• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN

KLOROFIL-A TERHKLOROFIL-ADKLOROFIL-AP MKLOROFIL-ADDEN-JULIKLOROFIL-AN OSCILLKLOROFIL-ATION (MJO) DI

LAUT INDONESIA

NABIL

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NABIL. Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA dan ALAN FRENDY KOROPITAN.

Osilasi laut-atmosfer pada periode intra-musiman yang dikenal dengan Madden-Julian Oscillation (MJO) merupakan fenomena skala besar yang terjadi di wilayah ekuatorial, khususnya di Benua Maritim Indonesia (BMI). Tujuan penelitian ini adalah mengkaji proses perambatan MJO dan hubungannya dengan suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a. Variabel laut (SPL dan klorofil-a) dan variabel atmosfer (outgoing longwave radiation/OLR, angin 850 hPa, dan angin permukaan) ditapis dengan periode 20 – 100 hari. Densitas spektral dari OLR dan angin 850 hPa (2003 – 2012) menunjukkan periode dominan MJO selama 40 - 50 hari. Rata-rata kecepatan penjalaran MJO berdasarkan analisis diagram Hovmöller adalah 4.7 m/s. Korelasi silang antara variabel SPL dan OLR di Selatan Jawa dan Laut Banda menghasilkan korelasi kuat saat fase aktif MJO, dimana MJO terjadi lebih dulu kemudian diikuti respon penurunan nilai SPL di sepanjang wilayah ekuatorial. Terdapat respon peningkatan klorofil-a di beberapa area saat fase aktif MJO dengan beda fase yang singkat. Gesekan dan pengadukan pada lapisan permukaan yang disebabkan oleh angin permukaan diduga sebagai faktor utama peningkatan klorofil-a di sekitar ekuatorial.

Kata kunci: Madden-Julian Oscillation, OLR, Benua Maritim, suhu permukaan laut, klorofil-a permukaan

ABSTRACT

NABIL. Response of Sea Surface Temperature (SST) and Chlorophyll-a on Madden-Julian Oscillation (MJO) in Indonesian Seas. Supervised by AGUS SALEH ATMADIPOERA and ALAN FRENDY KOROPITAN.

Madden-Julian Oscillation (MJO) is a large-scale phenomenon that occurs in equatorial area, particularly Indonesia. This research aimed to investigate the MJO propagation process and studied the correlation between MJO and sea surface temperature (SST) and a. Sea variables (SST and chlorophyll-a) and atmosphere variables (outgoing longwave radiation/OLR, 850 hPa wind, and surface wind) were band-pass filtered for 20 – 100 days period. Spectral density from OLR and 850 hPa wind (2003 – 2012) shows that the MJO period was dominantly occurred for 40 – 50 days. Average propagation of MJO velocity resulted from the atmospheric variable analysis by Hovmöller diagram was 4.7 m/s. Cross correlation between SST and OLR in South Java and Banda Sea results a strong correlation during MJO active phase, where MJO took place first and was then followed by the decreasing SST along the equatorial region. Increasing chlorophyll-a concentration occured at some areas during MJO active phase with relatively short phase delay. Shear and mixing over the sea surface due to wind stress may act as primary factor for the increasing chlorophyll-a around the equator.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

RESPON SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN

KLOROFIL-A TERHKLOROFIL-ADKLOROFIL-AP MKLOROFIL-ADDEN-JULIKLOROFIL-AN OSCILLKLOROFIL-ATION (MJO) DI

LAUT INDONESIA

NABIL

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia

Nama : Nabil NIM : C54090009

Disetujui oleh

Dr Ir Agus S. Atmadipoera, DESS Pembimbing I

Dr Alan F. Koropitan, S.Pi M.Si. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah interaksi antara laut dan atmosfer, dengan judul Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS dan Bapak Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi., M.Si. selaku komisi pembimbing, serta rekan-rekan laboratorium pemrosesan data oseanografi, yaitu Prof. Dr. Mulia Purba, M. Tri Hartanto, M.Si., Santoso, Erwin Maulana, dan Heidi Retnoningtyas, yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan data, sekaligus memberikan saran penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan 2009 dan rekan-rekan FDC Diklat 28 atas dukungannya selama masa perkuliahan di IPB. Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Lokasi Penelitian 3

Data 3

Prosedur 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Propagasi MJO di atas Laut Indonesia 9

Hubungan angin level 850 hPa dan angin permukaan 12

Respon SPL terhadap MJO 13

Respon Klorofil-a terhadap MJO 15

Skematika Laut-Atmosfer saat fase aktif MJO 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi data yang digunakan 4

