BAB IV
TITRASI ASAM BASA
4.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami cara dan tahapan titrasi asam-basa. 2. Melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 M.
3. Menentukan konsentrasi kadar asam cuka dengan titrasi asam basa.
4.2 Dasar Teori
Titrasi asam basa merupakan analisa kuanitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya di titrasi oleh larutan yang konsentrasinya sudah diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai dengan penambahan indikator. Fungsi dari penambahan indikator yaitu untuk mengetahui titik akhir titrasi, jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhit titrasi.
Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas atau konsentrasi asam dengan zat penetrasi larutan basa atau penentuan konsentrasi larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik equivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi. Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik equivalen, maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik equivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH dimana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik equivalen.
Untuk menyatakan perubahan pH pada saat titrasi digunakan grafik titrasi. Kurva titrasi memudahkan kita dalam menentukan titik equivalen. Jenis asam dan basa yang digunakan akan menentukan bentuk kurva titrasi. Pada dasarnya titrasi asam basa merupakan reaksi penetralan yang terjadi antara ion H+ dan ion OH-, yang akan membentuk garam dan air. Titrasi asam basa dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Asidimetri
Menganalisa sampel yang bersifat asam, maka digunakan larutan yang standar bersifat basa.
2. Alkalimetri
Menganalisa sampel yang bersifat basa, maka digunakan larutan yang standar bersifat asam.
Titrasi digolongkan sebagai analisa volumetri berdasarkan pengukuran volume tertentu dengan pereaksi tertentu.
Saat ini banyak minuman energi yang melabeli produknya sebagai minuman isotonik yang mampu menggantikan ion-ion tubuh yang hilang pada saat beraktivitas semakin marak. Benarkah minuman isotonik tersebut bersifat isotonik terhadap larutan standar dalam tubuh manusia? Hal ini tentunya sangat menggelitik kita untuk membukti-kannya. Sebagai larutan standar digunakan cairan infus yang berisi larutan NaCl 0,15 M. Pemilihan infus dikarenakan di dalamnya terdapat kandungan garam fisiologis yang memiliki kepekatan yang sama dengan larutan standar dalam tubuh manusia, sehingga diasumsikan cairan infus berisotonik dengan larutan standar dalam tubuh manusia.
Untuk membandingkan nilai π harus dengan menggunakan jembatan penolong, yaitu ∆Tb dan ∆Tf kedua larutan (infus dan minuman isotonik), karena tekanan osmosis sulit untuk diamati secara fisik. Pengujian keisotonikan kedua larutan tersebut dapat dilakukan secara teoretis sebagai berikut :
1. Berdasarkan pendidihan larutan dapat diketahui kenaikan titik didih larutan ∆Tb = Tb Larutan – Tb Pelarut muni
∆Tb = Kb × m × i
2. Berdasarkan pendinginan larutan dapat diketahui penurunan titik beku larutan ∆Tf = Tf Pelarut murni – Tf Larutan
∆Tf = Kf × m × i
Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan pelarut yang sama yaitu air, sehingga nilai Kb dan Kf kedua larutan sama. Karena kedua larutan merupakan larutan elektrolit, maka digunakan faktor van Hoff. Berdasarkan rumus yang digunakan, maka besarnya molalitas dan faktor van Hoff dapat diketahui. Kedua larutan ini memiliki kepekatan yang sangat encer, sehingga diasumsikan nilai molalitas (m) ≈ molaritas (M), sehingga:
π = M × R × T × i
Besarnya R dan T pada kedua larutan dapat diabaikan dalam proses perhitungan, karena nilai R dan T kedua larutan sama, sehingga larutan dikatakan isotonik jika :
π1 π2=
M1×R×T ×i1
M2×R×T×i2 karena R dan T sama , maka
π1
π2 =
M1 ×i1
M2×i2 karena M ≈ m, maka
π1
π2 =
m1 ×i1
m2×i2 Nilai m × i didapatkan dari perhitungan ∆Tb atau ∆Tf.
4.3 Alat dan Bahan
Alat :
Gelas ukur Labu ukur Neraca teknis Labu erlemenyer Corong
Gelas kimia Pipet tetes Buret Statif Klem
Bahan Aqua dm NaOH
Indikator phenolred HCl 10 ml
Asam cuka 2 ml
Siapkan Alat dan Bahan
Masukkan larutan NaOH pada buret
Masukkan 10 ml HCl ke gelas ukur
Pindahkan 10 ml HCl ke labu erlemenyer
Beri phenolred ( indikator )
Titrasi HCl dengan NaOH
Amati perubahan warna pada sampel
Catat volume NaOH yang digunakan
Data pengamatan
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
4.4 Metode Praktikum
4.4.1 Skema Proses
Standarisasi NaOH dengan HCl
Siapkan Alat dan Bahan
Masukkan larutan NaOH pada buret
Masukkan dan timbang asam cuka 2 ml pada gelas kimia
Encerkan asam cuka di labu ukur 50 ml
Ambil sampel dan Pindahkan ke erlemenyer
Gambar 4.2 Skema proses penentuan kadar asam cuka
4.4.2 Penjelasan Skema Proses
Standarisasi NaOH dengan HCl
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Masukkan larutan NaOH pada buret 50 ml. 3. Masukkan 10 ml HCl pada ke gelas ukur. 4. Pindahkan 10 ml HCl ke labu erlemenyer. 5. Beri indikator phenolred 1 tetes.
6. Titrasi HCl dengan NaOH.
7. Amati perubahan warna yang terjadi. 8. Catat volume NaOH yang dipakai. 9. Buat data pengamatan.
10. Tulis analisa dan pembahasan.
Masukan larutan NaOH ke dalam buretPipet 10 mL larutan HCl, masukan ke dalam erlenmeyer
+phenenol red 1-2 tetes
+ Phenol red 1-2 tetes
Titrasi dengan mengunakan larutan NaOH
11. Buat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan.
Penentuan kadar asam cuka
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Masukkan larutan NaOH pada buret 50 ml. 3. Masukkan asam cuka 2 ml pada gelas kimia. 4. Timbang asam cuka dengan neraca teknis.
5. Encerkan asam cuka dengan aquades di labu ukur 50 ml. 6. Pindahkan 10 ml asam cuka ke labu erlemenyer.
7. Tambahkan 3 tetes indikator PP. 8. Titrasi asam cuka dengan NaOH.
9. Amati perubahan warna yang terjadi pada sampel. 10. Catat volume NaOH yang digunakan.
11. Tulis data pengamatan.
StandarisasiNaOH dengan larutan HCl
Masukan larutan NaOH ke dalam buretTimbang 5 mL sampel cuka
+ aquadm
Tambahkan aquades hingga 100 mL
Pipet 10 mL sampel cuka, masukan kedalam erlenmeyer
+ 2-3 tetes PP
Tambahkan 2 -3 tetes indikator PPTitrasi sampel cuka dengan larutan NaOH
Penentuan Kadar cuka dalam sampel cuka
Gambar 4.2. Proses penentuan kadar cuka
4.5 Data Pengamatan
Standarisasi NaOH dengan H2.C2.04. 2H20
Tabel 4.1. pengamatan standarisasi NaOH dengan H2.C2.O4. 2H20
Titrasi ke 1 2
Volume awal 0 0
Volume titrasi 15,6 15,2
Volume akhir 15,6 15,2
Volume rata rata 15,4 15,4
Penentuan kadar asam cuka
Tabel 4.2. pengamatan penentuan kadar asam cuka
Titrasi ke 1 2
Volume awal 2 0
Volume titrasi 5,1 2,9
Volume akhir 3,1 2,9
Volume rata rata 4 4
5.6 Perhitungan phenolred berubah warna menjadi kuning dengan volume titrasi 15,4 ml. Dan didapatkan 0,0649 N NaOH melalui hasil perhitungan stoikiometri. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa standarisasi larutan NaOH dengan larutan HCl berhasil dilakukan.
Percobaan selanjutnya adalah penentuan kadar asam cuka
(CH3COOH), asam cuka diambil 2 ml lalu diencerkan dengan aquades hingga 50 ml didalam labu ukur. Setelah itu diambil 10 ml larutan asam cuka tadi, dipindahkan ke labu erlenmeyer dan diteteskan phenolphtalein adalah untuk mengetahui titik akhir atau equivalen titrasi. Pada saat dilakukan titrasi CH3COOH dengan NaOH terjadi perubahan warna menjadi warna pink (rose) dengan volume titrasi 2,5 ml. Setelah itu menghitung kadar asam cuka dan didapatkan 1,5151751 %. Pada saat titrasi bila perubahan yang terjadi menjadi warna ungu, itu menandakan bahwa percobaan titrasi gagal karena kelebihan NaOH, satu tetes NaOH pun sangat berpengaruh terhadap perubahan warna yang terjadi.
4.9 Kesimpulan
1. Pada praktikum ini praktikum dapat mengetahui standarisasi asam basa. 2. Titrasi asam basa adalah titrasi yang berdasarkan penetralan asam dan basa. 3. Kelebihan satu tetes pun dapat mempengaruhi hasil titrasi.