• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN ABU GUNUNG MERAPI SEBAGAI STABILISATOR PADA TANAH LEMPUNG ORGANIK THE EFFECT OF ADDITION OF MERAPI VOLCANIC ASH AS STABILIZERS ON CLAY SOIL ORGANIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN ABU GUNUNG MERAPI SEBAGAI STABILISATOR PADA TANAH LEMPUNG ORGANIK THE EFFECT OF ADDITION OF MERAPI VOLCANIC ASH AS STABILIZERS ON CLAY SOIL ORGANIC"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ABU GUNUNG MERAPI SEBAGAI STABILISATOR PADA TANAH LEMPUNG ORGANIK

Oleh

YULI YANA EKA SARI

Tanah tidak lepas kaitannya dengan pekerjaan teknik sipil, suatu kontruksi akan berdiri dengan tegak bila tanah dasar dibawahnya cukup kuat untuk mendukungnya. Oleh karena itu dibutuhkan tanah yang benar-benar stabil agar tanah tersebut mampu mendukung bangunan yang ada di atasnya. Stabilisasi tanah adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan mekanis dari tanah yang kurang baik menjadi tanah yang baik. Pada penelitian ini digunakan bahan stabilisasi Abu Gunung Merapi dengan kandungan silika sebesar 54,56 %, silika merupakan unsur pembentuk utama dalam pembuatan semen yang diharapkan mampu memperbaiki sifat fisik dan mekanik dari tanah.

Metodelogi pada penelitian ini menggunakan tanah lempung organik yang berasal dari Kecamatan Rawa Seragih Lampung Timur. Variasi campuran abu gunung merapi yang digunakan yaitu 5%, 10%, 15% dan 20% dengan waktu pemeraman selama 14 hari dan perendaman selama 4 hari. Dari pengujian sifat fisik tanah asli, sesuai klasifikasi ASSTHO sampel tanah masuk pada kelompok A-7 (tanah berlempung) dan subkelompok A-7-5, sedangkan USCS mengklasifikasikan tanah termasuk dalam kelompok Organic High (OH). Hasil pengujian ini menunjukkan berat jenis tanah mengalami kenaikan pada setiap penambahan kadar abunya sedangkan batas-batas Atterberg mengalami penurunan setelah distabilisasi. Berdasarkan hasil pengujian mekanis, kondisi optimum bahan stabilisasi pada kadar 10 % abu gunung merapi berdampak meningkatkan nilai CBR pemeraman sebesar 16,10 % dan CBR rendaman 6,2 %. Maka dapat disimpulkan bahwa campuran abu gunung Merapi dengan kadar optimum 10 % dapat digunakan sebagai subgrade karena nilai CBRnya ≥ 6 %.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITION OF MERAPI VOLCANIC ASH AS STABILIZERS ON CLAY SOIL ORGANIC

By

YULI YANA EKA SARI

The main problem on soil in civil engineering work, that bearing capacity has not enough to support the constructions. It needs the subgrade soil which completely stable. There is one soil stabilization method that suitable to get increase the soil properties which that effort to use as a subgrade whitin the requirement structure. This research try to using Merapi volcanic ash as a stabilizing agent. Merapi volcanic ash content of silica content of 54.56%. It has a similiar of material to produce cement which expected to improve the physical and mechanism properties of the soil.

The methodology of this research has conducted to use some soil which derived from Rawa Seragih, East Lampung. Variations of volcanic ash that used on this mixture was about 5%, 10%, 15% and 20% combining with curing time for 14 days, and soaking for 4 days. Based on the physical properties of soil, AASTHO was classified it in the A-7 (clay soil) and subgroup A-7-5, while USCS classified shown that include the symbol of OH.

The results of this research has shown that specific gravity has increased and Atterberg limits decreased after stabilization. Based on the results of mechanical testing, the optimum condition of stablization agent at 10% of Merapi voclanic ash has impact to increase CBR unsoaked was 16.10% and 6.2% of CBR soaked. It was conclude that the Merapi volcanic ash has optimum content of 10% can be used as a subgrade because the value of CBR ≥ 6%.

(3)

PENGARUH PENAMBAHAN ABU GUNUNG MERAPI

SEBAGAI STABILISATOR PADA TANAH LEMPUNG

ORGANIK

Oleh

YULI YANA EKA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Batas – batas Atterberg ...17

2. Hubungan nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman Terhadap kadar Abu Gunung Merapi (Daru, 2011)...30

3. Hubungan Nilai CBR Tanpa Rendaman Dan Rendaman Dengan Waktu Pemeraman (Andre Mei B, 2012)...31

4. Grafik CBR terhadap waktu siklus (Edi Supriyono, 2013)...32

5. Hubungan nilai CBR rendaman dan CBR tanpa rendaman terhadap kadar abu gunung Merapi (Chairul, 2011)...33

6. Hubungan nilai CBR unsoaked dan soaked dengan waktu pemeraman (I Made Adi, 2011)...34

7. Hubungan Antara Nilai CBR dengan Variasi Lama Waktu Perendaman (Soraya Putri, 2011)...35

8. Grafik Hubungan CBR Terhadap Waktu Siklus (Devi Fitriyani, 2011)..36

9. Hubungan nilai UCS terhadap kadar abu Gunung Merapi (M. Imargani Pranata, 2011) ...37

10.Bagan alir penelitian ...48

11.Kurva akumulasi ukuran butiran tanah ...52

12.Hubungan berat volume kering dengan kadar air optimum ...55

(5)

xi

14.Hubungan nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman terhadap kadar abu

gunung Merapi ...61

15.Hubungan Berat Jenis dengan Kadar Abu Gunung Merapi ...65

16.Hubungan Batas Atterberg dengan Kadar Abu Gunung Merapi ...66

17.Perbandingan Nilai CBR Tanpa Rendaman ...68

(6)

DAFTAR ISI

(7)

v

III.METODE PENELITIAN ... 39

A. Peralatan ... 39

B. Bahan Uji ... 39

C. Metode Pengambilan Sampel ... 40

D. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu VulkanikMerapi ... 40

E. Pelaksanaan Pengujian ... 41 Transportation Official (AASHTO) ... 58

2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) ... 58

D. Hasil Pengujian CBR Sampel Tanah+Abu Gunung Merapi ... 60

E. Hasil Pengujian Atterberg dan Berat Jenis pada Campuran Tanah+Abu Gunung Merapi ... 63

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yuli Yana Eka Sari lahir di Merbau Mataram, Lampung

Selatan, Lampung, pada tanggal 6 Juli 1988, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sairin dan Ibu Nur’aini. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 1 Karang Raja, Lampung Selatan yang diselesaikan pada tahun 2000.

Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 2 Merbau Mataram yang diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung Progaram Studi Ilmu Alam yang diselesaikan pada tahun 2006.

(9)

Persembahan

Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras untuk kedua orang

tuaku tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan

penuh kesabaran dan keikhlasan hati,

Ayahhandaku tercinta Sairin,

Ibundaku tercinta

Nur’aini

,

Serta teman-teman baikku angkatan 2006.

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ... 9

2. Kelompok-Kelompok Tanah Utama Sistem Klasifikasi Unified ... 11

3. Sistem Klasifikasi Unified ... 12

4. Penggolongan Tanah Berdasarkan Kandungan Organik ... 18

5. Kandungan Unsur Kimia Tanah Lempung Organik ... 18

6. Komposisi Kimia Abu Vulkanik Gunung Merapi ... 21

7. Elemen-Elemen Uji Pemadatan di Laboratorium ... 27

8. Nilai Batas-Batas Konsistensi Pra dan Pasca Stabilisasi Menggunakan Sekam Padi dan Semen Penelitian Andri Frandustie, 2011 ... 28

9. Nilai Batas-Batas Konsistensi Pra dan Pasca Stabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi Penelitian Taufik Usman, 2008 ... 29

10.Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran (Daru, 2011) ... 30

11.Hasil Uji CBR Tiap Waktu Pemeraman (Andre Mei B, 2012) ... 31

12.Hasil Pengujian CBR Tiap Siklus (Edi Supriyono, 2013) ... 32

13.Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar (Chairul, 2011) ... 33

14.Hasil Pengujian CBR Tiap Waktu Pemeraman (I Made Adi, 2011) ... 34

15.Hasil Pengujian CBR Tiap Waktu Perendaman (Soraya Putri, 2011) ... 35

16.Hasil Pengujian CBR Tiap Siklus (Devi Fitriyani, 2011) ... 36

(11)

vii

18.Tabel Penelitian Menggunakan Abu Gunung Merapi ... 38

19.Hasil Pengujian Kadar Air Tanah Asli ... 50

20.Hasil Pengujian Analisis Saringan ... 51

21.Hasil Pengujian Berat Jenis (Gs) Tanah Asli... 53

22.Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli ... 53

23.Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 57

24.Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar ... 60

25.Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran (Daru, 2011)... ... 67

(12)

Judul Skripsi : PENGARUH PENAMBAHAN ABU GUNUNG MERAPI SEBAGAI STABILISATOR PADA TANAH LEMPUNG ORGANIK

Nama Mahasiswa : Yuli Yana Eka Sari No. Pokok Mahasiswa : 0615011123

Jurusan : Teknik Sipil

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Iswan, S.T., M.T. Andius Dasa Putra, S.T., M.T.

NIP. 197206082005011001 NIP. 197310182000121001

2. Ketua Jurusan

(13)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Iswan, S.T., M.T...

Sekretaris : Andius Dasa Putra, S.T., M.T...

Penguji

Bukan Pembimbing : DR. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A...

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

DR. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.

NIP. 196505101993032008

(14)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul Pengaruh Penambahan Abu Gunung Merapi Sebagai

Stabilisator Pada Tanah Lempung Organik yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kelancaran penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung dan juga selaku Dosen Penguji skripsi, atas kesediaan waktunya yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 2. Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

(15)

ii

memberikan bimbingan dan pengarahan, serta nasehat selama penulis menyusun skripsi dan menempuh perkuliahan.

3. Iswan, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I skripsi, atas kesediaan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan, serta nasehat selama penulis menyusun skripsi dan menempuh perkuliahan.

4. Andius Dasa Putra, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II skripsi, atas kesediaan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan, serta nasehat selama penulis menyusun skripsi dan menempuh perkuliahan.

5. Seluruh Dosen staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

6. Seluruh karyawan di Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

7. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

8. Bapak dan Mamak yang aku sayangi yang telah memberikan dorongan materil dan spiritual dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

9. Akhmad Ariestoteles, S.T. dan Eva Prameswara, S.T. yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan perkuliahan di Teknik Sipil.

(16)

11.Kawan-kawan Teknik Sipil Unila, anak-anak angkatan 2006 pada khususnya dan angkatan yang lain serta teman-teman yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga kita semua berhasil menggapai impian. Amin.

12.Teman-teman seperjalanan, Puja Sutrisna, Bangkit Samosir Putra Zion, Adi Lesmana Putra, Ulpa Maya, Wahyu Kurniawan, Wayan, Metro Hardianto dan edi. Terima kasih untuk pengalaman yang mengesankan. Semoga perjalanan kita masih bisa terus berlanjut.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca. Selain itu, penulis berharap dan berdoa semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis, mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amiin..

Bandar Lampung, Februari 2013

Penulis

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah tidak lepas kaitannya dengan pekerjaan teknik sipil, seluruh bangunan yang berada di permukaan bumi ini akan nampak diatas tanah dasar sebagai penunjangnya. Suatu kontruksi akan berdiri dengan tegak bila tanah dasar dibawahnya cukup kuat untuk mendukungnya. Oleh karena itu dibutuhkan tanah yang benar-benar stabil agar tanah tersebut mampu mendukung bangunan yang ada di atasnya.

Stabilisasi tanah adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan mekanis dari tanah yang kurang baik menjadi tanah yang baik. Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan menambahkan suatu bahan tambahan tertentu pada tanah yang kurang baik. Beberapa bahan campuran yang sudah digunakan secara luas meliputi kapur, semen portland, ISS dan aspal.

(18)

dari semen yang menurut penelitian terdahulu bahwa semen adalah stabilizing agent yang sangat baik sebagai bahan stabilisasi tanah, Abu yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu yang berasal dari daerah lereng Gunung Merapi di daerah Yogyakarta.

Tanah Lempung Organik adalah tanah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi namun mempunyai serat yang rendah dan umumnya memiliki nilai plastisitas dari sedang sampai tinggi. Sifat teknis yang umum dari tanah lempung organik adalah mempunyai kandungan air (kadar air) yang cukup tinggi dan daya dukung yang rendah. Karena sifat-sifat tersebut maka tanah lempung organik digolongkan sebagai tanah yang buruk untuk dijadikan tanah pondasi.

Dalam penelitian ini digunakan tanah lempung organik yang berasal dari Kecamatan Rawa Seragi Lampung Timur yang diketahui tanahnya mengandung bahan organik yang akan distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh panambahan abu terhadap tanah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(19)

3

dapat disimpulkan bahwa Abu vulkanik Merapi dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah.

C. Pembatasan Masalah

1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah jenis lempung organik yang diperoleh dari daerah Rawa Seragi Lampung Timur.

2. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah adalah abu vulkanik gunung merapi.

3. Pengujian yang dilakukan di Laboratorium meliputi : a. Pengujian pada tanah asli

1. Uji Kadar Air

2. Uji Analisis Saringan 3. Uji Batas-Batas Atterberg 4. Uji Berat Jenis

5. Uji Kepadatan tanah (Modified Proctor) 6. Uji CBR

b. Pengujian pada tanah yang telah di stabilisasi 1. Uji Berat Jenis

(20)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pencampuran abu gunung merapi terhadap tanah lempung organik yang berasal dari daerah Rawa Seragih Lampung Timur.

2. Mengetahui sejauh mana Abu Vulkanik gunung merapi mampu

meningkatkan daya dukung tanah yang telah distabilisasi terhadap tanah asli dengan menggunakan tes CBR.

3. Untuk mengetahui sejauh mana meningkatnya batas-batas konsistensi tanah dengan variasi pencampuran Abu Vulkanik gunung merapi pada tanah lempung organik.

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah dapat didefinisikan untuk maksud teknis sebagai bahan yang belum terkonsolidasi diatas batuan padat (solid). Didalamnya kita terutama dapat membedakan tanah atas (topsoil) yaitu bagian atas setebal 0,01-0,5 m dari bahan yang belum terkonsolidasi, yang mengandung bahan organik dan zat gizi tanaman. Tanah merupakan produk sampingan deposit akibat pelapukan kerak bumi dan/atau batuan yang tersingkap dalam matrik tanah (Bowles,1991).

Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan dibawahnya, juga tidak beku dalam hal warna, bangunan fisik, struktur susunan kimiawi, sifat biologis, proses kimiawi ataupun reaksi-reaksi (Sutedjo, 1988).

(22)

Tanah sebagai bahan teknik adalah bahan yang tak terkosolidasi (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan cairan dan gas yang menduduki ruang-ruangan antar partikel tersebut (Forth,1994).

Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan kecocokan air. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik (mekanis) maupun kimia (Setyanto,1999).

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan untuk tujuan rekayasa umumnya didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti gradasi butiran tanah dan nilai-nilai batas Atterberg sabagai petunjuk kondisi plastisitas tanah, hal ini dikarenakan tanah tidak tersedimentasi, sehingga partikel-partikel tanah mudah untuk dipisah-pisahkan.

(23)

7

tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi.

Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Sistem-sistem tersebut adalah :

a. Sistem Klasifikasi AASTHO (American Association of State Highway and Transportation Official)

Sistem klasifikasi AASHTO ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Sistem ini telah mengalami beberapa perbaikan, yang berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade andGranular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145).

(24)

berbutir di mana 35 % atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari 35 % butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok 4, 5 A-6, dan A-7.

Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1) Ukuran Butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).

Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200. 2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.

(25)

9

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi Umum

Tanah berbutir (35 % atau kurang dari seluruh contoh tanah

lolos ayakan No. 200)

Tanah lanau - lempung (lebih dari 35 % dari seluruh contoh

tanah lolos ayakan No. 200) Klasifikasi Kelompok

Kerikil dan pasir yang berlanau

atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik Biasa sampai jelek

(26)

b. Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil ClassificationSystem) Klasifikasi tanah USCS diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu :

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200< 50). Simbol kelompok diawali dengan G

untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok

diawali dengan M untuk lanau inorganik (inorganic silt), atau C untuk lempung inorganik (inorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.

(27)

11

Adapun menurut Bowles, 1991 kelompok-kelompok tanah utama pada sistem klasifikasi Unified diperlihatkan pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Kelompok-Kelompok Tanah Utama Sistem Klasifikasi Unified

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wL< 50 % L

Organik O wL> 50 % H

Gambut Pt

Sumber : Bowles, 1991.

(28)

Tabel 3. Sistem klasifikasi unified

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil,

sedikit atau sama sekali tidak

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL Lanau-organik dan lempung berlanau

organik dengan plastisitas rendah

La diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH Lempung anorganik dengan plastisitas

tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH Lempung organik dengan plastisitas

sedang sampai dengan tinggi Tanah-tanah dengan

kandungan organik sangat tinggi

(29)

13

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah

garis A atau PI < 4

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam ASTM designation D-2488

Sumber : Das, 1995.

Bagan plastisitas

(30)

B. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar merupakan lapisan tanah yang berada di permukaan, dimana sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar ini sangat mempengaruhi kekuatan dan keawetan konstruksi di atasnya secara keseluruhan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tetapi jika tanah aslinya kurang baik maka tanah dasar dapat berupa tanah timbunan yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan.(Nakazawa,1990). Fungsi tanah dasar adalah menerima tekanan akibat beban yang bekerja di atasnya, tanah dasar harus mempunyai kapasitas dukung yang optimal sehingga mampu menerima gaya akibat beban tanpa mengalami perubahan dan kerusakan yang berarti. Banyak metode yang digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah dasar, misalnya pemeriksaan CBR (California bearing Ratio), DCP (Dynamic Cone Penetrometer), dan k (modulus reaksi tanah dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk perencanaan tebal perkerasan jalan ditentukan dengan pemeriksaan CBR dengan nilai minimal CBR sebesar 6% sesuai dengan spesifikasi Bina Marga.

C. Tanah Lempung Organik

1. Proses Terjadinya Tanah Organik

(31)

15

hujan dan kemarau. Vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan baik sehingga menghalangi insolasi dan kelembaban yang tinggi dapat dipertahankan di lingkungan tersebut. Pada daerah cekungan dengan genangan air terjadi akumulasi bahan organik. Hal ini disebabkan suasana anaerob menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga proses humifikasi akan terjadi lebih nyata dari proses mineralisasi. Penguraian bahan organik hanya dilakukan oleh bakteri anaerob, cendawan dan ganggang. Kecepatan dekomposisi ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bakteri anaerob, sifat vegetasi, iklim, topografi dan sifat kimia airnya.

2. Sifat Tanah Organik

Sifat dan ciri tanah organik dapat ditentukan dengan berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Adapun sifat dan ciri tersebut antara lain:

a. Warna

Umumnya tanah organik berwarna coklat tua dan kehitaman , meskipun bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau kemerah-merahan, tetapi setelah mengalami dekomposisi muncul senyawa-senyawa humik berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan yang dialami bahan organik kelihatannya sama yang dialami oleh sisa organik tanah mineral, walaupun pada tanah organik aerasi terbatas. b. Berat isi

(32)

0,2 - 0,3 merupakan nilai umum bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Suatu lapisan tanah mineral yang telah diolah berat isinya berkisar 1,25 - 1,45.

c. Kapasitas menahan air

Tanah Organik mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Mineral kering dapat menahan air 1/5 – 2,5 dari bobotnya, sedangkan tanah organik dapat 2 – 4 kali dari bobot keringnya. Gambut lumut yang belum terkomposisi sedikit leih banyak dalam menahan air, sekitar 12 atau 15 bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri.

d. Struktur

Ciri tanah organik yang lain adalah strukturnya yang mudah dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi dan plastisitasnya rendah. Suatu tanah berbahan organik yang baik adalah poroeus atau mudah dilewati air, terbuka dan mudah diolah. Ciri-ciri ini sangat diinginkan oleh pertanian tetapi tidak baik untuk bahan konstruksi sipil.

(33)

17

e. Reaksi masam

Pada tanah organik, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan meningkatkan keasaman tanah organik. Dengan demikian tanah organik akan cenderung lebih masam dari tanah mineral pada kejenuhan basah yang sama.

f. Sifat koloidal

Sifat ini mempunyai kapasitas tukar kationnya lebih besar, serta sifat ini lebih jelas diperlihatkan oleh tanah organik daripada tanah mineral. Luas permukaan dua hingga empat kali daripada tanah mineral.

g. Sifat penyangga

Pada tanah organik lebih banyak diperlukan belerang atau kapur yang digunakan untuk perubahan pH pada tingkat nilai yang sama dengan tanah mineral. Hal ini disebabkan karena sifat penyangga tanah ditentukan oleh besar kapasitas tukar kation, dengan demikian tanah organik umumnya memperlihatkan gaya resistensi yang nyata terhadap perubahan pH bila diandingkan dengan tanah mineral.

3. Identifikasi Organik

(34)

dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut.

Tabel 4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik

KANDUNGAN ORGANIK KELOMPOK TANAH

≥ 75 % GAMBUT

25 % - 75 % TANAH ORGANIK

≤ 25 %

TANAH DENGAN KANDUNGAN

ORGANIK RENDAH

(SUMBER : PEDOMAN KONSTRUKSI JALAN DI ATAS TANAH GAMBUT DAN ORGANIK, 1996

Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalah tanah dari Rawa Sragi Lampung Timur.

D. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.

Menurut Bowles, 1991 beberapa tindakan yang dilakukan untuk

(35)

19

2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan gesek yang timbul.

3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan/atau fisis pada tanah.

4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah) 5. Mengganti tanah yang buruk.

Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1991) : 1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti

mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Bahan Pencampur (Additiver), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu vulkanik/batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya. Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi.

E. Abu Vulkanik Merapi

(36)

vulkanik yang berasal dari aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang ada di daerah Yogyakarta. Stabilisasi Elektro-Kimiawi Abu Vulkanik Merapi adalah pencampuran tanah asli dengan Abu Vulkanik Merapi yang bertujuan untuk merubah sifat-sifat buruk tanah, seperti kembang susut menjadi tanah yg mudah dipadatkan dan stabil secara permanen.Abu Vulkanik adalah Abu yang berasal dari aktivitas vulkanik dari Gunung berapi. Pada penelitian ini abu vulkanik yang digunakan adalah abu vulkanik yang berasal dari aktivitas vulkanik gunung Merapi yang ada di daerah lereng gunung Merapi di daerah Yogyakarta.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), 1994 Yogyakarta, Abu vulkanik gunung Merapi mengandung komposisi kimia seperti yang tercantum pada Tabel berikut ini :

Tabel 5. Komposisi Kimia Abu Vulkanik Gunung Merapi

NamaUnsur Sampel 1 (%) Sampel 2 (%)

Sumber :Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), 1994 Yogyakarta

Dari data diatas terlihat unsur silika (SiO2) merupakan unsur yang dominan

(37)

21

Suatu bahan bersifat pozzolani, salah satunya apabila mengandung jumlah

SiO2+Al2O2+Fe2O3 minimum 70 % (ASTM C.618). Mekanisme proses

terjadinya peningkatan kekuatan beton oleh adanya bahan bersifat pozolan adalah sebagai berikut:

Terjadinya proses hidrasi antara Abu Gunung Merapi dengan air 2(3CaO.SiO2)+6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O+3Ca(OH)2

Trikalsium Silikat Kapur Bebas 2(2CaO.SiO2)+4H2O  2CaO.2SiO2.3H2O+3Ca(OH)2

Dikalsium Silikat Kapur Bebas

4CaO.Al2O3.Fe2O3.+10H2O+2Ca(OH)2 6CaO.Al2O3.Fe2O312H2O

Tetra Kalsium Alumino Ferite Kalsium Alumino Hidrat 3CaO.Al2O3+12H2O+Ca(OH)2 3CaO.Al2O3.Ca(OH)212H2O

Trikalsium Aluminat Tetra Kalsium Aluminat Hidrat 3CaO.Al2O3+10H2O+CaSO42H2O  3CaO.Al2O3.CaSO412H2O

Gypsum Kalsium Mono Sulfoaluminat Dari persamaan reaksi tersebut diatas, terlihat adanya Ca(OH)2 bebas.

Ca(OH)2 bebas akan diikat oleh silikat yang terkandung didalam abu gunung

merapi, dengan reaksi sebagai berikut:

2Ca(OH)2+2SiO2+2H2)  2CaO.SiO2.2H2O

Reaksi Pozzoland

dengan demikian abu vulkanik Gunung Merapi mempunyai sifat pozzolanik yaitu sifat yang bertambahnya waktu, maka bahan tersebut apabila bereaksi dengan alumina (Al2O3) dan CaO yang ada dilempung organik akan menjadi

(38)

F. Batas-Batas Atterberg

Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911). Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan dasar, yaitu : padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut.

(39)

23

Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak, putus atau terpisah ketika digulung.

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.

G. California Bearing Ratio (CBR)

(40)

untuk menekan piston logam (luas penampang 3 sqinch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan (penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap material batu pecah di California pada penetrasi ynag sama (Canonica, 1991).

1. Kegunaan CBR

Metode perencanaan perkerasan jalan yang digunakan sekarang yaitu dengan metode empiris, yang biasa dikenal CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). Nilai CBR akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan dari nilai CBR digunakan grafik-grafik yang dikembangkan untuk berbagai muatan roda kendaraan dengan intensitas lalu lintas.

2. Jenis CBR

CBR terdiri dari dua jenis :

a. CBR Lapangan

CBR lapangan disebut juga CBR inplace atau field CBR dengan kegunaan sebagai berikut :

(41)

25

2. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan ini tidak umum digunakan. Metode pemeriksaannya dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR akan ditentukan lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gardan truk.

b. CBR Laboratorium

CBR Laboratorium dapat disebut juga CBR Rencana Titik. Tanah dasar pada jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang dipadatkan sampai mencapai 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar merupakan kemampuan lapisan tanah yang memikul beban setelah tanah itu dipadatkan.

3. Pengujian Kekuatan dengan CBR

Alat yang digunakan untuk menentukan besarnya CBR berupa alat yang mempunyai piston dengan luas 3 sqinch dengan kecepatan gerak vertikal ke bawah 0,05 inch/menit, Proving Ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial). Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan pondasi jalan adalah penetrasi 0,1" dan penetrasi 0,2", yaitu dengan rumus sebagai berikut :

(42)

Dimana :

A = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,1" B = pembacaan dial pada saat penetrasi 0,2"

Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terbesar diantara hasil perhitungan kedua nilai CBR diatas.

H. Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel (Bowles, 1991). Usaha pemadatan tersebut akan menyebabkan volume tanah akan berkurang, volume pori berkurang namun volume butir tidak berubah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menggilas atau menumbuk.

Manfaat dari pemadatan tanah adalah memperbaiki beberapa sifat teknik tanah, antara lain :

1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C (memperkuat tanah),

2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban, 3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k,

4. Mengurangi sifat kembang susut tanah (lempung).

Adapun prosedur dinamik laboratorium yang standar digunakan untuk

pemadatan tanah biasanya disebut uji ”Proctor”. Berdasarkan tenaga

pemadatan yang diberikan, pengujian proctor dibedakan menjadi 2 macam : 1. Proctor Standar

(43)

27

Rincian mengenai persamaan ataupun perbedaan dari kedua proctor tersebut, diperlihatkan dalam Tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium Proctor Standar

tumbukan/lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3

Tanah saringan (-) No. 4

Energi pemadatan 595 kJ/m3 2698 kJ/m3

Sumber : Bowles, 1991.

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta waktu pemeraman yang berbeda, antara lain :

(44)

pada uji batas-batas konsistensi tanah sebelum dan setelah distabilisasi pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Batas-batas Konsistensi Pra dan Pasca Stabilisasi Menggunakan Sekam Padi dan Semen (Andri Frandustie, 2011)

Parameter batas-batas

konsistensi Tanah Asli

Tanah dicampur semen dan sekam

padi

Batas cair (LL) 133,18 % 87,51 %

Batas plastis (PL) 96,84 % 83,91 %

Indeks plastisitas (IP) 36,35 % 25,71 %

2. Stabilisasi pada tanah berbutir halus menggunakan abu gunung Merapi.

(45)

29

Tabel 8. Nilai Batas-batas Konsistensi Pra dan Pasca Stabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi (Taufik Usman, 2008) Parameter batas-batas

Indeks plastisitas (IP) 41,71% 25,44%

3. Daya dukung tanah menggunakan tanah pasir berlempung dengan bahan stabilisasi abu gunung Merapi

Penelitian stabilisasi abu gunung Merapi yang dilakukan oleh Daru (2011) yaitu mengenai daya dukung tanah menggunakan tanah pasir berlempung dengan bahan stabilisasi abu gunung Merapi.

Nilai CBR dengan berbagai waktu variasi campuran waktu pemeraman 14 hari dan perendaman 4 hari pada jenis tanah pasir berlempung dengan hasil pengujian seperti terlihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pengujian CBR tiap kadar campuran (Daru, 2011)

(46)

Gambar 2. Hubungan nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman Terhadap kadar Abu Gunung Merapi (Daru, 2011)

4. Stabilisasi pada tanah pasir berlempung menggunakan abu Gunung Merapi dengan variasi waktu pemeraman.

Penelitian yang dilakukan oleh Andre Mei B. pada tahun 2012 yaitu mengenai Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilisasi Tanah Pasir Berlempung Menggunakan Abu Gunung Merapi.

Nilai CBR dengan waktu variasi pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari serta perendaman 4 hari pada jenis tanah pasir berlempung menggunakan bahan stabilisasi abu Gunung Merapi dengan kadar campuran abu optimum dapat dilihat pada Tabel 10.

(47)

31

Gambar 3. Hubungan Nilai CBR Tanpa Rendaman Dan Rendaman Dengan Waktu Pemeraman (Andre Mei B, 2012)

5. Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Pasir Berlempung yang di stabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi

Penelitian yang dilakukan oleh Edi Supriyono pada tahun 2013 yaitu mengenai Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Pasir Berlempung yang distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Nilai CBR dengan beberapa waktu siklus pada jenis tanah pasir berlempung dengan kadar campuran abu optimum 20 % dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil pengujian CBR tiap siklus (Edi Supriyono, 2013)

Siklus Nilai CBR % Persentase

(48)

Gambar 4. Grafik CBR terhadap waktu siklus (Edi Supriyono, 2013) 6. Stabilisasi pada tanah lempung plastisitas rendah menggunakan abu

Gunung Merapi.

(49)

33

Gambar 5. Hubungan nilai CBR rendaman dan CBR tanpa rendaman terhadap kadar abu gunung Merapi (Chairul, 2011)

7. Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilisasi Tanah Lempung Plastisitas Rendah Menggunakan Abu Gunung Merapi.

Penelitian yang dilakukan oleh I Made Adi Irawan pada tahun 2011 yaitu mengenai Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilisasi Tanah Lempung Plastisitas Rendah Menggunakan Abu Gunung Merapi. Nilai CBR dengan waktu variasi pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari serta perendaman 4 hari pada jenis tanah lempung plastisitas rendah menggunakan stabilisasi abu Gunung Merapi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13. Hasil uji CBR tiap waktu pemeraman (I Made Adi, 2011)

(50)

Gambar 6. Hubungan nilai CBR unsoaked dan soaked dengan waktu Pemeraman (I Made Adi, 2011)

8. Stabilisasi pada tanah lempung plastisitas rendah menggunakan abu Gunung Merapi dengan variasi waktu perendaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Soraya Putri pada tahun 2012 yaitu mengenai Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung Tanah Lempung Plastisitas Rendah Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Nilai CBR dengan waktu pemeraman 14 hari dan variasi waktu perendaman pada jenis tanah lempung plastisitas rendah menggunakan stabilisasi abu Gunung Merapi dengan kadar campuran abu optimum dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Uji CBR Tiap Waktu Perendaman (Soraya Putri, 2011)

Lama Waktu Perendaman Nilai CBR (%)

(51)

35

Gambar 7. Hubungan Antara Nilai CBR dengan Variasi Lama Waktu Perendaman (Soraya Putri, 2011)

9. Stabilisasi pada tanah lempung plastisitas rendah menggunakan abu Gunung Merapi dengan membandingkan antara pemadatan standar dan pemadatan modifikasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Devi Fitriyani pada tahun 2012 yaitu mengenai Perbandingan Antara Pemadatan Standar dengan Pemadatan Modifikasi Pada Tanah Lempung Plastisitas Rendah Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Nilai CBR dengan waktu tiap variasi siklus pada jenis tanah lempung plastisitas rendah menggunakan bahan stabilisasi abu Gunung Merapi dengan kadar campuran abu optimum dapat dilihat pada Tabel 15.

(52)

Gambar 8. Grafik Hubungan CBR Terhadap Waktu Siklus (Devi Fitriyani, 2011) 10. Studi Dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang

Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi

Penelitian yang dilakukan oleh Imargani pada tahun 2012 yaitu mengenai Studi Dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Nilai UCS dengan perilaku waktu pemeraman 14 hari pada jenis tanah lempung Organik menggunakan bahan stabilisasi abu gunung Merapi dengan variasi campuran dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Pengujian UCS setiap Campuran (M. Imargani Pranata, 2011)

(53)

37

(54)

Perendaman Pemeraman Standar Modifikasi

Peram 0 hari + Rendam 4 hari 4,20% 17,90% Peram 7 hari + Rendam 4 hari 5,80% 18,40% Peram 14 hari + Rendam 4 hari 8,20% 20% Peram 28 hari + Rendam 4 hari 11,60% 21,90%

1 Siklus 14,50% Peram 0 hari + Rendam 4 hari 5,40% 13,50% Peram 7 hari + Rendam 4 hari 7,90% 16,80% Peram 14 hari + Rendam 4 hari 9,20% 19% Peram 28 hari + Rendam 4 hari 11,30% 21,50%

Perendaman 0 hari 19%

Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung Tanah Lempung Plastisitas Rendah Yang Distabilisasi

Menggunakan Abu Gunung Merapi (2012)

Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Pasir Berlempung yang distabilisasi Menggunakan Abu Gunung

Merapi (2013)

Edi Supriyono

Pemeraman 14 hari + Perendaman 4 hari

20%

Daya Dukung Tanah Menggunakan Tanah Lempung Plastisitas Rendah Dengan Bahan Stabilisasi Abu Gunung

Merapi (2011)

Pemanfaatan Abu Gunung Merapi Sebagai Bahan Adiktif Pada Tanah Pasir Berlempung Sebagai Lapis Tanah Dasar

(Subgrade) (2011)

Pemeraman 14 hari + Perendaman 4 hari

Studi Dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang Distabilisasi pada Tanah Lempung Plastisitas Rendah

(55)
(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk uji batas-batas konsistensi, uji proctor modified, uji CBR dan peralatan lainnya yang ada di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material (ASTM).

B. Bahan Uji

Bahan uji yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lempung plastis rendah yang berasal dari daerah Kecamatan Rawa Seragi, Lampung Timur.

2. Abu yang digunakan adalah berasal abu vulkanik gunung Merapi, Yogyakarta.

(57)

40

C. Metode Pengambilan Sampel Tanah dan Abu Gunung Merapi

Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung contoh seperti pipa paralon sebanyak 2 buah untuk mendapatkan data-data primer.

Pipa ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan pengambilan sampel tanah untuk tanah terganggu, dilakukan dengan cara penggalian menggunakan cangkul kemudian dimasukan kedalam karung.

Sedangkan untuk pengambilan abu gunung Merapi menggunakan metode sederhana dengan mengumpulkan abu gunung Merapi yang ada di sekitar pelataran pemukiman warga dengan menggunakan cangkul dan sekop yang kemudian dimasukkan ke dalam karung plastik.

D. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Vulkanik Merapi

Metode pencampuran untuk masing-masing prosentasi abu Merapi adalah : 1. Abu vulkanik Merapi dengan variasi campuran Abu 0%, 5%, 10%, 15%

(58)

Merapi pada tanah Lempung Organik sehingga dilakukan pencampuran abu gunung Merapi mencapai 20%.

2. Sampel tanah yang sudah tercampur abu vulkanik Merapi siap untuk dipadatkan, lalu diperam selama 14 hari dan dilakukan pengujian CBR, pengujian atterberg serta pengujian berat jenis. Dan sampel lain diperam 14 hari lalu direndam selama 4 hari dilakukan pengujian kembali.

3. Pencampuran sampel dengan cara mengaduk tanah dengan abu Merapi dalam wadah dengan memberi penambahan air. Sampel tanah memiliki komulatif berat 100%, maka variasi campuran kadar abu 5% terdiri dari 95% tanah dan 5% abu Merapi.

E. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian pengujian yaitu pengujian untuk tanah asli dan tanah yang telah distabilisasi dengan abu Merapi, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

(59)

42

2. Pengujian pada tanah yang telah distabilisasi abu Merapi a) Pengujian CBR

b) Pengujian Batas Atterberg c) Pengujian Berat Jenis

Pada pengujian tanah stabilisasi setiap sampel tanah dibuat campuran dengan prosentasi abu Merapi yaitu 5%, 10%, 15% dan 20% dengan dilakukan masa pemeraman yang sama yaitu selama 14 hari, serta pemeraman 14 hari lalu perendaman selama 4 hari sebelum dilakukan pengujian CBR dan pengujian yang lainnya.

1. Uji kadar air 2. Uji berat jenis 3. Uji batas Atterberg

a. Batas Cair (Liquid Limit) b. Batas plastis (plastic limit)

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.

2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus :

PI = LL – PL

(60)

Tujuannya adalah untuk menentukan nilai CBR dengan mengetahui kuat hambatan campuran tanah dengan abu Merapi terhadap penetrasi kadar air optimum. Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan 4 sampel tanah yang lolos saringan No. 4 masing-masing sebanyak 5 kg ditambah sedikit untuk mengetahui kadar airnya.

b. Mencampur tanah dengan abu Merapi sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.

c. Menentukan penambahan air dengan rumus :

Penambahan Air : (Berat sampel x (OMC - MC)) 100

dimana :

OMC : Kadar air optimum dari hasil uji pemadatan MC : Kadar air mula-mula

d. Menambahkan air yang didapat tadi pada campuran dan diaduk hingga merata.

e. Memasukkan sampel kedalam mold lalu menumbuk secara merata. Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 5 lapisan dan banyaknya tumbukan pada masing-masing sampel adalah :

Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali

(61)

44

g. Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa kadar air.

h. Melembabkan sampel dan setelah itu merendam sampel di dalam bak air, setelah itu dilakukan pengujian CBR.

(62)

F. Urutan Prosedur Penelitian

1. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas atterberg untuk tanah asli (0%) digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO.

2. Dari data hasil pengujian pemadatan tanah untuk sampel tanah asli (0%), grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai kadar air kondisi optimum yang akan digunakan untuk membuat sampel pada uji CBR.

3. Data pengujian pemadatan berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi maksimum untuk sampel tanah asli yang distabilisasi abu Merapi dengan variasi prosentasi 5%; 10%; 15%; dan 20%.

4. Melakukan pencampuran sampel tanah asli dan abu vulkanik Merapi dengan prosentasi 5%, 10%, 15% dan 20%, lalu dilakukan pemadatan dan pembuatan sampel dalam mold CBR untuk pengujian selanjutnya. 5. Peram selama 14 hari dan setelah itu dapat dilakukan pengujian CBR,

batas atterberg dan berat jenis. Sedangkan, untuk pengujian CBR rendaman dilakukan perendaman selama 4 hari.

G. Analisis Hasil Penelitian

(63)

46

1. Hasil dari pengujian sampel tanah asli yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

2. Dari hasil pengujian sampel tanah asli terhadap masing-masing pengujian seperti uji analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas atterberg, uji pemadatan tanah dan uji CBR ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang nantinya akan didapatkan kadar air kondisi optimum.

3. Dari hasil pengujian CBR terhadap masing-masing variasi campuran prosentasi abu vulkanik Merapi, yaitu 5%, 10%, 15% dan 20% setelah waktu pemeraman ataupun perendaman ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

4. Analisis mengenai perubahan karakteristik pada pencampuran abu Merapi dengan sampel tanah setelah pemeraman 14 hari serta perendaman selama 4 hari dengan mengacu pada perubahan nilai dari parameter-parameter pengujian seperti pengujian CBR, pengujian batas-batas atterberg dan pengujian berat jenis, sebagai berikut :

a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing kadar prosentasi abu Merapi terhadap nilai berat jenisnya.

(64)

cair (LL) dan indeks plastisitas (PI), yang kemudian dipaparkan hasilnya bentuk tabel dan grafik. Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing kadar prosentasi abu Merapi dengan nilai batas cair dan batas plastisnya (batas atterberg). c. Hasil pengujian parameter CBR, nilai kekuatan daya dukung

campuran akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hubungan antara nilai peningkatan/penurunan nilai CBR dalam kondisi pemeraman selama 14 hari serta rendaman selama 4 hari. Dari tabel dan grafik nilai CBR tersebut maka akan didapatkan penjelasan mengenai perbandingan kualitas daya dukung tanah yang terjadi pada masing-masing penetrasi.

(65)

48

Gambar 10. Bagan Alir Penelitian Uji CBR (Tanah Asli + Kadar Abu Vulkanik Merapi)

(66)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap sampel tanah lempung Organik yang distabilisasi menggunakan abu gunung Merapi, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Dari hasil pengujian Atterberg diperoleh nilai batas cair sebesar 55,27 % dan batas plastis sebesar 39,29 % dengan Indeks Plastisitas 15,98 %, maka berdasarkan klasifikasi USCS tanah penelitian yang berasal dari kecamatan Rawa Sragi kabupaten Lampung Timur ini termasuk kedalam kelompok OH yaitu tanah lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi, tanah golongan ini termasuk golongan kurang baik digunakan sebagai tanah dasar pondasi.

2. Berdasarkan nilai prosentase lolos saringan No. 200, sampel tanah di atas memiliki prosentase lebih besar dari 50 %, maka berdasarkan klasifikasi USCS tanah ini secara umum dikategorikan golongan tanah berbutir halus dengan simbol kelompok O untuk lempung organik.

(67)

71

4. Pada hasil pengujian batas Atterberg, kadar abu gunung Merapi dapat menurunkan nilai batas cair. Nilai batas plastis pada masing-masing kadar abu gunung Merapi juga mengalami penurunan. Dan untuk nilai indeks plastisitas pada kadar abu gunung Merapi mengalami penurunan karena pengaruh dari nilai batas cair dan batas plastisnya, secara garis besar penambahan abu gunung Merapi menurunkan nilai indeks plastisitas terhadap tanah asli.

5. Nilai CBR tanpa rendaman dengan waktu pemeraman selama 14 hari mengalami peningkatan sebesar 53,33% dari nilai CBR tanah asli sebesar 10,5% menjadi 16,10% pada kadar abu gunung Merapi 10%. Nilai CBR rendaman dengan waktu perendaman selama 4 hari mengalami peningkatan sebesar 100,0% dari nilai CBR tanah asli sebesar 3,1% menjadi 6,2% pada kadar abu gunung Merapi 10%.

6. Melihat hasil pengujian CBR perendaman dapat disimpulkan bahwa tanah yang telah distabilisasi dengan campuran abu gunung Merapi dengan kadar 10% dapat digunakan sebagai subgrade pada konstruksi jalan, karena nilai CBRnya ≥ 6 %.

B. Saran

(68)

1. Untuk mengetahui efektif atau tidak campuran abu gunung Merapi perlu diteliti lebih lanjut untuk tanah dari jenis lainnya dengan menggunakan komposisi campuran yang sama atau berbeda, sehingga akan diketahui perilaku tanah yang terjadi dan perubahan sifat fisik/mekanik akibat pengaruh penambahan abu gunung Merapi ke dalam campuran tanah. 2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat campuran

kadar abu gunung Merapi terhadap kadar campuran yang bervariasi dan waktu pemeraman serta perendaman yang berbeda.

3. Untuk kondisi perlakuan stabilisasi tanah lempung organik menggunakan campuran abu gunung Merapi di lapangan, disarankan untuk menggunakan abu dengan komposisi abu gunung Merapi pada kadar 10%. Maka pada saat pencampuran di lapangan untuk 1 m3 campuran memerlukan 0,10 m3 abu gunung Merapi dan 0,90 m3 tanah lempung organik, agar diperoleh kekuatan daya dukung tanah yang baik.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, Joseph E. 1991.Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika tanah), Erlangga, Jakarta. Hal 5

Das, Braja.M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta. Hal 6 – 9

Fitriyani, Devi. 2012. Perbandingan Antara Pemadatan Standar dengan Pemadatan Modifikasi Pada Tanah Lempung Plastisitas Rendah Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 35.

Frandustie, Andri. 2010. Pemanfaatan Sekam Padi Pada Stabilisasi Tanah Organik Dengan Menggunakan Semen.Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 28 Stabilisasi Tanah Lempung Plastisitas Rendah Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 33.

Kawulusan, Ave. 2009. Studi Penurunan Tanah Gambut Mengunakan Bahan Ijuk Pada Kondisi Single Drain Dengan Pembebanan Bertahap. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 18

Komarullah, Choirul. 2011. Daya Dukung Tanah Menggunakan Tanah Lempung Plastisitas Rendah Dengan Bahan Stabilisasi Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 32.

Laboratorium Mekanika Tanah. 2006. Buku Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah I & II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(70)

Putri Z, Soraya. 2012. Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung Tanah Lempung Plastisitas Rendah Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 34.

SDA, Daru Arga. 2011. Pemanfaatan Abu Gunung Merapi Sebagai Bahan Addiktif Pada Tanah Pasir Berlempung Sebagai Lapis Tanah Dasar (Subgrade). Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 59

Supriyono, Edi. 2013. Pengaruh durabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Pasir Berlempung Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung. Hal 31

Usman, Taufik. 2008. Pengaruh Stabilisasi Tanah Berbutir Halus Yang Distabilisasi Menggunakan Abu Merapi Pada Batas Konsistensi Dan CBR Rendaman. Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Hal 29

Gambar

Tabel 1. Sistem  Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Tabel 2. Kelompok-Kelompok Tanah Utama Sistem Klasifikasi Unified
Tabel 3.  (Lanjutan)
Tabel 4. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Donor darah dengan HBsAg negatif yang berada pada persentil 20 dari cut off point pada Unit Transfusi Darah PMI Cabang Padang, yang sudah dianggap bebas dari

Bila secara praduga barang tersebut tidak bisa atau mustahil diserahkan dalam waktu yang disepakati seperti membangun rumah berskala besar dalam tempo satu hari

Hari Marsongko 46 (2009) dengan judul Kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan SD Muhamadiyah Wonorejo. Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk

a) Sistem menampilkan daftar jadwal maintenance pada form daftar jadwal maintenance. b) Jika Bagian Maintenance menekan tombol tambah, maka sistem akan menampilkan form

penyusunan skripsi dengan judul “ ANALISIS PENGARUH CITRA PERUSAHAAN DAN PERSEPSI NILAI TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN DAMPAKNYA PADA MINAT BELI ULANG ”

Spektrofotometri edukasi dirancang berdimensi 10 cm × 10 cm × 8 cm yang terbuat dari bahan fiberglass dengan menggunakan sumber cahaya dari LED berwarna biru,

1) Approximately 56% of the net proceeds - for the expansion of the Company’s business. Menurut ketentuan perjanjian obligasi, Perusahaan diharuskan untuk memenuhi

Berdasarkan uraian di atas jika dikaitkan dengan kasus Kebun Sayur Ciracas dapat disimpulkan, walaupun berdasarkan Pasal 21 ayat (2) UUPA oleh pemerintah ditetapkan badan-badan