KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan
Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)
Diajukan oleh :
TEGUH HARYO YUDANTO
060904086
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAKSI
Fokus penelitian ini mengambil tema komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. Masalah yang diangkat membuka peluang bagi keluarga yang mungkin memiliki remaja yang dianggap mempunyai konsep diri negatif dapat memahami bahwa, orang tua memiliki perana penting dalam membina suatu hubungan yang baik dalam keluarga. Komunikasi adalah akar dari pembentukan konsep diri itu sendiri, dan orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. Remaja sangat membutuhkan perhatian dari orang tua terhadap masalah-masalah yang di hadapinya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan lalu diambil kesimpulan. Objek yang diamati dan diwawancarai memiliki kesamaan latar belakang keluarga yaitu keluarga harmonis dan keluarga kurang harmonis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat penting komunikasi antarpribadi orang tua terhadap keluarga dalam membentuk konsep diri remaja. Lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya, dikarenakan lingkungan adalah rumah kedua bagi remaja yang menjelang dewasa. Dukungan dan keterbukaan dalam keluarga harus ada. Atas dasar inilah keluarga dapat mengetahui sejauh mana mereka memahami kondisi satu sama lainnya dalam lingkungan keluarga tersebut. Orang tua juga harus menyadari bahwa merekalah pengaruh besar terbentuknya konsep diri dalam diri remaja yang akan dibawanya hingga dia dewasa.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya yang berlimpah kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi
Antarpribadi dan Pembentukan Konsep diri (Studi Kasus Mengnai Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Pembentuka Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)”. Skripsi ini merupakan tugas akhir perkuliahan penulis sebagai syarat pendidikan sarjana (S-1). Penulis berharap ke depannya skripsi
ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian.
Tentunya skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
senantiasa mengharapkan gagasan baru, kritik, serta saran yang membangun demi
perbaikan ke depan.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, ternyata tidaklah semudah yang
dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari
berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikan skripsi
ini. Khususnya, dorongan dari kedua orang tua penulis baik moril maupun materil
serta do’a. Mereka yang selama ini telah mendidik dan menjadi contoh terbaik dalam
hidup ini, ananda belum bisa membahagiakan kalian, semoga Allah SWT
memberikan kesempatan untuk itu. Mereka adalah Ayahanda tercinta Almarhum Drs.
sampai di sini dan Ibunda tercinta Rukmini yang selalu ada di rumah untuk
membimbing dan memberikan semangat, cinta, dan kasih sayangnya. Untuk abang
dan adik saya Teguh Hariwibowo, AMD dan Teguh Triantoro terima kasih telah
selalu mendoakan penulis dalam setiap kesempatan dan yang selalu berharap bahwa
penulis nantinya akan menjadi manusia yang berguna di masa yang akan datang.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis tidak hanya mengandalkan
kemampuan diri sendiri. Begitu banyak pihak yang memberi kontribusi, baik berupa
materi, pikiran, maupun dorongan semangat dan motivasi. Oleh karena itu melalui
kata pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA dan Ibu Dra.Dewi Kurniawati, M.Si selaku
Ketua dan juga sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi sekaligus penulis
anggap sebagai orangtua kedua yang begitu baik memperlakukan penulis
selama proses pengerjaan skripsi.
3. Ibu Emilia Ramadhani S.Sos. S.Psi selaku dosen pembimbing penulis yang
memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai berbagai hal yang
membuat penulis termotivasi untuk membuat suatu penelitian yang cukup
menantang, dan memiliki kesabaran, ketekunan dalam memberikan
4. Para dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang selalu memberikan contoh,
masukan serta teladan yang patut untuk ditiru oleh penulis berupa semangat
untuk terus belajar dan meraih cita-cita.
5. Kak Ross, Kak Icut, Kak Maya, dan Kak Rotua untuk semua dorongannya
agar penulis segera menyelesaikan studi, serta semua dukungan dan
pengertiannya.
6. Kak Windi, Kak Hanim dan Kak Puan yang selalu memberi masukan positif
yang sangat berguna bagi penulis.
7. Para Pa’de, Pa’lek, Bu’de dan Bu’le juga sepupu-sepupu, serta
keponakan-keponakan penulis yang turut men – support penulis.
8. Radi dan Roki selaku sahabat penulis untuk cerita-ceritanya saat peneliti
sedang merasakan kepenatannya. Terima kasih atas dukungan yang selalu
ada untuk penulis.
9. Bang Abram, Bang Adit, Bang Yogi, Kak Berti, Kak Hanita, Kak Tari,
Bang Galy dan segenap kakak-kakak atau abang-abang yang sudah
membantu suplai materi penelitian penulis dengan tulus dan ikhlas.
10.Adis, Abi, Tika, Aghi, Soya, dan Mira untuk kritikan yang sangat berharga,
serta buat segala macam tingkah laku kalian yang mengisi hari-hari penulis
selama kuliah hingga skripsi, penulis harap kita akan terus seperti saudara.
11.Tomi, Dina, Zawya, Fatimah, Rara, Olin, Rina, Icha, Manda, dan Nurul
untuk selalu menyemangati penulis. Untuk kebersamaan yang tercipta tanpa
12.Para mahasiswa stambuk 2007 dan 2008 yang peneliti kenal dan sering
berinteraksi. Para mahasiswa dari yang 2002 sampai 2005 yang juga turut
men – support penulis dari awal waktu perkuliahan hingga sekarang.
13.Terakhir special thanks to Meila Ramadhani yang selalu membantu saat
tidak ada yang mau membantu lagi dan yang sangat berjasa atas wawancara
terakhir yang terjadi untuk skripsi ini. Terima kasih telah datang pada saat
yang tepat. Walau pertemuan kita terjadi diakhir perkuliahan, namun
penulis berharap kebersamaan kita bisa sampai akhir terhentinya jalan kita
di dunia.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan dapat membuka
khazanah berpikir kita mengenai komunikasi orang tua dan pembentukan konsep diri
remaja.
Medan, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAKSI i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Perumusan Masalah 8
I.3 Pembatasan Masalah 8
I.4 Tujuan Penelitian………. 9
I.5 Manfaat Penelitian……… 9
I.6 Kerangka Teori 11 I.7 Kerangka Konsep 19 I.8 Model Teoritis……….. 21
I.9 Definisi Operasional ……… 21
BAB II URAIAN TEORITIS 25 II.1 Komunikasi Antarpribadi……… 25
II.1.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi……… 25
II.1.2 Prioses Komunikasi Antarpribadi……… 29
II.2 Teori Self Disclosure……….. 34
II.2.1 Johari Window Model……… 34
II.2.2 Jendela Ideal itu……… 40
II.3 Psikologi Komunikasi……… 42
II.3.1 Pengertian psikologi Komunikasi……… 42
II.3.2 Ciri-ciri Pendekatan Psikologi……… 44
II.4 Komunikasi Keluarga………. 48
II.4.1 Pengertian Komunikasi……… 48
II.4.2 Pengertian Keluarga……… 53
II.4.3 Fungsi-fungsi Keluarga……… 55
II.5 Konsep Diri ……… 61
II.5.1 Definisi Konsep Diri……… 61
II.5.2 Pembentukan Konsep Diri……… 63
II.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri……… 66
II.5.4 Jenis Konsep Diri………. 70
II.6 Remaja……… 72
II.6.1 Pembentukan Sikap Remaja……… 73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 74 III.1 Metodologi Penelitian……….. 74
III.1.1 Tradisi Penelitian Kualitatif……… 74
III.1.2 Data Kasus………. 75
III.1.3 Lokasi Dan Subjek Penelitian……… 76
III.1.4 Tekhnik Pengumpulan Data……… 76
III.2 Analisis Data………. 77
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 78 IV.1 Proses Pengumpulan Data……… 78
IV.1.1 Tahap Penjaringan Data……… 78
IV.1.2 Tahap Analisa Data……… 79
IV.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara………... 79
IV.3 Pembahasan……… 92
IV.3.1 Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri…… 93
IV.3.2 Pendapat Psikolog………. 95
BAB V PENUTUP 98
V.2 Saran 99 DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAKSI
Fokus penelitian ini mengambil tema komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. Masalah yang diangkat membuka peluang bagi keluarga yang mungkin memiliki remaja yang dianggap mempunyai konsep diri negatif dapat memahami bahwa, orang tua memiliki perana penting dalam membina suatu hubungan yang baik dalam keluarga. Komunikasi adalah akar dari pembentukan konsep diri itu sendiri, dan orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. Remaja sangat membutuhkan perhatian dari orang tua terhadap masalah-masalah yang di hadapinya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan lalu diambil kesimpulan. Objek yang diamati dan diwawancarai memiliki kesamaan latar belakang keluarga yaitu keluarga harmonis dan keluarga kurang harmonis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat penting komunikasi antarpribadi orang tua terhadap keluarga dalam membentuk konsep diri remaja. Lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya, dikarenakan lingkungan adalah rumah kedua bagi remaja yang menjelang dewasa. Dukungan dan keterbukaan dalam keluarga harus ada. Atas dasar inilah keluarga dapat mengetahui sejauh mana mereka memahami kondisi satu sama lainnya dalam lingkungan keluarga tersebut. Orang tua juga harus menyadari bahwa merekalah pengaruh besar terbentuknya konsep diri dalam diri remaja yang akan dibawanya hingga dia dewasa.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial ciptaan Allah SWT, Tuhan
yang Maha Esa dengan struktur yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan
makhluk tuhan lainnya. Manusia secara alami selalu membutuhkan komunikasi
dengan makhluk sosial lainnya. Manusia memiliki akal pikiran dan kemampuan
berinteraksi secara personal dalam membangun hubungan antara sesama manusia,
maupun membangun hubungan sosial dengan masyarakat dalam lingkungan
interaksi masing-masing. Oleh karena itu manusia disebut sewbagai makhluk yang
unik dengan kemampuan menyampaikan gagasan, ide, dan pendapat dalam proses
komunikasi antar manusia (human communication).
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Kalau boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara
untuk kita bernapas. Ketika lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran udara
demi kelangsungan hidupnya, tetapi juga melakukan pertukaran pesan-pesan dengan
lingkungannya, terutama dengan orang tuanya yang berlangsung secara tetap. Hal ini
dapat kita saksikan pada saat bayi menangis, itu suatu pertanda berupa pesan yang
bermakna antar lain; lapar, buang air kecil, sakit, dan sebagainya.
Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau
belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat,
bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain, dan
sebagainya.
Komunikasi yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari terjadi dalam
beberapa bentuk, seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil,
komunikasi public dan komunikasi massa. Semua itu terkait dan dipengaruhi
beberapa hal seperti lingkungan dan hal lainnya. Komunikasi merupakan keharusan
bagi manusia dalam rangka membentuk atau melakukan pertukaran informasi.
Termasuk dalam proses pertukaran informasi secara pribadi, baik berupa gagasan,
ide, atau pendapat diri. Tujuannya membangun kesamaan pandangan secara pribadi,
sebagai pemenuhan kebutuhan membangun kepuasan komunikasi secara tatap muka
dan lebih bersifat pribadi antar mereka yang berkomunikasi.
Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian panduan pikiran dan
perasaan seseorang kepada seorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau
melakukan kegiatan tertentu (Efendy, 1986:60). Menurut Joseph De Vito (1976),
"komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan
diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik
yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito berpendapat bahwa "Komunikasi
antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial" (Liliweri, 1991:12).
Lebih lanjut Devito (Liliweri, 1991:13) memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri
seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness
(dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
Proses penyampaian pikiran dan perasaan antar manusia sebagai kebutuhan
antar pribadi bukan pengalihan ide yang bebas dari hambatan komunikasi, dengan
latar belakang pribadi, kebiasaan, dan konsep diri yang antara satu orang dengan yang
lainnya, dimana proses ini akan lebih efektif bila berlangsung secara tatap muka.
Hambatan dalam proses komunikasi antar pribadi juga dialami remaja, sebagai masa
pengembangan diri dari anak-anak untuk menjadi dewasa, akan tetapi terkadang
pemikiran mereka belum dewasa, namun tidak juga dibilang anak-anak.
Pada dasarnya, remaja yang menjelang dewasa kebanyakan sudah
menganggap dirinya bisa dan mampu menjalani hidup dan memilih sesuai dengan
keinginannya sendiri. Padahal justru, remaja yang menjelang dewasa, kebanyakan
masih harus atau membutuhkan dukungan maupun bimbingan yang besar dari
keluarga khususnya orang tua yang memang harus mempunyai peranan penting
dalam membina keluarga.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.
Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi perkembangan anak, karena
keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam
kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang
dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama. Menurut
Singgih Dirga Gunarsa (2004: 209) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh
kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi
dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Peningkatan keinginan untuk diakui sebagai bagian dari orang dewasa dengan
segala tanggung jawab sosial tidak jarang berbenturan dengan kemampuan diri
mereka secara pribadi. Disinilah peran besar keluarga terutama orang tua sangat
dibutuhkan untuk memandu proses pertumbuhan atau perkembangan remaja
menjelang dewasa agar terbentuk konsep diri yang positif dan kuat sebagai dewasa
yang mampu mengontrol dirinya dalam perkembangan sosialnya. Namun, banyak
juga keluarga yang menghiraukan pentingnya komunikasi sesama keluarga
disebabkan tidak adanya waktu atau begitu padatnya kesibukan orang tua, yang
beralasan untuk mencari biaya untuk kehidupan keluarganya. Walau waktu yang
diberikan untuk keluarganya sendiri sangat kurang.
Masa remaja menjelang dewasa adalah salah satu tahap dalam perkembangan
hidup seseorang, dimana masa itu merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak,
menuju masa dewasa. Pada masa-masa seperti ini, remaja memiliki keinginan untuk
melakukan kegiatan yang dapat memuaskan dirinya, selain itu juga masa menjelang
dewasa merupakan masa peralihan, dimana rmaja menjelang dewasa ingin mencari
dan membentuk jati dirinya, belum lagi menghadapi masalah-masalah pribadi,
pelajaran ataupun dengan orang tuanya. Pada usia 17 tahun, biasanya orang tua
menganggapnya dewasa dan berada diambang perbatasan dimana remaja harus sadar
Masa remaja adalah salah satu tahap peralihan dalam kehidupan seseorang.
Levinson membedakan empat periode kehidupan yaitu: (1) masa anak dan masa
remaja (0-22), (2) masa dewasa awal (17-45), (3) masa dewasa madya (40-65), dan
(4) masa dewasa akhir (40-60 tahun ke atas). Levinson menganggap pembagian
dalam fase-fase kehidupan sebagai suatu yang universal. Antara 17 dan 22 tahun
seseorang ada dalam dua masa, pra dewasa dan dewasa awal (Monks dkk, 2002:329).
Pieget (Hurlock, 1996:206) mengungkapkan bahwa: “Secara psikologis, masa
remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi
dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang
mencolok,transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa,
yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari perkembangan priode ini”.
Pada masa menjelang dewasa, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia
dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa menjelang dewasa terjadi
perubahan fisik yang sangat cepat yang memang membentuk perubahan fisik, intelek,
emosi, sosial dan juga moral. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk
meng-gabungkan diri dalam 'kelompok teman sebaya'. Kelompok sosial yang baru ini
Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali
melebihi pengaruh keluarga.
Kelompok remaja bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan yang
luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkahlaku dan melakukan
hubungan sosial. Namun kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila ikatan antar
mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi "overacting' dan
energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Pengaruh kelompok ini
juga sering disebut dengan faktor pengaruh lingkungan sosial, dimana lingkungan
sosial merupakan tempat mereka paling sering bersosialisasi dengan orang lain. Dan
pengaruh ini merupakan faktor penting dalam perubahan sikap mereka.
Status remaja menjelang dewasa yang selalu tumbuh dengan sebuah dilema
yang menyebabkan krisis identitas atau masalah identitas ego paga remaja, sebagai
konsep diri yang menunjukkan siapa dan bagaimana ia akan diakui oleh lingkungan
sosial. Mengenai dirinya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan. Maka dari itu
sangat diperlukan dukungan dan masukan dari keluarga terutama orang tua, agar
mereka tidak melahirkan bentuk konsep diri yang negatif melainkan konsep diri yang
kuat atau positif.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi
tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri sebagai
kepemilikan berbagai gagasan, atau konsep yang berbeda tentang diri, orang lain, dan
hubungan antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004:32). Konsep diri diperoleh
orang tua, karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dalam iteraksi
mereka yang dialami individu yang paling kuat (Hardy dan Reyes, 2001:34).
Kenyataan ini menunjukkan bahwa, remaja menjelang dewasa, atau dewasa
tahap awal merupakan sebagai masa transisi seorang individu menjadi dewasa,
dengan perkembangan kognisi (pengetahuan), dari proses pergaulan dan informasi
dari pergaulan. Konsep diri remaja dibentuk akibat pergaulan dengan lingkungan
keluarga juga masyarakat yang kita tahu memiliki pengaruh besar terhadap
pembentukan konsep diri remaja. Keluarga terutama orang tua merupakan interaksi
awal anak, maka dari itu orang tua harusnya berperan penting dalam mendampingi
remaja mencapai identitas diri serta mengawasi pembentukan konsep diri remaja agar
menjadi konsep diri yang positif. Namun banyak orang tua yang mengabaikan
masalah perkembangan remaja tersebut, karena seiring berkembangnya zaman,
kebanyakan orang lebih memikirkan materi sehingga mereka menghabiskan waktu di
luar lingkungan keluarga dan ini berdampak pada kurangnya komunikasi keluarga,
terutama kurangnya komunikasi orang tua terhadap remaja yang mereka anggap
sudah dewasa sepenuhnya.
Melihat kenyataan ini, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai
dampak dari kurangnya komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan
konsep diri remaja menjelang dewasa serta konsep diri yang bagaimana yang
terbentuk akibat kurangnya komunikasi orang tua dengan keluarga, serta
perbandingan sekilas mengenai remaja yang mempunyai keluarga yang harmonis dan
dalam judul : Kumunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus
Mengenai Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep
Diri Remaja).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah, sebagai upaya membatasi penelitian agar lebih terarah,
dan tidak terlalu luas, dalam fokus penelitian yang sudah ditentukan (Hariwijaya dan
Basri, 2005:59). berdasarkan latar belakang dan pengertian di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh kurangnya
komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja”.
1.3Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah disebut juga ruang lingkup masalah yang akan diteliti.
Sebagai upaya untuk membatasi masalah penelitian agar tidak terlalu luas dan
membingungkan. “Pembatasan masalah berusaha menentukan fokus utama penelitian
yang dilakukan dan tujuan penelitian, dilanjutkan dengan penyusunan hipotesa jika
dimungkinkan (Hariwijaya dan Bisri, 2005:31). Dan yang menjadi pembatasan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Objek penelitian direncanakan terdiri dari 6 orang informan yang terdiri dari 2
keluarga harmonis (KAP orang tuanya baik), 3 keluarga kurang harmonis
tidak menutup kemungkinan jumlah informan akan bertambah karena
didasarkan pada tekhnik snowball sampling.
2. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu dengan melakukan observasi
dan wawancara mendalam atau indepth interview.
3. Komunikasi antar pribadi orang tua disini adalah komunikasi dari orang tua
terhadap anak dan remaja disini remaja akhir (pra dewasa) atau dewasa awal
17-22 (Levinso dkk, 1979 dalam buku Monks, 2002:329).
4. Lokasi penelitian berada di kota Medan.
5. Penelitian akan dilakukan pada bulan April 2010.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah hasil akhir yang hendak dicapai melalui
penelitian yang dilaksanakan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari komunikasi antarpribadi
orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja.
2. Untuk mengetahui dampak dari kurangnya komunikasi antarpribadi orang tua
terhadap pembentukan konsep diri remaja.
3. Untuk mengetahui perbandingan sekilas mengenai pembentukan konsep diri
ramaja yang memiliki keluarga yang harmonis (komunikasi antarpribadi
orang tua nya efektif) dan pembentukan konsep diri remaja yang memiliki
keluarga yang kurang harmonis (komunikasi antarpribadi orang tua nya
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan
memperkaya khasanah penulis mengenai kajian komunikasi antarpribadi
sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan kepada FISIP
USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi, dalam rangka memperkaya
bahan penelitian dan sumber bacaan.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi orang tua dalam melihat pentingnya komunikasi orang tua terhadap
pembentukan konsep diri ramaja.
1.6Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut
mana akan disoroti (Nawawi, 2001:39–40 ).
Secara umum dapat dikatakan bahwa ancangan mikro dalam teori-teori sosial
merupakan awal yang baik dalam melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya, karena
peneliti dapat berhati-hati dahulu secara terperinci. Bayang-bayang fenomenologi
segala sesuatu, dan pilihan untuk memandang segala sesuatunya di dalam kehidupan
sosial maupun nonsosial (alamiah) sebagai lambang/simbol (Bungin, 2003:13).
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini, sebagai
berikut:
1.6.1. Komunikasi antarpribadi
Dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi sebagai
bukti kesadaran akan keberadaannya, yaitu mengadakan aksi dan ber-reaksi atas
stimuli yang datang padanya. Seseorang yang mencoba memisahkan diri atau
mengasingkan diri dari dunia ramai, dan hidup menyendiri di tempat terpencil, pada
hakekatnya juga tidak dapat memisahkan hidupnya dari kegiatan komunikasi, karena
setidaknya ia akan berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Selagi ia masih hidup, manusia selalu melakukan berbagai kebutuhannya,
kegiatan komunikasi adalah yang paling banyak dilakukan.Manusia sebagai makhluk
sosial harus hidup bermasyarakat.Semakin besar suatu masyarakat, berarti semakin
banyak manusia yang dicakup, dan cenderung akan semakin banyak masalah yang
timbul, akibat perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara manusia-manusia tersebut
(Riyono Pratikto, 1982:11).
Pada masing-masing individu yang beraneka ragam itu, dalam pergaulan
hidupannya terjadi interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi demi kepentingan
dan keuntungan pribadi masing-masing.Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan
perasaan dalam bentuk percakapan Komunikasi memainkan peran penting dalam
komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam
situasi komunikasi antar pribadi (Onong U. Effendi, 1985:8).
Situasi komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan
dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan. Adapun
tujuan komunikasi antarpribadi antara lain:
1. Mengenal diri sendiri dan memelihara hubungan.
2. Mengetahui dunia luar dan memelihara hubungan.
3. Mengubah sikap, prilaku dan membantu orang lain. (Supratiknya, 2002:35)
Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan 'dyadic communication',
maksudnya adalah 'komunikasi antara dua orang', dimana terjadi kontak langsung
dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan
muka (face to face), bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas komunikasi
antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways
communication).
Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan
terdapat adanya kesamaan makna dari apa yang mereka percakapkan, maka dapat
dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi cukup efektif untuk mengubah perilaku
orang lain. Segi efektifnya adalah adanya arus balik langsung yang dapat ditangkap
komunikator, maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan,
Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan
itu, De Vito mengemukakan bahwa; "Komunikasi antar pribadi sebenarnya
merupakan suatu proses sosial".
Lebih lanjut Devito memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar
pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess
(keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness
(rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
1.6.2 Teori Self Disclosure (Johari Window Model)
Model Johari Window (Jedela Johari) merupakan perangkat sederhana dan
berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian
bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu. Model ini juga
berfungsi dalam meningkatkan hubungan antar kelompok yang sekaligus
mengilustrasikan kembali proses memberi maupun menerima feedback.
Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan
orang lain. Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam
pribadi. Jendela Johari juga berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional
Intelligence theory (EQ), dan kesadaran individu serta peningkatan EQ.
Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima
feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa
melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar
bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback menginformasikan kepada
individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-verbal dalam
berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada yang lain
bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan apa
yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan sebagai
reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan
perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi
mereka (menerima feedback).
Keetika Jendela Johari digunakan untuk membangun hubungan antar
kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain' menjadi
kelompok lain.
1.6.3 Psikologi Komunikasi
Psikologi menukik ke dalam proses yang mempengaruhi prilaku kita dalam
komunikasi, membuka ”topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”.
Psikologi melihat komunikasi sebagai prilaku manusiawi, menarik, dan melibatkan
energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan
informasi, dalam proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri
organisme dan di antara organisme.
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang
yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah
ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik,
psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya.
Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai
tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai,
”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa
atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan
mencapai tujuan.”
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi
terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba
menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu.
Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan
manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan
stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli
dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of
juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon
yang terjadi pada masa yang akan datang.
George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya :
Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and
behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha
menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral
dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai
akibat berlangsungya komunikasi.
Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa
berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa
kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan
psikologi komunikasi.
1.6.4 Konsep Diri
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan
atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan
konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi
tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang
hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan
berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi
arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan
suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya
sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami
ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai
dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran
fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang
penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan
dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain.
Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang
kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang
lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika
seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’,
‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini
memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara akurat dan
mengarah pada penyesuaian diri yang baik. Seseorang dengan konsep diri yang
positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positip terhadap
segala sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan
pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif
jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan
tidak memiliki daya tarik terhadap hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara
menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan
lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri orang tersebut.
1.6.5 Keluarga
Pada hakekatnya, seluruh perilaku manusia bersifat sosial, artinya perilaku
tersebut terbentuk dan dipelajari dari bagaimana individu berinteraksi dengan
individu lainnya. Semua yang dipelajari manusia merupakan hasil hubungan dengan
manusia lainnya. Adanya sifat sosial yang dimiliki oleh masing-masing manusia,
maka secara mutlak manusia dituntut untuk mengadakan ikatan-ikatan sosial dengan
manusia lain. Salah satu ikatan sosial yang paling dasar adalah keluarga.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat
yang terbentuk dari suatu hubungan yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang
berkaitan dengan keorang tuaan dan pemeliharaan anak. Keluarga juga merupakan
organisasi terbatas yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang berintegrasi
dan berkomunikasi sehingga dapat terciptanya peranan-peranan sosial bagi
anggotanya. Bouman dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Terjadinya persatuan ini adalah oleh adanya pertalian
perkawinan sehingga ada saling mengikat berdasarkan perkawinan.
St Vembriarto dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan
pengertian keluarga yaitu, suatu kelompok dari orangorang yang disatukan oleh
ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pada intinya keluarga merupakan kelompok
masyarakat terkecil yang disatukan melalui ikatan-ikatan perkawinan yang
menghasilkan peranan-peranan sosial bagi anggotanya Singgih Dirga Gunarsa (2004:
185) mengemukakan pengertian keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam
masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih
pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan
kepribadian selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada keluarga
yang ada dalam masyarakat itu. Apabila seluruh keluarga sudah sejahtera, maka
masyarakat tersebut cenderung akan sejahtera pula.
1.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian
yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40).
Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang
dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001
Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka
harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel-variabel
dalam penelitian ini adalah :
a) Variabel Komunikasi Antar Pribadi
Seperti yang telah diterangkan di atas Devito memberikan ada 5 (lima)
ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya,
seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness
(dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
b) Variabel Konsep Diri
Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri
anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang
anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri
menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi
merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat
berubah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan
konsep diri, antara lain: Usia, Inteligensi, Pendidikan, Status Sosial Ekonomi,
1.8 Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, untuk
memudahkan kelanjutan penelitian maka dibuatlah model teoritis dengan
memasukkan keseluruhan unsure variable tersebut kedalam bagan atau skema.
Model teoritisnya sebagai berikut:
1.9 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah
suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan
variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).
1. Variabel Komunikasi Antarpribadi
Menurut Joseph De Vito ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk
memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti :
a) Openess (keterbukaan). KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling
mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya
saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
b) Emphaty (empati).
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami
mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang
dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik,
adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang
lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi
heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain.
Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif.
c) Supportiveness (dukungan).
Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap
setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan begitu keinginan
yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih
semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan.
d) Positiveness (rasa positif).
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat
tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan
lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka
atau curiga yang dapat mengganggu komunikasi.
Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain
mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan
lebih kuat.
2. Variabel Pembentukan Konsep Diri
Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah
fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positif
cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentang
dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewa
terhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima
orang lain. Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan dan
merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memiliki
kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yang
memiliki konsep diri positif adalah:
a) Dapat menerima dan mengenal dirinya dengan baik.
b) Dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik itu informasi yang
positif maupun yang negatif. Jadi mereka dapat memahami dan menerima
fakta yang bermacamacam tentang dirinya.
c) Dapat menyerap pengalaman masalahnya.
d) Apabila mereka memiliki pengharapan selalu merancang tujuan-tujuan yang
e) Selalu memiliki ide yang diberikannya pada kehidupannya dan bagaimana
seharusnya dirinya mendekati dunia.
f) Individu meyadari bahwa tiap orang memiliki perasaan, keingimana dan perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat (James F Calhoun,
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1 Komunikasi Antarpribadi
II.1.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi
Dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi sebagai
bukti kesadaran akan keberadaannya, yaitu mengadakan aksi dan ber-reaksi atas
stimuli yang datang padanya. Seseorang yang mencoba memisahkan diri atau
mengasingkan diri dari dunia ramai, dan hidup menyendiri di tempat terpencil, pada
hakekatnya juga tidak dapat memisahkan hidupnya dari kegiatan komunikasi, karena
setidaknya ia akan berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Selagi ia masih hidup, manusia selalu melakukan berbagai kebutuhannya,
dalam hal ini kegiatan komunikasi adalah yang paling banyak dilakukan (Pratikto,
1982:11). Manusia sebagai makhluk sosial harus hidup bermasyarakat. Semakin
besar suatu masyarakat, berarti semakin banyak manusia yang dicakup, dan
cenderung akan semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan
yang terdapat diantara manusia-manusia tersebut.
Pada masing-masing individu yang beraneka ragam itu, dalam pergaulan
keuntungan pribadi masing-masing. Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan
perasaan dalam bentuk percakapan (Effendi, 1985:8).
Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Hampir
setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Sebagian besar
kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antar
pribadi. Situasi komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan
dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui
komunikasi antar pribadi, kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain.
Melalui komunikasi antar pribadi kita bisa mengetahui dunia luar. Melalui
komunikasi antar pribadi kita bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna. Melalui
komunikasi antar pribadi kita bisa melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antar
pribadi kita bisa mengubah nilai-nilai dan sikap hidup seseorang. Melalui komunikasi
antar pribadi seseorang bisa memperoleh hiburan dan menghibur orang lain dan
sebagainya. Singkatnya, komunikasi antar pribadi bisa mempunyai berbagai macam
kegunaan.
Secara umum tujuan dari materi ini adalah untuk memberikan pemahaman
tentang komunikasi antar pribadi. Setelah mempelejari materi ini, diharapkan kita
dapat memahaminya.
Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan 'dyadic communication',
maksudnya adalah 'komunikasi antara dua orang', dimana terjadi kontak langsung
muka (face to face), bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas komunikasi
antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways
communication).
Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan
terdapat adanya kesamaan makna dari apa yang mereka percakapkan, maka dapat
dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi cukup efektif untuk mengubah perilaku
orang lain. Segi efektifnya adalah adanya arus balik langsung yang dapat ditangkap
komunikator, maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan,
gelengan kepala, kedipan mata dan sebagainya sejenis.
Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian panduan pikiran dan
perasaan seseorang kepada seorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau
melakukan kegiatan tertentu (Efendy, 1986:60). Menurut Joseph De Vito (1976),
"komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan
diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik
yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito berpendapat bahwa "Komunikasi
antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial" (Liliweri, 1991:12).
Lebih lanjut Devito (Liliweri, 1991:13) memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri
komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya,
seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness
f) Openess (keterbukaan).
Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling
mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya
saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
g) Emphaty (empati).
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami
mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang
dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik,
adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang
lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi
heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain.
Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif.
h) Supportiveness (dukungan).
Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap
setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan begitu keinginan
yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih
semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan.
i) Positiveness (rasa positif).
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat
tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan
lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka
j) Equality (kesamaan).
Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain
mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan
lebih kuat.
II.1.2 Proses Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi Antar Pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan
antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika
Apabila kita perhatikan batasan Komunikasi Antar Pribadi dari Devito, maka
kita dapat melihat elemen-elemen apa saja yang terkandung di dalamnya. Dengan
menguraikan elemen-elemen yang ada itu, dapatlah diuraikan proses-proses
Komunikasi Antar Pribadi, yaitu :
a. UAdanya PesanU.
Yang dimaksud dengan pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal
maupun non verbal. Bentuk pesan dapat bersifat ;
Informatif : Memberi keterangan dan komunikan membuat
Persuasif : Bujukan untuk membangkitkan pengertian, kesadaran,
sehingga
terjadi perubahan pada perdapat atau sikap.
Koersif : Memaksa dengan ancaman sanksi, biasanya berbentuk
perintah.
b. UAdanya Orang-Orang atau Sekelompok Kecil Orang-OrangU.
Yang dimaksud disini adalah bahwa apabila seseorang berkomunikasi, paling
sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok
kecil orang.
c. UAdanya Penerimaan Pesan (komunikan).
Yang dimaksud dengan penerimaan ialah bahwa dalam suatu Komunikasi
Antar Pribadi, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus dapat diterima
oleh orang lain. Misalnya kita berbicara dengan seseorang yang sedang memakai
telepon dan mendengarkan musik tertentu, sudah tentu komunikasi kita akan sukar
atau tidak dapar diterima oleh orang tersebut. Dengan demikian Komunikasi Antar
Pribadi tidak akan terjadi.
Dalam suatu komunikasi tentu akan terjadi beberapa efek. Efek mungkin
berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidak setujuan mutlak, atau mungkin berupa
pengertian mutlak atau ketidak-mengertian mutlak pula. Dengan demikian sipenerima
tentu akan terpengaruh pula oleh pengiriman pesan oleh komunikator.
e. UAdanya Umpan BalikU.
Yang dimaksud dengan umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh
si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Apabila komunikasi itu tatap
muka, maka umpan balik bisa berupa kata-kata, kalimat, gerakan mata, senyum,
anggukan kepala atau gelengan kepala.
Konsep umpan balik ini dalam proses Komunikasi Antar Pribadi amat
penting, karena dengan terjadinya umpan balik, komunikator mengetahui apakah
komunikasinya berhasil atau gagal, dengan kata lain apakah umpan baliknya itu
positif atau negatif. Bila positif, ia patut gembira, sebaliknya jika negatif menjadi
permasalahan, sehingga ia harus mengulangi lagi dengan perbaikan gaya
komunikasinya sampai menimbulkan umpan balik positif.
Kelima hal diatas saling berhubungan dan bila salah satu diantaranya
terlupakan, maka dapat mengakibatkan komunikasi berjalan lambat. Dengan begitu,
tujuan pesan terhambat atau bahkan dapat mengakibatkan tidak tercapainya sasaran
Proses Komunikasi Antar Pribadi menggunakan lambang sebagai media.
Lambang sebagai media yang terdapat dalam Komunikasi Antar Pribadi dibagi atas
dua bagian :
1. Lambang Verbal.
Dalam proses Komunikasi Antar Pribadi, bahasa sebagai lambang verbal
paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu
mengungkapkan pikiran komunkator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkrit
maupun yang abstrak yang terjadi pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan
datang.
2. Lambang Non Verbal.
Lambang Non-verbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi,
yang bukan bahasa, misalnya isyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, mata,
bibir, tangan, jari, dan lain-lain.
Setiap pesan dapat dipakai sebagai perangsang untuk mendapatkan umpan
balik mengenai pesan-pesan yang terlebih dahulu pada pihak lain yang bersangkutan.
Setiap pihak berkemampuan memulai pesan yang baru pada pihak lain. Ia pun
berkemampuan untuk menggeser pokok pembicaraan pesan-pesan mereka dan
memulai pokok pembicaraan yang baru. Karenanya, komunikasi merupakan suatu
proses, dimana kedua belah pihak menyusun dan menguraikan pesan-pesan yang
hendak digunakan bersama. Jadi tidak berupa proses meneruskan pesan, tetapi
menekankan makna pada peserta dan tidak pada pesan yang digunakan bersama oleh
Untuk kesamaan dan ketidak-samaan dalam derajat pasangan komunikator
dan komunikan dalam komunikasi, Everett M. Rogers mengetengahkan istilah
homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dan
komunikan dalam proses Komunikasi Antar Pribadi.
Homophily adalah sebuah istilah dimana orang-orang yang berinteraksi
memiliki kesamaan sifat dan atribut seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status
sosial, dan lain-lain.
Heterophily adalah kebalikan dari homophily, yang didefinisikan sebagai
derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu.
Everett M. Rogers dan Philip K. Bhownik dalam Homophilt Heterophily
Rational Concepts for Communication Research, menyatakan sistem yang lebih
tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi dalam Komunikasi
Antar Pribadi dan norma-norma di desa menjadi lebih modern akan menjadi lebih
heterophily.
Homophily dan komunikasi efektif saling memperkuat satu sama lain. Lebih
sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophilt. Lebih
II.2 Teori Self Disclosure (Johari Window Model)
II.2.1 Johari Window Model
Model Johari Window (Jedela Johari) merupakan perangkat sederhana dan
berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian
bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu. Midel ini juga
berfungsi dalam meningkatkan hubungan antar kelompok yang sekaligus
mengilustrasikan kembali proses memberi maupun menerima feedback.
Jendela Johari sendiri dikembangkan atau dipelopori oleh Psikolog Amerika,
Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika meneliti untuk program
proses dari kelompok mereka. Uniknya, nama "Johari" sendiri sebenarnya diambil
dari potongan masing-masing nama mereka. "Jo" untuk Luft, dan "Harry" untuk
Ingham. Dalam selang waktu yang tak lama, Jendela Johari banyak dimanfaatkan
sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan personal & komunikasi.
Hubungan inter-personal, kelompok-kelompok dinamis, dan peningkatan tim dan
hubungan inter-grup.
Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan
orang lain. Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam
analisa Jendela joharu. Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok
pribadi. Jendela Johari juga berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional
Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima
feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa
melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar
bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback menginformasikan kepada
individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-verbal dalam
berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada yang lain
bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan apa
yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan sebagai
reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan
perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi
mereka (menerima feedback).
Keetika Jendela Johari digunakan untuk membangun hubungan antar
kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain' menjadi
kelompok lain.
Terdapat 4 perspektif Jendela Johari yang biasa disebut dengan 'daerah' atau
'kuadran'. Masing-masing daerah mengandung informasi perasaan, motivasi, dan
lain-lain yang dikenali oleh individu, dengan catatan apakah informasi tersebut dikenali
ataupun tidak terdeteksi oleh si individu, dan apakah informasi tersebut juga bisa
dikenali oleh kelompok lain, atau malah tidak tahu sama sekali.
Adapun daerah pengenalan diri dari Jendela Johari tersebut dapat dilihat pada
Known by self Unknown by self
"Diri Tersembunyi" Unknown Area "Diri Tak Dikenali"
Dari diagram tersebut, bisa dijabarkan :
Pada kolom 1.
Disebut dengan "diri terbuka", apa yang diketahui oleh 'personal' atau individu juga
diketahui oleh orang lain, Bisa juga disebut dengan 'daerah terbuka' atau 'areal bebas'
atau 'diri bebas' ataupun 'arena'.
Pada kolom 2.
Disebut dengan "diri buta". Apa yang diketahui oleh individu tidak diketahui. bisa
juga disebut "blind spot: atau :blind area".
Pada kolom 3.
Disebut dengan "diri tersembunyi". Apa yang diketahui oleh si individu tetapi tidak
diketahui oleh orang lain. Bisa juga disebut "daerah tersembinyu" atau "daerah yang
dihindari".
Pada kolom 4.
Disebut dengan "diri yang tidak dikenal". Apa yang tidak diketahui oleh individu juga
tidak diketahui oleh orang lain.
1. Jendela Johari pada Kuadran - I. (Diri Terbuka).
Pada Jendela Johari pertama ini dikenal juga sebagai "daerah bebas aktivitas"
adalah berisikan informasi mengenai personal / individu-perilaku, kebiasaan,
perasaan. Emosi, pengatahuan, pengalaman, keahlian, pandangan, dan lain-lain.
Kemudianm ditetapkan sebagai person (the self/diri) dan kelompok ('other'/orang
lain).
Substansi dari kelompok seharusnya selalu berusaha 'membangun' daerah/diri
terbuka kepada setiap individu, karena ketika bekerja pada wilayah ini dengan orang
lain pada saat paling efektif dan produktif, dan kelompok juga demikian kondisinya.
Diri terbuka ini dapar dilihat pada ruang di mana komunikasi dan kerja sama yang
baik terjadi, bebas dari kerusuhan, ketidakpercayaan, kebingungan, konflik dan
kesalahpahaman.
Kuadran terbuka mempersembahkan hal-hal yang sama-sama diketahui oleh
individu maupun orang lain. sebagai contoh; X mengetahui nama Z dan demikian
sebaliknya. Dan jika mereka menel;usuri ke webside pribadi masing-masing diri,
maka mereka akan saling mengetahui apa yang menjadi kesukaan/ketertarikan
masing-masing. Kuadran terbuka bisa juga mencakup tidak hanya informasi faktual,
tetapi juga bagaimna perasaan, motivasi, perilaku, keinginan, kebutuhan, dan
lain-lain. Dari si X atau pun Z, pokoknya informasi-informasi yang bisa mewakili diri
individu. Ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, ukuran kuadran terbuka tidak
halnya ketika proses mendalami seseorang, Jendela (shades) akan bergerak ke bawah
atau ke kanan, menempatkan lebih banyak informasi ke dalam Jendela Terbuka
2. Jendela Johari pada Kuadran - II. Diri Buta.
Dengan mencari atau mendapatkan feedback dari orang lain, seharusnya bisa
mengurangi gejala pada Jendela / kuadran ini dan dapat memperluas "diri terbuka"
yang notabenenya adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, kuadran dua ini tidak
efektif untuk dibawa ke individu atau kelompok
Ambil contoh, ketika X makan malam direstoran dengan Z, lalu ketika telah
menempel sesuatu entah itu remah makan atau apa, di wajah X, maka X tidak akan
tahu, sedangkan Z sangat leluasa untuk segera mengetahui ada sesuatu menempel di
wajah X. Pada saat Z mengatakan ada sesuatu di wajah X, maka jendela akan
mengarah ke kanan, memperluas daerah "diri terbuka".
3. Jendela Johari pada Kuadran - III. Diri Tersembunyi
Daerah tersembunyi mencakup sensitivitas, ketakutan, agenda tersembunyi,
rahasia, banyak hal yang diketahui oleh seseorang tapi tidakdiceritakannya untuk
berbagai alasan. Contohnya saja dalam webside pribadi, X tidak pernah menyebutkan
apa salah satu rasa favorit eskrim yang paling disukainya, informasi tersebut
merupakan kuadran tersembunyi X, namun ketika X membuka rahasianya dengan
mengatakan bahwa coklat adalah eskrim kesukaannya, maka X mendorong
Sekali lagi, ada begitu banyak rahasia yang belum terbongkar, ketika terjadi
upaya untuk saling mengenal dan percaya satu sama lain, maka akan tercipta suatu
kenyamanan dalam membuka diri sendiri, inilah yang dinamakan "self disclosure"
Informasi dan perasaan-perasaan tersembunyi yang relevan seharusnya bisa
dipindahkan ke daerah/diri terbuka melalui proses 'dis closure'. Intinya, membuka diri
dan mengekspos perasaan & informasi yang relevan melalui proses exposure dan self
disclosure terminologi Jendela Johari, agar dapat memperluas daerah diri terbuka.
Dengan berbagai cerita apa yang kita rasakan dan hal-hal lain seputar diri akan
membantu mengurangi "daerah/diri tersembunyi", di lain pihak, tentu saja dapat
memperluas daerah/diri terbuka, yang tidak lebih baik dari pengertian, kerjasama,
kepercayaan, produktivitas dan keefektipan tim kerja, mengurangi daerah/diri
tersembunyi (hidden area) juga membantu mengurangi kebingungan, tingakta
kesalapahaman, miskin komunikasi, dan lain-lain.
4. Jendela Johari pada Kuadran - IV. Diri Tak Dikenal.
Kuadran ke empat ini mengandung informasi, perasaan, kemampuan laten,
pengalaman, dan lain-lain yang sama sekali tidak diketahui baik oleh individu yang
bersangkutan maupun oleh orang lain, hal-hal tersebut di atas bisa jadi cukup dekat
ke permukaan, yang mana cukup positif dan berguna, atau bahkan bisa jadi
aspek-sapek yang lebih dalam dari personaliti seseorang yang mempengaruhi tingkat
perilakunya. Kebanyakan daerah tertutup ini dijumpai pada anak-anak muda dan
Berikut beberapa faktor daerah tertutup yang mempengaruhinya :
Tingkat kemampuan yang dibawah rata-rata atau sedikit mendapat kesempatan,
kepercayaan diri yang minim, dan kurang berlatih.
Kemampuan alami, bahwa seseorang tidak menyadarinya.
Ketakutan atau menghindari diri bahwa mereka memiliki potensi untuk
terjangkit penyakit yang tidak diketahui.
Terkondisikan oleh perilaku atau kebiasaan sedari kecil.
Daerah/diri tertutup ini juga dipengaruhi oleh perasaan terkesan atau
perasaan-perasaan tidak nyaman lainnya yang berakar pada kejadian-kejadian formatif dan
pengalaman pahit pada masa lalu, yang mempengaruhi si individu secara
berkelanjutan. Untuk pekerjaan dan dalam konteks organisasi, Jendela Johari
sebaiknya tidak digunakan pada kasus di atas.
II.2.2 Jendela Ideal Itu
Idealnya sebuah jendela diri itu bisa dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan
dalam kelompok ataupun hubungan dengan individu lain, jika berada pada jendela ini
ukuran arena atau diri terbuka akan meningkat, dikarenakan tingginya tingkat
kepercayaan dalam kelompok sosial. Norma-norma pun dikembangkan oleh
kelompok untuk saling memberi feedback dan difasilitasi tentunya untuk pertukaran
Arena/daerah/diri terbuka menyarankan kita untuk membuka diri kepada
anggota kelompok lainnya, karena dengan adanya keterbukaan, anggota kelompok
lain tidak akan bersikap intropert (tertutup) atau malah akan lebih memberikan
pengertiannya. Mereka akan mengerti bagaimana sikap dan sifat kita, dan mengatahui
kita bisa dikritik yang pada akhirnya akan memberikan feedback yang positif pula.
Sedikit tambahan mengenai faktor-faktor yang menghambat individu dalam
memperbaiki jendela dirinya, adalah dari faktor lingkungan dan hubungan dari
individu itu sendiri.
Faktor penghambat dari lingkungan.
Adalah sistem yang dianut oleh lingkungan sekitar kita, misalnya; ada pihak
yang lebih dominan sehingga menghambat pengembangan diri. Faktor Intern.
Merupakan faktor yang menyebabkan kita enggan untuk menelaah diri,
terkadang kita tidak bisa menerima kenyataan, misalnya saja faktor tujuan
hidup dan usia.
Faktor tujuan hidup yang belum tergambarkan dengan jelas, faktor motivasi
dan keenganan untuk menelaah diri, kadang-kadang manusia takut untuk
menerima kenyataan bahwa ia memiliki kekurangan ataupun kelebihan
Kadang-kadang orang yang sudah tua dalam usia tidak melihat bahwa
kearifan dan kebijaksanaan dapat dicapainya, mereka cenderung usia muda
lebih hebat karena produktif.
II.3 Psikologi Komunikasi
II.3.1 Pengertian Psikologi Komunikasi
Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia.
Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi
amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Dalam
sejarah perkembangannya komunikasi memang dibesaran oleh para peneliti
psikologi. Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana
psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Komunikasi bukan
subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi dipelajari bermacam-macam
disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi. Ruang Lingkup Psikologi
Komunikasi Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan
komunikasi sebagai ”the process by which an individual (the communicator)
transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the
audience). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme
sebagai usaha “menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal.” Kamus
psikologi, menyebutkan enam pengertian komunikasi.
1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti
dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme.
3. Pesan yang disampaikan
4. (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan satu sistem yang lain melalui
pengaturan sinyal-sinyal yang disampaikan.
5. (K.Lewin) Pengaruh suatu wilayah persona pada wilayah persona yang lain
sehingga erubahan dalam satu wilayah menimbulkan peribahan yang
berkaitan pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses
komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia
komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku
komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya :
Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam memengaruhi orang
lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?
Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu : bagaimana pesan
dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu
lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau
memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi