“Gangnam Style”)
SKRIPSI
oleh :
NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA
NPM. 0843010226
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Nessya Pramesthi Anggun Kusuma
0843010226
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal 13 Desember 2012
Menyetujui
Pembimbing Utama
Tim Penguji
1.
Ketua
Drs. Kusnarto, M.Si
Dra. Sumardjijati, M.Si
NIP. 195808011984021001
NIP. 196203231993092001
2.
Sekretaris
Dra. Diana Amalia, M.Si
NIP. 19630907199103001
3.
Anggota
Drs. Kusnarto, M.Si
NIP. 195808011984021001
Mengetahui
DEKAN
Disusun Oleh :
NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA
NPM. 0843010226
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian / Seminar Skripsi.
Menyetujui,
PEMBIMBING
Drs.Kusnarto, M.Si
NIP. 19580801 198402 1001
Mengetahui,
DEKAN
rahmatNya sehingga penulis dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul
: DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi
dan Adopsi Remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea “Gangnam Style”).
Penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi
faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Semua proses kelancaran pada saat
pembuatan skripsi penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja
maupun tak sengaja telah memberikan sumbangsihnya.
Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa
terima kasih pada Bapak Drs.Kusnarto. M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah
membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
1.
Allah Bapa Yang Maha Kuasa. Karena telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga
penulis mendapatkan kemudahan selama proses penulisan skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Ir. H. Teguh Suedarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim
3.
Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
4.
Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
membimbing dengan penuh kasih sayang serta perhatiannya secara moril maupun
materil, dan juga atas do’a yang tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis. Serta
kak Natasya yang selalu membuat penulis iri hati karena selalu berpergian. dan kakak
ipar Jerry.
2.
Satu-satunya teman, saudara, sahabat, kakak, adik, kekasih tercinta yang rela
memberikan waktu dan tenaga untuk penulis, popu yanda Dedy Purnomo Hadi yang
selalu membangkitkan semangat dan memberikan dukungan penulis agar
menyelesaikan proposal ini, meskipun terdapat suka maupun duka dalam mengerjakan
proposal ini. He’s always helped me in the good time or in the bad time. He’s the best
man in my life! I really the lucky girl!
3.
Tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih secara khusus kepada sahabat : Babi, Fina,
Utiek, Memey, Tito, aswin, ling-ling dan lain-lain. Yang selalu memberi semangat pada
penulis “Hesti, ayo buruan ngerjain skripsinya!” (terutama Fina).
Love you guys!!! I
can’t wait to see our future.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki
kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya
teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
ABSTRAKSI ... viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.
Rumusan Masalah ... 8
1.3.
Tujuan Penelitian ... 9
1.4.
Kegunaan Penelitian ... 9
1.4.1.
Kegunaan Teoritis ... 9
1.4.2.
Kegunaan Praktis ... 9
1.4.3.
Manfaat Penelitian ... 9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori ... 11
2.1.2.2
Esensi Teori ... 15
2.1.2.3
Kategori Adopter ... 18
2.1.2.4
Penereapan Keterkaitan Teori ... 19
2.1.3.
Kebudayaan ... 21
2.1.3.1.
Unsur-unsur Budaya ... 22
2.1.3.2. Budaya Pop ... 25
2.1.4.
Budaya Pop Korea ... 25
2.1.4.1.
Hakikat Budaya Pop ... 25
2.1.4.2.
Budaya Pop Korea ... 27
2.1.4.3.
Budaya Pop Korea di Indonesia ... 29
2.1.5.
Kebudayaan Indonesia ... 31
2.1.6.
Media Mengubah Budaya Negara yang Berkembang .. 33
2.1.7.
Internet ... 37
2.1.8.
YouTube ... 38
2.1.9.
Remaja ... 41
2.1.9.1.
Pengertian Remaja ... 41
2.1.9.2.
Remaja dan Tokoh Idolanya ... 43
2.1.10.
Masyarakat Surabaya ... 45
2.1.11.
Kerangka berpikir ... 46
3.4.
Informan dan Penelitian ... 53
3.5.
Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.6.
Teknik Analisis Data ... 55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57
4.1.1
Gambaran Umum Kota Surabaya ... 57
4.1.2
Gambaran Umum Remaja ... 58
4.1.3
Gambaran Umum Kebudayaan Korea ... 59
4.1.4
Gambaran Umum Gangnam Style ... 61
4.2
Identitas Informan ... 62
4.3
Analisis Data ... 63
4.3.1
Deskripsi Difusi Inovasi dan Adopsi Kebudayaan
Korea ... 63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 98
NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA, DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI
REMAJA SURABAYA TERHADAP KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi dan
Adopsi Kebudayaan Korea Gangnam Style)
Penelitian ini didasarkan pada remaja Surabaya yang terpengaruh oleh kebudayaan
Korea
Gangnam Style. Karena peneliti ingin mengetahui apakah remaja Surabaya telah
terpengaruh oleh kebudayaan Korea sehingga remaja Surabaya menginovasi dan mengadopsi
kebudayaan Korea. Karena saat ini gelombang Korea telah tersebar di setiap negara.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori Rogers difusi inovasi. Teori ini
menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui
saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Metode yang digunakan untuk mengetahui permasalahan yang ada dengan
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Disini menggunakan teori Rogers, yang
membagi tahapan inovasi yaitu atribut inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi,
kondisi sistem sosial dan peran agen perubah. Serta tahapan adopsi yaitu tahap munculnya
pengetahuan, tahap persuasi, tahap keputusan, tahapan implementasi, dan tahapan konfirmasi.
Hasil dari penelitian ini, menurut peneliti adalah ketiga narasumber tersebut menerima
kebudayaan Korea “Gangnam Style” dengan positif tanpa meninggalkan kebudayaan
Indonesia. Dengan cara menciptakan tarian baru yang dilakukan oleh narasumber 1.
Sedangkan narasumber 2 dan 3 belum mengadopsi tetapi masih menginovasi, artinya belum
menciptakan gerakan tarian baru.
NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA, THE DIFFUSION of INNOVATION
and ADOPTION of SURABAYA TEEN KOREAN CULTURE (diffusion of innovation
and the adoption of a culture of Korea Gangnam Style)
This research is based on teen Surabaya which was affected by the culture of
Gangnam Korea Style. Because the researchers wanted to know whether the teens had been
adversely affected by the Surabaya Korea culture so youth Surabaya menginovasi and adopt
the culture of Korea. Because the current wave of Korea has spread from country to country.
In this study researchers using theory of Rogers diffusion of innovations. This theory
explains the process of how an innovation delivered (communicated) through certain
channels over time to a group of members of the social system.
The methods used to find out the existing problems with the use of a descriptive
qualitative research. Here using the theory of Rogers, which divide the stages of innovation
i.e. the attribute, the type of innovation innovation decisions, communication channels, the
condition of social systems and the role of agents of the actual text. As well as the stages of
adoption, namely the emergence of knowledge, persuasion, decision stage stage, stages of
implementation, and the confirmation stages.
The results of this study, according to researchers is the third resource person receive
Gangnam Korea Style culture with a positive culture without leaving Indonesia. By means of
creating new dances performed by the speaker 1. While the speaker 2 and 3 have not been
adopted but still menginovasi, meaning that it has not created a new dance moves.
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebudayaan adalah hasil karya pemikiran manusia yang dilakukan
dengan sadar dalam kehidupan kelompok. Unsur-unsur potensi budaya
yang ada pada manusia antara lain pikiran (cipta), rasa, dan kehendak
(karsa). Untuk menjadi manusia sempurna, ketiga unsur kebudayaan
tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara
menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup
bermasyarakat”.
(http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/27/pendidikan-dan-atau-kebudayaan/)
Kebudayaan bersifat dinamis. Kebudayaan selalu berubah seiring
perkembangan zaman. Perubahan kebudayaan ini telah terjadi sejak zaman
pra-sejarah yaitu berubahnya pola hidup berburu dan meramu menjadi
pola hidup bercocok tanam tingkat lanjut dan perundagian (tempat di mana
orang – orang yang ahli dalam membuat barang–barang atau alat–alat dari
logam).
(https://kpopgalaxies.wordpress.com/2012/07/25/pengaruh-korean-wave-di-indonesia/)
Seperti masuknya kebudayaan India ke Nusantara (Indonesia) pada awal
zaman sejarah. Kebudayaan India tersebut mempengaruhi kepercayaan dan
ritual masyarakat, seni dan teknologi, serta tata cara administrasi
pemerintahan yang cukup tinggi.
Perubahan kebudayaan seperti di atas tidak dapat kita hindari. Pada
era modernisasi, perubahan kebudayaan berlangsung sangat cepat karena
pengaruh kemajuan teknologi. Budaya asing dapat masuk ke Indonesia
sewaktu-waktu dan membuat perubahan yang signifikan mulai dari pola
pikir, perilaku, sampai pola hidup masyarakat.
Budaya asing yang sangat besar pengaruhnya terhadap kebudayaan
di Indonesia adalah budaya barat. Budaya barat masuk ke berbagai sektor
termasuk cara berpakaian. Budaya pakaian orang Indonesia yang tertutup
sebagai simbol kepribadian orang timur mulai bergeser. Terutama di
kalangan para remaja. Gaya berpakaian remaja menjadi lebih terbuka dan
tidak sesuai dengan adat ketimuran. Bahkan, di kota-kota besar seperti
Jakarta, gaya hidup bebas yang merupakan gaya pop barat sudah menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari.
Seiring berubahnya waktu masuknya budaya pop sekarang ini tidak
hanya di dominasi oleh budaya barat. Asia pun sudah mulai menjadi
pengekspor budaya pop. Selain Jepang, Korea mulai bertindak sebagai
pengekspor budaya pop melalui tayangan hiburan dan menjadi saingan
berat bagi Amerika dan negara-negara Eropa.
Selama sepuluh tahun terakhir, demam budaya pop Korea melanda
Indonesia. Fenomena ini dilatarbelakangi Piala Dunia Korea-Jepang 2002
yang berakhir dengan masuknya Korea sebagai kekuatan empat besar
dunia. Kesuksesan Korea di Piala Dunia 2002 semakin menaikkan prestise
Korea di mata dunia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tim_nasional_sepak_bola_Korea_Selatan)
Berbeda dengan budaya pop Jepang yang hanya menjangkau
anak-anak dan remaja, budaya pop Korea mampu menjangkau segala usia,
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Menurut Kim Song Hwan,
seorang pengelola sindikat siaran televisi Korea Selatan, produk budaya
Korea berhasil menjangkau penggemar di semua kalangan terutama di
Asia disebabkan teknik pemasaran Asian Values-Hollywood Style. Artinya,
mereka mengemas nilai-nilai Asia yang dipasarkan dengan gaya modern.
Istilah ini mengacu pada cerita-cerita yang dikemas dengan nuansa
kehidupan Asia, namun pemasarannya memakai cara internasional dengan
mengedepankan penjualan nama seorang bintang atau menjual style.
(http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html)
fashion, hingga produk-produk industri tidak hanya mewabah di kawasan
Asia tetapi sudah merambah ke Amerika dan Eropa.
(http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html)
Di kota Surabaya, banyak dijumpai remaja yang melakukan imitasi
terhadap budaya pop Korea tersebut, mulai dari gaya rambut, model
pakaian, aksesoris, sampai pola hidup dan cara berinteraksi dengan teman
sebaya. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan teman-teman remaja kepada
peneliti bahwa mereka sangat menyukai budaya pop Korea seperti film
Korea, Boy Band Korea, sampai bintang top Korea. Salah satu alasannya
adalah keindahan gaya atau
style para pemain film dan
boy band,
keindahan penampilan dan fisik bintangnya, serta alur cerita film Korea
yang dramatis dan unik.
smash, Boyband yang sudah terkenal duluan ini memiliki fans yang cukup
dibilang banyak. Boyband di Indonesia yang satu inipun mulai terjun
kedunia akting. Seperti halnya dengan smash, sekarang ini banyak sekali
Boyband serta Girlband di Indonesia yang mulai terjun ke dunia
Intertainment
yang terdiri dari vokalis,
Dancer, dan Rapper.
