besar an Kar akter itik Lapangan Trapping 1

Acaulosporasp-1

40x Spora berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat tua, dinding spora tipis dengan permukaan bercorak kulit jeruk.

-

2

Acaulospora sp-2

40x Spora berbentuk bulat, ada ornamen seperti kulit jeruk, permukaan halus, menyerap larutan warnanya orange.

-

3

Acaulospora sp-3

40x Spora berbentuk bulat, warna coklat kekuningan, permukaan halus,ada perbedaan lapisan, ada ornamen seperti kulit jeruk

-

4

Glomus sp-1

40x Spora berbentuk bulat, berwarna orange, dinding spora tipis, permukaan halus.

-

5

Glomus sp-2

(32)

6

Glomus sp-3

40x Spora berbentuk bulat, permukaan halus, dinding spora tebal warnanya coklat.

-

7

Glomus sp-4

40x Spora berbentuk bulat, ukuran lebih

besar,warnanya coklat orange, dinding spora halus.

-

8

Glomus sp-5

40x Spora berbentuk bulat lonjong, warna coklat kekuningan, dinding spora tebal dengan permukaan berbintik

-

9

Glomus sp-6

40x Spora berbentuk bulat, warna kuning, dinding spora tebal, ada tangkai hifa (subtending hyphae)

-

10

Glomus sp-7

40x Spora berbentuk bulat, permukaan halus, dinding spora tebal,tidak menyerap larutan.

-

11

Glomus sp-8

40x Spora berbentuk bulat, berbwarna orange, dinding spora tebal, dengan permukaan halus

-

12

Glomus sp-9

(33)

13

Glomus sp-10

40x Spora berbentuk bulat, warnanya kuning,

permukaan halus, dinding spora tebal. Ada tangkai hifa (subtending hyphae),

-

14

Glomus sp-11

40x Spora berbentuk bulat lonjong, warna merah bata, dinding spora tipis, dengan permukaan berbintik.

-

15

Glomus sp-12

40x Spora berbentuk bulat, tidak menyerap larutan, permukaan halus warna coklat.

-

16

Glomus sp-13

40x Spora berbentuk bulat, warna coklat, dinding spora tipis dengan permukaan halus

-

(34)

tapi sebaliknya pada kelembaban tinggi akan menghambat perkembangan spora dan juga meningkatkan perkembangan akar lateral dan setelah kolonisasi akan membantu laju pemanjangan akar dan jumlah mikoriza meningkat dengan cepat sehingga menghasilkan spora-spora yang baru.

Menurut Brundet dkk. (1996) dalam Nurhalimah dkk. (2014) proses perkembangan spora Acaulospora berawal dari ujung hifa (subtending hyphae) yang membesar seperti spora yang disebut hyphal terminus. Di antara hyphal terminus dan subtending hypae akan muncul bulatan kecil yang semakin lama semakin membesar dan terbentuk spora. Dalam perkembangannya, hifa terminus akan rusak dan isi nya akan masuk ke spora. Rusaknya hifa terminus akan meninggalkan bekas lubang kecil yang disebut Cicatric. Dalam penelitian Nurhalimah dkk, (2014), spora Acaulospora yang ditemukan di dua lokasi yaitu Kecamatan Larangan dan Pelenggaan memiliki karakteristik yang sama yaitu bentuk bulat lonjong dan memiliki dinding spora relative tebal tidak beraturan, sedangkan warna spora coklat tua dan kuning kecoklatan.

(35)

Menurut Nusantara dkk, (2012) morfologi spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan karakter biologi yang mudah diamati dengan bantuan mikroskop. Spora dapat dipisahkan dari tanah dan kemudian dikelompokan karakter morfologinya, misalnya ukuran, warna, jumlah dan tebal dinding spora, ada tidaknya struktur khas, hiasan dnding spora (ornamen) dan lain sebagainya. Berdasarkan identifikasi tersebut kemudian fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat ditentukan genus dan spesiesnya. Mutu mikroskop dan pengalaman peneliti dapat mempengaruhi terhadap hasil identifikasi morfologi spora.

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian status dan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo memiliki 2 genus spora yaitu, Acalauspora 3 tipe spora dan Glomus 13 tipe spora, jumlah tipe spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) per 50 gram tanah hasil di lapangan dan trapping pada kedalaman 0-20 cm 12 tipe spora, kedalaman 5-20 cm 4 tipe spora dan pada kedalaman 0-5 tidak di temukan tipe spora. Persentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) termasuk dalam kriteria kelas 2 atau katagori sedang.

