• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides Microlepis Secara Hormonal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides Microlepis Secara Hormonal"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI MATURASI IKAN RINGAU

Datnioides microlepis

SECARA HORMONAL

BASTIAR NUR

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides microlepis secara Hormonal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)

RINGKASAN

BASTIAR NUR. Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides microlepis secara Hormonal. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan MELTA RINI FAHMI.

Ikan ringau (Datnioides microlepis) merupakan salah satu spesies ikan dari famili Datnioididae yang hidup di perairan sungai dan danau di daerah Sumatera dan Kalimantan (Kottelat et al. 1993). Ikan ini memiliki potensi untuk dikembangkan karena merupakan salah satu ikan hias endemik komoditas ekspor yang memiliki harga yang tinggi. Pemenuhan kebutuhan ekspor masih mengandalkan dari hasil tangkapan alam sehingga menyebabkan ketersediaannya di alam menurun. Kegiatan budidaya ikan ringau dapat mengatasi kelangkaan dan menjaga kelestarian populasinya dalam jangka panjang, namun terkendala oleh ketersediaan induk matang gonad dari hasil penangkaran.

Aktivitas reproduksi ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan dikontrol oleh sistem endokrin reproduksi melalui jalur hipotalamus, kelenjar pituitari dan gonad. Perlakuan hormon menjadi salah satu solusi untuk induk ikan yang sulit matang gonad dalam lingkungan budidaya seperti halnya yang terjadi pada ikan ringau. Kombinasi hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (AD) atau Oodev telah diketahui dapat menginduksi kematangan gonad ikan-ikan tropis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan serotonin (5-HT) dalam formulasi hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (AD) terhadap perkembangan gonad ikan ringau.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan penyuntikan hormon per kg bobot tubuh yaitu: (P1) 1 ml NaCl 0,9% (kontrol); (P2) 20 IU PMSG + 0.01 mg AD; (P3) 20 IU PMSG + 0,01 mg AD + 0,2 mg 5-HT; (P4) 20 IU PMSG + 0,01 mg AD + 2 mg 5-HT; dan (P5) 20 IU PMSG + 0,01 mg AD + 4 mg 5-HT. Setiap perlakuan diujikan pada lima ekor ikan sebagai ulangan individu. Ikan yang digunakan merupakan hasil tangkapan alam dengan ukuran panjang total 17,5-33,0 cm dan bobot tubuh 118-926 g. Penyuntikan hormon dilakukan setiap 10 hari dengan lama penelitian 60 hari. Hormon disuntikkan secara intramuskular pada bagian bawah sirip punggung ikan uji. Selama penelitian, ikan uji dipelihara dalam bak beton dan diberi pakan berupa udang dan ikan-ikan kecil (hidup) dua kali sehari secara satiasi (pukul 08.00 dan 16.00). Pengambilan sampel darah untuk mengukur konsentrasi hormon estradiol-17β (E2) dalam plasma darah dilakukan setiap 10 hari sebelum penyuntikan hormon perlakuan. Pada akhir penelitian dilakukan pembedahan ikan uji untuk mengetahui indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS) dan tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologi dan histologi gonadnya.

(5)

diperoleh pada masing-masing perlakuan sebesar 1,51±0,09% (P1); 1,77±0,11% (P2); 2,15±0,08% (P3); 3,09±0,12% (P4); dan 1,63±0,15% (P5), nilai IHS perlakuan P4 berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan lainnya. Konsentrasi E2 plasma pada semua perlakuan meningkat pada akhir penelitian, konsentrasi E2 pada perlakuan P4 meningkat dua kali lebih besar dibandingkan sebelum penyuntikan hormon dan berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan serotonin (5-HT) sebanyak 2 mg ke dalam kombinasi hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin sebanyak 20 IU dan antidopamin 0,01 mg dapat lebih meningkatkan efektivitasnya dalam menginduksi pematangan gonad ikan ringau. Dosis 5-HT tersebut dapat meningkatkan nilai IGS dari 0,76±0,09% (kontrol) menjadi 2,38±0,06%, meningkatkan nilai IHS dari 1,51±0,09% (kontrol) menjadi 3,09±0,12%, dan meningkatkan konsentrasi estradiol-17β (E2) dari 17,70±3,99 ρg/ml sebelum penyuntikan (awal penelitian) menjadi 37,14±2,99 ρg/ml, serta dapat menstimulasi perkembangan gonad ikan ringau hingga mencapai TKG III. Peningkatan dosis serotonin menjadi 4 mg dalam kombinasi hormon perlakuan ternyata memberikan efek negatif terhadap perkembangan gonad ikan ringau.

(6)

SUMMARY

BASTIAR NUR. Hormonal induction maturation of Indonesian tigerfish (Datnioides microlepis). Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and MELTA RINI FAHMI.

Indonesian tigerfish (Datnioides microlepis) is one species of Datnioididae family who live in riverine waters of Sumatra and Kalimantan (Kottelat et al. 1993). This fish has the potential to be developed because it is one endemic export commodity ornamental fish that has a high economical value. Exports demand fullfillments still rely on natural catches, which decreased the availability in nature. Aquaculture activities of Tiger fish can overcome the scarcity and preserve the population in long term, but it is constrained by the availability of mature broodstock in captivity environment.

Fish reproduction activity is affected by environmental factors and controlled by the endocrine system through hypothalamus, pituitary gland and gonads. Hormonal treatment becoming one solution to overcome the unmatured broodstock in captivity as seen in tigerfish. The combination of Pregnant Mare Serum Gonadotropin hormone (PMSG) and anti-dopamine (AD), Oodev has been known to successfully induce gonadal maturation in tropical fish. This study aims to determine the effect of serotonin (5-HT) addition in the formulation of Pregnant Mare Serum Gonadotropin hormone and antidopamin to gonadal development of tigerfish.

This study used completely randomized design with five treatments of hormone namely: (P1) NaCl 1 ml.kg-1 body weight of fish (control); (P2) PMSG 20

IU.kg-1 + AD 0.01 mg.kg-1 body weight of fish; (P3) PMSG 20 IU.kg-1 + AD 0.01

mg.kg-1 + 5-HT 0.2 mg.kg-1 body weight of fish; (P4) PMSG 20 IU.kg-1 + AD 0.01

mg.kg-1 + 5-HT 2 mg.kg-1 body weight of fish; and (P5) PMSG 20 IU.kg-1 + AD

0.01 mg.kg-1 + 5-HT 4 mg.kg-1 body weight of fish, with five individual fish as

replication, respectively. Fish that were used at this study were originate from natural catches with 17.5–33.0 cm of total length and 118–926 g of body weight. Hormone injected intramuscularly at the lower part of the dorsal fin of fish every 10 days. Fish were reared in concrete pond for 60 days and fed with live carp fingerling and shrimp at satiation, twice a day (08.00 and 16.00). Blood samplings in order to measure estradiol-17β (E2) plasma concentrations hormone was conducted every 10 days before hormonal treatment injection. At the end of the study, surgery was performed for determining gonadosomatic index (GSI), hepatosomatic index (HSI) and gonad maturity level based on gonadal morphology and histology.

(7)

concentration in treatment P4 increased two times greater compared to the value before hormonal injections and significantly different (P <0.05) with other treatments. The conclusion of this study is the addition of 2 mg of 5-HT to the combination of PMSG 20 IU.kg-1 body weight and AD 0.01 mg.kg-1 body weight

of fish was able to increase its effectiveness in inducing gonadal maturation of Indonesian tigerfish. This addition was able to increasing GSI value from 0.76 ± 0.09% (control) to 2.38 ± 0.06%, increasing the HSI value from 1.51 ± 0.09% (control) to 3.09 ± 0.12%, and increase estradiol-17β (E2) concentration from 17.70 ± 3.99 ρg/ml prior to injection (baseline) to 37.14 ± 2.99 ρg/ml, and stimulated the gonadal development to stage III. The increase of 5-HT to 4 mg.kg-1 body weight

in combination of hormone treatment turned out have negative effect on gonadal development of Indonesian tigerfish.

Keywords: Datnioides microlepis, anti dopamine, maturity induction, PMSG, serotonin

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

INDUKSI MATURASI IKAN RINGAU

Datnioides microlepis

SECARA HORMONAL

BASTIAR NUR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides microlepis secara Hormonal

Nama : Bastiar Nur NIM : C151120301

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc

Ketua Dr. Melta Rini Fahmi, S.Pi, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr.Ir. Widanarni, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas segala karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian serta penulisan tesis dengan judul “Induksi Maturasi Ikan Ringau Datnioides microlepis Secara Hormonal”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok; Laboratorium Biologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok; dan Laboratorium Biologi Perkembangan dan Reproduksi Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak terlepas dari segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik ide, pemikiran, waktu dan tenaga; baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc dan Ibu Dr. Melta Rini Fahmi, S.Pi., M.Si selaku komisi pembimbing atas waktu, arahan dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Iis Diatin, MM selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Ir. Widanarni, M.Si selaku Ketua Program Studi Akuakultur atas kritikan dan masukannya.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias; dan secara khusus kepada Bapak Drs. I Wayan Subamia, M.Si, Bapak Anjang B. Prasetio, SSt.Pi, MP, Bapak Dr. Idil Ardi, S.Pi., M.Si; Bapak Sukarman, S.Pt, terima kasih atas dukungan sarana dan prasarana yang diberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi Laboratorium Reproduksi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias; Bapak Muh. Yamin, SP., M.Si, Ibu Nina Meilisza, S.Pi., M.Si, Bapak Sawung Cindelaras, S.Pi, Bapak Acep Sutisna, S.Pd, Ibu Dinar T. Agustina, S.Pi dan anggota Tim Peneliti Tigerfish serta karyawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan tenaga, pemikiran, masukan dan kerjasamanya.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada istri dan “anak” tercinta; ayahanda Nurdin Basma, Ibunda Jawaliah; kakak, adik; atas do’a, semangat, kasih sayang, dan perhatian yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Kepada seluruh rekan-rekan S2 Ilmu Akuakultur angkatan 2012, terima kasih atas kebersamaannya dalam menempuh studi.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang perikanan.

