• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTER VEGETATIF DAN FISIOLOGI

GANDUM INTRODUKSI SENSITIF SUHU TINGGI

DI DATARAN SEDANG DAN TINGGI

SHELY RAHMALANI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Shely Rahmalani

(4)

ABSTRAK

SHELY RAHMALANI. Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan TATIK CHIKMAWATI.

Salah satu upaya penekanan peningkatan volume impor gandum adalah dengan pengembangan tanaman gandum di areal dataran sedang. Namun, suhu tinggi di dataran sedang menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan dan produksi gandum. Aplikasi putresin pada tanaman diketahui dapat mengurangi pengaruh negatif dari cekaman suhu tinggi. Penelitian ini bertujuan mempelajari respon karakter gandum introduksi sensitif suhu tinggi terhadap perlakuan putresin yang ditanam di dataran sedang Cisarua dan dataran tinggi Cipanas. Bahan tanaman yang digunakan yaitu gandum introduksi sensitif suhu tinggi Munal, S-03, dan Dewata. Karakter tanaman gandum yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, luas, tebal, sudut daun bendera, kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil. Hasil penelitian ini menunjukkan genotipe berpengaruh hampir pada semua karakter pertumbuhan, sedangkan putresin hanya berpengaruh pada kerapatan stomata adaksial dan abaksial, serta laju transpirasi relatif abaksial gandum di Cisarua dengan konsentrasi terbaik 1.25mM. Pertumbuhan gandum introduksi sensitif suhu tinggidi dataran tinggi Cipanas lebih baik dibandingkan dengan dataran sedang Cisarua. Genotipe yang lebih cocok untuk ditanam di Cipanas maupun Cisarua yaitu S-03.

Kata kunci : gandum, karakter vegetatif dan fisiologi, putresin, suhu tinggi

ABSTRACT

SHELY RAHMALANI. Vegetative and Physiological Characters of Introduction High Temperature Sensitive Wheat in Mid and High Altitudes. Supervised by MIFTAHUDIN and TATIK CHIKMAWATI.

One of the effort to reduce our dependency to wheat import is by developing tropical wheat adapted to mid altitude. However, high temperature in this area can be a limiting factor for wheat growth and production. Application of putrescine to plants may alleviate the negative effect of high temperature stress. The objective of the research was to study the characters responses of introduction high temperature sensitive wheat to putrescine application grown at mid and high altitudes. The material plant used is introduction high temperature sensitive wheat Munal, S-03, and Dewata. The observed characters were plant height, number of tillers, flag leaf area, leaf thickness, flag leaf angle, stomatal density, relative transpiration rate, and cholorophyll content. The result showed that the genotypes affected almost all growth characters, while putrescine application only affected to stomatal density and relative transpiration rate of wheat grown in Cisarua with the best putrescine consentration of 1.25 mM. High temperature sensitive wheat grew better in high altitude (Cipanas) than that of in mid altitude (Cisarua). The genotype S-03 was more suitable to be grown in both altitudes.

(5)

Judul Skripsi :Karakter Morfologi dan Fisiologi Gandum

(Triticumaestivum)GalurIntroduksi SensitifSuhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi

Nama : Shely Rahmalani Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

KARAKTER VEGETATIF DAN FISIOLOGI

GANDUM INTRODUKSI SENSITIF SUHU TINGGI

DI DATARAN SEDANG DAN TINGGI

SHELY RAHMALANI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi

Nama : Shely Rahmalani

NIM : G34090044

Disetujui oleh

Dr Ir Miftahudin, MSi Pembimbing I

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Karakter Vegetatif dan Fisiologi Gandum Introduksi Sensitif Suhu Tinggi di Dataran Sedang dan Tinggi. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari sampai Agustus 2013 di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cipanas, kebun petani di Cisarua, serta Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan Departemen Biologi IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Miftahudin, MSi dan Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi selaku pembimbing, serta Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc selaku dosen penguji atas segala masukannya demi karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, ibu Aniek Suwarni, ayah Sularno, yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan limpahan kasih sayang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan satu bimbingan (Sandi, Yusi, dan Wulan), serta teman-teman Biologi Angkatan 46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 1 

METODE 2 

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan Tanaman 2

MetodePenelitian 3  HASIL 4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4

Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan 4

Morfologi Daun Bendera 6

Kerapatan Stomata 6

Laju Transpirasi Relatif 6

Kandungan Klorofil a dan b 8

PEMBAHASAN 10  SIMPULAN 11 

DAFTAR PUSTAKA 12 

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu tinggi genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas dan Cisarua 5  2 Morfologi daun bendera gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di

Cipanas dan Cisarua 6 

3 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun gandum pada tiga konsentrasi aplikasi putresin yang ditanam di Cipanas

dan Cisarua 9 

4 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun dari tiga genotipe gandum yang ditanam di Cipanas dan Cisarua 9

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan tinggi tanaman gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di

Cipanas dan Cisarua 5

2 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 10x10 7 3 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cisarua di bawah

mikroskop majemuk dengan perbesaran 10x10 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas

cahaya di Cipanas tahun 2013 13

2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas

cahaya di Cisarua tahun 2013 14 

3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi

sensitif suhu tinggi di Cipanas 15 

4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan salah satu serealia dari famili Poaceae yang berasal dari daerah subtropis yang tumbuh optimal pada suhu 20 oC (Aqil et al. 2011). Saat ini tepung gandum menjadi makanan pokok kedua di Indonesia setelah beras. Kebutuhan tepung gandum di Indonesia meningkat seiring perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk dengan rata-rata peningkatan impor gandum sebesar 16.91% per tahun pada peride 2004-2008 (Khudori 2011). Menurut Azwar et al. (1989) konsumsi yang semakin meningkat tersebut menjadikan Indonesia harus mengimpor gandum dari Australia dan Kanada lebih dari4-5 juta ton/tahun.

Salah satu upaya penekanan volume impor gandum adalah mengembangkan tanaman gandum di dalam negeri melalui penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia (Sovan 2002). Pengembangan tanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintroduksikan galur atau varietas gandum dari negara lain. Program pemuliaan gandum di Indonesia diarahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu beradaptasi di dataran sedang maupun rendah. Hal ini dilakukan mengingat pengembangan tanaman gandum di dataran tinggi akan berkompetisi dengan tanaman hortikultura yang selain memiliki nilai ekonomi lebih tinggi juga secara sosial telah menjadi perilaku petani dataran tinggi. Lahan-lahan pertanian di dataran sedang dan rendah dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman gandum, tetapi cekaman suhu tinggi menjadi kendala utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman gandum di daerah tersebut.

Pemberian senyawa organik, seperti poliamin, diketahui dapat meningkatkan kemampuan tanaman gandum beradaptasi di lingkungan suhu tinggi. Poliamin adalah senyawa organik seperti zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, mulai dari perkecambahan biji sampai senesen (Kumar et al. 1997). Putresin adalah salah satu jenis poliamin yang merupakan perkusor untuk sintesis poliamin lain, yaitu spermidin dan spermin. Putresin diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum yang mendapatkan cekaman suhu tinggi (Sarvajeet 2010).

Tujuan Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2013 bertempat di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cipanas yang merupakan areal dataran tinggi dengan ketinggian 1100 m di atas permukaan laut (dpl) dan di Kebun Petani Cisarua yang merupakan areal dataran sedang dengan ketinggian 700 m dpl, serta Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih dari dua genotipe gandum introduksi sensitif suhu tinggi yaitu Munal danS-03, dan satu kultivar gandum nasional sensitif suhu tinggi yaitu Dewata.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan di dua lokasi. Setiap lokasi dianggap sebagai percobaan terpisah yang merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah tiga konsentrasi pemberian putresin 0, 1.25, dan 2.50 mM. Faktor kedua adalah kultivar Dewata, dan genotipe Munal dan S-03. Percobaan disusun dalam Rancangan Blok Terbagi (Split Block Design) dengan sembilan kombinasi perlakuan dan tiga ulangan setiap kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan pada setiap lokasi.

Pelaksanaan Percobaan

Penanaman benih dilakukan dalam petak-petak percobaan dengan ukuran tiap petak 1.5x4 m2 dan jarak antar baris 25 cm2. Setiap petak percobaan yang merupakan satuan percobaan terdiri atas lima baris dan setiap baris ditanam 10 g benih gandum. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memberikan pupuk anorganik sebanyak dua kali. Pemupukan pertama dilakukan pada 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis urea 112.5 g/petak, SP36 150 g/petak, dan KCl 75 g/petak. Pemupukan kedua dilakukan pada 30 HST dengan dosis pupuk urea 112.5 g/petak.

Perlakuan Putresin

(13)

3

Pengukuran Iklim Mikro

Faktor lingkungan yang diukur selama penelitian antara lain suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Suhu dan kelembaban udara diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan meggunakan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter. Pengukuran tersebut dilakukan setiap hari pada pagi, siang, dan sore hari.

Penentuan Tanaman Sampel

Tanaman sampel ditentukan secara acak, yaitu lima sampel tanaman untuk tiap petak percobaan. Sampel yang digunakan adalah tanaman yang berada di tiga baris tengah.

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman

Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung malai. Jumlah anakan diukur dengan cara menghitung jumlah anakan yang keluar dari pangkal batang. Pengukuran pertumbuhan tanaman dilakukan mulai 21 HST hingga perlakuan putresin yang kedua dengan waktu pengukuran setiap minggu.

Pengamatan Morfologi Daun Bendera

Pengamatan morfologi daun bendera meliputi luas, tebal, dan sudut daun bendera. Luas daun bendera ditentukan dengan persamaan Luas= panjang daun (p) x lebar daun (l) x 0.75. Panjang daun bendera diukur dari pangkal daun bendera sampai ujung daun bendera, sedangkan lebar daun bendera diukur tepat dibagian tengah daun terlebar. Pengukuran tebal daun bendera dilakukan dengan jangka sorong di bagian tengah daun terlebar, sedangkan pengukuran sudut daun bendera dilakukan dengan meletakkan busur derajat tegak lurus terhadap malai.

Penghitungan Kerapatan Stomata

Preparat epidermis daun dibuat dengan cara mengoleskan kuteks bening pada sisi permukaan atas (adaksial) dan bawah daun (abaksial) dari setiap sampel, kemudian didiamkan selama 5-10 menit hingga kering. Kuteks yang telah mengering ditarik dengan bantuan pinset secara hati-hati dan diletakkan di atas gelas objek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan jumlah stomata diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 10x10. Kerapatan stomata diketahui dengan membandingkan jumlah stomata pada tiap bidang pandang dengan luas bidang pandang. Pengamatan kerapatan stomata dilakukan sebanyak lima kali ulangan dengan tiga sudut pandang pada setiap sampel.

Pengukuran Laju Transpirasi Relatif

(14)

4

merah muda dicatat dalam detik. Luas daun yang tertutup kertas kobalt klorida digunakan untuk menghitung laju transpirasi. Perbedaan bobot kertas kobalt klorida sebelum dan sesudah terjadi perubahan warna ditentukan dengan timbangan sebagai jumlah uap air yang hilang melalui transpirasi (Tjondronegoro

et al. 1989).

Pengukuran Kandungan Klorofil a dan b

Penentuan kandungan klorofil ditentukan dengan metode Arnon (1949) yang dimodifikasi. Sampel daun segar sebanyak 0.25 g dihaluskan dalam mortar, selanjutnya ditambahkan 5 ml aseton 80%, dan disentrifugasi. Ekstraksi diulang sampai filtrat tidak berwarna. Filtrat yang terkumpul kemudian ditera sampai volumenya tepat 12.5 ml. Pengukuran kandungan klorofil dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm (klorofil a) dan 663 nm (klorofil b). Rumus untuk perhitungan klorofil, yaitu:

Klorofil a = 0.0127xD663 – 0.00269xD645 Klorofil b = 0.0299xD645 – 0.00468xD663

Keterangan: D645= Nilai absorban pada panjang gelombang 645 nm D663= Nilai absorban pada panjang gelombang 663 nm

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan sidik ragam dengan uji F pada tingkat kepercayaan 5%. Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata dari perlakuan, maka data diuji lebih lanjut dengan uji Duncan pada tingkat probabilitas 0.05 menggunakan program SPSS 16 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan pengukuran data iklim mikro yang dilakukan setiap harinya selama penelitian didapatkan data rata-rata di dataran tinggi Cipanas yaitu suhu udara 20.8 OC, kelembaban relatif 75.7 %, kecepatan angin 2.9 m/s, dan intensitas cahaya 15475 lux (Lampiran 1). Berbeda dengan di Cipanas, data rata-rata di dataran sedang Cisarua menunjukkan suhu udara 27.5 OC, kelembaban relatif 80.4 %, kecepatan angin 0.7 m/s, dan intensitas cahaya 27406 lux (Lampiran 2).

Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan

(15)

5

Gambar 1 Pertumbuhan tinggitanaman gandum genotipe Munal, S-03, dan

Dewatadi Cipanas dan Cisarua. ;

; ; ;

;

Hasil pengamatan pada minggu ke-8 menunjukkan tanaman gandum yang ditanam di Cipanas memiliki habitus lebih tinggi dibandingkan habitus tanaman gandum yang ditanam di Cisarua. Pada kedua lokasi, genotipe S-03 merupakan tanaman gandum yang memiliki habitus paling tinggi, sedangkan Munal memiliki habitus paling rendah. Jumlah anakan sampai pada minggu ke-8 tidak dipengaruhi oleh putresin, genotipe maupun interaksinya. Jumlah anakan di Cipanas menunjukkan jumlah yang seragam dari tiga genotipe, yaitu masing-masing delapan anakan, sedangkandi Cisarua genotipe Munal memiliki jumlah anakan lebih banyak dibanding genotipe S-03 dan Dewata (Tabel 1).

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu tinggi genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas dan Cisarua

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda nyata pada uji F α=0.05

(16)

6

Morfologi Daun Bendera

Aplikasi putresin dan interaksi putresin dengan genotipe tidak mempengaruhi karakter morfologi daun bendera di kedua lokasi (Lampiran 3 dan 4). Perbedaan antar genotipe hanya terjadi pada luas daun bendera gandum yang ditanam di Cipanas, serta sudut daun bendera gandum yang ditanam di Cipanas dan Cisarua (Tabel 2). Genotipe Munal memiliki daun bendera yang paling sempit dibanding luas daun bendera S-03 dan Dewata di kedua lokasi.

Tabel 2 Morfologi daun bendera gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas dan Cisarua

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda nyata pada uji F α= 0.05

Kerapatan Stomata

Kerapatan stomata adaksial dan abaksial di Cipanas hanya dipengaruhi oleh genotipe (Tabel 4), sedangkan kerapatan stomata adaksial dan abaksial di Cisarua dipengaruhi oleh putresin dan genotipe secara terpisah (Tabel 3 dan 4). Interaksi putresin dengan genotipe tidak mempengaruhi kerapatan stomata di kedua lokasi (Lampiran 3 dan 4). Secara umum, kerapatan stomata daun abaksial lebih tinggi dibandingkan kerapatan stomata daun adaksial. Pemberian putresin 1.25 mM telah meningkatkan kerapatan stomata daun di Cisarua. Pada kedua lokasi, kultivar Dewata memiliki kerapatan stomata adaksial dan abaksial tertinggi dibandingkan genotipe Munal dan S-03 (Gambar 2 dan 3).

Laju Transpirasi Relatif

Laju transpirasi relatif gandum adaksial dan abaksial di Cipanas tidak dipengaruhi oleh putresin, genotipe, dan interaksi putresin dengan genotipe (Lampiran 3), sedangkan laju transpirasi relatif gandum abaksial di Cisarua dipengaruhi oleh putresin dan genotipe secara terpisah, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi putresin dengan genotipe (Lampiran 4). Secara umum, laju transpirasi relatif pada bagian abaksial lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial.

Peubah Genotipe Munal S-03 Dewata

Cipanas

Luas daun (cm) 22.0a 27.8b 31.5b

Sudut daun (o) 60.1c 77.2a 69.3b

Tebal daun (mm) 0.02 0.02 0.03

Cisarua

Luas daun (cm) 14.1 15.6 15.5

Sudut daun (o) 53.0a 63.2b 63.8b

(17)

7

Pemberian putresin 1.25 mM dan 2.50 mM telah meningkatkan laju transpirasi relatif di Cisarua (Tabel 3). Pada kedua lokasi, genotipe Munal memiliki laju transpirasi yang relatif lebih rendah dibandingkan laju transpirasi relatif S-03 dan Dewata (Tabel 4).

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(18)
(19)

9

Tabel 3 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun gandum pada tiga konsentrasi aplikasi putresin yang ditanam di Cipanas dan Cisarua

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda nyata pada uji F α= 0.05

Tabel 4 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun dari tiga genotipe gandum yang ditanam di Cipanas dan Cisarua

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada α= 0.05, sedangkan yang tidak diikuti oleh huruf tidak berbeda nyata pada uji F α= 0.05

Peubah Putresin (mM)

0 1.25 2.50

Cipanas

Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2) 210 213 212

Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2) 242 245 242

Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik) 0.04 0.05 0.06

Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik) 0.05 0.07 0.07

Kandungan klorofil a daun (mg/g) 0.29 0.31 0.32

Kandungan klorofil b daun (mg/g) 0.42 0.41 0.42

Cisarua

Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2) 234a 273c 268b

Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2) 264a 296c 281b

Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik) 0.05 0.08 0.07

Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik) 0.06a 0.11b 0.10b

Kandungan klorofil a daun (mg/g) 0.30 0.29 0.30

Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik) 0.04 0.05 0.06

Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik) 0.05 0.06 0.07

Kandungan klorofil a daun (mg/g) 0.30 0.31 0.32

Kandungan klorofil b daun (mg/g) 0.42 0.41 0.42

Cisarua

Kerapatan stomata adaksial (∑stomata/mm2) 254a 247a 263b

Kerapatan stomata abaksial (∑stomata/mm2) 279 275 285

Laju transpirasi relatif adaksial (g/cm2/detik) 0.06 0.07 0.07

Laju transpirasi relatif abaksial (g/cm2/detik) 0.05a 0.08b 0.09b

Kandungan klorofil a daun (mg/g) 0.29 0.30 0.31

(20)

10

PEMBAHASAN

Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah persebaran cukup luas mulai dari daerah tropis sampai daerah lintang tinggi (Handoko 2007). Menurut Hendershot et al.(1992) suhu pertumbuhan optimum tanaman gandum berada dalam kisaran 18 oC sampai 23 oC. Ginkel dan Villareal (1996) dalam studinya menyatakan bahwa gandum pada kelembaban relatif 80% hanya dapat bertahan pada suhu dibawah 23 °C. Berdasarkan hasil penelitian, gandum yang ditanam di Cisarua pada kelembaban relatif 80.4 % dan suhu rataan sebesar 27.5 °C masih dapat bertahan meskipun habitus tanaman gandum tersebut lebih rendah dibandingkan habitus tanaman gandum yang ditanam di Cipanas pada kelembaban relatif 75.7 % dan suhu udara rataan 20.8 oC. Genotipe S-03 memiliki tinggi tanaman tertinggi dibandingkan Munal dan Dewata di kedua lokasi yang menunjukkan bahwa genotipe S-03 dapat teradaptasi dengan baik di Cipanas dan Cisarua, meskipun kedua lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan relatif berbeda.

Handoko (2007) menyatakan bahwa hara nitrogen hanya mempengaruhi pemunculan anakan pada dataran bersuhu tinggi. Namun, dalam penelitian ini hara nitrogen juga mempengaruhi pemunculan anakan pada dataran bersuhu rendah dengan jumlah anakan yang hampir seragam antar genotipe di kedua lokasi. Aplikasi putresin tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi dan jumlah anakan di Cipanas dan Cisarua. Salah satu faktor yang diduga menyebabkannya adalah seringnya terjadi hujan sesaat setelah aplikasi putresin sehingga kemungkinan putresin tercuci air hujan sebelum diserap oleh tanaman.

Daun gandum berbentuk pita dan sempit dengan panjang 20-37 cm. Pelepah daun melekat pada buku menyelubungi batang. Daun yang sudah tua akan mengering dan melengkung ke bawah hanya daun bendera yang masih dalam keadaan baik, sehingga daun bendera memegang peranan penting terhadap pengisian bulir malai pada fase generatif (Stoskoff 1985). Luas daun bendera sangat penting dalam proses pertumbuhan gandum terutama dalam kapasitas penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Daun bendera yang tetap utuh terjaga sangat penting dalam produksi karbohidrat selama pengisian bulir. Menurut Borojevic dan Dencic (1986), bentuk sudut daun bendera menandakan fase pertumbuhan pada tanaman gandum. Jika bentuk sudut horizontal dengan batang maka tanaman gandum memasuki fase pengisian bulir malai, sedangkan ketika daun bendera telah menjuntai menandakan pertumbuhan telah mencapai akhir. Pengukuran sudut daun bendera di Cipanas dan Cisarua dalam penelitian ini dilakukan pada fase generatif, sudut daun bendera yang terbentuk berada diantara sudut 60-70o, dimana hal ini menunjukkan bahwa tanaman gandum di kedua lokasi sedang berada dalam pengisian bulir malai.

(21)

11

putresin terbaik 1.25 mM. Menurut Tony (2007) jumlah stomata akan mempengaruhi laju transpirasi relatif pada daun gandum yang berfungsi untuk penguapan air dan pemasukan gas CO2 saat fotosintesis. Hal ini terlihat pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan suhu udara dan kerapatan stomata yang tinggi di Cisarua membuat laju transpirasi relatif di Cisarua lebih tinggi dibandingkan di Cipanas. Ketika suhu udara tinggi, tanaman akan mengeluarkan air lebih banyak sebagai regulasi keseimbangan suhu.

Klorofil merupakan zat hijau daun yang terkandung dalam kloroplas daun yang dapat menyerap berbagai panjang gelombang matahari dengan kisaran panjang gelombang 550 nm sampai 700 nm (Heldt 2005). Pengukuran karakter fisiologi seperti kandungan klorofil, merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan dan hasil produksi karena sangat berkaitan dengan laju fotosintesis (Li et al. 2006). Selain itu pengukuran kandungan klorofil juga merupakan salah satu pendekatan terbentuknya klorofil itu sendiri pada tanaman gandum. Kandungan klorofil dalam penelitian ini hanya cenderung berbeda antar genotipe dan meningkat dengan pemberian putresin 1.25 mM, dimana kandungan klorofil di Cipanas relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan klorofil di Cisarua.

Berdasarkan hasil penelitian karakter pertumbuhan vegetatif dan fisiologi menunjukkan bahwa tanaman gandum yang ditanam di daerah dataran tinggi Cipanas menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan gandum yang ditanam di dataran sedang Cisarua. Hal ini dapat terjadi mengingat rendahnya suhu udara di Cipanas merupakan kondisi lingkungan yang sangat baik untuk produksi gandum. Selain itu, Yang et al. (2002) menyatakan bahwa rata-rata suhu harian yang tinggi di Cisarua yang mecapai 27.5 oC dapat menyebabkan daun gandum layu sehingga difusi CO2 untuk melakukan proses fotosintesis terhambat.

SIMPULAN

(22)

12

DAFTAR PUSTAKA

Aqil M, Marcia BP, Muslimah H. 2011. Inovasi gandum adaptif dataran rendah. Majalah Sinar Tani Ed ke-3390:12-13.

ArnonDI. 1949. Cooper enzymes in isolated chloroplast, polyphenol oxidase in

Beta vulgaris. Plant Physiol. 24:1-15.

Azwar R, Danakusuma T, Daradjat AA. 1988. Prospek pengembangan terigu di Indonesia. Di dalam Buku I Risalah Simposium Tanaman Pangan II;1988 Maret 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbangtan. hlm 17.

Borojevic S, Dencic S. 1986. Screening a wheat collection for leaf position at different stages of growth. Plant Breed. 93:97-106.

Fujimura, Shi S, Iwama P, Zhang K, Gopal X, Jitsuyama J, Yutaka. 2009. Comparison of growth and grain yield of spring wheat in Lhasa, the Tibetan Plateau, with those in Sapporo, Japan. Plant Prod Sci.12:116-123. Ginkel VM, Villareal RL. 1996. Triticum L. p. Di dalam: Grubben GJH,

Partohardjo S, editor. Plant resource of South-East Asia. Netherland: Backhuys Publishers. hlm 10.

Handoko I. 2007. Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. SEAMEO BIOTROP. Bogor. hlm 118.

Heldt HW, Heldt F. 2005. Plant Biochemistry 3rd Edition. London (UK): Elsevier Academic Pr.

Hendershot KL. Wang J, Nguyen HT. 1992. Induction temperature of heat – shock protein synthesis in wheat. Crop Sci. 32:256-261.

Khudori. 2011. Melawan Krisis Pangan dengan Diversifikasi. Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta.

Kumar AT, Altabella, Taylor, Tiburcio AF. 1997. Recent advances in polyamin research. Trendsin Plant Sci. 2:124-130.

Li R, Guo P, Baum M, Grando S, Ceccarelli S. 2006. Evaluation of cholorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought tolerance in Barley. Agricultural Sci in China. 5(10):751-757.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr. Sarvajeet S, Narendra T. 2010. Polyamines and abiotic stress tolerance plants.

Plant Signaling & Behavior. 5(1):26-33.

Sovan M. 2002. Penanganan pascapanen gandum. Disampaikan pada acara rapat koordinasi pengembangan gandum di Pasuruan, Jawa Timur, 3-5 September 2002. Direktorat Serealia Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan.

Stoskoff CN. 1985. Cereal Grain Crops. Virginia (US): Reston Publishing Company.

Gupta S, Gupta NK. 2011. Field efficacy of exogenously applied putrescine in wheat (Triticum aestivum) under water stress conditions. The Indian J of Agricultural sci. 81(6):516-519.

Tjondronegoro et al. 1989. Fisiologi Tumbuhan. Bogor (ID): PAU IPB.

(23)

13

Lampiran 1 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya di Cipanas tahun 2013

Januari Februari Maret

T RH KA IC T RH KA IC T RH KA IC

Jumlah 270.3 1016 37.3 190060 590.6 2173 111.7 467790 664.1 2215.7 49.9 468123

(24)

14

Lampiran 2 Rata-rata suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya di Cisarua tahun 2013

Januari Februari Maret

T RH KA IC T RH KA IC T RH KA IC

Jumlah 610.6 1528.9 17.4 535530.0 680.4 2146.7 24.4 1102100.0 576.4 2187.0 4.5 716111.0

(25)

Lampiran 3 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi sensitif suhu tinggi di Cipanas

Keterangan: TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, LDB= Luas Daun Bendera, SDB= Sudut Daun Bendera, TDB= Tebal Daun Bendera, KSAD= Kerapatan Stomata Adaksial, KSAB= Kerapatan Stomata Abaksial, LTRAD= Laju Transpirasi Relatif Adaksial, LTRAB= Laju Transpirasi Relatif Abaksial, KKA= Kandungan Klorofil A, KKB= Kandungan Klorofil B

 

                       

Sumber Keragaman db Nilai αpada a=0.05

TT JA LDB SDB TDB KSAD KSAB LTRAD LTRAB KKA KKB

Blok 2 .044 .000 .648 .977 .549 .779 .027 .213 .126 .821 .240

Putresin 2 .986 .783 .487 .941 .549 .944 .448 .832 .673 .236 .507

Putresin*Blok 4 .577 .751 .711 .010 .468 .127 .744 .566 .507 .274 .524

Genotipe 2 .004 .695 .001 .000 .531 .000 .000 .679 .068 .201 .891

Genotipe*Putresin 4 .632 .445 .813 .609 .982 .162 .398 .456 .385 .291 .418

Galat Terkoreksi 12

(26)

 

Lampiran 4 Analisis sidik ragam karakter vegetatif dan fisiologi gandum introduksi sensitif suhu tinggi di Cisarua

Keterangan: TT= Tinggi Tanaman, JA= Jumlah Anakan, LDB= Luas Daun Bendera, SDB= Sudut Daun Bendera, TDB= Tebal Daun Bendera, KSAD= Kerapatan Stomata Adaksial, KSAB= Kerapatan Stomata Abaksial, LTRAD= Laju Transpirasi Relatif Adaksial, LTRAB= Laju Transpirasi Relatif Abaksial, KKA= Kandungan Klorofil A, KKB= Kandungan Klorofil B

     

Sumber Keragaman db Nilaiαpada a=0.05

TT JA LDB SDB TDB KSAD KSAB LTRAD LTRAB KKA KKB

Blok 2 .463 .060 .051 .321 .269 .571 .781 .259 .471 .098 .529

Putresin 2 .420 .906 .307 .595 .444 .005 .059 .504 .005 .227 .145

Putresin*Blok 4 .126 .157 .897 .075 .249 .466 .072 .238 .136 .772 .404

Genotipe 2 .000 .176 .153 .000 .251 .036 .259 .173 .000 .632 .083

Genotipe*Putresin 4 .483 .387 .570 .421 .128 .064 .258 .526 .472 .475 .630

Galat Terkoreksi 12

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Maret 1991 sebagai putri tunggal dari ayah Sularno dan ibu Aniek Suwarni. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 32 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah anakan minggu ke-8 gandum sensitif suhu
Tabel 2 Morfologi daun bendera gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di
Gambar 2 Stomata gandum genotipe Munal, S-03, dan Dewata di Cipanas di
Tabel 4 Kerapatan stomata, laju transpirasi relatif, dan kandungan klorofil daun

Referensi

Dokumen terkait

Halaman menu Indonesia - Inggris pada sistem aplikasi kamus digital dwibahasa Indonesia – Inggris yang berbasis Android ini memiliki tampilan yang tidak jauh berbeda

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dalam iklan Extra Joss versi laki menggunakan sistem perbandingan sebuah potongan gambaran kegiatan sehari-hari dimana

[r]

Buruh tani mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik

Gout atau dalam istilah lain “asam urat” adalah suatu kondisi dimna tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan kristal asam urat yang berlebihan di

S1. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Badingatus Solikhah, S.E., M.Si. Kata Kunci : Corporate Governance, Environmental Disclosure, Liputan Media Online,

Pengulangan ornamenyang menghadirkan komposisi bentuk yang menarik pada karya seni rupa.

No part of this thesis may be reproduced by any means without the permission of at least one of the copyright owners or the English Teacher Education Program,