Sar an

(37)

TINJ AUAN PUSTAKA

Dampak Letusan Gunung Mer api

Letusan gunung merapi secara lansung mempengaruhi seluruh kelompok organisme tanah dan mengalami penurunan. Pengaruh langsung ini akibat panas yang dikeluarkan oleh erupsi gunung merapi, sehingga organisme tanah banyak yang mengalami kematian. Perubahan suhu tanah juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Abidin (2004) menyatakan bahwa penurunan organisme tanah setelah erupsi gunung merapi baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan makanan untuk organisme kecil dan tersedianya makananbagi predator.

Letusan gunung merapi menyebabkan bahan makanan untuk organisme tanah menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh panas yang dikeluarkan akibat erupsi gunung merapi dan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun (Muklis, 2011)

Letusan gunung merapi mempengaruhi tekstur tanah. Komponen tekstur tanah (pasir, debu, dan liat) memiliki ambang batas suhu tinggi dan biasanya tidak dipengaruhi oleh erupsi gunung merapi kecuali mengalami pengaruh suhu tinggi dipermukaan meneral tanah (horizon A). Fraksi tekstur tanah yang paling sensitif adalah tanah liat, yang mulai berubah pada suhu tanah sekitar 400°C ketika hidrasi tanah liat dan struktur kisi tanah liat mulai runtuh. Pada suhu 700°C – 800°C kehancuran total struktur tanah liat dapat terjadi (Suriadikarta dkk, 2011).

Sifat Kimia Tanah

(38)

dipengaruhi oleh pH tanah. Setiap kelompok jenis tanaman membutuhkan pH tertentu untuk pertumbuhan dan produksinya yang maksimum. pH tanah (reaksi tanah) adalah suatu hal yang penting untuk mempelajari tanah, sebab salah satu fisiologi yang khas dari larutan tanah adalah reaksinya. Dan bagi organisme tanah dalam menanggapi lingkungan kimianya begitu nyata (Yuliprianto, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah antara lain dekomposisi bahan organik, pengendapan, kedalaman tanah, penggenangan. Bahan organik tanah yang diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bentuk-bentuk asam organik, karbon dioksida, dan air, senyawa pembentukan asam karbonat. Selanjutnya asam karbonat ini akan bereaksi dengan unsur hara Mg dan Ca yang ada dalam tanah, untuk membentuk bikarbonat yang lebih mudah larut dalam tanah yang bisa tercuci keluar yang akhirnya akan meninggalkan tanah yang lebih masam. Curah hujan yang tinggi akan mencuci kation-kation basa yang ada di tapak jerapan tanah yang kemudian akan digantikan oleh kation- kation masam seperti Al, H dan Mn. Oleh karena itu tanah yang terbentuk biasanya lebih masam dibandingkan dengan tanah-tanah pada lahan kering. Pengaruh keseluruhan dari penggenangan adalah pH tanah (winarso, 2005).

Keasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat antara pH dan semua pembentukan tanah serta sifat-sifat tanah. Sejumlah organisme memiliki toleransi yang agak kecil terhadap variasi pH, tetapi beberapa organisme lain toleran terhadap kisaran pH yang besar (Hardjowigono, 2007)

Pengaruh pH tempat tumbuh terhadap sifat mikroba sangat bervariasi. Beberapa tidak berbeda, seperti halnya sejumlah besar jamur. Umumnya jamur toleran terhadap kemasaman (pH 4,0 – 6,5) sedangkan untuk bakteri lebih menyukai kondisi netral (pH 6,0 – 7,5). Sebagian bersifat neutrofil (Azotobacter, Nitrobacter) yang lain bersifat acidicil m (Thiobacillus thiooxidans) (Hanafiah dkk, 2009).

(39)

melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi – Al terikat kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidrokso-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al (OH)3.

Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beririnagn dengan perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat (Hakim dkk, 1986).

Selain faktor kimia tanah, faktor lingkungan yang lain seperti curah hujan dan temperatur juga dapat mempengaruhi unsur hara S yang terkandung dalam debu vulkanik, sehingga unsur hara Stercuci kelapisan bawah tanah ini di sebabkan karena curah hujan yang tinggi unsur hara pada tanah terbawa aliran air kelapisan bawah dan samping sehingga kemasaman tanah meningkat (Hairah dkk, 2010).

