• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Kampanye Sosial Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Melalui Buku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Kampanye Sosial Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Melalui Buku"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi

a. Nama Lengkap : Teguh Pamungkas

b. Kelas : DKV-2

c. Tempat Tanggal Lahir : Sukabumi, 17 Oktober 1993 d. Agama : Islam

e. Alamat : Kp. Rancabungur Rt 01/04

Kec. Palabuhanratu Kab. Sukabumi f. Kontak : 085624385036

c. Pekerjaan orang tua

Ayah : Pensiun (PNS) Ibu : Ibu Rumah Tangga h. Anak ke : 5 (lima)

i. Alamat : Kp. Rancabungur Rt 01/04

Kec. Palabuhanratu Kab. Sukabumi

3. Pendidikan

a. Sekolah Dasar : SDN Ir. H. Djuanda b. Sekolah Menengah Pertama : SMPN 1 Palabuhanratu c. Sekolah Menengah Kejuruan : SMAN 1 Cibadak

d. Kuliah : Universitas Komputer Indonesia

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN KAMPANYE SOSIAL PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MELALUI BUKU

DK 38315 / Tugas Akhir

Semester II 2015-2016

oleh:

Teguh Pamungkas NIM. 51912015

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir

yang berjudul “PERANCANGAN KAMPANYE SOSIAL PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MELALUI BUKU”.

Penulisan laporan ini tidak lain adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah tugas akhir di jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam penulisan laporan ini, kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat serta doa karenanya penulis dapat menyelesaikan laporan ini, kepada dosen pembimbing mata kuliah tugas akhir atas segala masukan dan arahannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan, serta kepada semua pihak-pihak yang terlibat dalam kelancaran penulisan laporan ini yang tidak bisa dituliskan satu persatu oleh penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan semoga pihak yang telah terlibat dalam penulisan laporan ini diberi imbalan yang setimpal oleh Allah SWT.

Bandung, 5 Agustus 2016 Penulis,

(7)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... KATA PENGANTAR ...

BAB I. PENDAHULUAN ... I.1 Latar Belakang Masalah ... I.2 Identifikasi Masalah ... I.3 Rumusan Masalah ... I.4 Batasan Masalah ... I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan ...

(8)

vii II.6.2 Wawancara ... II.6.3 Studi Pustaka ... II.7 Resume ...

BAB III.STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN ... III.1 Strategi Perancangan ………... III.1.1 Khalayak Sasaran ………...……….. III.1.2 Tujuan Komunikasi ... III.1.3 Pendekatan Komunikasi ... III.1.4 Materi Pesan ... III.1.5 Gaya Bahasa ... III.1.6 Pemberi Mandat ... III.1.7 Strategi Kreatif ... III.1.8 Strategi Media …... III.1.9 Strategi Distribusi ... III.2 Konsep Visual ……...

(9)
(10)

82 DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Agency, Beranda. (2015). Mengasuh dan Mendidik Buah Hati Tanpa Kekerasan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Anggraini, Lia S., Nathalia, Kirana. (2014). Desain Komunikasi Visual; Dasar-dasar Panduan untuk Pemula. Banudng: Penerbit Nuansa Cendikia.

Hawari, Dadang. (2013). Kekerasan Seksual Pada Anak. Jakarta: UI-Press.

Huraerah, Abu. (2006). Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa Cendikia.

Huraerah, Abu. (2012). Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa Cendikia.

Kusrianto, Adi. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Nugraha, Boyke Dian., Wibisono, Sonia. (2016). Adik Bayi Datang Dari Mana. Jakarta: PT Noura Books.

Priyatna, Andri. (2015). Stop It Now Pelecehan Seksual anak Cegah Sebelum Terjadi!. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sihombing, Danton. (2001). Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta: Gramedia. Sudarma, I Komang,. Tegeh, I Made,. Prabawa, Dewa Gede Agus Putra. (2015).

Desain Pesan; Kajian Analitis Desain Visual (Teks dan Image). Jogjakarta:

Graha Ilmu.

Sugijokanto, Suzie. (2014). Cegah Kekerasan pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sumber Jurnal

Hidayati, Nur. (2014). Perlindungan Anak terhadap Kejahatan Kekerasan Seksual (Pedofilia). Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 14, hal 68-73. April 2014.

Diambil dari: www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/article8.pdf (23 September 2015).

(11)

83 Awal Pubertas Di Kelurahan Malalayang I Manado. Journal Volume III.

No.1. hal 1-6, Tahun 2014. Diambil dari:

ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/viewFile/4474/4006 (8 Mei 2016).

Paramastri, Ira dkk. (2010). Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children. Jurnal psikologi Volume 37. no. 1, hal 1-12. Juni 2010. Diambil dari: jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/viewFile/7688/5955 (23 September 2015). Pasalbessy, John Dirk. (2010). Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

Dan Anak Serta Solusinya. Jurnal Sasi Vol.16. No.3, hal 8-13. Juli -

September 2010. Diambil dari:

ejournal.unpatti.ac.id/ppr_iteminfo_lnk.php?id=80 (1 Januari 2016).

Safita, Reny. (2013). Peranan Orang tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksual Pada Anak. Edu-Bio; Vol. 4, hal 32-40, Tahun 2013. Diambil dari:

http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/edubio/article/download/376/344 (8 Mei 2016).

Sumber Artikel Internet

Besie, Sefnat. (2016). Amos Gerayangi Kemaluan Siswi SD Sambil Nonton TV. Diambil dari: www.news.okezone.com/read/2016/04/05/340/1355050/amos-gerayangi-kemaluan-siswi-sd-sambil-nonton-tv (11 April 2016).

Desideria, Benedikta. (2014). Angka Kekerasan Seksual pada Anak Bikin Miris. Diambil dari: www.health.liputan6.com/read/2127898/angka-kekerasan-seksual-pada-anak-bikin-miris (15 Desember 2015).

Djamhari. (2016). Pulang Sekolah, Gadis Belia Diperkosa di Kebun Kosong. Diambil dari: news.okezone.com/read/2016/05/10/338/1384874/pulang-sekolah-gadis-belia-diperkosa-di-kebun-kosong (18 Mei 2016).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (2016). Profile. Diambil dari: http://www.kpai.go.id/profil/ (11 April 2016).

Qodar, Nafiysul. (2016). Guru SMP Tersangka Kasus Pencabulan Ajukan Praperadilan. Diambil dari:

(12)

84 Riswan, Oris. (2014). P2TP2A Jabar luncurkan Gerakan 20 Menit Ortu Dampingi Anak. Diambil dari:

http://daerah.sindonews.com/read/864332/21/p2tp2a-jabar-luncurkan-gerakan-20-menit-ortu-dampingi-anak-1400244856 (8 Mei 2016).

Ronald. (2016). Fakta mengerikan pemerkosaan 58 bocah oleh pengusaha di Kediri. Diambil dari:

http://www.merdeka.com/peristiwa/fakta-mengerikan-pemerkosaan-58-bocah-oleh-pengusaha-di-kediri.html (18 Mei 2016). Satrio, Arie Dwi. (2016). Cabuli 15 Bocah, Maskur Divonis 12 Tahun Penjara.

Diambil dari: news.okezone.com/read/2016/04/07/338/1356887/cabuli-15-bocah-maskur-divonis-12-tahun-penjara (11 April 2016).

Sumber Penelitian

Anggraeni, Desi. (2009). Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Yogyakarta: Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga.

Choirudin, Muhamad. (2014). Urgensi Pendidikan Seks Sejak Dini Dalam Belenggu Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Sebuah upaya preventif dan

protektif). Kediri.

Sumber Brosur

(13)

1 BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena perilaku negatif terhadap anak saat ini sangat memprihatinkan. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010 Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan 80% anak yang mengalami tindak kekerasan berusia di bawah 15 tahun, kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik, psikologis, dan kekerasan seksual (Paramastri, 2010: h.2). Presentase tersebut menunjukan bahwa tindak kekerasan pada anak sangat tinggi.

Namun, kekerasan seksual pada anak merupakan tingkat kekerasan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikologis. Secara umum kekerasan seksual pada anak adalah bentuk paksaan kepada seorang anak dalam aktivitas seksual, aktivitas seksual tersebut meliputi melihat, meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan (Paramastri, 2010: h.2). Pada umumnya masyarakat mendefinisikan kekerasan seksual itu hanya dalam bentuk pemerkosaan. Padahal, segala aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak dalam bentuk paksaan juga merupakan kekerasan seksual, walaupun hanya paksaan untuk melihat bagian intim seorang anak.

