• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor iklim dan tanaman ubijalar: Analisis pola tanam dan profit usaha tani di Desa Cikarawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor iklim dan tanaman ubijalar: Analisis pola tanam dan profit usaha tani di Desa Cikarawang"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS

POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI

DI DESA CIKARAWANG

IRZA ARNITA NUR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Iklim dan Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam dan Profit Usaha Tani di Desa Cikarawang adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

IRZA ARNITA NUR. Faktor Iklim dan Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam dan Profit Usaha Tani di Desa Cikarawang. Dibimbing oleh IMPRON.

Ubijalar merupakan salah satu tanaman palawija yang dapat dipakai sebagai makanan pokok dan dapat diolah menjadi bahan makanan olahan. Ubijalar merupakan komoditas unggulan di Desa Cikarawang. Desa Cikarawang memiliki rata-rata curah hujan bulanan 314 mm/bulan, rata-rata suhu bulanan berkisar 25oC hingga 28oC, dan rata-rata lama penyinaran matahari 64%. Secara umum di Desa Cikarawang terdapat tiga pola tanam; pola tanam A: ubijalar (bulan Januari-April) – ubijalar (bulan Mei-Agustus) – padi (bulan September-Desember), pola B: ubijalar (bulan Januari-April) – kacang tanah (bulan Mei-Agustus) – padi (bulan September-Desember), dan pola tanam C: ubijalar di sepanjang tahun. Terdapat perbedaan produktivitas, biaya produksi dan profitabiltas pada tiga jenis pola tanam tersebut. Hasil analisis menunjukan bahwa suhu, curah hujan dan lama penyinaran matahari mempengaruhi biaya produksi dan profit. Curah hujan yang tinggi, suhu yang rendah, surplus dan run off yang tinggi mengakibatkan produksi serta biaya produksi tinggi. Biaya produksi yang tinggi umumnya terjadi pada periode Januari-April. Hasil survai menunjukan pola tanam A sebagai pola tanam yang paling menguntungkan karena memberikan pendapatan yang paling tinggi.

Kata kunci: faktor iklim, pola tanam, profit, ubijalar

ABSTRACT

IRZA ARNITA NUR. Climate Factor and Sweet Potato: Cropping Pattern Analysis and Farming Profit in Cikarawang. Supervised by IMPRON.

Sweet potato is one of the crop that can be used by Indonesian people as a staple or a processed foods. Sweet potato becomes the main commodity in Cikarawang village. Cikarawang has average rainfall of about 314 mm/month, average monthly temperature 25 oC to 28 oC, and average monthly sunshine duration of 64%. Cikarawang has three cropping patterns; cropping pattern A: sweet potato (month January-April) – sweet potato (May-August) – paddy (September-December), cropping pattern B: sweet potato (January-April) – peanut (May-August) – paddy (September-December), and cropping pattern C: only plants sweet potato all years. There were differences in productivity, production costs, and profitability in the three types of cropping pattern in Cikarawang. The analysis showed that temperature, rainfall, and sunshine duration affect the production costs and profit. A high rainfall, low temperature, high surplus and runoff caused high production costs. High production mostly commonly occurred in period of January-April. The survey indicated that cropping pattern A is the most profitable resulted from highest profit.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

FAKTOR IKLIM DAN TANAMAN UBIJALAR: ANALISIS

POLA TANAM DAN PROFIT USAHA TANI

DI DESA CIKARAWANG

IRZA ARNITA NUR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah Faktor Iklim dan Tanaman Ubijalar: Analisis Pola Tanam dan Profit Usaha Tani di Desa Cikarawang. Penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua yaitu Ibu Lestari dan Bapak Mochammad Nur Faizien (Alm) yang menjadi inspirasi utama penulis, lalu kepada:

1. Bapak Dr.Ir. Impron, M.Agr.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan ide, ilmu, pengarahan, masukan, nasehat, dan tentu saja bimbingan hingga tugas akhir ini terselesaikan.

2. Ibu Dr.Ir. Tania June, M.Sc selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc dan Bapak Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE selaku dosen penguji skripsi.

4. Staff BMKG Dramaga, Bapak Henry atas bantuan data iklim wilayah Bogor. 5. Bapak Ahmad Bastari selaku ketua kelompok tani di Desa Cikarawang

6. Kedua saudaraku mbak Nina Dahliana Nur dan Muhammad Deliar Nur yang selalu aku sayangi.

7. Gembelle (Pipit, Shailla, Yadisti, Anggi, Icanur) dan mbak Desty Dwi Sulistyowati atas dukungan dan semangatnya.

8. Teman sebimbingan (Angga, Fitri Moe, Dewi sul , Aji, Murni, Duwi, Ichakar, Mail, mbak Gina ) atas perjuangan bersamanya.

9. Segenap sahabat GFM 47, GFM 48, GFM 49, penghuni kost Aisyah Family, teman-teman fokma Bahurekso Kendal, Staff Pengajar serta Staff TU Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang senantiasa menyemangati dan mendukung penulis, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan, walaupun demikian harapannya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 4

Pembahasan 4

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

(13)

DAFTAR TABEL

1 Produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di beberapa Kecamatan

wilayah Kabupaten Bogor 2007-2008 1

2 Luas wilayah menurut tata guna lahan Desa Cikarawang 5

3 Pola tanam petani di Desa Cikarawang 8

4 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang 11 5 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam A (ubijalar,

ubijalar, padi) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 17

6 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah, padi) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 18

7 Perbandingan pendapatan usahatani pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar, ubijalar) periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 18

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Desa Cikarawang 4

2 Persentase informasi responden petani di Desa Cikarawang 5 3 Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga tahun 2004-2013 6 4 Suhu rata-rata bulanan Cikarawang periode tahun 2004-2013 7 5 Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan Dramaga Bogor periode

2004-2013 8

6 Nilai ETp bulanan pertahun periode 2004-2013 di Desa Cikarawang 12 7 Nilai Surplus dan APWL bulanan di Cikarawang Dramaga periode

2004-2013 12

8 Nilai Run off bulanan pertahun per periode 2004-2013 di Desa

Cikarawang 13

9 Hubungan antara curah hujan dan produktivitas ubijalar 13 10 Hubungan antara suhu dan produktivitas ubijalar 14 11 Hubungan lantara lama penyinaran matahari dengan produktivitas

ubijalar 14

12 Hubungan antara curah hujan dengan biaya pengeluaran per pola tanam 16 13 Hubungan antara run off dengan biaya produksi per pola tanam 16 14 Hubungan surplus neraca air dengan biaya pengeluaran produksi per

pola tanam 17

15 Hubungan antara curah hujan profit petani per pola tanam 19 16 Hubungan antara suhu dan profit petani per pola tanam 20 17 Hubungan antara ETp dan profit petani per pola tanam 20 18 Hubungan antara lama penyinaran matahari dengan profit petani di

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Curah hujan (mm) bulanan Dramaga periode 2004-2013 24 2 Jumlah hari hujan periode tahun 2004-2013 di Dramaga Bogor 24 3 Estimasi suhu rata-rata (oC) di daerah Cikarawang 24 4 Lama penyinaran matahari di Dramaga (%) antara pukul 08.00-16.00 25 5 Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam A (ubijalar, ubijalar,

padi) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 25

6 Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam B (ubijalar, kacang tanah, padi) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 25

7 Perbandingan penerimaan usahatani pola tanam C (ubijalar, ubijalar, ubijalar) pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan

September-Desember 26

8 Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam A

(ubijalar, ubijalar, padi) 26

9 Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam B

(ubijalar, kacang tanah, padi) 27

10 Rata-rata penggunaan biaya usahatani ubijalar pada pola tanam C

(ubijalar, ubijalar, ubijalar) 27

11 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2004 28 12 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2005 28 13 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2006 28 14 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2007 28 15 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2008 29 16 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2009 29 17 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2010 30 18 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2011 30 19 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2012 30 20 Neraca air lahan di daerah Cikarawang tahun 2013 31 21 Foto beberapa kegiatan usahatani dan saat wawancara dengan petani 32 22 Peta wilayah Desa Cikarawang berdasarkan pola tanam 33 23 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan

tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)

dengan periode tanam bulan Januari-April 34

24 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)

dengan periode tanam bulan Mei-Agustus 28

25 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam A (ubijalar, ubijalar dan padi)

dengan periode tanam bulan September-Desember 31

(15)

Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan padi) dengan periode tanam bulan Januari-April 34 27 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan

tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan

padi) dengan periode tanam bulan Mei-Agustus 37

28 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam B (ubijalar, kacang tanah dan padi) dengan periode tanam bulan September-Desember 40 29 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan

tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)

dengan periode tanam bulan Januari-April 43

30 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)

dengan periode tanam bulan Januari-April 46

31 Data karakteristik petani, penggunaan input usahatani, penggunaan tenaga kerja, penerimaan, dan pendapatan usahatani di Desa Cikarawang, Bogor pada pola tanam C (ubijalar, ubijalar dan ubijalar)

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra ubi jalar (BPS 2010). Hal ini dapat dilihat dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar. Ubijalar di Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten Kuningan, seperti yang ditunjukkan di atas (Tabel 1).

Desa Cikarawang yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu daerah penghasil ubijalar. Produktivitas ubijalar di kecamatan ini pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 14.57 ton ha-1 dan 14.32 ton ha-1. Produktivitas ubijalar selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh faktor iklim setempat seperti suhu lingkungan, lama penyinaran matahari, ETp, dan curah hujan (Arifin 2013).

Tabel 1 Produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di beberapa Kecamatan wilayah Kabupaten Bogor 2007-2008

Kecamatan

Sumber: BPS Kabupaten Bogor 2010

Petani di daerah Kecamatan Dramaga lebih banyak memilih untuk menanam komoditas ubijalar, sehingga mempengaruhi kondisi perekonomian di daerah Bogor. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola tanam ubijalar di wilayah Desa Cikarawang dengan tujuan melihat seberapa besar faktor iklim yang mempengaruhi produksi ubijalar dan profit petani.

Faktor-faktor iklim seperti curah hujan, suhu, lama penyinaran matahari dan ETp akan berpengaruh pada proses pertumbuhan serta produktivitas ubijalar, sedangkan penggunaan pupuk, biaya produksi yang dikeluarkan akan mempengaruhi profit petani, oleh sebab itu dianalisis pengaruh keterkaitan faktor iklim dan profit yang didapatkan petani agar dapat diketahui faktor iklim apa yang paling berpengaruh dan seberapa besar pengaruh faktor iklim terhadap profit petani, sehingga petani dapat menentukan waktu tanam dan pola tanam ubijalar yang menghasilkan profit jika dilihat dari analisis faktor iklim

Tujuan Penelitian

(18)

2

faktor iklim di Desa Cikarawang yang berkaitan dengan profit usaha tani ubijalar di lokasi Desa ini.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai profit yang diperoleh petani dari hasil analisis usahatani, dan seberapa besar pengaruh faktor iklim yang mempengaruhi profit usaha tani yang dianalisis berdasarkan pola tanam yang ada di Desa Cikarawang sehingga bagi para petani dapat menentukan waktu tanam ubijalar yang menghasilkan profit jika dilihat dari analisis faktor iklim.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2014 di Desa Cikarawang, Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan koordinat

6º50’ LS, 106º70’ BT dan di Laboratorium agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data curah hujan bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga Bogor dari tahun 2004-2013.

2. Data suhu udara bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga Bogor dari tahun 2004-2013.

3. Data lama penyinaran matahari bulanan stasiun klimatologi klas I Dramaga Bogor dari tahun 2004-2013.

4. Peta wilayah Desa Cikarawang dan peta lahan pertanian ubijalar. 5. Data potensi dan profil Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Bogor .

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat PC (Personal Computer) dan perangkat lunak (Software) Microsoft office untuk pengolahan data.

Prosedur Penelitian

Survai kuesioner di Desa Cikarawang Bogor

(19)

3 secara acak, di Desa Cikarawang Bogor yang merupakan daerah penghasil ubijlar. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan seperti : Luas lahan, waktu tanam, biaya sewa lahan, biaya bibit ubijalar, biaya obat-obatan, biaya pupuk organik, biaya pupuk anorganik, biaya irigasi, biaya tenaga kerja, produksi dan hasil panen, serta harga jual hasil panen. Selain itu pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan permasalahan pertanian yang dihadapi baik dari sisi iklim maupun dari sisi ekonomi sehingga menggambarkan sistem usaha tani ubijalar di Desa Cikarawang.

Proses pengolahan data

Perhitungan neraca air lahan dipengaruhi fluktuasi dari data curah hujan bulanan dan evapotranspirasi potensial (ETp) bulanan. persamaan penentuan evapotranspirasi menggunakan persamaan Thronthwaite (Palmer dan Harvens 1958) sebagai berikut :

ETpi = evapotranspirasi potensial pada bulan i (mm) Ti = suhu pada bulan ke i (°C)

I = jumlah 12 bulan dari Σ(T i /5) 1,54

A = (6.75 x 10 -7 x I3) –(7.71 x 105 x I2) + ( 1.792 x 10-2 x I) + 0.44239 Nilai neraca air yang lain yang dicari yaitu mencari keadaan air surplus atau tidak dan besarnya run-off yang terjadi. Surplus berarti kelebihan air ketika CH >ETp sehingga:

Surplus (S) = CH-Etp

Run off merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite dan Mather (1957) membagi Run off menjadi dua bagian: a) 50% dari surplus bulan sekarang (Sn). b) 50% dari Run off bulan sebelumnya (RO n-1). Sehingga :

RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn+ RO n-1)

Khusus run off bualan Januarai, karena RO n-1 belum terisi maka RO n-1 diambil 50% dari surplus bulan Desember.

Analisis data

Analisis yang dilakukan yaitu menganalisis usahatani hasil pertanian di Desa Cikarawang dari hasil wawancara untuk dapat mengetahui profit petani. Menurut Soekartawi dkk (2002) pendapatan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani (Total Farm Revenue) merupakan nilai produk total yang dihasilkan dalam jangka waktu satu musim tanam. Biaya usahatani adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Profit total usahatani adalah selisih antara penerimaan total dan pengeluaran total.

Perhitungan dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut: TR = P x Q

TC = Biaya tunai + biaya non tunai Profit = TR – TC

(20)

4

Q = total produksi (Quantity) (kg)

TC = biaya total usahatani (Total Cost) (Rp)

Biaya Tunai = pengeluaran berupa uang tunai yang dikeluarkan secara langsung oleh petani (Rp)

Biaya non tunai = pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang tunai (Rp)

Keuntungan = profit petani (Rp)

Selanjutnya analisis data dilakukan dengan cara menghubungkan keterkaitan faktor-faktor iklim seperti curah hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan ETp yang dicari dengan regresi linier untuk mencari tahu seberapa besar pengaruh faktor iklim tersebut terhadap profit yang diperoleh petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Cikarawang

Kondisi fisik dan topografi Tanah

Desa Cikarawang merupakan dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 m diatas permukaan laut. Desa Cikarawang berbatasan sebelah utara dengan sungai Cisadane, sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Situ Gede kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Batas sebelah selatan yaitu sungai Ciapus, dan batas sebelah barat adalah sungai Ciapus atau sungai Cisadane.

Tabel 2 Luas wilayah menurut tata guna lahan Desa Cikarawang tahun 2009

Tata guna lahan persen (%) luas (ha)

Pemukiman dan pekarangan 19.37% 41.465

Sawah 59.84% 128.109

Ladang 16.45% 35.226

Jalan 3.50% 7.5

Pemakaman 0.28% 0.6

Perkantoran 0.07% 0.16

Bangunan Pendidikan 0.28% 0.6

Bangunan Peribadatan 0.18% 0.4

Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009

(21)

5 Gambar 1 Peta Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor

Karakteristik Petani Responden

Responden yang diperoleh dari survai wawancara petani di Desa Cikarawang mendapatkan hasil informasi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan pekerjaan sampingan petani.

Gambar 2 Persentase yang menunjukan informasi keadaan petani di Desa Cikarawang, meliputi persentase usia petani, tingkat pendidikan petani, jenis kelamin, dan pekerjaan sampingan petani

Umur merupakan faktor yang berpengaruh pada pola pikir dan kemampuan fisik untuk bekerja. Menurut BPS (2011) Usia produktif yaitu usia 15-64 tahun sedangkan usia non produktif yaitu penduduk dengan kelompok usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Umur responden didominasi oleh umur petani yang memiliki rentang umur antara 41-50 tahun. Rata-rata petani di Cikarawang masih terbatas pendidikannya, dan menggunakan teknologi sederhana diperoleh secara turun temurun dalam kegiatan usahatani. Penyerapan teknologi baru cenderung lebih cepat ditangkap oleh petani yang berpendidikan (Hendayana 2003).

Tingkat pendidikan petani responden bervariasi mulai dari SD hingga S1. Sebagian besar petani responden menempuh pendidikan sampai dengan tingkat dasar (SD). Tingkat pendidikan petani yang masih mayoritas hanya mengenyam pendidikan dasar hal ini juga berpengaruh terhadap pekerjaan sampingan yang di lakukan oleh petani di daerah Cikarawang. Mayoritas masyarakat Desa Cikarawang bekerja sampingan sebagai peternak, sebab mereka juga memanfaat kotoran ternak mereka untuk digunakan sebagai pupuk.

Kondisi Iklim

Karakteristik iklim Cikarawang

(22)

6

memberikan informasi bahwa Desa Cikarawang memilki tipe pola iklim A1 sebab rata-rata jumlah bulan basah yang diperoleh sebanyak 10 bulan dan bulan kering nol bulan serta bulan lembab sebanyak dua bulan. Tipe iklim A1 dapat diinterpretasikan bahwa lahan pertanian di Cikarawang sesuai untuk padi terus-menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya radiasi matahari rendah (Dwiyono 2009). Kenyataannya lahan pertanian yang ada di Cikarawang tidak menggunakan pola iklim Oldeman untuk penanamannya. Para petani lebih memilih pola klasifikasi iklim dengan sistem penanaman dengan kebiasaan mereka. Petani di daerah ini justru hanya sekali dalam setahun. Petani menanam padi jika musim penghujan ketika bulan September-Desember, selain itu mereka menanam palawija diantaranya ubijalar dan kacang tanah. Mereka tidak mengandalkan padi ditanam terus menerus sebab banyak faktor yang tidak mendukungnya, diantaranya sistem irigasi yang diatur dari pemerintah daerah pusat sehingga lahan yang mendapatkan irigasi hanya pada waktu tanam padi saja sekali penanaman dalam setahun. Selain itu padi yang ditanam hanya digunakan untuk dikonsumsi petani sendiri, sehingga tidak harus menanam padi di setiap musim tanam walaupun jika dilihat dari klasifikasi iklim Oldeman berpotensi untuk ditanami padi.

Curah hujan

Unsur iklim yang paling banyak berpengaruh dalam usaha pertanian adalah curah hujan rata-rata (mm) dan suhu rata-rata (oC). Curah hujan sangat mempengaruhi keberlangsungan usaha pertanian terutama bagi daerah yang mengandalkan hujan sebagai sumber daya air utama. Curah hujan merupakan sumber air utama untuk pertumbuhan awal ubi jalar. Data curah hujan yang diperoleh dari BMKG periode tahun 2004-2013 memperlihatkan hasil bahwa curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan rata-rata sebesar 412 mm, dan curah hujan rata-rata terendah yaitu pada bulan Juli 184 mm (Gambar 3).

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 3 Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga tahun 2004-2013

Suhu dan evapotranspirasi potensial rata-rata

Daerah penelitian Desa Cikarawang diperoleh suhu sekitar dari data BMKG Dramaga yaitu suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu rata-rata 27.57 oC. Nilai suhu Cikarawang terendah yaitu 25.29 oC yaitu pada

0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

(23)

7 bulan Februari dan suhu rata-rata di Cikarawang yaitu sebesar 27.08 oC (Lampiran 3).

Evapotranspirasi merupakan istilah perpaduan dari evaporasi dan transpirasi. Menurut Asdak (1995) evaporasi adalah banyaknya air yang menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi. Kondisi iklim pada waktu pengukuran evapotranspirasi harus diperhatikan, sebab evapotranspirasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Sosrodarsono dan Takeda 1983). Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badan-badan air, tanah, dan tanaman. Sedangkan untuk kepentingan sumber daya air, data ini untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman (ubijalar) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi, sehingga data dari evapotranspirasi berguna untuk menentukan kebutuhan air yang diperlukan bagi tanaman.

Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan suhu di Desa Cikarawang yaitu menggunakan rumus Thornthwaite (Palmer dan Havens 1958). Hasil nilai evapotranspirasi yang ada di Tabel 4 menyatakan jika nilai evapotranspirasi terbesar terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 142 mm, untuk nilai evapotranspirasi rata-ratanya yaitu 132 mm. Nilai evapotranspirasi terkecil yaitu di bulan Februari yaitu 117 mm hal ini disebabkan input suhu pada perhitungan di bulan Februari merupakan suhu yang terendah, sehingga menghasilkan nilai ETp terendah di bulan Februari. Hal ini berbanding lurus antara evaporasi dengan suhu. Suhu yang semakin tinggi maka evapotranspirasi semakin besar nilainya begitu pula sebaliknya.

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 4 Suhu rata-rata bulanan Cikarawang periode tahun 2004-2013

Lama penyinaran matahari

Sinar matahari merupakan hal penting dalam proses terjadinya fotosintesis. Proses fotosintesis ini menggunakan lama penyinaran matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun. Hasil dari fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Peningkatan lama penyinaran dan cahaya matahari juga berpengaruh dalam mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya penurunan intensitas lama penyinaran matahari matahari akan memperpanjang masa

25.5 26.0 26.5 27.0 27.5 28.0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Su

h

u

(

oC

(24)

8

pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi tanaman hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama penyinaran matahari (Stark dan Wright 1985).

Gambar 5 memperlihatkan lama penyinaran matahari rendah pada bulan Februari dengan lama penyinaran rata rata sebesar 42 % dan terus naik sehingga mencapai puncak tertinggi pada bulan Agustus dengan lama penyinaran sebesar 85 %, pada bulan September sampai Desember lama penyinaran terus menurun. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April, sedangkan pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai meningkat pada bulan September hingga Desember.

Sumber : BMKG Dramaga Bogor (2014)

Gambar 5 lama penyinaran rata-rata bulanan Darmaga periode tahun 2004-2013

Pola Tanam dan Potensi Unggulan Pertanian Desa Cikarawang

Pola tanam yang dilakukan oleh petani berbeda-beda setiap musim tanamnya. Para petani melakukan 3 jenis pola tanam yang berbeda dengan sistem monokultur dan rotasi. Sistem pola tanam monokultur yaitu ditanami dengan ubijalar semua, sedangkan untuk sistem rotasi ditanami dengan ubijalar, kacang tanah dan padi. Tabel 3 memperlihatkan 3 jenis pola tanam yang dilakukan petani yang ada di Cikarawang. Lokasi penanaman berdasarkan pola tanam petani di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Lampiran 22.

Tabel 3 Pola tanam petani di Desa Cikarawang

pola tanam

waktu (bulan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A (ubijalar, ubijalar,padi) B (ubijalar, kacang tanah, padi) C (ubijalar)

Keterangan : = ubijalar; = padi; = kacang tanah

Pada umumnya petani di Desa Cikarawang sangat mengusahakan menanam ubijlar karena permintaan akan ubijalar selalu ada sebab Cikarawang adalah salah satu sentra produksi dan pemasok kebutuhan ubijalar di daerah Bogor. Namun dengan memperhatikan faktor iklim, unsur hara dan pengalaman yang ada mereka melakukan sistem pola tanam rotasi.

0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

(25)

9

Budidaya Tanaman Ubijalar di Desa Cikarawang

Pola tanam A terbagi atas tiga waktu tanam untuk dua jenis tanaman yaitu ubijalar dan padi. Waktu tanam periode Januari sampai April ditanami oleh ubijalar, periode Mei sampai Agustus ditanami oleh ubijalar lagi dan untuk periode tanam bulan September sampai Desember yaitu padi. Pola tanam B terbagi atas tiga waktu tanam untuk tiga jenis tanaman yaitu ubijalar dan padi serta kacang tanah. Waktu tanam periode Januari sampai April ditanami oleh ubijalar, periode Mei sampai Agustus ditanami oleh kacang tanah dan untuk periode tanam bulan September sampai Desember yaitu padi. Pola tanam C terbagi atas tiga waktu tanam untuk tiga jenis tanaman yaitu monokultur hanya ubijalar. Waktu tanam periode Januari sampai April, periode Mei sampai Agustus dan periode tanam bulan September sampai Desember. Pembudidayaan ubijalar yang dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan kondisi pengamatan lapangan dimulai dari :

Persiapan lahan

Persiapan lahan yakni meliputi pengolahan lahan dan pembuatan guludan hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan kondisi tanah dari kondisi sebelumnya. Lahan yang sebelum ditanami, maka saat pembuatan guludan, tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan upah setiap tenaga kerja sebesar Rp. 1 200 tumbak-1 (4 m). Upah tenaga kerja pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi lebih mahal daripada yang ditanami ubi.

Pembibitan

Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah ubijalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam varietas AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan varietas lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi lainnya yaitu dalam kurun waktu 3.5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga memiliki beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam, umbi besar, dan kecocokan dengan lahan. Terdapat beberapa cara untuk memperoleh bibit ubi jalar yaitu dengan pengipukan atau melakukan pembibitan sendiri, hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain yang dianggap bagus.

Penanaman

Penanaman ubijalar yang dilakukan mayoritas petani di Desa Cikarawang yakni dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu ubi saja tanpa ada tanaman lain yang ditumpangsari hanya sedikit petani yang menggunakan sistem tanam tumpang sari.

Pemupukan

(26)

10

digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di Desa Cikarawang.

Penyiangan tanaman

Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi. Gulma merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa tersaingi oleh tumbuhan lain.

Penyulaman

Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh. Cara penyulaman yakni dengan mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman baru. Penyulaman dilakukan oleh petani pada waktu satu minggu setelah tanam.

Pembalikan batang

Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskan untuk memperbesar umbi.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Di Cikarawang, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang sudah cukup banyak, sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya dilakukan penanganan dengan memangkas atau mencabutnya.

Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi adalah lanas dan ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang. Akibatnya ubi jalar yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan daun umbi pun menjadi banyak berlubang. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sebanyak 50 ml dicampurkan dengan 20 liter air.

Panen

Ubijalar dapat dipanen pada umur 3.5-4 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga kebutuhan finansial petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada umur 3.5 bulan ubi akan langsung dipanen. Rata-rata harga jual ubijalar yaitu Rp 2 000 kg-1. Petani di Cikarawang biasanya menjual hasil panen langsung di lahannya dengan biaya panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani menerima penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan pemanenan antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubijalar, pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan pengangkutan hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli umbi dengan kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan.

(27)

11 umbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp 100 untuk setiap pekerja.

Neraca Air

Keadaan Desa Cikarawang yang diapit oleh beberapa anak sungai seperti yang telah sungai Ciapus dan sungai Cisadane, namun sungai ini tidak selalu dapat digunakan untuk irigasi. Sebab sistem irigasi di Desa Cikarawang diatur oleh birokrasi pemerintah daerah. Irigasi dengan sungai diberlakukan ketika musim tanam padi saja karena untuk memenuhi kebutuhan air pada padi. Ketika musim tanam padi pun diatur lagi oleh ulu-ulu (nama lokal sebutan pengatur irigasi di Desa Cikarawang), sehingga para petani memanfaatkan hujan untuk memenuhi kebutuhan air sebab curah hujan yang cukup melimpah dan jumlah hari hujan yang hampir terjadi setiap hari, hal ini mengakibatkan terjadinya keadaan yang selalu surplus ketersediaan air pada periode tahun 2004-2013 (Tabel 4). Surplus yang terjadi pun mengalami perbedaan yang signifikan bulan Juli dan Agustus nilai surplus sangat kecil hanya 57 mm dan 63 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut curah hujan mencapai titik terendah, yaitu 184 mm dan 192 mm. Kelebihan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya limpasan. Berdasarkan (Tabel 4), limpasan terjadi di setiap bulan. Input yang berupa curah hujan dikurangi dengan evapotranspirasi menghasilkan nilai surplus. Namun untuk jumlah air yang tidak dapat ditampung akan menjadi limpasan. Limpasan terbesar terjadi pada bulan Februari, sebab curah hujan yang terjadi bernilai tinggi dan limpasan terkecil terjadi pada bulan Agustus, sebab curah hujan yang terjadi juga kecil.

Tabel 4 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang

Bulan CH ETp Defisit Surplus Run-off

Jan 357 118 0 239 119

Feb 412 117 0 295 207

Mar 333 132 0 201 204

Apr 330 141 0 189 197

Mei 346 140 0 206 201

Jun 254 133 0 122 162

Jul 184 127 0 57 109

Agu 192 129 0 63 86

Sep 292 138 0 155 120

Okt 337 142 0 195 158

Nov 402 140 0 260 209

Des 332 128 0 205 207

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan dari tahun 2004-2013

(28)

12

pada periode tersebut. Suhu yang tinggi pada tahun 2004 juga karena adanya pengaruh dari El-nino yang terjadi di Indonesia (Fibrianti 2011).

Surplus neraca air yang ada di Desa Cikarawang terlihat pada Gambar 7 menunjukan hasil bahwa garis yang ada diatas nilai nol mm menunjukan surplus, sedangkan garis dengan nilai negatif berarti menggambarkan APWL (Accumulated Potential Water Loss). APWL merupakan akumulasi hilangnya air potensial. Nilai APWL tidak selalu terjadi setiap bulan dan tiap tahun. APWL terjadi jika curah hujan dikurangi ETp bernilai minus dan diakumulasikan (Thornthwaite dan Mather 1957). Sehingga APWL biasanya terjadi jika curah hujan rendah dan nilai ETp tinggi. Nilai surplus selalu terjadi pada bulan Januari, Maret, November, dan Desember. Hal ini karena pada bulan tersebut nilai curah hujan cukup besar dan suhu yang rendah menyebabkan nilai surplus. Surplus yang terjadi akan berdampak pula bada besar kecilnya nilai run off.

Nilai run off yang diperoleh selama perbulan pertahun periode 2004-2013 dapat dilihat pada Gambar 8 dimana run off selalu terjadi pada bulan Januari. Maret, November dan Desember. Pada bulan tersebut nilai run off tidak bernilai nol, sebab jika nilai run off akan nol pasti terjadi APWL. Run off yang terjadi dipengaruhi dengan curah hujan. Jika curah hujan tinggi pasti run off yang dihasilkan juga tinggi, namun jika curah hujan yang terlalu rendah dapat mengakibatkan nilai run off nol dan APWL.

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan per tahun dari tahun 2004-2013

Gambar 6 Nilai ETp bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan per tahun dari tahun 2004-2013

Gambar 7 Nilai surplus dan APWL (Accumulated Potential Water Loss) bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang.

80

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

E

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(29)

13

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data tiap bulan pertahun dari tahun 2004-2013

Gambar 8 Nilai run off bulanan pertahun periode 2004-2013 Desa Cikarawang.

Kaitan Antara Faktor iklim dan Produksi Ubijalar Kaitan curah hujan dan produksi ubijalar

Curah hujan yang terjadi berpengaruh terhadap produksi ubijalar, dimana nilai yang diperoleh terlihat pada Gambar 9 dibawah ini. produksi ubijalar yang terlihat fluktuasi naik dan turun terhadap curah hujan. Rata-rata produksi untuk periode tanam Januari-April dengan curah hujan yang paling tinggi yaitu 357.81 mm/bulan menghasilkan produksi paling tinggi pula sebesar 18.4 ton/ha, untuk curah hujan waktu tanam Mei-Agustus yaitu 244.04 mm/bulan menghasilkan ubijalar sebesar 12.25/ha, sedangkan untuk waktu tanam September-Desember dengan curah hujan 340.08 mm/bulan produktivitasnya yaitu 9 ton/ha. Pada waktu tanam September-Desember terlihat nilai paling kecil produkstivitasnya karena curah hujan meningkat dia akhir hampir masa panen, sehingga menyebabkan banyak umbi yang busuk, oleh karena itu pada periode ini produktivitasnya paling kecil.

Gambar 9 Hubungan antara curah hujan dengan produktivitas ubijalar

Kaitan Suhu dan ETp dengan produksi ubijalar

Suhu berbanding lurus dengan ETp, semakin tinggi suhu maka ETp semakin besar, begitu pula sebaliknya. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ETp. ETp sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Soedarsono dan Takeda 1983). Suhu juga berpengaruh terhadap produksi ubijalar. Hal ini terlihat pada Gambar 10 menunjukan hubungan yang linear yang berbanding terbalik

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(30)

14

dimana produksi ubijalar dipengaruhi oleh suhu. Kondisi ini diperoleh dimana nilai produksi ubijalar hanya dirata-ratakan berdasarkan waktu penanaman yang ada, yaitu produksi pada bulan Januari-Maret, April-Agustus, dan September-Desember. Bulan Januari-April menghasilkan rata-rata produksi tertinggi yaitu 18 ton/ha dengan suhu 26.5oC, kemudian bulan April-Agustus sebesar 12 ton/ha dengan suhu 26.9oC, dan yang paling kecil produksi pada bulan September-Desember yaitu 9 ton/ha dengan suhu 27.1oC. Suhu disini terlihat berpengaruh terhadap produksi ubijalar, setiap perubahan suhu mengakibatkan perubahan produksi pula, dimana semakin rendah suhu maka produksi ubi jalar akan semakin tinggi.

Gambar 10 Hubungan antara suhu dengan produktivitas ubijalar

Kaitan lama penyinaran matahari dengan produksi ubijalar

Lama penyinaran yang seharusnya lebih panjang akan menghasilkan panen ubijalar yang lebih tinggi namun hal ini berbeda dengan hasil panen yang dihasilkan di daerah Cikarawang. Periode tanam Januari-April yang memiliki lama penyinaran terendah justru hasil panen paling tinggi, namun untuk lama penyinaran matahari yang paling lama menghasilkan panen yang tidak semaksimal periode sebelumnya, seperti pada Gambar 11 yang menunjukan hubungan produktivitas dan lama penyinaran matahari, menunjukan rata-rata lama penyinaran matahari pada Januari-April sebesar 51% menghasilkan produksi ubijalar 18 ton/ha, periode Mei-Agustus dengan lama penyinaran sebesar 76% produksi yang diperoleh yaitu 12 ton/ha, sedangkan pada September-Desember dengan lama penyinaran matahari 66% produksi ubijalar yang diperoleh sebesar 9 ton/ha.

(31)

15

Kaitan Antara Faktor Iklim dan Pengeluaran Biaya Produksi

Biaya produksi seperti biaya pupuk organik dan anorganik, biaya obat, dan biaya tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh pola tanam. Faktor biaya produksi inilah yang akan mempengaruhi keuntungan petani. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan juga berpengaruh terhadap curah hujan. Curah hujan yang turun ketika bulan Februari merupakan rata-rata curah hujan maksimum yang turun.

Kaitan curah hujan dan pengeluaran biaya produksi

Pola tanam A, B, ataupun C yang terlihat menunjukan hasil bahwa periode tanam Januari-April pada pola tanam A memerlukan biaya produksi yang paling besar untuk dikeluarkan (Lampiran 8-10). Biaya tenaga kerja yang diperlukan juga lebih tinggi, baik tenaga kerja dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga sehingga biaya pemeliharaan pun besar. Pemeliharaan terhadap serangan hama dan penyakit juga sangat penting, sebab perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Penyakit tanaman lebih banyak menyerang pada saat musim hujan daripada musim kemarau (Wiyono 2007).

Analisis dari hubungan curah hujan dengan biaya produksi pada setiap komoditas perpola tanam dapat dilihat pada Gambar 12 memperlihatkan pengaruh curah hujan terhadap pengeluaran biaya produksi. Pola tanam berbagai komoditas yang ada di Desa Cikarawang pola tanam A yang ditanami oleh ubijalar, ubijalar, dan Padi dengan curah hujan yang tinggi maka biaya pengeluaran pun tinggi, pada pola A periode tanam Januari-April dengan nilai curah hujan sebesar 358 mm maka pengeluaran biaya produksi sebesar Rp 21 404 688, curah hujan periode Mei-Agustus sebesar 244 mm biaya produksi sebesar Rp 18 920 989, namun untuk pola tanam A ketika ditanami padi pada bulan September-Desember biaya pengeluaran lebih sedikit, yaitu Rp 10 627 429, hal ini dikarenakan biaya pupuk yang sangat berbeda antara penanaman padi dan ubijalar, serta curah hujan juga berpengaruh pada biaya produksi.

Pola tanam B yang ditanami tiga macam komoditas berbeda yaitu ubijalar, kacang tanah, dan padi biaya produksi yang dikeluarkan pun berbeda-beda, namun untuk curah hujan yang tinggi selalu membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi, hal ini disebabkan untuk biaya tenaga kerja, sebab pada musim dengan curah hujan yang tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.

(32)

16

Gambar 12 Hubungan antara CH dan biaya pengeluaran perpola tanam

Kaitan surplus dan run off dengan pengeluaran biaya produksi

Curah hujan di Bogor selalu melimpah sebab hampir setiap hari terjadi hujan, sehingga hal ini mengakibatkan keadaan air selalu surplus dan terjadi run off. Run off dan surplus pun mempunyai hubungan yang berbanding lurus, karena keduanya dipengaruhi oleh curah hujan. Biaya produksi yang terbesar pada pola tanam A (Lampiran 8-10).

Pengeluaran untuk biaya produksi tiap komoditas perpola tanam dapat di lihat dari gambar dibawah ini, dimana terlihat surplus dan run off juga berpengaruh terhadap pengeluaran biaya produksi disetiap komoditas yang ada di Desa Cikarawang perpola tanam. Dari Gambar 13 terlihat pengaruh surplus dan run off terhadap tiap komoditas perpola tanam. Nilai run off dan surplus yang paling besar menyebabkan biaya produksinya besar pula, hal ini terlihat pada periode tanam Januari-April biaya untuk penggunaan pupuk lebih banyak sebab aliran run off yang besar akan ikut menghanyutkan pupuk yang diberikan

Biaya untuk pupuk anorganik urea tertinggi pada periode tanam Januari-April pola tanam A. Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada pertengahan periode tanam antara bulan Januari-April, sehingga pemberian pupuk anorganik dilakukan pada bulan Februari. Curah hujan pada waktu ini merupakan rata-rata maksimum curah hujan pada periode 2004-2013. Pupuk anorganik yang diberikan sebagian besar akan terbawa bersama run off. Pada periode tanam Mei hingga Agustus, pada pertengahan waktu tanam, curah hujan lebih sedikit sehingga pupuk yang diberikan tidak banyak yang hanyut bersama run off. Jumlah pupuk yang digunakan dipengaruhi oleh curah hujan dan run off yang terjadi di daerah tersebut. Semakin besar curah hujan yang terjadi menyebabkan run off semakin tinggi dan akan membawa sebagian besar pupuk organik bersama aliran run off tersebut (Synder 1998).

(33)

17

Gambar 14 Hubungan surplus neraca air dengan pengeluaran biaya produksi perpola tanam

Kaitan Antara Faktor Iklim dan Profit Petani di Setiap Pola Tanam

Profit petani diperoleh dari total pendapatan yang diperoleh dikuramgi dengan total biaya yang dikeluarkan. Profit yang diperoleh petani beberapa dipengaruhi faktor iklim, diantaranya curah hujan, suhu, lama penyinaran dan ETp. Keuntungan petani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5 sampai Tabel 7, dimana di tabel ini tertulis nilai keuntungan ubijalar. keuntungan petani yang paling besar rata-rata diperoleh pada periode tanam Januari-April.

Tabel 5 Perbandingan keuntungan usaha tani pada polatanam A periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember

(34)

18

Tabel 6 Perbandingan keuntungan usaha tani pada pola tanam B periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember

Keterangan

Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember

Keterangan

Kaitan antara curah hujan dan profit petani

(35)

19 dikeluarkan berbeda-beda, besarnya pendapatan yang dperoleh dikurangi biaya pengeluaran akan menghasilkan profit berbeda pula.

Pola tanam B yang ditanami tiga macam komoditas berbeda yaitu ubijalar, kacang tanah, dan padi profit yang dihasilkan pun berbeda-beda, namun untuk curah hujan yang tinggi selalu membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi, hal ini disebabkan untuk biaya tenaga kerja, sebab pada musim dengan curah hujan yang tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga nilai profit terbesar diperoleh pada periode tanam September-Desember yaitu sebesar Rp 16 288 985.

Pola tanam C yang hanya ditanami ubijalar setiap tahunya memperlihatkan profit yang berbeda. Profit yang paling besar diperoleh pada periode tanam Januari-April yaitu sebesar Rp 19 155 723, kemudian nilai profit pada periode tanam Mei-Agustus sebesar Rp 10 734 013, dan nilai profit pada September-Desember merupakan nilai terkecil yaitu Rp 306 032. Nilai profit periode September-Desember sangat kecil hal ini disebabkan biaya pengeluaran justru terbesar pada periode September-Desember dengan nilai curah hujan sebesar 341 mm biaya produksi yang dikeluarkan sebanyak Rp 18 393 968, hal ini juga dikarenakan biaya untuk pestisida lebih banyak yang dikeluarkan sebab periode ini yang sebaiknya ditanami padi namun tetap ditanami ubijalar. Tanah saat ditanami padi dan tanah bekas tanaman padi yang telah tergenangi dapat memutus rantai OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).

Gambar 15 Hubungan antara CH dan keuntungan perpola tanam

Kaitan antara suhu dan ETp terhadap profit petani

Suhu dan ETp juga berpengaruh terhadap profit tiap komoditas yang ada di Desa Cikarawang perpola tanam. Dari Gambar 16 terlihat pengaruh suhu dan ETp terhadap tiap komoditas perpola tanam. Pola tanam A nilai suhu dan ETp yang rendah periode Januari-April yaitu 26.5oC dan 127 mm dengan komoditas ubijalar menghasilkan pendapatan yang paling tinggi Rp 38 000 000 (Lampiran 5) sedangkan profit yang diperoleh yaitu sebesar Rp 16 655 312. Bulan Mei-Agustus

dengan pendapatan yang diperoleh dari komoditas ubijalar yaitu sebesar Rp 25 000 000, dengan suhu 26.9 oC dan ETp 135 mm profit yang dihasilkan

yaitu Rp 6 159 011. Periode September-Desember yaitu pendapatan dengan komoditas padi yaitu Rp 28 000 000 dengan nilai suhu dan ETp nya 27.1 oC dan

(36)

20

Pola tanam B dan C periode Januari-April, dengan nilai suhu dan ETp sama seperti nilai suhu dan ETp pola tanam A, menghasilkan pendapatan yaitu Rp 36 400 000 dan RP 36 000 000, sedangkan profit yang dihasilkan Rp 15 812 284, dan Rp 19 115 723. Periode selanjutnya yaitu pada Mei-Agustus nilai suhu dan ETp sama seperti nilai suhu dan ETp pola tanam A ataupun B, dengan menghasilkan pendapatan yaitu Rp 20 800 000 dan RP 24 000 000, sedangkan profit yang dihasilkan Rp 4 232 476, dan Rp 10 734 013. Periode terakhir yaitu September-Desember dimana nilai suhu dan ETp sama seperti nilai suhu dan ETp pola tanam A ataupun B, dengan menghasilkan pendapatan yaitu Rp 28 000 000 dan RP 18 600 000, sedangkan profit yang dihasilkan Rp 16 288 986, dan Rp 306 032.

Nilai-nilai pendapatan petani yang diperoleh menunjukan jika setiap periode tanam dengan suhu yang rendah menghasilkan biomassa yang lebih tinggi yaitu pada periode Januari-April menghasilkan produksi yang lebih tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh petani lebih tinggi, namun hal itu belum tentu menghasilkan profit yang tinggi, sebab profit harus dihitung dengan mengurangkan nilai pendapatan dengan biaya produksi.

Gambar 16 Hubungan antara suhu dan profit petani perpola tanam

Gambar 17 Hubungan antara ETp dan profit petani perpola tanam

Kaitan antara lama penyinaran matahari dan profit petani

Pola A yang terdiri dari komoditas ubijalar, ubijalar, padi rata-rata nilai pendapatanya paling tinggi. Gambar 18 menunjukan nilai hubungan lama penyinaran matahari dengan profit petani. Pola tanam A nilai lama penyinaran matahari sebesar 51% pada periode Januari-April menghasilkan pofit sebesar Rp

y = 4E+06x

125 130 135 140 145

(37)

21 16 655 312. Periode tanam Mei-Agustus dengan lama peninyaran matahari 76% profit yang diperoleh sebesar Rp 6 159 011. Periode tanam September-Desember

dengan lama peninyaran matahari 66% profit yang diperoleh sebesar Rp 19 372 571.

Pola B yang terdiri dari komoditas ubijalar, kacang tanah, memperlihatkan nilai hubungan lama penyinaran matahari dengan profit petani. Pola tanam B nilai lama penyinaran matahari sebesar 51% pada periode Januari-April menghasilkan pofit sebesar Rp 15 812 284. Periode tanam Mei-Agustus dengan lama peninyaran matahari 76% profit yang diperoleh sebesar Rp 4 232 476. Periode tanam September-Desember dengan lama penyinaran matahari 66% profit yang diperoleh sebesar Rp 16 288 986.

Pola tanam C yang terdiri dari hanya tanaman ubijalar, untuk periode Januari-April dengan nilai lama penyinaran terendah yaitu 51% profit yang diperoleh Rp 19 115 723, untuk periode Mei-Agustus dengan lama penyinaran tertinggi yaitu 76% profitnya sebesar Rp 10 734 013. Periode September-Desember dengan lama penyinaran 66% nilai profitnya sebesar Rp 306 032.

Ketiga pola tanam yaitu pola A, B dan C yang menunjukan nilai lama penyinaran di setiap periode tanam menghasilkan profit yang berbeda-beda. Lama penyinaran matahari di Desa Cikarawang ternyata dipengaruhi juga oleh curah hujan ada di Bogor, hampir disetiap hari turun hujan sebab hari hujannya lebih dari 50% dalam sebulan sehingga lama penyinaran sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan hari hujan. Profit petani dipengaruhi oleh produksi panen ubijalar, sedangkan produksi yang diperoleh berpengaruh terhadap pendapatan. Pendapatan petani ubijalar yang tertinggi terjadi pada pola tanam A periode Januari-April, meskipun lama penyinaran matahari tidak banyak, namun untuk analisis semua komoditas perpola tanam.

Gambar 18 Hubungan antara lama penyinaran matahari dengan profit petani di setiap pola tanam

y = -38335x

lama penyinaran matahari (%)

(38)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Cikarawang merupakan sentra penghasil ubijalar di daerah Bogor. Desa Cikarawang memiliki rata-rata curah hujan bulanan 314 mm/bulan, rata-rata suhu bulanan berkisar 25oC hingga 28oC, dan rata-rata lama penyinaran matahari 64%. Secara umum di Desa Cikarawang terdapat tiga pola tanam; pola tanam A: ubijalar (bulan Januari-April) – ubijalar (bulan Mei-Agustus) – padi (bulan September-Desember), pola B: ubijalar (bulan Januari-April) – kacang tanah (bulan Mei-Agustus) – padi (bulan September-Desember), pola C: ubijalar di sepanjang tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu dan ETp yang rendah, curah hujan yang tinggi, serta lama penyinaran matahari mempengaruhi produksi dan biaya produksi. Biaya produksi juga dipengaruhi oleh faktor iklim yaitu surplus dan run off, semua faktor iklim tersebut mempengaruhi profit yang dierima oleh petani. Profit yang didapat petani ubijlalar pun selain dipengaruhi besarnya produksi juga dipengaruhi faktor biaya pengeluaran yang rata-rata terjadi pada periode Januari-April, hal ini disebabkan faktor iklim seperti curah hujan, surplus, dan run off yang tinggi. Hasil analisis menunjukan bahwa suhu, curah hujan dan lama penyinaran matahari mempengaruhi biaya produksi dan profit.. Hasil survai menunjukan pola tanam A sebagai pola tanam yang paling menguntungkan karena memberikan pendapatan yang paling tinggi.

Saran

Petani sebaiknya menggunakan pola tanam A jika ingin mendapatkan keuntungan (profit) yang besar jika dilihat dari faktor iklim suhu, dan dan ETp, selain itu untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan analisis trend. Analisis trend meliputi tahun, fakor-faktor iklim di wilayah penelitian dan produksi pertahun, sehingga hasil trend dapat diketahui faktor iklim yang mempengaruhi produksi dan profit setiap komoditas pertahun perpola tanam.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Nasiona Jawa Barat. 2010. Luas panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Ubi Jalardi Jawa Barat. Bandung (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik Bogor. 2011. Bogor dalam Angka. Bogor (ID): BPS. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta

(ID): Gadjah Mada University Press.

(39)

23 Djaenudin D, Marwan H, Mulyani A, Subagyo H dan Suharta N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3,0. Bogor (ID): PusatPenelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Febrianti E.2011.Penentuan Kalender Tanam Padi Gogo Berdasarkan Neraca Air Pada Lahan Kering (Studi Kasus: Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara) [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): PT Pustaka Jaya.

Hendayana R. 2003. Dampak Penerapan Teknologi terhadap Perubahan Struktur Biaya dan Pendapatan Uahatani Padi. Bogor (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 14 p.

Huntington HP. 2000. Using traditional ecological knowledge in science: methods and applications. Ecological Applications. 10: 1270-1274.

Mulyoutami E, Rismawan R, Joshi L. 2009. Local knowledge and management of simpukng (forest garden) among the Dayak people in East Kalimantan, Indonesia. Forest Ecology and Management. 257: 255.

Soedarsono S, dan Takeda K. 1985. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi

2002. Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada.

Stark JC, dan Wright JL. 1985. Relationship between foliage temperature and water stress in potatoes. J American Potato. 62: 57-68.

Synder CS. 1998. Vegetative Filter Srips Reduce Runoff Losses and Help Protect Water Quality. The Potash & Phospate Institut (PPI) and the Potash & Phospate Institute of Canada (PPIC).

Palmer WC, Havens AV. 1958. A graphical technique for determining evapotranspiration by the Thornthwaite method. Department of Meteorology Rutgers University. New Brunswick New Jersey.

Thornthwaite CW, dan Mather JR. 1957. Instruction and Tables for computing potential evapotranspiration and the water balance. Drexel Institute of Technology Laboratory of Climatology. Centerton. New Jersey.10(3). Wiyono S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman.

(40)

24

Lampiran 1 Curah hujan (mm) bulanan Dramaga periode 2004-2013

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2004 404 327 432 640 374 169 209 166 392 277 401 432 2005 537 580 568 308 429 682 215 163 320 351 423 252 2006 641 434 138 164 324 173 31 191 26 152 355 363 2007 140 611 276 473 198 274 134 248 206 236 444 476 2008 251 377 673 527 277 172 172 162 343 311 509 255 2009 361 305 261 260 571 338 131 33 157 416 407 258 2010 252 461 415 43 331 303 270 478 601 436 284 177 2011 203 77 140 278 362 275 202 142 106 257 458 345 2012 272 538 136 390 195 94 117 79 271 540 549 359 2013 510 406 290 216 399 62 360 258 503 394 187 408 Min 140 77 136 43 195 62 31 33 26 152 187 177 Max 641 611 673 640 571 682 360 478 601 540 549 476 rata-rata 357 412 333 330 346 254 184 192 292 337 402 332 Lampiran 2 Jumlah hari hujan periode tahun 2004-2013 di Dramaga Bogor

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2004 26 28 24 25 23 13 15 6 22 21 27 25 2005 27 25 25 22 16 24 20 18 17 20 25 26

2006 28 28 24 26 16 12 9 9 8 10 25 26

2007 11 18 24 29 19 21 12 15 12 25 20 31 2008 20 29 28 25 18 16 8 15 30 25 21 30 2009 27 27 24 20 24 18 12 10 13 24 23 20 2010 29 28 28 16 23 22 22 24 29 26 29 29 2011 25 23 28 24 24 16 18 30 28 26 22 28 2012 28 25 21 30 31 12 10 31 14 31 27 26 2013 30 27 28 27 26 25 29 30 28 30 27 25 rata-rata 25 26 25 24 22 18 16 19 20 24 25 27 Lampiran 3 suhu rata-rata bulan ( oC ) di daerah Cikarawang tahun 2004-2013

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2004 26.7 26.6 27.4 27.9 27.8 26.8 27.0 27.0 27.4 27.8 29.1 26.9

2005 26.4 26.9 27.3 27.6 27.7 27.2 26.6 26.5 27.2 27.5 27.3 26.7

2006 26.4 26.9 26.9 27.3 27.1 26.8 27.1 26.3 27.2 28.1 27.9 27.4

2007 27.1 26.2 26.8 27.3 27.4 26.9 26.8 26.6 27.1 27.5 27.1 26.2

2008 26.6 25.1 26.5 26.9 26.8 26.7 26.3 26.8 27.3 27.1 26.9 26.5

2009 25.7 25.9 26.9 27.4 27.3 27.3 27.0 27.5 28.2 27.7 27.5 27.4

2010 26.6 24.6 27.4 28.2 28.2 27.2 27.2 27.3 27.1 27.1 27.4 26.6

2011 26.2 26.6 26.9 27.4 27.5 27.4 27.1 27.0 27.5 27.7 27.4 27.3

2012 26.3 27.2 27.3 27.4 27.5 27.5 27.1 27.3 27.6 27.9 27.4 27.3

2013 26.1 27.2 27.7 28.0 27.7 27.7 26.6 27.3 27.5 27.5 27.2 26.7

rata-rata 26.4 26.3 27.1 27.5 27.5 27.1 26.9 26.9 27.4 27.6 27.5 26.9

(41)

25 Lampiran 4 Lama penyinaran matahari di Dramaga (%) antara pukul 08.00-16.00

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Sumber : BMKG klas I Dramaga Bogor (2014)

Lampiran 5 Perbandingan pendapatan usaha tani pola tanam A pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember komponen

produksi panen yang dijual

tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember komponen

(42)

26

Lampiran 7 Perbandingan penerimaan usaha tani pola tanam C pada periode tanam Januari-April, Mei-Agustus, dan September-Desember komponen

produksi panen yang dijual Lampiran 8 Rata-rata penggunaan biaya usaha tani ubijalar pada pola tanam A

Komponen biaya

Pupuk kandang 10 000 000 46.72 10 000 000 52.85 2 015 625 18.97

Pupuk NPK 30 000 0.14 30 000 0.16 900 000 8.47

Pupuk phoska 35 000 0.16 35 000 0.18 0 0.00

Pupuk urea 2 360 000 11.03 1 400 000 7.40 400 000 3.76

TKLK 3 491 033 16.31 2 909 624 15.38 2 691 175 25.32

Pestisida 380 000 1.78 380 000 2.01 380 000 3.58

Irigasi 0 0 0 0 276 000 2.60

Bibit 0 0 0 0 251 563 2.4

Total biaya 16 296 033 76.13 14 754 624 77.98 6 662 800 62.69

Biaya non tunai

TKDK 3 865 688 18.06 3 861 065 20.41 3 784 862 35.61

Sewa lahan 1 050 000 4.91 116 667 0.62 0 0.00

Penyusutan 192 967 0.90 188 633 1.00 179 767 1.69

Total biaya 5 108 654 23.87 4 166 365 22.02 3 964 629 37.31

Total biaya

(43)

27

Lampiran 9 Rata-rata penggunaan biaya usaha tani ubijalar pada pola tanam B

Komponen biaya

Pupuk kandang 10 000 000 48.49 10 000 000 59.46 2 033 333 17.36

Pupuk NPK 30 000 0.15 30 000 0.18 900 000 7.69

Pupuk phoska 35 000 0.17 35 000 0.21 0 0

Pupuk urea 1 668 000 8.09 0 0 400 000 3.42

TKLK 3 433 750 16.65 2 225 117 13.23 2 808 289 23.98

Pestisida 380 000 1.84 368 600 2.19 380 000 3.24

Irigasi 0 0 0 0 278 667 2.38

Bibit 0 0 1500000 0 250 000 2.1

Total biaya 15 546 750 75.38 12 658 717 75.27 6 800 289 58.07

Biaya non tunai

TKDK 3 837 166 18.60 3 970 174 23.61 3 940 948 33.65

Sewa lahan 1 050 000 5.09 0 0 777 778 6.64

Penyusutan 190 467 0.92 188 633 1.12 192 000 1.64

Total biaya 5 077 633 24.62 4 158 808 24.73 4 910 726 41.93

Total biaya

keseluruhan 20 624 383 100 16 817 524 100 11 711 014 100

Lampiran 10 Rata-rata penggunaan biaya usaha tani ubijalar pada pola tanam C

Komponen biaya

Pupuk kandang 10 000 000 59.02 10 000 000 74.93 1 000 000 54.37

Pupuk NPK 30 000 0.18 30 000 0.22 30 000 0.16

Pupuk phoska 35 000 0.21 35 000 0.26 35 000 0.19

Pupuk urea 1 296 552 7.65 403 455 3.02 1 395 789 7.59

TKLK 1 014 243 5.99 1 400 000 10.49 2 691 175 14.63

Pestisida 380 000 2.24 109 509 0.82 366 933 1.99

Irigasi 0 0 0 0 0 0

Bibit 0 0 0 0 0 0

Total biaya 12 755 794 75.28 11 977 964 39.75 14 451 898 78.93

Biaya non tunai

TKDK 3 395 897 20.04 1 075 436 8.06 3 699 632 20.11

Sewa lahan 603 448 3.56 110 410 0.83 0 0

Penyusutan 189 138 1.12 182 177 1.37 175 439 0.95

Total biaya 4 188 483 24.72 1 368 023 10.25 3 875 070 21.07

Total biaya

(44)

28

Lampiran 11 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2004

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 404 123.36 280.64 140

Februari 327 121.43 205.57 173

Maret 432 137.54 294.46 234

April 640 148.40 491.60 363

Mei 374 145.08 228.92 296

Juni 169 125.31 43.69 170

Juli 209 128.29 80.71 125

Agustus 166 128.29 37.71 81

September 392 137.54 254.46 168

Oktober 277 145.08 131.92 150

November 401 175.80 225.20 188

Desember 432 127.29 304.71 246

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan di tahun 2004 Desa Cikarwang

Lampiran 12 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2005

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 537 117.91 419.09 210

Februari 580 128.28 451.72 331

Maret 568 135.22 432.78 382

April 308 141.39 166.61 274

Mei 429 144.56 284.44 279

Juni 682 134.21 547.79 414

Juli 215 121.61 93.39 253

Agustus 163 120.67 42.33 148

September 320 133.21 186.79 167

Oktober 351 139.31 211.69 190

November 423 135.22 287.78 239

Desember 252 123.48 128.52 184

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan di tahun 2005 Desa Cikarwang

Lampiran 13 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2006

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 641 117.71 523.29 262

Februari 434 127.14 306.86 284

Maret 138 128.11 9.89 147

April 164 136.10 27.90 87

Mei 324 131.07 192.93 140

Juni 173 125.21 47.79 94

Juli 31 132.06 -101.06 0

Agustus 191 116.79 74.21 37

September 26 134.07 -108.07 0

Oktober 152 153.21 -109.28 0

November 355 148.79 206.21 103

Desember 363 137.13 225.87 164

(45)

29

Lampiran 14 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2007

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 140 131.62 8.38 4

Februari 611 114.90 496.10 250

Maret 276.4 126.81 149.59 200

April 472.7 135.57 337.13 268

Mei 198.3 137.58 60.72 165

Juni 273.5 127.76 145.74 155

Juli 133.9 125.86 8.04 82

Agustus 247.9 123.05 124.85 103

September 205.9 132.60 73.30 88

Oktober 235.5 140.64 94.86 92

November 444 131.62 312.38 202

Desember 476 115.79 360.21 281

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan di tahun 2007 Desa Cikarwang

Lampiran 15 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2008

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 250.8 123.90 126.90 63

Februari 376.8 98.78 278.02 171

Maret 672.6 121.19 551.41 361

April 527 128.50 398.50 380

Mei 277.1 127.57 149.53 265

Juni 171.5 124.81 46.69 156

Juli 172.4 118.53 53.87 105

Agustus 162 126.65 35.35 70

September 343.2 136.14 207.06 139

Oktober 311.3 133.24 178.06 158

November 509 129.44 379.56 269

Desember 254.7 121.19 133.51 201

Sumber : perhitungan dilakukan dengan data rata-rata bulanan di tahun 2008 Desa Cikarwang

Lampiran 16 Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikarawang tahun 2009

Bulan CH ETP APWL Surplus Run-off

Januari 361 105.29 255.71 128

Februari 305 108.71 196.29 162

Maret 261 128.04 132.96 148

April 260 137.07 122.93 135

Mei 571 135.03 435.97 286

Juni 338 136.05 201.95 244

Juli 131 130.01 0.99 122

Agustus 33 139.15 -106.15 0

September 157 154.31 2.69 1.35

Oktober 416 143.36 272.64 137

November 407 140.19 266.81 202

Desember 258 137.07 120.93 161

Gambar

Tabel 2  Luas wilayah  menurut tata guna lahan Desa Cikarawang tahun 2009
Gambar 1  Peta Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor
Gambar 3  Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga tahun 2004-2013
Gambar 4  Suhu rata-rata bulanan Cikarawang periode tahun 2004-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

t atau t-hitung merupakan nilai t per variabel independen Dari penghitungan analisa regresi linier antara kelompok. perubah/variabel X1(Sarana Prasarana), X2(Nilai

Dalam hal ini, fungsi ibadah adalah ubudiyah (mengabdikan diri) karena esensi ibadah tersebut terkait dengan kedudukan manusia sebagai ‘abdullāh (hamba Allah)

Sedangkan hasil analisis data menunjukkan ada empat risiko utama yang berpengaruh pada kinerja masa pemeliharaan proyek konstruksi gedung di wilayah Surakarta,

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang, dimana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui metode Quantum Teaching,. Tempat

Penelitian ini mengembangkan penelitian terdahulu dengan melakukan perbaruan yaitu penggunaan variabel etika auditor sebagai variabel moderating yang memoderasi

Merupakan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara menyusun format pertanyaan – pertanyaan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menganalisis