Letusan gunung merapi mempengaruhi biologi organisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung menyebabkan perubahan dalam jangka panjang. Pada efek langsung setiap organisme tertentu terpapar langsung pada larva yang dikeluarkan oleh gunung merapi, uap panas yang dikeluarkan terjebak dilingkungan tanah dan lainnya dimana cukup banyak ditransfer langsung ke lingkungan organisme dan menaikan suhu yang cukup untuk membunuh atau merusak organisme. Efek tidak langsung biasanya menyebabkan menyebabkan perubahan jangka pendek dalam lingkungan yang mempengaruhikehidupan dari biologis (biota tanah). Efek tidak langsung ini dapat melibatkan persaingan untuk habitat, perediaan makanan dan perubahan yang lebih halus lain yang mempengaruhi pembentukan kembali suksesi tanaman dan hewan (Verma dan Jayakumar, 2012).

Mengenal Mikor iza

(40)

Hartig pada tahun 1840, yang berasal daribahasa Latin “Myhes” yang berarti cendawan dan “Rhiza” yang berarti akar. Mikoriza dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu; Ektomikorhiza, Endomikoriza, dan Ektendomikoriza. Penggolongan

tersebutberdasarkan struktur tubuh buah dan cara infeksi terhadap tanama (Hardiatmi, 2008).

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu jasad renik tanah darikelompok jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Jamur ini mempunyaisejumlah pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman yang bersimbiosis dengannya. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena status hara tanaman tersebut dapat ditingkatkan dan diperbaiki. Kemampuannya yang tinggi dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama P (Hapsoh, 2008).

Di dalam tanah mikoriza dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH,suhu, Fe, Al, dan mikro organisme tanah. Glomus berkembang dengan baik pada pH 5,5 sampai 6,5 dan Acaulospora pada pH 5,0 (Sasli, 1999).Glomus memiliki hifa yang relatif lurus, menjulur sepanjang kortek akarsering kali membentuk percabangan tipe H yang memungkinkan hifa tumbuh kedua arah yang berbeda. Acaulospora, hifa pada titik masuk (entry point) memiliki karakteristik bercabang-cabang. Hifa pada kortek terluar biasanya memiliki percabangan yang lebih tidak teratur, lebih ikal, atau keriting dibandingkan dengan hifa Glomus (Nusantara, 2012).

(41)

Per anan Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA)

Status kesuburan lahan erat berkaitan dengan kondisi mikrobia tanah yangberlimpah, memiliki fungsi simbiosis dengan perakaran tanaman, sertaditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman yang baik (Corryanti, 2011).

Proses infeksi dimulai dari pembentukan appresorium yaitu struktur yangberupa penebalan masa hifa yang kemudian menyempit seperti tanduk.Appresorium membantu hifa menembus ruang sel epidermis melalui permukaanakar, atau rambut-rambut akar dengan cara mekanis dan enzimatis. Hifa yangtelah masuk ke lapisan korteks kemudian menyebar di dalam dan diantara sel-selkorteks, hifa ini akan membentuk benang-benang bercabang yang mengelompokdisebut arbuskula yang berfungsi sebagai jembatan transfer unsur hara, antaracendawan dengan tanaman inang. Arbuskula merupakan hifa bercabang halusyang dapat meningkatkan luas permukaan akar, dua hingga tiga kali. Pada sistemperakaran yang terinfeksi akan muncul hifa yang terletak diluar, yang menyebardisekitar daerah perakaran dan berfungsi sebagai alat pengabsorbsi unsur hara.Hifa yang terletak diluar ini dapat membantu memperluas daerah penyerapan haraoleh akar tanaman (Hardiatmi, 2008).

Sejumlah percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah. Mikoriza juga bisa memberikan kekebalan bagi tumbuhan inang. Mikoriza ini menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulitditembus penyakit (patogen), sebab jamur ini mampu membuat bahan antibotik untuk melawan penyakit. Cendawan mikoriza bisa membentuk hormon seperti auxin, citokinin, dan giberalin yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman (Imas dkk., 1989 dalam Sari 2008).

(42)

beberapa jamur mikoriza untuk memproduksi antibiotik. Mikoriza juga dapat merangsang inang untuk membentuk senyawa-senyawa penghambat dan meningkatkan persaingan kebutuhan hidup di rizosfer (Burhanudin, 2012).

