• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usahatani Cabai Merah Besar Dan Tomat Pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Usahatani Cabai Merah Besar Dan Tomat Pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN

TOMAT PADA GAPOKTAN SUMBER KATON,

KECAMATAN ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU,

LAMPUNG

FUAD MAULVI AHMAD

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Fuad Maulvi Ahmad

NIM H3412401

1

(3)

ABSTRAK

FUAD MAULVI AHMAD. Analisis Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Usahatani cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton menggunakan data produksi pada musim tanam Oktober 2013 – Maret 2014. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja usahatani cabai merah besar dan tomat dengan menggunakan analisis struktur biaya, analisis pendapatan dan R/C rasio, usahatani mana yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan lebih efisien. Analisis struktur biaya mengenalisis input-input yang digunakan dan biaya-biaya yang beruhubungan dengan kegiata usahatani, dan analisis pendapatan dihitung dengan menggunakan ukuran penampilan usahatani seperti return to total capital, return to farm equity capital, dan return to family labour. Dari hasil peneltian menunjukkan bahwa usahatani cabai merah besar lebih menguntungkan dan lebih efisien dari pada usahatani tomat. Usahatani tomat menghasilkan nilai rata-rata pendapatan total yang negatif, akan tetapi memiliki nilai positif pada pendapatan terhadap biaya tunai sehingga menghasilkan R/C rasio lebih dari 1. Oleh karena itu usahatani tomat masih dapat dijalankan dengan memperbaiki cara pengelolaan biaya-biaya input dengan lebih efektifdanefisien.

Kata kunci: cabai merah besar, tomat, pendapatan usahatani, efisiensi

ABSTRACT

FUAD MAULVI AHMAD. Farming Analysis of the Big Red Chili and Tomato on Gapoktan Sumber Katon, District Adiluwih, Pringsewu Regency, Lampung. Guided by NETTI TINAPRILLA.

Red chilli and tomato farm in the village of Srikaton using production data to the planting season in October 2013 - March 2014. This study aimed to compare the performance of farming red chilli and tomato using cost structure analysis, analysis of revenue and R / C ratio, which is more profitable farming economically and more efficiently. Analyze the cost structure analysis inputs used and the costs associated with farming activities, and be calculated the revenue analysis by using the size of farm performance such as return to total capital, return to farm equity capital, and returns to family labor. From the research findings indicate that red chili farming more profitable and more efficient than the tomato farm. Tomato farm produce average value of total revenue negative, but have a positive value on earnings to cash expenses so that the value of R / C ratio of more than 1. Therefore farming tomatoes can still be run by improving the way the management of input costs with more effective and efficient

(4)

2

Skripsi

sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar SarjanaEkonomi

pada

DepartemenAgribisnis

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN

TOMATPADA GAPOKTAN SUMBER KATON, KECAMATAN

ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU, LAMPUNG

FUAD MAULVI AHMAD

DEPAREMENAGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah kekeringan, dengan judul Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir.Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS yang telah berkenan menjadi penguji dan memberikan saran pada ujian akhir skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tri Wahyuningsih, AMdselaku orang tua sekaligus THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian) pada Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan di Kecamatan Adiluwih, danseluruh petani di Desa Srikaton yang telah bersedia dilakukan wawancara selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya. Saya ucapkan terimakasih juga kepada rekan-rekan yang telah membantu memberikan masukan dalam proses penyelesaian penelitian ini, serta seluruh sahabat-sahabat Alih Jenis Agribisnis terutama Angkatan 3.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(7)

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 6

Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 7

Pendapatan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 8

Efisiensi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritik 9

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan sumber Data 13

Metode Pengumpulan Data 14

Metode Pengolahan dan Analisis Data 14

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18

Keadaan Umum dan Kondisi Geografis Desa Srikaton 18

Keadaan Penduduk 18

Fasilitas Pendukung 20

Karakteristik Petani Responden 20

Keragaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat di Desa Srikaton 24

Alur Pemasaran Cabai Merah Besar dan Tomat 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Produksi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 34

Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 36 Analisis Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 36 Analisis Pendapatan Atas Biaya Total Usahatani Cabai Merah Besar dan

Tomat 41

Analisis Pendapatan Atas Biaya Tunai Usahatani Cabai Merah Besar dan

Tomat 42

Analisi Penampilan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat 43

SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

(8)

6

DAFTAR TABEL

1 Produksi Sayuran di Indonesia Berdasarkan Komoditas Periode

2009-2010 1

2 Perkembangan HarjJga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode

2008-2012 3

3 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai 16 4 Perhitungan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat 17 5 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasrakan mata pencaharian 19 6 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia 19 7 Fasilitas pendukung usahatani di Desa Srikaton 20

8 Jumlah petani berdasarkan pengalaman petani 22

9 Jumlah petani berdasarkan sumber modal 24

10 Umur benih siap pidah tanam berdasarkan media tanam di Desa

Srikaton 27

11 Rata-rata produksi cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton 35 12 Penerimaan rata-rata usahatani cabai merah besar dan tomat 36 13 Rata-rata biaya usahatani cabai merah besar dan tomat per periode

tanam per hektar 37

14 Pendapatan atas biaya total usahatani cabai merah besar dan tomat 41 15 Pendapatan atas biaya tunai usahatani cabai merah besar dan tomat 42 16 Penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat 43

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka operasional 13

2 Sebaran usia petani responden 21

3 Jumlah petani berdasarkan luasan lahan 23

4 Guludan untuk penanaman setelah semai 27

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam mendukung keberlangsungan sektor-sektor non pertanian yaitu dalam memenuhi kebutuhan pangan dan industri. Sektor pertanian menjadi tumpuan untuk menghasilkan produk usahatani yang berkualitas dan berkelanjutan. Untuk itu , pembangunan sector pertanian penting diarahkan dalam peningkatan produksi secara efisien pada subsistem usahatani dan penguatan kesinergisan peran subsistem hulu dan sub sistem hilir dengan usahatani tersebut. Pengembangan pada masing-masing sektor pertanian perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu sektor pertanian yang penting dilakukan pengembangan yaitu hortikultura. Sektor hortikultura memiliki peranan dan kontribusi yang penting dalam pertanian karena merupakan sektor yang menjadi penghasil kebutuhan pangan pelengkap di masyarakat. Hortikultura mencakup tanaman obat/ biofarmaka, tanaman hias, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia disamping konsumsi komoditas tanaman pangan. Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013 (ton)

(10)

berlimpah antioksidan yang berguna untuk mencegah pertumbuhan kanker. Antioksidan akan meningkatkan kekebalan tubuh.

Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang memiliki potensi pengembangan sayuran. Luas areal yang baik untuk pertanian adalah sekitar 2.424.665 ha atau sekitar 68,5 persen dari luas seluruh daerah. Pada tahun 2013, produksi sayuran sebesar 275 054 ton dengan luasan panen sebesar 64 898 Ha (BPS 2013). Total produksi sayuran tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi didistribusikan ke beberapa provinsi lainnnya seperti Banten dan DKI Jakarta. Karena potensi wilayah pertanian yang cukup luas, maka setiap kabupaten/ kota di Propinsi Lampung mampu menghasilkan sayuran dengan mengembangkan potensi komoditas kabupten/ kota masing-masing.

Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang mengusahakan sayuran adalah Kabupaten Pringsewu. Jumlah produksi sayuran di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2013 sebesar 2 137 ton. Jumlah produksi tersebut terdiri dari berbagai komoditas seperti bawang merah, cabe, kentang, kubis, wortel, petsai, dan sayuran lainnya. Keberlangsungan produksi sayuran dan pertanian secara umum di Pringsewu ditunjang dari keberminatan masyarakat untuk ikut serta dalam mengembangkan pertanian. Tercatat pada Sensus Pertanian 2013, jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) sebanyak 54 877 rumah tangga artinya sebagian besar pendapatan bersumber dari sektor pertanian. Kecamatan yang mempunyai RTP terbesar di Kabupaten Pringsewu yaitu Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Adiluwih. Salah satu kecamatan yang memfokuskan pengembangan sayuran di Kabupaten Pringsewu adalah Kecamatan Adiluwih.

(11)

Dengan demikian, melihat perilaku petani dalam berusahatani cabai merah besar dan tomat sangat beragam, menarik untuk dipelajari mengenai struktur biaya usahatani, pendapatan yang diperoleh petani, dan efisiensi usahatani cabai merah besar dan tomat yang dilakukan petani anggota Gapoktan Sumber Katon di Desa Srikaton.

Perumusan Masalah

Gapoktan Sumber Katon yang ada di Desa Srikaton secara konsisten telah melakukan usahatani sayuran selama kurang lebih 15 tahun. Komoditas sayuran yang mayoritas dibudidayakan meliputi cabai merah besar dan tomat. Alasan petani membudidayakan sayuran antara lain teknik budidaya yang cukup mudah, luasan lahan terbatas, mudah untuk dilakukan diversifikasi, merupakan kebutuhan pokok masyarakat, dan ekspektasi harga yang cukup tinggi. Desa Srikaton mempunyai lahan ladang seluas 270 Ha dan perkebunan seluas 80 Ha yang berpotensi dilakukan pengembangan usahatani sayuran terutama cabai merah besar dan tomat.

Cabai merah besar dan tomat merupakan dua komoditas yang sering ditanam bersama dalam satu periode tanam. Alasan petani sering menanam komoditas tersebut dalam satu periode tanam antara lain kemiripan dari karakteristik tanaman, hasil penerimaan tomat digunakan untuk mensubsidi biaya operasional cabai merah besar, dan sebagian petani menggunakan tanaman tomat sebagai tanaman pengendali organisme pengganggu bagi cabai merah besar. Akan tetapi secara umum petani tertarik dengan harga jual cabai merah besar dan tomat yang cukup tinggi. Perkembangan harga cabai merah besar dan tomat menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian periode 2008 – 2012 di Provinsi Lampung berdasarkan harga konsumen pedesaan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan harga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode 2008-2012

Tahun Harga rata-rata cabai merah besar per kg

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2013

(12)

Dalam melakukan kegiatan usahatani cabai merah besar dan tomat, selain memperhatikan fluktuasi harga yang menggiurkan tetapi juga harus mempertimbangkan beberapa kendala yang sering dihadapi petani dalam budidaya yaitu petani dihadapkan pada harga input-input produksi yang semakin mahal, semakin banyak serta resistennya organisme pengganggu tanaman (OPT), dan penggunaan input yang berlebihan. Input-input produksi biasanya terjadi kenaikkan harga di awal periode tanam. Beberapa input produksi yang sering terjadi kenaikkan antara lain benih, pupuk kandang, pupuk kimia, kapur pertanian, dan obat-obatan. Benih cabai merah besar dan tomat yang biasa dibudidayakan petani di Desa Srikaton berasal dari PT Panah Merah. Pada tahun 2013, harga benih cabai merah besar berkisar antara Rp 100 000 – Rp 110 000 per pack dan benih tomat berkisar antara Rp 160 000-Rp 170 000 per pack. Pada tahun 2014, harga benih naik menjadi Rp 115 000-125 000 per pack untuk benih cabai dan Rp 170 000-Rp 190 000 untuk benih tomat. Meskipun kenaikkan harga benih relatif kecil, akan tetapi benih menjadi semakin mahal dari tahun ke tahun. Input selanjutnya adalah pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan petani biasanya dibeli dari agen pupuk, jarang petani yang menggunakan pupuk dari limbah ternak sendiri. Harga pupuk kadang dari tahun 2013 ke 2014 naik sebesar Rp 1 000 per karung. Harga pupuk kandang per karung biasanya Rp 8 500 menjadi Rp 9 000. Sama halnya dengan harga benih, meskipun pupuk kandang kenaikkannya relatif kecil, akan tetapi jumlah yang dibutuhkan petani untuk memupuk lahannya cukup banyak sehingga biaya yang dibutuhkan juga besar. Sebagai contoh petani membutuhkan pupuk sebanyak 1 ton untuk luasan lahan 2 500 m2. Apabila harga pupuk kandang naik Rp 1 000 per karung dengan bobot rata-rata per karung yaitu 25 kg pupuk, maka petani harus mengeluarkan tambahan biaya sebanyak Rp 1 000 per karung dikalikan 40 karung yaitu Rp 40 000. Artinya beban biaya tersebut jika digunakan untuk membeli pupuk kadang kembali, petani memperoleh sekitar 4 karung pupuk kadang. Oleh karena itu meskipun kenaikkan harga input secara perlahan-lahan, akan tetapi secara sadar petani akan dibebani oleh biaya tambahan untuk membeli input-input tersebut.

Kendala kedua adalah organisme penganggu tanaman (OPT). OPT yang sering menyerang tanaman cabai merah besar dan tomat antara lain tungau, kutu kebul, bercak daun, krepek (serangan cendawan), dan busuk buah. Dalam melakukan penanggulangan baik kegiatan pencegahan maupun pengobatan tanaman, petani perlu melakukan pergiliran pestisida yang digunakan meskipun menggunakan obat yang fungsinya sama. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup OPT dan meminimalkan resistensi OPT terhadap pestisida. Sebagai contoh pengendalian hama menggunakan insektisida. Menurut Moekasan et al (2014) serangga pada umumnya memiliki siklus hidup selama kurang lebih 3 minggu sehingga satu jenis insektisida digunakan paling lama 3 minggu. Apabila ada serangga yang lolos dari perlakuan insektisida maka akan menurunkan generasi yang resisten terhadap insektisida tersebut. Oleh karena itu, kegiatan pergiliran pestisida ini akan membutuhkan banyak jenis-jenis pestisida yang berimplikasi pada kebutuhan biaya yang semakin besar. Terlebih jika OPT telah menjadi resisten, maka membutuhkan pestisida yang mempunyai cara kerja berbeda.

(13)

(per pack 1 750 butir benih). Akan tetapi petani melakukan penyemaian benih sebanyak 3 pack dengan alasan untuk melakukan penggantian tanaman seandainya ada yang mati. Kemudian penggunaan pestisida yang juga berlebihan. Ketika OPT telah melewati masa siklus hidup dan lolos dari aplikasi pestisida, sedangkan petani masih menggunakan jenis pestisida yang sama untuk OPT yang sama, akan mengakibatkan tingkat resisten yang tinggi sehingga membutuhkan pestisida yang lainnya untuk perlakuan pengobatan. Maka petani akan mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk perlakuan pengobatan. Kemudian yang ketiga adalah penggunaan tenaga kerja yang berlebihan. Biasanya kegiatab yang banyak menggunakan tenaga kerja adalah kegiatan panen. Pertimbangan petani dalam mengalokasikan tenaga kerja untuk panen adalah waktu panen. Petani ingin cepat selesai untuk kegiatan panennya sehingga lebih cepat untuk dijual. Pada dasarnya hal ini logis untuk meminimalkan kerusakan buah setelah panen. Akan tetapi jika petani tidak memperhatikan produktivitas tenaga kerja per satuan waktu, maka petani akan terbebani dengan biaya upah pekerja yang besar, sehingga akan memberikan dampak terhadap pengeluaran total petani yang semakin besar.

Oleh karena itu, akumulasi biaya akibat harga-harga input yang semakin meningkat dan penanggulangan OPT yang juga membutuhkan biaya yang semakin besar maka akan membuat biaya total juga semakin besar. Dengan demikian yang menjadi hal menarik adalah apakah sebenarnya usahatani cabai merah besar dan tomat masih layak dijalankan jika harga input-input yang meningkat berbanding lurus dengan peningkatan harga jual produk ?. Apakah dengan kondisi yang sekarang membuat petani ragu untuk menjalankan usahatani cabai merah besar dan tomat ? sehingga yang menjadi pertanyaan dalam perumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan Sumber Katon ?

2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ?

3. Bagaimana perbandingan R/C rasio usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan Sumber Katon

2. Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon

(14)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi:

1. Petani

Penelitian ini dapat menjadi informasi kepada petani dalam meningkatkan kinerja pada usahatani cabai, tomat, dan terong pada Gapoktan Sumber Katon di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. 2. Instansi Penyuluh Pertanian

Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk dapat mendukung, memperbaiki, dan mengembangkan usahatani sayuran di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

Ruang Lingkup

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Penerimaan Usahatani Cabai dan Tomat

Pada peneltian Siregar (2011) menyatakan bahwa usahatani cabai merah keriting di daerah Ciawi memperoleh penerimaan sebesar Rp 146 537 533 dengan rata-rata produktivitas sebesar 8 374 kg per Ha dan harga rata-rata yang diperoleh yaitu Rp 17 500 per kg pada bulan Januari hingga bulan Juni 2011. Pada penelitian Fazlurrahman (2012) menyebutkan bahwa produktivitas cabai rawit merah di Desa Cigedug sebesar 19 979.34 kg dengan harga jual yang telah disepakati oleh pihak kemitraannya sebesar Rp 10 000 per kg, sehingga diperoleh penerimaan rata-rata sebesar Rp 199 793 382.5. Sedangkan pada penelitian Agung

et al (1999) mnyebutkan bahwa produktivitas cabai merah besar di Desa Parean Tengah sebesar 11 929 kg per Ha dan harga rata-rata sebesar Rp 8 383/ kg sehingga didpatkan penerimaan sebesar Rp 99 997 214. Dari ketiga penelitian tersebut, ternyata harga cabai merah bervariasi tergantung jenis cabai merah itu sendiri dan daerah. Harga cabai tidak dapat dipastikan akan naik ataupun turun setiap tahunnya, karena penentu harga adalah pasar dimana semakin banyaknya volume cabai merah yang ada di pasaran maka harga cabai akan cenderung menurun atau rendah dan sebaliknya. Akan tetapi untuk menjaga kestabilan harga ditingkat petani, maka solusinya adalah melakukan kemitraan sehingga petani dapat melakukan tawar menawar harga sampai terjadi kesepakatan yang tidak merugikan petani.

(16)

Struktur Biaya Usahatani Cabai dan Tomat

Penelitian Fazluraahman (2012) membandingkan biaya usahatani cabai rawit merah petani yang melakukan kemitraan dan non kemitraan. Baik petani mitra maupun non mitra, memperoleh biaya tunai terbesar yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga akan tetapi persentasenya lebih besar petani mitra yaitu 43.47 persen sedangkan petani non mitra sebesar 32.99 persen. Biaya total tunai yang digunakan oleh petani mitra sebesar Rp 68 681 023.27 per hektar sedangkan petani non mitra sebesar Rp 18 370 111.55 per hektar. Dengan demikian dapat disimpulkan biaya tunai pengadaan input produksi lebih kecil petani non mitra. Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011), biaya tunai terbesar pada usahaatani cabai merah keriting adalah biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu dengan porsi sebesar 50.69 persen dari total biaya sebesar Rp 59 673 680, artinya lebih dari setengah biaya total dipergunakan untuk membiayai tenaga kerja.

Lisanti (2014) menyebutkan bahwa total biaya usahatani tomat petani non SOP lebih besar dari petani SOP yaitu sebesar Rp 6 122 539.05 dan petani SOP sebesar Rp 5 974 048.68. Hal ini menggambarkan bahwa penggunaan input produksi sesuai standar budidaya yang baik lebih dapat menghemat biaya. Pada penelitian Sujana (2010), diperoleh biaya usahatani tomat terbesar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga baik pada petani yang tergabung dalam kelompok tani maupun yang tidak tergabung. Persentase biaya tenaga kerja tersebut sebesar 23.63 persen pada petani poktan dan sebesar 28.99 persen pada petani non poktan. Sedangkan biaya terkecil adalah biaya pengadaan karung kemas yaitu 0.04 persen pada petani poktan dan 0.05 persen pada petani non poktan. Total biaya yang dikeluarkan petani poktan per periode tanam per hektar lebih kecil dari petani non poktan yaitu sebesar Rp 65 079 497, sedangkan petani non poktan sebesar Rp 69 776 249. Meskipun selisih dari total biaya petani poktan dan non poktan tidak terlalu besar, akan tetapi petani poktan dapat menggunakan input-input produksi dengan biaya yang lebih sedikit.

Pendapatan Usahatani Cabai dan Tomat

Hasil penelitian Siregar (2011) diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada usahatani cabai keriting sebesar Rp 91 135 995 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 86 863 853. Pada penelitian Putri (2014) mengenai analisis usahatani cabai kopay, pendapatan dibedakan berdasarkan status kepemilikan lahan. Didapatkan pendapatan atas biaya tunai pada lahan milik sendiri yaitu Rp 107 616 200, pada lahan sewa sebesar Rp 99 576 815.8, dan pada lahan bagi hasil sebesar Rp 9 586 329.18. Sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 102 458 097.63 pada lahan milik sendiri, sebesar Rp 96 002 046.57 pada lahan sewa, dan sebesar Rp 4 840 131.38 pada lahan bagi hasil. Dengan demikian dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan atas biaya tunai akan selalu lebih besar daripada pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai tidak memperhitungkan biaya non tunai sehingga besaran nilainya lebih kecil dari biaya total.

(17)

petani SOP sebesar Rp 4 234 804 dan sebesar Rp 3 122 518.59 pada petani non SOP. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 384 671.86 pada petani SOP dan sebesar Rp 2 223 333.86 pada petani non SOP. Begitu pula pada penelitian Sujana (2010) yang membedakan pendapatan berdasarkan ketergabungan petani kepada kelompok tani. Pendapatan atas biaya tunai pada petani anggota kelompok tani adalah sebesar Rp 39.933.696 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 28.329.244. Sedangkan untuk petani non kelompok tani pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 31.418.945 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 20.765.060.

Secara umum, perbandingan pendapatan baik terhadap biaya tunai maupun biaya total terhadap dua atau lebih kelompok kategori sangat memperhatikan besarnya biaya. Jika biaya yang dikeluarkan semaki besar, maka pendapatan yang diperoleh akan semakin kecil jika tidak diimbangi dengan penerimaan yang semakin besar.

Efisiensi Usahatani Cabai dan Tomat

Efisiensi usahatani diukur dari besarnya nilai rasio antara penerimaan dengan biaya. Pada penelitian cabai rawit merah oleh Fazlurrahman (2012) diperoleh R/C rasio terhadap biaya tunai petani non mitra sebesar 3.11 dan sedangkan pada petani mitra sebesar 4.48. R/C rasio terhadap biaya total diperoleh sebesar 2.43 pada petani non mitra dan 3.69 pada petani mitra. Dari nilai R/C rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai rawit merah dengan menggunakan pola kemitraan lebih efisien dari pada usahatani yang dijalankan tanpa kemitraan baik dilihat dari R/C rasio terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total. Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011) yang menyatakan bahwa usahatani cabai merah keriting yang dilakukan pada kecamatan Ciawi adalah efisien baik terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total karena nilainya melebihi 1. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani cabai merah keriting sebesar 2.65 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 2.46.

(18)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritik

Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

Bachtiar Rifai (1980) di dalam Sukisti (2010) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang baik yang terikat genelogis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya.

Definisi usahatani dapat disimpulkan ilmu yang mempelajari pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berupa alam, tenaga kerja dan modal yang dilakukan oleh seseorang dengan orientasi untuk mendapatkan benefit dari pengelolaan tersebut. Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsisten bertujuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dari segi petani, pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai tujuan sebaik-baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukaran-kesukaran lain yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya. Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan penyiangan. Pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai macam sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja (Aulia, 2008).

Brown (1979) di dalam Aulia (2008) mengemukakan bahwa setiap usahatani membutuhkan input untuk menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Pendapatan ini dianggap sebagai balas jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan.

Konsep Pendapatan

(19)

penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan produk yang dikonsumsi rumah tangga.

Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima (Ekaningtias, 2011). Menurut Soekartawi (2004) di dalam Ladiku (2014) pendapatan dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pendapatan Kotor (Penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan digudang pada akhir tahun.

2. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan pupuk yang digunakan oleh usahatani.

Menurut Soekartawi et al 1986 ada beberapa ukuran dalam menilai penampilan usahatani yaitu:

1. Pendapatan bersih usahatani (net farm income). Merupakan selisih antata pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total. Pendapatan bersiih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.

2. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Perhitungan penghasilan ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dikurangkan dengan bunga yang dibayarkan terhadap modal pinjaman.

3. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital). Dihitung dengan mnegurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk ukuran ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya biasanya dinyatakan dalam persen terhadap seluruh modal.

4. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital). Diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini biasanya juga dinyatakan dalam bentuk persen.

5. Imabalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour). Dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan terhadap setiap orang. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja luar usahatani.

(20)

Konsep Struktur Biaya Usahatani

Biaya merupakan sejumlah uang yang diperhitungkan dalam menjalankan suatu kegiatan bisnis. Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak ataupun sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak bergantung padabesar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya biaya tetap antara lain pajak, sewa tanah, alat pertanian, iuran irigasi dan listrik. Biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biasanya komponen yang termasuk biaya variabel adalah sarana produksi. Jika biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan maka akan didapatkan biaya total.

Biaya dalam usahatani juga biasa disebut pengeluaran. Soekartawi et al

1989 menyebutkan bahwa pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai (non tunai). Jadi, nilai barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit, maka nilai barang tersebut termasuk pengeluaran tunai. Sedangkan nilai barang atau jasa yang tidak dibayarkan atau hibah seperti penyusutan nilai barang, tenaga kerja dalam kelauarga, dan penggunaan lahan maka nilai tersbut tetap diperhitungkan ke dalam pengeluaran tidak tunai. Biaya tunai usahatani misalnya biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan (Soekartawi et al 2011 di dalam Idani 2012). Efisiensi Usahatani

Nilai R/C ratio dapat menunjukan ukuran efisiensi suatu usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani (Idani, 2012). Apabila nilai R/C ratio > 1, maka menggambarkan penerimaan yang semakin besar dengan penggunaan biaya yang semakin efisien. Nilai R/C rasio = 0, menggambarkan penerimaan dan biaya terjadi impas, sehingga usahatani tidak memperoleh pendapatan. Jika nilai R/C rasio < 1, maka menggambarkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, artinya usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan. Secara kurva, nilai R (revenue) harus berada lebih tinggi daripada nilai C (cost)/total biaya, sehingga usahatani yang dijalankan dapat dikatakan efisien. Apabila nilai R berada dibawah kurva C, maka dapat dikatakan usahataninya belum efisien.

Kerangka Pemikiran Operasional

(21)

diversifikasi, dan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sayuran yang lebih banyak diusahakan yaitu cabe besar, tomat, dan terong.

Pada penelitian ini akan digunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan usahatani sayuran yang dilakukan pada masing-masing petani yang meliputi identifikasi input-input produksi, lalu dilakukan analisis struktur biaya untuk mengidentifikasi dan menghitung biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran. Kemudian melakukan analisis pendapatan usahatani untuk menghitung pendapatan yang diperoleh petani dan efisiensi usahatani menggunakan R/C rasio. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat gambar kerangka pemikiran operasional berikut.

Gambar 1 Kerangka Operasional

Usahatani sayuran (cabai dan tomat) di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu,

Lampung

Analisis struktur biaya

Kesimpulan dan evaluasi Analisis Pendapatan

Usahatani

Analisis Efisiensi Usahatani

1. Return to total capital 2. Return to farm equity

capital

3. Return to family labour

R/C rasio

(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu penghasil sayuran yang potensial dan berkelanjutan di Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pengambilan data akan dilakukan bulan Desember 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung (observasi) dan wawancara dengan petani. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data primer yang akan digunakan meliputi data karakteristik petani dan usahatani sayuran. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber referensi yang berhubungan dengan topik penelitian dan diperoleh melalui beberapa instansi, antara lain Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura, Badan Penyuluh Pertanian, dan internet. Penentuan responden dilakukan dengan metode sensus yaitu peneliti melakuakan penyelidikan untuk memperoleh data yang faktual pada responden yang mengusahakan cabai merah besar dan tomat. Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 19 petani dari jumlah 68 petani sayuran dan dari 625 petani pada Gapoktan Sumber Katon, dengan kriteria responden yaitu petani yang melakukan penanaman cabai merah besar dan tomat pada musim tanam Oktober 2013 dan Oktober 2014, luasan lahan minimal 1/8 Ha, dan telah melakukan usahatani cabai merah besar dan tomat minimal 5 kali musim panen.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis disesuaikan dengan metode pengumpulan data menurut Soekartawi et al 1986 yaitu pengamatan langsung, wawancara dengan responden, dan catatan yang dimiliki responden. Pengamatan langsung merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Pengamatan langsung yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu megamati organisme pengganggu tanaman, kegiatan budidaya seperti proses pemeliharaan tanaman (pengendalian organisme pengganggu tanaman dan wiwil pada tanaman tomat), dan penaksiran produktivitas. Metode wawancara dengan responden merupakan penggalian informasi dengan tanya jawab kepada responden baik secara tatap muka langsung maupun menggunakan media elektronik seperti handphone. Wawancara dilakukan dengan mendatangi responden satu per satu dirumah ataupun di lahan usahatani mereka. Tujuan mendatangi petani satu per satu yaitu agar informasi yang diinginkan lebih akurat dan sesuai pengalaman atau pengetahuan petani (tidak dipengaruhi orang lain).

(23)

harga, dan data rincian biaya penggunaan saprodi. Akan tetapi metode ini tidak dapat dilakukan pada semua responden karena tidak semua responden melakukan pencatatan secara disiplin dan rinci.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik petani, dan semua informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek usahatani sayuran. Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengolahan data dengan menggunakan gambar dan tabulasi. Analisis kuantitatif yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis struktur biaya usahatani, dan analisis R/C rasio. Pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.

Analisis Penerimaan

Penerimaan merupakan total produk yang dihasilkan dikalikan harga per satuan produk. Perhitungan penerimaan usahatani tidak selalu menggunakan tingkat harga yang sama untuk satu produk yang dihasilkan karena harga produk tersebut berubah-ubah sesuai permintaan konsumen dan ketersediaannya di pasar.. Pada perhitungan penerimaan untuk komoditas cabai merah besar dan tomat, penerimaan dihitung secara parsial yaitu setiap kegiatan hasil petikan dengan tingkat harga yang berbeda-beda, sehingga penerimaan total (total revenue) merupakan penjumlahan dari penerimaan per petikan panen. Rata-rata panen yang dilakukan pada usahatani cabai merah besar sebanyak 16 kali petikan dan 13 kali petikan pada usahatani tomat. Secara matematis, rumus menghitung penerimaan sebagai berikut:

TRcabai = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR16

= (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P16 x Q16)

TRtomat = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR13

= (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P13 x Q13)

Keterangan:

TR (total revenue) = penerimaan total

P = harga jual produk (Rp)

Q = jumlah output produksi (kg)

Analisis Struktur Biaya

(24)

tali rafia, tali bendeng, plastik tandon air, bahan bakar, karung atau peti kemas, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan biaya lain-lain (iuran desa dan PBB). Sedangkan komponen biaya non tunai meliputi biaya penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), karung bekas, dan sewa lahan. Sistematika perhitungan biaya tunai dan non tunai dapat dilihat pada Tabel 3 beriku

Tabel 1 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%)

Nilai investasi suatu barang/peralatan yang digunakan dalam usahatani perlu diperhitungkan nilai pemakaiannya pada tiap tahunnya atau diproporsikan pada tiap periode tanam. Nilai investasi tersebut dimasukkan ke dalam biaya penyusutan. Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus, yaitu nilai beli produk dikurangi estimasi nilai sisa kemudian dibagi dengan kisaran umur ekonomis barang/peralatan tersebut. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Penyusutan =

(25)

penggunaan barang tersebut per masing-masing tanaman. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Biaya proporsional =

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani digunakan untuk melihat penggunaan faktor-faktor produksi, pengalokasian modal, dan kinerja pengelolaan. Menurut Sokartawi et al

(1986) di dalam Idani (2012), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dirumuskan dengan:

π = TR – TC

Dimana: π = Pendapatan usahatani, TR = Total penerimaan, TC = Total biaya Metode perhitungan pendapatan usahatani dan ukuran penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Tabel 2 Perhitungan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat

No Komponen Perhitungan

1 Total Penerimaan Kotor (Gross Return) Jumlah Produksi (kg) x harga

2 Biaya Tunai Biaya Saprodi + TKLK

3 Biaya Non Tunai/diperhitungkan Penyusutan + TKDK + sewa lahan Penyusutan

Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Total biaya non tunai (tanpa TKDK)

4 Total Pengeluaran Usahatani/total farm expenses 2 + 3 5 Pendapatan Bersih Usahatani/net farm income 1 – 4

6 Bunga Modal Pinjaman % bunga pinajam x modal pinjaman

7 Bunga Modal Sendiri % bunga deposito x total total biaya 8 Penghasilan Bersih Usahatani/net farm earning 5 – 6

9 Pendapatan Luar Usahatani Pendapatan sampingan

10 Penghasilan Keluarga/family earning 8+9

11 Return to Total Capital 5 – TKDK

12 Return to Farm Equity Capital 8 – TKDK

13 Return to Family Labour 8 – bunga modal petani Sumber: Soekartawi et al 1986

Analisis Efisiensi

(26)

R/C rasio terhadap biaya total = penerimaan total/biaya total R/C rasio terhadap biaya tunai = penerimaan total/biaya tunai Keterangan:

(27)

1

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum dan Kondisi Geografis Desa Srikaton

Desa Srikaton merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Propinsi Lampung. Awalnya Desa Srikaton termasuk wilayah Desa Adiluwih kemudian dilakukan pemekaran pada tahun 2012. Tujuan pemekaran adalah untuk lebih memudahkan mengelola potensi wilayah baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusianya dalam upaya mempercepat pengembangan wilayah yang meliputi beberapa sektor seperti pertanian, peternakan, dan perkebunan serta memudahkan untuk mengawal program-program pemerintah terutama sektor pertanian secara lebih baik. Desa Srikaton terdiri dari 11 Rukun Tetangga (RT), 4 Rukun Warga (RW), dan 4 Dusun.

Berdasarkan letak geografisnya, Desa Srikaton berada pada batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Margorejo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tunggul Pawenang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Enggalrejo, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Adiluwih. Desa Srikaton memiliki wilayah seluas 465 Ha yaitu 25 Ha merupakan tanah sawah, 90 Ha tanah pekarangan, 270 Ha tanah perladangan, dan 80 Ha perkebunan rakyat. Oleh karena Desa Srikaton didominasi tanah perladangan, maka desa ini memiliki potensi pengembangan sektor pertanian yang cukup besar. Aksesbilitas di Desa Srikaton cukup mudah dan relatif dekat dengan pusat-pusat pemerintahan. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan sejauh 1 km, jarak dari ibukota Kabupaten sejauh 20 km, jarak dari ibukota propinsi sejauh 60 km, dan jarak dari ibukota negara sejauh 250 km. Hal ini memudahkan para perangkat Desa melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan juga pemerintah daerah dapat memantau perkembangan (mengontrol) program-program yang telah di-breakdown ke Desa Srikaton

Desa Srikaton berada pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut dengan rata-rata curah hujan pada 10 tahun terakhir yaitu 1.053,11 mm per tahun, jumlah bulan basah 3 bulan, jumlah bulan lembab 4 bulan, dan bulan kering 5 bulan. Suhu udara pada daerah ini berkisar 28-30 0C. Karakteristik tanah yaitu memiliki kandungan pH yang asam berkisar antara 4,5-5,5; dengan kemiringan tanahnya 15% datar, 70% bergelombang, 15% miring. Jenis tanah di Desa Srikaton secara umum podsolid merah kuning yaitu tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah serta tingkat kesuburan yang relatif rendah.

Keadaan Penduduk

(28)

Tabel 1 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian Jumlah orang (jiwa) Persentase (%)

Petani 832 28.49

Penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 28.49 persen atau 832 jiwa, penduduk yang bermata pencaharian diluar petani rata-rata dibawah 5 persen, sedangkan mata pencaharian lain-lain sebanyak 58,7 persen merupakan gabungan dari penduduk yang belum bekerja (masih anak-anak yang masih mengenyam pendidikan), manula, ibu rumah tangga, pengangguran, dan pekerjaan lainnya. Kegiatan pertanian menyebabkan pembangunan infrastruktur pedesaan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan bercocok tani masyarakat, seperti saluran irigasi, perbaikan jalan dikawasan perkebunan dan sawah, pembangunan jembatan, dan balai pelayanan masyarakat. Oleh karena lingkungan pertanian membutuhkan kondisi cuaca yang bersih, maka para penduduk berupaya meningkatkan kelestarian lingkungan mereka, salah satunya adalah dengan menanam pohon mahoni di rumah mereka masing-masing.

Jumlah penduduk di Desa Srikaton pada akhir 2014 sebanyak 2 920 jiwa dimana jumlah penduduk laki-laki 50.82 persen atau sebanyak 1 484 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 49,18 persen atau sebanyak 1 436 jiwa. Agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk Srikaton dengan penganut sebanyak 2 862 jiwa atau 98.01 persen dari total seluruh penduduk dan sisanya sebanyak 58 jiwa atau 1.99% menganut agama Katolik. Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 2 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia Golongan Usia Jumlah orang

Sumber : Data Monografi Desa Srikaton 2014

(29)

sebanyak 0.68 persen. Melihat besarnya usia produktif yang ada di Desa Srikaton, maka diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja di Desa Srikaton dan meningkatkan pendapatan keluarga.

Dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam penanaman konsep pardigma pembangunan pertanian yang lebiih efektif dan efisien yang ditunjang oleh teknologi pertanian yang selalu dinamis (berkembang). Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Srikaton sebagai berikut lulusan SD/sederajat sebanyak 710 jiwa, SMP/sederajat 681 jiwa, SMA/sederajat 493 jiwa, Diploma (DI – DIII) 29 jiwa, Sarjana (S1 – S3) 10 jiwa, pondok pesantren 16 jiwa, pendidikan keagamaan 31 jiwa, kursus keterampilan 12 jiwa, masih sekolah wajib 9 tahun (usia 7-15 tahun) 491 jiwa, dan penduduk yang buta huruf 1 jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk yang berpendidikan wajib 9 tahun dan di atas 9 tahun sebanyak 1 174 jiwa artinya penduduk relatif mampu berfikir, menerima dan ikut serta dalam menjalankan konsep-konsep paradigma pembangunan pertanian.

Fasilitas Pendukung

Fasilitas pendukung merupakan layanan jasa pendukung yang dibutuhkan dan diharapkan mampu mendorong keberhasilan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani. Fasilitas pendukung dapat berupa jasa penyedia sarana produksi pertanian (saprotan), simpan pinjam, jasa penyedia modal, dan jasa layanan masyarakat. Fasilitas pendukung dapaat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 3 Fasilitas pendukung usahatani di Desa Srikaton

Jenis Fasilitas Jumlah (unit)

Koperasi Simpan Pinjam 1

Kios Saprotan 2

Pos Kamling 19

Balai Pelayanan Masyarakat 2

Sumber : Data Monografi Desa Srikaton 2014

Karakteristik Petani Responden

Petani yang dijadikan responden merupakan petani yang mengusahakan sayuran yaitu cabai merah besar dan tomat. Keseluruhan petani responden merupakan petani yang tergabung dalam kelompok tani dan merupakan anggota aktif di Desa Srikaton. Jumlah kelompok tani pada Gapoktan Sumer Katon di Desa Srikaton sebanyak 16 kelompok tani dengan jumlah total anggota sebanyak 625 petani. Petani yang menjadi responden merupakan petani yang melakukan penanaman cabai merah besar dan tomat pada periode tanam Oktober 2013 dan Oktober 2014. Jumlah petani yang menanam cabai merah besar dan tomat dari 625 petani hanya 19 orang petani. Dengan demikian 19 orang petani tersebut dijadikan responden.

(30)

Jenis Kelamin dan Usia Petani

Petani cabai, tomat, dan terong pada penelitian ini seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Tidak ada satu orangpun yang berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar kegiatan usahatani dilakukan oleh laki-laki karena secara umum kegiatan usahatani membutuhkan tenaga yang relatif besar sehingga hanya sebagian kecil kegiatan yang melibatkan tenaga kerja perempuan dan kepemilikan lahan usahatani seluruhnya merupakan milik tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan biasanya diikutsertakan pada kegiatan perawatan tanaman (seperti pemupukan lanjutan, wiwil pada komoditas tomat, dan melakukan kontrol pada tanaman) dan panen.

Usia petani responden di bagi ke dalam tiga kategori yaitu petani berusia lebih kecil atau sama dengan 35 tahun (≤35 tahun), petani berusia lebih besar dari 35 tahun sampai lebih kecil atau sama dengan 50 tahun (>35 tahun - ≤50 tahun), dan lebih besar dari 50 tahun (>50 tahun). Sebaran usia petani responden dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Sebaran usia petani responden

Berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa petani responden sebagian besar berusia ≤35 tahun yaitu sebanyak 3 orang atau 16 persen, kemudian dibawahnya petani berusia >35 tahun - ≤50 tahun sebanyak 15 orang atau 79 persen, dan kategori petani yang memiliki jumlah paling sedikit adalah berusia >50 tahun sebanyak 1 orang atau 5 persen. Dari sebaran petani responden di dapat bahwa petani yang memiliki usia paling muda adalah 29 tahun, sedangkan yang berusia paling tua adalah 53 tahun.

Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Bertani

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berfikir petani dalam mengelola dan mendesain usahataninya guna mewujudkan ekspektasi pendapatan yang mereka inginkan. Tingkat pendidikan menjadi salah satu modal yang penting bagi petani dalam keberhasilan usahataninya meskipun tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan usahatani. Tidak dapat dipastikan bahwa petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan serta merta mampu berhasil mengelola usahataninya dengan baik. Banyak petani yang berpendidikan rendah dapat sukses berusahatani, akan tetapi tidak sedikit juga petani sukses yang mempunyai pendidikan yang tinggi.

Tingkat pendidikan akan sangat cocok sekali jika dikomparasikan dengan pengalaman bertani seorang petani. Pemikiran yang cerdas dikombinasikan

≤ 35 tahun

>35 tahun-≤ 50 tahun

(31)

dengan skil yang mumpuni, akan memperbesar peluang berhasilnya usahatani. Pengalaman bertani secara otomatis menambah pengetahuan petani. Petani di Desa Srikaton selain mempunyai pengalaman otodidak yang cukup banyak tentang ilmu bertani terutama sayuran, petani memperoleh tambahan ilmu-ilmu baru dari pembimbingan/pelatihan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dan perusahaan pertanian. Pembimbingan biasanya dilakukan ketika ada program-program baru dari pemerintah, promosi produk baru dari perusahaan pertanian, evaluasi kinerja usahatani, dan teknologi terbaru.

Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani digolongkan dalam tiga

kelompok yaitu pemula (≤10 tahun), madya (>10 tahun - ≤ 20 tahun), dan mahir (> 20 tahun). Kelompok petani yang memiliki jumlah paling banyak berdasarkan pengalaman bertani adalah kelompok madya yang berjumlah 10 orang atau 52.63 persen; kemudian mahir berjumlah 5 orang atau 26.32 persen; dan sisanya adalah pemula berjumlah 4 orang atau 21.05 persen. Petani responden di Desa Srikaton memiliki pengalaman bertani paling sedikit yaitu 9 tahun dan paling lama 30 tahun. Hal ini dapat menggambarkan bahwa petani secara konsisten mau dan mampu belajar dengan pengalaman mereka guna memperoleh kunci keberhasilan dalam berusahatani sayuran. Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani dilihat pada Tabel 8.

Tabel 4 Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani Kategori Pengalaman Bertani Jumlah

Lahan merupakan bagian dari modal utama dalam melakukan usahatani. Luasan lahan menggambarkan seberapa luas suatu lahan pertanian yang dikelola petani untuk melakukan kegiatan usahataninya baik itu lahan sewa ataupun lahan milik sendiri. Luas lahan erat hubungannya dengan skala usahatani yang dijalankan petani. Pada umumnya, semakin luas lahan yang digunakan maka akan lebih banyak populasi tanaman yang diusahakan sehingga mempengaruhi jumlah produksi usahatani. Luas lahan juga mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan petani, contohnya kebutuhan biaya untuk pengolahan lahan, pengapuran lahan, untuk melakukan pemupukan dasar, biaya benih, dan lain-lain. Luasan lahan juga mempengaruhi keputusan petani untuk menanam menggunakan monokultur ataupun polikultur. Di Desa Srikaton, petani yang mengusahakan komoditas sayuran umumnya melakukan teknik polikultur yaitu tumpangsari dan diversifikasi. Hal ini bertujuan untuk pengoptimalan kegunaan lahan yang mereka miliki, memperkecil risiko tanam, dan meningkatkan pendapatan usahataninya.

Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden berbeda-beda sehingga untuk memudahkan mengidentifikasinya, perlu dilakukan pengelompokan. Luas lahan petani responden dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu lahan sempit

(32)

Gambar 2 Jumlah petani berdasarkan luasan lahan

Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa petani sayuran di Desa Srikaton yang memiliki lahan sempit lebih banyak dari pada petani lahan luas. Jumlah petani yang memiliki lahan sempit yaitu 3 orang atau 16 persen, petani lahan menengah sebanyak 11 orang atau 58persen, dan petani yang memiliki lahan luas sebanyak 5 orang atau 26 persen. Luas lahan terkecil yang diusahakan petani responden yaitu 0.25 Ha atau 2 500 m2 sebanyak 2 orang, sedangkan lahan terluasnya adalah 1 Ha atau 10 000 m2 sebanyak 1 orang.

Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan dapat mempengaruhi biaya usahatani. Baik petani yang memiliki lahan sendiri maupun petani yang melakukan sewa lahan, perlu mengeluarkan biaya lahan meskipun nilai biaya keduanya tidak sama. Petani yang memiliki lahan sendiri harus membayar pajak wajib setiap tahunnya, sedangkan petani yang melakukan sewa lahan harus membayar uang sewa baik setiap musim atau setiap tahun ataupun dalam periode tertentu. Status kepemilikan lahan 30 petani responden adalah lahan milik sendiri. Jarang petani melakukan sewa lahan untuk menanam sayuran, kecuali jika petani ingin menambah skala usahanya atau meningkatkan intensitas tanamnya dalam satu tahun.

Sumber Modal Usahatani

Sumber modal usahatani disini berkaitan dengan sumber modal berupa uang. Pada usahatani sayuran yang sudah dijalankan cukup lama oleh petani yang sudah berpengalaman, sumber modal berkaitan dengan pembentukan modal petani dari usahatani yang telah dijalankan sebelumnya. Banyaknya modal yang terbentuk dipengaruhi oleh kebutuhan rumah tangga petani. Meskipun nilai pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani sayuran cukup besar, tidak serta merta petani langsung mengalokasikan modal untuk musim tanam selanjutnya. Faktanya, sebagian petani masih melakukan pinjaman modal, baik petani lahan luas maupun petani dengan lahan yang sempit. Kemapanan modal petani akan sulit terbentuk jika pengelolaan pendapatan rumah tangga petani belum mampu dikelola dengan baik.

Iklim pengusahaan pertanian komoditas sayuran di Desa Srikaton kental sekali dengan nuansa spekulasi. Hal ini terjadi hampir semua petani yang mengusahakan sayuran. Petani yang memutuskan untuk menanam sayuran telah siap dengan segala risiko ketidakpastian yang sewaktu-waktu bisa merugikan petani. Misalnya sebagian besar komoditas sayuran yang sering dikonsumsi

Petani lahan sempit

Petani lahan menengah Petani

(33)

masyarakat atau telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat mengalami fluktuasi harga yang relatif sangat dinamis sehingga petani tidak dapat memastikan berapa pendapatan yang akan mereka peroleh pada musim tertentu. Akan tetapi berdasarkan pengalaman yang mereka punya dan belajar dari pengalaman petani lainnya, para petani masih menaruh harapan sewaktu-waktu harga sayuran yang mereka usahakan relatif tinggi dengan hasil panen yang cukup baik pula. Oleh karena itu, besar sekali tekad petani untuk merealisasikan harapannya sehingga cukup sering sebagian petani meminjam uang atau mencari bantuan modal di lembaga-lembaga keuangan, organisasi petani, perusahaan pertanian, atau bantuan pemerintah seperti Bank, BMT, Kelompk Tani, PUAP, dan PTPN. Disamping itu, lembaga keuangan membuka akses pinjaman dengan persyaratan yang lebih mudah sehingga petani mau melakukan pinjaman. Jumlah petani responden berdasarkan sumber permodalan yang mereka gunakan, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 5 Jumlah petani responden berdasarkan sumber modal Kategori Sumber

Modal Jumlah petani (orang) Persentase (%)

Pinjam 9 47.37

Mandiri 10 52.63

Total 19 100

Pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah petani yang melakukan pinjaman modal sama dengan jumlah petani yang menggunakan modal mandiri. Petani yang menggunakan modal pinjaman dari Bank sebanyak 2 orang, BMT sebanyak 2 orang, Kelompok Tani saja sebanyak 1 orang, pinjaman dari PTPN sebanyak 2 orang, Bank dan dana PUAP sebanyak 1 orang, Bank dan BMT sebanyak 1 orang.

Keragaan Usahatani Cabai merah besar Besar dan Tomat di Desa Srikaton

Komoditas cabai dan tomat menjadi komoditas prioritas untuk dibudidayakan di Desa Srikaton sepanjang tahun, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau. Budaya menanam sayuran yang telah diturunkan oleh orang tua mereka menjadi sesuatu yang bukan hanya diorientasikan menjadi komoditas komersial, akan tetapi sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang senantiasa harus dilakukan. Lahan yang subur dan iklim yang mendukung, menjadi potensi yang sangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap anggota keluarga petani memiliki kemampuan turunan untuk bercocok tanam yang sudah diajarkan sejak kecil. Dengan pengalaman bercocok tani sayuran yang cukup lama, maka petani juga memperoleh gambaran tentang komditas sayuran yang sangat prospektif dan dapat dengan baik dikembangkan seperti cabai dan tomat.

(34)

yang telah disebutkan sebelumnya bahwa petani akan selalu menghadapi risiko ketiakpastian jika dia memutuskan untuk menanam cabai dan tomat. Akan tetapi, petani berani bertaruh antara pengalaman yang mereka punya dengan risiko kerugian yang kemungkinan mereka dapatkan. Dikarenakan pertanian sudah menjadi pekerjaan utama yang membudaya, maka untuk mempercepat peningkatan pendapatan petani, mereka gigih untuk terus membudidayakan dan mengembangkan cabai dan tomat. Meskipun mayoritas petani mahir di segala kegiatan budidaya cabai merah besar dan tomat, mereka masih membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga. Upah pekerja rata-rata yang berlaku di Desa Srikaton saat ini yaitu Rp 50 000.00 per HOK

Persiapan Lahan

Persiapan lahan merupakan tahap awal dalam setiap kegiatan budidaya sayuran. Persiapan lahan yaitu kegiatan mengelola lahan sedemikian rupa sehingga layak dan siap untuk menjadi media tanam. Baik atau tidaknya perkembangan tanaman pada tanam nantinya, ditentukan oleh treathment petani dalam persiapan lahan. Di dalam persiapan lahan, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan yaitu pengolahan tanah, pengapuran, pemupukan dasar, pembuatan guludan, dan pemasangan mulsa.

a. Pengolahan tanah

Kegiatan pengolahan tanah di Desa Srikaton umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin yaitu traktor, ada juga yang menggunakan bantuan hewan ternak seperti sapi. Tujuan dari pengolahan tanah antara lain untuk menekan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanah (Prabaningrum et al 2014), membantu masuknya oksigen ke dalam tanah, dan membantu mempercepat racun yang merugikan tanaman untuk menguap. Pengolahan tanah dilakukan 3-4 minggu sebelum dilakukan penanaman dan biasanya masa pengolahan tanah bersamaan dengan penyemaian benih agar pada saat benih sudah berusia siap tanam, maka lahan sudah dapat digunakan. Pengolahan tanah membutuhkan waktu rata-rata sekitar 3 jam untuk lahan seluas 2 500 m2. Sistem upah pada pengolahan tanah yaitu sistem borongan dengan nilai upah sebesar Rp 125 000.00 – Rp 130 000.00 per 2 500 m2. Rata-rata penggunaan tenaga kerja per Ha per musim tanam sebanyak 4.5 HOK untuk usahatani cabai merah besar dan 2.78 HOK untuk usahatani tomat.

b. Pengapuran

(35)

atau 1,4 ton untuk tanaman cabai, sedangkan 12 sak atau 0.6 ton untuk tanaman tomat. Dalam hal ini, petani sangat memberikan perhatian yang lebih untuk tanaman cabai dibandingkan tomat. Petani percaya bahwa perlakuan yang baik dengan biaya yang cukup tinggi, akan memberikan hasil produksi yang sebanding. Oleh karena itu, melihat harga cabai yang sering berfluktuasi dan tidak jarang meningkat cukup tinggi, maka petani berani berekspektasi cukup besar yang diimplementasikan pada perlakuan khusus terhadap cabai. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata yaitu 3.47 HOK untuk cabai merah besar dan 1.05 HOK untuk tanaman tomat.

c. Pemupukan Dasar, Pembuatan Guludan, dan Pemasangan mulsa

Tanah yang akan digunakan untuk media tanam pada umumnya dilakukan pemupukan dasar. Jenis pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik meliputi pupuk kandang dan pupuk bermerk Petroganik, sedangkan pupuk anorganiknya yaitu pupuk SP-36. Kebutuhan rata-rata pupuk dasar cabai merah besar per hektar yaitu 11.86 ton pupuk kandang, 0.66 ton pupuk petroganik, dan 0.54 ton pupuk SP-36. kebutuhan pupuk dasar pada tomat yaitu 4.6 ton pupuk kandang dan 0.14 pupuk SP-36. Pada tanaman tomat tidak diberikan pupuk petroganik.Waktu pemberian pupuk dasar bersamaan dengan pengapuran dan pembuatan guludan. Tanah yang sudah diberikan pupuk dasar dan kapur, dibiarkan kurang lebih selama 2 minggu. Hal ini dimaksudkan agar pupuk tersebut dapat terurai dan terserap merata pada tanah. Pemupukan dasar membutuhkan tenaga kerja 10.46 HOK untuk cabai merah besar dan 6.54 HOK untuk tomat.

Pembuatan guludan dilakukan secara manual menggunakan cangkul setelah atau bersamaan dengan kegiatan pengapuran dan pemupukan dasar. Ukuran dimensi guludan yang dibut petani berbeda-beda, tergantung selera petani tetapi sesuai ukuran mulsa yang digunakan. Cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton pada umumnya dalam satu guludan dibuat dua baris tanaman. Ukuran dimensi guludan dan jumlah guludan disesuaikan dengan bentuk dan ukuran lahan. Lebar guludan biasanya petani menggunakan ukuran 100-110 cm, tinggi guludan 20-25 cm, sedangkan panjang guludan disesuaikan dengan kondisi lahan. Petani juga mengatur jarak antar guludan (parit) untuk mengatur tingkat kerapatan populasi tanaman disamping mereka mengatur jarak antar tanaman. Lebar parit yang biasa dibuat petani berkisar antara 40-60 cm. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pembuatan guludan per satuan hektar yaitu 27.42 HOK untuk cabai merah besar dan 12.33 HOK untuk tomat.

(36)

petani lainnya. Rata-rata penggunaan tenaga kerja yaitu 21.67 HOK untuk cabai merah besar dan 15.23 HOK untuk tomat. Pembuatan guludan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 3 Guludan untuk penanaman setelah semai

Penyemaian Benih

Kegiatan awal dari penyemaian benih yaitu pemilihan benih. Benih yang dipilih merupakan varietas yang memiliki ketahanan yang baik terhadap serangan OPT, mampu mengahasilkan produksi tinggi (produktivitas tinggi), dan harus sesuai kebutuhan pasar (diminati konsumen). Varietas cabai merah besar yang sering dibudidayakan oleh petani yaitu Lado F1 dan Servo F1, sedangkan varietas tomat yang digunakan yaitu Timoti F1 dan Servo F1. Media penyemaian benih yang telah dilakukan petani di Desa Srikaton ada dua, yaitu guludan semai dan media polibag. Guludan semai dibuat disekitar lahan tanam dengan ukuran 3 x 1 x 0.1 m yang disekelilingnya diberi penyangga dari bambu. Penyangga dari bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk memasang waring pelindung benih (pelindung yang terbuat dari jaring-jaring plastik seperti karung). Benih ditanam secara merata dan diatur jarak tanamnya satu per satu, sama halnya dengan media tanam menggunakan polibag. Media guludan dan polibag mempengaruhi umur benih siap tanam pada lahan. Berikut tabel umur benih pindah tanam berdasarkan media tanam yang digunakan.

Tabel 6 Umur benih siap pindah tanam berdasarkan media tanam di Desa Srikaton No. Komoditas Umur benih siap pindah tanam (hari)

Media guludan Media polibag

1 Cabai merah besar 25 – 30 20 – 25

2 Tomat 14 – 20 15 – 17

(37)

disamping baik untuk ketahanan benih dan lebih menghemat biaya. Kegiatan penyemaian rata-rata menggunakan tenaga kerja per hektar 13.68 HOK pada tanaman cabai dan 9.6 HOK pada tanaman tomat. Berikut gambar penyemaian benih cabai.

Gambar 4 Benih cabai merah besar berumur sekitar 2 minggu

Penanaman

Petani melakukan penanaman pada waktu sore hari sekitar pukul 14.30 – 17.30 WIB. Hal ini dimaksudkan agar meminimalkan risiko atau menhindari terjadinya kematian yang diakibatkan suhu tanah yang tinggi. Akan tetapi jika media semai yang digunakan adalah polibag, petani dapat melakukan penanaman mulai dari pagi sampai sore. Penanaman juga dipengaruhi oleh musim. Ketika musim hujan tidak kunjung datang, petani harus menunda masa tanam. Di Desa Srikaton, petani biasa menanam cabai merah besar dan tomat pada musim hujan (bulan Oktober). Untuk itu, agar petani dapat memperoleh masa panen sesuai yang direncanakan, maka petani tetap melakukan penanaman dengan mengeluarkan biaya yang lebih banyak (biaya bahan bakar, biaya tenga kerja, dll) untuk penyiraman. Penggunaan tenaga kerja rata-rata untuk penanaman per hektar membutuhkan 18.3 HOK untuk tanaman cabai dan 10.51 HOK untuk tanaman tomat.

Pemeliharaan

Baik atau tidaknya hasil panen yang akan diperoleh petani bergantung pada baik atau tidaknya pemeliharaan tanaman yang mereka lakukan. Pemeliharaan meliputi kegiatan pemasangan ajir, wiwil (pemangkasan tunas dan daun), pemupukan lanjutan, pengendalian OPT, dan penyiraman. Dalam fase pemeliharaan, petani harus tahu dan peka terhadap kondisi tanaman sehingga dapat memberikan perlakuan yang sesuai kebutuhan tanaman.

a. Pemasangan ajir (turus bambu/bambu penyangga)

Gambar

Tabel 1. Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013
Gambar 1  Kerangka Operasional
Tabel 1 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai
Tabel 2 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata Biaya Produksi yang Dikeluarkan Pestisida untuk Usahatani Cabai Merah Keriting per Hektar ... Rata-rata Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam usahatani cabai merah di Desa Limpakuwus (2) Mengetahui besarnya biaya pendapatan

Hasil Analisis t-Test Total Biaya Produksi pada Tumpang Sari Tomat-Cabai dengan Tomat Monokultur..

1. Total penerimaan yang diterima petani dari usahatani cabai merah per musim tanam dengan luas lahan rata-rata 0,09 di daerah penelitian sebesar Rp. Biaya produksi

Pendapatan merupakan nilai yang diperoleh petani cabai merah besar dari penerimaan terhadap penjualan hasil produksi setelah dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan

Beberapa faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap ketidakefisienan teknis, yaitu : (a) rasio pendapatan rumah tangga dari usahatani cabai merah besar

Peningkatan cekaman salinitas menurunkan persentase perkecambahan pada tanaman Tomat, mentimun, bawang merah dan cabai besar, hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian

Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, tingkat produksi dan pendapatan yang diterima petani dalam usahatani tomat serta tingkat kelayakan usahatani tanaman tomat di Desa