Bogor, Agustus 2016

(13)

DAFTAR ISI

Adaptasi dan Pemeliharaan Ikan Uji 5

Pengukuran Bobot Ikan Uji dan Pemberian Hormon 6

Pengambilan Sampel Darah 6

Pengambilan Gonad dan Hati serta Pembuatan Preparat Histologi 6

Parameter Penelitian 7

Indeks Gonadosomatik (IGS) 7

Indeks Hepatosomatik (IHS) 7

Struktur Anatomi dan Morfologi 7

Struktur Histologi dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) 7

Profil hormon Estradiol-17β (E2) 8

Indeks Hepatosomatik (IHS) 10

Struktur Anatomi dan Morfologi Gonad 11

Struktur Histologi dan Tingkat Perkembangan Gonad 12

Tingkat Kematangan Gonad (TKG) 15

Konsentrasi Estradiol-17β (E2) dalam Darah Ikan Ringau 16

Pertumbuhan Bobot Mutlak 17

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi hormon perlakuan dalam setiap ml larutan hormon 4 2 Kualitas air media pemeliharaan selama penelitian 5 3 Ciri-ciri perkembangan gonad ikan Perca fluviatilis L. (Treasurer &

Holliday 1981) 7

4 Tingkat kemtangan gonad (TKG) ikan ringau hasil induksi hormonal Setiap perlakuan (mengacu pada ikan Perca fluviatilis L. oleh Treasurer &

Holliday (1981)) 14

5 Konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam darah ikan ringau sebelum dan

setelah perlakuan penyuntikan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Indeks gonadosomatik (IGS) ikan ringau pada awal (n=1) dan akhir

penelitian (n=3) dari semua perlakuan 8

2 Indeks hepatosomatik (IHS) ikan ringau pada awal (n=1) dan akhir

penelitian (n=3) dari semua perlakuan 9

3 Struktur anatomi gonad ikan ringau sebelum (a) dan setelah (b) perlakuan

penyuntikan hormon perlakuan hari ke-60 10

4 Struktur morfologi gonad ikan ringau sebelum perlakuan (A) dan setelah perlakuan penyuntikan (P1-P5) pada akhir penelitian 11 5 Struktur histologi gonad ikan ringau semua perlakuan pada akhir penelitian 12 6 Struktur histologi gonad ikan ringau perlakuan P4 dengan perbesaran

10X (P4-a) dan perbesaran 40X (P4-b) 13

7 Pola konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam darah ikan ringau sebelum

(hari ke-0) dan sesudah (hari ke-10 sampai 60) induksi hormon 15 8 Pertumbuhan bobot mutlak ikan rinagu setiap perlakuan selama penelitian 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pengukuran kadar hormon estradiol-17β dengan ELISA 25 2 Prosedur pembuatan dan pengamatan histologi gonad 26 3 Perubahan warna ikan uji setelah injeksi hormon perlakuan P5 (dosis

5-HT 4 mg/kg bobot tubuh) 27

4 Hasil pengamatan nilai indeks gonadosomatik (IGS) dan indeks hepatosomatik ikan uji (n=1) dan akhir penelitian (n=3) dari semua

perlakuan 28

5 Hasil pengamatan parameter konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam

darah ikan ringau sebelum dan setelah perlakuan penyuntikan hormon 29 6 Hasil pengamatan parameter pertumbuhan bobot mutlak ikan uji setiap

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan ringau atau Indonesian Tigerfish (Datnioides microlepis) merupakan salah satu spesies ikan hias air tawar dari famili Datnioididae yang hidup di perairan sungai dan danau di daerah Sumatera dan Kalimantan (Kottelat et al. 1993). Ikan ringau sangat potensial untuk dikembangkan karena termasuk salah satu ikan hias komoditas ekspor yang memiliki harga dan permintaan yang cukup tinggi, namun pemenuhannya masih mengandalkan dari hasil tangkapan alam. Ikan ringau ukuran 2 inci dijual dengan harga Rp.50.000,- dan pada ukuran yang lebih besar hingga calon induk (8 inci atau lebih) dijual dengan kisaran harga antara Rp.600.000,- sampai Rp.1.000.000,- per ekor (Nur & Fahmi, 2014). Tingginya harga jual dan permintaan pasar menyebabkan aktivitas penangkapannya semakin tinggi sehingga mengancam kelestariannya. Disamping itu, rawa gambut yang merupakan habitat ikan ringau mengalami degradasi akibat pemanfaatan lahan gambut menjadi areal perkebunan sawit sebesar 29% (Sumatera) dan 11% (Kalimantan) berdasarkan data tahun 2010; serta dimanfaatkan untuk area pemukiman dan pertambangan (Gunarso et al. 2013). Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem perairan rawa gambut dan semakin mempercepat penurunan populasi ikan ringau bahkan menjurus kepada kepunahan. Oleh karena itu, kegiatan budidaya menjadi salah satu upaya konservasi eksitu untuk menjaga dari kepunahan, mengurangi tekanan populasi di alam dan untuk memenuhi kebutuhan pasar ikan hias. Upaya pembenihan melalui pemijahan ikan ringau merupakan langkah awal untuk penyediaan benih ikan ini untuk pengembangan budidayanya.

Keberhasilan pemijahan ikan ringau dalam lingkungan budidaya sangat bergantung pada ketersediaan induk matang gonad, namun pematangan gonad ikan ringau dalam wadah budidaya masih mengalami berbagai permasalahan. Upaya pematangan gonad ikan ringau dalam lingkungan terkontrol telah dilakukan baik melalui pendekatan lingkungan dengan merekayasa wadah pemeliharaan (Sholichah et al. 2010), pengelompokan berdasarkan ukuran dalam wadah pemeliharaan (Rohmy et al. 2012), induksi pematangan melalui pemeliharaan dalam media air bersalinitas rendah (Rohmy et al. 2014); maupun melalui pendekatan pakan dengan pemberian kombinasi berbagai jenis pakan alami (Rohmy et al. 2011) belum mampu menstimulasi perkembangan gonadnya yang dapat dipijahkan baik secara alami maupun buatan. Permasalahan lain yang dihadapi dalam upaya pemijahan ikan ringau adalah keterbatasan informasi tentang ukuran induk serta siklus reproduksinya.

(16)

2

Salah satu hormon yang dapat diaplikasikan dalam pematangan gonad ikan adalah Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) (Nagahama et al. 1991). Hormon PMSG memiliki sifat aktivitas biologis ganda yaitu berefek Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berperan pada proses perkembangan gonad dan Luteinizing Hormone (LH) yang berperan pada proses pematangan akhir (Gallego et al. 2012). Hormon PMSG memiliki pengaruh FSH lebih kuat dibanding LH sehingga memberikan pengaruh kepada pemasakan folikel, merangsang terjadinya lonjakan kadar gonadotropin (GtH) sehingga mempercepat terjadinya perkembangan gonad dan ovulasi (Bolamba et al. 1992).

Sintesis dan sekresi hormon GtH dari kelenjar hipofisa dipengaruhi oleh neurotransmitter yang diproduksi di hypothalamus dan daerah preoptik otak ikan, yaitu dopamin. Dopamin menghambat sekresi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dari hypothalamus (Kreke and Dietrich 2008). Kerja dopamin dapat dihambat dengan pemberian antidopamin (AD) sehingga sekresi gonadotropin meningkat. Kombinasi PMSG dan AD (Oodev) telah diketahui mampu menginduksi pematangan gonad beberapa spesies ikan tropis seperti ikan Tor soro (Farastuti 2014), belut sawah (Putra 2013), ikan lele (Nainggolan 2014), dan Ctenopharyngodon idella (Mulyasih 2015).

Selain dopamin, neurotransmitter lain yang berperan dalam proses perkembangan gonad adalah serotonin atau 5-hydroxytryptamine (5-HT) (Sokolowska-Mikolajczyk 2015). Serotonin berperan memodulasi fungsi reproduksi ikan melalui beberapa jalur termasuk melalui area preoptic-hipotalamus, hipofisis maupun langsung bekerja pada gonad; serta bertindak dalam memberi pengaruh stimulasi pada sel gonadotropin dan menghambat sekresi dopamin (Prazad et al. 2015). Penambahan serotonin dalam formulasi hormon PMSG dan AD diharapkan dapat memicu lebih efektif dalam proses vitellogenesis dan pematangan gonad ikan ringau.

Perumusan Masalah

(17)

3 Hormon PMSG mengandung FSH yang berperan dalam pemasakan folikel oosit dan merangsang terjadinya lonjakan kadar gonadotropin (GtH) sehingga mempercepat terjadinya perkembangan gonad. Kombinasi PMSG dan AD (Oodev) telah diketahui mampu menginduksi pematangan gonad beberapa spesies ikan tropis. Antidopamin merupakan bahan kimia yang dapat menghambat kinerja dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter yang bekerja menghambat sekresi GnRH dari hypothalamus sehingga dengan penambahan AD sekresi GnRH akan meningkat. Selain dopamin, neurotransmitter lain yang berperan dalam proses perkembangan gonad adalah serotonin (Sokolowska-Mikolajczyk 2015). Serotonin berperan memodulasi fungsi reproduksi ikan melalui jalur area preoptic-hipotalamus, hipofisis maupun langsung bekerja pada gonad; bertindak dalam memberi pengaruh stimulasi pada sel gonadotropin; dan menghambat sekresi dopamin (Prazad et al. 2015). Oleh karena itu, penambahan serotonin ke dalam formulasi hormon PMSG dan AD diharapkan dapat memicu lebih efektif proses vitellogenesis dan pematangan gonad ikan ringau.

Kerangka Pemikiran

Mekanisme hormonal pada pematangan gonad melibatkan GnRH, gonadotropin, testosteron, enzim aromatase, estradiol-17β, dan neurotransmitter yaitu dopamin dan serotonin serta dikontrol oleh sistem syaraf pusat (otak)-hypothalamus-pituitary-gonad. Hypothalamus berperan dalam melepaskan GnRH yang selanjutnya bekerja pada kelenjar hypofisa (pituitary); serta melepaskan dopamin yang bekerja mopenghambat pelepasan GnRH. Selanjutnya hipofisa melepaskan hormon FSH yang bekerja pada lapisan teka oosit sehingga terjadi sintesis testosteron. Setelah itu testosteron masuk ke dalam lapisan granulosa dan terjadi proses pengubahan testosteron menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase. Estradiol-17β selanjutnya merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur. Vitelogenin dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan secara selektif terjadi penyerapan oleh lapisan folikel oosit selama perkembangan gonad. PMSG yang mengandung FSH dapat bekerja secara langsung pada organ target (gonad) dalam proses sintesis testosteron, sedangkan antidopamin menghambat kerja dopamin sehingga sekresi GnRH dari hypothalamus meningkat. Serotonin menstimulasi sekresi GnRH yang selanjutnya GnRH akan menstimulasi sel-sel gonadotropin di pituitary untuk memproduksi gonadotropin. Dengan demikian, penambahan serotonin dalam formulasi hormon PMSG dan AD dapat membantu proses pematangan gonad ikan ringau.

Tujuan Penelitian

(18)

4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam pengelolaan induk ikan ringau khususnya yang berkaitan dengan perkembangan dan pematangan gonadnya melalui pendekatan hormonal sebagai tahapan awal dalam upaya pemijahan dalam lingkungan budidaya.

Hipotesis

Penambahan serotonin dalam formulasi hormon PMSG dan AD akan mempercepat perkembangan gonad sehingga dapat menghasilkan induk ikan ringau yang matang gonad.

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Laboratorium Reproduksi, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Analisa konsentrasi hormon estradiol-17β dilakukan di Laboratorium Biologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Analisa histologi gonad dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Indonesia.

Bahan Penelitian

(19)

5 Prosedur Penelitian

Rancangan Penelioptian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan individu ikan. Perlakuan yang diujikan adalah penambahan serotonin (5-HT) dengan dosis berbeda yaitu 0; 0,2; 2 dan 4 mg ke dalam formulasi hormon 20 IU PMSG dan 0,01 mg AD (PMSG-AD) sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Kombinasi hormon perlakuan dibuat dalam bentuk larutan dengan dosis penyuntikan sebesar 1 ml.kg-1 bobot tubuh ikan uji.

Tabel 1. Kombinasi hormon perlakuan dalam setiap ml larutan hormon

Perlakuan PMSG (IU) AD (mg) 5-HT (mg) Kode Perlakuan 1 Larutan fisiologis (NaCl) 1 ml P1 (Kontrol)

2 20 0,01 0 P2

3 20 0,01 0,2 P3

4 20 0,01 2 P4

5 20 0,01 4 P5

Persiapan Hewan Uji

Ikan ringau (D. microlepis) yang digunakan memiliki ukuran yang bervariasi yaitu panjang antara 17,5-33,0 cm dan bobot tubuh antara 118-926 g. Variasi ukuran ini disesuaikan dengan ketersediaannya yang diperoleh dari pengumpul, tiap-tiap individu ikan yang memiliki ukuran yang hampir sama disebar secara merata ke dalam masing-masing perlakuan sehingga setiap perlakuan memiliki ukuran rata-rata yang hampir sama. Setiap individu ikan uji diberi penanda (microchip implant) yang dipasang di bawah permukaan kulit pada bagian punggung menggunakan jarum tagging untuk memudahkan dalam pengamatan. Untuk menghindari terjadinya infeksi, luka yang ditimbulkan saat pemasangan tagging diberi antibiotik. Selanjutnya, ikan uji diadaptasikan terhadap media pemeliharaan dan pakan sebelum diberi perlakuan hormon.

Adaptasi dan Pemeliharaan Ikan Uji

Adaptasi dan pemeliharaan ikan uji dilakukan menggunakan bak beton berukuran 200 x 150 x 100 cm dengan ketinggian air 85 cm dilengkapi dengan sistem sirkulasi. Selama pemeliharaan, ikan uji diberi pakan berupa udang pada pagi hari dan ikan kecil (hidup) pada sore hari secara satiasi. Selama penelitian, kualitas air dijaga dengan melakukan penyiponan kotoran (feses) serta penggantian air ± 10% dari volume awal dilakukan sekali dalam seminggu. Kondisi air media pemeliharaan selama penelitian disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kualitas air media pemeliharaan ikan uji selama penelitian

Parameter (satuan) Suhu (oC) pH (1-14) DO (mg.L-1) NH3 (mg.L-1) Kisaran 26,3 – 29,9 5,4 – 6,5 7,41 – 7,53 ttd

(20)

6

Pengukuran Bobot Ikan Uji dan Pemberian Hormon

Pengukuran bobot dan pemberian hormon terhadap ikan uji dilakukan setiap 10 hari selama 60 hari. Pengukuan bobot dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan menentukan jumlah hormon yang diberikan pada setiap individu ikan berdasarkan dosis perlakukan. Sebelum ditimbang, ikan uji dibius terlebih dahulu menggunakan ethylene glycol monophenyl ether (phenoxy etanol) sebanyak 0,3 ml/l air selama 10-15 menit. Selanjutnya penimbangan bobot tubuh dilakukan menggunakan timbangan digital (ketelitian 0,1 g). Pemberian hormon dilakukan melalui penyuntikan secara intramuskular pada bagian bawah sirip punggung ikan uji menggunakan jarum suntik (syringe) nomor 23G volume 1 ml. Setelah penyuntikan hormon, ikan uji dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dan diaerasi kuat. Ikan uji yang telah sadar (segar) dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan seperti semula.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah untuk mengukur konsentrasi estradiol-17β (E2) plasma dilakukan pada hari ke-0 (awal penelitian), hari ke-10, ke-20, ke-30 ke-40, ke-50 dan hari ke-60, masing-masing dilakukan sebelum penyuntikan hormon. Darah diambil dari dorsal aorta melalui pangkal ekor sebanyak 0,8-1 ml menggunakan syringe yang telah diberi heparin. Sampel darah yang diperoleh dimasukkan kedalam mikrotube 1,5 ml selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 5oC. Plasma darah dimasukkan kedalam

mikrotube baru kemudian disimpan dalam freezer (-20oC) untuk selanjutnya

dilakukan pengukuran konsentrasi E2 plasma. Pengukuran konsentrasi E2 dalam plasma darah dilakukan menggunakan metode ELISA kit komersial (Catalog No. EIA 2693) yang diproduksi oleh Sigma (Lampiran 1).

(21)

7 Parameter Penelitian

Indeks Gonadosomatik (IGS)

Indeks Gonadosomatik (IGS) dihitung berdasarkan perbandingan bobot gonad dengan bobot ikan uji dengan mengacu kepada rumus rumus Sadekarpawar and Parikh (2013):

IGS = bobot ovarium/testis (g) bobot tubuh ikan (g) x %

Indeks Hepatosomatik (IHS)

Indeks Hepatosomatik (IHS) dihitung berdasarkan perbandingan bobot hati dan bobot tubuh ikan uji dengan mengacu kepada rumus Sadekarpawar and Parikh (2013):

IHS = bobot tubuh ikan g x 100% bobot hati g

Struktur Anatomi dan Morfologi

Struktur anatomi dan morfologi gonad ikan ringau diamati untuk melihat perbedaannya antara yang diberi perlakuan hormon dan tanpa perlakuan hormon yang dijelaskan secara deskriptif.

