• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip–Prinsip Kontrak Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Prinsip–Prinsip Kontrak Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PRINSIP – PRINSIP KONTRAK

DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN

ASURANSI TAKAFUL

TESIS

Oleh

ZULHUJJAIN AL ADYAN RANGKUTI

077011076/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENERAPAN PRINSIP – PRINSIP KONTRAK

DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN

ASURANSI TAKAFUL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZULHUJJAIN AL ADYAN RANGKUTI

077011076/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENERAPAN PRINSIP - PRINSIP KONTRAK DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN ASURANSI TAKAFUL Nama Mahasiswa : Zulhujjain Al Adyan Rangkuti

Nomor Pokok : 077011076 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA) Ketua

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum) (Prof.Dr.H.M.Yamin Lubis,SH,MS,CN)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.H.M.Yamin Lubis, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa.B,M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA.

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum.

2. Prof. Dr. H. Muhammad Yamin, SH, MS, CN.

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M. Hum.

(5)

ABSTRAK

Dalam ajaran Islam menyantuni anak yatim, mereka yang tertimpa musibah, baik kematian, kehilangan harta benda, dan sejenisnya sangatlah dianjurkan, artinya kontribusi sesamanya untuk meringankan penderitaan saudaranya sangatlah diharapkan, dan inilah hakikat persaudaraan sebenarnya yang disebut ta’awun, ukhuwa, sehingga aplikasinya terasa menjembatani antara yang senang dan susah. Islam sebagai ad-din telah mendidik umatnya agar selalu hidup produktif dan penuh vitalitas kerja dan amal. Hal ini bermakna bahwa Islam, bukan agama orang pemalas, tapi justru sebaliknya umat Islam dipacu untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat dengan tidak melupakan kebahagiaannya di dunia. Ini terbukti dengan disyari’atkan zakat, haji serta dianjurkannya bershadaqah dan untuk itu perlu harta dan material. Hal itu di dapatkan melalui usaha dan kerja keras yang dilandasi iman, kejujuran serta ilmu pengetahuan. Bagi setiap muslim sesungguhnya hidup dan mati hanya untuk Sang Pencipta Allah SWT semata-mata. Dalam tekad itu terkandung konsekuensi, setiap muslim harus berislam bukan hanya di masjid dan mushallah, ketika shalat, puasa, zakat dan berhaji saja, akan tetapi juga ketika ia berada di pasar, bank, dan perkantoran. Ketika ia sedang bertransaksi, berinvestasi di pasar modal, dan juga ketika berasuransi.

Bahwa penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga lembaga asuransi konvensional yang tumbuh dimana-mana saat ini masih meragukan. Banyak dari mereka bersikap mendua, yaitu di satu pihak tuntutan kebutuhan akan masa depan, asuransi merupakan kebutuhan setiap orang sehingga keikutsertaannya di dalam asuransi sangat urgen, sementara di lain pihak keterlibatan orang Islam di dalam usaha asuransi belum bisa secara optimal karena masih ragu tentang kedudukan hukumnya di dalam Islam. Usaha perasuransian di Indonesia saat ini telah berkembang pesat. Di samping usaha perasuransian konvensional, telah muncul usaha perasuransian yang berdasarkan dan berlandaskan prinsip-prinsip syari’at Islam, yaitu Takaful Indonesia Asuransi Syariah. Lahirnya usaha perasuransian syariah dikarenakan sebagian masyarakat muslim di Indonesia selama ini meragukan sistem asuransi konvensional yang mengandung 3 (tiga) hal yang dilarang dalam ajaran Islam, yaitu : unsur ketidakpastian (gharar), unsur spekulasi atau perjudian (maysir), unsur bunga uang (riba).

Dalam membahas masalah Penerapan Prinsip-Prinsip Kontrak Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful. Metode penelitian yang dipergunakan adalah

Library Research dan Field Research. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu

(6)

asuransi syariah (takaful). Metode yang digunakan yaitu wawancara (depth interview) secara langsung kepada responden dan informan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

Di Indonesia Asuransi Takaful telah berdiri sejak 25 Agustus 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan prinsip syariah di Indonesia, melalui PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) sendiri memiliki 2 (dua) anak perusahaan, yaitu : PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum yang merupakan salah satu dari sekitar 13 perusahaan asuransi sedunia yang memiliki sistem yang sama. Kehadirannya di Indonesia pantas memberi angin segar sekaligus sebagai upaya memberikan alternatif berasuransi secara Islami, apalagi jumlah penduduk muslim di negeri ini adalah mayoritas. Selain itu Asuransi Takaful merupakan solusi terbaik sebagai antisipasi finansial, dengan demikian ada 2 (dua) hal yang secara nyata dituntut untuk dilaksanakan, yaitu : Pertama, penyiapan dana yang aman dan

profitable, dan Kedua, akumulasi dana yang halal.

(7)

ABSTRACT

In Moslem learning of compensating orphanes, those who are victims of disaster, either death, property damaging, or the like, is highly recommended, it means the contribution among peers to relieve them of sufferings is very expected as brothership, and this is the essence of their brotherhood called ta’awun, ukhuwa, thus the application is going to bridge between the happy and the difficulty. Islam as ad-din has educated the members to constantly live productively and full of work vitality and alms. This has meaning that Islam, not as lazy religion, but, it is to motivate the members of Moslem to look for life happiness in end-of-time by not forgetting the happiness in the earth. This is evident by requirement of alms, pilgrimate and the recommendation of bershadaqah, and there fore, it needs to have property and materials. It is gained from the attempt and working hardly based on the faith, honesty and the knowledge. For each Moslem, actually life and death is merely for the Creator Allah SWT. In the commitment, there is content of consequency, each Moslem must comply with the Islam not in Mosquo and Mushallah, when praying, fasting, alm and pilgrimate, but also when they are staying in markets, banks, and offices. When they are making the transaction, to make investment in capital market, and also in making the insurance they will comply with the Moslem teachings.

Wheareas the population of Indonesia is mayority of Moslem, thus conventional insurance institution growing everywhere recently is still in doubtness. Many of them are in ambigious stance, i.e., in one hand, the claim for future needs, insurance is need of each peop le thus it’s participation in insurance is very urgent, while in another hand, the participation of Moslem people in insurance business is not optimum because they are still doubt about the legal position in the Islam. The insurance business in Indonesia recently has developed rapidly. Beside the conventional insurance business, the insurance business has appeared based on the Syari’at Islam principles, namely Takaful Indonesia Asuransi Syariah. The birth of syariah insurance business is caused by part of Muslim people in Indonesia revently is in doubtness of conventional insurance system to cantain three things that is prohibited in Moslem teaching, they are : the element of uncertainity (gharar), element of speculation or gambling (Maysir), element of interest (riba).

(8)

In Indonesia the Takaful Insurance has been built since 25th of August 1994, when for first time it is based on the syariah principle in Indonesia, through PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) it self has two branches of company, they are : PT. Asuransi Takaful Keluarga and PT. Asuransi Takaful Umum that is one of about 13 insurance organizations in the world to have the same system. The coming in Indonesia willgive the freshness for attempt to give the insurance alternative of Moslem style, moreover the number of Moslem population in this state is mayority. In addition Asuransi Takaful is best solution as financial anticipation, thus there are two things to be claimed for implementation : First, preparation of safe fund and profitable, and second : accumulation of honesty fund.

Keywords : Application of contract principles, Agreement binding, Takaful

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T. Yang

Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya serta karunia dan pertolongan-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat dan salam penulis panjatkan keharibaan junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W., yang telah membawa dan menuntun kita dari alam kebodohan menuju alam penerangan di bidang ilmu pengetahuan, karena berkat kesungguhan dan perjuangan beliau jualah hingga saat ini kita dapat merasakan dan menyaksikan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang semakin pesat.

(10)

Atas segala bantuan yang diberikan, maka penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Komisi Pembimbing. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA., Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., atas kesediaannya memberikan bimbingan dan arahan untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini.

Demikian juga ucapan terima kasih penulis tujukan kepada para dosen penguji, yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M. Hum., dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M. Hum yang telah memberi masukan dan arahan sejak tahap kolokium, seminar hasil dan ujian tesis (meja hijau) sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih terarah dan mencapai kesempurnaan.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga dan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(11)

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M. Hum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf, atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para Guru Besar dan Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan dari awal hingga selesai, serta selalu memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

5. Para pegawai atau karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan dalam proses perkuliahan dari awal hingga selesai.

(12)

7. Kepada Bapak Mahmuda A. Batubara, SE, Ak selaku Pimpinan Asuransi Takaful Keluarga Kantor Cabang / Perwakilan Medan, Bapak Karjo, AAAIK selaku Pimpinan Asuransi Takaful Umum Kantor Cabang / Perwakilan Medan, Bapak Zainal selaku Personalia dan teknisi Asuransi Takaful Cabang Medan, Bapak Supriadi bagian Marketing dan operasional Asuransi Takaful Cabang Medan, serta seluruh staf dan karyawan Takaful Indonesia Asuransi Syariah yang telah bersedia menjadi lokasi penelitian (riset) penulis dan telah berkenan membantu penulis dalam wawancara dan dalam memberikan data serta dokumen yang sangat penulis butuhkan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

8. Kepada sahabat-sahabat, Juni Surbakti, SH, M. Kn., Muhammad Reza, SH., Abdillah Arif, SE, Ak., M. Yassir Rizka, SPDN., M. Irsal Fikri, S. Sos., Andy Syahroni, SE., Indra, SE., T. Jaya Prana Putra., G. Rizki., Muhammad Irfan, Naim, SE., Supriono dan yang lain-lain. Penulis ucapkan terima kasih atas dorongan dan motivasi positif yang selalu diberikan kepada penulis untuk penyelesaian penulisan tesis ini, dan penulis sangat menghargainya.

(13)

sayang mereka merupakan kesempurnaan dan motivasi buat penulis sehingga segala hambatan-hambatan dalam penulisan tesis ini seakan terasa ringan hingga dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu, serta selalu memberikan do’a restu dalam setiap langkah kehidupan penulis, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih penulis kepada Abangda dan Kakanda Q, Zulhunain Hayalan Rangkuti, SKM., Syauqiyatul Afnani Rangkuti, ST., Drg. Suhailatun

Nafisah Rangkuti, ST., Zulhudain Al Hayyan Rangkuti, ST., Syifaatul Falahiyah Rangkuti, ST, NERS yang selalu mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan studi dan untuk penyelesaian penulisan tesis ini. Pada saat kita tumbuh dan berkembang dengan ilmu pengetahuan yang kita inginkan, kedua orang tua selalu memberi nasehat dan berpesan agar apa yang kita kerjakan dan lakukan harus didasarkan dengan do’a dan niat yang sungguh-sungguh serta dilakukan dengan sepenuh hati maka hasilnya akan baik dan berguna. Mudah-mudahan segala apa yang kita lakukan atau kita kerjakan di dalam melakukan sesuatu harus selalu dibarengi dengan do’a dan niat yang tulus untuk tujuan yang baik pasti hasilnya akan baik.

(14)

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan, dan dukungan serta do’a kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis berharap agar kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan seluruh pembaca guna memperluas dan meningkatkan ilmu pengetahuan, serta dapat berguna bagi kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang Ilmu Kenotariatan.

Medan, September 2009

(15)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

1. Nama : Zulhujjain Al Adyan Rangkuti, SH. 2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 23 September 1983.

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki. 4. Agama : Islam.

5. Status Perkawinan : Belum Menikah.

6. Kewarganegaraan : Indonesia.

7. Alamat : JL. Raya Medan Tenggara No. 379 A Medan.

II. Nama Orang Tua

1. Nama Ayah : Dr. H. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A. 2. Nama Ibu : Nurhayati Mustafa, S. Ag.

III. Pendidikan

1. SD Negeri 060822 Tamat Tahun 1995

2. SLTP Swasta Harapan Medan Tamat Tahun 1998

3. SMU Swasta Harapan Medan Tamat Tahun 2001

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP... ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SKEMA... xv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangkan Teori dan Konsepsi... ... 12

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsepsi... 42

G. Metode Penelitian... 45

1. Sifat dan Jenis Penelitian... 45

2. Teknis Pengumpulan Data... 46

(17)

4. Alat Pengumpulan Data... 48 5. Analisis Data... 49 H. Jadwal Rencana Penelitian... 49

BAB II : KONSEP KONTRAK DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN ASURANSI SYARIAH DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PERASURANSIAN SYARIAH DI INDONESIA DAN PENERAPAN PRINSIP – PRINSIP KONTRAK DALAM

PENGIKATAN PERJANJIAN ASURANSI TAKAFUL... 50 A. Tinjauan Umum Mengenai Konsep Kontrak Dalam Pengikatan

Perjanjian Asuransi Syariah Dalam Perundang - undangan Perasuransian Syariah Di Indonesia... 50 B. Tinjauan Umum Mengenai Penerapan Prinsip - Prinsip Kontrak

Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful... 82

BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN ASURANSI TAKAFUL... 98 A. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Asuransi

Takaful Keluarga / Asuransi Jiwa (Life Insurance)... 98 B. Produk Asuransi Takaful Keluarga / Asuransi Jiwa

(Life Insurance)... 105

C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Asuransi

Takaful Umum / Asuransi Kerugian (General Insurance)... 126 D. Produk Asuransi Takaful Umum / Asuransi Kerugian

(18)

BAB IV: MEKANISME PENGELOLAAN DANA PREMI

ASURANSI TAKAFUL... 144

A. Mekanisme Pengelolaan Dana Premi Asuransi Takaful Keluarga / Asuransi Jiwa (Life Insurance)... 144

B. Mekanisme Pengelolaan Dana Premi Asuransi Takaful Umum / Asuransi Kerugian (General Insurance)... 154

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 161

A. Kesimpulan... 161

B. Saran... 163

(19)

DAFTAR SKEMA

Nomor

Judul

Halaman

1.

Mekanisme Pengelolaan Dana pada Produk yang

Mengandung Unsur Tabungan (Saving)... 152

2.

Mekanisme Pengelolaan Dana pada Produk Tanpa

Unsur Tabungan (Nonsaving)... 153

3.

Mekanisme Pengelolaan Dana Premi Asuransi

Takaful Umum (General Insurance)... 159

4.

Mekanisme Pengelolaan Dana General Assurance

(20)

ABSTRAK

Dalam ajaran Islam menyantuni anak yatim, mereka yang tertimpa musibah, baik kematian, kehilangan harta benda, dan sejenisnya sangatlah dianjurkan, artinya kontribusi sesamanya untuk meringankan penderitaan saudaranya sangatlah diharapkan, dan inilah hakikat persaudaraan sebenarnya yang disebut ta’awun, ukhuwa, sehingga aplikasinya terasa menjembatani antara yang senang dan susah. Islam sebagai ad-din telah mendidik umatnya agar selalu hidup produktif dan penuh vitalitas kerja dan amal. Hal ini bermakna bahwa Islam, bukan agama orang pemalas, tapi justru sebaliknya umat Islam dipacu untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat dengan tidak melupakan kebahagiaannya di dunia. Ini terbukti dengan disyari’atkan zakat, haji serta dianjurkannya bershadaqah dan untuk itu perlu harta dan material. Hal itu di dapatkan melalui usaha dan kerja keras yang dilandasi iman, kejujuran serta ilmu pengetahuan. Bagi setiap muslim sesungguhnya hidup dan mati hanya untuk Sang Pencipta Allah SWT semata-mata. Dalam tekad itu terkandung konsekuensi, setiap muslim harus berislam bukan hanya di masjid dan mushallah, ketika shalat, puasa, zakat dan berhaji saja, akan tetapi juga ketika ia berada di pasar, bank, dan perkantoran. Ketika ia sedang bertransaksi, berinvestasi di pasar modal, dan juga ketika berasuransi.

Bahwa penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga lembaga asuransi konvensional yang tumbuh dimana-mana saat ini masih meragukan. Banyak dari mereka bersikap mendua, yaitu di satu pihak tuntutan kebutuhan akan masa depan, asuransi merupakan kebutuhan setiap orang sehingga keikutsertaannya di dalam asuransi sangat urgen, sementara di lain pihak keterlibatan orang Islam di dalam usaha asuransi belum bisa secara optimal karena masih ragu tentang kedudukan hukumnya di dalam Islam. Usaha perasuransian di Indonesia saat ini telah berkembang pesat. Di samping usaha perasuransian konvensional, telah muncul usaha perasuransian yang berdasarkan dan berlandaskan prinsip-prinsip syari’at Islam, yaitu Takaful Indonesia Asuransi Syariah. Lahirnya usaha perasuransian syariah dikarenakan sebagian masyarakat muslim di Indonesia selama ini meragukan sistem asuransi konvensional yang mengandung 3 (tiga) hal yang dilarang dalam ajaran Islam, yaitu : unsur ketidakpastian (gharar), unsur spekulasi atau perjudian (maysir), unsur bunga uang (riba).

Dalam membahas masalah Penerapan Prinsip-Prinsip Kontrak Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful. Metode penelitian yang dipergunakan adalah

Library Research dan Field Research. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu

(21)

asuransi syariah (takaful). Metode yang digunakan yaitu wawancara (depth interview) secara langsung kepada responden dan informan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

Di Indonesia Asuransi Takaful telah berdiri sejak 25 Agustus 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan prinsip syariah di Indonesia, melalui PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) sendiri memiliki 2 (dua) anak perusahaan, yaitu : PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum yang merupakan salah satu dari sekitar 13 perusahaan asuransi sedunia yang memiliki sistem yang sama. Kehadirannya di Indonesia pantas memberi angin segar sekaligus sebagai upaya memberikan alternatif berasuransi secara Islami, apalagi jumlah penduduk muslim di negeri ini adalah mayoritas. Selain itu Asuransi Takaful merupakan solusi terbaik sebagai antisipasi finansial, dengan demikian ada 2 (dua) hal yang secara nyata dituntut untuk dilaksanakan, yaitu : Pertama, penyiapan dana yang aman dan

profitable, dan Kedua, akumulasi dana yang halal.

(22)

ABSTRACT

In Moslem learning of compensating orphanes, those who are victims of disaster, either death, property damaging, or the like, is highly recommended, it means the contribution among peers to relieve them of sufferings is very expected as brothership, and this is the essence of their brotherhood called ta’awun, ukhuwa, thus the application is going to bridge between the happy and the difficulty. Islam as ad-din has educated the members to constantly live productively and full of work vitality and alms. This has meaning that Islam, not as lazy religion, but, it is to motivate the members of Moslem to look for life happiness in end-of-time by not forgetting the happiness in the earth. This is evident by requirement of alms, pilgrimate and the recommendation of bershadaqah, and there fore, it needs to have property and materials. It is gained from the attempt and working hardly based on the faith, honesty and the knowledge. For each Moslem, actually life and death is merely for the Creator Allah SWT. In the commitment, there is content of consequency, each Moslem must comply with the Islam not in Mosquo and Mushallah, when praying, fasting, alm and pilgrimate, but also when they are staying in markets, banks, and offices. When they are making the transaction, to make investment in capital market, and also in making the insurance they will comply with the Moslem teachings.

Wheareas the population of Indonesia is mayority of Moslem, thus conventional insurance institution growing everywhere recently is still in doubtness. Many of them are in ambigious stance, i.e., in one hand, the claim for future needs, insurance is need of each peop le thus it’s participation in insurance is very urgent, while in another hand, the participation of Moslem people in insurance business is not optimum because they are still doubt about the legal position in the Islam. The insurance business in Indonesia recently has developed rapidly. Beside the conventional insurance business, the insurance business has appeared based on the Syari’at Islam principles, namely Takaful Indonesia Asuransi Syariah. The birth of syariah insurance business is caused by part of Muslim people in Indonesia revently is in doubtness of conventional insurance system to cantain three things that is prohibited in Moslem teaching, they are : the element of uncertainity (gharar), element of speculation or gambling (Maysir), element of interest (riba).

(23)

In Indonesia the Takaful Insurance has been built since 25th of August 1994, when for first time it is based on the syariah principle in Indonesia, through PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) it self has two branches of company, they are : PT. Asuransi Takaful Keluarga and PT. Asuransi Takaful Umum that is one of about 13 insurance organizations in the world to have the same system. The coming in Indonesia willgive the freshness for attempt to give the insurance alternative of Moslem style, moreover the number of Moslem population in this state is mayority. In addition Asuransi Takaful is best solution as financial anticipation, thus there are two things to be claimed for implementation : First, preparation of safe fund and profitable, and second : accumulation of honesty fund.

Keywords : Application of contract principles, Agreement binding, Takaful

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, maka kebutuhan akan asuransi yang berdasarkan hukum syari’ah sangat diperlukan. Sehingga umat Islam akan terhindar dari asuransi yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang diharamkan oleh Islam. Pada prinsipnya, yang membedakan asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional adalah asuransi syari’ah menghapuskan unsur-unsur, yaitu : (a) unsur ketidakpastian (gharar) artinya adanya ketidakpastian sumber dana yang dipakai untuk membayar klaim dari pemegang polis asuransi, (b) unsur spekulasi atau perjudian (maysir) artinya adanya kemungkinan salah satu pihak yang diuntungkan sedang pihak lainnya dirugikan, (c) unsur bunga uang (riba) artinya adanya kemungkinan dana asuransi yang terkumpul dari pembayaran premi di bungakan, yang kemungkinan sering terjadi atau tercantum di dalam perjanjian antara perusahaan-perusahaan asuransi dengan tertanggung.

Untuk memberikan formulasi mengenai pengertian asuransi takaful (syari’ah), maka terlebih dahulu dapat dikemukakan pengertian asuransi secara umum. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, “insurance”. Insurance mempunyai pengertian : (a) asuransi, dan (b) jaminan.1 Kata asuransi dalam bahasa Indonesia telah diadopsi

(25)

ke dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan.2 Asuransi menurut “Wirjono Prodjodikoro” adalah suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.3

Istilah “asuransi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berarti “pertanggungan” adalah perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang di asuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya.4

Pengertian asuransi di atas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.5

Tujuan asuransi pada dasarnya adalah mengalihkan resiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan kepada orang lain yang bersedia

2

Ibid, halaman. 1. 3

Ibid, halaman. 2. 4

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, halaman. 54.

5

(26)

mengambil resiko itu dengan mengganti kerugian yang dideritanya. Pihak yang bersedia menerima resiko itu disebut penanggung (insurer). Ia mau melakukan hal itu tentu bukanlah semata-mata demi kemanusiaan saja atau alasan sosial lainnya yang memang tidak pernah ada, tetapi karena ia melihat dalam usaha ini terdapat celah untuk mengambil keuntungan. Perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung dapat menilai besar atau kecil suatu resiko pada pihak tertanggung (insured) bila terjadi atau yang menimpa seseorang. Berdasarkan besar kecilnya resiko yang dihadapi oleh penanggung dan berapa besar persentase kemungkinan klaim yang akan diterimanya. Oleh karena itu, perusahaan asuransi dapat menghitung besarnya penggantian kerugian.

Lain halnya asuransi syari’ah yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Arab, di antaranya, yaitu (1) takaful (menanggung), (2) ta’min (perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut), dan (3) tadhamun (saling menanggung).6 At-Ta’min dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.7

Kalau dibahas mengenai pengertian dari atau apa itu Asuransi Takaful, sebenarnya takaful berasal dari bahasa Arab, yang akar kata atau kata dasarnya adalah

kafala - yakfulu - kafaalatan, dimana kalau dilihat artinya adalah saling menanggung,

6

(27)

saling menjamin atau bisa juga memelihara. Namun kata yang lebih tepat adalah saling menanggung atau saling menjamin. Dalam pengertian mu’amalah bermakna saling memikul resiko diantara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lain saling menjadi penanggung atas resiko yang muncul.8 Jadi dapat diambil pemahaman dari uraian di atas bahwa pengertian dari asuransi takaful adalah merupakan pertanggungan yang berbentuk tolong-menolong atau disebut juga dengan perbuatan

kafal, yaitu perbuatan saling tolong-menolong, saling menanggung, saling menjamin

antara sesama peserta asuransi atau tertanggung dalam menghadapi sesuatu resiko yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.

Asuransi takaful adalah merupakan salah satu bentuk usaha asuransi yang ada di Indonesia, adapun bila melihat landasan hukum atau dasar hukum berdirinya asuransi takaful ini adalah Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Seperti tercantum pada Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang tersebut, yaitu : Perusahaan perasuransian adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan aktuaria.9

Dalam transaksi, pembuatan kontrak (akad) merupakan kunci utama, tanpa adanya akad maka transaksinya diragukan, karena dapat menimbulkan persengketaan pada suatu saat. Islam dengan tegas dan jelas mendorong sepenuhnya warga

8

Masyhuril Khamis, Takaful Konsep Asuransi Islam, Penerbit Pimpinan Wilayah Al-Wasliyah Sumatera Utara Majelis Dakwah dan Kader, Medan, 1997, halaman. 3.

9

(28)

masyarakat dan terutama penganutnya agar hati-hati dan mesti membuat akad dari setiap transaksi yang mereka laksanakan antara sesama manusia. Dari segi hukum, maka asuransi (baik asuransi konvensional maupun asuransi syari’ah takaful) merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak pemegang polis sebagai tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi sebagai penanggung, yang proses terjadinya dalam praktek melalui perantara agen/sales asuransi. Untuk terikatnya para pihak dalam perjanjian asuransi harus dibuat dalam bentuk akta, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menegaskan,

“Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang

dinamakan polis”.10 Jadi, polis merupakan alat bukti bahwa perjanjian asuransi telah terjadi.

Permasalahan diatas, menurut sebagian ahli fikih Islam, sebagaimana telah diuraikan oleh “Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani” bahwa ada 5 (lima) rukun syarat sahnya akad jaminan (dhaman), yaitu :11

a. Adanya pihak yang menjamin (dhamin). b. Adanya pihak yang dijamin (madhmun ‘anhu). c. Ada yang menerima jaminan (madhmun lahu).

d. Adanya barang atau beban (harta) yang harus ditunaikan, berupa hak harta yang wajib dibayar atau akan jatuh tempo pemenuhannya.

e. Adanya ikrar atau ijab qabul antara pihak penjamin atau penanggung dengan pihak yang ditanggung.

Penerapan prinsip-prinsip kontrak dalam pengikatan perjanjian asuransi takaful yaitu bahwa prinsip-prinsip yang perlu dipedomani dalam pelaksanaan

10

(29)

mu’amalah (dalam bertransaksi secara Islam), adalah seperti kebebasan berkontrak,

konsensualisme, persamaan hukum, keadilan, kejujuran dan kebenaran, dibuat secara tertulis, saling rela dalam akad, kewirausahaan, saling menguntungkan dalam hal-hal yang bermanfaat, tanggung jawab, kemudahan, administrasi keuangan yang benar dan transparan, tanggung jawab sosial dan kehati-hatian. Semua prinsip-prinsip yang telah disebutkan sebelumnya merupakan prinsip yang harus digunakan atau menjadi dasar dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan bertransaksi secara Islami (penyelenggaraan dan pelaksanaan mu’amalah) karena segala kegiatan mu’amalah diperbolehkan sepanjang tidak ada larangan.

Bila perjanjian (akad) asuransi yang dijalankan oleh perseroan asuransi dengan tertanggung berdasarkan ta’awun, tadhamun, serta ditambah dengan tabarru’, maka perjanjian (akad) asuransi itu sejalan dengan syari’at Islam. Memahami bahwa asuransi yang dibolehkan dalam Islam itu adalah asuransi yang berasaskan ta’awun,

tadhamun, dan tabarru’, tanpa ada niat untuk menginvestasikan uang dalam mencari

keuntungan, maka hal semacam itu sejalan dengan permasalahan pengaturan pengalihan pertanggungan yang diatur dalam Islam, yaitu dengan istilah kafalah.

Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafi) kepada pihak ketiga

untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.12

Muncul suatu pertanyaan mendasar dikalangan umat Islam, apakah sama antara asuransi umum (konvensional) dengan asuransi Islam (di Indonesia dikenal

12

(30)

dengan asuransi Takaful). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa asuransi Islam berbeda dengan asuransi modern secara mendasar, baik dari segi sudut pandang, bentuk, maupun sifat.13 Namun permasalahannya tidak sesederhana itu, seringkali tatanan konsep dasar menguntungkan kedua belah pihak, tapi pada klausula-klausula operasional masih banyak merugikan nasabah (tertanggung), karena sifat berat sebelah yang dimiliki dalam perjanjian asuransi. Persetujuan asuransi yang mengikat dua pihak, pada umumnya memberatkan pihak tertanggung karena yang menetapkan segala syarat (tercantum atau termaktub dalam polis) adalah pihak penanggung (perusahaan asuransi) yang kedudukannya jauh lebih kuat disebabkan modal yang dimilikinya, sehingga dengan mudah ia menetapkan segala persyaratan yang menjamin pihaknya (kepentingannya). Prinsip-prinsip atau asas-asas Islam dalam

bermu’amalah sudah seharusnya melindungi kepentingan nasabah (tertanggung)

sering kali terabaikan.

Mekanisme Asuransi Syari’ah Takaful tampak telah berjalan sesuai prinsip syari’ah. Namun, terkadang mengundang sejumlah pertanyaan di dalam masyarakat. Pada pokoknya, pertanyaan tersebut berpangkal pada 2 (dua) permasalahan. Pertama, apakah sudah terpenuhi syarat bagi keabsahan akad jaminan serta syarat dalam akad jaminan menurut prinsip syari’ah. Kedua, seputar kedudukan perusahaan takaful itu sendiri, apakah ia berperan sebagai perusahaan penjamin, ataukah sebagai perusahaan

13

Untuk lebih jelas perbedaan tersebut baca M. Abduh Manan, 1997, Terjemahan M. Nastangin,

Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, halaman. 302. Lihat juga

(31)

pengelola dana nasabah (mudharib), atau hanya sekedar sebagai lembaga yang mempertemukan nasabah sebagai pemilik dana dengan pengusaha.

Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai asuransi syariah yang dikenal di Indonesia dengan Asuransi Takaful, khususnya dalam pengikatan perjanjian asuransi takaful. Dengan mengangkat judul “PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP KONTRAK DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN ASURANSI TAKAFUL”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka Penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan Penulis bahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep kontrak dalam pengikatan perjanjian asuransi syari’ah dalam per-Undang-Undangan perasuransian syariah di Indonesia dan penerapan prinsip-prinsip kontrak dalam pengikatan perjanjian Asuransi Takaful ?

2. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Asuransi Takaful ?

(32)

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep kontrak dalam pengikatan perjanjian asuransi syari’ah dalam per-Undang-Undangan perasuransian syariah di Indonesia dan penerapan prinsip-prinsip kontrak dalam pengikatan perjanjian Asuransi Takaful.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Asuransi Takaful.

3. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan dana premi Asuransi Takaful.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

(33)

bidang perasuransian yang ada di Indonesia khususnya pada bidang Perasuransian Syari’ah (Takaful).

2. Secara praktis, dengan mengetahui asuransi (pertanggungan), khususnya dalam bidang Perasuransian Syari’ah (Takaful), maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim dapat menjalankan perasuransian yang Islami, salah satunya dengan menggunakan jasa lembaga Asuransi Syari’ah (Takaful), dan studi ini diharapkan juga dapat berguna dalam rangka penyusunan kodifikasi Hukum dan Undang-Undang mengenai Perasuransian yang ada di Indonesia, khususnya dalam bidang Asuransi Syari’ah (Takaful).

E. Keaslian Penelitian

(34)

Adapun beberapa penelitian yang berkaitan mengenai masalah Asuransi Takaful (Syari’ah) yang pernah dilakukan pada Program Studi Magister Kenotariatan dan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU), yaitu :

1. Perlindungan Hukum Atas Pemegang Polis Yang Tidak Memenuhi Kewajibannya Dalam Pembayaran Premi (Studi Pada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 dan PT. Asuransi Takaful Di Kota Medan), oleh Rilawadi Sahputra, Nim : 027011051, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU), pada tahun 2002.

2. Perlindungan Hak – Hak Tertanggung Dalam Perjanjian Asuransi (Studi Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Medan), oleh Fitri Handayani, Nim : 027011021, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU), pada tahun 2002.

3. Asas Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syari’ah (Studi Pada Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan), oleh Zulfajri, Nim : 027011068, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU), pada tahun 2002.

(35)

5. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Asuransi Takaful Menurut Hukum Islam Di Kabupaten Aceh Utara, oleh Abu Bakar, Nim : 017005001, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), pada tahun 2001.

Dari beberapa penelitian diatas, dapat penulis pastikan bahwa tidak ada satupun dari tulisan tersebut yang memfokuskan kajiannya terhadap “Penerapan Prinsip-Prinsip Kontrak Dalam Pengikatan Perjanjian Asuransi Takaful”, secara khusus. Penulisan tesis ini didasarkan pada ide, maupun gagasan dan pemikiran penulis secara pribadi, dimulai dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Ide penulis tumbuh berdasarkan perkembangan perusahaan Asuransi Syari’ah terutama Perusahaan Asuransi Takaful di Indonesia beserta permasalahan yang timbul di dalamnya. Kalau ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dan pelengkap untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Sutan Remy Sjahdeini mengartikan perjanjian standard sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan oleh pemakaiannya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang dibakukan hanya beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal yang spesifik dari obyek yang diperjanjikan.14

14

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak

(36)

Tujuan dibuatnya perjanjian standar untuk memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, bertolak dari tujuan itu, Mariam Darus Badrulzaman lalu mendefenisikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.15

Dalam teori hukum kontrak secara syari’ah (nazarriyati al-‘uqud), setiap terjadi transaksi, maka akan terjadi salah satu dari 3 (tiga) hal, pertama kontraknya sah, kedua kontraknya fasad, dan ketiga aqad-nya batal. Untuk melihat status hukum kontrak dimaksud, maka perlu memperhatikan instrumen dari aqad yang dipakai dan bagaimana pelaksanaannya.

Aqad-Aqad investasi bagi hasil yang dapat diaplikasikan pada produk asuransi

syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya adalah : 1. Mudharabah

Mudharabah adalah perjanjian (aqad) kerja sama usaha antara pemilik modal

(shahibul mal) dengan pelaksana proyek (mudharib), dengan keuntungan akan dibagi

antara kedua pihak sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih.

Mudharabah yang diuraikan diatas, terbagi kepada 2 (dua) bagian, yaitu :

a. Mudharabah muthlaqah, yaitu perjanjian kerja sama antara shahibul mal dan

mudharib tidak dibatasi oleh spesifikasi usaha, tempat, dan waktu selagi

dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

15

(37)

b. Mudharabah muqayyadah, yaitu usaha kerja sama yang dalam perjanjiannya akan dibatasi oleh kehendak shahibul mal, selagi dalam bentuk-bentuk yang dihalalkan oleh hukum Islam.

Dasar hukum yang dijadikan dalil dari Alquran adalah Surah Al-Muzzammil (73) ayat 20, selain dalil hukum dari Alquran, juga dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan yaitu (HR. Ath-Thabrani).

2. Al-Musyarakah

Al-Musyarakah adalah perjanjian (aqad) antara 2 (dua) pihak atau lebih dalam

suatu usaha tertentu, yaitu masing-masing pihak akan memberikan kontribusi berdasarkan kesepakatan, misalnya: kalau ada keuntungan atau kerugian masing-masing pihak mendapat margin dan menanggung risiko.

Musyarakah dimaksud, menurut mazhab Hanafi terbagi kepada 2 (dua) bagian

bila dilihat dari segi kontrak yaitu :

a. Syarikah muawwadah, yaitu pemilik modal secara bersama-sama berkontribusi dalam modal dan manajemen, jadi semua kontributor terlibat dalam manajemen.

(38)

Dasar hukum aqad dimaksud adalah ditemukan ayat yang membolehkan persyarikatan, di antaranya adalah QS. An-Nisa’ (4) ayat 12 dan QS. Shad (38) ayat 24, dan juga dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan yaitu (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim), dan dalam hadis lain disebutkan, ketika Nabi Muhammad S.A.W. diutus, banyak warga masyarakat yang mempraktikkan kerja sama dalam syarikat, lalu Nabi Muhammad S.A.W. membolehkannya, berbagai hadis menjelaskan, di antaranya

“Tangan Allah (pertolongan Allah) berada pada dua orang yang bersyarikat, selama

tidak ada pengkhianatan”.16

3. Wadhi’ah (Deposit)

Wadhi’ah pada dasarnya adalah berfungsi untuk penitipan barang saja, karena

pada zaman Rasulullah S.A.W. tujuan-tujuan wadhi’ah hanya demikian, tetapi tetap ada kasus yang membolehkan dana titipan diinvestasikan berdasarkan ketentuan bahwa dana yang digunakan sebagai wadhi’ah dikembalikan seutuhnya kepada pemilik.

Apabila pengertian wadhi’ah dilihat dari aspek tekhnikal maka berarti harta atau uang yang dititipkan oleh seseorang kepada orang lain untuk tujuan disimpan,17 sehingga dana yang disimpan tersebut tidak boleh digunakan pada dasarnya, tetapi bila pemilik mengizinkan dananya digunakan, maka penyimpan boleh saja menggunakannya, demikian disebutkan dalam Al-Majallah dan keuntungan yang diperoleh dapat dimanfaatkan oleh penyimpan. Namun, kalau terjadi kerugian maka

16

Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Jilid IV, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), halaman. 793.

(39)

penyimpan bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengganti. Dasar hukum aqad

wadhi’ah adalah QS. An-Nisa’ (4) ayat 58 dan QS. Al-Baqarah (2) ayat 283.

4. Al-Muzara’ah

Al-Muzara’ah adalah perjanjian (aqad) yang dilakukan antara pemilik lahan dan

penggarap untuk melaksanakan sesuatu aktivitas pertanian, seluruh modal dari pemilik lahan atau pemodal, petani hanya menggarap saja sampai berhasil, keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan pemodal dan penggarap.

Dasar hukum muzara’ah dimaksud, adalah hadis Nabi Muhammad S.A.W. Yang artinya: Rasulullah S.A.W. memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya dengan mensyaratkan bahwa penggarapnya mendapat imbalan dari hasil garapan tersebut berupa buah-buahan dan tanaman.18 Hadis diriwayatkan oleh Al-Jama’ah dari Ibnu Umar dan juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Jabir.19

5. Aqad-Aqad Jual Beli

Selain aqad-aqad yang disebutkan di atas, akad-akad jual beli (sale and

purchase) yang biasa diaplikasikan dalam institusi keuangan syariah adalah :

a. Bai’ Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)

Bai’ Al-murabahah adalah jual beli sesuatu barang sesuai dengan harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati berdasarkan pertimbangan bahwa keuntungan yang tidak terlalu membebankan kepada calon pembeli. Pembelian juga

18

Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islami, Jilid V. (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), halaman. 615. 19

(40)

boleh dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu, dalam kitab Al-Umm Imam Syafi’i menyebutnya sebagai al-amru bi asy-syiria. Dasar hukum keabsahan jual beli berdasarkan murabahah adalah QS. Al-Baqarah (2) ayat 275.

b. Bai’ As-Salam (In Front Payment Sale)

Bai’ As-Salam adalah suatu kontrak antara penjual dan pembeli, yaitu pembeli

terlebih dahulu membayar harga sesuatu barang, sedangkan penyerahan barangnya dikemudiankan. Dasar hukum bai’ as-salam adalah QS. Al-Baqarah (2) ayat 282), dan hadis yang diriwayatkan oleh (HR. Ibnu Abbas).

c. Bai’ Al-Istishna’ (Purchase by Order or Manufacture)

Bai’ Al-Istishna’ adalah kontrak jual beli dengan cara pesanan. Pembeli

melakukan transaksi dengan seseorang untuk membeli sesuatu barang, penjual akan membuatkannya atau memesankan kepada pabrik menurut spesifikasi yang dikehendaki, pembayarannya boleh tunai dan boleh juga dengan cicilan sesuai dengan persetujuan. Bai’ al-istishna’ merupakan bagian atau aqad khusus dari bai’ as-salam. Dasar hukum bai’ as-salam adalah bai’ al-istishna’, karena hal itu merupakan bagian dari aqad as-salam, sehingga dasar-dasarnya sama dengan dasar-dasar yang ada pada

bai’ as-salam, namun para ulama menjelaskan bahwa kontrak bai’ al-istishna’ adalah

sah menurut syara’ berdasarkan istihsan.

6. Al-Ijarah

Al-ijarah ialah perjanjian (aqad) untuk pemindahan hak guna atas barang atau

(41)

dimaksud adalah Alquran QS. Al-Baqarah (2) ayat 233, dan hadis yang diriwayatkan (HR. Ibnu Abbas), (HR. Al-Bukhari dan Muslim), dan (HR. Ibnu Majah).

7. Jasa

a. Al-Wakalah

Al-Wakalah adalah penyerahan atau pemberian mandat. Selain itu, dalam

bahasa Arab biasa juga disebut sebagai tafwidh. Tafwidh adalah menyerahkan sesuatu urusan kepada orang lain yang ada sehingga mengandung hal-hal yang diwakilkan. Karena itu, wakalah adalah seseorang yang menyerahkan urusan dagangannya atau urusan bisnisnya kepada orang lain dan menggantikan peranannya yang berkaitan dengan urusan bisnis yang dia jalankan.

Berdasarkan hal dimaksud, penulis berpendapat bahwa wakalah adalah pelimpahan wewenang oleh seseorang kepada orang lain sebagai pengganti dirinya atau mewakili kepentingannya dalam mengurus urusannya selama dia masih hidup. Dasar hukum wakalah adalah Alquran dalam Surah Yusuf (12) ayat 55, dan selain dari Alquran juga terdapat dalam hadis yang diriwayatkan (HR. Imam Malik) dan (HR. Muslim).

b. Al-Kafalah (Guaranty)

Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada

(42)

c. Al-Hawalah

Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang

lain yang wajib menanggungnya. Dasar hukum hawalah dimaksud adalah hadis yang diriwayatkan (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

d. Ar-Rahn (Mortgage)

Ar-Rahn (gadaian) adalah seseorang yang meminjam harta orang lain dengan

cara memberikan sesuatu barang miliknya yang mempunyai nilai ekonomi, seandainya terjadi kegagalan dalam pembayaran, maka orang yang meminjamkan hartanya dapat memiliki barang tersebut. Dasar hukum ar-rahn adalah hadis yang diriwayatkan (HR. Al-Bukhari).

e. Qardh Hasan (Benevolent Loan)

Qardh Hasan adalah meminjamkan harta kepada seseorang tanpa

mengharapkan imbalan sehingga biasa juga disebut aqad tathawwu’ atau saling bantu-membantu. Tetapi Rasulullah menggalakkan agar para sahabat memberikan profit sebagai terima kasih kepada orang yang telah meminjamkan. Dasar hukum

qardh hasan dimaksud adalah QS. Al-Hadid (57) ayat 11, dan hadis yang

diriwayatkan (HR. Ibnu Majah).

(43)

yang sesuai dengan permintaan nasabah. Karena itu, perusahaan asuransi syari’ah tidak diikat dengan beberapa bentuk aqad saja dalam mengendalikan bisnisnya, sehingga ia leluasa dalam membangun bisnis asuransi di masa depan, kalau tidak demikian maka tentu ia akan tertinggal dari asuransi konvensional yang dalam waktu cepat dapat merombak berbagai bentuk produk bisnisnya.

Salah satu keunggulan produk asuransi syari’ah adalah kehalalannya. Asuransi syari’ah menawarkan sistem bagi hasil (mudharabah) dan berbagi resiko. Karena itu, pada saat membuka asuransi syari’ah, dana peserta langsung dibagi 2 (dua), sebagian dibagikan ke dana kemanusiaan (tabarru’) untuk menutupi klaim dan sisanya menjadi premi tabungan. Premi tabungan dimaksud tidak akan hilang. Nasabah justru diuntungkan karena menikmati bagi hasil investasi yang dikembalikan ketika kepesertaan berakhir.

(44)

Perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah (takaful) dengan asuransi konvensional adalah :

1. Perbedaan Mendasar Mengenai Konsep

a. Pengertian Asuransi Syariah

Pengertian asuransi syariah telah dikemukakan diatas. Asuransi syariah mempunyai 3 (tiga) pengertian seperti yang telah dikemukakan, diantaranya

at-ta’min. Mu’ammin adalah penanggung dan mun-ta’min diartikan tertanggung. Di

dalam Al-Qur’an dikatakan : “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari

ketakutan” (QS. Quraisy (106) ayat 4). Ada kata aman dari rasa takut. Memberi rasa

aman. Jadi istilah at-ta’min, yaitu antara men-ta’min-kan sesuatu yang berarti seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau kendaraannya.20

Al-Fanjari mengartikan tadhamun, takaful, at-ta’min atau asuransi syariah dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial. Ia juga membagi

ta’min ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu ta’min at-ta’awunity, ta’min at-tijari, dan

ta’min al-hukumiy.21 Usaid Hamid Hisan menguraikan bahwa asuransi adalah sikap

ta’awun yang telah diatur melalui sistem yang rapi, diantara sebagian besar manusia.

20

(45)

Asuransi adalah ta’awun, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Karena itu, ta’awun di antara sesama manusia berarti saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.22 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi. Asuransi Syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.23

b. Pengertian Asuransi Konvensional

Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah “pertanggungan”. Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Hal dimaksud melahirkan istilah assurantie, assuradeur bagi penanggung dan geassureeder bagi tertanggung.24

Selain itu, ada defenisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya asuransi itu merupakan alat atau institusi belaka yang bertujuan untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi

22

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta : Gema Insani, 2004, halaman. 29.

23

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi

Syariah.

24

KH. Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqih Sosial, Bandung, Penerbit Mizan, 1999, halaman. 205 - 206. Lihat juga Emmy P. Simanjuntak, Hukum

(46)

dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut. (a device for recuding risk by combining a sufficient number of exposure

unit to make their individual losses collectively predictable. The predictable loss is

then shared by or distribution proportionately among all units in the combination).25

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang tercantum pada Pasal 1 ayat (1) yang menguraikan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.26

2. Perbedaan Mendasar Mengenai Sumber Hukum

a. Sumber Hukum

1) Sumber Hukum Asuransi Syariah

Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-Qur’an, sunnah, ijma’, fatwa sahabat, mashlahah mursalah, qiyas, istihsan, urf/tradisi, dan fatwa DSN-MUI. Karena itu, modus operandi asuransi syariah selalu sejalan dengan prinsip-prinsip

25

Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice, Business Publication, Inc. 1985, halaman. 25. 26

(47)

syariah.27 Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari asuransi syariah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis, dan fikih Islam. Karena itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian, sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad secara syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi, baik yang akadnya jual beli (tabaduli) maupun akad tolong-menolong (takafuli).

2) Sumber Hukum Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang didasari oleh pikiran manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus operandinya didasarkan atas hukum positif. Karena itu, tidak memiliki sumber hukum yang jelas, maka cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan kedepan.28 Seperti halnya dalam akadnya ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan) terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas (gharar) berapa yang akan dibayar peserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu yang akan diperoleh (ada atau tidak, besar atau kecil), tidak diketahui berapa lama seseorang peserta asuransi harus membayar premi.29

b. Perbedaan Mendasar Mengenai Dewan Pengawas Asuransi

1) Asuransi Syariah

Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan asuransi syariah. Dewan Pengawas

27

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Dar Al-Fikr Al-‘Arabi, tth, halaman. 12. 28

H. Zainuddin Ali, Op. cit., halaman. 68. 29

(48)

Syariah (DPS) mengawasi jalannya operasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara hukum Islam yang dapat merugikan orang lain. Karena itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) berfungsi untuk :

a) Melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syariah yang berada di bawah pengawasannya.

b) Berkewajiban mengajukan unsur-unsur pengembangan Keuangan Lembaga Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

c) Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang mengawasinya kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun anggaran.

d) Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan Dewan Syariah Nasional (DSN).30

2) Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawas dalam melaksanakan perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak memiliki sebuah wadah kontrol yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan asuransi tersebut sehingga mudah timbul penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun penyimpangan hukum secara syar’i.31

c. Perbedaan Mendasar Mengenai Akad Perjanjian

1) Asuransi Syariah

Asuransi Syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah

tabarru’ yang bertujuan kebaikan untuk menolong di antara sesama manusia, bukan

30

Muhammad Syakir Sula, Op. cit., halaman. 30. Lihat juga Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinan Majelis Ulama (MUI) tentang susunan pengurus Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Kep-98/MUI/III/2001, tentang Kedudukan dan Fungsi DSN-MUI.

(49)

semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya mudharabah, wadhi’ah, wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’, mutabarri mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini dianjurkan oleh syariat Islam, penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar (QS. Al-Baqarah (2) ayat 261).

Membantu orang lain dari kesukarannya merupakan martabat yang mulia, dalam hadis Nabi Muhammad S.A.W. yang artinya : Barang siapa memenuhi hajat

saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya. (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Abu

Daud). Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan kejelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru’ dari setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta asuransi yang mendapat musibah atau kerugian akan menerima bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang dihadapinya. Bantuan dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’ (dana derma).32

2) Asuransi Konvensional

Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak peserta asuransi melakukan akad mu’awadhah, yaitu masing-masing dari kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penanggung dan di pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan

32

(50)

tertanggung memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.33 Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsur untung-untungan, yaitu keuntungan yang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penanggung mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah dan di pandang sebagai hasil dari mengambil risiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil.34

d. Kepemilikan, Pengelolaan, dan Sharing of Risk VS Transver of Risk

1) Asuransi Syariah

Asuransi syariah menganut sistem kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shahibul mal).35 Pihak perusahaan asuransi syariah hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali tabarru’ (non komersial) dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Disinilah letak perbedaan mendasar pada Asuransi Takaful Keluarga / Asuransi Jiwa (life insurance) apabila seorang peserta karena kebutuhan yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada. Selain itu, perlu diungkapkan bahwa pengelolaannya untuk produk-produk yang mengandung unsur saving (tabungan), dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi 2 (dua rekening), yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’ (non komersial). Demikian juga proses hubungan

33

Husain Hamid Hisan, Hukum Asy-Syari’ah Al-Islamiyah fi ‘Uqudi At-Ta’min, (Kairo : Darul I’tisham), halaman. 25.

34

(51)

peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling menanggung resiko). Hal itu menunjukkan bahwa sistem asuransi syariah selalu mendasarkan diri pada prinsip tolong-menolong (ta’awun), yaitu dana yang terkumpul dalam bentuk dana tabarru’ di investasikan dan dikembangkan, dan hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan peserta asuransi, bukan untuk badan pengelola perusahaan asuransi.36

2) Asuransi Konvensional

Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan, bebas menggunakan dan menginvestasikan pengelolaannya, bersifat tidak ada pemisahan antara dana peserta dan dana tabarru’ sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan tanpa ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan transfer of risk atau memindahkan, bahkan ada kecenderungan yang selalu di praktikkan dalam asuransi konvensional untuk menginvestasikan dananya ke sistem bunga. Selain itu, dana yang terkumpul pada sistem asuransi konvensional dikelola oleh badan pengelola dan keuntungannya hanya untuk kepentingan badan pengelola dan membayar polis peserta, pengelola menganggap mempunyai pertambahan keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.37

36

H. Zainuddin Ali, Op. cit., halaman. 75. 37

(52)

e. Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim

1) Asuransi Syariah

Unsur-unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ (non komesril) dan tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah di akadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudara-saudaranya yang ditakdirkan oleh Allah SWT meninggal dunia atau mendapat musibah materi seperti kebakaran, gempa, banjir, dan lain-lain. Selain itu, sumber pembayaran klaim dalam asuransi syariah adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana tolong-menolong.38

2) Asuransi Konvensional

Dalam asuransi konvensional unsur-unsur preminya terdiri atas :

1. Mortality table yaitu daftar table kematian berguna untuk mengetahui

besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang dikarenakan kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup. 2. Penerimaan bunga (untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus

dikalkulasi di dalamnya).

3. Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya reklame, sale promotion, dan biaya pembuatan polis (biaya administrasi), biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya seperti inkaso.39

f. Investasi Dana dan Keuntungan

1) Asuransi Syariah

Asuransi syariah dalam menginvestasikan dananya hanya kepada bank syariah, BPRS, obligasi syariah, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan

38

(53)

prinsip syariah. Sementara profit (laba) untuk asuransi kerugian yang diperoleh dari

surplus underwriting bukan menjadi milik perusahaan sebagaimana mekanisme

dalam asuransi konvensional.

Berinvestasi pada industri perusahaan asuransi syariah, memiliki keunggulan yang memberi semangat kepada pesertanya. Sebab, sistem dimaksud tidak mengenal sistem dana hangus. Peserta yang baru masuk pun yang karena sesuatu dan lain hal sehingga mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan untuk dana

tabarru’ sehingga tidak dapat ditarik kembali. Begitu juga dengan asuransi takaful

umum (asuransi kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka

takaful membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60 : 40 atau

70 : 30 sesuai kesepakatan ketika terjadi akad.

2) Asuransi Konvensional

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang Usaha Penyelenggaraan Usaha Perasuransian pada Pasal 13 ayat (1), investasi wajib dilakukan oleh asuransi konvensional pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Selain itu, harus memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424/KMK.6/2003.40 Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting

40

(54)

menjadi milik perusahaan yang telah dahulu RUPS dibagikan kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan penyertaan modal.

Di dalam sistem asuransi konvensional memiliki sistem dana hangus, yaitu peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana peserta itu hangus. Begitu juga untuk asuransi non saving (tidak mengandung unsur-unsur tabungan) atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayar oleh pihak peserta asuransi ke pihak perusahaan akan hangus atau menjadi milik pihak asuransi.

g. Kebersihan Usaha dari Maisir, Gharar, dan Riba

1) Asuransi Syariah

Apabila memperhatikan sistem operasional asuransi syariah yang bersumber dari Alquran dan hadis, maka jelas terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh syariat Islam, yaitu dari hal-hal yang berunsurkan maysir, gharar, dan riba. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari segi mekanisme dan pengelolaan dananya. Para pengelola asuransi syariah memisahkan antara rekening dana peserta dengan rekening

tabarru’, agar tidak terjadi percampuran dana. Demikian pula mekanisme ini tidak

terjadi unsur riba, baik dalam praktik kerugian maupun jiwa dengan cara menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba, misalnya

mudharabah, wadhi’ah, wakalah, dan sebagainya.41 Karena itu, hal yang menonjol di

41

(55)

dalam asuransi takaful adalah saling bertanggung jawab, saling membantu, saling melindungi di antara sesama peserta sehingga para nasabah benar-benar menyumbangkan preminya (kontribusi) kepada pengelola sebagai amanah untuk mengelolanya demi terciptanya pertolongan kepada peserta yang membutuhkannya atau yang berhak untuk disantuni karena mengalami musibah. Perusahaan asuransi menjalankan pelayanannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati atau berdasarkan akad yang menggunakan prinsip syariah yang dapat menghindari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama.42

2) Asuransi Konvensional

Salah satu perbedaan yang paling penting dan tidak dapat dilepaskan, yaitu dari segi kebersihan dari suatu usaha, apakah ada unsur judi, unsur ketidakjelasan karena adanya praktik-praktik yang menipu dan merugikan orang lain. Hasil Sidang Dewan Hisbah Persis yang ke- 12 tanggal 26 Juni 1996 mengambil keputusan bahwa asuransi konvensional mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Majelis Tarjih Muhammadiyah membagi asuransi ke dalam 2 (dua) kategori: Pertama, asuransi yang berdimensi spekulatif yang memiliki bobot judi yang sudah jelas hukumnya haram. Kedua, asuransi yang memiliki bobot tolong-menolong hukumnya ibadah. Karena itu, asurans

Referensi

Dokumen terkait