• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Komunitas Ikan Terumbu Pada Struktur Biorock Di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Komunitas Ikan Terumbu Pada Struktur Biorock Di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN TERUMBU PADA

STRUKTUR

BIOROCK

DI GOSONG PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

INDRA CAHYA WARDHANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Komunitas Ikan Terumbu pada Struktur Biorock di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Indra Cahya Wardhana

(4)

ABSTRAK

INDRA CAHYA WARDHANA. Struktur Komunitas Ikan Terumbu pada Struktur

Biorock di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NEVIATY

PUTRI ZAMANI dan ADRIANI SUNUDDIN.

Ikan terumbu adalah komunitas nektonik yang sebagian atau seluruh hidupnya menetap di terumbu karang, serta keberadaannya dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang. Salah satu teknologi rehabilitasi karang yang dapat digunakan adalah terumbu buatan dengan metode biorock. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji struktur komunitas ikan terumbu serta melihat keeratan antara terumbu karang dan ikan terumbu pada biorock di Gosong Pramuka. Survey dilakukan di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu pada bulan Juni 2015. Metode yang digunakan adalah metode stationary visual sensus. Hasil pengukuran parameter kualitas air yaitu: suhu air 28 °C, salinitas 32 ‰, nitrat 0.035 mg L-1, orto

fosfat < 0.002 mg L-1, TSS 8 mg L-1, dan kecerahan 100% (kedalaman 6 meter). Ditemukan 315 individu ikan dalam 50 spesies dan 17 famili. Komposisi ikan mayor, target, dan indikator secara berturut-turut 85%, 12%, dan 3% dari total individu. Nilai indeks keanekaragaman Shannon, keseragaman, dan dominasi adalah 2.56 – 3.22, 0.86 – 0.90, dan 0.06 – 0.09. Hal tersebut menunjukkan bahwa komunitas ikan terumbu di biorock Gosong Pramuka tergolong stabil. Tutupan karang hidup merupakan faktor utama yang mempengaruhi kelimpahan ikan di terumbu buatan biorock Gosong Pramuka.

Kata kunci: biorock, Gosong Pramuka, ikan terumbu, struktur komunitas, terumbu buatan

ABSTRACT

INDRA CAHYA WARDHANA. Community Structure of Reef Fish at Biorock

Structure in Gosong Pramuka, Seribu Islands. Supervised by NEVIATY PUTRI ZAMANI and ADRIANI SUNUDDIN.

Reef fish is a nectonic community that lives fully or partially associated with coral reefs and its abundance is affected by coral reefs condition. Biorock is one method of reef rehabilitation aimed to increase live coral cover at degradated area. The objective of this research was to monitor reef fish community structure and its association benthics at biorock. This research was conducted in Gosong Pramuka, Seribu Islands on June 2015. Measurement of ambient water quality parameters resulted in the value of temperature 28 °C, salinity 32 ‰, nitrate 0.035 mg L-1, ortho

phosphate <0.002 mg L-1, TSS 8 mg L-1, and visibility 100% (depth 6 m). In total,

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

STRUKTUR KOMUNITAS IKAN TERUMBU PADA

STRUKTUR

BIOROCK

DI GOSONG PRAMUKA,

KEPULAUAN SERIBU

INDRA CAHYA WARDHANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah struktur komunitas, dengan judul Struktur Komunitas Ikan Terumbu pada Struktur Biorock di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kritik, saran, arahan, serta motivasi selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hawis H Madduppa selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis berada di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga di rumah atas segala doa dan dukungan baik moril dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) di Pulau Pramuka atas izin dan tempat penginapan. Selain itu, kepada Akbar dan Mustami yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Nursyafirah Ashari yang selalu setia menemani dan memberi dukungan kepada penulis. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Ate, Rifqi, Ranggi, Uta, Reno, Ardyanto, Irpan, Bang Dimi, Bang Galang, serta keluarga besar ITK 48 atas kebersamaan dan kekeluargaannya sehingga penulis mampu berjuang di kampus ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

METODE 3

Waktu dan Lokasi 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Kualitas Perairan 7

Kelimpahan Ikan Terumbu 8

Komposisi Ikan Berdasarkan Famili dan Perannya 9

Struktur Komunitas Ikan Terumbu 12

Hubungan Tutupan Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan Terumbu 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tabel Kontingensi dengan n baris dan p kolom 6 2 Hasil pengukuran parameter kualitas air dan baku mutu KMNLH 2004 7 3 Tingkat kesuburan berdasarkan konsentrasi fosfat di perairan 8

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu 3 2 Ilustrasi area pengamatan metode stationary visual sensus dan konfigurasi

unit biorcok 4

3 Kelimpahan relatif ikan terumbu di biorock 9

4 Komposisi ikan terumbu berdasarkan familinya 10

5 Komposisi ikan terumbu berdasarkan perannya 11

6 Indeks keanekaragaman (H'), keseragaman ( E), Dominasi (C) pada setiap

unit biorock 13

7 Grafik analisis koresponden antara famili ikan terumbu dan tutupan

terumbu karang 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data ikan terumbu yang ditemukan 19

2 Data kelimpahan ikan (ind m-2) berdasarkan famili di setiap biorock 20 3 Tabel kontingensi analisis koresponden antara persentase tutupan karang

biorock dan kelimpahan famili ikan terumbu 23

4 Hasil perhitungan analisis Koresponden 24

5 Contoh perhitungan kelimpahan ikan dan indeks ekologi 25

6 Contoh pengolahan data struktur komunitas 26

(11)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan terumbu adalah kumpulan individu ikan yang hidup di dalam suatu ekosistem terumbu karang (Choat dan Bellwood 1991). Menurut Nybakken (1993), Ikan terumbu adalah organisme di laut yang berasosiasi dengan terumbu karang dengan jumlah yang banyak dan menetap di dalam habitat terumbu karang untuk mencari makan. Mayoritas ikan terumbu berukuran kecil (kurang dari 30 cm) yang hampir seluruh hidupnya selalu menetap di terumbu karang (Sale 1991). Kumpulan spesies ikan terumbu akan membentuk suatu komunitas ikan terumbu. Komunitas ikan terumbu adalah kumpulan dari populasi ikan yang hidup berdampingan dalam suatu habitat yang sama dan terbagi dalam berbagai kelompok berdasarkan peranannya. Pembagian tersebut antara lain ikan target, ikan indikator, dan ikan mayor (TERANGI 2004). Ikan target merupakan ikan yang dijadikan target untuk penangkapan ikan atau disebut ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi. Ikan indikator merupakan ikan yang dijadikan sebagai acuan atau penentu untuk keadaan suatu ekosistem. Ikan mayor merupakan ikan yang biasanya terdapat dalam jumlah banyak dalam suatu ekosistem terumbu karang.

