PEMODELAN SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN ALAM DI
PT SUKA JAYA MAKMUR KALIMANTAN BARAT
ADISTHI FEBRIANTY
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Pemodelan Simulasi Pengelolaan Hutan Alam di PT Suka Jaya Makmur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Adisthi Febrianty
ABSTRAK
ADISTHI FEBRIANTY. Pemodelan Simulasi Pengelolaan Hutan Alam di PT Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat. Dibimbing oleh BUDI KUNCAHYO.
Hasil hutan terdiri dari hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Saat ini, pemanfaatan sumber daya hutan di PT Suka Jaya Makmur hanya terfokus pada pemanfaatan kayu, padahal hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu hasil hutan yang berpotensial dalam meningkatkan pendapatan perusahaan maupun kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Tujuan penelitian ini adalah membuat model simulasi pengelolaan hasil hutan kayu dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu untuk memprediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat dengan berbagai skenario pengelolaan hasil hutan. Pemodelan simulasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pemodelan sistem. Pemodelan sistem menggunakan komponen yang kompleks dari dunia nyata kemudian disederhanakan, sehingga dapat dimodelkan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan hasil simulasi, skenario pemodelan terbaik yaitu skenario 3 karena menghasilkan pendapatan yang paling besar. Skenario 3 perusahaan mengelola hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu serta masyarakat sebagai pekerja. Pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan sampai akhir masa konsesi pada tahun 2054, jika mengelola hasil hutan kayu dan bukan kayu sebesar Rp
447 614 560 712 sedangkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 180 852 937 dengan pendapatan rata-rata/ KK sebesar Rp 10 114 117/tahun.
Kata kunci: hasil hutan bukan kayu, model simulasi, pendapatan
ABSTRACT
ADISTHI FEBRIANTY. Simulation Modeling of Natural Forest Management in PT Suka Jaya Makmur West Kalimantan. Supervised by BUDI KUNCAHYO.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
PEMODELAN SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN ALAM DI
PT SUKA JAYA MAKMUR KALIMANTAN BARAT
ADISTHI FEBRIANTY
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pemodelan Simulasi Pengelolaan Hutan Alam di PT Suka Jaya Makmur
Nama : Adisthi Febrianty NIM : E14100083
Disetujui oleh
Dr Ir Budi Kuncahyo, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen
PRAKATA
Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pemodelan Simulasi Pengelolaan Hutan Alam di PT Suka Jaya Makmur. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budi Kuncahyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama pembuatan Skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT Suka Jaya Makmur yang berkenan memberikan izin dan bantuannya kepada penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya. Selain itu, ungkapkan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Manajemen Hutan 47 yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Bogor, November 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Hasil Hutan Bukan Kayu 2
Model Simulasi 2
METODE 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan 4
Prosedur Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6
Presentasi Model Konseptual 7
Evaluasi Model 14
Penggunaan Model 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1 Jumlah pohon per ha pada awal pengukuran kelompok
Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae 8
2 Perbandingan struktur tegakan hasil proyeksi dengan
3 kondisi sebenarnya di lapangan 15
4 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan
skenario 1 17
5 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan
skenario 2 17
6 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan
skenario 3 18
DAFTAR GAMBAR
1 Konseptualisasi submodel alokasi lahan 7
2 Konseptualisasi submodel dinamika struktur tegakan 9 3 Konseptualisasi submodel dinamika tegakan total 9
4 Konseptualisasi submodel rotan 10
5 Konseptualisasi submodel getah karet 11
6 Konseptualisasi submodel tengkawang 12
7 Konseptualisasi submodel madu hutan 13
8 Konseptualisasi submodel pendapatan 14
9 Dinamika tegakan 50 cm jika ingrowth bernilai nol 16 10 Dinamika tegakan 50 cm jika upgrowth bernilai nol 16 11 Dinamika tegakan 50 cm jika mortality bernilai nol 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Konseptualisasi model 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Pada saat ini pemanfaatan sumber daya hutan masih terkesan tunggal karena hanya terfokus pada pemanfaatan kayu, sedangkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) terbuang percuma pada saat eksploitasi kayu (Wollenberg 1998).