(http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html)
(http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html)
Selain dihebohkannya Boyband dan Girlband Korea, terdapat
fenomena yang menarik yang dilakukan oleh artis Korea yang
menggemparkan dunia, karena video klip PSY “Gangnam Stye” di
Youtube
telah
disaksikan
lebih
dari
350
juta
penonton.
(http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/10/121005_gangnamenglis
hstyle.shtml).
Karena keunikan video tersebut, sampai-sampai para artis
Holywood ikut membicarakannya. "Gangnam Style" adalah video musik
buatan artis rap asal Korea Selatan, Jae-Sang Park alias PSY, yang
pertama kali diunggah ke situs YouTube pada 15 Juli 2012. Gaya segar
dan goyangan dansa unik mirip kuda berjingkrak yang diperlihatkan PSY
dalam video jenaka berhasil memikat hati jutaan orang. Satu setengah
bulan setelah diunggah, pada 29 Agustus, "Gangnam Style" berhasil
mengoleksi 60 juta penonton. Tak sampai dua minggu seminggu
setelahnya, pada saat artikel ini ditulis, video musik itu sudah dilihat
sebanyak lebih dari 130 juta penonton. "Gangnam Style" telah bertengger
di urutan pertama video musik terpopuler YouTube. Sejumlah video dari
orang-orang yang meniru gaya joget PSY pun mulai bermunculan di
YouTube.
Video ini berhasil memecahkan rekor Guinness World Records
sebagai video YouTube yang mengumpulkan jumlah "like" terbanyak.
Hingga Selasa (25/9/2012) pagi, jumlah "like" yang diterima Gangnam
Style mencapai lebih dari 2,6 juta. Angka tersebut jauh lebih besar
dibandingkan pemegang rekor sebelumnya, "Party Rock Anthem" dari
LMFAO, yang berhasil mengumpulkan sekitar 1,5 juta "like".
Popularitas "Gangnam Style" meroket setelah diunggah ke YouTube pada
15 Juli lalu. Sejak itu, video berdurasi 4 menit 13 detik tersebut telah
ditonton
lebih
dari
260
juta
kali.
(http://tekno.kompas.com/read/2012/09/25/11341036/Gangnam.Style.Jadi.
Video.Paling.Disukai.di.YouTube)
tanggung - tanggung, pertunjukan tarian ini diliput secara langsung oleh
program televisi Nasional Korea Selatan, YTN TV dan akan ditayangkan
serentak di seluruh dunia pada Kamis, 4 Oktober 2012. "Sebelumnya kami
lakukan peliputan yang sama tentang tarian Gangnam style ini di beberapa
negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Sekarang kami di Indonesia
dan khusus kita ambil dua universitas, yaitu Universitas Indonesia dan
Akademi Bahasa Asing Nasional yang sekarang ini," papar tim peliput
YTN TV, Chongsun saat ditemui disela peliputannya di Lapangan Utama
Unas.(http://www.unas.ac.id/detail_berita/700_tv_korea_liput_gangnam_s
tyle_di_unas)
Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti tentang
difusi inovasi dan adopsi kebudayaan. Penelitian ini dengan judul “Difusi
Inovasi dan Adopsi Kebudayaan Korea (Difusi Inovasi dan Adopsi
remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea “Gangnam Style”).
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Bagaimana
Difusi Inovasi dan Adopsi remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan referensi bagi mahasiswa Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jawa Timur khususnya Fisip, program studi ilmu
komunikasi.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
khalayak media massa dalam melihat kecenderungan Difusi Inovasi dan
Adopsi remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea.
1.4.3 Manfaat Penelitian
1.
Secara Akademis hasil penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu
komunikasi yang menjelaskan keberlakuan teori-teori komunikasi
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat
digunakan sebagai acuan yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, antara lain yang pernah dilakukan oleh Mulyadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor 2007. Dengan judul :
“Pengadopsian Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak (Kasus di
Kabupaten Manokwari, Papua Barat)”
Dengan kesimpulan sebagi berikut :
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan
hasil penelitian ini yaitu :
2.
Secara nyata petani Arfak mengalami masa transisi perubahan
sosial, budaya dan orientasi ekonomi dari masyarakat tradisional
ke modern, ditunjukkan oleh kebutuhan belajar yang tinggi, nilai
budaya yang mendukung, sikap positif terhadap penyuluhan,
hasil pertanian sudah mulai dijual di pasar dan kosmopolitan.
3.
Faktor-faktor nilai sosial pendorong pengembangan petani
Arfak adalah kemampuan berempati, keterbukaan, inofatif
sehingga memiliki kemampuan menyesuaikan (kompability) dan
mengamati (observability) setiapinovasi yang diterima. Namun,
memiliki kekuatan pengganggu yang ikut menghambat proses
adopsi inovasi yaitu pesimitis, irasional, dan tidak berani
mengambil resiko. Faktor pengganggu tersebut bisa dikurangi
melalui inovasi yang cocok dengan nilai sosial budaya dan bisa
segera dibuktikan hasilnya seperti tanaman jenis umbi-umbian.
(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40808)
2.1.2
Teori Difusi Inovasi
Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan
tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi.
Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current
importance because “most innovations have an S-shaped rate of
adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross,
mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para
petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui
sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu
kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa
“The rate of
adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal
curve when plotted on a cumulative basis over time.”
2.1.2.1
Teori Difusi Informasi
Penelitian difusi adalah satu jenis penelitian komunikasi yang khas,
tetapi penelitia ini dimulai di luar bidang komunikasi (Rogers 1978: 207).
Penelitian difusi Informasi berasal dari Sosiologi. Rogers, tokoh difusi
yang menjadi peneliti komunikasi, membuat desertasinya dalam sosiologi
pedesaan. Tidak mengherankan bila terjadi beraneka ragam tradisi
penelitian difusi dengan fokus penelitian yang berlainan juga. Terdapat
satu asumsi yang mengikat semua penelitian difusi, yaitu difusi adalah
suatu proses komunikasi yang menetapkan titik-titik tertentu dalam
penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari satu agen ke agen
yang lain (Savage 1981: 103).
Salah satu saluran komunikasi yang terpenting adalah media massa.
Karena itu, model difusi mengasumsikan bahwa media massa mempunyai
efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan, mulai dari
menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi (penerimaan
atau penolakan).
Dimensi inovasi menunjukkan faedah relatif, komtabilitas,
kompleksitas, dan lain-lain. Faedah relatif menunjukkantingkat kelebihan
inovasi dibandingkan dengan gagasan yang mendahuluinya. Komtabilitas
adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai yang ada.
Kompleksitas berarti tingkat kesukaran untuk memahami atau
menggunakan inovasi.
(Dikutip dari buku Metode Penelitian Komunikasi, karya Jalaluddin
Rakhmat tahun 2007 pada halaman 70)
2.1.2.2
Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana
suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran
tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.
Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as
the process by which an innovation is communicated through certain
channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh
dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat
khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan
baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the
spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate
users or adopters.”
1.
Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif
menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide
dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang
itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama
sekali.
2.
Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran
komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan tujuan
diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika
komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran
komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media
massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
4.
Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan
terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka
mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki
relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan
keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang
variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta
tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang
berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup :
1.
atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion),
2.
jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions),
3.
saluran komunikasi (communication channels),
4.
kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
5.
peran agen perubah (change agents).
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi
mencakup:
2.
Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit
pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak
baik
3.
Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau
unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang
mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4.
Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu
atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan
suatu inovasi.
5.
Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau
unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap
keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat
sebelumnya.
2.1.2.3
Kategori Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok
adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya
(kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa
dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang
telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter
dapat dilihat sebagai berikut:
2.
Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para
perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka
pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3.
Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut
awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.
Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir
dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena
pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.
Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah
kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan
terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.
2.1.2.4
Penerapan dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,
teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan
masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial,
dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan
masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses
difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial
adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem
sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1.
Penemuan (invention),
2.
difusi (diffusion), dan
Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau
dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru
dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi
adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau
penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di
mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial
dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai
dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di
masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian
proses difusi inovasi, seperti perspektif ekonomi, perspektif
’market and
infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam
taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974), yang
mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai
tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan
bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik
(technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana
keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi
diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
1.
Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi,
atau individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan
pengetahuan dan produk baru.
2.
Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan
dan produk baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan
informasi pendukung lainnya.
3.
Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana
pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4.
Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan
produk dimaksud.
2.1.3
Kebudayaan
“Budaya” berasal dari kata majemuk budi daya atau kekuatan dari
akal, akal atau budi itu mempunyai unsur-unsur cipta atau pikiran, rasa,
karsa atau kehendak. Hasil dari ketiga unsur itulah yang disebut
kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa,
dan karsa.
Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta)
budhayah
yang merupakan bentuk jamak kata “budhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi
atau akal.
arti tersebut, yaitu
colere
kemudian
culture
, diartikan sebagai segala daya
dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto,
2006: 150).
Orang yang pertama kali merumuskan definisi kebudayaan
menurut Effendhie (1999: 2) adalah E.B Taylor (1832 – 1917), guru besar
Antropologi di Universitas Oxford pada tahun 1883. Pada tahun 1871, E.B
Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut: “Kebudayaan adalah
mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan
kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat”.
Sementara itu, beberapa ilmuwan Indonesia juga telah membuat
definisi kebudayaan. Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di
Universitas Indonesia mendefinisikan kebudayaan sebagai “keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar”.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa kebudayaan adalah
semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam kehidupan masyarakat
yang diperoleh dengan cara belajar.
2.1.3.1
Unsur-unsur Budaya
yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai
kesatuan.
Pada diri manusia terdapat unsur-unsur potensi budaya (Suparto,
1985: 54) seperti:
1.
Pikiran (Cipta), yaitu kemampuan akal pikiran yang menimbulkan
ilmu pengetahuan. Dengan akal pikirannya manusia selalu mencari,
mencoba menyelidiki, dan kemudian menemukan sesuatu yang
baru.
2.
Rasa, dengan pancainderanya manusia dapat mengembangkan rasa
estetika (rasa indah), dan ini menimbulkan karya-karya seni atau
kesenian.
3.
Kehendak
(karsa),
manusia
selalu
menghendaki
akan
kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kesusilaan.
Dengan potensi akal pikir (cipta), rasa, dan karsa itulah manusia
berbudaya. Di samping ketiga unsur tersebut, Melville J. Herskovits juga
mengemukakan unsur-unsur kebudayaan yang lain, yaitu:
1.
Alat-alat teknologi;
2.
Sistem ekonomi;
3.
Keluarga;
4.
Kekuasaan politik.
1.
Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya;
2.
Organisasi ekonomi;
3.
Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat
bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama;
4.
Organisasi kekuatan.
Masing-masing unsur tersebut digunakan untuk kepentingan ilmiah
dan analisanya diklasifikasikan ke dalam unsur pokok atau
unsur-unsur besar kebudayaan, yang lazim disebut
cultural universal.
Istilah ini
menunjukkan bahwa unsur tersebut bersifat universal, artinya
unsur-unsur tersebut dapat dijumpai pada setiap kebudayaan yang ada di seluruh
dunia.
Adapun tujuh kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural
universals
(Soekanto 2006: 154), yaitu:
1.
Peralatan dan perkembangan hidup manusia (pakaian, perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor, dan
sebagainya);
2.