Keberadaan ikan terumbu tentu berkaitan erat dengan keberadaan terumbu karang karena ekosistem tersebut merupakan habitat bagi ikan terumbu. Persentase tutupan karang hidup yang semakin tinggi, maka kelimpahan ikan terumbu akan meningkat. Indonesia memiliki area terumbu karang sebanyak 16% (lebih dari 39,500 km2) dari seluruh terumbu karang di dunia dan dari luas terumbu karang tersebut Indonesia memiliki jumlah spesies ikan terumbu sebanyak 2,200 spesies ikan terumbu (Burke et al. 2012). Kematian karang yang disebabkan oleh predasi hewan karang dapat membuat berkurangnya ikan terumbu yang berasosiasi dengan terumbu karang (Bell dan Galzin 1984). Saat ini kerusakan terumbu karang di Indonesia semakin bertambah. Kerusakan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Hampir 95% terumbu karang di Indonesia terancam oleh aktivitas manusia. Beberapa contoh aktivitas manusia yang dapat merusak adalah buangan limbah ke laut melalui aliran sungai; penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan; pembangunan atau reklamasi pantai; dan penangkapan berlebih (Burke et al. 2012).

Saat ini sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk membuat kondisi terumbu karang dapat pulih. Pelestarian ekosistem terumbu karang dapat dilakukan dengan metode terumbu karang buatan. Metode tersebut juga bertujuan untuk menambah kelimpahan ikan terumbu. Salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang yang sudah dilakukan adalah terumbu buatan dengan metode Mineral Accretion

(Akresi Mineral) atau terumbu buatan biorock (Zamani et al.2010).

Terumbu buatan biorock merupakan metode pembuatan terumbu karang menggunakan prinsip elektrolisis bertegangan listrik dengan voltase yang rendah. Kerangka biorock itu dimasukkan ke dalam air laut dan dapat diubah menjadi padatan kapur (CaCO3) dan Mg(OH)2 yang strukturnya sama dengan sturktur

(12)

2

Keunggulan lain dari biorock ini adalah menambah kelimpahan ikan terumbu; perlindungan pantai; dan wisata penyelaman (Spenhoff 2010).

Terumbu karang buatan memiliki fungsi utama bagi ikan terumbu antara lain: (1) perkembangan area penangkapan ikan; (2) pemulihan habitat yang rusak; (3) sebagai tempat ikan-ikan kecil (juvenil) tumbuh besar (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat memijah (spawning ground); (4) mengurangi tekanan penangkapan di habitat terumbu karang alami; (5) penyedia area penyelaman sebagai pariwisata; (6) serta keperluan penelitian dan sebagainya (Nybakken 1993).

Metode terumbu buatan dengan biorock sudah berhasil diterapkan di beberapa negara seperti di Maldives, Jamaica, Mexico, Panama, Papua New Guinea, Seychelles, Thailand, Palau, dan Indonesia. Metode ini sudah diterapkan di Indonesia di daerah-daerah seperti Pemuteran, Bali; Gili Trawangan, Lombok; Tanjung Lesung, Banten; dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Biorock di Pulau Pramuka berada di perairan Gosong Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu Jakarta. Pemasangannya sudah berlangsung sejak tahun 2008. Biorock di Pulau Pramuka terdapat 20 buah yang berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran yang berbeda. Sebanyak 3 buah biorock besar memiliki diameter sebesar 2 m sedangkan biorock kecil memiliki diameter sebesar 1 m. Kelimpahan ikan sebelum dan sesudah pemasangan biorock adalah 19 ind/27m2 dan 25 ind/27m2. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kelimpahan ikan setalah pemasangan biorock (Muhammad 2009). Selain itu, pengingkatan kelimpahan ikan terumbu menunjukkan bahwa rehabilitasi terumbu karang buatan dengan metode biorock sangat potensial.

Penelitian kali ini akan mengkaji kelimpahan dan struktur komunitas ikan terumbu pada biorock di Pulau Pramuka setelah berusia 7 tahun. Penelitian ini akan membandingkan kelimpahan ikan terumbu pada biorock yang telah berusia 7 tahun apakah mengalami peningkatan atau sebaliknya. Struktur komunitas ini dihitung berdasarkan indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi. Komunitas ini dihitung karena kestabilan suatu ekosistem terumbu karang dapat dilihat berdasarkan kestabilan komunitas ikan terumbunya. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk monitoring ikan terumbu pada lokasi pemasangan terumbu buatan dengan metode biorock.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas ikan terumbu berdasarkan kelimpahan ikan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi serta mengetahui keterkaitan antara komunitas ikan dan terumbu karang pada struktur

(13)

3

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dimulai pada bulan Juni - Desember 2015. Pengambilan data ikan terumbu dilakukan di lokasi pemasangan biorock yang terdapat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu. Pengolahan data ikan terumbu dilaksanakan di Laboratorium Bioprospeksi Kelautan, FPIK, IPB serta analisis parameter kualitas air di Prolink FPIK, IPB. Letak geografis lokasi pengambilan data pada biorock

terdapat di koordinat 5o 44’17,8” LS dan 106o 36’32,4” BT.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu

Alat dan Bahan

(14)

4

Prosedur Penelitian

Pengambilan Data

Pengamatan ikan terumbu pada lokasi biorock menggunakan metode yang dimodifikasi dari metode stationary visual sensus (Hill dan Wilkinson 2004). Metode ini dilakukan dengan cara menyelam menggunakan SCUBA diving dan mengamati ikan terumbu. Area pengamatan ditentukan pada jarak maksimum 2 meter dari empat sisi biorock dengan transek garis imajiner yang membentuk ruang tiga dimensi hingga ke permukaan. Selain di area sekitar biorock, dilakukan juga pengamatan di dalam kerangka biorock.

Pengamatan dilakukan selama 10 menit dengan pembagian selang waktu 5 menit untuk ulangan. Terdapat tiga unit biorock besar yang menjadi stasiun pengamatan yang ditandai dengan sebuah penanda biorock 1 (B1), biorock 2 (B2), dan biorock 3 (B3). Ukuran masing-masing unit biorock memiliki diameter 2 m sehingga luas area di dalam kerangka biorock sebesar 3,14 m2. Luas area pengamatan pada masing-masing unit biorock adalah 19,14 m2 yang dihitung

berdasarkan jumlah luas area empat sisi biorock masing-masing seluas 4 m2 ditambah dengan luas permukaan biorock 3,14 m2. Area pengamatan diilustrasikan dalam gambar yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ilustrasi area pengamatan metode stationary visual sensus dan konfigurasi unit biorcok

Parameter Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas air ada yang dilakukan secara in situ dan ex-situ. Parameter yang diukur in situ adalah suhu, kecerahan, pH dan salinitas. Parameter yang diukur ex-situ melalui analisis laboratorium adalah nitrat, orto fosfat, dan padatan total tersuspensi (TSS).

Analisis Data

Kelimpahan Ikan ()

(15)

5

luas area pengamatan adalah 19,14 m2. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus : � = �

(1)

keterangan : N = Kelimpahan individu ikan (individu/luas area)

�= Jumlah individu ikan spesies ke-i

A = Luas area pengamatan

Indeks Keanekaragaman (�′)

Indeks keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi jumlah individu masing-masing jenis ikan dalam suatu komunitas habitat ikan (Odum, 1993). Keanekaragaman jenis ikan terumbu dihitung dengan Indeks Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut :

�′= − ∑

�ln ��

�= (2)

keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener

�� = Perbandingan antara jumlah individu ikan terumbu spesies

ke-i ( ) dengan jumlah individu ikan terumbu (N)

i = 1,2,3,..,n

Kestabilan komunitas dengan indeks keanekaragaman (H’) berdasarkan nilai yang diperoleh dapat dinyatakan dalam kategori nilai sebagai berikut:

H’ ≤ 1 = Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, komunitas tidak stabil

1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, komunitas sedang

H’ ≥ 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, komunitas stabil

Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat (Odum 1993). Rumus untuk menghitung nilai indeks keseragaman adalah:

� = ′�′�� =

�′

ln � (3)

keterangan : E = Indeks keseragaman

H’ = Indeks keanekaragaman

H’max = Indeks keanekaragaman maksimum atau ln S (ln jumlah spesies)

Tingkat keseragaman (E) suatu komunitas ikan terumbu dapat dikelompokkan dalam kategori nilai sebagai berikut:

(16)

6

Indeks Dominasi (C)

Nilai indeks keseragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominasi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. Dominasi suatu spesies yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau komunitas yang labil atau tertekan (Odum 1971). Nilai dominasi dapat ditentukan dengan rumus:

� = ∑�= �� (4)

keterangan : C = Indeks Dominasi

�� = Perbandingan antara jumlah individu ikan terumbu spesies ke-i

( ) dengan jumlah individu ikan terumbu (N)

Tingkat dominasi (C) pada suatu komunitas dapat ditentukan berdasarkan kategori nilai sebagai berikut:

0 < C≤ 0.4 = Dominasi rendah 0.4 < C ≤ 0.6 = Dominasi sedang

0.6 < C≤ 1 = Dominasi tinggi

Analisis Koresponden (CA)

Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) adalah metode statistik deskriptif yang dirancang untuk melihat suatu variabel yang memiliki hubungan antara variabel-variabel baris dan kolom yang bersifat dua arah atau pun multi arah (Nenadić dan Greenacre 2007). Penyusunan tabel kontingen untuk analisis ini terdiri dari n baris dan p kolom dengan entri xij menyatakan frekuensi untuk setiap

baris i dan kolom j. Contoh dari tabel kontingensi seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Tabel Kontingensi dengan n baris dan p kolom

(Sumber: Nenadić dan Greenacre 2007) di mana i = 1,2,3, ... n

j = 1,2,3, ... p

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kualitas Perairan

Hasil pengukuran parameter kualitas air beserta nilai baku mutunya berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KMNLH) No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pengukuran parameter kualitas air dan baku mutu KMNLH 2004

Parameter Nilai Baku Mutu Satuan

Suhu 28 28-30 oC diputuskan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, suhu, salintas, dan pH tersebut termasuk dalam kategori yang baik dan sesuai untuk biota laut terutama biota laut yang hidup di sekitar terumbu karang.

TSS merupakan partikel-partikel zat padat seperti pasir, lumpur, dan tanah liat yang tersuspensi atau teraduk di kolom perairan. Komponen TSS juga dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, dan mikroorganisme laut lainnya (Tarigan dan Edward 2003). Nilai TSS yang dihitung di perairan sekitar biorock adalah 8 mg L-1. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai baku mutu yg ditetapkan oleh KLH yaitu sebesar 20-80 mg L-1.

Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa perairan tersebut jernih. Hal ini dibuktikan dengan kecerahan perairan yang masih terlihat hingga dasar perairan sedalam 6 m. Hasil pengukuran suhu, salinitas, pH, dan TSS ini digunakan untuk menggambarkan kondisi fisik di area pengamatan.

Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat yang terdapat di perairan sekitar biorock adalah 0,035 mg L-1 sedangkan nilai baku mutunya adalah 0,008 mg L-1. Konsentrasi nitrat apabila dibandingkan dengan nilai

(18)

8

dari organisme serta dapat memberikan energi bagi organisme karena nitrogen dibutuhkan untuk mensintesa protein (Effendi 2003).

Senyawa orto fosfat merupakan senyawa anorganik yang terlarut dalam air laut karena unsur fosfat tidak dapat ditemukan dalam bentuk bebas (Effendi 2003). Konsentrasi orto fosfat pada perairan sekitar biorock yaitu kurang dari 0,002 mg L -1 (< 0,002 mg L-1) sedangkan baku mutu yang ditetapkan oleh KLH adalah 0,015

mg L-1. Liaw (1969) dalam Simanjuntak (2007) mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat kesuburan berdasarkan konsentrasi fosfat di perairan

Fosfat (mg L-1) Tingkat kesuburan

0 – 0,0002 Kurang subur 0,0002 – 0,05 Cukup subur 0,05 – 0,1 Subur > 0,1 Sangat subur

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan di tempat pemasangan

biorock termasuk cukup subur yang berkisar antara 0,0002 – 0,05 mg L-1. Sama halnya dengan nitrat, unsur fosfat sangat penting bagi kehidupan organisme di laut terutama untuk fitoplankton. Unsur ini digunakan oleh fitoplankton untuk proses pertumbuhan.

Kandungan nitrat dan fosfat di dalam perairan berasal dari dalam perairan itu sendiri karena adanya siklus dan proses-proses dari pelapukan serta dekomposisi dari organisme yang mati di perairan tersebut. Selain yang yang berasal dari proses alami, nitrat dan fosfat juga bisa berasa dari daratan berupa limbah dan sisa-sisa pakan yang terurai bakteri lalu masuk ke laut melalui muara sungai. Kandungan tersebut membutuhkan oksigen untuk proses penguraiannya. Sumber oksigen yang paling utama di laut adalah hasil fotosintesis dari fitoplankton atau zooxanthellae yang bersimbiosis di dalam hewan karang (Nybakken 1993).

Kelimpahan Ikan Terumbu

(19)

9

Gambar 3 Kelimpahan relatif ikan terumbu di biorock

Kelimpahan ikan terumbu dihitung pada 3unit biorock di Gosong Pramuka. Kelimpahan ikan yang ditemukan padaB1 dan B3 sebanyak 3 ind m-2, serta pada B2 sebanyak 11ind m-2. Kelimpahan ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan,

substrat, dan luasan tutupan terumbu karang (Odum 1993). Pernyataan tersebut juga sesuai dengan tutupan terumbu karang yang berbeda pada masing-masing biorock. Pertumbuhan terumbu karang pada biorock yang berada di B2 dengan persentase tutupan terumbu karang hidup lebih besar dibandingkan dengan biorock lainnya. Persentase tutupan karang hidup di B2 sebesar 72%, sedangkan di B1 hanya 25% dan di B3 sebanyak 35%. Kondisi tutupan terumbu karang pada masing-masing unit biorock dapat dilihat pada Lampiran 7.

Luasan tutupan terumbu karang yang lebih tinggi pada B2 karena diberikan perlakuan listrik. Hal tersebut menimbulkan reaksi elektrolitik yang mendorong pembentukan mineral yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan terumbu karang. Mineral-mineral tersebut adalah kalsium dan magnesium yang dibutuhkan untuk membentuk terumbu (Hilbertz dan Goreau 2005). Kelimahan ikan yang sama antara B1 dan B3 walaupun tutupan terumbu karang di B3 lebih tinggi adalah keberadaan predator pada B3. Predator tersebut adalah Sotong (Cuttlefish) yang menetap dan bersarang di dalam B3 (Lampiran 8) sehingga ikan terumbu kurang tertarik untuk menempati B3. Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu yang mempengaruhi kelimpahan ikan di biorock B3 adalah keberadaan predator (Hixon 1991).

Komposisi Ikan Berdasarkan Famili dan Perannya

Famili-famili ikan yang ditemukan sebanyak 17 famili. Famili tersebut antara lain: Apogonidae, Blenniidae, Chaetodontidae, Ephippidae, Gerreidae, Gobidae, Haemulidae, Holocentridae, Labridae, Monacanthidae, Mulidae, Nemipteridae, Pomacentridae, Scorpaenidae, Serranidae, Siganidae, dan Sphyraenidae. Komposisi ikan terumbu berdasarkan familinya pada biorock dapat dilihat pada Gambar 4.

(20)

10

Famili-famili ikan yang paling banyak ditemukan pada biorock adalah famili Pomacentridae, Apogonidae, dan Labridae. Famili Pomacentridae lebih mendominasi di B2 sebanyak 5 ind m-2, hal ini karena tutupan terumbu karang di B2 lebih tinggi didominasi oleh terumbu karang bercabang (Branching) dengan persentase karang bercabang 37%. Ikan Pomacentridae merupakan ikan mayor utama yang hidupnya menetap untuk mencari makan di ekosistem terumbu karang dan biasa menempati celah-celah karang untuk tempat berlindung dari predator (Sale 1991). Famili tersebut memiliki kelimpahan tertinggi karena memiliki struktur tubuh yang kecil yang mampu menempati celah-celah terumbu karang (English et al. 1994).

Unit biorock B1 didominasi oleh Famili Apogonidae dan Labridae yaitu sebanyak 0.6 ind m-2 karena lokasi B1 yang teduh tertutup oleh dermaga di atas permukaannya. Hal tersebut membuat ikan Apogonidae dapat berlindung di lokasi tersebut karena ikan ini termasuk ikan yang nokturnal (aktif mencari makan pada malam hari). Famili Labridae memiliki bentuk tubuh yang pipih sehingga memungkinkan untuk masuk ke celah-celah terumbu karang untuk mencari makan atau pun bersembunyi (FAO 2006). Keberadaan terumbu buatan biorock

0

(21)

11

memungkinkan ikan-ikan mayor ini dapat berlindung dari predator besar karena celah masuk ke dalam biorock sempit (Spenhoff 2010). Secara umum, ikan terumbu yang ditemukan di sekitar biorock berukuran kecil dan masuk dalam kategori ikan mayor. Ikan terumbu yang ditemukan pada masing-masing biorock dapat dilihat pada Lampiran 2 sedangkan komposisi ikan berdasarkan perannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Komposisi ikan terumbu berdasarkan perannya

Hasil pengamatan pada semua unit biorock menunjukkan bahwa ikan mayor ditemukan sebesar 85%, ikan target 12%, dan ikan indikator 3%. Ikan mayor belum diketahui pasti peranannya di ekosistem, saat ini ikan tersebut dianggap sebagai suplai makanan bagi ikan pemangsa (karnivora), selain itu karena keindahan bentuk dan warnanya ikan ini berpotensi sebagai ikan hias (Hixon 1991). Ikan mayor utama memanfaatkan terumbu karang untuk tempat mencari makan serta tempat berlindung dari predator (Rungkat et al. 2013). Selain itu, ikan mayor bersifat herbivora, planktivora, dan omnivora, sehingga ikan yang memakan plankton akan membentuk suatu kelompok besar yang menyebabkan kelimpahan ikan ini tinggi (Kuiter dan Tonozuka 2001). Beberapa spesies dari famili ikan mayor lainnya yang tidak mendominasi di biorock antara lain: Petroscirtes breviceps (Blenniidae),

Platax teira (Ephippidae), Gerres abbreviatus (Gerreidae), Amblygobius

albimaculatus dan Istigobius rigilius (Gobiidae), Sargocentron rubrum

(Holocentridae); Acreichthyes tomentosus dan Paramonacanthus choirocephalus

(Monacanthidae), serta Dendrochirus zebra (Scorpaenidae). Spesies tersebut sedikit ditemukan karena memang jarang terlihat dan merupakan ikan yang soliter.

Ikan mayor

85%

Ikan

Indikator

3%

(22)

12

Ada sedikitnya 10 spesies ikan terumbu yang tergolong ikan target ditemukan di sekitar biorock, yaitu Plectorhinchus chaetodonoides (Haemulidae);

Parupeneus barberinus (Mulidae); Pentapodus trivittatus, Scolopsis ciliata, dan

Scolopsis margaritifer (Nemipteridae); Cephalopholis boenak dan Epinephelus ongus (Serranidae); Siganus guttatus dan Siganus virgatus (Siganidae); Sphyraena barracuda (Sphyraenidae). Famili-famili tersebut merupakan ikan yang ditangkap untuk keperluan konsumsi dan bernilai ekonomis tinggi. Sebagian ikan target merupakan predator bagi ikan-ikan terumbu yang berukuran lebih kecil. Hubungan antara predator dan mangsanya tidak dapat dihilangkan karena dapat menjaga kestabilan suatu ekosistem (Hixon 1991). Salah satu predator dan yang termasuk dalam biota berbahaya adalah ikan Barracuda (Sphyraena barracuda). Barracuda merupakan ikan dari famili Sphyraenidae bersifat karnivora yang hidup di sekitar terumbu karang. Ikan ini memangsa ikan-ikan kecil dan makrofauna lainnya yang ada di terumbu karang memiliki gigi yang tajam sehingga dikatakan biota berbahaya. Barracuda aktif mencari makan pada siang dan malam hari dalam keadaan soliter (Porter dan Motta 2004). Selain Barracuda, ada ikan dalam famili Serranidae atau kerapu. Ikan kerapu memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga penangkapan ikan kerapu semakin tinggi seiring dengan permintaan. Keberadaan ikan kerapu kini sudah semakin berkurang akibat penangkapan dan ikan ini juga bersifat teritorial sehingga jarang ditemukan (Sale 1991).

Ikan indikator yang ditemukan di area biorock hanya 3% atau 9 individu dari seluruh individu yang tercatat. Ikan yang termasuk dalam ikan indikator adalah ikan dari famili Chaetodontidae spesies Chaetodon octofasciatus dan Chelmon rostratus. Famili ini dapat dijadikan sebagai bioindikator terhadap kesehatan terumbu karang. Spesies Chelmon rostratus merupakan koralivor atau pemakan hewan karang. Oleh karena itu, kelimpahan ikan Chaetodontidae sangat berhubungan dengan kesehatan kondisi karang. Jika ikan ini ditemukan melimpah di ekosistem terumbu karang maka kesehatan terumbu karang termasuk kategori baik (Shokri et al. 2005). Menurut Utomo (2010), ikan Chaetodontidae merupakan ikan pemangsa karang obligat yang menempati habitat terumbu karang berdasarkan ketersediaan makananya. Ikan Chaetodonidae memiliki hubungan yang positif dengan persentasi tutupan karang hidup (Hutomo 1986). Namun tidak semua ikan Chaetodonidae merupakan ikan koralivor. Spesies Chaetodon octofasciatus

merupakan ikan dari famili Chaetodontidae yang bersifat omnivor. Hasil pengamatan ikan indikator yang hanya ditemukan 9 individu menandakan bahwa ekosistem terumbu karang pada biorock cukup baik.

Struktur Komunitas Ikan Terumbu

(23)

13

Gambar 6 Indeks keanekaragaman (H'), keseragaman ( E), Dominasi (C) pada setiap unit biorock

Perhitungan nilai indeks keanekaragaman memiliki perbedaan pada masing-masing unit. Nilai H’ tertinggi berada di B2 yaitu sebesar 3.18 sedangkan untuk H’ di B1 sebesar 2.83 dan B3 2.56. Berdasarkan kategori tingkat keanekaragaman ikan terumbu, pada B2 termasuk dalam kategori keanekaragaman yang tinggi, penyebarannya tinggi, dan komunitasnya stabil. Nilai pada B1 dan B2 menunjukkan keanekaragaman yang sedang, penyebaran sedang, dan komunitasnya sedang. Perbedaan nilai H’ ini karena pada B2 memiliki tingkat pertumbuhan terumbu karang yang tinggi sehingga komunitas ikan terumbu di stasiun ini lebih tinggi. Semakin tingginya tutupan terumbu karang, membuat kelimpahan ikan meningkat. Hal tersebut membuat keanekaragaman ikan terumbu semakin tinggi. Suatu komintas memiliki keanekaragaman yang tinggi dilihat dari banyaknya jumlah spesies yang ditemukan dalam suatu komunitas. Semakin tinggi jumlah spesies yang ditemukan, keanekaragamannya tinggi dan kestabilan komunitasnya baik.

Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap unit biorock dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai keseragaman di B1, B2, dan B3 tidak memiliki perbedaan yang signifikan yaitu masing-masing sebesar 0.90, 0.87, dan 0.90. Berdasarkan kategori nilai indeks keseragaman yang diperoleh, keseragaman komunitas di biorock

termasuk dalam kategori keseragaman yang tinggi (0.6 < E ≤ 1). Hal ini menunjukkan bahwa komunitas ikan terumbu di sekitar biorock masih terbilang stabil dan tidak ada tekanan dalam komunitasnya.

Nilai indeks dominasi (C) juga tidak memiliki perbedaan pada Stasiun 1 dan 2 yaitu masing-masing sebesar 0.09 dan 0.06. Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa tingkat dominasi spesies dalam komunitas ikan terumbu adalah rendah atau tidak ada spesies tertentu yang jumlah individunya mendominasi. Secara keseluruhan, kondisi komunitas ikan terumbu di terumbu buatan biorock termasuk dalam kategori baik dan stabil (Odum 1993).

(24)

14

Hubungan Tutupan Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan Terumbu

Hubungan antara terumbu karang dengan kekayaan jenis ika7n terumbu berdasarkan hasil analisis koresponden (CA) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik analisis koresponden antara famili ikan terumbu dan tutupan terumbu karang

Hasil analisis koresponden untuk mengetahui keeratan antara variabel. Variabel-variabel yang dilihat adalah hubungan antara persentase tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan berdasarkan familinya. Gambar 7 menunjukkan bahwa pada sumbu F2 nilai variabel yang dapat digunakan yaitu sebesar 84%. Hal tersebut berarti dari seluruh variabel yang dimasukan, sebagian besar dapat digunakan. Pengelompokkan antara famili ikan dan unit biorock dikaitkan dengan kelimpahan ikan berdasarkan famili pada masing-masing unit biorock. Kelompok yang dapat dilihat pada Gambar 7 ialah kedekatan antara B1 dengan ikan famili Gobidae, Sphyraenidae, Gerreidae, dan Ephippidae serta jumlah lifeform Karang. Pengelompokkan tersebut didasarkan pada kelimpahan famili ikan tersebut yang lebih besar pada B1 selain itu jumlah lifeform karang yang terdapat di B1 juga lebih beragam.