Suharto (seperti dikutip Huraerah, 2012) memaparkan data pada tahun 2002 yang menunjukan bahwa anak usia 6-12 tahun paling sering mengalami kekerasan seksual (33%) dan emosional (28,8%), dibandingkan dengan kekerasan yang bersifat fisik (24,1%). Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian kecil kekerasan pada anak yang terjadi hanya dalam bentuk fisik dan emosional, namun yang paling tinggi adalah kekerasan seksual pada anak.

(14)

2 bukan dari orang lain yang belum pernah dikenal anak melainkan sebaliknya. Huraerah (2012) menjelaskan bahwa kekerasan seksual sering terjadi di rumah (48%), tempat umum (6,1%), sekolah (4,1%), tempat kerja (3,0%), lain-lain (0,4%). Hal ini menunjukan bahwa rumah merupakan tempat yang pada umumnya sering dijadikan tempat kekerasan tersebut.

Banyak kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di berbagai daerah yang telah diberitakan oleh media seperti di Cirebon seseorang yang telah mencabuli gadis-gadis ABG (Anak Baru Gede) rata-rata berumur 12-14 tahun, kemudian guru yang memperkosa muridnya terjadi di Buleleng Bali, kasus Edy Afhan (14 tahun) yang memperkosa Meka (3 tahun) (Angraeni, 2009: h.1). Kejadian serupa muncul di Sukabumi Jawa Barat, sebanyak 110 anak melapor menjadi korban Andri Sobari alias Emon, walaupun hanya sekitar 60 orang yang diduga diperlakukan tidak pantas. Setelah itu, muncul pengakuan dari buruh serabutan asal Lebaksiu Kabupaten Tegal, Sama'i alias Ropi'i yang telah melecehkan lebih dari 100 anak lelaki. Bahkan ada yang berprofesi sebagai guru dan tokoh agama yang seharusnya melindungi dan mendidik anak (Hidayati, 2014: h.68). Selain itu, kasus kekerasan seksual lainnya adalah kekerasan seksual terhadap Putri, warga kota Jakarta yang berakhir dengan pembunuhan oleh Agus. Pada bulan mei 2016 telah banyak kekerasan seksual yang terjadi dan ramai dibicarakan, diantaranya adalah kasus perkosaan sekaligus pembunuhan yang dilakukan 14 ABG (Anak Baru Gede) terhadap Yuyun (14 tahun) di Bengkulu. Setelah itu di Bekasi muncul kasus seorang gadis bernama Putri (12 tahun) yang diperkosa oleh orang yang tak dikenal ketika pulang sekolah dengan modus meminta untuk diantarkan ke suatu alamat (Djamhari, 2016: para.1-3). Kasus terakhir yang tak kalah menghebohkan adalah pemerkosaan terhadap 58 anak yang dilakukan oleh Sony Sandra alias Koko (60 tahun) seorang pengusaha terkenal di kota Kediri (Ronald, 2016).

(15)

3 pedofilia disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang buruk terutama yang berhubungan dengan kekerasan seksual (Sugijokanto, 2014: h.87). Permasalahan lain yaitu masih banyak pelaku kekerassan seksual terhadap anak yang belum dihukum oleh pihak berwajib. Penyebabnya adalah beberapa kasus yang terjadi tidak dilaporkan oleh pihak bersangkutan karena sebagian besar masyarakat malu dan menganggap itu adalah aib keluarga (Hidayati, 2014: h.68). Selain itu masalah lainnya adalah adanya pengaruh buruk dari lingkungan yaitu artikel/bacaan yang bersifat porno, gambar-gambar porno dan film porno yang dapat mempengaruhi pembaca atau yang melihatnya terutama oleh anak usia remaja (Anggraeni, 2009: h.7). Tidak hanya itu, sebagian orang tua tidak mengajarkan pendidikan seksual sejak dini kepada anak, sebagian besar orang tua masih belum memahami bagaimana cara melakukan pendidikan seksual yang baik pada anak (Paramastri, 2010: h.11). Masalah tersebut merupakan masalah yang mendasar dari lingkup internal keluarga, karena tahap yang paling awal pendidikan seksual bagi anak pada umumnya diberikan oleh keluarga, contohnya mengenalkan mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Paramastri, 2010: h.10). Orang tua sudah seharusnya bertanggung jawab untuk mengajarkan pendidikan seksual sejak dini agar anak lebih memahami segala bentuk tindakan yang dialami terutama tindakan seksual yang merugikan.

Jika masalah ini terus dibiarkan, maka jumlah kasus kekerasan seksual pada anak akan terus mengalami peningkatan dan akan berdampak buruk bagi anak. Dampak dari kekerasan seksual secara fisik dapat berupa luka pada bagian intim anak, Dampak psikologi meliputi trauma mental, ketakutan, malu, kecemasan bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri. Selain itu dampak sosial yang akan dialami anak adalah perlakuan sinis dari masyarakat di sekelilingnya dan takut untuk berinteraksi. Kekerasan seksual terhadap anak akan menjadi trauma yang berkepanjangan hingga dewasa, disamping itu kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari (Paramastri, 2010: h.2).

(16)

4 dan peduli dengan masalah kekerasan ini agar dapat mencegah kekerasan seksual terhadap anak. Maka dari itu harus ada upaya untuk mangajak orang tua agar mengajarkan pendidikan seksual yang baik pada anak dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga anak dari kekerasan seksual.

I.2 Identifikasi Masalah

Adapun beberapa identifikasi masalah terkait kekerasan seksual terhadap anak, yaitu:

 Adanya peningkatan tindak kekerasan seksual pada anak setiap tahun menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

 Adanya anggapan aib oleh sebagian besar masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang telah terjadi.

 Sebagian besar orang tua masih belum memahami bagaimana cara melakukan pendidikan seksual yang baik pada anak.

I.3 Rumusan Masalah

Fenomena kekerasan seksual terhadap anak semakin mengalami peningkatan, sudah banyak kasus-kasus yang terungkap, namun jika terus dibiarkan jumlah korban kekerasan tersebut akan terus mengalami peningkatan. Maka dari itu perlu dilakukan himbauan dan ajakan terkait langkah preventif yang harus dilakukan oleh orang tua dalam menjaga anak dan meningkatkan kepedulian lingkungan (masyarakat) terkait masalah kekerasan seksual pada anak. Rumusan masalah dari hal tersebut adalah mengenai bagaimana penyampaian pesan yang efektif agar pesan tentang pendidikan seksual pada anak tersampaikan kepada orang tua dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dan mengajak masyarakat agar meningkatkan kepedulian terhadap anak.

I.4 Batasan Masalah

Masalah kekerasan seksual terhadap anak terjadi di berbagai daerah, maka dari itu ada beberapa batasan masalah yang harus diperhatikan, yaitu:

(17)

5 tersebut. Perancangan ini lebih ditujukan kepada orang tua yang memiliki anak usia 6-12 tahun, karena menurut data yang didapatkan usia 6-12 tahun paling sering mengalami kekerasan seksual (33%) (Huraerah, 2012: h.22).

 Batasan masalah dari dari sisi subjek, masalah yang difokuskan adalah tentang pendidikan seksual sejak dini, karena orang tua masih belum memahami bagaimana cara memberikan pendidikan seksual yang baik pada anak.

 Masalah kekerasan seksual secara umum terjadi di berbagai wilayah, salah satunya adalah kota Bandung. Kota Bandung dipilih karena memiliki catatan kekerasan seksual pada anak yang cukup tinggi, sehingga kota Bandung dijadikan studi kasus.

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

Ada beberapa tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui perancangan ini, yaitu:

 Meningkatkan pengetahuan orang tua serta anak tentang menjaga diri dari tindakan kekerasan sekual.

 Orang tua akan memahami bagaimana memberikan pendidikan seksual yang baik bagi anak, sehingga menjadi langkah preventif orang tua dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak.

(18)

6 BAB II. KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

II.1 Kekerasan

Secara umum kekerasan merupakan sebuah tindakan negatif yang dilakukan seseorang. Kekerasan merupakan sebuah terminologi yang sarat dengan arti dan makna “derita”, baik dikaji dari perspektif psikologi maupun hukum, bahwa di dalamnya terkandung perilaku manusia (seseorang/kelompok orang) yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain, (pribadi/ kelompok) (Pasalbessy, 2010: h.9). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kekerasan adalah sebuah perilaku menyimpang dengan cara yang kejam sehingga menimbulkan penderitaan bagi seseorang baik itu kekerasan fisik, emosional, ataupun seksual.

