• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF DAN DAYA SAING PADI ORGANIK DAN ANORGANIK DI KECAMATAN BANGUNREJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF DAN DAYA SAING PADI ORGANIK DAN ANORGANIK DI KECAMATAN BANGUNREJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF DAN DAYA SAING PADI ORGANIK DAN ANORGANIK DI KECAMATAN BANGUNREJO

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH Oleh

Agung Mubyarto

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi ekonomi relatif dan daya saing terhadap usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah, dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012. Pengambilan data padi organik dilakukan dengan metode sensus sebanyak 20 responden. Pengambilan sampel padi anorganik dilakukan dengan random sampling sebanyak 20 responden. Petani padi organik menanam padi varietas rojo lele dan melati. Petani padi anorganik menanam padi varietas ciherang. Data dianalisis dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix

(PAM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) usahatani padi organik lebih efisien baik secara privat maupun sosial dibandingkan usahatani padi anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah, (2) Usahatani padi organik lebih berdaya saing dibandingkan usahatani padi anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah, dengan nilai PCR (Privat Cost Ratio) dan DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) padi organik lebih kecil dibandingkan padi anorganik yaitu sebesar 0,197 dan 0,204, sedangkan nilai PCR dan DRCR padi anorganik yaitu sebesar 0,237 dan 0,345.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ……….. ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A.Tinjauan Pustaka ... 11

1. Ekonomi padi ... 11

2. Efisiensi Ekonomi Relatif ... 12

3. Tanaman Padi ... 13

4. Pertanian Organik dan Anorganik ... 15

a) Pertanian Organik ... 15

1. Jenis-jenis pertanian organik ... 16

2. Keunggulan padi organik ... 17

3. Sistem tanam padi organik ... 17

b) Pertanian Anorganik ... 19

c) Perbedaan Pertanian Organik Dan Anorganik ... 21

5. Konsep Daya Saing ... 24

6. Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) ... 25

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 28

1. Kajian Penelitian Terdahulu Mengenai Padi Organik dan Anorganik ... 28

2. Kajian Penelitian Terdahulu Mengenai Metode PAM ... 29

C. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

(6)

B. Metode, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 37

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Bangunrejo ... 45

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 51

1. Umur petani responden padi organik dan anorganik ... 51

2. Tingkat pendidikan petani responden padi organik dan anorganik 52

3. Pengalaman berusahatani petani responden padi organik dan anorganik ... 53

(7)

2. Penggunaan pupuk ... 64

3. Penggunaan pestisida ... 65

4. Penggunaan tenaga kerja ... 66

5. Penggunaan peralatan ... 66

F. Penentuan Harga Privat dan Harga Sosial ... 67

1. Nilai Tukar Mata Uang (SER) ... 67

2. Harga Output padi organik dan anorganik ... 68

3. Harga pupuk padi organik dan anorganik ... 69

4. Harga pestisida padi organik dan anorganik ... 70

5. Harga peralatan usahatani padi organik dan anorganik ... 71

6. Harga tenaga kerja padi organik dan anorganik ... 71

7. Harga lahan ... 71

8. Tingkat suku bunga ... 72

G. Input Tradeable dan Input Nontradeable Padi Organik dan Anorganik ... 72

H. Penghitungan Keuntungan Privat dan Sosial ... 77

I. Efisiensi Ekonomi Padi Organik dan Anorganik ... 82

J. Daya Saing Padi Organik dan Anorganik ... 85

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting untuk terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Menurut Arifin (2005), sektor pertanian merupakan pengganda pendapatan yang paling efektif dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan serta perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Subsektor tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang paling penting, karena subsektor ini menghasilkan bahan pangan untuk kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Subsektor ini juga memiliki peranan penting di dalam menciptakan ketahanan pangan suatu negara. Untuk dapat memperkuat

(9)

Karbohidrat adalah salah satu komponen pangan yang merupakan sumber energi pertama bagi tubuh, sedangkan tanaman pangan adalah kelompok tanaman yang menghasilkan karbohidrat (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Salah satu komoditi tanaman pangan yang memiliki peran dalam meningkatkan ketahanan pangan adalah tanaman padi. Padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia karena hampir 95 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras. Tingginya kebutuhan konsumsi beras yang ada di Indonesia disebabkan anggapan sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa beras merupakan bahan makanan yang belum dapat digantikan. Di sisi lain luas areal untuk menanam padi menurun akibat dialihfungsikan lahan tersebut menjadi pemukiman penduduk, tanaman perkebunan, dan lain-lain, Akan tetapi Indonesia masih dapat meningkatkan produksi beras dalam jumlah kecil meskipun luas areal menurun (Sumadiningrat, 2001).

Tabel 1. Data hasil produksi padi dalam Gabah Kering Giling dan impor beras Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012

(10)

Rata-rata produksi padi di Indonesia selama 5 tahun terakhir sebesar

63.120.209 ton dalam Gabah Kering Giling (GKG). Berdasarkan Tabel 1, impor beras mengalami penurunan pada tahun 2008 yaitu sebesar 39,997 % dan pada tahun 2009 yaitu sebesar 13,481 %. Pada tahun 2010, impor beras mengalami kenaikan sebesar 100,747 % dan pada tahun 2011 mengalami kenaikan impor beras yaitu sebesar 100,359 %.

Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2010, penduduk kita berjumlah 237 juta jiwa. Kebutuhan konsumsi perkapita penduduk antara 109 - 139 kg per tahun. Data ini diperoleh kebutuhan beras nasional per tahun adalah 237 juta x 139 kg/tahun = 32,943,000,000 kg/tahun atau 32,943 juta ton beras. Jika

rendemen rata-rata 60%, maka dibutuhkan 54,905 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) (Badan Pusat Statistik, 2011).

(11)

Indonesia terdapat beberapa sentra produksi padi yang tersebar di beberapa wilayah nusantara. Penyebaran produksi padi di seluruh Indonesia

menunjukkan produksi padi hanya terpusat pada pulau tertentu. Lampung merupakan salah satu Propinsi sentra produksi pangan yang telah mampu memanfaatkan lahan kering dalam menunjang produksi pangan nasional dan merupakan daerah yang kontribusinya meningkat pesat. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi Propinsi Lampung tahun 2005 – 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas padi di Propinsi Lampung 2005 - 2011

Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2012

(12)

Teknologi penanaman padi anorganik yang telah meninggalkan berbagai aspek kelestarian lingkungan menyebabkan pemerintah mulai melakukan pengalihan varietas padi dari padi anorganik ke padi organik. Padi organik tersebut

memiliki banyak keunggulan diantaranya yaitu, rasa beras lebih pulen, dan tidak mengandung zat yang berbahaya karena dalam berusahatani padi organik, pupuk yang dipakai tanpa menggunakan bahan kimia buatan. Selain itu produksi beras juga sama dengan beras yang ditanam dengan menggunakan pupuk kimia meskipun pada awalnya mengalami penurunan sebesar 60% pada penanaman pertama (Dinas Pertanian, 2012).

(13)

Tabel 3. Perkembangan luas panen dan produksi padi per kabupaten di Propinsi Lampung 2009 – 2011

Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton)

2009 2010 2011 2009 2010 2011 Rata-rata 51.856,09 46.263,36 48.476,36 217.549,18 228.507,55 245.792,09

Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2012

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah memiliki produksi padi terbesar di Propinsi Lampung. Rata-rata luas panen pada tahun 2009 sebesar 51.856 ha, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan luas lahan yaitu sebesar 7.625 ha menjadi 46.263 ha, akan tetapi naik lagi pada tahun 2011 yaitu sebesar 48.476 ha. Rata-rata produksi pada tahun 2009 yaitu sebesar 217.549 ton, pada tahun 2010 yaitu sebesar 228.507 ha, pada tahun berikutnya tetap mengalami peningkatan meskipun luas panen turun naik yaitu sebesar 245.792 ton.

(14)

Rekomendasi tersebut dikeluarkan karena secara umum petani di Lampung Tengah belum menerima sistem penanaman padi organik dengan alasan secara ekonomis tahun pertama sampai tahun ketiga tidak menguntungkan. Luas total lahan padi organik sebesar 9,1 ha, sedangkan padi anorganik memiliki luas 3.511 ha di Kecamatan Bangunrejo (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah, 2012).

Selama ini tingkat produksi beras tidak terlepas dari pupuk kimia. Pada awal penggunaan pupuk kimia pada rentang waktu 1980, negara Indonesia berhasil meningkatkan produksi beras hingga terjadi surplus. Akan tetapi, penggunaan pupuk kimia yang berlangsung lama menyebabkan pencemaran lingkungan. Pada awal tahun 2010 pemerintah menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 33,4 persen. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan petani.

Kenaikan HET pupuk hanya menguntungkan pengusaha pupuk dan distributor-distributor pupuk tetapi tidak menguntungkan petani, sehingga petani harus lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu jawaban untuk

(15)

Dalam pengelolaannya, pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia, akan tetapi menggunakan bahan-bahan organik. Pupuk organik maupun sarana produksi lainnya dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya yang rendah. Hal ini akan menurunkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Menurunnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani, menyebabkan pendapatan petani meningkat. Produksi padi organik sampai saat ini masih belum memenuhi permintaan pasarnya. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Pertumbuhan produksi padi organik masih lebih lambat dibandingkan pertanian anorganik. Pertumbuhan yang lambat tersebut menyebabkan permintaan akan beras organik tidak tercukupi (Widodo, 2008).

Kecamatan Bangunrejo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah yang membudidayakan pertanian secara organik, khususnya pada tanaman padi. Budidaya padi organik di Kecamatan Bangunrejo telah memenuhi standar mutu bebas pestisida anorganik, yang telah diuji di

laboratorium Rumah Sakit PELNI, Petamburan Jakarta Barat untuk kepentingan konsumsi di rumah sakit tersebut. Pelaksanaan usahatani padi di Kecamatan Bangunrejo diupayakan dapat meningkatkan pendapatan petani dan

(16)

Pemerintah setempat berusaha untuk meningkatkan produksi dan produktivitas melalui penggunaan benih padi yang bermutu dengan pertimbangan potensi hasilnya yang sangat tinggi. Dengan hasil yang tinggi diharapkan produksi dan produktivitas padi dapat meningkat, yang pada akhirnya terjadi efisiensi pada

input, menghasilkan output yang tinggi, dan berdaya saing tinggi. Penerimaan yang tinggi belum dapat dikatakan menguntungkan jika biaya produksi yang dikeluarkan pada usahatani padi pun tinggi. Besarnya keuntungan akan memperlihatkan sejauh mana daya saing kedua usahatani padi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan efisiensi ekonomi relatif dan daya saing padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo untuk mengetahui apakah usahatani padi organik lebih efisien dan berdaya saing dibanding usahatani padi anorganik.

B. Identifikasi Masalah

Dilihat dari uraian latar belakang yang ada, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah efisien secara ekonomi relatif?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah:

1) Mengetahui efisiensi ekonomi relatif padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah

2) Mengetahui daya saing usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah

D. Kegunaan Penelitian

1) Informasi bagi instansi terkait dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan efisiensi biaya produksi dan daya saing usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Ekonomi Padi

Negara – negara di Asia tenggara sebagian besar merupakan produsen beras. Indonesia merupakan salah satu produsen beras yang ada di Asia Tenggara, akan tetapi Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri, oleh sebab itu sebagian kebutuhan beras di impor dari negara tetangga seperti Thailand. Indonesia juga merupakan negara importir utama Asia dengan pangsa impor sebesar 30,3 persen dari total impor beras Asia dan sebesar 3,5 persen terhadap total produksi domestik (Suryana,2002)

(19)

dan (e) semakin meningkatnya persaingan pemanfaatan sumberdaya air dengan sektor pemukiman dan industri (Suryana, 2002).

Menurut Suryana (2002) yang telah dimodifikasi, salah satu kendala utama produksi adalah sempitnya skala usaha yang telah dikelola petani. setidaknya ada empat ciri utama yang berkaitan dengan hal ini, yaitu : rata-rata luas garapan petani padi hanya sebesar 0,3 hektar, sekitar 70 persen petani

(khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan masyarakat miskin, sekitar 60 persen petani padi adalah net consumer beras, dan

pendapatan rata-rata petani dari usahatani padi hanya sekitar 30 persen dari total pendapatan keluarganya.

2. Efisiensi Ekonomi Relatif

Menurut Monke dan Pearson (2005) model Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk tujuan menganalisis efisiensi ekonomi dan insentif intervensi pemerintah serta dampaknya pada sistem komoditas, baik pada aktivitas usahatani, pengolahan maupun pemasaran. Keuntungan sosial menunjukkan efisiensi ekonomi relatif karena dalam perhitungan masukan dan keluaran digunakan biaya sosial yang mencerminkan nilai dan kelayakan atau biaya oportunitas. Untuk masukan dan keluaran yang dapat diperdagangkan secara internasional, harga sosial dihitung berdasarkan harga perdagangan

internasional. Untuk komoditi yang di impor dipakai harga cost, insurance, and freight (CIF) dan komoditi yang di ekspor dipakai harga free on board

(20)

3. Tanaman Padi

Tanaman padi termasuk dalam family Graminae, subfamily Oryzidae dan genus Oryza.. Tanaman padi jarang diusahakan di daerah dataran tinggi karena hasil dan pertumbuhannya rendah. Padi banyak ditanam di daerah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.300 meter di atas permukaan air laut Suhu yang cocok untuk bercocok tanam padi adalah di atas 23oC . Untuk sawah tadah hujan, curah hujan minimal yang dibutuhkan untuk tanaman padi rata – rata 200 mm/bulan atau lebih. Tanaman padi adalah tanaman semi-aquatis yang cocok ditanam di lahan yang tergenang. Tanaman padi secara umum dapat ditanam di dua jenis lahan, yaitu lahan sawah dan lahan ladang. Di Indonesia tanaman padi ditanam pada musim hujan dan musim kemarau (Dewani, 2001).

Menurut Pitojo (2000) tanaman padi terdapat dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif dan generatif

a. Bagian vegetatif tanaman padi

Bagian vegetatif pada tanaman tanaman padi berfungsi mendukung proses pertumbuhan,

bagian tersebut antara lain : (a) Akar

(21)

(b) Batang

Batang padi berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas. Ruas-ruas

merupakan bubung kosong yang pada kedua ujungnya tertutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama, ruas yang terpendek berada pada pangkal dan ruas yang seterusnya lebih panjang dari ruas yang didahuluinya.

Batang padi dapat dibedakan menjadi dua menurut fungsinya, yaitu secara fungsional dan secara fisik. Secara fungsional, batang padi berfungsi untuk mengalirkan makanan dan air ke seluruh tanaman. Secara fisik, batang padi berguna untuk menopang batang tanaman secara keseluruhan yang diperkuat oleh pelepah daun.

(c) Daun

Tanaman padi memiliki daun yang berbentuk pita dan tumbuh pada buku-buku batang. Tiap buku-buku daun tumbuh daun yang terdiri dari lidah daun, daun kelompok, auricle (kiri dan kanan), dan daun bendera.

b. Bagian generatif tanaman padi Organ generatif padi terdiri dari : (1) Malai

(22)

(2) Bunga

Bunga padi memiliki 6 buah benang sari dengan tangkai sari pendek dan dua kantung serbuk di kepala sarinya. Bunga padi juga memiliki dua tangkai putik dengan warna putih atau ungu.

(3) Buah padi (gabah)

Gabah terdiri dari bagian luar yang disebut sekam dan bagian dalam yang disebut karyopsis. Sekam terdiri dari lemma dan palea. Karyopsis terdiri dari lembaga dan endosperm.

c. Jenis padi yang di tanam

Jenis padi yang di tanam oleh petani organik maupun anorganik di Kecamatan Bangunrejo ada beberapa macam. Petani padi organik di Kecamatan

Bangunrejo menggunakan benih lokal seperti melati dan rojo lele, sedangkan petani padi anorganik menggunakan benih non hibrida seperti ciherang.

4. Pertanian Organik dan Anorganik a) Pertanian Organik

(23)

Pertanian organik memiliki prinsip memanfaatkan keseimbangan alam dalam pertanian tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendapat tentang pertanian organik :

a. Pertanian organik merupakan cara bertani yang menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian (Sutanto, 2002)

b. Pertanian organik merupakan pertanian yang menyeluruh dan terpadu yang mengoptimalkan produktivitas agroekosistem secara alami sehingga menghasilkan produksi yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi serta berkelanjutan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung, 2011.

1. Jenis-jenis pertanian organik

Fakuoka (1985) dalam Sutanto (2002) mengemukakan empat jenis pertanian organik, yaitu:

a. No Dependence or Chemical yaitu sama sekali tidak tergantung dengan bahan kimia.

d. No Weeding by Tillage or Herbicide yaitu tidak dilakukan pemberantasan gulma dengan pengolahan tanah maupun penggunaan bahan kimia seperti herbisida.

e. No Chemical Fertilizer yaitu tidak digunakan sama sekali pupuk kimia tatupun pupuk kompos.

(24)

2. Keunggulan padi organik

Varietas yang digunakan untuk budidaya padi secara organik adalah varietas padi non-hibrida karena varietas ini dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Varietas non-hibrida ini juga tidak menuntut penggunaan pupuk kimia dalam pengaplikasiannya. Selain itu varietas ini biasanya berasal dari varietas padi lokal yang belum dilakukan persilangan, sehingga kadar kimia di dalam varietas padi non-hibrida ini dapat diminimalisasi.

Gambar 1. Perbedaan fisik beras organik dan beras anorganik

Beras Organik Beras Anorganik

Keunggulan beras organik dibandingkan dengan beras anorganik, yaitu : (1) rasanya pulen dan empuk, (2) memiliki aroma yang alami, (3) lebih sehat dan alami dibandingkan dengan beras yang berasal dari padi anorganik. (4) memiliki daya tahan lebih baik bila sudah ditanak, (5) mempunyai

kandungan serat dan nutrisi yang tinggi.

3. Sistem tanam padi organik

(25)

Penanaman dengan sistem ini memiliki beberapa tujuan yaitu, seolah-olah tanaman berada dipinggir pematang, memudahkan dalam pemeliharaan, dapat dijadikan sebagai mina padi dan kompetisi antar tanaman lebih sedikit (Badan Litbang Deptan, 2011)

Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo:

1. Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. 2. Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan

kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah. 3. Jajar legowo 4:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan

(26)

b. Pertanian Anorganik

Pertanian anorganik adalah pertanian yang menggunakan varietas unggul, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang memberikan hasil panen tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian anorganik juga berbahaya bagi kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002).

Menurut Schaller (1993) dalam Winangun (2005) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian anorganik, yaitu sebagai berikut: 1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).

(27)

6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida. 7. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (nonrenewable natura resources).

9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

Keberhasilan pertanian anorganik diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak hasil panen yang dihasilkan, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia

merupakan bagian dari revolusi hijau yang terjadi pada zaman orde baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an (Ayatullah, 2009).

Revolusi hijau di Indonesia terjadi pada dekade 1980-an. Pada saat itu, pemerintah mengupayakan penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kesulitan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,

(28)

c. Perbedaan Pertanian Organik Dan Anorganik

Pertanian organik dan anorganik memiliki perbedaan baik dari aspek input maupun output produksinya. Pada pertanian organik kegiatan olah tanahnya bersifat minimum, sedangkan pada pertanian anorganik olah tanahnya bersifat intensif. Pada pertanian organik pupuk yang digunakan merupakan sumber makanan untuk tanaman dan tanah, sedangkan pada pertanian anorganik pupuk kimia yang digunakan merupakan bahan sintetis dan bukan alami. Pestisida pada pertanian organik terbuat dari bahan alami, sedangkan pada pestisida anorganik terbuat dari bahan kimia buatan , yaitu insektisida, herbisida dan rodentisida. Pertanian organik berorientasi ekonomi dan ekologi, serta jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik berorientasi produk dan jangka pendek (Rachmiyanti, 2009).

Menurut Pratikno (2003) pertanian organik merupakan sistem pembudidayaan tanaman tanpa menggunakan senyawa kimia buatan yang terbentuk dari suatu proses atau dalam suatu pabrik, meliputi senyawa-senyawa pestisida dan pupuk buatan lainnya. Menurut Agus (2004) pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan dan berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitarnya. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

(29)

1. Pengolahan Tanah

Sistem pengolahan tanah harus termasuk mencampurkan (incorporate)

sisa tanaman dan sisa bahan organik lain ke lapisan tanah atas, dimana dengan adanya bakteri-bakteri aerobik dan jenis organisme tanah lain, ia dapat segera dirombak (Syekhfani, 2002). Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah berfungsi dalam mengurangi masalah hama tanaman dan menurunkan

aktivitas mikroorganisme yang berpengaruh negatif. Jerami padi dan sekam padi apabila dikembalikan ke dalam tanah juga berfungsi sebagai pupuk. Residu tanaman mengandung nitrogen rendah dan nisbah C/N yang tinggi (Sutanto, 2002).

2. Pengelolaan Sumber Bahan Organik

Pengelolaan sumber bahan organik dapat dilakukan dengan beberapa macam cara diantaranya:

a. Rotasi tanaman

(30)

b. Pengelolaan pupuk kandang

Kotoran hewan adalah bahan yang paling berlimpah sebagai sumber bahan organik untuk produksi tanaman. Manfaat pupuk kandang adalah sebagai bahan dalam pengelolaan lahan. Pupuk kandang tidak menguntungkan apabila dalam bentuk mentah. Pengomposan melalui perombakan aerobik atau fermentasi terkontrol akan menstabilkan unsur dalam pupuk. Pupuk kandang diaplikasikan pada lahan sebelum atau pada saat pengolahan tanah sebelum bibit di tanam. Pupuk kandang setelah disebar merata di

permukaan tanah kemudian tanah dibajak dan digaru (Sutanto, 2002)

3. Pengendalian Hama

Konsep pertanian organik berusaha memberikan solusi untuk

mengendalikan hama yang lebih ramah lingkungan diantaranya dengan cara seperti berikut:

a. Pengendalian secara kultur teknis

Pengendalian dengan memodifikasi lingkungan agar tidak cocok untuk perkembangan hama. Misalnya dengan mengatur jarak tanam dan rotasi tanam.

b. Pengendalian secara hayati

(31)

b) Konsep Daya Saing

Penelitian tentang daya saing terus berkembang. Pada awalnya hanya mengukur

keunggulan komparatif, metode yang digunakan diantaranya Biaya Sumberdaya

Domestik (BSD) dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Pada era

globalisasi saat ini penuh dengan persaingan, maka keunggulan kompetitif juga

perlu dianalisis. Analisis dilakukan dengan metode Policy Analysis Matrix (PAM).

Metode PAM adalah alat analisis yang bisa mengukur keunggulan komparatif dan

kompetitif. Keunggulan komparatif suatu komoditi diukur berdasarkan harga efisiensi atau berdasarkan analisis ekonomi. Analisis ekonomi (sosial) tersebut dapat menggambarkan suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyumbangkan dan siapa yang menerima manfaat tersebut. Keunggulan kompetitif diukur menggunakan harga aktual (harga di tingkat petani) atau berdasarkan analisis finansial yang melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut (Kadariah,1986).

Distorsi pasar dapat terjadi jika aktivitas ekonomi dalam suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif dan tidak memiliki keunggulan kompetitif, sedangkan aktivitas ekonomi yang hanya memiliki keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut (Kadariah, 1999).

(32)

Keuntungan sosial merupakan keuntungan yang dihasilkan dari alokasi penggunaan sumberdaya terbaik. Keuntungan sosial yang tinggi dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat pada suatu negara (Simatupang, 2004).

c) Model Analisis PAM (Policy Analysis Matrix)

PAM (Policy Analysis Matrix) digunakan untuk menganalisis kebijakan mengenai penerimaan secara konsisten dan menyeluruh, biaya usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Model ini menganalisis dari dua segi, yaitu analisis keuntungan dan analisis dampak kebijaksanaan yang mempengaruhi baik harga input maupun harga output. Analisis PAM digunakan untuk mengetahui keuntungan

komparatif (social private) dan keuntungan kompetitif (private finansial), sehingga usahatani yang dijalankan oleh petani dapat dikatakan berdaya saing tinggi.

Ada tiga bagian pokok yang dapat dijelaskan melalui pendekatan PAM, yaitu (Monke dan Pearson, 2005) :

a. PAM digunakan untuk mengukur efisiensi ekonomi dan keunggulan kompetitif terhadap kebijakan investasi maupun dampak kebijakan terhadap tingkat persaingan pada berbagai tingkat keuntungan, pengaruh efek perubahan teknologi terhadap pengembangan pertanian.

(33)

Efisiensi ekonomi dalam alokasi sumber daya pertanian berdasarkan kondisi alam dan keunggulan teknologi.

c. Analisis PAM dapat membantu seorang peneliti untuk menentukan kebijakan, misalnya dalam pengalokasian dana penelitian atau riset di bidang pertanian. Contoh pengalokasian dana atau riset penelitian di bidang pertanian yaitu kebijakan utama terhadap peningkatan produksi pertanian dan mengurangi biaya sosial atau peningkatan keuntungan sosial.

Perhitungan model PAM dapat dilakukan melalui matrik PAM, seperti disajikan pada Tabel 4. Baris pertama pada Tabel 4 adalah perhitungan

berdasarkan harga finansial (privat) atau harga setelah ada kebijakan. Baris ke-dua merupakan perhitungan berdasarkan harga sosial. Baris ke-tiga merupakan selisih antara harga privat dan harga sosial yang menunjukkan adanya

kebijakan terhadap input dan output.

Tabel 4. Format dasar Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks)

Keterangan Penerimaan

Sumber : Monke dan Pearson, 2005 Keterangan :

Keuntungan Finansial (D) = A-(B+C)

Keuntungan Ekonomi (H) = E-(F+G)

Transfer Output (OT) (I) = A-E

(34)

Transfer Bersih (NT) (L) = I-(K+J)

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio BSD (DRC) = G/(E-F)

Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) = A/E Koefisien Proteksi Input Nominal (NCPI) = B/F

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) = (A-B)/(E-F)

Koefisen Keuntungan (PC) = D/H

Rasio Subsidi Bagi Produsen (SRP) = L/E

Berdasarkan analisis PAM diatas, keuntungan finansial (privat) (D) identik dengan A – (B+C). Keuntungan privat (D) pada analisis PAM adalah selisih dari penerimaan privat dengan biaya privat. Huruf A adalah simbol penerimaan yang dihitung menggunakan harga privat, huruf B adalah simbol biaya input tradeable dalam harga privat, sedangkan huruf C adalah simbol biaya input nontradeable (domestik) dalam harga privat. Keuntungan sosial (H) adalah dengan menggunakan identitas keuntungan, yaitu H = E – (F + G). Keutungan sosial adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial

Baris ke-dua pada Tabel 4 menyajikan angka-angka yang dinilai dengan harga sosial. Huruf E adalah simbol penerimaan yang dihitung dalam harga sosial dan huruf F adalah simbol biaya inputtradeable yang dihitung dalam harga sosial. Huruf G adalah simbol biaya input tradeable (domestik) sosial dan huruf H adalah simbol keuntungan sosial.

Baris ke-tiga pada Tabel 4 disebut juga dengan baris effect of divergences.

(35)

hurufK mengukur divergensi biaya input nontradeale (faktor domestik), dan huruf L mengukur net transfer effects.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Kajian Penelitian Terdahulu Mengenai Padi Organik dan Anorganik

Hasil penelitian Herdiansyah (2005) memperlihatkan adanya perbedaan antara kegiatan usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik. Hasilnya adalah pendapatan atas biaya tunai petani padi organik dengan petani pemilik penggarap Rp 1.542.665,8 dan pendapatan non tunai yaitu Rp -1.982.334,2. Pada petani padi anorganik pendapatan non tunai yang diperoleh Rp -83.928,6 dan pendapatan tunai yaitu Rp 4.441.071,4. Pendapatan atas biaya non tunai petani penyakap padi organik yaitu Rp 695.738,5, sedangkan pendapatan atas biaya tunai yaitu Rp 1.740.738,5. Pada padi anorganik pendapatan tunai sebesar Rp -12.441,2 dan pendapatan bersih atau atas biaya non tunai yaitu Rp -1.857.441,2. Pendapatan petani penyewa non tunai Rp -68.757,2 dan pendapatan tunai yaitu sebesar Rp 1.796.242,8. Sedangkan pendapatan bersih padi anorganik atas biaya non tunai yaitu Rp -968.738,6 dan pendapatan tunai yaitu sebesar Rp 1.131.261,4.

(36)

Proses produksi usahatani padi sawah di Kecamatan Seputih Raman belum efisien secara ekonomi dan berada pada skala usaha yang meningkat dengan jumlah koefisien regresi sebesar 1,15976. Efisiensi ekonomi dapat dicapai dengan melakukan peningkatan penggunaan input produksi.

2. Kajian Penelitain Terdahulu Mengenai Metode PAM

Penelitian Hoeridah (2011) tentang analisis daya saing ubi jalar cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Penelitian ini disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat memiliki daya saing yang tinggi. Dari perhitungan PAM didapat Nilai Rasio Biaya Privat (PCR) 0,57 dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) sebesar 0,15.

Penelitian Nefri (2000) tentang optimalisasi dan daya saing usaha peternakan sapi potong di Indonesia. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat daya saing hasil produksi usaha peternakan sapi potong pada masa krisis masih tinggi. Dilihat dari nilai DRC sebesar 0,5944 yang didapat dari perhitungan PAM.

Penelitian Remonaldi (2009) tentang analisis penggunaan benih dan daya saing usahatani jagung hibrida di Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini dapat

(37)

Penelitian Aliyatillah (2009) tentang analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao (Kasus : PTPN VIII Kebun Cikumpay Adeling Rajamandala Bandung). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Ciumpay Deling Rajamandala Bandung memiliki daya saing yang tinggi. Dapat dilihat dari perhitungan PAM dengan PCR sebesar 0,92 dan DRC sebesar 0,95.

C. Kerangka Pemikiran

Penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan hama dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya jika dibiarkan lebih lanjut akan berpengaruh fatal bagi siklus

kelangsungan kehidupan, bahkan jika produk yang telah tercemar tersebut dimakan oleh manusia secara terus menerus, tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan bahkan kematian.Adanya dampak negatif yang ditimbulkan, muncul kesadaran untuk melakukan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

(38)

Biaya yang dikeluarkan dapat berupa biaya privat maupun biaya sosial. Biaya privat adalah biaya yang dikeluarkan petani yang didasarkan harga aktual sedangkan biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan sesuai harga

(39)

Gambar 2. Kerangka pemikiran perbandingan efisiensi ekonomi dan daya saing usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012

Usahatani padi organik

Metoda PAM

Daya Saing Efisiensi

ekonomi

Usahatani padi anorganik Potensi Pertanian Kec. Bangunrejo

Biaya

Produksi Penerimaan

Input Output

Harga

Input Output

Harga

Biaya

Produksi Penerimaan

Padi yang lebih efisien dari segi ekonomi dan

daya saing

Metoda PAM

Efisiensi ekonomi

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

penelitian, mencakup :

Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor yang diusahakan untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan disamping bermotif mencari keuntungan

Padi organik adalah tanaman padi yang ditanam untuk menghasilkan produksi dengan tata cara pengelolaan tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.

Padi anorganik adalah tanaman padi yang ditanam untuk menghasilkan produksi dengan tata cara pengelolaan menggunakan bahan kimia sintetis.

Policy Analysis Matrix (PAM) adalah suatu alat analisis efisiensi, dampak kebijakan pemerintah dan distorsi pasar, serta melihat akibatnya terhadap suatu komoditas, baik pada kegiatan usahatani, pengolahan, maupun pemasaran.

(41)

Lahan sawah irigasi sederhana tadah hujan merupakan lahan dengan kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan akan tetapi terdapat

bendungan untuk menampung air.

Produksi padi adalah jumlah output dari kegiatan usahatani yang diukur dalam satuan kg.

Harga pasar, harga privat atau harga finansial adalah tingkat harga riil yang diterima petani dalam penjualan hasil produksinya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Efek devergensi adalah selisih antara usahatani yang diukur dengan harga privat atau harga aktual, dengan usahatani yang diukur dengan harga sosial dan

dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Input tradeable adalah, input yang diperdagangkan sehingga memiliki harga pasar internasional yang termasuk dalam input tradeable adalah pupuk, benih,

pestisida.

Input nontradeable, input yang tidak diperdagangkan secara internasional sehingga

tidak memiliki harga pasar internasional yang termasuk dalam input nontradeable

adalah lahan, tenaga kerja, alat-alat pertanian, dan modal.

Transfer Output (OT) adalah selisih antara penerimaan dalam harga privat dengan penerimaan dalam harga sosial, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(42)

Transfer input factor/faktor (FT) adalah selisih antara biaya input nontradeable

yang dihitung dalam harga privat dengan biaya input nontradeable yang dihitung dalam harga sosial, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Net Transfer (NT) adalah selisih antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Privat Cost Ratio (PCR) adalah rasio biaya input nontradeable dalam harga privat dengan selisih antara penerimaan privat dengan biaya input tradeable

dalam harga privat.

Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) adalah rasio biaya input nontradeable

dalam harga sosial dengan selisih antara penerimaan pada harga sosial dengan biaya inputtradeable dalam harga sosial.

Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) adalah rasio antara penerimaan dalam harga privat dengan penerimaan dalam harga sosial.

Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI) adalah rasio antara biaya input tradeable dalam harga privat dengan biaya inputtradeable dalam harga sosial.

(43)

Pestisida yang digunakan oleh petani dalam melakukan usahatani diukur dalam kilogram bahan aktif. Walaupun terdapat perbedaan satuan jumlah, yaitu liter dan kilogram, tetapi diasumsikan bahwa 1 liter sama dengan 1 kilogram. Oleh karena itu, satuan yang dipakai adalah kilogram bahan aktif.

Daya saing usahatani padi didefinisikan sebagai kemampuan usahatani padi untuk tetap layak secara finansial (privat) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang ada. Berdaya saing bila memiliki nilai DRC (Domestic Resource Cost) kurang dari satu.

Harga privat adalah harga yang didasarkan atas harga aktual atau harga pasar, dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Harga sosial untuk input/output tradeable adalah harga yang menggambarkan harga yang sesungguhnya yang seharusnya diterima petani baik input maupun

output, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga sosial untuk faktor domestik (lahan, tenaga kerja, dan modal) adalah estimasi dengan prinsip opportunity cost melalui pengamatan lapangan atas pasar faktor domestik di pedesaan, karena tidak diperdagangkan secara internasional, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Keuntungan privat adalah selisih antara penerimaan privat dengan biaya privat, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(44)

Umur ekonomis peralatan adalah perkiraan usia alat-alat yang digunakan yang masih berfungsi dengan baik.

B. Metode, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Bangunrejo merupakan daerah yang menanam padi organik dan anorganik. Dari Kecamatan Bangunrejo, dipilih daerah yang menanam padi organik dan anorganik.

Data yang digunakan dalam penilitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui metode survei dengan wawancara kepada petani menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari

lembaga/instansi yang berhubungan dengan penelitian, seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah, Badan Pusat Statistik, dan lembaga lainnya serta laporan-laporan tertulis yang berhubungan dengan penelitian. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan September - Oktober 2012.

C. Responden dan Pengumpulan Data

(45)

Menurut Arikunto (2002) apabila subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Pengambilan sampel padi anorganik dilakukan dengan metode random

sampling. Random sampling adalah pengambilan sampel secara random (acak) dimana semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Soekartawi 2002). Jumlah populasi petani padi organik adalah 20 orang, supaya terjadi kesetaraan dan penelitian tidak dihitung secara statistik, maka jumlah petani padi anorganik yang dijadikan sampel juga 20 orang. Petani padi organik maupun anorganik yang masing-masing berjumlah 20 orang ini dinilai cukup mewakili untuk dilakukannya analisis perbandingan dua jenis usahatani tersebut.

D. Alat Analisis

1. Efisiensi Ekonomi Relatif

Untuk menjawab tujuan penelitian 1 dan 2, digunakan alat analisis tabulasi dengan model PAM yaitu analisis privat dan sosial. Analisa efisiensi ekonomi yang dilakukan dari model PAM dalam penelitian ini dibatasi hanya :

a. Analisis Finansial (Privat)

(46)

Jika keuntungan privat > 0, maka sistem komoditas memperoleh keuntungan di atas normal, jika keuntungan privat < 0, maka usahatani tersebut mengalami kerugian.

b. Analisis Ekonomi (Sosial)

Usahatani padi organik dan anorganik dari sisi sosial dikatakan

menguntungkan apabila penerimaan lebih dari biaya produksi atau dengan kata lain usahatani padi organik dan anorganik efisien secara ekonomi relatif. Keuntungan sosial menunjukkan selisih antara seluruh penerimaan dengan biaya yang dihitung berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yang terjadi di tingkat usahatani. Jika keuntungan sosial > 1,

maka sistem usahatani telah berjalan efisien, sehingga layak untuk dikembangkan. Sebaliknya, jika keuntungan sosial < 1, maka sistem usahatani tidak mampu berjalan dengan baik.

2. Analisis Daya Saing

a) Penentuan Harga Bayangan (Sosial)

(47)

Perhitungan SER dilakukan dengan menggunakan rumus : SER =

...

SCF =

...

Keterangan :

SER = Shadow Exchange Rate atau nilai tukar bayangan

OER = Official Exchange Rate atau nilai tukar resmi mata uang yang berlaku (Rp)

SCF = Standard Convertion Factor atau faktor konversi baku M = nilai impor (Rp)

Tm = pajak impor (Rp) X = nilai ekspor (Rp) Tx = pajak ekspor (Rp)

Harga bayanganpada barang nontradeable ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran di pasar, dikurangi pajak tidak langsung, dan ditambah subsidi. Tradeable output dihitung berdasarkan harga paritas (border price), yaitu harga cost, insurance, and freight (c.i.f) untuk produk yang dapat diekspor (Kadariah, 2001). Harga bayangan padi menggunakan data harga f.o.b (free on board) karena padi merupakan salah satu komoditi ekspor bagi Indonesia,

sehingga dalam penghitungan harga paritas dipengaruhi oleh nilai tukar bayangan mata uang dari masing-masing negara pengimpor output. Penghitungan harga paritas output juga dipengaruhi oleh biaya pemasaran

(48)

Tabel 5. Penentuan harga paritas ekspor output

Harga FOB padi (US$/ton) Nilai tukar (Rp/US$)

FOB dalam mata uang domestik (Rp/ton) Faktor konversi

FOB dalam mata uang domestik (Rp/kg)

Transpotasi dan handling ke pasar pedagang besar Harga paritas impor di pedagang besar (Rp/kg) Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg)

Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)

a Sumber: Monke dan Pearson, 2005

Nilai transfer input tradeable merupakan selisih antara biaya input tradeable

dalam harga privat dengan biaya input tradeable dalam harga sosial. Input tradeable pada usahatani padi meliputi pupuk, benih padi, dan pestisida. Penghitungan harga paritas input tradeable menggunakan data harga CIF, jika

input tradeable merupakan barang impor.

Tabel 6. Penentuan harga paritas imporinput

No Uraian Rincian

CIF dalam mata uang domestik (Rp/Kg) Bongkar/muat, gudang, susut

Biaya transportasi ke provinsi (Rp/Kg) Nilai sebelum pengolahan (Rp/Kg) Faktor konversi proses (%)

Harga paritas ekspor di pedagang besar (Rp/Kg) Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg)

Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)

A

Sumber: Monke dan Pearson, 2005

(49)

Penghitungan harga paritas input tradeable dihitung berdasarkan harga input tradeable yang seharusnya dibayar oleh petani jika berada pada keadaan persaingan sempurna, di mana tidak ada kegagalan pasar dan tidak ada campur tangan pemerintah. Penghitungan harga paritas input tradeable juga dipengaruhi oleh biaya pemasaran input dari produsen input hingga ke tingkat petani.

Input nontradeable pada usahatani terdiri dari lahan, tenaga kerja, alat pertanian, dan modal. Penghitungan harga bayangan input nontradeable

menggunakan opportunity cost. Penentuan harga bayangan pada input nontradeable adalah:

(1) Lahan merupakan aset tak bergerak. Harga bayangan lahan adalah nilai sewa lahan yang berlaku di tempat penelitian. Harga tersebut sama dengan harga privat karena lahan tidak dipasarkan di pasar internasional. (2) Harga bayangannya tenaga kerja dinilai atas tingkat upah yang

diterimanya karena tenaga kerja tidak terlatih biasanya dinilai dengan harga bayangan di bawah tingkat upah yang berlaku dan tenaga kerja yang terlatih jarang didapat.

b) Analisis Daya Saing Menggunakan Tabel PAM

(50)

Tabel 7. Tabel Policy Analysis Matrix (PAM)

No Keterangan Penerimaan Output Sumber : Monke dan Pearson, 2005

di mana:

Rasio Biaya Privat (PCR) = C/(A-B)

Rasio BSD (DRCR) = G/(E-F)

Baris pertama pada Tabel 7 adalah perhitungan berdasarkan harga finansial (privat) atau harga setelah ada kebijakan. Baris kedua merupakan perhitungan berdasarkan harga sosial, baris ketiga merupakan selisih antara harga privat dan harga sosial yang menunjukkan adanya kebijakan terhadap input dan

output.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui PCR dan DRCR dalam sistem usahatani guna mengetahui perbandingan nilai padi organik dan padi anorganik. Analisa yang dilakukan dari model PAM dalam penelitian ini dibatasi hanya :

a. Privat Cost Ratio (PCR) = C/(A-B)

(51)

Hal ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut efisien secara finansial atau memiliki keunggulan kompetitif. Jika PCR lebih besar dari satu, maka komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.

b. Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) = G/(E-F)

DRCR adalah indikator keunggulan komparatif . Indikator ini

menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Jika DRCR < 1, maka sistem mempunyai keunggulan komparatif, sedangkan jika DRCR > 1, maka sistem tidak mempunyai keunggulan komparatif.

(52)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Usahatani padi organik dan anorganik efisien secara ekonomi relatif karena keuntungan privat > 0 dan keuntungan sosial > 1, akan tetapi usahatani padi organik lebih efisien baik secara privat maupun sosial dibandingkan usahatani padi anorganik di Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah. Keuntungan privat yang diperoleh petani padi organik yaitu sebesar Rp 40.740.114,214/ha per musim tanam, sedangkan keuntungan sosial sebesar Rp 40.361.089,606/ha per musim tanam. Keuntungan privat yang diperoleh petani padi anorganik yaitu sebesar Rp 19.707.992,446/ha per musim tanam, sedangkan keuntungan sosial sebesar Rp 11.850.997,980/ha per musim tanam.

2. Usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Bangunrejo

(53)

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka penulis mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Petani padi organik yang berdaya saing tinggi atau memiliki

keunggulan komparatif dengan nilai DRC (Domestic Resource Cost) kurang dari satu yaitu sebesar 0,205, lebih baik jika usahatani padi organik tersebut diusahakan sendiri daripada melakukan impor karena dapat menghemat devisa sebesar 79,5 %.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Aliyatillah, F. M. 2009. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Kakao (Kasus : PTPN VIII Kebun Cikumpay Adeling Rajamandala Bandung).Program Studi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Almira Salsabila, “Kebijakan Impor Beras di Indonesia” Kompas 15 November 2011 edisi: 7

Andoko, A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Arifin, B . 2005 . Pembangunan Pertanian . Jakarta . Grasindo .191 hlm

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta

Astiti, P. B. 2009. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Program Studi

Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Ayatullah, M. S. 2009. Sistem Pertanian Modern. http://septaayatullah.

Blogspot.com/2009/05/sistem-pertanian-modern.html. Diakses: 24 Februari 2012.

Badan Litbang Deptan. 2011. Budidaya Padi Sistem Jajar Legowo. http://ntb.litbang.deptan go.id/ind/budidaya padi sistem jajar legowo.html diakses : 27 Maret 2012

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

BRI. 2013. Kredit Usaha Rakyat BRI. www.bri.co.id/articles/61 diakses : 2 Juni 2013

(55)

Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Kabupaten Lampung Tengah 2007-2011. Dinas Pertanian TPH : Lampung Tengah

Herdiansyah, A. 2005. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Lampung Selatan. Skripsi. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Herdt, R. W and A. M. Mandac. 1981. Modern Technology and Economic Efficiency of Philippines Rice Farmer. Http://The University of Chicago.html. diakses tanggal 27 maret 2012

Hoeridah, A. 2011. Analisis Daya Saing Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Program Studi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kadariah, 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonmi Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Kariyasa, K dan Okadnyana, M. 1996. Jurnal Dampak Era Globalisasi Ekonomi Terhadap Usaha Ternak Sapi Perah : Kajian Peluang Kendala dan Strategi Pengembangan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Lall, S. 1993. Policies for Building Technological Capabilities. Lesson from Asian Experience. Asia Development review 11 (2) : 72-103

Luliana, A. 2011. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Hibrida di Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Mantra, I. 2004. Demografi Umum. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Monke, E.A., dan Pearson. 2005. The Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mosher, A.T. 1985. Getting agriculture moving. Diterjemahkan oleh Krisnandhi dan B. Samad. Menggerakkan dan membangun pertanian. Yasaguna. Jakarta. Mulyana, D. 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nefri, J. 2000. Optimalisasi dan Daya Saing Usaha Peternakan Sapi Potong di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. .

(56)

Plosorejo. 2009. Sistem Penanaman Padi Organik. http://plosorejo.

wordpress.com/2009/04/16/sistem-penanaman-padi-organik/. Diakses: 20 Desember 2012

Pratikno, Didik. 2003. Konsep Pertanian Organik. Dalam Makalah yang disampaikan pada Diklat LP2B IV. Malang 12 Oktober 2003.

Rachmiyanti, I. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Remonaldi, Y. 2009. Analisis Penggunaan Benih Dan Daya Saing Usahatani Jagung Hibrida di Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Saptana, S. dkk. 2001. Analisis Daya Saing Komoditi Tembakau Rakyat di Jawa Tengah. http://journal.unud.ac.id/abstrak(4)%20socasap-rus-dampak20% krisis20%moneter.pdf. diakses tanggal 27 Januari 2013.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan dan Usaha Agribsinis Industrial. Materi Pelatihan Analisa Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan dan Usahatani Agribisnis Wilayah. Bogor, 29 November – 9 Desember 2004. Puslitbang Sosek Pertanian.

Soekartawi, A. Dkk. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petan Kecil. Universitas Indonesia,Jakarta.

. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Sumadiningrat, G. 2001. Kesejahteraan Petani dan Swasembada Pangan. Jakarta.

Makalah untuk Journal Ekosistem

Suprapto, 1999. Keunggulan Kompetitif Dan Komparatif Di Pasar

Internasional.doc+penentuan+harga+bayangan&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=i d. Diakses tanggal 13 Februari 2012

Suryana, A. 2002. Pengelolaan Kebijakan Perberasan. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Widodo, S. 2008. Pertanian Organik Wujud Baru Kapitalisme; Perspektif Ekologi dan Ekonomi. http://learning-of.slametwidodo.com/2008/02/01/

(57)

Gambar

Tabel 1. Data hasil produksi padi dalam Gabah Kering Giling dan impor beras                      di Indonesia tahun 2007-2011
Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas padi di Propinsi                  Lampung 2005 - 2011
Tabel 3. Perkembangan luas panen dan produksi padi per kabupaten di Propinsi             Lampung 2009 – 2011
Gambar 1. Perbedaan fisik beras organik dan beras anorganik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya ikon-ikon yang dimiliki oleh Bandung menjadikan Bandung sangat kaya dengan artefak bersejarah yang mempunyai nilai dan seni yang tinggi Salah satu ikon yang

Dengan demikian, laki-laki yang berprofesi sebagai nelayan memiliki waktu luang yang lebih luas daripada perempuan sehingga tidak mengherankan waktu istirahat lebih

Setelah Instrumen tes diujikan kepada peserta didik diperoleh skor tes mereka. Dari skor tes kemudian dicari validitas, reliabilitas, daya pembeda dan

Dari hasil penelitian mengenai produktifitas kerja aparat Kelurahan Gedawang, diketahui produktivitas aparat cukup baik di mana aparat dalam memberikan

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa DPC partai Gerindra Kabupaten Sinjai melakukan marketing politik dalam menghadapai pemilihan legislative tahun

Berdasarkan proses hasil penelitian berupa identifikasi permasalahan dan potensi (sumber daya), menganalisis serta mencari solusi, menghasilkan tiga kelompok usaha

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan permainan lempar shuttlecock terhadap peningkatan kemampuan pukulan lob siswa usia 10-12 tahun di

Perencana Ahli Madya yang akan naik jabatan setingkat lebih tinggi menjadi Perencana Ahli Utama, membutuhkan Angka Kredit Kumulatif paling sedikit 450 (empat ratus lima