Kelompok lain yang terlihat pada hasil analisis adalah famili-famili ikan yang memiliki keeratan dengan B2. Famili ikan yang paling banyak ditemukan di B2 adalah Pomacentridae, Labridae, Apogonidae, Serranidae, Scorpaenidae, dan Holocentridae. Sebagian besar famili ikan yang ditemukan di B2 adalah ikan mayor

(25)

15

karena tutupan terumbu karang yang tinggi di B2 memberikan ruang atau tempat bagi ikan mayor untuk menetap. Keeratan antara ikan mayor dengan persentase tutupan terumbu karang sangat tinggi karena menyangkut keberlangsungan hidupnya (Sale 1991). Secara umum, metode rehabilitasi terumbu karang yang baik adalah yang mampu memulihkan kondisi terumbu karang serta memberikan habitat bagi biota laut lainnya. Terumbu buatan dengan metode biorock merupakan metode rehabilitasi yang mampu membuat kondisi yang tidak ada terumbu karang sama sekali menjadi suatu ekosistem terumbu karang yang baik. Berbeda dengan metode terumbu buatan dengan material lain, terumbu buatan biorock mampu menstimulasi pertumbuhan karang dan pembentukan terumbu oleh material-material yang sama dengan terumbu (Spenhoff 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Struktur komunitas ikan terumbu pada biorock di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu dalam kondisi baik. Jumlah individu ikan yang ditemukan sebanyak 315 individu dalam 50 spesies dan 17 famili. Indeks keanekaragaman berkisar antara 2.56 – 3.18 yang termasuk dalam kategori keanekaragaman yang sedang hingga tinggi. Keseragaman dengan nilai 0.87 – 0.90 menunjukkan keseragaman yang tinggi. Nilai indeks dominasi dengan nilai 0.09 dan 0.06 menunjukkan dominasi spesies yang rendah. Indeks ekologi tersebut menunjukkan bahwa komunitas ikan terumbu pada struktur biorock di Gosong Pramuka dalam kondisi yang stabil dan tidak tertekan. Koresponden antara terumbu karang di

biorock dan kelimpahan ikan berdasarkan famili memiliki hubungan yang erat.

Biorock yang memiliki persentase tutupan karang lebih tinggi, kelimpahan ikannya juga semakin tinggi. Famili ikan yang paling erat hubungannya dengan persentase tutupan terumbu karang di biorock adalah ikan Pomacentridae, Labridae, dan Apogonidae.

Saran

(26)

16

DAFTAR PUSTAKA

Allen GR, Steene R, Humann P, dan Deloach N. 2003. Reef Fish Identification Tropical Pacific. Australia (AU): New World Publications.

Bell JD dan Galzin R. 1984. Influence of Live Coral on Coral-reef Fish Communities. Marine Ecology – Progress Series. 15:265-274

Burke L, Reytar K, Spalding M, dan Perry A. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. Terj. dari Reef at Risk Revisited in Coral Triangle oleh: TERANGI. Washington (US): World Resources Institute.

Choat JH dan Bellwood DR. 1991. Reef fishes: Their history and evolution. California: Academic Press.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati Lingkungan Perairan.Yogyakarta (ID): Kanisius.

English S, Wilkinson CR, dan Baker VJ. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australia (AU): Australian Institute of Marine Science.

[FAO] Food And Agriculture Organization of the United Nations. 2006. General Fisheries Commission For The Mediterranean Report of The Thirtieth Session. Rome (RO).

Hilbertz W dan Goreau TJ. 2005. Marine ecosystem restoration: Costs and benefits for coral reefs. World Resource Review. 17(3).

Hill J dan Wilkinson C. 2004. Methods for ecological monitoring of coral reefs: A resource for managers. Australia (AU): Australian Institute of Marine Science.

Hixon MA. 1991. Predation as a Process Structuring Coral Reef Fish Communities.

The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Massachusetts (US): Academic Press. Hutomo M. 1986. Coral Fish Resources and Their Relation to Reef Condition:

Some Case Studies in Indonesian Waters. Proceedings of the Symposium on

Coral Reef Management in Southeast Asia. Bogor (ID): BIOTROP Pub.

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta (ID).

Kuiter, RH., dan T. Tonozuka. 2001. Photo guide Indonesian reef fishes. Zoonetics Part 1-3. Australia (AU): Zoonetics.

Masrabessy MD dan Edward. 2001. Kualitas Air Laut dan Keanekaragaman Ikan Di Ekosistem Terumbu Karang Di Wilayah Pesisir Sulawesi Utara. Buku Paduan Program Seminar Laut Nasional III Jakarta, 29 – 31 Mei.

Muhammad Y. 2009. Struktur Komunitas Ikan terumbu Pada Biorock Di Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Nenadić O, dan Greenacre M. 2007. Correspondence Analysis in R, with Two- and Three-dimensional Graphics: The ca Package. Journal of Statistical Software. 20(3):1-13.

Nybakken JW. 1993. MarineBiology: an Ecologycal Approach. 3rd Ed. New York

(27)

17

Odum EP. 1993. Dasar-dasar ekologi. Terj. dari Fundamental of Ecology oleh: Samingan T dan Srigandono B. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Porter HT dan Motta PJ. 2004. A Comparison of Strike And Prey Capture Kinematics of Three Species Of Piscivorous Fishes: Florida Gar (Lepisosteus platyrhincus), Redfin Needdlefish (Stronylura notata), And Great Barracuda (Sphyraena barracuda). Journal of Marine Biology.

145:989-1000.

Pulumahuny FS dan Edward. 2004. Kualitas Air Laut di Perairan Seram Timur, Maluku dalam Kaitannya Untuk Kepentingan Budidaya Perikanan.

Prosiding Pengendalian Penyakit Pada Ikan dan Udang Berbasis Imunisasi dan Biosecurity. 14-20.

Rungkat VM, Tamanampo JJ, dan Tombokan JL. 2013. Struktur Komunitas Ikan Pomacentridae Di Perairan Pesisir Kelurahan Malalayang Dua Di Teluk Manado. Jurnal Ilmiah Platax. 1(3):125-131.

Sale PF. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. California (US): Academic Press.