Struktur Histologi dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Struktur histologi gonad diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan pembesaran 100 dan 400 kali. Tingkat kematangan gonad ikan ringau setelah perlakuan injeksi hormon dianalisis berdasarkan hasil pengamatan struktur histologi gonad dan mengacu pada ikan Perca fluviatilis (Treasurer & Holliday 1981) seperti disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Ciri-ciri perkembangan gonad ikan Perca fluviatilis L. (Treasurer & Holliday 1981)

TKG Nama periode Deskripsi

I Oogonoia Ovarium mengandung sel primer (3,3-6,7 µm), oogonia (13,3-20,0 µm), dan oosit primer (13,3-60,0 µm)

II Pre-vitellogenesis Ovarium lebih berkembang: ovarium diselimuti lamella ovigerous; diameter oosit primer telah meningkat menjadi 20,0-116,6 µm

III

Perkembangan awal

(vitellogenesis awal)

(22)

8

Tabel 3. Ciri-ciri perkembangan gonad ikan Perca fluviatilis L. (Treasurer & Holliday 1981) (lanjutan)

TKG Nama periode Deskripsi

III

Perkembangan awal

(vitellogenesis awal)

terlihat longgar; terjadi pembentukan vesikel kuning telur

IV Perkembangan lanjut (vitellogenesis)

Struktur oosit (bagian-bagian oosit) lebih jelas, diameter oosit mencapai 773 µm; ooplasma hampir terisi penuh dengan granula kuning telur; chorion lebih luas.

V Matang

Terlihat adanya oosit yang bening seperti kaca (ini biasanya meluruh ketika dilakukan histologi); massa kuning telur telihat mengisi semua bagian dalam oosit secara homogen

Profil hormon Estradiol-17β (E2)

Pengukuran konsentrasi hormon estradiol-17β (E2) dalam plasma darah dilakukan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit komersial.

Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak ikan uji dihitung dengan mengacu kepada rumus Schram et al. (2009):

Wm=Wt-Wo Keterangan :

Wm = pertumbuhan bobot mutlak ikan uji (g) Wt = bobot rata-rata ikan pada akhir percobaan (g) Wo = bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)

Analisis Data

(23)

9

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan perkembangan gonad ikan ringau (Datnioids microlepis) yang diinduksi menggunakan 20 IU hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG), 0,01 mg antidopamin (AD) dan dikombinasikan dengan serotonin (5-hydroxytryptamine/5-HT) pada dosis yang berbeda (0; 0,2; 2 dan 4 mg) per-kg bobot tubuh ikan uji; terlihat adanya perbedaan respon yang diamati berdasarkan indeks gonasosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), struktur morfologi dan histologi gonad serta konsentrasi estradiol-17β dalam darahnya.

Indeks Gonadosomatik (IGS)

Hasil pengamatan indeks gonadosomatik (IGS) ikan uji sebelum dan setelah perlakuan penyuntikan disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 4.

Gambar 1. Indeks gonadosomatik (IGS) ikan ringau pada awal (n=1) dan akhir penelitian (n=3) dari semua perlakuan. P1: larutan NaCl 0,9%; P2: PMSG-AD; P3: PMSG-AD+0.2 mg 5-HT; P4: PMSG-AD+2 mg 5-HT; dan P5: PMSG-AD+4 mg 5-HT. Notasi huruf yang berbeda pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05). Gambar 1 menunjukkan indeks gonadosomatik (IGS) pada awal penelitian (sebelum penyuntikan) masih rendah yaitu sebesar 0,12%. Setelah penyuntikan hormon perlakuan, IGS ikan uji pada semua perlakuan meningkat. IGS tertinggi

a

b

c

d

(24)

10

pada akhir penelitian diperoleh sebesar 2,38±0,06% pada perlakuan P4 dengan menggunakan 20 IU PMSG + 0,01 mg AD + 2 mg 5-HT, diikuti oleh perlakuan P5 (1,70±0,05%), P3 (1,62±0,04%), P2 (1,41±0,05%) dan terendah pada perlakuan P1/kontrol (0,76±0,09%). Berdasarkan hasil analisis statistik, IGS tertinggi pada perlakuan P4 berbeda nyata (p<0.05) dengan semua perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan P3 tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan P5 namun berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan P2 dan P1 (kontrol).

Indeks Hepatosomatik (IHS)

Seperti hal nilai IGS, indeks hepatosomatik (IHS) juga mengalami peningkatan setelah perlakuan penyuntikan hormon. Pada awal penelitian, IHS yang diperoleh sebesar 1,16% dan meningkat setelah perlakuan penyuntikan hormon (Gambar 2 dan Lampiran 4). IHS tertinggi pada akhir penelitian diperoleh pada perlakuan P4 (3,09±0,12%), diikuti oleh perlakuan P3 (2,15±0,08%), P2 (1,77±0,11%), P5 (1,63±0,15 %) dan terendah pada perlakuan P1/kontrol (1,51±0,09 %). Secara statistik, IHS tertinggi yang didapatkan pada perlakuan P4 berbeda nyata (p<0.05) dengan semua perlakuan lainnya. Peningkatan dosis serotonin pada kombinasi hormon perlakuan P5 menghasilkan IHS yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan P2 dan kontrol (P1).

Gambar 2. Indeks hepatosomatik (IHS) ikan ringau pada awal (n=1) dan akhir penelitian (n=3) dari semua perlakuan. P1: larutan NaCl 0,9%; P2: PMSG-AD; P3: PMSG-AD+0.2 mg 5-HT; P4: PMSG-AD+2 mg 5-HT; dan P5: PMSG-AD+4 mg 5-HT. Notasi huruf yang berbeda pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05).

a

b

c

d

(25)

11 Struktur Anatomi dan Morfologi Gonad

Struktur anatomi dan morfologi gonad ikan ringau sebelum dan setelah perlakuan penyuntikan hormon disajikan pada Gambar 3 dan 4. Gonad ikan ringau terletak pada bagian ujung posterior rongga perut dekat anus (Gambar 3). Gonad ikan ringau sebelum penyuntikan hormon terlihat belum berkembang, tampak berukuran kecil dan tipis serta berwarna putih transparan dan menyatu dengan jaringan lemak (Gambar 3a). Setelah perlakuan penyuntikan hormon, gonad sudah berkembang yang ditandai dengan ukuran gonad yang relatif lebih besar dan berisi oosit meskipun belum mencapai tahap kematangan maksimal.

Gambar 3. Struktur anatomi gonad ikan ringau: (a) sebelum perlakuan (w: 332,7 g) dan (b) setelah penyuntikan hormon perlakuan pada hari ke-60 (w: 499,3 g; P4); 1: hati; 2: usus; 3: lemak; 4: gonad.

1

2 3

4

1

2

3

(26)

12

Hasil pengamatan morfologi gonad menunjukkan adanya jaringan lemak yang menyatu dengan gonad yang kemungkinan berfungsi sebagai cadangan energi untuk perkembangan gonadnya. Gonad ikan uji pada perlakuan P4 (PMSG-AD+2 mg 5-HT) memiliki ukuran yang lebih besar dan terlihat butiran-butiran telur (oosit) yang tampak dari luar permukaan gonad. Gonad pada pada perlakuan lainnya (P1, P2, P3 dan P5) terlihat lebih kecil dan secara visual belum terlihat adanya oosit dalam gonad ikan uji (Gambar 4).

Gambar 4 Morfologi gonad ikan ringau sebelum perlakuan induksi hormon (A) dan pada akhir penelitian (hari ke-60) setelah induksi menggunakan larutan NaCl 0.9% (P1); PMSG-AD (P2); PMSG-AD+0.2 mg 5-HT (P3); PMSG-AD+2 mg 5-HT (P4); dan PMSG-AD+4 mg 5-HT (P5). Keterangan: G, gonad; dan L, lemak.

Struktur Histologi dan Tingkat Perkembangan Gonad

Berdasarkan hasil pengamatan histologi gonad terlihat bahwa dalam gonad (ovari) ikan uji terdapat oosit dengan ukuran yang bervariasi pada setiap perlakuan (Gambar 5). Pada perlakuan kontrol (P1), gonad mengandung oosit dengan ukuran ±10-40 µm dan dikelompokkan sebagai oogonia dan oosit primer (Treasurer & Holliday 1981). Pada pewarnaan haematoxylin-eosin, oogonia terpulas dengan zat warna yang kuat yang menandakan oosit masih berisi sitoplasma (Sudrajat et al. 2013). Pada perlakuan penyuntikan menggunakan hormon PMSG+AD, baik tanpa penambahan serotonin (P2) maupun dengan penambahan serotonin (P3, P4 dan P5) oosit sudah mulai berkembang sehingga ukurannya relatif lebih besar. Pada perlakuan P2, variasi ukuran oosit relatif hampir sama pada perlakuan P1 namun beberapa oosit terlihat sudah berkembang dengan ukuran terbesar ± 50 µm. Pada perlakuan P3, oosit terbesar berukuran ± 65 µm dan relatif hampir sama dengan perlakuan P5 namun pada perlakuan P5 ukuran oosit yang lebih besar terlihat lebih banyak (lebih padat).

Perlakuan P4 menghasilkan perkembangan gonad ikan uji yang lebih baik di antara semua perlakuan. Pada perlakuan P4, gonad mengandung oosit yang sudah mulai berkembang. Telihat inti (nukleus) yang terletak di bagian tengah oosit dengan nukleoli di sekitar inti telur (Gambar 5 & 6). Selain itu, terlihat adanya

(27)

13 butiran lemak dan granula kuning telur pada lapisan ooplasma sebagai hasil dari proses vitellogenesis, meskipun belum memenuhi seluruh permukaan oosit. Ukuran oosit terbesar yang didapatkan pada perlakuan ini mencapai ± 250 µm.

Gambar 5. Struktur histologis gonad ikan ringau semua perlakuan pada akhir penelitian (HE perbesaran 400X (P1, P2, P3 dan P5), skala bar 50 µm dan perbesaran 100X (P4), skala bar 200 µm); P1: larutan NaCl 0,9%; P2: PMSG-AD; P3: PMSG-AD+0.2 mg 5-HT; P4: PMSG-AD+2 mg 5-HT; dan P5: PMSG-AD+4 mg 5-HT. Tanda panah: lamella ovigerous.

P5

P1

P2

P3

(28)

14

 

Gambar 6. Struktur histologis gonad ikan ringau perlakuan P4 dengan perbesaran 100X (P4-a) dan perbesaran 400X (P4-b); Ni= nukleoli; N= Nukleus; Ld=butiran lemak Yg=granula kuning telur

100 µm 400 µm

P4-a

P4-b

N

N N

Ni

Ld Ld

(29)

15 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Penentuan tingkat kematangan gonad ikan ringau betina setelah penyuntikan hormon pada penelitian ini didasarkan pada hasil analisis histologi dan mengacu pada Treasurer & Holliday (1981), disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan ringau hasil induksi hormonal setiap perlakuan (mengacu pada ikan Perca fluviatilis L. oleh Treasurer & Holliday (1981))

TKG Nama periode Ikan ringau Penampilan histologi Perlakuan

Perca fluviatilis

(30)

16

Konsentrasi Estradiol-17β (E2) dalam Darah Ikan Ringau

Konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam darah ikan ringau setelah perlakuan penyuntikan hormon mengalami fluktuasi seperti yang disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 5.

Gambar 7. Pola konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam darah ikan ringau sebelum (hari ke-0) dan sesudah induksi hormon (hari ke-10 sampai 60) menggunakan larutan NaCl 0.9% (P1); AD (P2); AD+0.2 mg 5-HT (P3); AD+2 mg 5-HT (P4); dan PMSG-AD+4 mg 5-HT (P5). Notasi huruf yang berbeda pada setiap waktu pengamatan menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05)

Pada awal penelitian (sebelum perlakuan penyuntikan), konsentrasi E2 rata-rata didapatkan sebesar 17,70±3,99 ρg.ml-1. Pada hari ke-10 hingga ke-20, secara

umum terjadi penurunan konsentrasi E2 pada semua perlakuan. Konsentrasi E2 tertinggi pada hari ke-10 terjadi pada perlakuan P1 (17,81±6,07 ρg.ml-1) dan

terendah pada perlakuan P2 (0,14±0,00 ρg.ml-1). Pada hari ke-30, konsentrasi E2

sudah mulai meningkat dibandingkan hasil pengamatan sebelumnya. Peningkatan konsentrasi E2 dengan nilai yang relatif lebih tinggi dibandingkan sebelum penyuntikan mulai terjadi pada hari ke-40 kecuali pada perlakuan P1. Sedangkan pada hari ke-50 dan ke-60, secara umum konsentrasi E2 semakin meningkat pada semua perlakuan meskipun terjadi fluktuasi pada hari ke-60. Konsentrasi E2 tertinggi pada hari ke-60 diperoleh pada perlakuan P4 (37,14±2,99 ρg.ml-1), diikuti

perlakuan P2 (29,46±2,00 ρg.ml-1), kemudian perlakuan P5 (29,24±3,29 ρg.ml-1),

P1 (28,48±2,74 ρg.ml-1), dan terendah pada perlakuan P3 (22,25±3,22 ρg.ml-1).

Pada perlakuan P4, terjadi peningkatan konsentrasi estradiol-17 dalam darah ikan uji yang relatif lebih tinggi selama penelitian khususnya pada pengamatan hari ke-30 dan pada akhir penelitian. Berdasarkan analisis statistik, konsentrasi E2 perlakuan P4 pada akhir penelitian berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 7).

(31)

17 Pertumbuhan Bobot Mutlak

Hasil pengamatan parameter pertumbuhan bobot mutlak pada semua perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 8 dan Lampiran 6.

Gambar 8. Pertumbuhan bobot mutlak ikan ringau setiap perlakuan selama penelitian (n=3); P1: larutan NaCl 0,9%; P2: AD; P3: PMSG-AD+0.2 mg 5-HT; P4: PMSG-AD+2 mg 5-HT; dan P5: PMSG-AD+4 mg 5-HT. Angka yang diikuti oleh huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0.05).

Gambar 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak ikan uji yang diberi perlakuan hormon (P2, P3, P4 dan P5) lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan hormon/kontrol (P1). Nilai pertumbuhan bobot mutlak tertinggi pada akhir penelitian diperoleh pada perlakuan P5 (61,87±10,30 g) dan diikuti oleh perlakuan P4 (59,67±1,48 g), P3 (53,57±13,61 g), P2 (47,00±15,44 g) dan terendah pada perlakuan P1/kontrol (39,77±7,13 g). Secara statistik, pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan P5 berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan P1 (kontrol) namun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan induksi hormon lainnya (P2, P3 dan P4).

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan parameter indeks gonadosomatik, indeks hepatosomatik, konsentrasi estradiol-17β, morfologi dan histologi gonad, perlakuan penyuntikan 20 IU hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan 0,01 mg antidopamin (AD) yang dikombinasikan dengan 2 mg serotonin (5-hydroxytryptamine/5-HT) per-kg bobot tubuh ikan uji (perlakuan P4) merupakan perlakuan terbaik pada penelitian ini. Pada perlakuan ini, nilai masing-masing parameter perkembangan gonad yang diamati pada akhir penelitian merupakan nilai

(32)

18

paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Penggunaan hormon PMSG-AD+2 mg 5-HT (perlakuan P4) meningkatkan nilai IGS dari 0,76% (kontrol) menjadi 2,38% (Gambar 1), meningkatkan nilai IHS dari 1,51% (kontrol) menjadi 3,09% (Gambar 2), meningkatkan konsentrasi estradiol-17β (E2) dari 17,70±3,99 ρg/ml sebelum penyuntikan (awal penelitian) menjadi 37,14±2,99 ρg/ml (Gambar 7), dan menghasilkan perkembangan gonad paling baik hingga mencapai tahap TKG III

(Gambar 5 dan Tabel 4).

Penggunaan kombinasi hormon PMSG dan AD (Oodev) telah diketahui dapat meningkatkan kinerja reproduksi beberapa spesies ikan. Pada ikan Tor soro, penggunaan kombinasi hormon PMSG dan AD sebanyak 1 ml/kg bobot tubuh dapat menginduksi kematangan gonad induk sebesar 60% dengan diameter telur sebesar 3 mm (Farastuti 2014); meningkatkan kadar estradiol-17, indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), diameter telur serta meningkatkan perkembangan gonad hingga TKG IV belut sawah Monopterus albus (Putra 2013); mempercepat proses vitellogenesis, meningkatkan nilai GSI dan diameter telur ikan lele Clarias sp. (Nainggolan 2014); serta meningkatkan konsentrasi estradiol-17β pada plasma darah ikan koan Ctenopharyngodon idella (Mulyasih 2015). Pada penelitian ini, penggunaan 20 IU PMSG dan 0,01 mg AD (perlakuan P2) pada ikan ringau (Datnioides microlepis) yang diberikan melalui penyuntikan secara intramuskular dapat meningkatkan nilai IGS dan IHS dibandingkan dengan tanpa pemberian hormon (kontrol/P1). Namun demikian, penambahan serotonin (5-HT) ke dalam formulasi hormon tersebut (perlakuan P3, P4 dan P5) dapat menghasilkan nilai IGS, IHS, konsentrasi E2 dan tingkat kematangan gonad yang relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa serotonin (5-HT) memiliki peranan dalam proses perkembangan gonad ikan ringau pada penelitian ini.

Peranan masing-masing bahan kimia atau hormon yang digunakan dalam penelitian ini secara spesifik berbeda dalam mempengaruhi perkembangan gonad ikan. Hormon PMSG yang merupakan glikoprotein kompleks yang diperoleh dari serum kuda hamil memiliki efek ganda sebagai Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berperan pada proses vitellogenesis dan Luteinizing Hormone (LH) yang berperan pada proses pematangan akhir (Gallego et al. 2012). FSH yang terdapat dalam hormon PMSG bekerja pada lapisan teka oosit untuk merangsang terjadinya sintesis testosteron, yang selanjutnya masuk ke dalam lapisan granulosa oosit. Dalam lapisan granulosa, testosteron diubah oleh enzim aromatase menjadi estradiol-17β yang selanjutnya merangsang hati untuk mensintesis vitellogenin (Nagahama 1994; Yaron 1995; Blazquet et al. 1998; Yaron & Levavi-Sivan, 2011). Sedangkan antidopamin (AD) merupakan bahan kimia yang berfungsi memblok kerja dopamin; dimana dopamin merupakan neurotransmitter yang bekerja menghambat sekresi GnRH (FSHRH) dari hipotalamus (Cerda-Reverter & Canosa 2009; Kah 2009; Van der Kraak 2009), menghambat sekresi FSH dari pituitari dan dari sel gonadotropin melalui reseptor dopamin D2 (Vacher et al. 2000; Vacher et al. 2002) serta menghambat pematangan gonad melalui aksinya sebagai faktor penghambat pelepasan gonadotropin (Gonadotropin release–inhibiting faktor/GRIF) (Dufour et al. 2005). Dengan penambahan antidopamin maka sekresi FSHRH akan meningkat dan mempengaruhi terjadinya proses vitellogenesis.

(33)

19 berperan memodulasi fungsi reproduksi ikan melalui beberapa jalur termasuk melalui area preoptic-hipotalamus, hipofisis maupun langsung bekerja pada gonad; serta bertindak dalam memberi pengaruh stimulasi pada sel gonadotropin dan menghambat sekresi dopamin sehingga meningkatkan kadar hormon gonadotropin (Somoza et al. 1988; Prazad et al. 2015). Pemberian 5-HT yang dikombinasikan dengan GnRH analog merangsang sekresi LH ikan Croaker Atlantik Micropogonias undulatus (Khan & Thomas, 1992), ikan mas Prusia Carassius gibelio Bloch (Sokolowska-Mikolajczyk et al. 2015) dan merangsang sekresi GnRH dari otak khususnya pada bagian preoptic-anterior hipotalamus dan dari hipofisis ikan mas Ciprinus carpio (Yu et al. 1991), dan ikan Pagrus major (Senthilkumaran et al. 2001). Pada ikan zebra, ekspresi reseptor serotonin terlihat di beberapa daerah otak yang mengandung saraf (neuron) GnRH (Norton et al. 2008), yang menunjukkan adanya kemungkinan ekspresi bersama reseptor serotonin pada neuron GnRH (Bhattarai et al. 2013).

Penambahan serotonin (5-HT) dengan dosis tertentu dalam kombinasi hormon PMSG-AD pada penelitian ini tampaknya memberikan efek positif terhadap perkembangan gonad ikan ringau dengan mempengaruhi kinerja sel gonadotropin dalam melepaskan GnRH. Pada penelitian ini, penambahan 2 mg 5-HT per-kg bobot tubuh ikan ringau merupakan dosis terbaik dalam kombinasinya dengan 20 IU PMSG dan 0,01 ppm AD (perlakuan P4). Penambahan 0,2 mg 5-HT dalam kombinasi hormon perlakuan P3 belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai IGS (1,62±0,04%), IHS (2,15±0,08%) dan konsentrasi E2 (29,24±3,29 ρg/ml) yang masih lebih rendah dibandingkan pada perlakuan P4. Demikian pula dengan tingkat perkembangan gonadnya dimana pada perlakuan P3 perkembangan gonad ikan uji masih dalam tahap pre-vitellogenesis (TKG II), sedangkan pada perlakuan P4 gonad ikan uji sudah memasuki tahap TKG III yang ditandai dengan terdapatnya butiran lemak dan granula kuning telur dalam ooplasma (Gambar 6).

Pada penambahan dosis 5-HT yang lebih besar (4 mg/kg bobot tubuh) dalam kombinasi hormon pada perlakuan P5 ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pada perlakuan P4. Pada perlakuan ini, gonad ikan uji masih dalam periode pre-vitellogenesis (TKG II) dengan nilai IGS sebesar 1,70±0,05%; nilai IHS sebesar 1,63±0,15 % serta konsentrasi E2 sebesar 22,25±8,28 ρg/ml pada akhir penelitian. Nilai parameter perkembangan gonad tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada perlakuan P4. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah 5-HT dalam kombinasi hormon yang digunakan pada perlakuan ini melebihi kebutuhan ikan sehingga memberikan efek negatif terhadap kinerja sel gonadotropin dalam tubuh ikan ringau.

(34)

20

dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan secara selektif terjadi penyerapan oleh lapisan folikel oosit (Nagahama 1994; Yaron 1995; Blazquet et al. 1998; Lubzens et al. 2010). Proses vitellogenesis dipengaruhi oleh keberadaan estradiol-17 dalam tubuh ikan sebagai stimulator dan biosintesis vitellogenin (Nagahama 1994; Yaron 1995; Blazquet et al. 1998).

Pada perlakuan P4, terjadi peningkatan konsentrasi estradiol-17 dalam darah ikan uji yang relatif lebih tinggi selama penelitian khususnya pada pengamatan hari ke-30 dan pada akhir penelitian (Gambar 7). Peningkatan estradiol-17 mempengaruhi laju sintesis vitellogenin oleh hati (Yaron 1995). Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis histologi gonad pada perlakuan P4 dimana gonad ikan uji telah memasuki tahap vitellogenesis awal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penambahan 2 mg 5-HT dalam kombinasi hormon PMSG dan AD ternyata sudah dapat meningkatkan kinerja sel gonadotropin dalam melepaskan GnRH yang mempengaruhi sintesis estradiol-17 sehingga dapat menghasilkan perkembangan gonad yang lebih baik. Hal ini sejalan hasil penelitian Somoza et al. (1988) pada ikan komet (Carassius auratus) menggunakan 5-HT dengan dosis 2,5 µg.g-1 (~2,5 mg.kg-1) bobot tubuh ikan betina dapat menstimulasi pelepasan serum gonadotropin.

Pada ikan medaka (Oryzia latipes), penggunaan 5-HT sebanyak 1µg/ml secara in vitro dapat merangsang sintesis estradiol-17β (E2) dan 17α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17,20βP) yang merupakan steroid pemacu pematangan (maturation-inducing steroid) oleh sel-sel granulosa (Iwamatsu et al. 1992; Iwamatsu et al. 1993). Namun pada ikan Fundulus heteroclitus, pengunaan 5-HT 0,5-5 µM (~0,1-1 mg/l) secara in vitro menghambat pembelahan miosis oosit yang diinduksi oleh gonadotropin dan maturation-inducing steroid (MIS) tanpa mempengaruhi jalur steroidogenesis dalam sel granulosa (Cerda et al. 1995).

Kebutuhan 5-HT pada ikan tampaknya berbeda-beda berdasarkan spesiesnya. Pada ikan Fundulus heteroclitus, 5-HT yang diberikan secara in vitro dengan dosis 10-4 M (~0,213 mg) dapat menghambat pematangan oosit (Cerda et al. 1998b). Pada

ikan ringau yang diamati pada penelitian ini, efek negatif 5-HT diduga terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu 4 mg (perlakuan P5). Namun berbeda halnya pada ikan kakap Atlantik (Micropogonias undulatus) dimana dosis 5-HT yang lebih besar yaitu 20 µg/g (~20 mg/kg) yang diberikan bersamaan dengan LHRHa 20 ng/g (~0,02 mg/kg) bobot tubuh melalui penyuntikan intraperitoneal tidak memberikan reaksi negatif, pada dosis tersebut 5-HT dapat meningkatkan kadar gonadotropinnya (Khan & Thomas, 1992). Stewart et al. (2013) mendeteksi dampak kelebihan dosis serotonin yang disuntikkan ke dalam tubuh ikan melalui perubahan warna kulit yang dimediasi oleh agregasi (pengumpulan) atau dispersi (penyebaran) melanophor. Hal yang sama diduga terjadi pada penyuntikan ikan ringau menggunakan kombinasi hormon PMSG-AD + 4 mg 5-HT (perlakuan P5). Setelah penyuntikan, warna ikan ringau terlihat memudar terutama pada bagian tubuh titik penyuntikan (Lampiran 3).

(35)

21 yang ditambahkan dengan serotonin (5-HT) sebesar 0,2 g (P3) dan 2 g (P4), namun berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan P1 (kontrol). Hal ini diduga berhubungan dengan perkembangan gonad ikan ringau yang diberi perlakuan penyuntikan hormon (P2, P3 P4 dan P5) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P1). Effendie (2002) menyatakan bahwa bobot tubuh induk ikan betina akan meningkat seiring dengan perkembangan gonadnya. Perkembangan gonad pada perlakuan penyuntikan hormon (P2, P3 P4 dan P5) lebih baik dengan kematangan gonad berada pada tahap TKG II-III dibandingkan perlakuan kontrol (P1) dengan gonadnya yang masih belum berkembang dan berada pada tahap TKG I (Gambar 5 dan Tabel 4).

4 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan serotonin (5-HT) sebanyak 2 mg ke dalam kombinasi hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin sebanyak 20 IU dan antidopamin 0,01 mg dapat lebih meningkatkan efektivitasnya dalam menginduksi pematangan gonad ikan ringau. Dosis 5-HT tersebut dapat meningkatkan nilai IGS dari 0,76±0,09% (kontrol) menjadi 2,38±0,06%, meningkatkan nilai IHS dari 1,51±0,09% (kontrol) menjadi 3,09±0,12%, dan meningkatkan konsentrasi estradiol-17β (E2) dari 17,70±3,99 ρg/ml sebelum penyuntikan (awal penelitian) menjadi 37,14±2,99 ρg/ml, serta dapat menstimulasi perkembangan gonad ikan ringau hingga mencapai TKG III. Peningkatan dosis serotonin menjadi 4 mg dalam kombinasi hormon perlakuan ternyata memberikan efek negatif terhadap perkembangan gonad ikan ringau.

Saran

Peningkatan efektivitas kinerja kombinasi PMSG dan AD dalam induksi pematangan gonad ikan dapat ditingkatkan dengan penambahan serotonin sebanyak 2 mg.kg-1 bobot tubuh ikan ke dalam kombinasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(36)

22

Bhattarai JP, Roa J, Herbison AE, Han SK. 2013. Serotonin acts through 5-HT1 and 5-HT2 receptors to exert biphasic actions on GnRH neuron excitability in the mouse. Endocrinology 155,513–524.doi:10.1210/en.2013- 1692. Blazquez M, Bosma PT, Fraser EJ, Van Look KJW, Trudeau VL. 1998. Review:

Fish as models for the neuroendocrine regulation of reproduction and growth. Comparative Biochemistry and Physiology Part C 119: 345–364.

Bolamba D, Mattont P, Estrada R, Dufour JJ. 1992. Effects of pregnant mare's serum gonadotropin treatment on follicular poxlulations and ovulation rates in prepuberal gilts with two morphologicdly different ovarian types. J. Anim. Sci. 70:1916-1922.

Cerda J, Reich G, Wallace RA, Selman K. 1998a. Serotonin Inhibition of Steroid-Induced Meiotic Maturation in the Teleost Fundulus heteroclitus: Role of CyclicAMP and Protein Kinases. Molecular Reproduction and Development 49: 333–341.

Cerda J, Subhedar N, Reich G, Wallace RA, Selman K. 1998b. Oocyte Sensitivity to Serotonergic Regulation during the Follicular Cycle of the Teleost Fundulus heteroclitus. Biology of Reproduction 59: 53–61.

Cerda J, Petrino TR, Greenberg MJ, Wallace RA. 1997. Pharmacology of the serotonergic inhibition of steroid-induced reinitiation of oocyte meiosis in the teleost Fundulus heteroclitus. Molecular Reproduction and Development 48:282–291.

Cerda J, Petrino TR, Lin Y-WP, Wallace RA. 1995. Inhibition of Fundulus heteroclitus oocyte maturation by serotonin (5-hydroxytryptamine). Journal of Experimental Zoology 273:224–233.

Cerda-Reverter JM, Canosa LF. 2009. Neuroendocrine systems of the fish brain. In “Fish Neuroendocrinology: Volume 28; Fish Physiology First Edition” Ed: Bernier NJ, Van der Kraak G, Farrell AP, Brauner CJ. pp. 3–74. Academic Press is an imprint of Elsevier Inc. DOI: 10.1016/S1546-5098(09)28003-4. Dufour S, Weltzien F-A, Sebert M-E, Le Belle N, Vidal B, Vernier P, Pasqualini

C. 2005. Dopaminergic inhibition of reproduction in teleost fishes, ecophysiological and evolutionary implications. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1040: 9–21. DOI: 10.1196/annals.1327.002.

Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163p.

Farastuti ER. 2014. Induksi Maturasi Gonad, Ovulasi dan Pemijahan pada Ikan Torsoro (Tor soro) Menggunakan Kombinasi Hormon. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 52p.

Gallego V, Mazzeo I, Vílchez MC, Peñaranda DS, Carneiro PCF, Pérez L, Asturiano JF. 2012. Study of the effects of thermal regime and alternative hormonal treatments on the reproductive performance of European eel males (Anguilla anguilla) during induced sexual maturation. Aquaculture: 354–355, 7–16. DOI 10.1016/j.aquaculture.2012.04.041.

Gunarso P, Hartoyo ME, Agus F, Killeen TJ. 2013. Oil palm and land use change in Indonesia, Malaysia and Papua New Guinea. Roundtable on Sustainable Palm Oil, Kuala Lumpur, Malaysia. 29-64.

(37)

23 factor in chicken serum with oocyte maturation-inducing activity. Biomedical Research 13 (6): 429–437.

Iwamatsu T, Toya Y, Sakai N, Terada Y, Nagata R, Nagahama Y. 1993. Effect of 5-hydroxytryptamine on steroidogenesis and oocyte maturation in preovulatory follicles of the medaka, Oryzias latipes. Development Growth Differentiation 35:625–630.

Kah O. 2009. Endocrine targets of the hypothalamus and pituitary. In “Fish Neuroendocrinology: Volume 28; Fish Physiology First Edition” Ed: Bernier NJ, Van der Kraak G, Farrell AP, Brauner CJ. pp. 75–112. Academic Press is an imprint of Elsevier Inc. DOI: 10.1016/S1546-5098(09)28003-4.

Khan IA, Thomas P. 1992. Stimulatory effects of serotonin on maturational gonadotropin release in the Atlantic croaker, Micropogonias undulatus. Gen.Comp.Endocrinol. 88,388–396.doi: 10.1016/0016-6480(92)90233-A. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodo S. 1993. Freshwater fishes

of western Indonesia and Sulawesi. Jakarta (ID) : Periplus editions. hlm 158. Kreke N, Dietrich DR. 2008. Physiological endpoints for potential SSRI

interactions in fish. Critical Reviews in Toxicology (37) 3: 215-247.

Lorenzen K, Beveridge MCM, Mangel M. 2012. Cultured fish: integrative biology and management of domestication and interactions with wild fish. Cambridge Philosophical Society. Biol. Rev. (2012), 87, pp. 639–660.

Lubzens E, Young G, Bobe J, Cerda J. 2010. Oogenesis in teleost: how fish eggs are formed. General ans Comparative Endocrinology 165: 367-389.

Mulyasih D. 2015. Induksi pematangan gonad ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) menggunakan premiks hormon oodev dan pakan Indigofera zollingeriana. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 26p. Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2010. Broodstock management and hormonal

manipulations of fish reproduction. General and Comparative Endocrinology 165: 516–534.

Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. International Journal of Developmental Biology. 38: 217-229.

Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. The Journal of Experimental Zoology 259:53-58.

Nainggolan A. 2014. Peningkatan mutu reproduksi induk betina lele (Clarias sp.) melalui pemberian kombinasi pakan bersuplemen Spirulina platensis dan oodev. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 107p. Norton WH, Folchert A, Bally-Cuif L. 2008. Comparative analysis of serotonin

receptor (HTR1A/HTR1B families) and transporter (slc6a4a/b) gene expression in the zebra fish brain. J.Comp.Neurol. 511,521–542. DOI: 10.1002/cne.21831.

Nur B, Fahmi MR. 2014. Analisis komoditas ikan hias air tawar Indonesia. Dalam: Sugama K, Kusnendar E, Rachmansyah, Giri NA, Yuhana M, Kristanto AH, Imron, Radiarta IN, Dewi RRSPS (ed.). Forum inovasi teknologi akuakultur 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, BRKP-KKP. Jakarta. 395-408.

(38)

24

Putra WKA. 2013. Induksi Maturasi Belut Sawah (Monopterus albus) Secara Hormonal. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 54p. Rohmy S, Solichah L, Satyani D. 2011. Perkembangan reproduksi dan stimulasi

hormonal ikan hias tigerfish (Datnioides microlepis) di lingkungan budidaya. Dalam: Nainggolan C, Sondita FM, Sudrajat A, Masengi S. Sipahutar YH. Saifurridal (ed.). Prosiding seminar nasional perikanan Indonesia 2011. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. 316-322.

Rohmy S, Satyani D, Cindelaras S, Himawan Y. 2012. Perkembangan gonad ikan hias tigerfish (Datnioides microlepis) pada tiga kelompok ukuran berbeda. Dalam: Haryanti, Rachmansyah, Sugama K, Parenrengi A, Sudrajat A, Imron, Sunarto A, Sumiarsa GS, Azwar ZI, Kristanto AH (ed.). Indoaqua-Forum inovasi teknologi akuakultur 2012. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, BRKP-KKP. Jakarta. 369-379.

Rohmy S, Satyani D, Cindelaras S, Himawan Y. 2014. Perkembangan gonad ikan ringau (Datnioides microlepis) pada salinitas berbeda. Dalam: Sugama K, Kusnendar E, Rachmansyah, Giri NA, Yuhana M, Kristanto AH, Imron, Radiarta IN, Dewi RRSPS (ed.). Forum inovasi teknologi akuakultur 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, BRKP-KKP. Jakarta. 253-259.

Sadekarpawar S, Parikh P. 2013. Gonadosomatic and hepatosomatic indices of freshwater fish Oreochromis mossambicus in response to a plant nutrient. World Journal of Zoology 8 (1): 110-118.

Schram E, Verdegem MCJ, Widjaja RTOBH, Kloet CJ, Foss A, Schelvis-Smit R, Roth B, Imsland AK. 2009. Impact of increased flow rate on specific growth rate of juvenile turbot (Scophthalmus maximus, Rafinesque 1810). Aquaculture 292: 46–52.

Senthilkumaran B, Okuzawa K, Gen K, Kagawa H. 2001. Effects of serotonin, GABA and neuropeptide Y on seabream gonadotropin releasing hormone release in vitro from preoptic-anterior hypothalamus and pituitary of red seabream, Pagrus major. J. Neuroendocrinology 13:395. DOI: 10.1046/j.1365-2826.2001.00645.x.

Sholichah L, Subandiyah S, Satyani D. 2010. Siklus reproduksi tahunan ikan ringan, tiger fish (Datnioides quadrifasciatus) di lingkungan budidya akuarium dan bak. Dalam: Sudrajat A, Rachmansyah, Hanafi A, Azwar ZI, Imron, Kristanto AH, Chumaidi, Insan I (ed.). Forum inovasi teknologi akuakultur 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, BRKP-KKP. Jakarta. 417-424.

Sokolowska-Mikolajczyk M, Gajdzinski D, Gosiewski G, Socha M. 2015. Serotonin, GnRH-A, and dopamin interaction in the kontrol of in vivo luteinizing hormon release in Prussian carp (Carassius gibelio Bloch) at the time of gonad recrudescence. Czech J. Anim. Sci. 60: 45– 51.doi:10.17221/7973- CJAS.

Somoza GM, Yu KL, Peter RE.1988. Serotonin stimulates gonadotropin release in female and male goldfish, Carassius auratus L. Gen. Comp. Endocrinol. 72:374. DOI 10.1016/0016-6480(88)90159-1.

(39)

25 Stewart AM, Cachat J, Gaikwad S, Robinson KSL, Gebhardt M, Kalueff AV. 2013.

Perspectives on experimental models of serotonin syndrome in zebrafish. Neurochemistry International 62: 893–902.

Treasurer JW, Holliday FGT. 1981. Some aspects of the reproductive biology of perch Pereaflrcviatilis L. A histological description of the reproductive cycle. J.Fish Biol. 18: 359-376.

Vacher C, Ferriere F, Marmignon M-H, Pellegrini E, Saligaut C. 2002. Dopamine D2 receptors and secretion of FSH and LH: role of sexual steroids on the pituitary of the female rainbow trout. General and Comparative Endocrinology 127: 198–206.

Vacher C, Mananos E, Breton B, Marmignon M-H, Saligaut C. 2000. Modulation of pituitary dopamine D1 or D2 receptors and secretion of both FSH and LH during the annual reproductive cycle of female rainbow trout. Journal of Neuroendocrinology 12: 1219–1226.

Van der Kraak, G. 2009. The GnRH system and the neuroendocrine regulation of reproduction. In “Fish Neuroendocrinology: Volume 28; Fish Physiology First Edition” Ed: Bernier NJ, Van der Kraak G, Farrell AP, Brauner CJ. pp.115–149. Academic Press is an imprint of Elsevier Inc. DOI: 10.1016/S1546-5098(09)28003-4.

Yu KL, Rosenblum PM, Peter RE. 1991. In vitro release of gonadotropin-releasing hormone from the brain preoptic-anterior hypothalamic region and pituitary of female goldfish. General and Comparative Endocrinology 81:256-267. Yaron Z, Levavi-Sivan B. 2011. Endocrine regulation of fish reproduction.

Encyclopedia of Fish Physiology: From Genome to Environment.Vol. 2: 1500-1508.

(40)

26

Lampiran 1. Prosedur pengukuran kadar hormon estradiol-17β dengan ELISA. a. Plasma darah (supernatan) yang telah disimpan pada suhu -20oC dibiarkan dalam

suhu ruang hingga mencair, kemudian dikocok hingga homogen.

b. Sebelum dilakukan pengukuran, semua plasma dan reagen harus dibiarkan pada suhu kamar (18 - 25 °C).

c. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dipersiapkan larutan standar dengan kosentrasi 12,5 ; 25 ; 50 ; 100 ; 250 ; 1000 ; 2000 pg/ml dan larutan QC (quality control).

d. Selanjutnya, dimasukan sebanyak 25 μl larutan standar, sampel dan QC (quality control), kedalam masing – masing sumur.

e. Ditambahkan 200 μl konjugat enzim HRP (Estradiol Enzym Conjugate) ke dalam setiap sumur, kemudian dikocok perlahan selama kurang lebih 10 detik. f. Plasma yang sudah dicampur reagent dan HRP diinkubasi selama 2 jam.

g. Setelah diinkubasi, larutan pada pelat dibuang dan dicuci dengan larutan pencuci (washing solution) dengan volume 300 μl setiap sumur, selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 4 kali menggunakan alat Microplate Strip Washer Elx50TM. Setelah pencucian selesai, sumur dikeringkan dengan cara dibanting secara perlahan pada kertas penyerap.

h. Ditambahkan 100 μl larutan substrat (TBM Substrate) pada masing-masing sumur pelat

i. Selanjutnya inkubasi dengan larutan substrat. Reaksi enzimatis dihentikan dengan menambahkan 50 μl larutan penyetop (Stop Solution, H2SO4 0,5 M) ke

dalam setiap sumur pelat.

(41)

27

Lampiran 2. Prosedur pembuatan dan pengamatan histologi gonad

Sampel gonad yang digunakan untuk pengamatan histologi merupakan sampel yang sama pada penghitungan GSI. Tahapan proses histologi gonad menurut Gunarso (1989) adalah sebagai berikut: ikan dibedah dan diambil jaringan gonadnya, kemudian dicuci dengan garam fisiologis 0,65% dan difiksasi dalam larutan bouin (campuran asam pikrat, formalin dan asam asetat, perbandingan 15:5:1) selama 24 jam. Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam alkohol 70%. Setelah itu dehidrasi dilakukan dengan merendam sampel dalam larutan alkohol bertingkat (80%, 85%, 90% dan 95%) masing-masing selama dua jam, kemudian dipindahkan kedalam alkohol 100% sebanyak empat kali masing-masing selama satu jam. Berikutnya clearing yaitu dengan merendam sampel dalam alkohol 100% + xylol (1:1) selama 45 menit. Kemudian dilakukan infitrasi dengan merendam sampel dalam xylol + parafin (1:1) selama 45 menit pada suhu 60oC. Kemudian

direndam dalam parafin I, II dan III masing-masing selama 45 menit dalam suhu 63oC. Setelah itu sampel ditanam dalam blok parafin cair pada suhu 60oC sampai

parafin mengeras selama 24 jam. Kemudian spesimen dipotong setebal 6-7 µm, kemudian ditempel pada glas objek yang telah ditetesi ewid, direnggangkan di atas alat pemanas dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 45oC. Lalu dilakukan

(42)

28

Lampiran 3. Perubahan warna ikan uji setelah injeksi hormon perlakuan P5 (dosis 5-HT 4 mg/kg bobot tubuh)

(43)

29 Lampiran 4. Hasil pengamatan nilai indeks gonadosomatik (IGS) dan indeks

hepatosomatik (IHS) ikan uji pada awal (n=1) dan akhir penelitian (n=3) dari semua perlakuan

Perlakuan IGS (%) IHS (%)

Awal 0,12 1,16

P1 0,76±0,09a 1,51±0,09a

P2 1,41±0,05b 1,77±0,11b

P3 1,62±0,04c 2,15±0,08c

P4 2,38±0,06d 3,09±0,12d

P5 1,70±0,05c 1,63±0,15ab

(44)

30

Lampiran 5. Hasil pengamatan parameter konsentrasi estradiol-17β (E2) dalam darah ikan ringau sebelum dan setelah perlakuan penyuntikan hormon Perlakuan 0 10 Konsentrasi estradiol-17β (ρg.ml20 30 -1) ikan ringau pada hari ke- 40 50 60

P1 17,70±3,99a 17,81±6,07c 2,28±0,87a 14,74±2,77a 11,34±5,50a 27,78±1,92b 28,48±2,74b P2 17,70±3,99a 0,14±0,00a 8,76±4,84b 11,58±7,44a 18,46±2,86b 20,83±2,98ab 29,46±2,00b P3 17,70±3,99a 9,21±7,38abc 2,45±0,24a 16,03±13,27a 22,63±4,75b 28,27±5,71b 22,25±3,22a P4 17,70±3,99a 16,16±13,60bc 10,67±0,72b 31,58±12,50b 18,99±3,81b 27,89±4,51b 37,14±2,99c P5 17,70±3,99a 6,00±5,86ab 22,25±8,28c 17,82±6,00ab 21,08±3,22b 17,42±8,16a 29,24±3,29b Keterangan: Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku. Nilai yang diikuti

(45)

31 Lampiran 6. Hasil pengamatan parameter pertumbuhan bobot mutlak ikan uji

setiap perlakuan selama penelitian (n=3)

Perlakuan Pertumbuhan Bobot Mutlak (g)

P1 39,77±7,13a

P2 47,00±15,44ab

P3 53,57±13,61ab

P4 59,67±1,48ab

P5 61,87±10,30b

Gambar

Tabel 3. Ciri-ciri perkembangan gonad ikan Perca fluviatilis L. (Treasurer &
Gambar 2. Indeks hepatosomatik (IHS) ikan ringau pada awal (n=1) dan akhir
Gambar 3. Struktur anatomi gonad ikan ringau: (a) sebelum perlakuan (w: 332,7
Gambar 4 Morfologi gonad ikan ringau sebelum perlakuan induksi hormon (A)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian hormon OODEV melalui pakan untuk pematangan gonad ikan patin siam yang paling baik adalah pada dosis OODEV 0,25 ml/kg ikan/2 minggu dalam jumlah pakan dengan FR

Ciri-ciri ikan sidat hasil induksi hormon setiap perlakuan selama pemeliharaan dilihat dari hasil analisis histologi adalah P10A P10B dan P20B masih dalam proses

Penyuntikan hormon PMSG + HCG dapat meningkatkan performa reproduksi ikan patin siam selama musim kemarau dan mampu meningkatkan jumlah telur dan larva yang

One of common used hormon is PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotrophin) which its function is to induce on set of estrous, speed estrous cycle, pregnancy and stimulate

Kata kunci : Ikan keli lokal, induksi, hormon GnRH analog + antidopamin, gonad, IKG,

Pada penelitian ini, ikan sidat perlakuan kontrol dengan ukuran 38,756±0,525 cm masih ditemukan gonad indiferen sehingga pemberian kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT pada ikan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pemberian hormon Oodev® dan tepung kunyit (Curcuma longa) pada pematangan gonad serta meninjau efektivitas

Fekunditas belut sawah hasil induksi hormonal dengan panjang 22±2 cm dan bobot tubuh 5 sampai 12 g yang terbaik pada minggu ke-4 (akhir penelitian) adalah perlakuan