Potensi HHBK yang ada di hutan sangat melimpah tetapi kondisi ini tidak dimanfaatkan dengan optimal. HHBK merupakan salah satu hasil hutan yang memiliki keunggulan komperatif karena bersinggungan langsung dengan masyarakat, sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat karena dapat meningkatkan pendapatannya. Pemanfaatan hasil hutan secara optimal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan perusahaan itu sendiri tanpa melupakan kelestarian ekologi dan sosialnya.
Pengelolaan hutan tidak hanya berkaitan dengan penebangan saja tetapi berkaitan dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, sehingga perlu disusun skenario yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut. Salah satunya dengan mengembangkan potensi HHBK yang ada di dalam hutan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pemodelan sistem untuk simulasi pengelolaan hutan di PT Suka Jaya Makmur dengan menggunakan beberapa skenario pengelolaan hutan yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Perumusan Masalah
Masyarakat desa di sekitar hutan PT Suka Jaya Makmur merupakan masyarakat yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Letak desa yang berbatasan langsung dengan hutan mendorong masyarakat desa sekitar hutan untuk memanfaatkan sumber daya hutan berupa HHBK dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pemanfaatan HHBK yang dilakukan oleh masyarakat desa sekitar hutan ini diharapkan memberikan dampak yang baik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan perusahaan secara optimal dengan berbagai skenario pengelolaan hutan yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan dalam pengelolaan hutan sehingga pengelolaan hutan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial agar pengelolaan hutan dilakukan dengan optimal.
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Bukan Kayu
Berdasarkan Peraturan Menteri No. P35/Menhut-II/2007 hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budi daya sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
HHBK dalam pemanfaatannya memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil hutan kayu yaitu tidak menimbulkan kerusakan besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu karena tidak dilakukan dengan menebang pohon melainkan dengan cara yang ramah lingkungan yaitu penyadapan, pemetikan, dan pemungutan. Teknologi yang digunakan sangat sederhana dan usaha pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat, sehingga HHBK memiliki prospek yang besar dalam pengembangannya (Dephut 2009).
Selama ini paradigma yang berkembang bahwa HHBK tidak memiliki prospek ekonomi yang besar dan munculnya jenis komoditi ini dalam perdagangan juga tidak konsisten. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kelangkaan sumber bahan baku, pola tata niaga komoditi yang sangat lemah dan kurangnya pembinaan dari pemerintah sehingga terlambat mengantisipasi perkembangan pengusahaan hutan karena hanya berorientasi pada kayu saja (Sofyan 2000).
Model Simulasi
Model merupakan penyederhanaan dari dunia nyata yang mampu menggambarkan struktur, interaksi elemen dan perilaku sesuai dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan (Purnomo 2012).
Soerianegara (1978) mengemukakan bahwa simulasi adalah eksperimentasi yang menggunakan model dari suatu sistem. Simulasi dalam analisis sistem meliputi tiga kegiatan sebagai berikut:
1. Membuat model yang menggambarkan keadaan sistem dan proses-proses yang terjadi di dalamnya.
3 3. Menggunakan model dan data untuk menjawab pertanyaan atau
memecahkan persoalan mengenai sistem sebenarnya yang diteliti.
Menurut Purnomo (2012) pemodelan sistem terdiri dari beberapa tahapan, sebagai berikut:
1. Identifikasi isu, tujuan dan batasan 2. Konseptual model
Pada tahap ini pemahaman terhadap sistem yang akan dimodelkan dituangkan dalam sebuah konsep untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang model yang akan dibuat. Tahap ini terdiri dari tiga langkah, sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi semua komponen yang terlibat dalam pemodelan. b. Pengelompokan komponen-komponen dalam beberapa kategori.
c. Mencari interelasinya antar komponen-komponen menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, sebab akibat, stok dan aliran,
case, kelas dan sekuens. 3. Spesifikasi model
Pada tahap ini dilakukan perumusan makna sebenarnya dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual. Jika pada model konseptual hubungan dua komponen digambarkan dengan anak panah, maka pada tahap spesifikasi model anak panah berupa persamaan numerik dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu yang dipakai dalam keseluruhan model juga harus ditetapkan.