Teori lain berasal dari The Social Work Dictionary, Barker (seperti dikutip Huraerah, 2012) yang mendefinisikan abuse sebagai “improper behavior intended

to cause physical, psychological, or financial harm to an individual or group”

(kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok). Sedangkan istilah child abuse atau kadang-kadang child maltreatment adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kekerasan terhadap anak.

Selain itu ada teori yang lebih ringkas dari Agency (2015) yang mengatakan bahwa kekerasan adalah sebuah bentuk penindasan yang ditujukan pada orang lain dalam konteks pembahasan korbannya adalah anak.

II.1.1 Jenis-jenis Kekerasan

Terry E. Lawson yang dikutip dalam Baihaqi (1999:XXV) mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak (child abuse) menjadi empat bentuk yaitu: emotional abuse, verbal abuse, physical abuse dan sexual abuse. Sementara itu, Suharto

(19)

7 Adapun jenis-jenis kekerasan menurut Sugijokanto (2014), yaitu:

1. Kekerasan Fisik

Meliputi perlakuan menampar, memukul, mencubit, menjewer, perlakuan fisik lainnya baik dengan tangan maupun benda yang mengakibatkan anak mengalami luka, goresan, cacat tubuh bahkan mengancam keselamatan jiwanya.

2. Kekerasan Emosional

Meliputi perilaku menghina/memberi lebel negatif pada anak, memojokan anak dalam sebuah permasalahan, mengisolasi anak dalam sebuah ruangan sendrian/dalam kelompok, penolakan keras tanpa alasan, mengancam dan meneror anak hingga ketakutan dan minder, bertengkar antar suami istri di depan anak, berteriak dan berkata-kata kasar/tak senonoh terhadap pasangan hidup/anak, mempekerjakan anak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

3. Kekerasan Seksual

Meliputi perilaku mempertontonkan anak kepada hal-hal pornografi (situs/gambar/film/bacaan porno), mempertontonkan anak kepada aktivitas seksual misalnya intercourse, berhubungan seksual dengan anak, meraba-raba atau memainkan organ vital anak, melakukan sodomi terhadap anak, mengintip dan memata-matai anak ketika sedang mandi (voyeurism), memandikan anak diatas usia 5 tahun sehingga anak tidak pernah merasa malu, menyebarkan foto anak dalam keadaan telanjang, mengajarkan anak masturbasi, memaksa anak meraba alat kelamin dan semua tindakan yang bertujuan mengeksploitasi anak secara seksual.

4. Menelantarkan (neglect)

(20)

8 sekolah, tidak mampu meluangkan waktu untuk memberi perhatian dan kasih sayang pada anak.

5. Menelantarkan

Menelantarkan yang dimaksud disini adalah sebuah tindakan pembiaran jika sesuatu kecelakaan atau tragedi menimpa anak, terutama bullying dan kekerasan. Sehingga kejadian tersebut berpotensi terulang kembali.

II.2 Kekerasan Seksual Pada Anak

Kekerasan seksual pada anak merupakan kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis kekerasan lainnya. Kekerasan pada anak di Indonesia sampai dengan September 2006 telah terjadi 861 kasus, 60% diantaranya adalah kasus kekerasan seksual pada anak. Indonesia disorot sebagai negara yang memiliki perlindungan yang sangat lemah terhadap anak (Paramastri, 2010: h.3).

Pada sumber lain di sebuah artikel memaparkan jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi. Pada tahun 2012, sebanyak 2.637 kasus dengan 41 persen kejahatan seksual pada anak, pada 2013 jumlah kekerasan pada anak memang menurun tapi persentase untuk kekerasan seksual melonjak, 60 persen dari kasus yang terjadi. Data terakhir yang dimiliki Komnas Anak, pada Januari-Juni 2014 terdapat 1.039 kasus dengan jumlah korban sebanyak 1.896 anak yang didominasi 60 persen diantaranya dalam kasus kejahatan seksual. (Desideria, 2014: para.2)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (seperti dikutip KIN, 2015) mengatakan jumlah kekerasan pada tahun 2010-2015 di Indonesia terus meningkat, data tersebut bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel II.1 Data kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia. Sumber: Brosur “Konferensi Ibu Nusantara ke-3 (KIN 3)” hal.3, penulis KIN

(2015).

Tahun Jumlah Kasus

2010 171

(21)

9

2012 3.512

2013 4.311

2014 5.066

2015-Agustus 6.006

Kekerasan seksual terhadap anak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya lebih besar dari kekerasan fisik dan psikologis, walaupun mengalami sedikit penurunan namun tidak sebanding dengan peningkatan yang drastis, hal ini terkait data yang didapatkan dari P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Provinsi Jawa Barat, data-data tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel II.2 Data kasus kekerasan seksual pada anak di kota Bandung sampai dengan oktober 2015.

Sumber: “P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Provinsi Jawa Barat”, penulis P2TP2A.

Data tersebut memperlihatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak mencapai jumlah kasus yang lebih banyak dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikologis. Jumlah kasus kekerasan seksual mengalami penurunan dan peningkatan, namun pada umumnya kasus yang terjadi mengalami peningkatan dan jumlahnya melebihi angka 10 setelah tahun 2012.

Kekerasan seksual tersebut bisa terjadi di waktu, tempat dan pelaku yang tak terduga, namun setiap orang terdekat berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual

No. Tahun Jumah Kekerasan

Fisik Psikologis Seksual

(22)

10 terhadap anak. Pelaku kekerasan seksual pada umumnya justru dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban, baik dekat secara fisik (lokasi: tetangga), ataupun dekat secara emosi (keluarga, teman, bahkan guru) (Paramastri, 2010: h.8).

Pada tahun 2014 jumlah kekerasan seksual mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini dapat diidentifikasi melalui program pemerintah terkait langkah preventif kekerasan terhadap anak yang pernah dilakukan.

Gambar II.1 Ketua P2TP2A Jabar Netty Prasetiyani meluncurkan Gerakan 20 Menit Orangtua Mendampingi Anak.

Sumber:

https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2014/05/16/21/864332/EgaM2okh1L.j pg

(Diakses pada 08/05/2016)

Program pemerintah tersebut adalah program yang diresmikan pada 20 mei 2014 bertepatan dengan hari kebangkitan nasional, program tersebut bernama “Gerakan 20 Menit Orang Tua Mendampingi Anak”. Pelaksanaannya serentak dilakukan pada tanggal 20 mei 2014 pukul 18:20 WIB hingga 18:50 WIB, program ini merupakan upaya untuk menurunkan segala tindak kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, psikologis, dan seksual.

(23)

11 beribadah bersama, menemani anak belajar, hingga mendengarkan cerita anak (Riswan, 2014: para.9).

Gerakan mendampingi anak ini adalah salah satu upaya untuk menurunkan tindak kekerasan pada anak, terlihat dari data statistik yang mengalami penurunan di tahun 2014, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penurunan kasus dalam data statistik tersebut adalah masih banyak orang yang tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi karena anggapan aib. Untuk itu data statistik tersebut tidak bisa menjadi tolak ukur yang objektif, namun hanya bisa menjadi gambaran sementara dalam beberapa waktu tertentu. Pada tahun 2015 jumlah kekerasan seksual mengalami peningkatan kembali walaupun data tersebut hanya sampai oktober 2015. Hal ini menunjukan bahwa kekerasan seksual pada anak masih terus terjadi dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka dari itu harus ada langkah antisipatif yang terus dilakukan oleh semua pihak agar kekerasan seksual pada anak dapat diminimalisir.

II.3 Motivasi Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak

Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi oleh siapa saja, baik itu oleh pedofilia atau orang normal. Menurut ahli kejiwaan anak Seto Mulyadi, para korban pedofilia akan mengalami kurang rasa percaya diri dan memiliki pandangan negatif terhadap seks. Para pedofilis memiliki kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak (Hidayati, 2014: h.70).

(24)

12 Berbagai jenis motivasi yang terjadi dijelaskan lebih rinci oleh Priyatna (2015) yang mengatakan bahwa sebagian orang melakukan kekerasan tersebut adalah untuk merasakan kekuatan dan kontrol yang tidak mungkin didapatkan dalam relasi dengan sesama orang dewasa. Orang yang sudah memiliki relasi seksual intim dengan orang dewasapun ada yang melakukan kekerasan seksual pada anak disaat-saat stres yang tak biasa, seperti setelah kehilangan pekerjaan atau perceraian. Motivasi lainnya adalah ketika beberapa orang dewasa disajikan dengan kesempatan tak terduga untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Fakta tersebut menunjukan bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak tidak hanya dari seorang pedofilia melainkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku, seperti saat mengalami stres dan ketika dalam suatu kesempatan untuk melakukan kekerasan tersebut.

Hawari (2013) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga tidak dapat menahan nafsu seksualnya, faktor tersebut antara lain:

 Meminum-minuman keras (miras).

 Memakai narkoba.

 Melihat dan membayangkan pornografi dan pornoaksi.

 Hidup dengan kemiskinan.

 Faktor tempat tinggal yang tidak memadai (tidak ada privacy).

 Suasana yang rawan (sunyi).

 Pelaku dan korban saling mengenal.

 Pengangguran.

 Bermain-main (dokter-dokteran).

 Moral etika agama rendah.

Hal tersebut menunjukan bahwa ada beberapa faktor yang bukan hanya kelainan jiwa dari seseorang (pedofilia) saja, namun ada faktor dari luar (lingkungan) yang membuat pelaku tidak dapat menahan nafsu seksualnya.

(25)

13 II.4 Dampak Kekerasan Seksual Pada Anak

Kekerasan seksual dapat berdampak buruk pada anak, bahkan akan membuat anak memiliki trauma setelah menjadi korban kekerasan tersebut. Pelecehan seksual, penyerangan seksual, kekerasan hingga perkosaan yang dialami oleh seorang wanita dapat juga terhadap anak sebagai korban (victim), merupakan pengalaman traumatik (Hawari, 2013: h.95). Tidak hanya itu, dampak kekerasan seksual pada anak dapat berupa fisik, psikologis, maupun sosial. Dampak secara fisik dapat berupa luka atau robek pada selaput dara. Dampak psikologi meliputi trauma mental, ketakutan, malu, kecemasan bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri. Dampak sosial misalnya perlakuan sinis dari masyarakat di sekelilingnya, ketakutan terlibat dalam pergaulan dan sebagainya (Paramastri, 2010: h.2).

Gambar II.2 Foto anak murung.

Sumber: http://www.radarpekalongan.com/wp-content/uploads/2016/05/53689444a81bb7bf798b457c.jpg

(Diakses pada 08/05/2016)

Moh. Asmawi (seperti dikutip Hidayati, 2014: h.70) mengatakan bahwa dampak yang akan diterima anak adalah sebagai berikut:

1) Tanda-tanda perilaku:

a) Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku dari bahagia ke depresi atau permusuhan, awalnya bersahabat kemudian mengisolasi diri atau dari komunikatif ke penuh rahasia.

(26)

14 c) Perilaku menghindar, takut akan atau menghindar dari orang tertentu (orang tua, kakak, saudara lain, tetangga/pengasuh), lari dari rumah, nakal atau membolos sekolah.

2) Tanda-tanda Kognisi:

a) Tidak dapat berkonsentrasi, sering melamun dan menghayal, fokus perhatian singkat/terpecah).

b) Minat sekolah memudar, menurunnya perhatian terhadap pekerjaan sekolah dibandingkan dengan sebelumnya.

c) Respon reaksi berlebihan, khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan orang lain dalam jarak dekat.

3) Tanda-tanda sosial dan emosional:

a) Rendahnya kepercayaan diri, perasaan tidak berharga.

b) Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau ke bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan.

c) Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang lain.

4) Tanda-tanda fisik:

a) Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin.

b) Perasaan sakit yang tidak jelas, sakit kepala, sakit perut, berat badan turun dan sering muntah-muntah.

c) Hamil.

II.5 Definisi Anak

(27)

15 Gambar II.3 Foto anak.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Rentan usia yang disebut anak berbeda-beda menurut beberapa sumber, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun, kemudian undang-undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: h.19). Rentan umur tersebut relevan dengan kasus yang telah terbukti bahwa rata-rata umur korban kekerasan seksual terhadap anak tersebut adalah dibawah 17 tahun.

(28)

16 Peran orang tua terhadap anak dalam menjaga agar terhindar dari kekerasan seksual sangat penting, sebaiknya orang tua mengajarkan pada anak untuk menjaga beberapa bagian tubuh yang tidak boleh dilihat apalagi disentuh oleh orang lain. Priyatna (2015) menjelaskan mengenai beberapa bagian tubuh yang harus diperhatikan oleh anak, agar dapat membatasi perilaku orang lain, batasan-batasan tersebut antara lain:

1. Tidak seorangpun yang boleh menyentuh bagian tubuh yang ditutupi oleh baju dan celana.

2. Segera menjauh dari orang atau teman yang suka mempertontonkan bagian tubuh yang bersifat pribadi.

3. Anak harus diajarkan untuk menolak orang lain yang ingin menyentuh beberapa bagian tubuh yang bersifat pribadi, walaupun itu teman, saudara atau orang dewasa.

4. Ajarkan anak untuk selalu menceritakan apapun yang berhubungan dengan bagian-bagian tubuh. Hanya kepada orang tualah anak harus menceritakan semuanya.

II.5.1 Psikologi Anak

Semua orang termasuk anak-anak adalah makhluk seksual, sama-sama memiliki perasaan seksual dan ingin tahu tentang seksualitas (Priyatna, 2015: h.8). Rasa ingin tahu anak yang berhubungan dengan seksualitas dapat membuat anak menjelajahi diri sendiri mulai dari melihat dan menyentuh. Anak akan membaca majalah, buku, video dan internet untuk memuaskan hasrat keingintahuannya tentang seks.

(29)

17 Gambar II.4 Foto anak-anak.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2012

Setiap rentan usia anak memiliki psikologi yang berbeda-beda, seperti halnya anak usia 5 tahun akan memiliki perilaku yang berbeda dengan anak yang berusia 8 tahun. Priyatna (2015) mengklasifikasikan psikologi anak yang wajar dan tidak wajar pada beberapa rentan usia dalam konteks seksualitas, yaitu:

1. Usia Prasekolah (0-5 tahun) Perilaku wajar:

 Mengajukan pertanyaan atau mengekspresikan pengetahuan yang berkaitan dengan: perbedaan jenis kelamin, bagian tubuh pribadi, kebersihan dan toilet, kehamilan dan kelahiran.

 Mengeksplorasi alat kelamin.

 Menampilkan dan melihat bagian tubuh pribadinya. Perilaku tidak wajar:

 Memiliki pengetahuan tentang tindakan seksual tertentu atau mengetahui istilah seksual eksplisit.

 Melakukan hubungan seksual seperti orang dewasa dengan anak-anak lain.

(30)

18

 Mempunyai pengetahuan atau mengajukan pertanyaan tentang: perkembangan fisik, relasi, pelaku seksual, menstruasi dan kehamilan, nilai-nilai pribadi.

 Bereksperimen dengan teman sesama usia dan jenis kelamin yang sama saat bermain pura-pura.

 Kadang melakukan stimulus diri secara pribadi Perilaku tidak wajar:

 Mengetahui interaksi seksual seperti orang dewasa.

 Memiliki pengetahuan tentang tindakan seksual tertentu.

 Berperilaku seksual di tempat umum atau melalui penggunaan telepon atau internet.

3. Usia sekolah (9-12 tahun)

Anak mulai mengalami perubahan hormon dan mulai menerima pengaruh eksternal, seperti teman-teman, media dan internet. Semua itu akan meningkatkan kesadaran seksual, perasaan dan puncak masa pubertas. Perilaku wajar:

 Mempunyai pengetahuan atau mengajukan pertanyaan tentang: informasi dan materi seksual, relasi dan perilaku seksual, mulai menggunakan kata-kata seksual dan suka mendiskusikan tindakan seksual dan nilai-nilai pribadi terutama dengan teman sebaya.

 Terjadinya peningkatan eksperimen dengan perilaku seksual dan hubungan romantis.

 Suka menstimulus diri secara pribadi. Perilaku tidak wajar:

 Menampilkan perilaku seksual seperti orang dewasa.

 Berperilaku seksual di tempat umum.

(31)

19 II.5.2 Pendidikan Seksual Anak

Pendidikan seksual merupakan topik yang masih tabu untuk dibicarakan, namun pemberian pendidikan seksual oleh orang tua sangat penting bagi anak. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan (Safita, 2013: h.34).

Masyarakat Indonesia memiliki perspektif yang salah mengenai pendidikan seksual. Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin (Safita, 2013: h.36). Padahal pendidikan seksual cakupannya luas. Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomi dan biologis juga menerangkan aspek-aspek psikologis dan moral.

Choirudin (2014) menjelaskan bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak islami serta menutup segala kemungkinan ke arah penyimpangan-penyimpangan seksual. Hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan seksual adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga diri dari hal yang negatif dalam konteks seksual.

(32)

20 Penyampaian pendidikan seksual harus dilihat dari waktu yang tepat dalam mempelajari kebiasaan anak. Sigmund Freud (seperti dikutip Hastomo, 2007) yang dikenal dengan teori psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual terbagi menjadi 4 fase, yaitu:

1. Fase Oral

Berlangsung dari lahir sampai usia 2 tahun. Anak mendapatkan kenikmatan melalui mulutnya. Hal itu terlihat saat anak menyusu pada puting payudara ibunya maupun memasukkan segala sesuatu ke mulutnya.

2. Fase Muskuler

Berlangsung dari usia 2 sampai 3 tahun atau paling telat di usia 4 tahun. Pusat kenikmatan anak berpindah ke otot yang ditandai dengan kesenangan dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.

3. Fase Anal Uretral

Berlangsung dari usia 3 atau 4 sampai dengan 5 tahun. Pusat kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing. Wajar ketika anak suka menahan BAB (buang air besar) atau BAK (buang air kecil).

4. Fase Genital

Berlangsung dari usia 5 sampai 7 tahun. Pusat kenikmatan dirasakan pada alat kelamin yang ditandai dengan senang memegang alat kelaminnya. Seiring kemampuan berpikirnya yang meningkat, umumnya muncul rasa ingin tahunya akan anggota tubuhnya. Seringkali memperhatikan atau mempermainkan alat kelamin.

Setiap usia tertentu anak akan mengalami kebiasaan dan pengelaman yang berbeda, untuk itu orang tua harus bisa membantu mengarahkan tentang perkembangan seksual yang baik.

II.5.3 Undang-undang Perlindungan Anak

(33)

-21 undang Hak Asasi Manusia UU No. 39 tahun 1999 pasal 33 (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan kejam tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan”, sedangkan pasal 29 (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya” (Hidayati, 2014: h.71).

Undang-undang perlindungan anak dijelaskan pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002, lebih spesifik pada pasal 13 (1) yang mengatakan bahwa: “setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya”. Selain itu pada pasal 59 menyatakan bahwa “pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.” (Hidayati, 2014: h.71).

II.5.4 Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Anak sudah seharusnya dilindungi oleh negara, maka dari itu dibentuklah suatu lembaga yang bernama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Gambar II.5 Logo Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sumber: http://www.kpai.go.id/files/2013/06/logo-342.png

(34)

22 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang tersebut disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002 (KPAI, 2016: para.1).

Huraerah (2012) menjelaskan tentang tugas pokok KPAI yang tertera dalam pasal 76. Tugas pokok tersebut berbunyi:

a) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

b) Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Pada pasal terebut tugas KPAI adalah mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 20, yaitu: “Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan khusus. KPAI bukan institusi teknis yang menyelenggarakan perlindungan anak. (KPAI, 2016: para.5).

II.6 Analisis

Saat ini kasus kekerasan seksual menjadi topik yang sering dibicarakan baik dikalangan nasional maupun internasional. Hal ini terkait dengan berbagai kasus yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti halnya di kota Bandung.

(35)

23 II.6.1 Kuesioner

Berbagai kesimpulan didapatkan dari data hasil kuesioner, hasil tersebut dijelaskan dalam bentuk diagram, pertanyaan kuesioner yang diberikan dalam bentuk pilihan ganda, terdapat responden berjumlah 26 orang yang merupakan 12 diantaranya perempuan dan 14 lainnya adalah laki-laki. Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 25 Januari 2016 di beberapa daerah kota Bandung. Salah satu pertanyaan yang dijawab terkait langkah preventif adalah sebagai berikut:

Gambar II.6 Diagram langkah preventif orang tua pada anak. Sumber: Dokumen pribadi, 2016

Untuk langkah preventif orang tua agar terhindar dari kekerasan seksual pada anak responden memilih memberikan bimbingan langsung kepada anak sebesar 46,15%.

Permasalahan utama kekerasan seksual yang terus meningkat adalah dari internal keluarga yaitu orang tua, sebagaimana data kuesioner sebagai berikut:

Gambar II.7 Diagram penyebab terjadi kekerasan seksual pada anak. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

(36)

24 Milihat dari data hasil diagram diatas, data tersebut menunjukan bahwa 65,38% responden berpendapat bahwa terjadinya kekerasan seksual terhadap anak diakibatkan oleh kelalaian orang tua dalam mengasuh anak.

II.6.2 Wawancara

Berbagai elemen masyarakat dan lembaga pemerintah baik di daerah maupun pusat telah berupaya menanggulangi berbagai permasalahan terkait dengan kekerasan seksual pada anak. Khusus di setiap daerah di Indonesia, ada lembaga yang mempunyai kewenangan dalam menangani masalah kekerasan seksual pada anak yaitu P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak).

Gambar II.8 Foto setelah wawancara dengan pihak P2TP2A. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

(37)

25 tetangga, bahkan tenaga pendidik di sekolah. Dilihat dari segi hukum Astrid menjelaskan bahwa hukum di Indonesia sudah cukup tegas namun kembali lagi pada masing-masing individu.

Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua bisa menjadi salah satu pelaku kekerasan, padahal seharusnya orang yang mendidik anaknya dengan baik, menjaga dan merawat anak sehingga anak akan lebih merasa aman, karena pendidikan awal anak adalah dari orang tua. Begitupula di lingkungan sekolah, walaupun awalnya sekolah merupakan tempat mengabdi ilmu secara formal yang aman, namun saat ini tidak sedikit tenaga pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak sehingga membuat orang tua lebih berhati-hati menyekolahkan anaknya. Untuk itu orang tua harus membekali anak sejak dini melalui pendidikan seksual yang baik, sehingga anak akan memahami beberapa tindakan yang melanggar, yaitu tindakan seksual.

II.6.3 Studi Pustaka

Observasi yang dilakukan adalah dengan cara mencari data dari kajian pustaka, salah satunya adalah jurnal yang membahas mengenai kekerasan seksual terhadap anak, jurnal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jurnal Psikologi dengan judul Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children. Jurnal tersebut menerangkan mengenai kasus yang terjadi di Jogjakarta yang meneliti beberapa anak kelas 4 SD (Sekolah Dasar) terkait langkah prevensi yang bisa dilakukan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa harus dilakukan pendidikan seksual sejak dini pada waktu yang tepat dan menggunakan alat bantu, seperti gambar, komik, karikatur, maupun dengan menggunakan audio visual.

(38)

26 hak dan kewajibannya di dalam hukum, meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak, memberikan bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi maupun hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua pihak, termasuk masyarakat dan negara.

II.7 Resume

(39)

27 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyampaikan pesan, langkah-langkah tersebut adalah menentukan khalayak sasaran, khalayak sasaran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu consumer insight dan consumer journey agar pesan tersampaikan dengan baik, maka yang harus dilakukan adalah dengan cara mengetahui consumer insight dan aktivitas dari konsumen untuk dijadikan acuan bagi media yang dapat digunakan baik itu media informing, persuading, atau reminding. Setelah penentuan khalayak sasaran,

selanjutnya adalah menentukan tujuan komunikasi.

Langkah selanjutnya dalam strategi perancangan ini adalah menentukan pendekatan komunikasi baik secara verbal maupun visual, menentukan materi pesan, gaya bahasa yang akan digunakan, penentuan mandatory (pemberi mandat) serta strategi media maupun strategi distribusi.

III.1.1 Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran ditentukan dengan cara mengetahui consumer insight dan consumer journey. Khalayak sasaran ditentukan dua target, pertama target primer

dan kedua target sekunder. Target primer dapat dilihat dengan beberapa faktor, yaitu:

1. Demografi

Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan Usia : 26-36 tahun

Status : Sudah menikah Ekonomi : Menengah

(40)

28 2. Geografi

Khalayak sasaran dari segi geografi adalah masyarakat perkotaan yang bertempat tinggal di gang-gang kecil atau perumahan.

3. Psikografi

Orang tua yang memiliki kesibukan dalam bekerja, memiliki waktu sedikit dengan anak, khawatir dengan keadaan anak ketika anak sekolah, bermain atau ditinggalkan sendirian ketika bekerja.

Target sekunder dari perancangan ini adalah anak yang berusia 6-12 tahun, karena menurut data yang didapatkan usia 6-12 tahun paling sering mengalami kekerasan seksual (33%) (Huraerah, 2012: h.22), pada usia tersebut kabanyakan anak sudah mulai bisa membaca dengan lancar dan kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan ini sangat diperlukan.

Consumer Insight

Target primer pada perancangan ini adalah orang tua yang memiliki kesibukan dengan pekerjaannya dan memiliki waktu yang sedikit bersama anak. Sehingga ada kekhawatiran orang tua terhadap anak yang ditinggalkan bekerja. Consumer insight dari orang tua ini adalah sebagai berikut:

 Ingin anak terhindar dari kekerasan seksual.

 Ingin anak selalu terjaga walaupun dalam keadaan tanpa pengawasan orang tua.

 Khawatir ada orang lain yang berbuat tidak senonoh pada anak.

 Khawatir anak bergaul dengan orang yang tidak baik.

Consumer Journey

(41)

29 Tabel III.1 Consumer Journey orang tua.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016.

Waktu Aktivitas Tempat Point Of Contact

04:30 Bangun tidur Kamar tidur Kasur, jam, selimut, bantal 04:45 Wudhu Kamar mandi Gayung, bak mandi, air 04:50 Shalat Kamar tidur Sajadah dan alat shalat

Kasur, bantal, selimut, piring, gelas, nasi, alat masak, jadwal pelajaran, kalender, seragam sekolah, tas, bekal (minum/makan), buku, pensil, pulpen,

Meja, kursi, piring, gelas, tv, sendok, garpu, makanan. 06:45 Mengantar raya, billboard, baliho, spanduk, rambu lalu lintas, sekolah, tempat kerja. 07:30-15:00 Bekerja,

shalat, mading (majalah dinding), sticky note, handphone,

(42)

30 mushola, tempat wudhu, karpet, jam.

15:30:16:00 Pulang kerja Jalan Motor dan helm, kendaraan umum (angkot, bus), jalan raya, billboard, spanduk, baliho, rambu lalu lintas, rumah.

17:00 Mandi, shalat Kamar mandi, kamar tidur

Baju, sepatu, air, pasta gigi, sikat gigi, cermin, sabun, handuk, alat shalat.

18:00 Shalat Mushola Masjid, karpet, sajadah.

19:00 Makan,

22:00 Tidur Kamar tidur Kasur, selimut, bantal, jam.

III.1.2 Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi dalam perancangan ini adalah mengajak orang tua untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak dengan mengajarkan pendidikan seksual, sehingga anak akan mengerti apa yang harus dilakukan pada saat situasi tertentu agar terhindar dari resiko terjadinya kekerasan seksual.

III.1.3 Pendekatan Komunikasi

(43)

31

 Pendekatan Verbal:

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang tidak baku agar pesan yang disampaikan tidak terkesan kaku dan agar mudah dipahami, karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang umum digunakan (nasional) maka diharapkan dapat dimengerti oleh seluruh Indonesia.

 Pendekatan Visual

Pendekatan visual yang digunakan adalah dalam bentuk ilustrasi flat design, agar penyampaian pesan tentang pendidikan seksual mudah untuk dipahami. Ilustrasi menghindari persepsi tentang pornografi, sehingga penyampaian pesan akan lebih efektif jika disampaikan dalam bentuk ilustrasi. Ilustrasi sederhana seperti flat design mempermudah pemaparan pesan secara langsung dan menghindari konten pornografi. Beberapa referensi flat design sebagai berikut:

Gambar III.1 Referensi visual flat design 1

Sumber: http://undas.co/wp-content/uploads/2015/06/3-Best-Web-Design-Trend-Tips-for-Designers-in-2015-1-1.jpg

(44)

32 Gambar III.2 Referensi visual flat design 2

Sumber:

http://cache1.asset-cache.net/xc/514857329.jpg?v=2&c=IWSAsset&k=2&d=S4GqQAVuVv1ZIuJkd 23v4Ecdp2ABFSRL_8vZ2Ydx29sxCKDi6r_OYU-fk4sbgV3b0

(Diakses pada 10/06/2016)

Gambar III.3 Referensi visual flat design 3

Sumber: http://image.shutterstock.com/z/stock-vector-human-trafficking-flat-

(45)

33 Gambar III.4 Referensi visual flat design 4

Sumber:

http://previews.123rf.com/images/juliatim/juliatim1502/juliatim150200070/36761

199-Vector-illustration-of-happy-family-Smiling-dad-mom-grandparents-and-two-kids-isolated-on-white-Stock-Vector.jpg (Diakses pada 10/06/2016)

Gambar III.5 Referensi visual flat design 5 Sumber:

https://image.shutterstock.com/display_pic_with_logo/1816916/328539146/stock-

(46)

34 III.1.4 Materi Pesan

Materi pesan yang disampaikan tentang pendidikan seksual ini adalah sebagai berikut:

 Mengajak orang tua agar mengajarkan pendidikan seksual tehadap anak melihat urgensi kekerasan seksual terhadap anak sangat tinggi.

 Mengajak orang tua untuk mengajarkan hal-hal yang perlu dilakukan anak dalam mencegah kekerasan seksual, baik itu di lingkungan rumah atau luar rumah, sekolah atau di jalan anak agar mudah mengambil keputusan ketika tidak dalam pengawasan orang tua.

III.I.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia sehari-hari yang umum digunakan dan bersifat santai. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sehingga dapat dimengerti oleh sebagian besar masyarakat. Perancangan ini bersifat ajakan pada orang tua, sehingga gaya bahasa yang digunakan sebisa mungkin lebih persuasif.

III.1.6 Pemberi Mandat

Pemberi mandat (mandatory) dalam perancangan ini berkaitan dengan penerbit buku, karena penyampaian pesan yang cukup banyak membutuhkan media yang dapat menyampaikan pesan tersebut, sehingga media yang digunakan adalah buku. Penerbit buku yang sering menerbitkan buku-buku parenting dan anak adalah sebagai berikut:

Gambar III.6 Logo penerbit Nourabooks Sumber:

https://media.licdn.com/mpr/mpr/shrink_200_200/AAEAAQAAAAAAAAWNA AAAJGNmMDVkN2NmLTEyZTItNGNmZS1iZmM4LTQ2MmViZDFlOTJjNQ

.png

(47)

35 Nourabooks merupakan penerbit buku yang dibentuk pada tahun 2012. Nourabook dipilih karena tidak sedikit buku nonfiksi yang berhubungan dengan orang tua dan anak cukup banyak diterbitkan. Noura Books sendiri menjalin kerjasama dengan tokoh-tokoh yang memiliki kapasitas yang mumpuni dalam hal parenting diantaranya adalah Ayah Edy, Kak Seto Mulyadi, psikolog terkenal Boyke Dian Nugraha dan Sonia Wibisono.

Selain mandatory tersebut, lembaga secara nasional yang menangani masalah tentang tindak kekerasan yang khususnya menimpa anak adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

Gambar III.7 Logo Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sumber: http://www.kpai.go.id/files/2013/06/logo-342.png

(Diakses pada 11/04/2016)

Diharapkan kerjasama dengan KPAI bisa menjadi landasan yang kuat bagi masyarakat untuk membeli buku tersebut, karena KPAI dipercaya sebagai lembaga yang paling berwenang dalam menangangi kekerasan terhadap anak.

Pada saat peluncuran buku (launching buku) tentu dibutuhkan toko buku yang bekerja sama dengan penerbit buku dalam pendistribusian media.

Gambar III.8 Logo toko buku Gramedia

(48)

36 Toko buku gramedia merupakan mandatory dalam acara event (launching buku), tidak lain adalah penyelenggara launching.

III.1.7 Strategi Kreatif

Strategi kreatif dalam penyampaian pesan ini adalah berbentuk kampanye. Perancangan kampanye ini ditujukan agar memberikan dampak baik pada pertumbuhan anak tidak lain adalah mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Menurut Rogers dan Storey (seperti dikutip Amalia, 2012) menjelaskan kampanye adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisir dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu.

Strategi perancangan kampanye pendidikan seksual ini adalah untuk mengajak masyarakat khususnya orang tua agar mengajarkan cara untuk mencegah kekerasan seksual pada anak dengan pendidikan seksual.

Safita (2013) menjelaskan bahwa orang tua di Indonesia memiliki beberapa metode dalam membimbing/mendidik anak, metode atau pendekatan tersebut adalah: otoriter, permissif, dan demokratis. Metode pembinaan secara otoriter dicirikan orang tua sebagai pusat segala-galanya dalam menentukan dan memutuskan segala sesuatu, anak tinggal menjalankannya tanpa penjelasan ataupun mengetahui alasannya tindakan itu harus dilaksanakan anak.

(49)

37 Kaitannya dengan pendidikan seksual ini adalah ajakan yang disampaikan sebaiknya ditentukan dengan pendekatan orang tua terhadap anak. Metode atau pendekatan yang tepat adalah dengan metode demoktratis, karena dalam proses ajakan khususnya pendidikan seksual untuk mencegah kekerasan seksual pada anak akan lebih dipahami anak jika dilakukan dengan cara diskusi antara orang tua dan anak, serta didukung dengan visualisasi ilustrasi agar memberikan penjabaran yang jelas sehingga anak akan mengerti perilaku-perilaku yang harus harus dilakukan.

Perancangan kampanye pencegahan kekerasan seksual melalui pendidikan seksual ini diberikan dalam bentuk buku ilustrasi dengan pendekatan komunikasi yang tepat, sehingga pesan yang disampaikan dapat mudah dipahami.

Strategi kreatif dalam perancangan kampanye ini adalah untuk menarik minat orang tua agar mengajarkan pendidikan seksual pada anak. Strategi dalam kampanye ini adalah sebagai berikut:

Copywriting

Copywriting dalam perancangan kampanye ini adalah menentukan konten yang akan disampaikan dalam buku. Copywriting dalam buku ini adalah sebagai berikut:

 Judul buku: “22 Tips Pendidikan Seksual”

Judul buku tersebut mewakili keseluruhan jumlah konten yang diberikan. Dua puluh dua adalah jumlah tips yang diberikan.

 Sub Judul: “Ayo cegah anak dari kekerasan seksual”

Sub judul yang digunakan berguna untuk penegasan pada judul dan bersifat persuasif. Kata “ayo” digunakan untuk mengajak orang tua agar segera bertindak mencegah anak dari kekerasan seksual.

Copy pada sampul

Pada sampul belakang terdapat ringkasan sekilas tentang isi buku dan copy untuk nomor kode buku dan media sosial penerbit.

Storyline

Storyline pada buku ini dapat dilihat dari struktur isi buku yang diawali

(50)

38 lain: prolog, daftar isi, materi inti pengajaran tentang bagian tubuh, selanjutnya adalah tentang aturan sederhana di rumah, kemudian cara-cara aman di sekolah dan di luar lingkungan rumah dan yang terakhir adalah cara-cara aman yang bisa dilakukan di jalan (perjalanan).

AISAS

Metode pendekatan dalam perancangan ini adalah dengan AISAS (Attention, Interest, Search, Action, Share), Strategi AISAS dalam kampanye ini adalah

dengan mengadakan launching buku. Launching buku ini menjadi salah satu strategi distribusi buku, selain didistribusikan melalui toko-toko buku. Tahapannya terdiri dari:

 Promo Event

Event

Merchandise

Promo event masuk kedalam kategori attention dan interest. Pada tahap ini orang tua diajak untuk meningkatkan ketertarikan pada event (launching buku) yang akan diselenggarakan. Sifatnya adalah memberikan informasi dan ajakan kepada masyarakat khususnya orang tua dengan media yang sesuai.

Event adalah acara launching buku. Tahapan ini termasuk pada tahapan search. Masyarakat diharapkan mencari tahu tentang launching ini dan hadir secara langsung pada saat launching buku dilaksanakan. Dalam acara event ini tentunya akan mengundang pakar bidang terkait anak seperti Kak Seto dan dari pihak KPAI untuk mengadakan talkshow dan launching buku. Tahapan berikutnya adalah Action, yaitu orang tua diharapkan membeli buku di acara tersebut atau di

toko-toko buku dan mengajarkan pendidikan seksual pada anak di rumah dengan cara berdiskusi.

(51)

39 buku. Pembelian buku pada saat launching akan diberikan diskon 30% dari harga normal dan diberikan merchandise yang menarik.

Tahapan berikutnya adalah share, share adalah kegiatan berbagi ilmu, jadi ketika orang tua sudah mengajarkan cara-cara pencegahan kekerasan seksual, orang tua bisa mengajak teman orang tua ataupun anggota keluarga lainnya agar ikut mengajarkan pendidikan seksual pada anak masing-masing. Tidak hanya itu orang tua diharapkan dapat share tentang buku ini di jejaring sosial Facebook.

III.1.8 Strategi Media

Strategi media pada perancangan ini terdiri dari media utama dan media pendukung, media-media tersebut adalah sebagai berikut:

1. Media utama

Media utama yang digunakan adalah buku yang berisikan pendidikan seksual tentang cara-cara mencegah kekerasan seksual baik itu di lingkungan rumah atau luar rumah, sekolah, atau di jalan. Materi yang disampaikan cukup banyak, jadi dibutuhkan media yang memuat pesan yang banyak salah satunya adalah buku. Konten dalam buku ini dibagi beberapa bagian, yaitu aturan sederhana di rumah, aman di sekolah dan lingkungan luar rumah, serta mengajarkan anak agar cerdas ketika berada di perjalanan. Pemilihan media buku ini karena selain buku dapat memuat konten yang lengkap, buku sifatnya fleksibel dapat dibawa kemana saja, bisa dinikmati dalam keadaan santai oleh orang tua dan juga bisa langsung diperlihatkan pada anak pada saat penyampaiannya. Struktur penulisan konten dalam buku ini adalah sebagai berikut:

• Pandangan tentang seks • Apa itu kekerasan seksual? • Peningkatan kekerasan seksual

(52)

40 Daftar Isi

Part I Tubuh

• Perbedaan laki-laki dan perempuan • Pakaian sebagai penutup bagian pribadi • Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh • Tidak!

• Bedakan good touch dan bad touch • Mintalah anak untuk bercerita Part II Aturan Sederhana di Rumah

• Peluk dan cium • Mandi bareng • Kamar tidur

• Hindari tayangan pornografi

Part III Aman di Sekolah dan Lingkungan Luar Rumah • Memeloroti celana

• Tempat pengaduan jika terjadi bahaya • Hindari janji guru

• Komunikasi dengan orang dewasa selain guru atau pengasuh • Yakinkan tentang pelaku kekerasan seksual

Part IV Cerdas di Jalan

• Siapakah itu orang asing?

• Hindari pemberian dari orang tak dikenal • Hindari tempat rawan (sepi/tidak aman) • Tetap bergabung bersama teman

• Titik aman

• Tanamkan kewaspadaan

• Membuat kegaduhan saat terdesak

2. Media pendukung

(53)

41

 Media informasi

Media informasi ini adalah pemberian informasi terkait buku 22 Tips Pendidikan Seksual. Media yang digunakan antara lain: brosur. Brosur dibagikan langsung kepada orang tua di tempat-tempat umum seperti pada saat car free day. Selain brosur, media informing lainnya adalah Facebook penerbit buku, isi pesan yang disampaikan adalah informasi tentang salah cuplikan dalam buku, dan informasi tentang launching buku.

 Media Persuasif

Media persuasif adalah media yang bersifat ajakan, media ini adalah media-media yang digunakan untuk promo event dan acara launching itu sendiri. Media tersebut adalah:

 Poster acara: Berisi tentang informasi acara launching buku yang akan diselenggarakan, poster ini bisa ditempatkan di mading (majalah dinding) sekolah dasar dan mensosialisikan acara tersebut agar guru-guru sekolah dapat menginformasikannya pada orang tua siswa, selain di sekolah poster ini bisa disebarkan melalui Rukun Tetangga (RT), ditempatkan di tempat umum lainnya seperti di halte bis, toilet umum.

 Spanduk: Media ini digunakan untuk menarik perhatian masyarakat, pesan yang disampaikan cukup sedikit karena keterbacaan media ini sangat singkat. Media ini ditempatkan di atas gerbang sekolah dan di pinggir jalan atau tempat tempat umum ramai pengunjung.

 Baliho: Media menyampaikan pesan singkat berisi tentang informasi tanggal acara diselenggarakannya launching buku. Media ini ditempatkan di perempatan jalan dekat rambu lalu lintas.

Backdrop: Media yang digunakan dalam event, diletakan sebagai

background pada saat launching dan talkshow.

X-banner: Media ini berisi informasi tentang acara pada event yang

(54)

42

Uniform: Seragam berguna untuk dijadikan sebagai identitas panitia

terkait acara launching, sehingga ketika orang tua ingin menanyakan sesuatu terkait acara, dapat langsung menanyakan pada panitia. Uniform yang digunakan berbentuk kaos.

Stand: Stand ini berguna untuk tempat penjualan buku.

 Media Reminding

Media reminding adalah media yang bertujuan mengingatkan kembali baik oleh orang tua ataupun oleh anak. Beberapa merchandise akan didapatkan dalam satu paket dengan buku 22 Tips Pendidikan Seksual kecuali tumbler, media tersebut hanya didapatkan pada saat pembelian buku di acara launching buku dan pada saat doorprize. Selain kedua media pendukung

tersebut, media-media pendukung lainnya adalah sebagai berikut:

 Pembatas buku: Pembatas buku adalah merchandise satu paket dengan buku.

 Kalender: Kalender adalah media yang selalu dilihat setiap hari oleh orang tua sebelum beraktivitas, sehingga media ini diharapkan dapat mengingatkan kembali ingatan orang tua terkait pentingnya pendidikan seksual.

 Jadwal pelajaran: Media ini sangat efektif untuk anak bahkan orang tua, karena setiap hari akan melihat jadwal pelajaran sebelum pergi ke sekolah.

 Poster infografis: Poster ini adalah poster tentang 22 Tips Pendidikan Seksual yang diambil dari cuplikian-cuplikan ilustrasi dalam buku namun dipersingkat karena ditujukan untuk media reminding bagi anak, poster ini dapat ditempatkan di kamar anak.

 Tumbler: Kebutuhan untuk minum pasti akan selalu ada, untuk itu media ini diharapkan menjadi reminding anak yang sering membawa minum ke sekolah.

(55)

43

Social Media: Social media yang digunakan adalah Facebook dari

penerbit buku yaitu Noura Books, Facebook ini berfungsi untuk memberikann informasi secara online dan sarana untuk menulis testimony.

III.1.9 Strategi Distribusi

Strategi distribusi dibutuhkan agar pesan yang dapat tersampaikan dengan baik pada khalayak sasaran. Launching buku ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2017 bertepatan dengan hari anak nasional. Namun beberapa minggu sebelumnya sudah sebarkan media-media pendukung seperti poster acara, brosur, baliho dan spanduk untuk menarik perhatian dan meningkatkan ketertarikan pada launching buku yang akan dilaksanakan. Setelah event selesai, buku akan langsung didistribusikan ke toko-toko buku.

Tabel III.2 Jadwal distribusi media. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016.

(56)

44 13. Kalender

14. Jadwal Pelajaran 15. Tumbler

16. Poster Infografis

Tabel III.3 Titik distribusi media. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016.

No. Media Juni 2017 Juli 2017

Promo event 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Poster

 Rukun Tetangga (RT)

 Tempat umum 2. Spanduk

 Pinggir Jalan

 Sekolah Dasar 3. Baliho

(57)

45 12. Jadwal Pelajaran

 Tempat launching

 Toko buku 13. Poster Infografis

 Tempat launching 16. Facebook Nourabooks

 Facebook didistibusikan secara online dan dalam media promo event

III.2 Konsep Visual

Konsep visual pada perancangan kampanye ini dimulai dengan menentukan format desain, kemudian tata letak, tipografi, warna dan ilustrasi yang disesuaikan dengan khalayak sasaran. Konsep visual yang disampaikan pada perancangan kampanye ini adalah memperlihatkan sisi anak-anak dalam desainnya, sehingga membawa pembaca (orang tua) untuk lebih meningkatkan rasa empati terhadap anak.

III.2.1 Format Desain

(58)

46 isi buku menggunakan layout yang berbeda namun memiliki keserasian yang sama dari awal hingga akhir, baik dari tipografi maupun warna.

III.2.2 Tata Letak

Layout adalah penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan ke dalam

sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang (Anggraini, 2014: h.74). Pada perancangan buku ini lebih memberikan salah satu visual yang ditonjolkan, seperti halnya tipografi atau ilustrasi, karena layout yang baik dapat mengarahkan pembaca ke dalam informasi yang disajikan pada layout dari mulai informasi yang penting hingga informasi biasa. Untuk tata letak sampul sendiri sebagai berikut:

Gambar III.9 Layout sampul depan dan belakang Sumber: Doukumentasi pribadi, 2016

(59)

47 Gambar III.10 Layout 1

Sumber: Doukumentasi pribadi, 2016

Gambar III.11 Layout 2 Sumber: Doukumentasi pribadi, 2016

Beberapa layout ditampilkan dengan full ilustrasi dan teks sedikit, ada pula teks yang banyak dengan ilustrasi hanya pendukung teks saja.

III.2.3 Huruf

(60)

48 membuat tulisan pada buku ini akan tidak memiliki keselarasan dan mengganggu kenyamanan pembaca. Tipografi yang digunakan antara lain:

 Broken Chalk

Font tersebut dipilih karena font yang tidak terlalu formal dan memiliki karakter

seperti tulisan pada papan tulis yang memberikan kesan sekolah. Font tersebut digunakan untuk kebutuhan judul pada setiap pembahasan dalam buku.

 Calibri

Font Calibri digunakan untuk body text. Pemilihan font Calibri adalah karena Calibri merupakan font sans serif yang memiliki ciri sederhana dan tingkat keterbacaan tinggi.

 Always Forever

Font ini digunakan untuk quotes pada beberapa awalan setelah judul, huruf tersebut

(61)

49

 DK Garden Gnome

Font ini digunakan untuk setiap Judul pada bab pembahasan. Font tidak terkesan

formal, lebih memperlihatkan karakter anak-anak.

III.2.4 Warna

Warna merupakan faktor yang dominan dalam tampilan sebuah desain grafis, orang akan tertarik pada desain grafis pertama kali pada warna yang dapat mencerminkan suasana hati bagi yang melihatnya (Sudarma, 2015, h.45). Hal ini menunjukan bahwa pembuatan desain harus disesuaikan dengan warna yang akan digunakan. Warna dalam komunikasi memiliki makna tersendiri, menurut Pujiyanto (seperti dikutip Sudarma, 2015) menjelaskan makna dari beberapa warna, yaitu:

 Hijau : Melambangkan kepercayaan, kesegaran, muda, mentah, kesuburan.

 Ungu : Memiliki arti romantis, manis, negatif, tenggelam, sedih, murung, menyerah.

 Biru : Memiliki makna dingin, damai, keakraban, kebersamaan.

 Merah : Agresif, merangsang, menarik, berani, bahaya, perselisihan, semangat.

 Kuning: Terang, bahaya, ceria, hidup, kebesaran dan kematangan

 Coklat : Memberikan kesan netral, bumi.

Gambar

Gambar II.8 Foto setelah wawancara dengan pihak P2TP2A.
Gambar III.1 Referensi visual flat design Sumber: http://undas.co/wp-content/uploads/2015/06/3-Best-Web-Design-Trend-1 Tips-for-Designers-in-2015-1-1.jpg (Diakses pada 10/06/2016)
Gambar III.3 Referensi visual flat design 3
Gambar III.4 Referensi visual flat design 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Muhammad Riau sudah berkembang pesat dilihat dari segi pembangunan dan dalam peningkatan sumber daya manusia, serta dilihat dari

Stasiun II Sungai Pakil dan Sungai Pembalu terletak pada bagian tengah sungai, dimana stasiun II Sungai Pakil hanya didapatkan 66 individu dari 9 jenis, sedangkan Stasiun

Berdasarkan lokasi asal benih, rata-rata pertumbuhan bibit dengan tiga kali pengukuran dapat diketahui bahwa pertumbuhan tinggi yang paling besar adalah bibit asal Carita

Peraturan KPPU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan

Adapun cara yang dipergunakan oleh Koperasi Tengganau Mandiri Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis untuk menggerakkan anggotanya agar melaksanakan rangkaian- kegiatan

Dari hasil-hasil ini disimpulkan bahwa, pemuatan bahan bakar 6 g dengan pengkayaan 233 U 8 % dapat dipilih untuk dipertimbangkan dalam desain teras RGTT200K lebih detail

I Nyoman Puriska (2009: dalam http://www.undiksha.ac.id) menyatakan, jika dianalisis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu terdiri dari

Efisiensi penurunan konsentrasi berbeda-beda dapat dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhi metabolisme rumput teki dengan media tanah TPA dalam reaktor