Shokri MR, Fatemi SMR, dan Crosby MP. 2005. The Status of Butterflyfishes (Chaetodontidae) In The Northern Persian Gulf, I.R. Iran. Aquatic Conserv:

Marine Freshwater Ecosystem.15: S91-S99.

Simanjuntak M. 2007. Kadar Fosfat, Nitrat, dan Silikat Di Teluk Jakarta. Jurnal Perikanan. 9(2):274-287.

Spenhoff A. 2010. The Biorock Proces: Picturing Reef Building with Electricity. Massachusetts (US): Global Coral Reef Alliance.

Tarigan MS dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Makara, Sains.

7(3):109-119.

[TERANGI] Yayasan Terumbu Karang Indonesia. 2004. Panduan Dasar Untuk Pengenalan Ikan terumbu Secara Visual Indonesia. Jakarta (ID).

Utomo SP. 2010. Kajian Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae Di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton [tesis]. Bogor (ID): IPB.

(28)

18

(29)

19

Lampiran 1 Data ikan terumbu yang ditemukan

No Famili Spesies Jumlah Individu

B1 B2 B3

1 Apogonidae Nectamia bandanensis - 11 -

2 Ostorhinchus chrysopomus 13 24 7

3 Blennidae Petroscirtes breviceps 3 4 -

4 Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 4 2 1

5 Chelmon rostratus - 2 -

6 Ephippidae Platax teira 1 - -

7 Gerreidae Gerres erythrourus 3 - -

8 Gobidae Amblygobius albimaculatus 1 - -

9 Istigobius rigilius - - 2

10 Haemulidae Plectorhinchus chaetodonoides - 1 -

(30)

20

Lanjutan Lampiran 1

No Famili Spesies Jumlah Individu

B1 B2 B3

Lampiran 2 Data kelimpahan ikan (ind m-2) berdasarkan famili di setiap biorock

1. Data kelimpahan ikan di biorock 1 (B1)

No Famili Spesies Jumlah Kelimpahan

individu (ind m-2)

1 Apogonidae Ostorhinchus chrysopomus 13 0.68

2 Blennidae Petroscirtes breviceps 3 0.16

3 Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 4 0.21

4 Ephippidae Platax teira 1 0.05

5 Gerreidae Gerres erythrourus 3 0.16

6 Gobidae Amblygobius albimaculatus 1 0.05

7 Labridae Choerodon anchorago 3 0.16

14 Monacanthidae Acreichthyes tomentosus 2 0.10

15 Paramonacanthus choirocephalus 1 0.05

16 Nemipteridae Pentapodus trivittatus 3 0.16

17 Scolopsis ciliata 1 0.05

18 Scolopsis margaritifer 1 0.05

19 Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia 2 0.10

20 Pomacentrus amboinensis 2 0.10

21 Pomacentrus simsiang 2 0.10

22 Siganidae Siganus guttatus 4 0.21

23 Sphyraenidae Sphyraena barracuda 1 0.05

(31)

21

Lanjutan Lampiran 2

2. Data kelimpahan ikan di biorock 2 (B2)

No Famili Spesies Jumlah Kelimpahan

individu (ind m-2)

1 Apogonidae Nectamia bandanensis 11 0.57

2 Ostorhinchus chrysopomus 24 1.25

3 Blennidae Petroscirtes breviceps 4 0.21

4 Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 2 0.10

5 Chelmon rostratus 2 0.10

6 Haemulidae Plectorhinchus chaetodonoides 1 0.05

7 Holocentridae Sargocentron rubrum 6 0.31

8 Labridae Choerodon anchorago 2 0.10

20 Nemipteridae Pentapodus trivittatus 6 0.31

21 Scolopsis margaritifer 3 0.16

22 Pomacentridae Abudefduf bengalensis 12 0.63

23 Abudefduf sexfasciatus 2 0.10

35 Scorpaenidae Dendrochirus zebra 1 0.05

36 Serranidae Cephalopholis boenak 1 0.05

37 Epinephelus ongus 1 0.05

38 Siganidae Siganus guttatus 4 0.21

39 Siganus virgatus 3 0.16

(32)

22

Lanjutan Lampiran 2

3. Data kelimpahan ikan di biorock 3 (B3)

No Famili Spesies Jumlah Kelimpahan

individu (ind m-2)

1 Apogonidae Ostorhinchus chrysopomus 7 0.37

2 Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus 1 0.05

3 Gobidae Istigobius rigilius 2 0.10

4 Labridae Cheilinus chlorourus 1 0.05

5 Halichoeres chloropterus 1 0.05

6 Halichoeres scapularis 1 0.05

7 Pseudocoris yamashiroi 8 0.42

8 Mulidae Parupeneus barberinus 2 0.10

9 Nemipteridae Pentapodus trivittatus 2 0.10

10 Pomacentridae Amblyglyphidodon batunai 1 0.05

11 Dascyllus trimaculatus 8 0.42

12 Dischistodus prosopotaenia 3 0.16

13 Neopomacentrus cyanomos 7 0.37

14 Pomacentrus amboinensis 4 0.21

15 Pomacentrus moluccensis 2 0.10

16 Pomacentrus simsiang 2 0.10

17 Siganidae Siganus guttatus 6 0.31

(33)

23

23 Lampiran 3 Tabel kontingensi analisis koresponden antara persentase tutupan karang biorock dan kelimpahan famili ikan terumbu

1. Tabel kontingensi analisis koresponden dengan persentase tutupan terumbu karang (%)

Unit

Kelimpahan individu famili ikan (ind m-2)

Apogonidae Blennidae Chaetodontidae Ephippidae Gerreidae Gobidae Haemulidae Holocentridae

B1 24.64 5 0.68 0.16 0.21 0.05 0.16 0.05 0.00 0.00

B2 73.53 2 1.83 0.21 0.21 0.00 0.00 0.00 0.05 0.31

B3 34.95 4 0.37 0.00 0.05 0.00 0.00 0.10 0.00 0.00

Lanjutan

Unit Biorock Kelimpahan individu famili ikan (ind m

-2)

Labridae Monacanthidae Mulidae Nemipteridae Pomacentridae Scorpaenidae Serranidae Siganidae Sphyraenidae B1 0.68 0.16 0.00 0.26 0.31 0.00 0.00 0.21 0.05

B2 1.72 0.05 0.00 0.47 5.07 0.05 0.10 0.37 0.00

B3 0.57 0.00 0.10 0.10 1.41 0.00 0.00 0.31 0.00

2. Tabel kontingensi analisis koresponden dengan nilai persentase tutupan terumbu karang yang dinormalkan (ln)

Unit Persentase Tutupan Jumlah

Lifeform Kelimpahan individu famili ikan (ind m

-2)

Biorock Karang Hidup

dalam ln Karang Hidup Apogonidae Blennidae Chaetodontidae Ephippidae Gerreidae Gobidae Haemulidae Holocentridae B1 3.20 5 0.68 0.16 0.21 0.05 0.16 0.05 0.00 0.00

B2 4.30 2 1.83 0.21 0.21 0.00 0.00 0.00 0.05 0.31

B3 3.55 4 0.37 0.00 0.05 0.00 0.00 0.10 0.00 0.00

Lanjutan

Unit Kelimpahan individu famili ikan (ind m-2)

Biorock Labridae Monacanthidae Mulidae Nemipteridae Pomacentridae Scorpaenidae Serranidae Siganidae Sphyraenidae

B1 0.68 0.16 0.00 0.26 0.31 0.00 0.00 0.21 0.05

B2 1.72 0.05 0.00 0.47 5.07 0.05 0.10 0.37 0.00

B3 0.57 0.00 0.10 0.10 1.41 0.00 0.00 0.31 0.00

(34)

24

Lampiran 4 Hasil perhitungan analisis Koresponden 1. Standard coordinates (columns):

F1 F2

% Karang Hidup 0.1728 -0.4303

Jumlah Lifeform Karang 1.1494 -0.0785 Apogonidae -0.8231 1.1119 Blennidae -0.3474 3.1422

Chaetodontidae 0.1494 2.1937

Ephippidae 2.4900 5.7058 Gerreidae 2.4900 5.7058 Gobidae 1.6874 -3.4033 Haemulidae -2.4754 1.2195 Holocentridae -2.4754 1.2195 Labridae -0.6171 0.4716 Monacanthidae 1.2486 4.5842

Mulidae 1.2860 -7.9578

Nemipteridae -0.4536 1.4743

Pomacentridae -1.4650 -0.4795 Scorpaenidae -2.4754 1.2195 Serranidae -2.4754 1.2195 Siganidae 0.0205 -0.9639

Sphyraenidae 2.4900 5.7058

2. Squared cosines (columns):

F1 F2

% Karang Hidup 0.4742 0.5258

Jumlah Lifeform Karang 0.9992 0.0008 Apogonidae 0.7539 0.2461 Blennidae 0.0640 0.9360

Chaetodontidae 0.0253 0.9747

Ephippidae 0.5157 0.4843 Gerreidae 0.5157 0.4843 Gobidae 0.5788 0.4212 Haemulidae 0.9584 0.0416 Holocentridae 0.9584 0.0416 Labridae 0.9054 0.0946 Monacanthidae 0.2932 0.7068

Mulidae 0.1274 0.8726

Nemipteridae 0.3460 0.6540

Pomacentridae 0.9812 0.0188 Scorpaenidae 0.9584 0.0416 Serranidae 0.9584 0.0416 Siganidae 0.0025 0.9975

(35)

25

Lampiran 5 Contoh perhitungan kelimpahan ikan dan indeks ekologi

Data ikan terumbu yang tercatat pada B1 (Lampiran 1) terdapat spesies ikan

Chaetodon octofasciatus yang ditemukan 4 individu. Dalam stasiun tersebut total individu yang ditemukan sebanyak 45 individu dan jumlah spesies yang ditemukan sebanyak 23 spesies ikan terumbu.

1. Perhitungan Kelimpahan Ikan (�) � = � = . � �

Kelimpahan ikan Chaetodon octofasciatus di B1 adalah 4 � �

9. 4 2 = 0.21 ind m-2

2. Indeks Keanekaragaman (�′) Shannon – Wiener

�′= − ∑ �

�ln ��

�=

�′= − ln + ln + ln + ln + ⋯ + ln

�′= .

3. Indeks Keseragaman (E) � = �′�� = ln ��′

� = ln.

� = .

4. Indeks Dominasi (C) Simpson

� = ∑ �� �=

� = ( ) + ( ) + ( ) + ( ) + ( ) + ( ) + ⋯ + ( )

(36)

26

(37)

27

Lampiran 7 Kondisi tutupan terumbu karang pada masing-masing unit biorock

Biorock 1 (B1)

Biorock 2 (B2)

Biorock 3 (B3)

Lampiran 8 Keberadaan Sotong (Cuttlefish) di B3 sebagai predator

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1993 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari orang tua bernama Cahyono dan Herlina. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 88 Jakarta pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 65 Jakarta tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SNMPTN Tulis tahun 2011 dan memperoleh beasiswa BBM pada tahun 2013 dan 2014.

Selama Kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten Oseanografi Umum tahun 2013/2014 dan 2014/2015, asisten mata kuliah Biologi Laut 2013/2014 dan 2014/2015, serta asisten Biologi Hewan Laut tahun 2015/2016. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) menjabat sebagai anggota Dewan Formatur pada periode tahun 2013-2014.

Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai DIKTI bidang Artikel Ilmiah dengan judul Struktur Komunitas Ikan Terumbu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta pada tahun 2014. Selain itu, Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian pada tahun 2014 dengan judul Pengaruh Pola Pemberian Pakan terhadap Kandungan Protein dan Tingkat Stres Bulu Babi (Diadema setossum) sebagai Upaya Optimalisasi Hasil Budidaya; serta pada tahun 2015 dengan judul Rekayasa Natural Breeding Ground Ikan Badut (Amphiprion

ocellaris) sebagai Wahana Perkembangbiakkan Berskala Akuarium.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu
Gambar 2 Ilustrasi area pengamatan metode stationary visual sensus dan
Gambar 3 Kelimpahan relatif ikan terumbu di biorock
Gambar 4 Komposisi ikan terumbu berdasarkan familinya
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Rencana Strategik Tahun 2016-2021 BAB VIII PENUTUP Rencana Strategis Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bengkalis Tahun 2016-2021 ini merupakan

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis penjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Pendapataan biaya total merupakan penerimaan usahatani yang dikurangi dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahatani termasuk biaya–biaya yang diperhitungkan seperti

SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SERTA RESOLUSI KONFLIK PENELITIAN INTEGRATIF.. Oleh : Ketua

Yudhistira Arie Wijaya, S.Kom Raditya Danar

tadi diukur pada skala lintang terdekat yang berada di kiri/kanan peta dan hitunglah berapa menit busur derajat lintangnya; 1 menit busur = 1 mil laut) haruslah sama dengan jauh

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,