4. Evaluasi model
Pada tahap ini dilakukan pengamatan kelogisan dengan dunia nyata. Tahapan evaluasi model adalah sebagai berikut:
a. Mengevaluasi kelogisan model.
b. Mengamati apakah perilaku model sesuai dengan harapan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model.
c. Membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat dari sistem atau dunia nyata. Uji sensitivitas bisa dilakukan untuk memahami seberapa sensitif peubah mempengaruhi keluaran dari model. Uji sensitivitas dilakukan dengan mengubah besaran peubah, kemudian diamati dampaknya pada keluaran model.
5. Penggunaan model
Pada tahap ini merumuskan skenario atau alternatif kebijakan yang lebih baik. Tahapan penggunaan model adalah sebagai berikut:
a. Membuat daftar dari semua skenario yang mungkin dapat dibuat dari model yang dikembangkan.
b. Menganalisis hasil eksekusi tiap skenario yang dapat dipakai untuk diterapkan sesuai dengan model yang dikembangkan.
4
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal kerja IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur Alas Kusuma Group Kalimantan Barat pada bulan Maret-April 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer untuk mengolah data yaitu Software Microsoft Office Excel 2010, Microsoft Word 2010, dan Stella 9.0.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa potensi HHBK yang terdapat di areal kerja perusahaan dan data sekunder kondisi biofisik hutan, data dinamika tegakan berdasarkan pengukuran pada petak ukur permanen (PUP) tahun 1996/1997, kegiatan pengusahaan hutan, data laporan tahunan perusahaan, rencana kerja tahunan (RKT), rencana kerja umum (RKU) tahun 2011, dan laporan monitoring pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH).
Prosedur Analisis Data
Menurut Purnomo (2012) pembuatan model sistem terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan Batasan model yang digunakan yaitu:
a. Sub model alokasi lahan
1) Lahan produksi adalah sumber lahan yang diperuntukan untuk keperluan produksi kayu.
2) Lahan ekologi adalah lahan yang diperuntukan untuk fungsi ekologi seperti kawasan pelestarian plasma nutfah, sempadan sungai, kawasan konservasi insitu, dan bufferzone.
3) Lahan sosial adalah sumber lahan yang diperuntukan untuk keperluan sosial kemasyarakatan seperti pemukiman penduduk dan pembangunan sarana dan prasarana.
b. Sub model dinamika struktur tegakan
1) Struktur tegakan adalah jumlah pohon per hektar pada setiap kelas diameter berdasarkan pengukuran berkala PUP.
5 0.324LBDS, dimana LBDS adalah luas bidang dasar tegakan (m²/ha).
3) Upgrowth (tambah-tumbuh) adalah tambahan jumlah per hektar pada fase pertumbuhan atau kelas diameter dari fase pertumbuhan yang lebih rendah selama periode waktu tertentu. Menurut Labetubun (2004) persamaan upgrowth Dipterocarpaceae b = -0.0184 – 0.000975LBDS + 0.00884D – 0.0002553D² + 0.00000266D², sedangkan Non Dipterocarpaceae b = -0.119 – 0.00054LBDS + 0.0186D – 0.000582D² + 0.000006D³, D adalah diameter pohon (cm).
4) Mortality adalah banyaknya individu per hektar yang mati pada setiap fase pertumbuhan atau kelas diameter selama periode waktu tertentu. Menurut Labetubun (2004) persamaan mortality
Dipterocarpaceae m = -0.06239 + 0.007659D – 0.0002158D² + 0.00000198D³ dan Non Dipterocarpaceae m = -0,04735 + 0.006734D – 0.000211D² + 0.00000222D², D adalah diameter pohon (cm).
c. Pemanfaatan HHBK
HHBK adalah hasil hutan selain kayu yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat seperti rotan, karet, tengkawang, karet, dan madu hutan.
d. Pendapatan
1) Pendapatan perusahaan adalah besarnya pendapatan yang diterima perusahaan setiap tahunnya yang diperoleh dari kegiatan pemanenan kayu.