Str uktur Umum Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA)

Strukturfungi mikoriza arbuskula (FMA) meliputi hifa eksternal, hifa

internal, spora, arbuskula atau vesikula.Infeksi cendawan hanya pada korteks

primer sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan akar. Proses infeksi

dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa

eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui

rambut akar atau sel epidermis. Hifa dari fungi mikoriza arbuskula (FMA) tidak

bersekat, hifa ini terdapat diantara sel-sel korteks akar dan bercabang-cabang di

dalamnya, tetapi tidak sampai masuk kejaringan stele. Di dalam sel-sel yang

terinfeksi terbentuk gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang

dinamakan arbuskula (Supriatna, 2000).

(43)

Faktor Yang Mempengar uhi Keber adaan Fungi Mikor iza Ar buskula

Keberadaan sporafungi mikoriza arbuskula (FMA) dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti:

1. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap perkembangan spora, hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar.Selain itu, suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Suhu terbaik untuk perkembangan arbukula adalah 300 C, koloni mielia 28-340

C, dan perkembangan vesikula pada suhu 350 C (Schenk dan Schroder, 1974 dalam siregar, 2014).

2. Cahaya

Radiasi rendah, hari pendek dan fotosintesis yang rendah, mengurangi penyebaran akar yang bermikoriza (Gianinazzi – Pearson dan Gianinazzi, 1983). Beberapa laporan mengungkapkan kolonisasi berkurang pada cahaya rendahdalam hubungannya dengan suplai karbohidrat (Smith dan Read, 1997).

3. Ketersediaan Hara

Ada interaksi antara N dan P dalam pertumbuhan tanaman danpengaruhnya terhadap kolonisasi, yakni P lebih tersedia pada tanaman cukup Ndibandingkan dengan tanaman yang kekurangan N (Smith dan Read, 1997). Ketersediaan Pmempengaruhi persentase kolonisasi. Fosfat yang sangat rendahmenghambat kolonisasi. Penambahan sedikit fosfat akan meningkatkan kolonisasi (Simanungkalit, 1997).

4. Pestisida

(44)

5. pH Tanah

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian, daya adaptasi masing-masingfungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pH tanah berbeda-beda.Hal ini karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan, dan peranfungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978 dalam siregar, 2014). pH optimum untuk perkecambahan spora berbeda-beda tergantungan pada adaptasi fungi mikoriza arbuskula FMA) terhadap lingkungan. Hasil penelitian Bertham (2003) dalam siregar (2014) menunjukan bahwa perkecambahan maksimum Glomus mosseae pada pH 6-9, sedangkan Gigaspora corallodea dan Gigaspora heteregoma dari jenis yang lebih avam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6.

6. Bahan Organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting selain air dan udara.Jumlah spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) berhubungan erat dengan kandungan bahan organic dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah ynag mengandung bahan organik 1-2% dan kandungan spora sangat rendah pada tanah berbahan organic kurang dari 0,5%. Residu akar mempengaruhi ekologi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Hal ini disebabkan serasa akar yang terkolonisasi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasa akar tersebut mengandung hifa, vesikula,

dan spora yang dapat mengkolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA (Whiffen, 2007 dalam siregar, 2014).

7. Kandungan air tanah

(45)

efektif dalam mengaggregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi mikoroza karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air.Glomus epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air diantara kapasita lapang dan kandungan air jenuh.

Hasil Penelitian pada Ber bagai Ekositem

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa Perkembangan fungi

mikoriza arbuskula (FMA) pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi rizosfer dan

spora cendawan. Kondisi rizosfer adalah kondisi di sekitar perakaran seperti suhu,

pH, dan eksudat akar.Sementara kondisi spora cendawan adalah dormansi dan

kematangan spora. Asosiasi yang dibentuk oleh cendawan ini, pada dasarnya tidak

menyebabkan penyakit pada akar, tetapi meningkatkan penyerapan un

sur

hara

bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi fungi mikoriza arbuskula (FMA) sangat

membantu pertumbuhan tanaman, terutama pada tanah miskin hara

(Delvian, 2005).

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30°C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28°C-35°C (Suhardi, 1989; Setiadi , 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heronimus F. Zebua (2008)

(46)

di hutan pegunungan Gunung Sinabung Kabupaten Karo bahwa kepadatan

rata-rata spora tertinggi hasil observasi di lapangan ditemukan pada ketinggian 1500

mdpl sebesar 177 spora/20 gram tanah. Jumlah rata-rata spora pada ketinggian

1700 mdpl terdapat sebanyak 160,6 spora/20 gram tanah, sedangkan kepadatan

rata-rata terendah terdapat pada ketinggian 1900 mdpl sebanyak 109,3 spora/20

gram tanah.

Penyebaran spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada ketiga ketinggian

ini ditemukan genus Glomus sp. sebanyak 9 jenis dan satu jenis genus

Acaulospora sp. Genus Acaulospora hanya ditemukan pada ketinggian 1500 mdpl

sedangkan genus Glomus ditemukan pada tiga tingkatan ketinggian tersebut.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Tanah Gunung Sinabung yang berada di dataran tinggi Karo Provinsi Sumatera Utara merupakan tanah andisol yang berasal dari volkano Sibayak dan Sinabung. Andisol merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari bahan volkanik. Bahan induk beragam mulai dari debu volkan, sinder, pumice/ batu apung, dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuk di daerah volkan. Andisol ditemukan pada semua topografi pada kisaran elevasi 0 hingga lebih dari 3000 m di atas permukaan laut, namun cenderung terdapat pada pegunungan dan berbukit pada lereng volkanik. Kadar C organik andisol berkisar antara 0 hingga 200 g/kg dan memiliki pH 5,2 (Mukhlis, 2007).

(47)
(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Abu vulkanik adalah material kimia yang dikeluarkan gunung merapi pada saat erupsi. Di dalam abu vulkanik terkandung beberapa senyawa kimia, diantaranya adalah mengandung sulfur atau belerang (S) aluminium (Al) dan besi (Fe). Material vulkanik yang berasal dari letusan gunung merapi berpotensi meningkatkan kesuburan lahan pertanian di kemudian hari. Menurut Hanafiah dkk. (2009) material ini merupakan bahan yang kaya akan unsur hara, sehingga dapat memperbaharui sumberdaya lahan. Meskipun demikian, timbunan material vulkanik dalam jumlah banyak juga dapat berdampak negatif dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman terutama terhadap tanah sebagai media tumbuhnya. Masalah yang ditimbulkan pada lahan yang baru terdampak material vulkanik untuk dijadikan sebagai media tanam adalah sifat fisik, kimia dan biologinya yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.

Abu vulkanik gunung merapi memiliki sifat yang khas yaitu apabila jatuh kepermukaan tanah menyebabkan material abu vulkanik tersebut cepat mengeras dan sulit ditembus oleh air baik dari atas atau bawah permukaan tanah sehingga menyebabkan bulk density tanah tinggi. Sedangkan ruang pori total aerasi tanah dan air tersedia pada lapisan tanah relatif baik karena banyak mengandung air yang cukup tinggi. Sifat fisik tanah diantaranya adalah struktur, tekstur, bulk density, warna, kadar air, dan laju infiltrasi (Winarso, 2005).

(49)

Dampak sifat biologi akibat letusan gunung merapi adalah respirasi mikroorganisme tanah yang dapat menggambarkan metabolic aktifitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu contoh nya yaitu mikoriza. Mikoriza juga bermanfaat untuk memperbaiki unsur hara dan tanah yang bermasalah, memberi manfaat pada pertumbuhan dan hasil tanaman dengan cara meningkakan kemampuan tanaman untuk mendapatkan penyerapan air dan hara, transfer hara, membantu pertumbuhan awal bibit, dan mengifesiensi pemupukan. Penyerapan unsur hara pada tanaman yang ada dalam tanah yaitu dengan meningkatnya penyerapan unsur hara P dan juga meningkatkan unsur hara lainnya seperti N, Ca, Cu, Mn, K, dan Mg. Oleh karena itu mikoriza berperan penting dalam meningkatkan produktifitas lahan bermasalah (Prihastuti,2007)

Hubungan dalam penjelasan tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui status dan keanekaragamanfungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.

Tujuan Penelitian

Penelitianini bertujuan untuk mengetahui statusdan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung.

Manfaat Penelitian

(50)

ABSTRACT

YUDHA PRANATA:

Status and Diversity Arbuscular Mycorrhizal Fungi

(AMF) on Land Used eruption of Mount Sinabung in Karo, Suvervised by

DENI

ELFIATI

and

DELVIAN.

Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) are kosmopolitan is almost found in a

vaeiety of ecosystems, the eruption of volcanoes affect the chemical, physical, and

biological soil his special Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF). This research

aims to study the diversity of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on the former

land of the eruption of Mount Sinabung. Soil and root samples were taken from

two different locations affected by volcanic ash in the village of the District

Sukanalu Barusjahe while not affected by volcanic ash in the village Kutagugung

Namanteran District of Karo. Parameters observed that the degree of infection of

the roots, the density of spores and spore identification. Identification of

mycorrhizal implemented in Soil Biology Laboratory, Faculty of Agriculture,

University of North Sumatra started in May and August 2015. Morphological

characteristics used to identify the type of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF)

is a form of cell wall thickness, the presence or absence substanding hyphae,

surface smoothness and Melzer's reaction to the spores. The results showed that

an increase in the average density of the spores of field observations and

trapping, to the average percentage of colonization Arbuscular Mycorrhizal

Fungi (AMF) on plant roots by 44.8% Including grade 2 or medium category.

Found 2 genus, the genus Acalauspora and Genus Glomus. From the field found

as many as 5 spore type and result of tapping as many as 16 types of spores.

(51)

ABSTRAK

YUDHA PRANATA:

Status dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula

(FMA) pada Tanah Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,

dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) bersifat kosmopolitan yaitu hampir

ditemukan pada berbagai ekosistem. Letusan gunung merapi mempengaruhi sifat

kimia, fisika, dan biologi tanah khusus nya fungi mikoriza arbuskula (FMA).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman fungi mikoriza

arbuskula (FMA) pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung. Sampel tanah dan

akar diambil dari dua lokasi yang berbeda yang terkena debu vulkanik di Desa

Sukanalu Kecamatan Barusjahe sedangkan yang tidak terkena debu vulkanik di

Desa Kutagugung Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Parameter yang

diamati yaitu derajat infeksi akar, kepadatan spora dan identifikasi spora.

Identifikasi mikoriza dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara di mulai Pada bulan Mei sampai Agustus

2015. Karakteristik morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis fungi

mikoriza arbuskula (FMA) adalah bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya

substanding

hifa,kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap melzer’s. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata kepadatan spora dari

lapangan dan hasil

trapping

, untuk rata-rata persentase kolonisasi fungi mikoriza

arbuskula (FMA) pada akar tanaman sebesar 44,8% termasuk kelas 2 atau

kategori sedang. Ditemukan 2 genus, yaitu genus

Acalauspora

dan genus

Glomus

.

Dari lapangan ditemukan sebanyak 5 Tipe spor adan hasil tapping sebanyak 16

tipe spora.

(52)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA (FMA) PADA TANAH BEKAS ERUPSI

GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Oleh:

YUDHA PRANATA

111201024

BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(53)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA (FMA) PADA TANAH BEKAS ERUPSI

GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Oleh:

YUDHA PRANATA

111201024

BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(54)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi

: Status dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskuka (FMA)

Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten

Karo

Nama : Yudha Pranata

N I M : 111201024

Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Deni Elfiati, SP, MP Dr. Delvian, SP, MP

NIP : 19681214 200212 2 001

NIP : 19690723 200212 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

(55)

ABSTRACT

YUDHA PRANATA:

Status and Diversity Arbuscular Mycorrhizal Fungi

(AMF) on Land Used eruption of Mount Sinabung in Karo, Suvervised by

DENI

ELFIATI

and

DELVIAN.

Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) are kosmopolitan is almost found in a

vaeiety of ecosystems, the eruption of volcanoes affect the chemical, physical, and

biological soil his special Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF). This research

aims to study the diversity of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on the former

land of the eruption of Mount Sinabung. Soil and root samples were taken from

two different locations affected by volcanic ash in the village of the District

Sukanalu Barusjahe while not affected by volcanic ash in the village Kutagugung

Namanteran District of Karo. Parameters observed that the degree of infection of

the roots, the density of spores and spore identification. Identification of

mycorrhizal implemented in Soil Biology Laboratory, Faculty of Agriculture,

University of North Sumatra started in May and August 2015. Morphological

characteristics used to identify the type of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF)

is a form of cell wall thickness, the presence or absence substanding hyphae,

surface smoothness and Melzer's reaction to the spores. The results showed that

an increase in the average density of the spores of field observations and

trapping, to the average percentage of colonization Arbuscular Mycorrhizal

Fungi (AMF) on plant roots by 44.8% Including grade 2 or medium category.