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 3

2 Sistematika dan diagram alir penelitian 5

3 Indeks RMM bulan Januari – Maret 2012 6

4 Ilustrasi diagram Hovmöller berdasarkan anomali OLR 7 5 Evolusi MJO berdasarkan data OLR (warna) dan angin zonal level 850

hPa (kontur) kejadian tahun 2012 10

6 Analisis deret waktu anomali OLR dan anomali angin zonal 850 hPa hasil penapisan tahun 2003 – 2012 di Selatan Jawa (a) Densitas spektral silang antara anomali OLR dan anomali angin zonal level 850 hPa (b) 11 7 Diagram Hovmöller rataan 5 oLS – 5 oLU OLR, angin zonal 850 hPa,

dan angin permukaan (dari kiri ke kanan) pada Februari hingga April

2012 12

8 Frekuensi kejadian MJO tiap tahun berdasarkan indeks RMM 12 9 Korelasi silang transformasi wavelet (garis kontur hitam menunjukkan

selang kepercayaan 95%, daerah yang dihilangkan adalah batas cone of influence (COI), tanda panah menunjukkan beda fase dengan arah panah ke kanan menunjukkan fase searah, arah ke kiri menunjukkan fase berlawanan (a) dan plot data deret waktu angin zonal permukaan dan

angin zonal 850 hPa (b) 13

10 Evolusi SPL saat fase aktif MJO 14

11 Transformasi silang wavelet OLR dan SPL di Selatan Jawa (arah panah ke bawah menunjukkan varibel OLR mendahului SPL sebesar 90o) (a) dan Laut Banda (b); Plot variabel OLR dan SPL tahun 2011 – 2012 (c) 15

12 Evolusi klorofil-a saat fase aktif MJO 16

13 Transformasi silang wavelet angin permukaan dan klorofil-a di Selatan Jawa (a) dan Laut Banda (b); Plot variabel angin permukaan dan

klorofil-a tahun 2011 – 2012 (c) 17

14 Skematika interaksi laut-atmosfer di BMI 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Evolusi angin zonal 1000 – 200 hPa 23

2 Evolusi vektor angin 1000 – 200 hPa 23

3 Evolusi vektor angin 850 hPa 24

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah Indonesia yang termasuk dalam Benua Maritim memiliki respon aktivitas konvektif yang berpengaruh terhadap kesetimbangan iklim global dalam skala ruang maupun waktu (Ramage 1968; Neale and Slingo 2002). Benua Maritim meliputi wilayah kepulauan, dengan cakupan bujur 90 oBT –150 oBT dan lintang 10 oLS – 20 oLU. Daerah ekuatorial, khususnya Indonesia, dipengaruhi oleh berbagai fenomena atmosfer dan oseanografi yang sangat kompleks. Fenomena ini memiliki variasi ruang dan waktu beragam, salah satunya adalah siklus intra-musiman (intraseasonal). Ditinjau dari posisi geografisnya, Indonesia diapit oleh dua benua luas (Asia dan Australia) dan dua samudera luas (Pasifik dan Hindia), serta menjadi pusat perpindahan massa air pada berbagai tingkat kedalaman. Wilayah Indonesia terdiri dari 2/3 lautan dan memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan batimetri yang beragam, sehingga menambah variabilitas laut-atmosfer di Laut Indonesia (Wu and Hsu 2009).

Terdapat hubungan timbal balik yang erat antara atmosfer dan lautan sehingga keduanya saling dipengaruhi dan memengaruhi. Fenomena laut-atmosfer yang memengaruhi daerah Indonesia adalah Muson, Dipole Mode (DM), Madden-Julian Oscillation (MJO) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO), dengan beragam siklus intra-musiman, musiman hingga antar tahunan. Salah satu fenomena laut-atmosfer yang terdapat di wilayah ekuatorial adalah Madden-Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan fenomena skala besar yang terjadi akibat adanya pola sirkulasi atmosfer dan konveksi yang kuat. MJO berpropagasi dari bagian barat Indonesia (Samudra Hindia) ke arah timur (Samudra Pasifik) dengan kecepatan rata-rata 5 m/s (Zhang 2005). Sirkulasi ini ditandai dengan tumbuhnya awan skala besar yang dikenal dengan Super Cloud Clusters (SCCs) di Samudra Hindia bagian timur. MJO merupakan mode dominan dari variabilitas intra-musiman yang memengaruhi iklim dan cuaca (Madden and Julian 1971; 1972; 1994). Laut memiliki respon tersendiri terhadap MJO. Saat MJO aktif, terjadi kenaikan kecepatan angin secara signifikan pada ketinggian 850 hPa. Hal ini berpengaruh terhadap pola angin permukaan (angin 10 meter diatas permukaan laut), yang nantinya memodulasi beberapa parameter di laut (Jones et al. 1998; Jin et al. 2013).