2) Pengeluaran perusahaan adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan kayu dan kegiatan pengelolaan hutan lainnya dan bayaran pungutan-pungutan kehutanan seperti dana reboisai (DR), pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH), dan iuran hak pengusahaan hutan (IHPH).
3) Pendapatan masyarakat adalah besarnya pendapatan masyarakat yang diperoleh dari kegiatan pemungutan HHBK.
2. Konseptual Model
Model pengelolaan hutan ini disusun oleh beberapa submodel yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. Konseptualisasi Pemodelan yang akan dibuat terdiri dari beberapa submodel, sebagai berikut:
a. Submodel alokasi lahan
b. Submodel dinamika struktur tegakan c. Submodel dinamika tegakan total d. Submodel pendapatan
e. Submodel rotan
f. Submodel tengkawang g. Submodel karet
h. Submodel madu hutan 3. Spesifikasi Model
6
unit, identifikasi hubungan fungsional model, dan menjalankan simulasi model.
4. Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan menguji kelogisan model yang dibuat dan membandingkan model dengan sistem nyata dengan menggunakam uji sensitivitas. Perbandingan antara model dengan kondisi sebenarnya dilakukan dengan uji Khi-Kuadrat dengan rumus:
x2 hitung = ∑ (yriil-ymodel)2
Model yang telah dibuat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah teridentifikasi pada awal pembuatan model. Beberapa skenario yang akan dilakukan antara lain:
a. Skenario 1, perusahaan hanya mengelola hasil hutan kayu sedangkan HHBK dikelola masyarakat.
b. Skenario 2, perusahaan hanya mengelola HHBK sedangkan masyarakat sebagai pekerja.
c. Skenario 3, perusahaan mengelola kayu dan HHBK sedangkan masyarakat sebagai pekerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur dilihat secara geografis terletak
7
Presentasi Model Konseptual
Submodel Alokasi Lahan
Menurut Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan No. 106/Kpts-II/2000 tanggal 29 Desember 2000, luas areal konsesi PT SJM adalah ±171 340 ha yang terdiri dari luas Hutan Produksi Terbatas seluas 158 340 ha dan Hutan Produksi Tetap seluas 13 000 ha. Sumber alokasi lahan produksi tersebut di alokasikan ke dalam tiga fungsi lahan untuk kepentingan produksi, ekologi, dan sosial. Lahan produksi adalah lahan hutan yang diperuntukan untuk kegiatan produksi kayu seluas 152 192.4 ha. Lahan ekologi adalah lahan yang diperuntukan fungsi ekologi lahan seluas 8 395.49 ha. Lahan sosial adalah lahan yang diperuntukan untuk kebutuhan masyarakat desa hutan dengan luasan 2 085.88 ha. Berikut konseptualisasi submodel alokasi lahan pada Gambar 1.
Submodel Dinamika Struktur Tegakan
Submodel dinamika tegakan ini menggambarkan perubahan struktur tegakan kelompok Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae pada setiap kelas diameter sehingga dapat mengetahui jumlah pohon per hektar setiap tahunnya. Data potensi tegakan yang digunakan untuk menyusun submodel dinamika struktur tegakan yaitu data rekapitulasi pengukuran berkala petak ukur permanen pada areal bekas tebangan RKT tahun 1996/1997 petak 4, 5, dan 6 yang tidak mengalami perlakuan
Sumber Lahan
Lahan Ekologi Lahan Sosial Lahan Produksi Alokasi Ekologi
Alokasi Sosial
Alokasi Produksi
Realokasi Lahan Ekol ogi Realokasi Lahan Sosial Realokasi Lahan Prouksi Persen Produksi
Persen Sosial Persen Ekologi
pembagian sumber lahan
Alokasi Lahan
8
pemeliharaan. Jumlah pohon per ha pada awal pengukuran untuk kelompok Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah pohon per hektar pada awal pengukuran kelompok Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae
Kelas Diameter (cm)
Jumlah Pohon Per Hektar
Dipterocarpaceae Non Dipterocarpaceae
10 - 19 94 61
20 - 29 48 34
30 - 39 21 17
40 - 49 12 8
50Up 20 4
Submodel dinamika struktur tegakan ini dipengaruhi oleh beberapa parameter yang mempengaruhi dalam pembuatan submodel. Parameter yang diperhatikan dalam pembuatan submodel terdiri dari upgrowth, ingrowth, dan mortality.