Found 2 genus, the genus Acalauspora and Genus Glomus. From the field found

as many as 5 spore type and result of tapping as many as 16 types of spores.

(56)

ABSTRAK

YUDHA PRANATA:

Status dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula

(FMA) pada Tanah Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,

dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) bersifat kosmopolitan yaitu hampir

ditemukan pada berbagai ekosistem. Letusan gunung merapi mempengaruhi sifat

kimia, fisika, dan biologi tanah khusus nya fungi mikoriza arbuskula (FMA).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman fungi mikoriza

arbuskula (FMA) pada tanah bekas letusan Gunung Sinabung. Sampel tanah dan

akar diambil dari dua lokasi yang berbeda yang terkena debu vulkanik di Desa

Sukanalu Kecamatan Barusjahe sedangkan yang tidak terkena debu vulkanik di

Desa Kutagugung Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Parameter yang

diamati yaitu derajat infeksi akar, kepadatan spora dan identifikasi spora.

Identifikasi mikoriza dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara di mulai Pada bulan Mei sampai Agustus

2015. Karakteristik morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis fungi

mikoriza arbuskula (FMA) adalah bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya

substanding

hifa,kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap melzer’s. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata kepadatan spora dari

lapangan dan hasil

trapping

, untuk rata-rata persentase kolonisasi fungi mikoriza

arbuskula (FMA) pada akar tanaman sebesar 44,8% termasuk kelas 2 atau

kategori sedang. Ditemukan 2 genus, yaitu genus

Acalauspora

dan genus

Glomus

.

Dari lapangan ditemukan sebanyak 5 Tipe spor adan hasil tapping sebanyak 16

tipe spora.

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kandangan Kecamatan Pematang Bandar

Kabupaten Simalungun pada tanggal 19 Desember 1993 dari Ayah Legiman dan

Ibu Endang. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar dari SD 096750

Kandangan, Simalungun pada tahun 2005, pendidikan tingkat Sekolah Menengah

Pertama dari SMP Negeri 1 Pematang Bandar, simalungun pada tahun 2008,

pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 2 bandar,

Simalungun pada tahun 2011 dan pada tahun 2011 penulis masuk ke Fakultas

Pertanian USU melalui jalur Penerimaan Siswa Berprestasi (PMP). Penulis

memilih program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian dan pada semester VII

memilih minat Budidaya Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi

seperti Himpunan Mahasiswa sylva (HIMAS), Sadar Hidup Ini Vital Adanya

(SAHIVA),

Badan Kemakmuran Musholla Baytul Asyjaar

(BKM) USU dan

Kualisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI). Dalam menyelesaikan kegiatan

akademik, pada tahun 2013 penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem

Hutan (P

2

EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus Kabupaten

Karo. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Balai Taman Nasional

Komodo Nusa Tenggara Timur mulai tanggal 2 Februari – 5 Maret 2015. Pada

bulan Agustus – November penulis melaksanakan magang bakti rimbawan di

(58)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil

penelitian yang berjudul “Status dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskuka

(FMA) Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo”.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui Status dan

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskuka (FMA) Pada Tanah Bekas Erupsi

Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai sumber informasi mengenai status dan keanekaragaman jenis fungi

mikoriza arbuskula (FMA) pada tanah bekas erupsi Gunung Sinabung.

Selama pelaksanaan penelitian ini penulis telah banyak mendapat bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin

menyatakan trimaksasih kepada:

1.

Orang tua tercinta (Ayah Legiman dan Ibu Endang) yang telah

membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta selalu memberikan

dukungan melalui doa, motivasi dan dana untuk tetap semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2.

Ibu Dr. Deni Elfiati, SP, MP dan Bapak Dr. Delvian, SP, MP selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan saran

berharga dalam menyelesaikan skripsi ini .

3.

Pemimpin, staf Pengajar dan Tata Usaha Program Studi Kehutanan,

(59)

4.

Kepala dan asisten Laboraturium Biologi Tanah Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, atas segala bantuan fasilitas dan kerjasama

yang baik selama penelitian ini berlangsung.

5.

Kepala Stasiun Klimatologi Kelas 1 Sampali Medan atas kesediaan

memberikan data curah hujan kabupaten Barusjahe.

6.

Teman-teman tim sinabung dan teman satu angatankhusnyajurusan

BudidayaHutan 2011yang tetap memberi semangat, dukungan dan

motivasinya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini belum

sempurna dan masih banyak kekurangan dan kesalahan, Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar tulisan ini

lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

(60)

DAFTAR ISI

Halaman

ABTRACT...

i

ABSTRAK...

ii

RIWAYAT HIDUP...

iii

KATA PENGANTAR...

iv

DAFTAR ISI...

vi

DAFTAR TABEL...

viii

DAFTAR GAMBAR...

ix

DAFTAR LAMPIRAN...

x

PENDAHULUAN

Latar Belakang...

1

Tujuan Penelitian...

2

Manfaat Penelitian...

2

TINJ AUAN PUSTAKA

Dampak Letusan Gunung Merapi...

3

Sifat Kimia Tanah...

4

Mengenal Mikoriza...

6

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula...

7

Struktur Umum Fungi Mikoriza Arbuskula...

9

Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA...

10

Hasil Penelitian pada Berbagai Ekosistem...

12

Keadaan Umum Lokasi Penelitian...

13

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat...

15

Alat dan Bahan...

15

Prosedur Penelitian...

16

1.

Pengambilan Sampel Tanah dan akar...

17

2.

Analisis Tanah...

17

3.

Ekstrasi dan Identifikasi Spora FMA...

18

4.

Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel...

19

5.

Pemerangkapan (Trapping culture)...

20

6.

Variabel Pengamatan...

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung...

22

Keberadaan Fungi Mikoriza Arbuskula...

25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan...

35

(61)

DAFTAR PUSTAKA...

36

(62)

DAFTAR TABEL

Tabel

Judul

Halaman

1

Data hasil analisis sifat kimia tanah bekas erupsi Gunung

sinabung………...

22

2

Data persentase kolonisai fungi mikoriza arbuskula pada

akar tanaman………..

26

3

Kepadatan spora sampel tanah dari lapangan dan hasil

trapping………..

27

4

Jumlah tipe spora stiap genus dari lapangan dan hasil

trapping………..

28

5

Tipe dan karakteristik spora pada tanah dari lapangan dan

hasil trapping...

(63)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul

Halaman

1

Alur prosedur penelitian………

16

2

Petak pengambilan sampel tanah……….

17

3

Hifa pada fungi mikoriza arbuskula………...

25

(64)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Judul

Halaman

1

Data analis sifat kimia tanah………..

39

2

Data curah hujan...

40

3

Kategori persen kolonisasi FMA pada akar tanaman….

41

4

Kriteria penilaian sifat kimia tanah………

41

5

Dokumentasi di lapangan………...

42

6

Dokumentai di Laboraturium...

43

7

Dokumentai di rumah kaca...

44

Gambar

Tabel kategori persen kolonisas FMA pada akar tanaman
Gambar 1. Kondisi lapangan
Gambar 9. Ekstraksi tanah
Gambar 13. Hasil stressing
+7

Referensi

Dokumen terkait

RPL SORE 41122144 Sugeng Subakti Penentuan Karyawan terbaik melalui penerapan sistem pendukung keputusan dengan metode SAW.. Nana Suarna, M.Kom Andi Setiawan,

The proposed hybrid FIS-EKF model is exploited to develop a low-cost and low-processing power GPS/INS integrated navigation system for modern land vehicular navigation

The shooting geometry in question has been designed by taking into account a good amount of overlapping among images, as empirically deduced from above tests (Chapter 3.2) a

Dalam hal tersebut, Perusahaan mempertimbangkan, berdasarkan fakta dan situasi yang tersedia, termasuk namun tidak terbatas pada jangka waktu hubungan dengan pelanggan

1) Approximately 56% of the net proceeds - for the expansion of the Company’s business. Menurut ketentuan perjanjian obligasi, Perusahaan diharuskan untuk memenuhi

The building 3D model was created as a point cloud which was automatically generated based on digital images acquired with the low-cost UASs, using the image matching algorithm

Untuk pinjaman yang diberikan dan piutang yang dicatat pada biaya perolehan diamortisasi, Perusahaan terlebih dahulu menentukan apakah terdapat bukti obyektif

It terms of processing, multispectral acquisition are merged using an optimized script for each spectral domains so as to obtain multiband 2D/3D data continuum.. Figure 5: Views of