(12)

2

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai fenomena MJO sangat penting dilakukan, khususnya terkait dampak fenomena tersebut bagi Laut Indonesia. Fenomena yang terjadi di daerah ekuatorial ini memiliki periode intra-musiman. Salah satu alasan pemilihan lokasi penelitian di Laut Indonesia adalah karena letaknya di wilayah ekuatorial. Pencampuran massa air yang kompleks dari Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Laut Cina Selatan dengan beragam kondisi batimetri di banyak pulau menjadi topik kajian yang menarik dan baru. Beberapa kajian mengenai MJO di wilayah ekuatorial hanya menekankan pada karakteristik atmosfer dan beberapa parameter fisik yang berperan dalam membangkitkan gelombang MJO. Selain itu, area kajian sebelumnya mencakup keseluruan Benua Afrika dan Amerika, sehingga perubahan beberapa parameter di Indonesia kurang jelas terlihat.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh Zhang (2005), fenomena MJO memiliki hubungan yang erat dengan perubahan parameter penting pada laut dan atmosfer, antara lain kecepatan dan arah angin, SPL, variabilitas permukaan klorofil-a, dan pola arus permukaan. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab dari penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana proses perambatan MJO di Samudra Hindia dan seperti apa evolusi serta area cakupan MJO di Laut Indonesia?

2. Bagaimana hubungan antara variabel atmosfer dengan variabel lautan saat fase aktif MJO?

3. Pengaruh atau interaksi seperti apa yang dibentuk terhadap variabel SPL dan klorofil-a di Laut Indonesia?

Penelitian ini menitikberatkan pada pemahaman mengenai perubahan anomali SPL dan sebaran klorofil-a pada saat fase aktif MJO, serta memahami proses fisik atmosfer yang berperan dalam memodulasi kedua parameter tersebut. Karakteristik dan pola MJO yang terjadi di Indonesia juga diteliti sebagai informasi penting dalam melihat dinamika laut-atmosfer.

Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai respon klorofil-a dan SPL terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) ini bertujuan untuk memahami dinamika laut-atmosfer dan dampaknya terhadap sirkulasi laut global di wilayah ekuatorial, khususnya di Indonesia. Tujuan spesifik dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji proses perambatan MJO

2. Mengkaji hubungan antara variabel atmosfer, khususnya radiasi gelombang panjang (OLR) dan angin, dengan variabel lautan, seperti SPL dan klorofil-a saat fase aktif MJO

3. Mengkaji pengaruh MJO dalam memodulasi variabilitas SPL dan klorofil-a

Manfaat Penelitian

(13)

3 kebijakan. Riset terkait klimatologi di daerah Indonesia cukup penting dilakukan untuk mengetahui fenomena oseanografi yang terjadi di Indonesia.

METODE

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini meliputi seluruh Wilayah Kepulauan Indonesia dengan cakupan bujur 80 oBT – 180 oBT dan lintang 20 oLS – 20 oLU. Petak yang diarsir (Gambar 1) merupakan area pergerakan MJO yang dianalisis menggunakan diagram Hovmöller. Pendalaman mengenai perubahan parameter laut – atmosfer yang dibentuk saat fase aktif MJO diwakili oleh titik Selatan Jawa (110 oBT – 112 o

BT; 9 oLS – 11 oLS) dan Laut Banda (128 oBT – 130 oBT; 5 oLS – 7 oLS). Titik Selatan Jawa mewakili area di bagian luar Indonesia dan Laut Banda mewakili laut dalam Indonesia. Pemilihan kedua titik tersebut didasarkan pada pola evolusi MJO dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik, dimana pergerakan MJO lebih dominan di bagian Selatan Indonesia dan perairan bagian dalam Indonesia.