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya);
3.
Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, sistem perkawinan);
4.
Bahasa (lisan maupun tertulis);
7.
Religi (sistem kepercayaan).
Cultural universal
tersebut di atas dapat dijabarkan lagi ke dalam
unsur-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya sebagai kegiatan
kebudayaan atau cultural activity.
2.1.3.2
Budaya Pop
Pop Culture
atau Budaya Populer atau dapat disebut juga dengan
Budaya Massa merupakan hasil produksi dari industri budaya (culture
industry) yang proses produksinya pun didasarkan pada mekanisme
kekuasaan sang produser (baca: kapitalis) dalam bentuk penentuan gaya
dan maknanya. Lahirnya media massa semakin meningkatkan
komersialisasi budaya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Budaya Massa adalah
budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi
massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak
konsumen massa. Budaya massa adalah adalah budaya populer yang
diproduksi untuk massal. (Dominic Strinati, 2003 : 12)
2.1.4
Budaya Pop Korea
2.1.4.1
Hakikat Budaya Pop
ketertarikan pada banyak orang karena budaya pop bukan sekadar barang
konsumsi, melainkan sebuah budaya (http://scribd.com)
William memberikan empat karekteristik budaya pop yaitu banyak disukai
orang, jenis kerja rendahan, karya yang dilakukan untuk menyenangkan
orang dan budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri
(Williams, 1983: 237).
Budaya populer ini berperan besar dalam mempengaruhi pemikiran
seseorang dalam memahami orang atau kelompok lain karena budaya pop
merupakan budaya yang dapat diterima oleh semua kalangan.
Dilihat dari sejarahnya, kehadiran budaya pop tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan pembangunan pada abad ke-19 dan abad
ke-20. Pada abad ke-19, pembangunan aspek media massa, khususnya
surat kabar dan novel menjadikan masyarakat dari suatu negara dapat
mengakses tren kultur dari negara lain tanpa ada jarak. Memasuki abad
ke-20, penemuan radio, televisi, dan komputer juga turut berperan dalam
penyebaran trend kultur dari satu negara ke negara lain.
masyarakat industri, budaya pop sekarang dipandang sebagai budaya
massa.
Budaya massa mulai banyak menarik perhatian teoritikus sejak
tahun 1920 dimana pada tahun tersebut mulai bermunculan sinema dan
radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme dan
kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat.
Dengan demikian, budaya pop merupakan budaya massa yang
berkembang di tengah masyarakat industri. Budaya pop bersifat ringan dan
mudah diterima oleh masyarakat banyak.
2.1.4.2
Budaya Pop Korea
Pada awalnya, kajian tentang budaya populer tidak dapat
dipisahkan dari peran Amerika Serikat dalam memproduksi dan
menyebarkan budaya Populer. Negara tersebut telah menanamkan akar
yang sangat kuat dalam industri budaya populer, antara lain melalui Music
Television
(MTV),
McDonald,
Hollywood, dan industri animasi mereka
(Walt Disney, Looney Toones, dll). Namun, perkembangan selanjutnya
memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil menjadi pusat budaya
populer seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan.
“Selama dua dekade terakhir, produk-produk budaya populer Jepang telah
diekspor, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara besar-besaran di seluruh
Asia Timur dan Asia Tenggara”.
Manga (komik Jepang),
anime (film
animasi), games, fashion, musik, dan drama Jepang (dorama) merupakan
contoh-contoh budaya populer Jepang yang sukses di berbagai negara.
Setelah Jepang, menyusul Korea Selatan yang melakukan ekspansi
melalui budaya populer dalam bentuk hiburan. Amerika Serikat sebagai
negara asal budaya pop juga mendapat pengaruh penyebaran budaya pop
Korea tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masuknya beberapa artis Korea
ke Hollywood. Di samping itu, film-film Korea juga menjadi magnet bagi
sutradara Hollywood untuk melakukan re-make film Korea, salah satunya
Il Mare yang ceritanya diadopsi Hollywood menjadi Lake House. Kasus di
Amerika Serikat tersebut menjadi contoh keberhasilan ekspansi budaya
populer Korea di dunia.
Proses penyebaran budaya Korea di dunia dikenal dengan istilah
Hallyu atau
Korean Wave.
Hallyu atau
Korean Wave (“Gelombang
Korea”) adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea
secara global di berbagai negara di dunia. Pada umumnya
Hallyu
mendorong masyarakat penerima untuk mempelajari bahasa Korea dan
kebudayaan Korea (http://id.wikipedia.org/wiki/koreanwave).
bersifat tradisional, melainkan budaya yang diciptakan sesuai dengan arah
selera pasar (market-driven).
2.1.4.3
Budaya Pop Korea di Indonesia
Berkembangnya budaya pop Korea (Hallyu) di negara-negara Asia
Timur dan beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia
menunjukkan adanya transformasi budaya asing ke negara lain.
Berkembangnya budaya pop Korea di Indonesia dibuktikan dengan
munculnya “Asian Fans Club” (AFC) yaitu blog Indonesia yang berisi
tentang berita dunia hiburan Korea. AFC didirikan pada 1 Agustus 2009
oleh seorang remaja perempuan bernama Santi Ela Sari.
Berdasarkan data statisktik dari situs
Pagerank Alexa, Asian Fans
Club adalah situs ‘Korean Intertainment’ terbesar di Indonesia. Sedangkan
dari segi karakteristik demografis, pengunjung Asian Fans Club hampir
seluruhnya berasal dari Indonesia, sebagian besar merupakan wanita
berusia di bawah 25 tahun dengan akses internet rumah maupun sekolah.
Setahun kemudian yaitu di bulan Juni 2010 jumlah post mengalami
meningkat pesat menjadi 629 dalam satu bulan dan terus meningkat
sampai 1.542 post dalam bulan Mei 2011 (http://scrib.com/doc).
Data di atas menunjukkan bahwa budaya pop Korea di Indonesia
berkembang sangat baik. Perkembangan ini dimulai pada tahun 2009 dan
berkembang pesat pada tahun 2011. Hingga tahun 2012 ini bertambah
14,885,253 berdasarkan situs Alexa The Web Information Company.
Dalam konsepsi budaya, budaya populer yang dibawa Korea
berada dalam dimensi konkret yang terwujud dalam artefak-artefak budaya
seperti lagu, drama, film, musik, program televisi, makanan, dan bahasa.
Sedangkan dimensi abstrak yang berupa nilai, norma, kepercayaan, tradisi,
makna, terkandung secara tidak langsung dalam artefak budaya tersebut.
Berkaitan dengan Asian Fans Club, budaya pop Korea yang diterima
kelompok penggemar di Indonesia masih terbatas pada dimensi konkret,
yaitu penerimaan terhadap musik, film, drama, dan artis-artis Korea.
dikhawatirkan ekstensi kebudayaan nasional bergeser nilainya menjadi
budaya marginal (pinggiran). Apalagi prosentase terbesar penerima
korean
wave
di Indonesia adalah remaja. Padahal, remaja merupakan tonggak
pembangunan nasional. Jika remaja sekarang sudah tidak mengenal
kebudayaannya sendiri, maka kebudayaan nasional dapat mengalami
kepunahan dan berganti dengan kebudayaan baru yang tidak sepenuhnya
sesuai dengan kepribadian nenek moyang negara kita.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap
efek dari yang ditimbulkan oleh media massa yang berlebihan dari
kalangan remaja kota Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi
dampak negatif yang muncul akibat dari
korean wave
agar kebudayaan asli
Indonesia masih memiliki nilai budaya yang tinggi di mata masyarakat
Indonesia.
2.1.5
Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh
kebudayaan lokal yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia
pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan
beraneka ragam suku di Indonesia merupakan bagian integral dari
kebudayaan Indonesia (http://tiankids.web.id).
1.
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan berbentuk ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat
diraba atau disentuh.
2.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Dalam hal ini, hal yang diamati adalah
pola perilaku masyarakat Surabaya terhadap budaya pop Korea yang
meliputi gaya berpakaian, model rambut, dan interaksi sosial.
3.
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat yang berupa
benda-benda
atau
hal-hal
yang
dapat
diraba,
dilihat,
dan
didokumentasikan.
2.1.6
Media Mengubah budaya Negara yang Berkembang
Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto,
mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa.
Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam
sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era
media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah
benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku
manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi
masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa.
McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat
periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf),
a print age (era cetak), dan
electronic age (era elektronik). Menurutnya,
transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif,
akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.
The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku
zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam
berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada
narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja”
ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum
banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur
The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf,
maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan
kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran.
Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih
kepada tulisan.
The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet
semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui
mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan
kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk
berkomunikasi.
The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai
macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film,
televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi
hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa
pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan
manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.
Sedangkan Cultural Norms Theory (Norma Budaya) – (DeFleur).
Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat
menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma
dan nilai-nilai budayanya.
Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah
ada berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indikator peran
media terhadap budaya, yakni:
1.
Memperkuat norma budaya.
Seperti
reality show “Etnic Runway” di salah satu stasiun telivisi
terkemuka di Indonesia, yang menyajikan tayangan tentang budaya
Indonesia yang hampir punah oleh perkembangan jaman.
2.
Mengubah norma budaya.
Seperti serial komedi “Opera Van Java” di salah satu stasiun
telivisi terkemuka di Indonesia, yang menyajikan hiburan komedi
dihiasi dengan unsur adat Jawa (Sinden, Gendang, Baju Adat,
Wayang orang, dsb) tetapi juga di selipkan unsur kebudayaan
negara lain di setiap episodenya.
3.
Menciptakan norma budaya baru
Banyaknya serial telivisi seperti sinetron, serial film telivisi,
telenovela, dan saat ini yang diminati adalah serial film Korea.
Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya
dengan cara, pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat
apresiasinya, kemudian media massa memberi lahan atau tempat maka
budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali.
Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang
ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut
untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola
baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.
Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap
budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.
Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang
berbeda dengan budaya lama. Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang
bukan tak mungkin lambat laun akan menumbuhkan budaya baru.
Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber
utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu :
1.
Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity)
serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan
tujuan-tujuan tertentu.
2.
Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk
menguasai media massa dengan demikian media massa dapat
dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap
status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah
3.
Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat
membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya
populer yang rendah.
4.
Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan
jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang
lalu.
(http://rizqisme.wordpress.com/2012/04/03/236)
2.1.7
Internet
Pada awalnya, internet berasal dari sebuah jejaring komputer yang
terdiri dari beberapa komputer yang dihubungkan dengan kabel, sehingga
membentuk sebuah jaringan (network). Kemudian, jaringan-jaringan
tersebut saling dihubungkan lagi sehingga membentuk inter-network atau
biasa dikenal dengan internet untuk dapat terhubung dengan jaringan
inter-network yang mempunyai sambungan ke jaringan lain, sesuai dengan
kemajuan dibidang perangkat lunak dan perangkat keras, terminal yang
ada dalam jaringan lokal tersebut dapat disambungkan melalui saluran
telepon (remote terminal)(Febrian, 2001: 20-21)
Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap internet,
kini telah ratusan juta komputer di dunia yang terhubung dengan internet.
Menurut NUA survey pada awal tahun 2000 terdapat 248,6 juta pengguna
internet diseluruh dunia, dalam waktu sebulan bertambah hingga menjadi
26,94 juta pengguna. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data dari
juta penduduknya, jumlah pengguna internet sebanyak 1.980.000
pengguna dengan angka pertumbuhan mencapai 13,7% tiap tahunnya.
Ellul dan Goulet (dalam Bungin 2005 : 40) menyatakan bahwa
dalam dunia media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai jalan
pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan
theater of mind.
Bahwa siaran-siaran media informasi yang dalam ini adalah internet
sebagai sistem teknologi terkini dan digemari oleh masyarakat, secara
tidak langsung telah meninggalkan kesan di dalam pikiran penggunanya.
Hal tersebut pada akhirnya bisa mempengaruhi jalan pikiran atau persepsi
penggunanya.
2.1.8
Youtube
YouTube adalah sebuah situs web
video sharing (berbagi video)
populer dimana para pengguna dapat memuat, menonton, dan berbagi klip
video secara gratis. Umumnya video-video di YouTube adalah klip musik
(video klip), film, TV, serta video buatan para penggunanya sendiri.
Format yang digunakan video-video di YouTube adalah .flv yang dapat
diputar di penjelajah web yang memiliki
plugin Flash Player. Menurut
perusahaan penelitian Internet Hitwise, pada Mei 2006 YouTube memiliki
pangsa pasar sebesar 43 persen. Pada 9 oktober 2006 diumumkan bahwa
YouTube telah dibeli google dengan harga US$1,65 miliar.
pernah belajar tentang reka bentuk di Universitas Indiana Pennsylvania.
Sementara itu, Chen dan Karim sama-sama belajar komputer sains di
Universitas Illinois di Urbana-Champaign.
Sebelum peluncuran YouTube tahun 2005, terdapat beberapa
metode sederhana yang dapat digunakan oleh pengguna komputer awam
yang ingin mengunggah video secara terhubung. Dengan antarmuka yang
sederhana, YouTube memungkinkan siapa saja dengan koneksi internet
untuk mengunggah video dan penonton dari seluruh penjuru dunia dapat
menikmatinya hanya dalam beberapa menit. Keanekaragaman topik yang
ada di YouTube membuat berbagi video menjadi salah satu bagian yang
penting dalam kultur berinternet.
Contoh awal dampak sosial YouTube adalah suksesnya video
The
Bus Uncle
pada tahun 2006.
Video ini menunjukkan perdebatan antara
anak muda dengan orang tua di dalam bus di Hong Kong yang kemudian
banyak dibahas di media-media utama. Video lainnya yang mendapat
banyak perhatian adalah permainan Pachelbel's Canon dengan
menggunakan gitar listrik. Nama pemain gitar tidak dipampang di dalam
video, namun setelah ditonton oleh jutaan penonton,
The New York Times
mengungkap siapa pemain gitar misterius tersebut. Ternyata dia adalah
Lim Jeong-hyun, berumur 23 tahun yang berasal dari Korea Selatan.
1.
Chris Crocker, pemuda asal Amerika Serikat menjadi terkenal setelah
mengunggah video berjudul
Leave Britney Alone dimana di video itu
dia menangis dan memprotes perlakuan media terhadap penyanyi Pop
Britney Spears.
2.
Gary Brolsma, pemuda kelahiran Amerika Serikat ini terkenal karena
video lipsnyc Numa Numa yang dia unggah.
3.
Ghyslain Raza, pemuda Kanada ini menjadi bintang utama di video
berjudul Star Wars Kid. Di video tersebut dia memainkan sebuah stik
golf seolah-olah dia adalah seorang Jedi.
4.
Wei Wei & Huang Yixin, duo pemuda asal China ini menyebut diri
mereka sebagai Back Dorm Boys, dimana dalam video-video yang
mereka unggah, mereka selalu melakukan lipsync berbagai macam
lagu-lagu hits dunia.
Di Indonesia, dampak sosial dari YouTube terlihat dari munculnya
artis dadakan. Seperti contohnya: Briptu Norman dengan lipsync lagu
Chaiyya Chaiyya, dan Shinta dan Jojo dengan lipsync lagu keong racun.
(http://id.wikipedia.org/wiki/YouTube)
Karakteristik YouTube menyamai apa itu yang disebut aspek media
sosial yaitu sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang
membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan
memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”. Media
yang dapat digunakan, dimanfaatkan dan diakses oleh khlayak umum
(Kaplan, Haenlein, 2010 : 206)
2.1.9
Remaja
2.1.9.1
Pengertian Remaja
Menurut Sarwono (2004 : 71), remaja adalah masa transisi dari
periode anak-anak menuju dewasa.
Masa
remaja
menurut
Stanley
Hall,
pelopor
psikologi
perkembangan remaja (Santrock, 1999) dianggap sebagai media masa
topan-badai dan stres (
strom and stress
), karena mereka telah memiliki
keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri.
Lebih lanjut Santrock (1998, 1999) mendefinisikan pubertas
sebagai masa pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang
terjadi pada awal remaja. Menurut Stanley Hall (Santrock, 1998) usia
remaja antara 12 hingga 23 tahun.
Adolescentia berasal dari istilah Latin yang berarti masa muda yang
terjadi antara usia 17-30 tahun. Yulia dan Singgih D. Gunarsa, akhirnya
menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara
12-22 tahun. (Dariyo, 2004 : 13)
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja
(adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek, fisik,
psikis, dan psikososial.
Menurut Richmond dan Sklansky (1984: 110) inti dari tugas
perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengahadalah
memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian
yang khas (oleh Allport dinamakan
unifying philophy of life) dalam
periode itu belum menjadi sasaran utama.
Salah satu ciri remaja selain tanda-tanda seksualnya adalah
perkembangan psikologik dan pada identifikasi dari kanak-kanak menuju
dewasa.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
remaja (adplescence) merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan
aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong
remaja ini berkisar antara usia 12-22 tahun. Untuk menjadi orang dewasa,
maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk
mencari identitas diri (search for self-identity).
2.1.9.2
Remaja dan Tokoh Idolanya
Menurut Dariyo (2004 : 70) ada beberapa faktor yang menjadi
pendorong remaja untuk memiliki tokoh idola, antara lain :
2.
Remaja ingin mengindentifikasi karakteristik tersebut dalam diri
pribadinya. Ini berarti individu remaja akan memiliki motivasi
tinggi sehingga ia berani untuk mencoba mewujudkan keinginan,
aspirasi maupun cita-citanya dengan baik, walaupun harus
mengalami kegagalan.
3.
Sebagai pelarian kehidupan kondisi keluarga (Orang Tua).
Keluarga yang tidak memberi kasih sayang dan perhatian hangat
kepada remaja, cenderung membuat remaja melarikan diri dari
keluarga dan berusaha mencari kepuasan den kesenangannya
sendiri diluar rumah.
Jadi, sebagai individu yang telah memasuki perkembangan kognitif
masa operasi formal dan dalam masa transisi anak-anak menuju
dewasa, maka remaja merasa tertantang untuk membuktikan
kemampuan intelektualnya. Ketika remaja mengidolakan seorang
tokoh, mereka umumnya mengidentifikasinya diri pada tokoh
tersebut, lalu berusaha untuk mewujudkan dirinya seperti gambaran
tokoh idolanya itu. Caranya dengan meniru sifat-sifat, kemampuan
atau keahlian yang dimiliki oleh tokoh idola itu. Umumnya tokoh
idola yang di indentifikasikan merupakan orang-orang terkenal,
pandai dan ahli di bidangnya. Selain itu alasan pendorong mengapa
remaja memiliki tokoh idola adalah sebagai pelarian dari kondisi
2.1.10
Masyarakat Surabaya
Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta,
dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa,
Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan
di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota
Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan
merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya
konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara
sura
(ikan hiu) dan
baya
(buaya) dan akhirnya menjadi kota
Surabaya
.
Surabaya dikenal memiliki kesenian khas:
1.
Ludruk, adalah seni pertunjukan drama yang menceritakan
kehidupan rakyat sehari-hari.
2.
Tari Remo, adalah tarian selamat datang yang umumnya
dipersembahkan untuk tamu istimewa
3.
Kidungan, adalah pantun yang dilagukan, dan mengandung unsur
humor
Selain kesenian khas di atas, budaya panggilan
arek
(sebutan khas
Surabaya) diterjemahkan sebagai
Cak
untuk laki-laki dan
Ning
untuk
wanita. Sebagai upaya untuk melestarikan budaya, setiap satu tahun sekali
finalis terpilih merupakan duta wisata dan ikon generasi muda kota
Surabaya.
Setiap setahun sekali diadakan Festival Cak Durasim (FCD), yakni
sebuah festival seni untuk melestarikan budaya Surabaya dan Jawa Timur
pada umumnya. Festival Cak Durasim ini biasanya diadakan di Gedung
Cak Durasim, Surabaya. Selain itu ada juga Festival Seni Surabaya (FSS)
yang mengangkat segala macam bentuk kesenian misalnya teater, tari,
musik, seminar sastra, pameran lukisan. Pengisi acara biasanya selain dari
kelompok seni di Surabaya juga berasal dari luar Surabaya. Diramaikan
pula pemutaran film layar tancap, pameran kaos oblong dan lain
sebagainya. diadakan setiap satu tahun sekali di bulan Juni bertempat di
Balai Pemuda.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya)
2.1.11
Kerangka Berpikir
Dengan munculnya berbagai macam media massa dan bentukan
baru dari media yang telah ada sebelumnya membuat remaja Surabaya
dengan mudah menerima dan mendapatkan informasi, selain itu remaja
Surabaya yang peka akan keadaan ini mampu membuat keadaan menjadi hal
yang bisa menguntungkan maupun dapat merugikan, kecenderungan itu
membuat kalangan remaja Surabaya pecinta Korea mampu mengambil celah
ketika YouTube bisa mereka jadikan salah satu sebagai media sosial dimana
kebudayaannya sendiri, ataupun dapat menggabungkan kedua kebudayaan
tersebut.
Sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:
Difusi Inovasi dan Adopsi Kebudayaan Korea. Dalam penelitian ini
membahas bagaimana efek yang ditimbulkan oleh media massa yang
berlebihan terhadap kalangan remaja kota Surabaya pecinta Korea.
Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui difusi
inovasi dan adopsi remaja pecinta Korea di Surabaya terhadap kebudayaan
pop Korea “Gangnam Style”. Proses Difusi Inovasi dan adopsi secara umum
terbagi dalam 5 tahap yaitu :
1.
Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang
individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk
memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana
suatu inovasi berfungsi
2.
Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit
pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak
baik
3.
Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau
unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang
mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4.
Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu
atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan
5.
Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau
unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap
keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat
sebelumnya.
Dari situlah penulis tertarik untuk meneliti bagaimana remaja
Surabaya pecinta budaya Korea terhadap difusi inovasi dan adopsi
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang bertujuan
untuk menjelaskan fenomena yang ada pada masyarakat sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan
besarnya populasi atau sampling, bahkan populasi atau samplingnya terbatas. Jika
data yang dikumpulan sudah mendalam dan menjelaskan fenomena yang diteliti,
maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah
persoalan kedalaman (kualitas) data, bukannya (kuantitas) data (Kriyantono, 2006
: 58).
Menurut Rakhmat (2004:24), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan
untuk beberapa hal, diantaranya adalah :
1.
Mengidentifikasikan masalah atau memeriksakan kondisi dan
praktek-praktek yang berlaku.
2.
Membuat perbandingan atau evaluasi.
3.
Mengumpulkan informasi aktual yang melukiskan gejala yang ada.
4.
Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
hakekatnya akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenani fenomena
yang diteliti.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena berusaha
memahami difusi inovasi dan adopsi remaja Surabaya terhadap kebudayaan
Korea. Penelitian dalam pandangan fenomenologik bermakna memahami
peristiwa dalam kaitannya dengan orang dalam situasi tertentu (Moleong, 1995).
Pemahaman terhadap situasi tertentu menuntut penelitian yang bersifat natural
atau wajar sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen
atau tes, pendekatan tersebut disebut naturalistik (Nasution, 1988). Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan difusi inovasi dan adopsi remaja Surabaya terhadap
kebudayaan Korea.
<