9
Gambar 2 Submodel dinamika struktur tegakan
KD 1019 KD 2029 KD 3039 KD 4049 KD 50up
IngrowthD Upgrowth 1 Upgrowth 2 Upgrowth 3 Upgrowth 4 Up rate 15 Up rate 25 Up rate 35
Up rate 45 Tbg 4049
Mortality 1 Mortality 2 Mortality 3 Mortality 4 Mortality 5 Rotasi
Mort rate 15 Mort rate 25 Mort rate 35
Vol 4049
Mort rate 45
Vol 50Up
Mort rate 50up Pend v ol 4049 Pend Vol 50Up
Tbg 50Up Vol Tbg Dipt
KD1019 KD2029 KD3039 KD4049 KD50Up
IngrowthND Upgrowth1 Upgrowth2 Upgrowth3 Upgrowth4 Mortality 1 Mortality 2 Mortality 3 Mortality 4 Mortality 5
Mort rate15 Mort rate25 Mort rate35
Mort rate45 Mort rate50up
Tbg4049 Tbg50Up Up rate15 Up rate25 Up rate35
Up rate45
Efek Tbg 15 Efek Tbg 25 Efek Tbg 35
Efek Tbg 45 Efek Tbg 50Up
Efek Tbg 15 Efek Tbg 25 Efek Tbg 35 Efek Tbg 45 Efek Tbg 50Up KD 4049 KD 50up
KD 1019 KD 2029 KD 3039 KD 4049 KD 50up KD1019 KD2029
Jumlah pohon Dipt
KD3039 KD4049 KD50Up
Jumlah phn Non Dipt
LBDS 1019 LBDS 2029 LBDS 3039 LBDS 4049 LBDS 50Up LBDS1019 LBDS2029 LBDS3039 LBDS4049 LBDS50Up
LBDS Dipt
10
Submodel Rotan
Rotan adalah tumbuhan melilit pada pohon, berbentuk batang yang berbuku-buku, panjang bervariasi dengan diameter 0.5cm – 6cm. Rotan digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali temali, pengikat komponen rumah, alat-alat pertanian, dan perkakas rumah tangga (Djajapertjunda dan Djamhuri 2013). Rotan merupakan HHBK yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi dan termasuk sumber devisa bagi negara (Maryana 2007)
Kegiatan masyarakat memungut rotan biasanya dilakukan dua minggu sekali. Besarnya produksi rotan yang dipanen rata-rata/orang sebesar 10 kg. Harga jual rotan dibagi menjadi dua yaitu rotan basah seharga Rp 1000/kg dan rotan kering seharga Rp 3000/kg. Besarnya penerimaan masyarakat dari kegiatan pemanenan rotan dipengaruhi oleh harga rotan, volume panen/tahun dan frekuensi panen rotan. Panen rata-rata ini dipengaruhi oleh jumlah rotan siap panen yang besarnya merupakan perkalian jumlah rotan/hektar dengan luas tempat tumbuhnya. Berikut konseptualisasi submodel rotan pada Gambar 4.