Gambar 1 Lokasi penelitian Data

(14)

4

Oscillation (RMM) digunakan untuk memantau aktivitas MJO (Wheeler and Hendon 2004). Informasi spesifik dari variabel diatas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi data yang digunakan Variabel Data Resolusi Klorofil-a 0.125ox0.125o Harian 01/01/2011 -

31/12/2012

Karakter data pada penelitian ini memiliki cakupan area yang luas, resolusi spasial yang bervariasi, dan rentang waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu diperlukan pemilihan perangkat lunak yang efektif untuk pengelolaan dan pengolahan data laut-atmosfer. Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini adalah Ferret PMEL versi 6.85 dan Matlab 2013a. Ferret merupakan perangkat lunak untuk menampilkan dan menganalisa data-data lingkungan, khususnya bagi ilmuwan yang bekerja dibidang oseanografi dan meteorologi. Ferret pertama kali dikembangkan oleh Thermal Modelling and Analysis Project (TMAP) NOAA/PMEL. Salah satu kelebihan dari perangkat ini ialah kemampuan dalam mengakomodir data-data multidimensi skala global dengan resolusi tinggi pada jenis grid reguler maupun acak. Ekstensi data yang umum dibaca oleh Ferret adalah netCDF, binary file, dan ASCII (Hankin S et al. 2007). Perangkat lunak matlab merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi untuk analisis, visualisasi, dan komputasi numerik yang nantinya digunakan untuk analisis wavelet dan densitas spektral.

Prosedur Analisis Data

(15)

5 Analisis diagram Hovmöller digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui propagasi MJO ke arah timur Indonesia (Hovmöller 1949). Analisis wavelet coherence (WTC) dan cross wavelet transform (XWT) digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel laut-atmosfer serta mengetahui perubahan frekuensi terhadap dimensi waktu (Grinsted et al. 2004; Torrence and Compo 1998).

Gambar 2 Sistematika dan diagram alir penelitian

(16)

6

Gambar 3 Indeks RMM bulan Januari – Maret 2012 Penapisan data (Lanczos filter)

Fenomena MJO memiliki periode dominan berkisar antara 40 hingga 60 hari atau masuk dalam periode intra-musiman, sehingga untuk mempertegas osilasi data pada periode tersebut diperlukan penapisan dengan kisaran frekuensi intra-musiman (Zhang and Dong 2004; Wu and Hsu 2009; Arguez et al. 2005). Penapisan data diharapkan dapat membatasi dampak dari fenomena osilasi musiman, tahunan, ataupun antar tahunan.

Penapisan data yang diterapkan untuk penelitian ini adalah bandpass filter dengan periode 20 – 100 hari. Nilai cut-off frekuensi yang digunakan sebagai input fungsi bandpass filter adalah 0.01 dan 0.05. Nilai frekuensi rendah (100 hari) diwakili oleh 0.01 dan nilai frekuensi tinggi (20 hari) diwakili oleh 0.05 (20 hari). Bandpass filter tersebut membuang osilasi sinyal dengan periode dibawah 20 hari dan diatas 100 hari. Data input variabel ditapis dengan persamaan Lanczos dan menghasilkan data deret waktu . Persamaan deret waktu yang digunakan sebagai berikut (Duchon 1979):

(17)

7

( )

: Bobot sinyal pada selang kepercayaan 95%

: cut-off frekuensi pertama

: cut-off frekuensi kedua yang memberikan respon “0” terhadap frekuensi Nyquist

: faktor sigma Diagram Hovmöller

Propagasi MJO yang dideteksi dengan beberapa variabel atmosfer seperti OLR, angin 850 hPa, dan angin permukaan memiliki kecepatan fase yang berbeda-beda di setiap kejadiannya. Perhitungan kecepatan fase pergerakan MJO dapat diketahui dengan cara merata-ratakan nilai bujur atau lintang, sehingga diperoleh pola penjalaran berdasarkan perubahan jarak (dx) terhadap perubahan waktu (dt) (Gambar 4). Selain kecepatan fase, pola yang dibentuk dari hasil analisis diagram Hovmöller digunakan untuk mengidentifikasi penguatan dan pelemahan variabel di titik dan waktu tertentu pada saat penjalaran MJO berlangsung.

Nilai kecepatan fase (phase speed) dari variabel OLR dan angin dapat dihitung dengan persamaan berikut (Hovmöller 1949):

(18)

8

Densitas Spektral

Data hasil penapisan bandpass Lanczos memiliki variasi sinyal dengan periode 20 hingga 100 hari. Oleh karena itu, untuk mengetahui periodisitas dominan dari masing-masing variabel laut atmosfer diperlukan analisis densitas spektral menggunakan perhitungan FFT. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui Persamaan yang digunakan untuk perhitungan densitas spektral adalah sebagai berikut (Bendat and Piersol 1971):

Nilai energi densitas spektral (Sx) hasil analisis FFT, dihitung dengan persamaan berikut:

Melalui metode yang sama, korelasi silang antar variabel dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

X( ) : data deret waktu variabel pertama hasil penapisan bandpass Lanczos Y( ) : data deret waktu variabel kedua hasil penapisan bandpass Lanczos S : nilai densitas spektral variabel pertama

S : nilai densitas spektral kedua variabel h : interval data selama satu hari

N : data harian selama 3653 hari

: frekuensi ke-k : bilangan imaginer

Korelasi silang dan koherensi transformasi wavelet

(19)

9

Rata-rata sudut beda fase antar dua variabel data dimana , dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

dengan X dan Y adalah variabel pertama dan kedua,

Sudut beda fase ini menunjukkan sinyal mana yang mendahului, berlawanan, atau bersamaan antara variabel OLR, angin, SPL, dan klorofil-a.

Koherensi antar kedua data diperlukan untuk melihat tingkat keeratan antara variabel laut dan atmosfer saat fase aktif MJO. merupakan hasil perhitungan koherensi antar kedua data (tanpa satuan) dengan skala 0 sampai 1 dan S adalah operator filter.

Jika hasil perhitungan koherensi mendekati 1, artinya kedua data memiliki koherensi yang kuat. Apabila mendekati 0, artinya kedua data memiliki koherensi yang lemah (Torrence and Webster 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Propagasi MJO di atas Laut Indonesia

(20)

10

Gambar 5 Evolusi MJO berdasarkan data OLR (warna) dan angin zonal level 850 hPa (kontur) kejadian tahun 2012

(21)

11

(a)

(b)

Gambar 6 Analisis deret waktu anomali OLR dan anomali angin zonal 850 hPa hasil penapisan tahun 2003 – 2012 di Selatan Jawa (a) Densitas spektral silang antara anomali OLR dan anomali angin zonal level 850 hPa (b)

(22)

12

(40 kejadian), sedangkan jumlah hari MJO tertinggi pada tahun 2008 (68 kejadian). Perhitungan hari MJO didasarkan atas titik di luar lingkaran pada kuadran benua maritim (Kuadran 4 dan 5).

Gambar 7 Diagram Hovmöller rataan 5 oLS – 5 oLU OLR, angin zonal 850 hPa, dan angin permukaan (dari kiri ke kanan) pada Februari hingga April 2012

Gambar 8 Frekuensi kejadian MJO tiap tahun berdasarkan indeks RMM Hubungan angin level 850 hPa dan angin permukaan

(23)

13 hPa (Lampiran 2) dan angin permukaan (Lampiran 3) di BMI saat fase aktif MJO memiliki pola evolusi yang hampir sama, dimana terjadi peningkatan kecepatan angin pada area yang dilewati MJO. Pelemahan sinyal angin pada lapisan permukaan dikarenakan gesekan (shear) yang lebih besar dibandingkan dengan lapisan atas. Kondisi angin permukaan saat MJO berlangsung sangat berkaitan erat dengan dinamika perubahan kondisi di lapisan permukaan laut.

(a)

(b)

Gambar 9 Korelasi silang transformasi wavelet (garis kontur hitam menunjukkan selang kepercayaan 95%, daerah yang dihilangkan adalah batas cone of influence (COI), tanda panah menunjukkan beda fase dengan arah panah ke kanan menunjukkan fase searah, arah ke kiri menunjukkan fase berlawanan (a) dan plot data deret waktu angin zonal permukaan dan angin zonal 850 hPa (b)

Respon SPL terhadap MJO

(24)

14

bulan Maret yang lebih condong ke bagian selatan ekuatorial, sehingga mengakibatkan kenaikan suhu yang lebih tinggi di bagian selatan ekuatorial dibandingkan dengan di bagian utara ekuatorial. Pada fase pertama (5 – 10 Maret), penurunan nilai SPL belum terlihat jelas di Samudra Hindia, namun pada fase berikutnya, penguatan anomali negatif nilai SPL di sekitar Samudra Hindia mulai terlihat, yaitu pada bujur 80 oBT – 90 oBT. Nilai anomali negatif SPL pada fase ketiga (16 – 20 Maret) semakin mencolok dan meluas hingga barat Sumatra dan mulai memasuki Laut Jawa dan Selatan Jawa. Penyebaran anomali negatif SPL pada fase keempat terlihat tidak merata dan semakin meluas hingga ke sekitar Laut Flores dengan fluktuasi nilai anomali negatif yang berbeda-beda. Pada fase kelima, terlihat penurunan nilai SPL semakin ke bagian timur BMI, tetapi penurunan nilai SPL di bagian barat maupun tengah masih terlihat dengan intensitas yang semakin melemah. Perbedaan mencolok terlihat pada fase terakhir 31 Maret – 4 April, dimana hampir keseluruhan nilai anomali negatif SPL berada di bagian timur BMI sedangkan anomali positif terlihat di bagian barat hingga ke Laut Banda.

Gambar 10 Evolusi SPL saat fase aktif MJO

(25)

15 disebabkan oleh awal penurunan nilai SPL di Laut Banda telah dimulai saat MJO mulai terbentuk di Samudra Hindia. Perhitungan koherensi antara variabel OLR dan SPL menunjukkan nilai 0.9 yang berarti hubungan antar kedua variabel tersebut sangat erat.

(a) (b)

(c)

Gambar 11 Transformasi silang wavelet OLR dan SPL di Selatan Jawa (arah panah ke bawah menunjukkan varibel OLR mendahului SPL sebesar 90o) (a) dan Laut Banda (b); Plot variabel OLR dan SPL tahun 2011

– 2012 (c)

Respon Klorofil-a terhadap MJO

(26)

16

MJO di Samudra Hindia, konsentrasi klorofil-a di sebagian besar wilayah Indonesia memiliki nilai dibawah rata-rata (anomali negatif). Pada fase kedua, peningkatan konsentrasi klorofil-a mulai terlihat, khususnya di area laut lepas Selatan Jawa, Laut Jawa, dan menyebar hingga di sekitar perairan Laut Flores. Seiring dengan penjalaran MJO di atas BMI ke arah timur, terjadi peningkatan konsentrasi sekitar 0.01 – 0.1 mg/m3 dan menyebar pada fase ketiga. Pada fase keempat, penyebaran klorofil-a semakin terlihat di wilayah timur dimana terlihat peningkatan konsentrasi klorofil-a sebesar 0.02 mg/m3 di sekitar Laut Banda.

Setelah MJO menuju ke Samudra Pasifik, terlihat pelemahan konsentrasi klorofil-a yang cukup signifikan pada fase kelima. Pelemahan ini diduga kuat karena area yang telah dilewati MJO diindikasikan dengan adanya pelemahan kecepatan angin pada level 850 hPa dan angin permukaan (Lampiran 4) sehingga gesekan yang terjadi antara udara dan permukaan laut semakin melemah. Pelemahan kecepatan angin mengakibatkan lemahnya pengadukan pada lapisan permukaan, sehingga konsentrasi klorofil-a sangat lemah. Pada fase terakhir (31 Maret – 4 April), terlihat perbedaan yang sangat mencolok dengan area saat fase aktif MJO dimana fase terakhir hampir keseluruhan wilayah BMI memiliki nilai konsentrasi klorofil-a dibawah rata-rata.

Gambar 12 Evolusi klorofil-a saat fase aktif MJO

(27)

17 Beda fase antara peningkatan kecepatan angin permukaan dan peningkatan konsentrasi klorofil-a sekitar 4.5 hari. Nilai koherensi saat fase aktif MJO sebesar 0.85 yang menunjukkan hubungan yang erat antar kedua variabel. Sifat sefase antar variabel pada korelasi wavelet ditunjukkan dari arah panah ke kanan. Hasil korelasi wavelet di Laut Banda menunjukkan pola yang hampir sama, dimana terdapat respon kedatangan MJO pada bulan Maret hingga April 2012 (Gambar 13b). Akan tetapi, respon di Laut Banda menunjukkan penguatan di waktu lainnya, seperti pada bulan Juni hingga September 2011. Penguatan ini dimungkinkan karena masih terdapat efek musiman pada periode intra-musiman. Beda fase kedatangan MJO dan peningkatan klorofil-a di Laut Banda sekitar 7.4 hari dengan periode dominan selama 45 hari. Koherensi angin permukaan dan klorofil-a di Laut Banda sekitar 0.85. Anomali angin permukaan dan klorofil-a baik di Selatan Jawa ataupun di Laut Banda memiliki pola yang sama (Gambar 13c), dimana keduanya sama-sama menguat saat periode musim timur dan melemah saat musim barat.

(a) (b)

(c)

(28)

18

Skematika Laut-Atmosfer saat fase aktif MJO

Skema hubungan antara laut dan atmosfer saat fase aktif MJO disajikan pada Gambar 14 yang merujuk pada hasil penelitian dan beberapa literatur mengenai evolusi MJO dan interaksi laut-atmosfer. Fase aktif MJO ditandai dengan kenaikan kecepatan angin pada ketinggian 850 hPa hingga 200 hPa dan perambatan awan kumulus atau super cloud clusters (SCCs). Perambatan ini juga dipicu oleh adanya perbedaan tekanan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Tekanan yang lebih tinggi di bagian barat BMI dibandingkan dengan bagian timur mengakibatkan angin berhembus ke tekanan lebih rendah untuk memperoleh kesetimbangan. Siklus pergerakan partikel udara ditunjukkan oleh panah hitam, dimana partikel udara terangkat ke atas pada area di sekitar awan kumulus. Awan kumulus yang dibentuk saat proses konveksi membawa uap air yang tinggi dan presipitasi yang besar. Area yang dilewati MJO umumnya akan mengalami curah hujan tinggi yang nantinya akan memengaruhi masa tanam dan panen di bidang pertanian.

Gambar 14 Skematika interaksi laut-atmosfer di BMI

(29)

19 menyebabkan nutrien naik ke permukaan dan meningkatkan kelimpahan fitoplankton.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Salah satu faktor penting awal kedatangan MJO adalah penurunan nilai radiasi gelombang panjang yang dilepaskan oleh bumi ke angkasa, yang kemudian diikuti dengan peningkatan bahang laten yang dilepaskan melalui proses evaporasi dan penurunan radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan bumi. Lepasnya bahang diatas rata-rata mengakibatkan penurunan suhu di hampir seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil analisis terhadap respon SPL dan klorofil-a saat periode aktif MJO di Laut Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat respon SPL dan klorofil-a saat fase aktif MJO. Respon SPL ditunjukkan oleh sistem masuk dan lepasnya bahang antara darat-laut-atmosfer yang mengakibatkan turunnya nilai suhu di sebagian besar wilayah BMI. Peningkatan konsentrasi klorofil-a di beberapa area sebagai respon MJO dipicu oleh peningkatan kecepatan angin pada lapisan troposfer. Peningkatan kecepatan angin di atas permukaan laut mengakibatkan pengadukan di lapisan permukaan laut, menyebabkan nutrien naik ke permukaan dan memicu kelimpahan fitoplankton.

Saran

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Arguez A, Bourassa MA, O’Brien JJ. 2005. Detection of the MJO signal from QuikSCAT. J. Atmos. Oceanic Technol. 22: 1885–1894.

Bendat JS, Piersol AG. 1971. Random Data: Analysis and Measurement Procedures. New York (US): Wiley-Interscience Publication, John Wiley and Sons.

Zhang C, Dong M. 2004. Seasonality in the Madden–Julian oscillation. J. Climate. 17: 3169–3180.

Dee DP, Uppala SM, Simmons AJ, Berrisford P, Poli P, Kobayashi S, Andrae U, Balmaseda MA, Balsamo G, Bauer P et al. 2011. The ERA-Interim reanalysis: configuration and performance of the data assimilation system. Quart. J. R. Meteorol. Soc. 137:553-597.

Duchon CE. 1979. Lanczos filtering in one and two dimensions. J. Appl. Meteor. 18:1016–1022.

Fu G, Baith KS, McClain CR. 1998. SeaDAS: The SeaWiFS Data Analysis System. Di dalam: He MX, Chen G, editor. Proceedings of the Fourth Pacific Ocean Remote Sensing Conference; 1998 28–31 July; Qingdao, China. Hangzhou (CN): Fortune Printing Co. Ltd. 73-79p.

Gordon HR, Wang M. 1994. Retrieval of water-leaving radiance and aerosol optical thickness over the oceans with SeaWiFS: a preliminary algorithm. Appl. Opt. 33:443-452.

Grinsted AM, Moore JC, Jevrejeva S. 2004. Application of the cross wavelet transform and wavelet coherence to geophysical time series. Nonlin. Processes Geophys. 11:561–566.

Hankin S, Callahan J, Manke A, O'Brien K, Jing L. 2007. Ferret User’s Guide:

An Analysis Tool for Gridded Data. Washington: NOAA/PMEL/TMAP. 609p.

Hovmöller E. 1949. The trough-and-ridge diagram. Tellus 1:62–66.

Jin D, Waliser DE, Jones C, Murtugudde R. 2013. Modulation of tropical ocean surface chlorophyll by the Madden-Julian Oscillation. Clim. Dyn. 40(1):39-58. Jones C, Waliser DE, Gautier C. 1998. The influence of the Madden–Julian

oscillation on ocean surface heat fluxes and sea surface temperature. J. Climate, 11:1057–1072.

Kalnay E, Kanamitsu M, Kistler R, Collins W, Deaven D, Gandin L, Iredell M, Saha S, White G, Woollen J et al. 1996. The NCEP/NCAR 40-year reanalysis project. Bull. Am. Meteorol. Soc. 77:437-470.

Liebmann B, Smith CA. 1996. Description of a complete (interpolated) outgoing longwave radiation dataset. Bull. Am. Meteorol. Soc. 77:1275-1277.

Madden RA, Julian PR. 1971. Detection of a 40–50 day oscillation in the zonal wind in the tropical pacific. J. Atmos. Sci. 28:702–708.

Madden RA, Julian PR. 1972. Description of global-scale circulation cells in the tropics with a 40–50 day period. J. Atmos. Sci. 29:1109–1123.

Madden RA, Julian PR. 1994. Observations of the 40–50-day tropical oscillation—a review. Mon. Wea. Rev. 122: 814–837.

(31)

21 Ramage CS. 1968. Role of a tropical “maritime continent” in the atmospheric

circulation. Mon. Wea. Rev. 96:365–370.

Reynolds RW, Smith TM, Liu C, Chelton DB, Casey KS, Schlax MG. 2007. Daily high-resolution-blended analyses for sea surface temperature. J. Climate. 20:5473-5496.

Shettle EP, Fenn RW. 1979. Models for the aerosols for the lower atmosphere and the effects of humidity variations on their optical properties. Environmental Research Papers No. 676.

Torrence C, Compo GP. 1998. A practical guide to wavelet analysis. Bull. Am. Meteorol. Soc. 79:61–78.

Torrence C, Webster PJ. 1999. Interdecadal changes in the ENSO–monsoon system. J. Climate. 12:2679–2690.

Wheeler MC, Hendon HH. 2004. An all-season real-time multivariate MJO index: development of an index for monitoring and prediction. Mon. Wea. Rev. 132:1917–1932.

Wu CH, Hsu HH. 2009. Topographic influence on the MJO in the maritime continent. J. Climate. 22:5433–5448.

(32)
(33)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Evolusi angin zonal 1000 – 200 hPa

(34)

24

Lampiran 3 Evolusi vektor angin 850 hPa

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 25 Juli 1991 sebagai anak ke-1 dari 2 bersaudara pasangan Umar Balbeid dan Maryam Etty Bukhori. Pada tahun 2006 – 2009 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) Muhammadiyah 1 Surakarta. Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S1 melalui program Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) tahun 2009 dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan memperdalam ilmu oseanografi dengan menjadi asisten Oseanografi Fisika dan Oseanografi Klimatologi (2011 – 2013). Selain itu, penulis terlibat aktif dalam organisasi selam berbasis ilmiah Fisheries Diving Club (FDC IPB) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA). Sejak diterima di IPB, penulis mengikuti berbagai pelatihan, baik yang berhubungan dengan keilmiahan maupun pengembangan diri. Pada tahun 2012, penulis diberi kepercayaan menjadi Scientific Leader sehingga dapat mendalami penulisan ilmiah dan pengambilan data Ekosistem Terumbu Karang (ETK) pada program Ekspedisi Ilmiah FDC di Sambas, Kalimantan. Penulis juga memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) untuk menunjang proses studi di IPB.

Penulis memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan sekaligus memperdalam keilmuan bidang oseanografi dengan menyelesaikan tugas akhir (skripsi) yang

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian
Tabel 1 Spesifikasi data yang digunakan
Gambar 2 Sistematika dan diagram alir penelitian
Gambar 3 Indeks RMM bulan Januari  –  Maret 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model Jaringan Kompetisi Berbobot Tetap adalah salah satu model pada Jaringan Syaraf Tiruan yang dapat digunakan untuk kasus clustering dan tidak dapat

Dengan penuh kesadaran yang berlandaskan pada pemahaman kepentingan yang sama diantara debitor dan kreditor, kepailitan bukanlah suatu pilihan yang tepat, sebaliknya

Pemeliharaan pada saat shutdown testing adalah berupa pengujian individu yaitu, pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kinerja dan karakteristik relai itu

Hasil penelitian ini adalah: implementasi karakter keatif meliputi(1) HMP PGSD melakukan inovasi baru berupa pelaksanaan program kerja pelatihan debat, (2) berani

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Disisi lain dengan memperhatikan perkembangan dunia semakin mengglobal dan penuh dengan persaingan, dan perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, maka pemerintah

Pembangunan Industri Nasional (1a), Kebijakan mengenai 32 jenis industri prioritas dan pembangunan berbasis pendekatan klaster yang merupakan rumusan top-down (1b),

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa status “kelas dunia” (world-class) bagi Unpad secara keseluruhan baru diharapkan akan dicapai tahun 2026,