EFEK EKSTRAK LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP PARAMETER DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN
MUDA DAN TUA
Oleh
Supini
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
`
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEK EKSTRAK LADA HITAM (Piper nigrum L.) TERHADAP PARAMETER DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN
MUDA DAN TUA
Oleh Supini
Radikal bebas merupakan molekul atau senyawa tidak stabil dan sangat reaktif mengambil elektron-elektron dari molekul lain sehingga mengakibatkan kerusakan sel dan penuaan. Salah satu tanda penuaan dapat dilihat dari parameter darah. Aktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh antioksidan. Lada hitam (Piper nigrum L. ) mengandung senyawa antioksidatif kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak lada hitam pada pakan terhadap jumlah eritrosit, leukosit dan hematokrit mencit (Mus musculus L.) jantan muda dan tua. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 2 faktor yaitu umur (4 dan 6 bulan) dan perlakuan (kontrol, ekstrak air, ekstrak etanol, dan campuran ekstrak air+etanol) selama 90 hari. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA Two Ways dilanjutkan Uji BNT pada α 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata perbedaan umur mencit kontrol (K) terhadap jumlah eritrosit(p=0,604), leukosit (p=0,326) dan hematokrit (p=0,316). Ekstrak lada hitam berpengaruh nyata terhadap peningkatan parameter darah mencit jantan umur 7 bulan (muda) dengan jumlah eritrosit (7,51 juta /mm3), leukosit (5.692 sel/mm3) dan hematokrit (36%) dibandingkan kontrol yaitu eritrosit (5,5 juta/mm3), leukosit (4.275 sel/mm3) dan hematokrit (25,25%). Pada mencit jantan umur 9 bulan (tua), ekstrak lada hitam berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah eritrosit (7,092 juta/mm3), leukosit (8.457 sel/mm3) dan hematokrit (33,58%) dibandingkan kontrol yaitu eritrosit (5,85 juta/mm3), leukosit (5.550 sel/mm3) dan hematokrit (28%).
Pemberian ekstrak lada hitam pada mencit yang berbeda umur tidak berpengaruh nyata pada jumlah eritrosit dan hematokrit, tetapi jumlah leukosit cenderung tinggi pada mencit umur 9 bulan yang diberi ekstrak air (8.750 sel/mm3) dan campuran etanol-air (10.425 sel/mm3).
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
D. Kerangka Pikir ... 4
E. Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lada Hitam (Piper nigrum L.) ... 7
1. Klasifikasi Lada Hitam... 7
2. Sejarah Tanaman Lada ... 7
3. Biologi Lada ... 8
4. Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Lada ... 10
B. Mencit (Mus musculus L.) ... 14
1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus L.) ... 14
2. Biologi Mencit ... 15
C. Deskripsi Darah ... 16
D. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 27
B. Alat dan Bahan ... 27
ii
3. Perlakuan ... 31
4. Pengambilan dan Pengamatan Sampel Darah ... 32
5. Analisis Data ... 35
6. Diagram Alir ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
B. Pembahasan ... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 55
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang penyebab penuaan. Radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab penuaan (Hansakul, 2010). Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya dan jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. Kurangnya antioksidan dan adanya radikal bebas berlebih memicu kondisi stress oksidatif. Kondisi stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit (Droge, 2002; Proctor dan Reynolds, 1984).
Salah satu perubahan fungsi organ yang terkait dengan proses menua adalah immunopause (menurunnya kekebalan tubuh) yang berkaitan dengan darah
(Braverman, 2007). Darah merupakan cairan ekstraseluler yang terdapat dalam pembuluh darah. Darah memiliki peran penting dalam tubuh
transportasi nutrisi, oksigen, hormon dilakukan oleh eritrosit. Fungsi sistem antibodi dijalankan oleh leukosit (Murray dkk, 1996). Pada usia yang semakin tua, jumlah eritrosit dan leukosit semakin menurun karena
produktivitas sumsum tulang belakang juga semakin rendah. Jumlah eritrosit dan leukosit juga dapat menurun karena adanya radikal bebas yang
menyerang sel sehingga jumlahnya tidak seimbang antara jumlah sel yang terdapat dalam sirkulasi dengan jumlah sel yang disintesis (Sherwood, 2001).
Sundaryono (2011) telah melakukan penelitian tentang uji aktivitas senyawa flavonoid total dari Gynura segetum (Lour) terhadap peningkatan eritrosit dan penurunan leukosit pada mencit (Mus musculus L.) jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan senyawa flavonoid dari daun dewa
memberikan pengaruh nyata terhadap kenaikan jumlah eritrosit dan penurunan jumlah leukosit. Hal ini diduga karena adanya kandungan
senyawa flavonoid dari daun dewa. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan, yang di dalam sel darah dapat bertindak sebagai penampung radikal hidroksil dan superoksida sehingga melindungi lipid membran dan mencegah kerusakan sel darah. Senyawa flavonoid dari hasil ekstraksi lada lada hitam meningkatkan eritropoiesis (proses
3
Penelitian lainnya dilakukan oleh Suryani dan Johan (2011) menggunakan jus tomat yang mengandung likopen sebagai antioksidan terhadap jumlah
leukosit dan neutrofil tikus yang leukositosis akibat paparan asap rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jus tomat yang merupakan antioksidan dapat menurunkan jumlah total leukosit dan neutrofil pada tikus leukositosis yang telah terpapar asap rokok.
Tanaman lain yang dapat dijadikan sebagai bahan sumber antioksidan adalah lada (Piper nigrum L.), khususnya lada hitam. Beragam kajian terhadap kandungan kimia lada hitam menunjukkan bahwa lada hitam mengandung bahan aktif seperti amida fenolat, asam fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidantif sangat kuat. Ekstrak air dan etanol lada hitam memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Gulcin, 2005). Hal yang sama juga dilaporkan Mittal dan Gupta (2000) dan Selvendiran et al. (2006). Miller (1996) menyatakan bahwa flavonoid memiliki berbagai efek seperti
immunostimulan, antitumor, antiHIV dan antioksidan. Selain mengandung bahan-bahan antioksidan, lada hitam juga mengandung piperin yang
diketahui berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti inflamasi, serta memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan Goswami, 2012). Piperin dapat meningkatkan persentase neutrofil yang berperan dalam pertahanan tubuh (Dogra et al., 2004).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak lada hitam (Piper nigrum L.) terhadap peningkatan jumlah eritrosit, leukosit dan hematokrit
mencit (Mus musculus L.) jantan muda dan tua dalam batas normal.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan menjadi terobosan ditemukannya cara
menghambat proses penuaan khususnya pada parameter darah menggunakan ekstrak lada hitam (Piper nigrum L.)
D. Kerangka Pikir
Salah satu faktor penyebab penuaan seluler adalah adanya radikal bebas. Immunopause merupakan salah satu perubahan fungsi organ yang terkait
dengan penuaan (aging). Immunopause berkaitan erat dengan darah. Darah merupakan jaringan dan cairan ekstraseluler yang terdapat dalam pembuluh darah. Darah memiliki peran penting dalam tubuh diantaranya mengedarkan oksigen, nutrisi, hormon, menjaga kestabilan suhu, penyembuhan luka
5
bagi tubuh misalnya anemia, gangguan transportasi oksigen, nutrisi dan hormon. Dampak menurunnya leukosit mengakibatkan tubuh mudah terjangkit penyakit karena sistem imun yang melemah.
Jumlah eritrosit dan leukosit juga dapat menurun karena adanya radikal bebas yang menyerang sel sehingga jumlahnya tidak seimbang antara jumlah sel yang terdapat dalam sirkulasi dengan jumlah sel yang disintesis pada sumsum tulang. Radikal bebas (free radicals) adalah molekul yang sangat tidak stabil akibat kekurangan elektron. Radikal bebas mengambil elektron dari molekul lain agar menjadi stabil. Elektron yang diambil sebagai pasangannya bisa diperoleh dari DNA, membran sel, membran lisosom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein, dan bagian jaringan lain. Ketika sebuah molekul donor kehilangan elektronnya (diambil oleh radikal bebas) maka molekul itu menjadi tidak stabil sehingga menjadi radikal bebas yang baru. Radikal bebas yang baru itu pun memiliki reaktivitas yang sama sehingga terjadilah reaksi oksidasi yang berantai.
Lada hitam (Piper nigrum L.) mengandung senyawa amida fenolat, asam fenolat dan flavonoid yang bersifat antioksidatif. Kandungan senyawa fenolik dan flavonoid dari lada hitam terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang efektif menangkal radikal bebas. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan, yang dapat bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida di dalam sel darah sehingga melindungi lipid membran. Senyawa flavonoid dapat meningkatkan eritropoiesis (proses pembentukan eritrosit) dalam sumsum tulang dan memiliki efek immunostimulan. Adanya asupan senyawa antioksidan dari ekstrak lada hitam, maka serangan radikal bebas terhadap sel darah dapat diminimalisir dan proses pembentukan sel darah dapat meningkat sehingga jumlah eritrosit, leukosit dan hematokrit tetap dapat dipertahankan atau bahkan meningkat (dalam batas normal) pada usia tua.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ekstrak lada hitam (Piper nigrum L.) meningkatkan jumlah eritrosit, leukosit dan hematokrit mencit
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lada Hitam (Piper nigrum L.)
1. Klasifikasi Lada Hitam
Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman lada adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.
2. Sejarah Tanaman Lada
Tanaman lada ditemukan pertama kali di daerah Western Ghast, India. Tanaman lada ditemukan tumbuh liar di daerah pegunungan Assam (India) dan utara Burma. Tanaman ini kemudian mulai dibudidayakan dan
Theophratus (372-278 B.C) yang dikenal sebagai Bapak Botani
menyebutkan dua tipe lada yang digunakan di Yunani dan Romawi yaitu black pepper (lada hitam), Piper nigrum dan long pepper (lada panjang),
Piper longum. Lada kemudian menyebar dari Malabar (India) ke
daerah-daerah Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Lada kemungkinan masuk ke Indonesia dibawa oleh masyarakat Hindu ke daerah Jawa antara 100 B.C dan 600 A.D (Purseglove et al., 1981).
Sentra produksi lada di Indonesia adalah daerah Lampung, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Kedua daerah ini memproduksi kurang lebih 90% dari produksi lada di Indonesia. Daerah penghasil lada lainnya yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan (Mustika, 1990).
3. Biologi Lada
Lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dari keluarga
Piperaceae (Balittri, 2007). Tanaman lada memiliki akar tunggang dengan akar utama dapat menembus tanah sampai kedalaman 1-2 m. Batang tanaman lada berbuku-buku dan berbentuk sulur yang dapat
9
bergelombang atau rata. Bunga-bunga terdapat pada cabang plagiotrophic (horizontal) yang tersusun dalam bulir (spica) atau untai (amentum). Buah lada temasuk buah buni berbentuk bulat berwarna hijau dan pada waktu masak berwarna merah. Biji lada berwarna putih cokelat dengan permukaan licin (Gambar 1) (Wahid, 1996).
Tanaman lada merupakan tanaman tahunan yang tingginya dapat mencapai 10 m dan diameter tajuk dapat mencapai 1,5 m bila dibudidayakan dengan baik (Wahid, 1996). Sulur panjat tumbuh lebih baik dalam lingkungan kurang cahaya (fototropisme negatif) sedangkan sulur buah dalam keadaan cukup cahaya (fototropime positif). Intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar antara 50% sampai 75%. Lada dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl. Curah hujan yang paling baik untuk tanaman lada adalah 2000 – 3000 mm/tahun dengan hari hujan 110-170 hari, dan musim kemarau 2-3 bulan/tahun. Kelembaban udara yang sesuai adalah sekitar 70% sampai 90% dengan kisaran suhu 25-35oC. Tanaman lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara yang cukup serta pH tanah yang sesuai berkisar antara 5-6,5 (Balittri, 2007).
Gambar 1. Tanaman lada (Parthasarathy et al., 2008) daun
4. Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Lada
Buah lada hitam mengandung bahan aktif seperti amida fenolat, asam fenolat, dan flavonoid yang bersifat antioksidan sangat kuat. Selain mengandung bahan-bahan antioksidan, lada hitam juga mengandung piperin yang diketahui berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti inflamasi, serta memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan Goswami, 2012).
Kandungan lada hitam sangat beranekaragam dan piperin merupakan kandungan utama (Gambar 2) serta kavisin yang merupakan isomer dari piperin. Piperin adalah senyawa alkaloid (Evan, 1997) yang paling banyak terkandung dalam lada hitam dan semua tanaman yang termasuk dalam famili Piperaceae. Senyawa amida (piperin) berupa kristal berbentuk jarum, berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama-kelamaan pedas, larut dalam etanol, asam cuka, benzena, dan kloroform (Amaliana, 2008). Piperin memiliki manfaat sebagai anti-inflamasi, antiarthritik (Bang et al., 2009; Sudjarwo, 2005), analgesik (Sudjarwo, 2005), depresan sistem safaf pusat dan anticonvulsan (Deepthi et al., 2012). Kombinasi zat-zat yang terkandung mengakibatkan lada hitam memiliki rasa pedas, berbau khas dan aromatik. Kandungan zat yang memberikan warna, bau dan aroma dalam lada hitam adalah α-terpinol, acetophenone, hexonal, nerol, nerolidol, 1,8 cineol, dihydrocarveol, citral, α-pinene dan piperolnol
(Murthy dan Bhattacharya, 2008). .Piperin memiliki banyak efek
11
melindungi sel dari kanker dengan mengikat protein di mitokondria sehingga memicu apoptosis tanpa merusak sel-sel yang normal melalui peningkatan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase dan glutathione peroxidase (Selvendiran et al., 2003). Piperin
juga berkhasiat sebagai antioksidan, antidiare, dan insektisida (Namara, 2005). Lada hitam juga mengandung alkaloid, flavonoid, dan komposisi
aromatik, dan senyawa amida (Agbor et al., 2006).
Gambar 2. Struktur senyawa piperin (Epstein, 1993)
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang terbesar dalam dunia tumbuhan dan termasuk golongan polifenol. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai yang terdiri dari 3 atom karbon yang juga dapat ditulis sebagai sistem C6 – C3 – C6. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara
Gambar 3. Kerangka dasar flavonoid (White dan Xing, 1954)
Sebuah studi mengenai analisis struktur persenyawaan genus Piperaceae, telah diidentifikasi 5 amida fenolat dari Piper nigrum, 7 senyawa dari P. retrofractum dan 2 senyawa dari P. baccatum. Semua senyawa amida
fenolat tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih efektif daripada antioksidan alami yaitu α− tokoferol. Satu senyawa amida fenolat yakni
feruperine memiliki aktivitas antioksidan yang sama tingginya dengan antioksidan sintetik butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluena (BHT). Contoh senyawa amida fenolat antara lain acetyl coumaperine, N-Trans-feruloyl piperidine, N-N-Trans-feruloyl tyramine,dan piperic acid
(Gambar 4) (Nakatani et al.,1986).
Gambar 4. Struktur senyawa piperic acid (Nakatani et al.,1986)
13
(Gambar 5). Seperti senyawa flavonoid, asam fenolat menetralkan radikal bebas dengan melepaskan proton (atom hidrogen) (Mattila dan Helstrom, 2006).
Gambar 5. Asam p−kumarat (Mattila dan Helstrom, 2006).
Kandungan kimia lain dalam lada hitam adalah saponin, minyak atsiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, piperilin, piperolein, poperanin, piperonal, dihdrokarveol, kanyofillene oksida, kariptone, trans piocarrol, dan minyak lada. Lada hitam banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah dan obat. Lada juga memiliki manfaat untuk kesehatan, antara lain melancarkan pencernaan dengan meningkatkan sekresi asam lambung (Zeladmin, 2012), melonggarkan saluran pernapasan,dan melancarkan aliran darah di sekitar kepala. Lada hitam termasuk bahan alami yang berpotensi sebagai afrodisiak. Hal ini disebabkan kandungan piperin yang meningkatkan gairah seks
(Yunita, 2010).
Sebuah penelitian menggunakan piperin dengan dosis 1,12 mg/kg, 2,25 mg/kg, dan 4,5 mg/kg (per oral) selama 5 hari secara teratur untuk menentukan toksisitas pada mencit jantan galur Swiss telah dilakukan. Penggunaan piperin 2,25 dan 4,5 mg/kg berat badan mengakibatkan
dan menekan respon mitogenik limfosit B terhadap lipopolisakarida (Dogra et al., 2004). Penelitian lainnya adalah efektivitas piperin (alkaloid senyawa
pokok dari Piper nigrum) sebagai antioksidan eritrosit pada tikus High Fat Diet (HFD) atau tikus yang diberi makanan dengan kadar lemak tinggi dan
hiperlipidemik akibat induksi obat antitiroid. Hasil penelitian tersebut adalah penambahan piperin berpengaruh nyata dalam melindungi eritrosit dari kondisi stress oksidatif dengan meningkatkan antioksidan pada tikus High Fed Diet dan perlakuan obat antitiroid (Vijayakumar dan Nalini, 2006).
B. Mencit (Mus musculus L.)
1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus L.)
Klasifikasi mencit (Mus musculus L.) menurut Priyambodo (2003) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Famili : Muridae Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
15
2. Biologi Mencit
Mencit merupakan mammalia kecil golongan rodentia yang sering digunakan sebagai hewan percobaaan dalam berbagai penelitian. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan, harganya relatif murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, dan daya reproduksi tinggi. Mencit-mencit yang ada di laboratorium sekarang ini merupakan turunan dari mencit liar atau mencit rumah setelah melalui peternakan selektif. Namun sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan (Sundari dkk., 1997).
Warna rambut mencit umumnya putih atau keabu-abuan dengan warna mata merah atau hitam. Berat lahir anak mencit umumnya sekitar 1 g. Data biologis mencit lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data biologis mencit (Mus musculus L.) Lama hidup 1-2 tahun
Umur dewasa 35 hari
Berat dewasa ♀ 18-35 g , ♂ 20-40 g Volume darah 6-7% berat badan Jumlah eritrosit 7,0-12,0 x106/mm3 Jumlah leukosit 3,0-12,0x103/mm3 Hemoglobin 13-17g/dL
Hematokrit 40-54%
Trombosit 1000-1600 x103/mm3 Kebutuhan pakan dan air 3-6 g dan 3-7 ml Jumlah kromosom 2n=40
Sumber: Hollinger dan Derelanko, 2002.
Antioksidan dapat mencegah kerusakan sel-sel darah dari serangan radikal bebas yang terdapat di dalam sel. Dengan adanya antioksidan maka sel-sel darah merah (eritrosit) tidak akan cepat rusak sebelum waktu degradasi sehingga mengurangi risiko anemia pada usia muda dan tua. Demikian pula halnya dengan nilai hematokrit. Peningkatan sel-sel darah merah akan meningkatkan nilai hematokrit. Leukosit merupakan sel darah yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007). Adanya antioksidan dapat mencegah kerusakan leukosit sehingga jumlah leukosit dalam tubuh dan sistem imun tetap stabil.
C. Deskripsi Darah
Darah adalah jaringan ikat yang terdiri dari beberapa jenis sel yang memiliki matriks ekstraseluler yang disebut plasma (Campbell dkk., 2003). Darah merupakan suatu media transportasi dalam yang mengangkut oksigen, karbondioksida, metabolit dan hormon (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Adapun fungsi darah dalam tubuh adalah sebagai berikut:
1. mentransportasikan oksigen dan karbondioksida serta sari-sari makanan. 2. mengangkut sampah metabolik ke organ-organ ekskresi.
3. mengedarkan metabolit dan hormon.
4. mengatur keseimbangan suhu, air dan pH dalam tubuh.
5. berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit dan pembekuan darah jika terjadi luka (Murray dkk., 1996).
17
plasma terbesar adalah air (90%) dan sisanya adalah substansi dengan berat molekul rendah atau tinggi (10%). Substansi yang terkandung dalam plasma adalah protein plasma, garam anorganik, dan senyawa organik misalnya asam amino, vitamin, hormon, dan lipoprotein. Komponen seluler terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) yang terdiri dari beberapa jenis sel yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, serta limfosit B dan T, dan keping darah (platelet/trombosit) (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Dalam pemeriksaan darah di laboratorium, parameter yang lazim diukur antara lain jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit, serta trombosit. Berikut ini diuraikan 3 parameter darah yang berkaitan dengan penelitian yaitu:
1. Eritrosit
Gambar 7. Eritrosit (Saputra, 2012)
Jumlah eritrosit bergantung pada jenis kelamin. Pada manusia, normal jumlahnya sekitar 3,9−5,5 juta/µL pada wanita dan 4,1− 6 juta/ µL pada
pria. Nilai yang lebih rendah menunjukkan adanya anemia, pendarahan, atau kelebihan cairan tubuh. Sebaliknya, nilai eritrosit yang lebih tinggi dari normal menunjukkan adanya polisitemia (tingginya jumlah eritrosit dalam darah) atau dehidrasi. Polisitemia bisa saja merupakan suatu bentuk adaptasi fisiologis, misalnya pada orang-orang yang tinggaldi tempat-tempat tinggi dengan tekanan oksigen yang rendah (Junqueira dan Carneiro, 2007).
2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Leukosit beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Saat sel-sel tersebut berada dalam pembuluh darah, bentuknya bulat dan berada dalam kondisi tidak aktif. Leukosit melakukan fungsinya dalam jaringan dan sebagian dari leukosit mati melalui proses apoptosis.. Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah eritrosit. Berbeda dengan eritrosit, leukosit memiliki nukleus dan warnanya bening (tidak berwarna). Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit
19
apabila dilihat di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia). (Junqueira dan Carneiro, 2007). Adapun bentuk-bentuk leukosit dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Bentuk-bentuk Leukosit (Mulyadi, 2012)
Jumlah leukosit bervariasi sesuai umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis. Pada manusia dewasa yang normal terdapat sekitar 6.000-10.000 sel /µL dalam darahnya. Jumlah leukosit yang melebihi batas normal disebut leukositosis dan bila jumlahnya kurang dari batas normal disebut leukopenia ( Junqueira dan Carneiro, 2007).
Pengelompokkan jenis leukosit berdasarkan ada tidaknya granula dalam sitoplasama dan bentuk intinya menurut Junqueira dan Carneiro (2007) adalah sebagai berikut:
a. Agranulosit (leukosit mononuklear)
1. Limfosit, yaitu leukosit yang memiliki peran fungsional yang berhubungan dengan reaksi imun dalam pertahanan terhdap
mikroorganisme, makromolekul asing dan sel-sel kanker. Diameter selnya berkisar antara 6−18 µm (Gambar 9). Jumlahnya 28% dari jumlah leukosit dalam tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 9. Limfosit (Junqueira dan Carneiro, 2007)
2. Monosit yaitu agranulosit dengan diameter 12-20 µm, nukleus lonjong, berbentuk ginjal atau tapal kuda dan terletak eksentris (di tepi) (Gambar 10). Jumlahnya sekitar 5% dari jumlah leukosit yang beredar dalam tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 10. Monosit (Junqueira dan Carneiro, 2007).
b. Granulosit (leukosit polimorfonuklear)
Granulosit adalah leukosit yang memiliki 2 jenis granul yatitu granula spesifik dan granul azurofilik serta inti dengan 2 lobus atau lebih.
Sel limfosit
Inti sel
21
Granulosit mencakup neutrofil, eosinofil dan basofil (Junqueira dan Carneiro, 2007).
1. Neutrofil
Neutrofil disebut juga polimorfonuklear leukosit dengan inti terdiri atas 2-5 lobus (umumnya 3 lobus) yang dihubungkan oleh benang kromatin halus (Gambar 11). Diameter sel ini 12−15 µm dan
juimlah paling 60-70% dari leukosit yang beredar (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 11. Neutrofil (Junqueira dan Carneiro, 2007).
2. Eosinofil
Bentuk eosinofil hampir sama dengan neutrofil dan memiliki inti bilobus (Gambar 12). Ciri utamanya adalah adanya granul spesifik berukuran besar dan lonjong. Jumlah eosinofil sekitar 2-4% dari seluruh leukosit tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 12. Eosinofil (Junqueira dan Carneiro, 2007) sel neutrofil
Nukleus
sel eosinofil benang kromatin
halus
3. Basofil
Diameter basofil sekitar 12-15µm. Intinya terbagi dalam lobuli tak teratur dan sering terhalangi granul-granul spesifik di atasnya (Gambar 13). Jumlahnya sangat sedikit (kurang dari 1%) dalam tubuh (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Gambar 13. Basofil (Junqueira dan Carneiro, 2007)
3. Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV)
Hematokrit adalah perkiraan (dalam persentase) volume eritrosit per unit volume darah (Gambar 14). Jadi, bila hasil pemeriksaan
hematokrit diperoleh nilai 45 %, ini berarti bahwa 45% volume darah adalah sel dan sisanya adalah plasma. Nilai hematokrit juga
dipengaruhi oleh kondisi darah dalam tubuh, misalnya mengalami anemia atau tidak, tingkat aktivitas sehari-hari, dan ketinggian tempat tinggal. Hematokrit juga berpengaruh terhadap viskositas darah. Nilai hematokrit normal rata-rata pada pria adalah sekitar 40-50% dan pada wanita sekitar 35-45 % (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Sel basofil
23
Gambar 14. Sampel Pemeriksaan Hematokrit (Akhyar, 2010)
D. Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang tidak stabil, dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kondisi stabil, radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul di untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan apabila tidak dihentikan akan menimbulkan kerusakan dan berbagai penyakit. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah (Droge, 2002; Proctor dan Reynolds, 1984).
Radikal bebas yang diproduksi di dalam tubuh normal akan dinetralisir oleh antioksidan dalam tubuh. Bila kadar radikal bebas terlalu tinggi maka kemampuan antioksidan endogen tidak memadai untuk menetralisir radikal bebas sehingga terjadi ketidakseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas (Clarkson dan Thompson, 2000).
Tipe radikal bebas turunan oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species / ROS) sangat signifikan dalam tubuh. Radikal bebas ini digambarkan dengan
plasma
eritrosit
simbol titik dibelakang rumus kimianya. Contoh oksigen reaktif ini mencakup superoksida (O.2), hidroksil (.OH), peroksil (ROO.), hidrogen
peroksida (H2O2), singlet oksigen (O2.), oksida nitrit (NO.), peroksinitrit
(ONOO.) dan asam hipoklorat (HOCl.) (Araujo et al., 1998; Proctor dan Reynolds, 1984).
Oksidan adalah bahan kimia elektrofil yang sangat reaktif dan dapat memindahkan elektron dari molekul lain dan menghasilkan oksidasi pada molekul tersebut. Oksidan yang dapat merusak sel berasal dari berbagai sumber yaitu (Clarkson dan Thompson, 2000):
1. Dari tubuh sendiri berupa senyawa yang sebenarnya berasal dari proses biologi normal namun karena suatu sebab jumlahnya menjadi berlebihan. 2. Dari luar tubuh yang menimbulkan dampak negatif misalnya CO dari asap
rokok, NO, NO2, dan ozon.
25
Antioksidan melindungi sel melawan radikal bebas, oksigen singlet,
superoksida, radikal peroksil, radikal hidroksil dan peroxynitrit dengan cara melengkapi kekurangan elektron radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan yang dapat menimbulkan stres oksidatif. Fungsi sistem antioksidan tubuh dalam melindungi jaringan terhadap efek negatif radikal bebas dapat dikelompokkan menjadi 5 macam yaitu:
1. Antioksidan primer, yaitu antioksidan berupa senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Antioksidan memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. contohnya adalah butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), PG, tokoferol, dan tetra butil hidroksi quinon (TBHQ).
2. Oxygen scavengers , yaitu senyawa antioksidan yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat), askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit.
3. Antioksidan sekunder, yaitu antioksidan yang mempunyai kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Antioksidan tipe ini pada umumnya digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam tiodipropionat dan
4. Antioxidative enzyme, yaitu enzim yang berperan mencegah
terbentuknya radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan umur (7 dan 9 bulan ) pada mencit jantan yang tidak diberi ekstrak lada hitam tidak mengakibatkan perbedaan jumlah eritrosit (p=0,604), leukosit (p=0,326) dan hematokrit (p=0,316).
2. Jumlah eritrosit, leukosit dan nilai hematokrit mencit jantan umur 7 bulan (muda) yang diberi perlakuan ekstrak lada hitam lebih tinggi (secara berurutan adalah 7,51 juta /mm3, 5.692 sel/mm3 dan 36%) daripada kontrol (K) yaitu 5,5 juta/mm3, 4.275 sel/mm3 dan 25,25%.
3. Jumlah eritrosit, leukosit dan nilai hematokrit mencit jantan umur 9 bulan (tua) yang diberi perlakuan ekstrak lada hitam lebih tinggi (secara
berurutan adalah 7,092 juta/mm3, 8.457 sel/mm3 dan 33, 58%) daripada kontrol (K) yaitu 5,85 juta/mm3, 5.550 sel/mm3, dan 28%).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agbor, G.A., J.A. Vinson, J.E. Oben, J.Y. Ngogang. 2006. Comparative Analysis of the in Vitro Antioxidant Activity of White and Black Pepper. Nutrition Research 26: 659-663.
Akhyar, Y. 2010. Menghitung Hematokrit
http://yayanakhyar.wordpress.com/tag/menghitung-hematokrit/ Diakses 8 Mei 2013 pukul 7:24 WIB.
Amaliana, L. N. 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70 % Buah Merica Hitam (Piper nigrum L.) terhadap Sel Hela. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Araujo V, C. Arnal, M. Boronat. Oxidant-Anti oxidant Imbalance in Blood of Children with Juvenile Rheumatoid Arthritis. Bio Factor. 1998. 8:155-59. Balittri. 2007. Teknologi Unggulan Tanaman Lada.
http://balittri.litbang.deptan.go.id/ diakses 16 April 2013 pukul 19:52 WIB. Bang, J., D.H. Oh, Choi H.M. 2009. Anti-Inflammatory and Antiarthritic Effects
of Piperine in Human Interleukin 1β- Stimulated Fibroblast Like
Synoviocytes and in Rat Arthritis Models. Arthritis Research andTherapy 2009. 11:49.
Braverman, E. A. 2007. Younger You: Breaking the Aging Code for Effective Anti-Aging Healthcare. Nutri News Inquires Volume 8 No.7: 1-8. www.douglaslabs.com.
Brown, J.A. dan T.R. Clime. 1991.Comparative Haematology of Rabbit on Forage and Graded Concentrates. Journal Animal Sciences. 35:211-218. Campbell. N.A., J. B. Reece, dan L. G Mitchell. 2003. Biologi Jilid 3 Edisi 5.
Penerbit Erlangga. Jakarta. hal.8.
Clarkson, P.M. dan H.S. Thompson. 2000. Antioxidants: What Role Do They Play in Physical Activity and Health. American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 72. No.2. 637S-646S. August.
Deepthi, S.P., V. Junis, P. Shibin, S. Senthiil, R.S. Rajesh. 2012. Isolation, Identification and Antimycobacterial Evaluation of Piperine from Piper longum. Dermatology Pharmacia Letter 2012: 863-868.
Dlamini, N.R., John R.N. Taylor, Lloyd W. Rooney. 2007.The Effect of Sorghum Type and Processing on the Antioxidant Properties of African Sorghum-Based Foods. Food Chemistry.105:1412–1419.
Dogra, R.K., S. Khanna dan R. Shanker.2004. Immunotoxicogical Effect of Piperine in Mice. Toxicology. 196 (3): 229-236.
Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function. Physiological Review. 2002 (82):47-95.
Ekaviantiwi, T.A., E. Fachriyah dan D. Kusrini. 2013. Identifikasi Asam Fenolat dari Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) dan Uji Aktivitas Antioksidan. Chem Info. Vol 1, No 1, Hal 283 – 293. Epstein, W.W.; D.F. Netz,.dan J. L. Seidel. 1993. Isolation of Piperine from Black
Pepper. Journal Chemistry. Ed.1993, 70, 598-599.
Evan, W.C. 1997. Trease and Evan’s Pharmacognosy. Edition 14. W.B. Saunders. London. hal.363-364
Fatmah. 2006. Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara Kesehatan, Vol.10. No.1, Juni 2006:47-53.
Gulcin, I. 2005. The Antioxidant and Radical Scavenging Activities of Black Pepper (Piper nigrum) Seeds. International Journal of Food Sciences and Nutrition. Vol. 56, No. 7: 491-499.
(doi:10.1080/09637480500450248)
Hansakul, P. 2010. Celullar Aging. Thammasat Medical Journal, Vol. 10 No. 3, July-September 2010: 311-319.
Hegazi, A.G., H.F. El Miniawy, and F.A. El Miniawy. 1995. Effect of Some Honey Bee Products on Immune Response of Chicken Infected with Virulent NDV. Egyptan Journal of Immunology 2 (2): 79-86.
Junqueira, L.C. dan J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar. Alih bahasa: dr. jan Tambayong. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. hal. 220-250. Lohar, P.S., M. S. Lohar, dan S. Roychoudhury . 2009. Erythropoitic Effects of
Some Medicinal Plants of India on Experimental Rat Model Slovakia Journal Animal. Science. 42, 2009 (2): 95–98.
Majeed dan L. Prakash. 2000. The Medicinal Uses of Pepper. International Pepper News.Vol. XXV, No. 1 Jan-Mar 2000: 23-31.
Meghwal, M. dan T. K. Goswami, 2012. Nutritional Constituent of Black Pepper as Medicinal Molecules: A Review. 1: 129
doi:10.4172/scientificreports.12.
Miller, A.L. 1996. Antioxidant flavonoids: Structure, Function and Clinical Usage. Alt Medical Review 1 (2): 103-111.
Mittal, R. dan R. L. Gupta. 2000. In vitro Antioxidants Activity of Piperine. Methods Find Clin. Pharmacol. 122 :163-167.
Mattila, P. dan J. Helstrom, 2006. Original Article : Phenolic Acids
in Potatoes, Vegetables, and Some of Their Products. Journal of Food Composition and Analysis. 20.152-160.
Mulyadi, M. 2012. Sistem Imun.
http://memetmulyadi.blogspot.com/2010/12/sistem-imun.html. Diakses 7 Mei 2013 pukul 21:23 WIB.
Murray, R.K., D.K. Gran, P.A. Mayer, dan V.W. Rodwel. 1996. Biokimia Harper, Edisi 24, diterjemahkan oleh Hartono, A. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mustika, I. 1990. Studiea on the interaction of Meloidogyne incognit, Radopholus similis,and Fusarium solani on black pepper (Peper nigrum). Wageningen Agric. University of Nederland.hal 127.
Nahak, G. dan R.K. Sahu. 2011. Phytochemical Evaluation and Antioxidant Activity of Piper cubeba and Piper nigrum. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (08); 2011: 153-157.
Parthasarathy, U., G.R. Asish., T.J. Zachariah., K.V. Saji., J.K. George., K. Jayarajan., P.A. Mathew. 2008. Spatial Influence on the Important Bio-chemical Properties of Piper nigrum Linn. Leaves. Natural Product Radiance Vol.7(5), 2008: 444-447.
Prakash, A. 2001. Antioxidant Activity. Medallion Laboratories : Analithycal
Progres, Vol. 19 No. 2. 1 – 4.
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikiat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Proctor, P.H., dan E.S. Reynolds. 1984. Free Radicals and Disease in Man. Physiol Chem Phys Med. 1984 (16):175-95.
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L.Green. dan S.R.J. Robbins. 1981. Spices Vol.1 and 2. London and New York. Longmans Inc.
Raslytetebano. 2011. Rancangan Percobaan Racun Sianida Pada Mencit
http://raslytetebano.files.wordpress.com/2011/01/mencit3.jpg. diakses 14 April 2013 pukul 10:40 WIB.
Saputra, K. 2012. Kesehatan (Kanker Darah/Leukimia). http://malahayati-kokosaputra-251.blogspot.com/ Diakses 6 Mei 2013 pukul 22:28 WIB.
Selvendiran, K., V.S.J. Prince dan D. Sakthisekaran. 2006. In vivo Effect of Piperine on Serum and Tissue Glycoprotein Levels in Benzo(a)pyrene Induced Lung Carcinogenesis in Swiss Albino Mice. Pulm. Pharmacol. Ther.,19(2) : 107-111.
Sharafzadeh, S. 2013. Medicinal Plants as Anti-Aging Materials: A Review. Global Journal of Medicinal Plant Research, 1(2): 234-236.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta.
Sudjarwo, S.A. 2005. The Potency of Piperine as Anti-inflammatory and Analgesic in Rats and Mice. Folia Medica Indonesiana 2005; 41(3):190-194.
Sundari, S.Y., S. Edhi dan P.Y. Rabea. 1997. Keadaan Nilai Normal Baku Mencit Strain CBR Swiss Derived Di Pusat Penelitian Penyakit Menular.
Departemen Kesehatan RI. Cermin Dunia kedokteran (112):21-22. Sundaryono, A. 2011. Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Total Dari Gynura
segetum (Lour) Terhadap Peningkatan Eritrosit Dan Penurunan Leukosit Pada Mencit (Mus musculus). Jurnal Exacta, Vol. IX No.2 Desember 2011. diakses 5 April 2013. Pukul 18:33 WIB.
Suryani, A. I. dan A. Johan. 2011. Efek Jus Tomat terhadap Jumlah Total Leukosit dan Neutrofil Tikus Wistar yang Leukositosis Setelah Diberi Paparan Asap Rokok. Jurnal Ilmiah S-1 Kedokteran Umum Universitas Diponegoro. Undip. Semarang.
Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatohyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hal. 119.
Tyastuti, E. M., Sutarno, dan Kusmardi. 2006. Proliferasi Limfosit T dan
Viabilitas Sel Tumor Mammae Mencit secara in Vitro. Bioteknologi (2006) 3 (1): 1-7.
Unigwe, C.R. dan P.E.Nwakpu. 2009. Effect of Ingestion of Garcinia kola Seed on Erythrocytes in Rabbits. Continental Journal. Veterinary Sciences 2009 (3): 7 – 10.
Vijayakumar, R.S. dan N. Nalini. 2006. Efficacy of Piperine, an Alkaloidal Constituent from Piper nigrum on Erythrocyte Antioxidant Status in High Fat Diet and Antithyroid Drug Induced Hyperlipidemic Rats. Cell Biochem Funct. Nov-Dec;24(6):491-8. India: Department of Biochemistry,
Annamalai University, Annamalainagar-608 002, Tamilnadu.
Wahid, P. 1996. Identifikasi Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Balittro: hal. 27-32.
White, P.J. dan Y. Xing. 1954. Antioxidants from Cereals and Legumes (ed) Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press, Champaign, Illinois: 25-63.
Wintergerst E. S., S. Maggini, S. Beveridge, D.H. Hornig. 2007. Selected Vitamins and Trace Elements Support Immune Function by
Zeladmin. 2012. Lada Hitam Baik untuk Pencernaan.
Lampiran 1. Hasil Penelitian dan Perhitungan Tabel 11. Data Jumlah Eritrosit Mencit Jantan
No
Umur dan Perlakuan
Jumlah Eritrosit (106/mm3)
mencit ke- Rata-rata (106/mm3)
Source Corrected Total 40.039 31 a. R Squared = ,470 (Adjusted R Squared = ,315)
Nilai pada kolom Sig. kurang dari 0,05 berarti berbeda nyata
Tabel 15. Data Jumlah Leukosit Mencit Jantan
Tabel 16. Statistik deskriptif rata-rata jumlah leukosit mencit jantan
Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Total 191.179 31 a. R Squared = ,594 (Adjusted R Squared = ,475)
Nilai pada kolom Sig. yang kurang dari 0,05 menyatakan perbedaan nyata.
Tabel 18. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) rata-rata jumlah leukosit mencit jantan pada taraf α 5%
Tabel 19. Data Nilai Hematokrit Mencit Jantan
No.
Umur dan Perlakuan
Nilai Hematokrit (%)
Mencit ke- Rata-rata (%)
Source Corrected Total 860.000 31
a. R Squared = ,598 (Adjusted R Squared = ,481)
Nilai pada kolom Sig. yang kurang dari 0,05 menyatakan perbedaan nyata.
Tabel 22. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) rata-rata nilai hematokrit mencit jantan pada taraf α 5%
Tabel 23. Berat badan mencit jantan (dalam gram) perlakuan kontrol (K)
No.
Kelompok Mencit
Muda Tua
Penimbangan bulan ke- Penimbangan bulan ke-
1 2 3 1 2 3
Tabel 24. Berat badan mencit jantan (dalam gram) perlakuan ektrak air lada hitam (A)
No.
Kelompok Mencit
Muda Tua
Penimbangan bulan ke- Penimbangan bulan ke-
1 2 3 1 2 3
Tabel 25. Berat badan mencit jantan (dalam gram) perlakuan ektrak etanol lada hitam (E)
No. Kelompok Mencit
Muda Tua
Penimbangan bulan ke- Penimbangan bulan ke -
No. Kelompok Mencit
Muda Tua
Penimbangan bulan ke- Penimbangan bulan ke-
1 2 3 1 2 3
Lampiran 2. Foto-foto Kegiatan Penelitian
Gambar 17. Pemeliharaan Mencit Jantan