Submodel Getah Karet
Getah karet merupakan HHBK yang berasal dari pohon karet yang ditanam oleh perusahaan untuk merehabilitasi lahan bekas ladang masyarakat melalui penanaman kembali untuk mengembalikan produktivitas lahan. Getah karet baru bisa disadap saat berusia delapan tahun dengan produksi getah satu pohon sebesar 36 kg/tahun. Harga getah saat ini sebesar Rp 9000/kg dan biaya upah sadap sebesar Rp 750 000/ha/bln. Karet mempunyai manfaat yang banyak bagi manusia. Karet dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sepatu karet, sabuk penggerak mesin, pembuatan ban kendaraan. Selain itu dapat juga digunakan dalam
Pendapatan rotan masy
Upah pemungut rotan Frek panen rotan
Biay a panen rotan
Rotan siap panen rotan per ha
pemungut rotan
11 pembuatan alat-alat rumah tangga seperti sandal, lem perekat barang, kursi dan selanng air (Boerhendhy dan Kuswanhadi 2006). Berikut konseptualisasi submodel getah karet pada Gambar 5.
Submodel Tengkawang
Biji tengkawang merupakan hasil hutan yang berasal dari pohon tengkawang (Shorea spp.) yang tergolong suku Dipterocarpaceae dan tumbuh secara alami di areal hutan PT Suka Jaya Makmur. Biji tengkawang merupakan salah satu HHBK yang penting sebagai bahan baku lemak nabati dan digunakan sebagai bahan pengganti minyak coklat, bahan lipstik, minyak makan dan bahan obat-obatan (Wahyudi et al. 2010).
Pohon tengkawang berbunga sekitar bulan September-Oktober dan buahnya akan masak 4-5 bulan kemudian. Secara periodik panen raya biji tegkawang terjadi sekitar empat tahun sekali dengan produksi buah rata-rata 40 kg/pohon. Besarnya penerimaan masyarakat dari kegiatan pemanenan tengkawang dipengaruhi oleh harga tengkawang, volume panen/tahun dan frekuensi panen rotan. Harga tengkawang sebesar Rp 2000/kg. Berikut konseptualisasi submodel tengkawang pada Gambar 6.
biay a panen per ha per thn
biay a pemeliharaan
12
Gambar 6 Submodel tengkawang
Submodel Madu Hutan
Saat ini salah satu HHBK yang dimanfaatkan masyarakat untuk menambah penghasilan mereka adalah memanen madu hutan. Memanen madu hutan umumnya bersifat musiman karena hanya dilakukan tiga kali panen dalam setahun dan keberadaan jenis pohon yang dihinggapi mempengaruhi keberadaan lebah madu dan produksi madu. Panen madu hutan rata-rata dalam sekali musim panen yaitu sebesar 22.5 kg dan panen madu yang dihasilkan dijual seharga Rp 100 000/botol. Berikut konseptualisasi submodel madu hutan pada Gambar 7.
Lahan Ekologi Lahan Sosial
Siklus panen
Harga TKW Produksi buah rata2
Penerimaan TKW Volume panen
Siklus panen Lahan tumbuh
Pendapatan TKW Pengeluaran TKW
Biay a sekali panen
Persen pemungut Upah pungut per ha
Pendapatan TKW masy phn tengkawang
phn per ha
siap panen
13
Submodel Pendapatan
Perusahaan mendapatkan penerimaan setiap tahunnya dari kayu yang dikeluarkan selama proses produksi. Penerimaan tersebut berasal dari volume kayu yang dipanen dikalikan dengan harga kayu per meter kubiknya. Pengeluaran perusahaan terdiri dari biaya pemanenan per m² kayu yang dipanen, biaya operasional tahunan perusahaan dan biaya untuk membayar pajak dan pungutan kehutanan. Besarnya biaya pemanenan dipengaruhi oleh biaya pemanenan kayu/m³ dan volume kayu yang ditebang. Besarnya biaya PSDH dan DR merupakan perkalian antara besarnya tarif masing-masing pungutan dengan volume kayu yang ditebang. Besarnya IHH dipengaruhi oleh tarif dengan luas konsesi. Berikut konseptualisasi submodel pendapatan pada Gambar 8.
Persen Pengumpul Madu Pendapatan Madu
Pendapatan madu masy
siklus panen madu Panen madu rata2
Harga madu
Penerimaan madu
Pengeluaran madu
Biay a panen madu Upah tiap panen
Lahan tumbuh
Volume panen madu kk madu
MADU HUTAN
14
Evaluasi Model
Evaluasi model bertujuan menguji kelogisan model yang di buat dengan membandingkan data aktual. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil proyeksi dinamika struktur tegakan berdasarkan kegiatan simulasi dengan data tegakan sebenarnya yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan. Struktur tegakan hasil simulasi submodel dinamika struktur tegakan dan hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Pendapatan karet
Sumber Lahan Pendapatan rotan
Pendapatan TKW
Pendapatan HHBK
Pendapatan Madu Pendapatan karet masy
Pendapatan madu masy Pendapatan rotan masy
Pendapatan TKW masy
Pendapatan total masy
Biay a peralatan
Biay a peny iapan log
Biay a muat bongkar Biay a penebangan
Prod tbg ND
Biay a peny aradan
Biay a pengangkutan
Biay a pemanenan per m3
Prod tbg Dipt
15 Tabel 2 Perbandingan struktur tegakan hasil proyeksi dengan kondisi sebenarnya
di lapangan.
Struktur Kelompok
Blok Tebangan
Jumlah Pohon Per Hektar
Tegakan Tegakan
Kriteria Terima Hₒ Terima Hₒ Terima Hₒ Terima Hₒ Terima Hₒ
x²tabel = 13.27% (taraf nyata 1%)
Berdasarkan uji hipotesis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa hasil proyeksi dinamika struktur tegakan berdasarkan kegiatan simulasi sama dengan data tegakan sebenarnya yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan, sehingga model simulasi dapat digunakan untuk menduga dinamika struktur tegakan di areal pengusahaan hutan PT Suka Jaya Makmur dimasa yang akan datang.
Selain itu juga dilakukan evaluasi sensitivitas model terhadap perubahan nilai dari parameter-parameter penting antara variabel dan model. Submodel yang akan dievaluasi dalam hal ini adalah submodel dinamika struktur tegakan. Evaluasi sensitivitas model yang akan dilakukan dengan merubah parameter ingrowth, upgrowth, dan mortality. Perubahan parameter ingrowth jika ingrowth = 0 maka akan terjadi penurunan potensi tegakan pada masa yang akan datang karena terhentinya input awal dari semai menjadi pancang dan seterusnya sampai menjadi pohon masak tebang (Gambar 9). Perubahan upgrowth jika upgrowth = 0 maka menyebabkan penurunan potensi tegakan pada masa yang akan datang karena tidak ada kenaikan individu ke tingkat yang lebih tinggi (Gambar 10). Perubahan
16
Gambar 9 Dinamika tegakan 50 cm jika ingrowth bernilai nol
Gambar 10 Dinamika tegakan 50 cm jika upgrowth bernilai nol
Gambar 11 Dinamika tegakan 50 cm jika mortality bernilai nol
23:22 09 Sep 2014 Page 1
1999.00 2012.75 2026.50 2040.25 2054.00 Tahun
1999.00 2012.75 2026.50 2040.25 2054.00
Tahun
1999.00 2012.75 2026.50 2040.25 2054.00
17
Penggunaan Model
Skenario 1
Pada skenario ini diasumsikan bahwa sumber pendapatan perusahaan berasal dari pengelolaan kayu yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan masyarakat berasal dari HHBK yang dikelola oleh masyarakat. Pendapatan perusahaan selama izin konsesi mencapai Rp 271 903 660 283 sedangkan pendapatan masyarakat apabila mengelola HHBK mengalami peningkatan sehingga pendapatannya mencapai Rp 519 588 750.
Tabel 3 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan skenario 1 Tahun Pendapatan Perusahaan (Rp) Pendapatan Masyarakat (Rp)
2000 182 040 956 010 33 588 750
Pada skenario ini diasumsikan bahwa perusahaan tidak memproduksi kayu maka hanya HHBK yang dikelola, sedangkan masyarakat hanya sebagai pekerja. Pendapatan perusahaan dari HHBK sebesar Rp 175 710 900 429dan pendapatan masyarakat yang berperan sebagai pekerja mendapatkan pendapatan hingga akhir masa konsesi sebesar Rp 180 852 937
Tabel 4 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan skenario 2 Tahun Pendapatan Perusahaan (Rp) Pendapatan Masyarakat (Rp)
2000 26 202 900 429 25 332 937
18
Tabel 5 Prediksi pendapatan perusahaan dan masyarakat berdasarkan skenario 3 Tahun Pendapatan Perusahaan (Rp) Pendapatan Masyarakat (Rp)
2000 208 243 856 439 25 332 937
2010 151 486 762 319 54 132 937
2020 226 567 991 861 82 932 937
2030 342 723 408 569 111 732 937
2040 431 460 016 086 140 532 937
2054 447 614 560 712 180 852 937
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan dari tiga skenario yang dibuat maka skenario pengelolaan hutan yang terbaik adalah skenario tiga perusahaan mengelola kayu dan HHBK, sedangkan masyarakat sebagai pekerja. Pendapatan perusahaan pada skenario tiga mencapai nilai maksimal sebesar Rp 447 614 560 712 sampai akhir konsesi disebabkan semua sumber daya baik kayu maupun HHBK berupa getah karet, tengkawang, madu hutan, dan rotan dikelola oleh perusahaan. Pendapatan masyarakat sebagai pekerja sebesar Rp 180 852 937 sampai akhir konsesi dengan pendapatan rata-rata per KK per tahun sebesar Rp 10 114 117.
Saran
Berdasarkan pemodelan simulasi pengelolaan hasil hutan ini diharapkan dapat digunakan pada areal pengusahaan hutan PT Suka Jaya Makmur. Tetapi dalam penggunaanya harus selalu dilakukan validasi terhadap parameter-parameter sistem dan keterkaitan antara parameter untuk menyesuaikan hasil simulasi dengan keadaan yang sebenarnya di alam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Boerhendhy I, Kuswanhadi. 2006. Pengaruh Ukuran Polibeg Pada Pertumbuhan Bibit Berbagai Klon Karet. Buletin Perkebunan Rakyat. 8(2): 95-101.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 19 Tahun 2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Dephut.
Djajapertjunda S, Djamhuri E. 2013. Hutan dan Kehutanan Indonesia Dari Masa Ke Masa. Bogor (ID): IPB Press.
Labetubun M S. 2004. Metode pengaturan hasil hutan tidak seumur melalui pendekatan model dinamika sistem [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maryana I. 2007. Rotan Primadona Hasil Hutan Non Kayu. Majalah Kehutanan
Indonesia. Edisi III.
Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007, Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Soerinegara I. 1978. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bagian II. Bahan Kuliah Pasca Sarjana. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sofyan K. 2000. Strategi Penelitian Teknologi Hasil Hutan untuk Meningkatkan Peran Hasil Hutan Non Kayu Indonesia. Orasi Ilmiah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wahyudi A, Sandan A & Rombe R. 2010. Sebaran dan Asosiasi Jenis Pohon Penghasil Tengkawang (Shorea spp.) 01 Kalimantan Barat. Samarinda (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan kehutanan.
20
21 Lampiran 2 Persamaan model
22
24
26
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Februari 1992, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Maman Kusuma Sumantri dan Cicih Warnasih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 4 Bogor pada tahun 2007, melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor sampai tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis di terima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan seperti himpunan profesi Forest Management Students Club (FMSC) sebagai anggota divisi pengelola sumber daya manusia (2011-2013) dan Pengurus Cabang Sylva IPB sebagai anggota divisi pengkaderan dan penguatan organisasi (2011-2012).
Kegiatan praktik yang telah dilakukan penulis dibidang kehutanan yaitu praktik pengenalan ekosistem hutan (P2EH) di Gunung Ciremai dan Indramayu pada tahun 2012, praktik pengelolaan hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, KPH Cianjur, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) pada tahun 2013 serta pada tahun 2014 penulis mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat.