• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL ANATOMI DAUN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.) AKIBAT PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL ANATOMI DAUN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.) AKIBAT PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba L.)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROFIL ANATOMI DAUN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

AKIBAT PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba L.)

Oleh

Annisa Destiliani

ABSTRAK

Kembang sungsang (Gloriosa superba L.) merupakan salah satu tanaman yang mengandung alkaloid yaitu kolkisin. Kandungan kolkisin biji kembang sungsang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kolkisin umbi dan daunnya.

Kolkisin dapat digunakan sebagai penginduksi sel poliploidi.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Unila dari bulan November 2012 sampai bulan April 2013. Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama : konsentrasi ekstrak air biji kembang sungsang (A) terdiri atas 0,025%, 0,05%, 0,075%, 0,1 dan 0% sebagai kontrol. Faktor kedua : cara perendaman (B) terdiri atas perendaman biji cabai dan perendaman

kecambah cabai, setiap unit percobaan diulang 4 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Ragam (ANARA) dan uji lanjut dengan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α = 5%. Parameter yang diamati adalah indeks stomata, ukuran stomata, dan ukuran sel epidermis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak air biji kembang

sungsang 0,025% dan cara perendaman kecambah dalam ekstrak air biji kembang sungsang menghasilkan profil anatomi daun cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) dengan Indeks stomata 22,450 %, kisaran ukuran sel stomata 29,1-30,8 x 22,1-24,6 µm, dan kisaran ukuran sel epidermis 76,5-80,0 x 37,5-39,0 µm.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK……….. i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

DAFTAR ISI ... iii

A.Tanaman Poliploid dan Manfaatnya ... 7

B.Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Kembang Sungsang ... 8

C.Kandungan Senyawa Kimia Pada Kembang Sungsang ... 10

D.Mekanisme Kerja Kolkisin Dalam Menginduksi Poliploid ... 11

E. Deskripsi dan Klasifikasi Cabai Merah Keriting ... 12

F. Anatomi Daun ... 16

D.Pelaksanaan Penelitian ... 22

1. Pembuatan ekstrak air biji kembang sungsang ... 22

2. Pembuatan larutan untuk Perlakuan ... 23

3. Pemberian perlakuan pada sampel ... 23

4. Penyemaian benih ... 24

5. Penanaman ... 24

6. Preparasi anatomi daun ... 25

E. Parameter yang diamati ... 25

(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41 A.Simpulan ... 41 B.Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga dikenal juga dengan nama (“climbing lily”). Kembang sungsang tumbuh liar di semak belukar dan hutan jati, namun banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias pekarangan karena warna bunganya terang dan berbentuk khas. Tenda bunga bergelombang, pada bagian atas berwarna merah sedangkan bagian pangkal berwarna kuning kehijauan. Seluruh bagian tubuh kembang sungsang mengandung kolkisin (Acharya et al., 2005).

Sumber kandungan kolkisin daun dan umbi kembang sungsang mencapai sekitar 0,1 – 0,8 %, sedangkan sumber kolkisin kembang sungsang yang tertinggi terdapat dalam biji, dimana kandungannya mencapai (2 - 5 kali lebih tinggi dari kandungan dalam umbi) yaitu sekitar 1,32 % (Rajagopal and Khandasamy, 2009).

(8)

menginduksi tanaman poliploid. Pemberian kolkisin pada sel yang sedang aktif membelah dapat mencegah terbentuknya benang-benang spindel karena kolkisin mampu berikatan dengan protein penyusun utama mikrotubul, pengikatan protein mikrotubul menghambat berlangsungnya proses perpindahan sehingga pemisahan kromosom yang menandai perpindahan tahap metafase ke anafase tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa diikuti sitokinesis (Suminah et al., 2002).

Menurut Suryo (1995), Sheeler and Bianchi (1957) larutan kolkisin pada konsentrasi kritis menghalangi penyusunan mikrotubula benang - benang spindel yang mengakibatkan ketidakteraturan pada mitosis. Apabila selama pembelahan mitosis benang-benang spindel tidak terbentuk pada sel diploid, kromosom yang telah mengganda selama interfase akan gagal memisah pada anaphase. Sebuah membran inti kemudian terbentuk mengelilingi dua set kromosom diploid yang seharusnya menghasilkan dua sel anak akibatnya akan terbentuk sel dengan empat set kromosom (tetraploid) (Gardner et al., 1991). Kelainan pembelahan sel secara mitosis ini disebut C-mitosis, dan hasilnya adalah sel-sel yang mengandung genom dua kali lipat dari jumlah genom semula. Jika pengaruh kolkisin pada konsentrasi krisis ini dibiarkan berlanjut, maka kromosom akan mengganda seperti deret ukur 4n, 8n, 16n, 32n dst.

(9)

yang bagus, terlihat dari pertumbuhannya yang lebih baik, salah satunya dapat dilihat dari anatomi daun. Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Warna daun lebih tua, tinggi tanaman relatif lebih tinggi, jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak sebagai akibat pemberian kolkisin, resisten terhadap penyakit lebih baik dan rasa lebih enak (Suryo, 1995).

Kisaran kolkisin murni yang sering digunakan untuk menginduksi poliploid 0,006-3 %, namun perlakuan pada biji yang umum digunakan adalah

konsentrasi 0,05 % dengan jangka waktu perendaman 3-5 hari (Rajagopal and Khandasamy,2009), sedangkan Soedjono (2005) mengatakan kisaran waktu perendaman yang dapat dilakukan adalah 1-6 hari tergantung mudah tidaknya benih tersebut berkecambah. Setiap tanaman mempunyai kisaran konsentrasi dan waktu perlakuan tersendiri untuk menimbulkan poliploid (Hetharie, 2003 ; Sulistianingsih et al.,1994).

Cabai merah keriting (C. annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang

(10)

untuk memperoleh kualitas cabai merah keriting yang baik. Penelitian yang menggunakan ekstrak kolkisin dari umbi dan daun tanaman kembang

sungsang terhadap perubahan fenotip tanaman telah banyak dilakukan, namun kajian penelitian ekstrak kolkisin dari biji kembang sungsang terhadap

anatomi daun belum banyak dilakukan. Mengingat hal ini, maka dilakukan penelitian pemanfaatan biji kembang sungsang untuk meningkatkan kualitas tanaman, khususnya tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.).

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air biji kembang sungsang (G. superba L.) terhadap profil anatomi daun, dan mendapatkan cara perendaman serta konsentrasi ekstrak yang optimum untuk menghasilkan kualitas tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.) poliploid yang terbaik.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi ilmiah mengenai konsentrasi optimum dan cara pemberian ekstrak air biji kembang sungsang (G. superba

L.) yang terbaik untuk menginduksi perubahan pada anatomi daun cabai merah keriting. Adanya perubahan anatomi daun akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan produk tanaman cabai merah keriting (C.

(11)

D. Kerangka Pemikiran

Kembang sungsang (G. superba L.) merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan senyawa aktif kolkisin. Hampir seluruh organ tanaman kembang sungsang mengandung kolkisin. Kandungan kolkisin pada umbi sekitar 0,3 % sedangkan pada bagian lain dari tanaman ini sekitar 0,1 - 0,8 %. Sumber kolkisin tertinggi terdapat pada biji dengan kandungan 2 – 5 kali lebih tinggi dari umbi. Kandungan kolkisin biji mencapai sekitar 1,32 %. Kolkisin dapat digunakan sebagai penginduksi sel poliploidi karena kolkisin diketahui dapat menghambat pembelahan sel dengan cara menghambat pembentukan benang spindel. Akibatnya kromosom tidak dapat berpisah dan bergerak ke kutub yang berlawanan dan menghasilkan sel anakan dengan jumlah

kromosom mengganda.

Tanaman yang mengalami penggandaan kromosom dari 2n menjadi 4n, 8n, 16n, dan seterusnya disebut tanaman poliploid. Jumlah kromosom yang lebih banyak pada tanaman poliploid menyebabkan ukuran inti sel dan sel

bertambah besar. Dengan demikian sel yang berukuran lebih besar

menghasilkan bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, maupun tanaman secara keseluruhan menjadi lebih besar.

Karakteristik anatomi daun adalah kunci untuk mengetahui bagaimana

(12)

fungsi fisiologi tanaman. Perubahan anatomi biasanya diikuti dengan perubahan fisiologinya, seperti perubahan pada struktur anatomi daun akan memberikan efek yang besar pada pertumbuhan tanaman. Dengan demikian struktur anatomi daun tanaman diploid tertentu akan berbeda dengan tanaman triploid, tetraploid, atau poliploid. Disamping itu anatomi daun juga

menentukan fungsi ganda yaitu fotosintesis dan transpirasi.

Berdasarkan keterangan di atas, maka dilakukan penelitian pengaruh ekstrak biji kembang sungsang (G. superba L.) yang mengandung zat aktif kolkisin dengan konsentrasi dan cara perendaman tertentu sehingga dapat diketahui konsentrasi dan cara perendaman benih dalam ekstrak biji kembang sungsang yang optimum untuk dapat memperoleh kualitas anatomi daun dari tanaman cabai merah keriting (C. annuum L.)

E. Hipotesis

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Poliploid dan Manfaatnya

(14)

Menurut Sparrow (1979), terdapat 2 jenis poliploid, yaitu autopoliploid dan allopoliploid. Autopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai lebih dari dua genom yang identik atau dua set kromosom homolog. Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom normal (2n=2x), dimana pasangan kromosomnya tidak homolog.

B. Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Kembang Sungsang (G. superba L.)

Tanaman kembang sungsang (G. superba L.) dapat ditemukan tumbuh liar di semak belukar, hutan jati, atau dapat ditemukan sebagai tanaman hias yang dirambatkan di pagar halaman rumah. Sebagai tanaman yang berasal dari daerah tropik di benua Asia dan Afrika, tanaman kembang sungsang tumbuh sangat baik di tempat terbuka yang terkena sinar matahari penuh. Tanaman ini berbunga terutama di awal musim penghujan. Tanaman ini juga banyak diketahui mempunyai rimpang yang beracun (Sofyan, 2011).

Sebagai terna tahunan, kembang sungsang berumur panjang. Tinggi tanaman dapat mencapai 2,5 m dengan percabangan yang melebar. Kembang

(15)

Jika sedang mekar, bunga akan membalik ke atas. Warna seluruh tenda bunga lama kelamaan akan menjadi merah dan tidak mudah layu. Panjang buah kembang sungsang mencapai 4-5 cm. Tanaman ini menghasilkan biji yang banyak dan berwarna merah orange. Akar tanaman mempunyai rimpang yang tumbuh horizontal, berukuran besar, dan beracun. Perkembangbiakan

kembang sungsang dengan biji atau rimpang. Secara lokal tanaman ini dikenal sebagai kembang jonggrang, kembang kuku macan (Jakarta);

katongkat, kembang sungsang (Sunda), atau mandalika (Bali) (Sofyan, 2011).

Gambar 1. Tanaman Kembang Sungsang

(Koleksi Pribadi Eti Ernawiati, 2008). Keterangan : A. Kembang Sungsang

1. Tenda Bunga, 2. a. Benang Sari b. Putik

3. Kuncup Bunga 4. Batang

5. Daun

B. Biji dan Buah Kembang Sungsang 6. Buah

(16)

Klasifikasi Kembang Sungsang menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Anak kelas : Lilidae Bangsa : Liliales Suku : Liliaceae Marga : Gloriosa

Jenis : Gloriosa superba L.

C. Kandungan Senyawa Kimia Pada Kembang Sungsang (G. superba L.)

(17)

Rumus kimia Kolkisin : C22H25NO6.

Gambar 2. Struktur kimia kolkisin (C22H25NO6) (Dewar, 1945).

Kolkisin murni C22H25NO6 dapat larut dalam alkohol, kloroform, lipoid dan

air dingin, namun kurang larut dalam air panas atau benzone dingin dan hampir tidak dapat larut dalam eter. Kolkisin tidak bersifat racun terhadap tanaman meskipun diberikan dalam dosis tinggi. Larutan kolkisin harus disiapkan langsung sebelum digunakan atau disimpan di tempat yang terlindung dari aktivitas oksigen dan cahaya. Pemakaian kolkisin dapat dicampur dalam air, emulsi, agar atau lanolin dan seringkali dianjurkan penambahan gliserin (Eigsti dan Dustin, 1957).

D. Mekanisme Kerja Kolkisin Dalam Menginduksi Poliploid

(18)

pada anafase, akibatnya menyebabkan terjadinya penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel (Crowder, 1997).

Menurut Eigesti (1940), pada sel yang diinduksi kolkisin, kolkisin akan mengikat tubulin dan menyebabkan terjadinya penguraian mikrotubul,

terutama pada mikrotubul yang labil seperti mikrotubul pada benang spindel. Benang spindel yang terurai menyebabkan kromatid tidak dapat bergerak ke kutub yang berseberangan sehingga tidak terjadi pemisahan kromosom. Pembentukan lempeng sel juga terhambat oleh kolkisin akibatnya sitokinesis tidak terjadi. Keadaan tersebut menyebabkan terbentuknya sel dengan jumlah kromosom ganda dalam inti.

Jika konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat, maka poliploid belum dapat diperoleh.

Sebaliknya jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktunya perlakuan terlalu lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yaitu penampilan tanaman menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya tanaman (Suryo, 1995).

(19)

E. Deskripsi dan Klasifikasi Cabai Merah Keriting (C. annuum L.)

Tanaman cabai berasal dari Daratan Amerika, tepatnya di Amerika Tengah sampai Amerika Selatan dan Peru (Ashari, 1995). Cabai merah keriting (C. annuum L.) merupakan herba parenial yang tingginya dapat mencapai 1,5 meter. Bagian batang yang muda berambut halus, bercabang banyak, diameter batang dapat mencapai 1 cm (Tindall, 1988). Tangkai daunnya mempunyai ukuran panjang 1,5 cm sampai 4,5 cm. Daun cabai merah mempunyai bangun daun bulat telur sampai lanset dengan ujung daun menyempit tipis dan

berwarna hijau tua. Ukuran daunnya bervariasi yaitu panjang 1,5 cm dan lebarnya 0,7 cm sampai 5 cm dengan panjang petiole 0,5 – 2,5 cm. Tangkai bunga panjangnya dapat mencapai 3 cm. Bunga cabai merah merupakan bunga tunggal, keluar dari ketiak daun dan cabang, namun kadang – kadang berkelompok (Ashari, 1995). Sepala berukuran kecil, berjumlah 5 buah. Mahkota bunga berbentuk lonceng, mempunyai 5-6 petala, berwarna putih kehijauan dengan diameter mencapai 15 mm. Kepala sari berjumlah 5-6, tangkai putik mendukung stigma (Tindall, 1988). Kedudukan kepala sari ada yang lebih panjang dari kepala putik (Ashari, 1995). Buah cabai merah keriting berongga, posisinya menggantung berbentuk oval memanjang dengan 1 lokulus. Warna buah dan cita rasa pedasnya bervariasi dan ukuran

(20)

Klasifikasi cabai merah keriting menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak kelas : Asteridae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceae Marga : Capsicum

Jenis : Capsicum annuum L.

Tanaman Cabai merah keriting (C. annuum L.) merupakan sayuran dan rempah paling penting di dunia sekaligus merupakan tanaman hortikultura semusim yang mempunyai nilai ekonomi (Barany, 2001). Dewasa ini tanaman cabai sudah ditanam dihampir seluruh bagian dunia. Kegunaannya baik

sebagai bumbu masakan dan penghangat badan sangat diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Cabai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, (Ca), pospor (P), besi (Fe), dan vitamin- vitamin. Selain itu, cabai juga mengandung berbagai

senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak essensial (Prajnanta, 2001).

(21)

cabai termasuk komoditas hortikultura bernilai ekonomi yang dapat

dikonsumsi baik sebagai rempah maupun untuk sayuran. Permintaan cabai di Indonesia diproyeksikan meningkat setiap tahunnya sehingga impor harus dilakukan kalau produksi dalam negeri tidak dapat terpenuhi (BPS, 2002).

Salah satu kultivar cabai yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cabai merah keriting. Perbaikan kultivar cabai merah keriting seperti ketahanan terhadap penyakit dapat dilakukan melalui aplikasi teknologi mutasi dan teknik kultur jaringan sehingga akan memberikan nilai tambah untuk program

pemuliaan, terutama dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas

produksi cabai secara optimal. Pemuliaan cabai pertama dilakukan di Amerika tropis untuk kultivar cabai manis, untuk cabai pedas pemuliaan baru

berkembang akhir-akhir ini. Informasi keragaman genetik merupakan dasar untuk mengembangkan strategi pemuliaan tanaman (Sanjaya dkk., 2004).

F. Anatomi Daun

Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna hijau, berfungsi terutama sebagai penangkap energi cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan untuk melangsungkan hidupnya. Bentuk daun sangat

(22)

daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil adalah senyawa pigmen yang berperan dalam menyeleksi panjang gelombang cahaya yang energinya diambil untuk fotosintesis.

Gambar 3. Struktur Daun (Salisbury, 1995).

Fungsi daun bagi tumbuhan :

1. Tempat Terjadinya Fotosintesis

Fotosintesis adalah pengubahan energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam glukosa atau senyawa organik lainnya, terjadi pada tumbuhan, algae, dan prokariotik tertentu.

2. Sebagai Organ Transpirasi

Transpirasi adalah hilangnya air dari suatu tumbuhan melalui penguapan dari permukaan tumbuhan.

3. Tempat Terjadinya Gutasi

(23)

Gambar 4. Stomata Daun (Salisbury, 1995).

Daun mempunyai struktur anatomi sebagai berikut :

1. Jaringan epidermis adalah sistem jaringan dermal (kulit) pada tumbuhan, umumnya adalah suatu lapisan tunggal sel- sel yang terbungkus rapat. Epidermis merupakan lapisan sel-sel paling luar dan menutupi permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar. Berdasarkan ontogeninya, epidermis berasal dari jaringan meristematik yaitu protoderm (Sumardi dan Pudjoarinto, 1994). Epidermis berfungsi sebagai pelindung bagian dalam organ tumbuhan. Berdasarkan fungsinya, epidermis dapat berkembang dan mengalami modifikasi seperti stomata dan trikomata (Kartasapoetra, 1988). Epidermis daun dan sebagian besar batang mensekresikan suatu lapisan berlilin yang disebut kutikula. Sel epidermis memiliki bentuk: memanjang, isodiametrik, tubuler, dengan dinding yang lurus,berombak atau berlekuk. Fahn (1990) dan Rudal (2007).

(24)

3. Jaringan pembuluh adalah jaringan tumbuhan yang terdiri atas sel – sel yang bergabung membentuk pipa yang mengangkut air dan nutrien ke seluruh tubuh tumbuhan.

4. Stomata adalah suatu pori mikroskopik yang dikelilingi oleh sel pelindung pada epidermis daun dan batang yang memungkinkan pertukaran gas antara lingkungan dan bagian dalam tumbuhan (Esau 1980). Sedangkan menurut Willmer (1983), stomata terdiri dari sel penutup dan sel

tetangga.

Stomata biasanya ditemukan pada bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara terutama di daun, batang dan rizoma (Fahn, 1991). Frekuensi stomata tiap - tiap tumbuhan beragam. Stomata merupakan salah satu derivat epidermis,

sehingga perubahan intensitas cahaya yang berpengaruh terhadap epidermis juga akan berpengaruh terhadap stomata. Karbon dioksida (CO2) akan berdifusi ke

dalam daun, dan oksigen (O2) yang dihasilkan sebagai hasil sampingan

(25)

Bentuk atau tipe stomata dibedakan atas 4 yaitu (Lakitan, 1993) :

a. Tipe Anomositik (ranunculaceous) yaitu setiap stoma dikelilingi oleh sejumlah sel yang sama dengan sel epidermis lainnya dalam bentuk maupun ukurannya.

b. Tipe Anisositik (cruciferous) yaitu setiap stoma dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang ukurannya tidak sama (salah satu lebih kecil dari yg lain).

c. Tipe Parasitik (rubiaceous) yaitu setiap stoma bergabung dengan satu atau lebih sel tetangga, sumbu membujurnya sejajar dengan sumbu membujur sel penjaga.

d. Tipe Diasitik (caryophyllaceous) yaitu setiap stoma dikelilingi oleh dua sel tetangga, umumnya dinding selnya membentuk sudut siku- siku terhadap sumbu membujur stoma.

6. Sel penjaga (guard sel) adalah sel epidermal khusus pada tumbuhan yang membentuk perbatasan stomata akan membantu menyeimbangkan

kebutuhan tumbuhan untuk menghemat air terhadap kebutuhan fotosintesis.

G. Perkecambahan

(26)
(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi dan kebun percobaan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan November 2012 sampai dengan April 2013.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan plastik, Beaker glass, cover glass, objek glass, gelas ukur, spatula, Hammer Mill, Frize Drayer, silet, pipet tetes, erlenmeyer, mikroskop binokuler, timbangan

elektrik, kertas saring, kertas label, tisue, aluminiuum foil, kulkas, polybag, dan alat dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah biji kembang sungsang yang diperoleh dari koleksi pribadi warga Bandar Lampung, benih cabai merah keriting diperoleh dari toko pertanian, safranin, aquades, tanah dan pupuk kandang.

C. Rancangan Percobaan

(28)

terdiri atas 2 taraf yaitu perendaman biji cabai dengan ekstrak air biji kembang sungsang dan perendaman kecambah cabai dengan ekstrak air biji kembang sungsang. Faktor kedua adalah konsentrasi terdiri atas 5 taraf perlakuan yaitu 0,025%, 0,05%, 0,075%, 0,1% dan 0%, (kontrol).

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan ekstrak air biji kembang sungsang

Ekstrak air biji kembang sungsang dibuat menggunakan metode Harborne

(1987). Seratus gram biji kembang sungsang dibersihkan kemudian dikeringkan. Setelah kering, biji digiling menggunakan Hammer mill. Biji yang telah menjadi serbuk kemudian dimaserasi dalam aquades

dengan perbandingan 1:1 selama 3 x 24 jam, setelah itu disaring. Maserasi serbuk uji diulang sebanyak tiga kali. Hasil maserasi disebut maserat, dipekatkan dengan suhu -68°C dalam Frize Dryer sehingga dihasilkan ekstrak pekat 0,5 gr (Harborne, 1987) dengan tujuan meminimalkan resiko kerusakan komponen kimia dan senyawa fenolik pada bahan yang akan dianalisa.

2. Pembuatan larutan untuk perlakuan

(29)

dengan cara mencampurkan larutan stok dengan aquades sampai 10 ml yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Larutan

Konsentrasi* Ekstrak(gr) Aquades (ml)

0% 0 10

3. Pemberian perlakuan pada sampel

3.1. Perendaman benih dalam ekstrak

Sebanyak kurang lebih 30 biji cabai merah keriting direndam selama 48 jam di dalam cawan plastik yang berisi ekstrak air biji kembang sungsang 0%, 0,025%, 0,05%, 0,075%, dan 0,1%. Setelah direndam, benih kemudian dicuci dengan aquades lalu ditiriskan. Selanjutnya, benih ditumbuhkan dalam cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring dan dibasahi dengan aquades hingga tumbuh. Setiap hari dilakukan penambahan akuades ke dalam cawan petri untuk menjaga kelembaban benih.

3.2. Perendaman kecambah dalam ekstrak

(30)

Kecambah dijaga jangan sampai kering dengan menambahkan aquades pada cawan. Selanjutnya benih yang telah berkecambah direndam selama 48 jam di dalam cawan plastik yang berisi ekstrak air biji kembang sungsang dengan konsentrasi 0%, 0,025%, 0,05%, 0,075%, dan 0,1%.

4. Penyemaian benih

Lubang tanam pada media tanah steril dalam polybag berukuran kecil dibuat seukuran diameter pensil dengan kedalaman 2 cm dan jarak 4x4 cm. Selanjutnya kecambah cabai dimasukkan kedalam lubang tanam dengan posisi calon akar di bawah. Kemudian ditutup dengan media tanah setinggi 0,5 cm. Semaian disiram pagi dan sore untuk menjaga kelembabannya. Penyemaian dilakukan selama 15-21 hari.

5. Penanaman

Sebanyak 40 polybag tanaman yang berisi 20 benih hasil terbaik dari perendaman benih dalam ekstrak dan 20 benih hasil terbaik dari perendaman kecambah dalam ekstrak ditanam pada media tanah

(31)

6. Preparasi anatomi daun

Daun yang akan diamati diambil dari daun kesepuluh dari setiap tanaman cabai yang sudah dewasa. Daun yang belum dewasa memiliki tingkat perkembangan sel epidermis dan stomata belum sempurna. Sisi

permukaan bawah daun dikerik menggunakan silet yang tajam sampai diperoleh suatu lapisan yang tipis (transparan). Warna hijau daun yang terbawa dibersihkan dengan aquades. Selanjutnya sampel diwarnai dengan pewarnaan Safranin (Sass, 1951)ditaruh di atas gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Sampel kemudian diamati di bawah

mikroskop. Pengukuran stomata diukur dengan bantuan mikrometer pada perbesaran 1000x. Pengamatan indeks stomata dilakukan dengan

perbesaran 400x (dibantu minyak imersi). Pengambilan foto dilakukan pada setiap perlakuan sampel dari setiap unit percobaan.

E. Parameter yang diamati

Parameter anatomi yang diamati adalah indeks stomata, ukuran sel stomata dan ukuran sel epidermis. Pengukuran sel stomata dan epidermis

dilakukan sebanyak 10 kali pada setiap permukaan bawah daun sampel. Ukuran yang diambil adalah ukuran yang terendah dan yang tertinggi. Indeks Stomata (IS) dihitung pada 3 bidang pandang pada setiap sampel dan ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Royer (2001) :

Jumlah stomata

IS= X 100%

(32)

F. Analisis data

(33)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Perendaman ekstrak air biji kembang sungsang (Gloriosa superba L.)

berpengaruh terhadap kisaran ukuran sel stomata dan sel epidermis daun cabai merah keriting (Capsicum annuum L.).

2. Konsentrasi ekstrak air biji kembang sungsang 0,025% dan cara perendaman kecambah dalam ekstrak air biji kembang sungsang menghasilkan profil anatomi daun cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) yang terbaik dengan indeks stomata 22,40 %, kisaran ukuran sel stomata 29,1-30,8 x 22,1-24,6 µm, dan kisaran ukuran sel epidermis 76,5-80,0 x 37,5-39,0 µm.

B. Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, Deepak, A. Shrivastava and, S. Garima. 2005. Gloriosa superba : Naturally a Handsome Herb. Indigenous Herbal Medicines: Tribal Formulations and Traditional Herbal Practices, Aavishkar Publishers Distributor, Jaipur- India, ISBN 978-81-7910-252-7, 2008, 440. Aldrich, R.J. 1984. Weed Crop Ecology Princples In Weed Management.

Wadsworth, Inc., Belmont, California, USA. P:92-126 ; 210-244

Ali, C. 1998. Penggandaan Jumlah Kromosom Cabai Dengan Perlakuan Kolkisin Secara In Vivo Dan In Vitro. Jurusan Biologi. F MIPA. IPB.

Andriani, N. 2004. Pengaruh Pemberian Colchicine terhadap Pertumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa). [Skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ashari, S. 1995. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Barany, I. 2001. Microspore-derived embryogenesis in pepper (Capsicum annum

L.) : Subcellular rearrangements through development. Biol. Cell (2005) 97, 709-722.

Barnabás, B., B. Obert, and G. Kovács. 1999. Colchicine, an efficient genome-doubling agent for maize (Zea mays L.) microspores cultured in anthero. Plant Cell Rep. 18: 858–862

Bawley, J. D. and M. Black. 1994. Seeds Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York and London. 418p.

BPS. 2002. Survei pertanian produksi tanaman pangan dan sayuran di Indonesia.

Biro Pusat Statistik. 185-199.

Chantal D. Reid, Hafiz Maherali, Hyrum B. Johnson, Stanley D. Smith, Stan D. Wullschleger, and Robert B. Jackson. 2003. On The Relationship Between Stomatal Characters And Atmospheric CO2.Geophysical Research Letters, Vol. 30, NO. 19, 1983, doi:10.1029/2003 GL017775. Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan, penerjemah Lilik Kusdiarti, Penerbit

(35)

De Oliveira V. M., E R. Forni-Martins, P. M. Magalhães and M.N. Alves, 2004. Chromosomal and morphological studies of diploid and polyploid cytotypes of Steviarebaudiana (Bertoni) Bertoni (Eupatorieae, asteraceae). Genetics and Molecular Biology, 27, 2, 215-222 (2004) Deptan. 2006. Penyakit umum pada tanaman cabai. Jakarta : Departeen Pertanian.

http://database.deptan.go.id/dbspweb/f4-free-frame.asp 920 Nov 2013. Dewar MJS. 1945. Structure of colchicine. Nature 155: 141.

Dickison, W.C. 2000. Integrative Plant Anatomy. New York : John Wiley & Sons.

Dnyansagar, V.R., 1992. Cytology and Genetics, Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi.

Dorly. 1989. Membandingkan Anatomi Daun Varietas Orba Dan Muria. Laporan Masalah Khusus. IPB. Bogor. 38 hlm.

Dounas, E. 2006. Gloriosa superba L. http:/database.prota.org/dbtw-wpd/exec/dbtwpub.dll?AC=QBE_QUERY7BU. 2/11/2009. Eigesti, O.J. 1940. The Effect of Colchicine Upon The Division of The

Generative Cell in Polygonatum, Tradescantia, and Lilium. American Journal of Botany.Vol.27(7). Pp. 512-524.

Eigsti, O.J., and P. Dustin. 1957. Colchicine and Agriculture Medicine, Biology and Chemistry. Lowa State College Press, Iowa.

Ernawiati, E. 2008. Efek Mutagenik Ekstrak Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba L.) terhadap Pembelahan Sel Akar Umbi Bawang Bombay.

Jurnal Sains MIPA 14 (2): 129-132.

Esau, K. 1980. Plant Anatomy. New York, London, Sydney, and Toronto: John Wiley and Sons, Inc.

Estiti, H. B. 1995. Anatomi Tubuhan Berbiji. ITB. Bandung.

Fahn, A. l990. Anatomi Tumbuhan , Edisi.ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Gardner, E.J., M.J. Simmons and D.P. Snustad. 1991. Principles of Genetics.

Edisi ke-2, Penerbit John Wiley and Sons Inc. New York.

(36)

Haryanti, S. 2010. Pengaruh Naungan yang Berbeda terhadap Jumlah Stomata dan Ukuran Porus Stomata Daun Zephyranthes Rosea Lindl.. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XVIII, No. 1, Maret2010.

Hetharie, H. 2003. Perbaikan sifat tanaman melalui pemuliaan poliploidi.

Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program

Pascasarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. http://pttipb.wordpress.com. Diakses tanggal 12 Februari 2009.

Jaeger, A., F. Flesch., Ph. Sauder., and J. Kopferschmitt. 1995. Colchicine. http://www.inchem.Org/documents/pims/Pharm/colchic.htm. Juwarno, S. and Samiyarsih, S., 2009, The Effect of Nitrogen Fertilizer

Dosageson Anatomical Characters of Ipomoea batatas L. Leaf, Fakultas Biologi,Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Kartasapoetra, A.G. 1988. Pengantar Anatomi Tumbuh - Tumbuhan (Tentang Sel dan Jaringan). Bina Aksara. Jakarta, Hal : 97-99.

Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mansyurdin H, dan D. Murni. 2002. Induksi tetraploid pada tanaman cabai merah keriting dan cabai rawit dengan kolkisin. Stigma. 12 (3) : 297 – 300 .

Mc Cree, K.J. and S.D. Davis. 1994. Effect of water stress and temperature on leaf and on size and number of epidermal cells in grain sorghum.

Crop Science 14: 751-705.

Meilani, R. 2000. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Colchicine terhadap Pertumbuhan Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.) [skripsi]. Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Miskin, E.K., D.C. Rasmusson, and D.N. Moss. 1972. Inheritance and

physiological efects of stomatal frequency in barley. Crop Science 12: 780-783.

Moore, R., W.D. Clark, and D.S. Vodopich. 1998. Botany. McGraw-Hill Companies Inc., USA.

Nasir, M. 2001. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetika Tanaman. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

(37)

Prajnanta, P. 2001. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Price, A, and B. Courtois. 1991. Mapping QTLs Associated with Drought Resistance in Rice : Progress Problem and Prospect. Los Banos: International Rice Research Institute.

Rajagopal, C. and Kandhasamy. 2009. Genetic Variability of kazhappai Kizhangu

(Gloriosa superba L.) in Tamil Nadu Assessed Using Morphological and Biochemical Traits. Journal of Agriculture. 47 (1-2) : 77-79,2009. Rauf, J. T. Silva, A. A. Khan, and A. Naveed. (2006). Consequences of plant

breeding on genetic diversity. International Journal of Plant Breeding.

41, 1-21.

Royer, D. L. 2001. Stomatal Density and Stomatal Index as indicators of paleomosperic C02 Concentration. Review of Palaeobotany and Palynology 114 (2001) 1-28.

Rudal, PJ. 2007. Anatomy of Flowering Plants An Introduction to Structure and Development. Cambridge,New York, Melbourne Madrid, Cape Town, Singapore,Sao Paulo: Cambridge University Press.

Salisbury, F.B. l995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. ITB. Bandung.

Sanjaya L, RE. Voorrips, R. Fnkers, and R. Groenwold. 2004. QTL mapping of anthracnose (Colletotrichum spp.) resistance in a cross between

Capsicum annuum and C. Chinense. Theor. Appl. Genet. 109(6) : 1275-1282.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa State College Press. Sheeler, P. and D.G. Bianchi., l987. Cell and Molecular Biology. John Wiley and

Sons, Inc Canada.

Soedjono, S. 1995. Aplkasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal Dalam Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2).

Sofyan. 2011. Kembang Sungsang. http://community.um.ac.id/showthread. php?66347-Kembang-Sungsang. 25/01/2011.

Sparrow, D.H.B. 1979. Special techniques in plant breeding, p. 37-52. In Genetics in Plant Breeding (Brookhaven symposia in biology vol. 9). New York. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/helen_hetharie.htm.

17/05/2010.

(38)

Sumardi , I, dan A Pudjoarinto. 1994. Struktur dan perkembangan tumbuhan. Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.

Suminah, Sutarno, dan A. D. Setyawan. 2002. Induksi poliploidi bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. BIODIVERSITAS. 3 (1) : 174 – 180.1

Suryo. l995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Thomas, H.1993. Chromosome Manipulation and Polyploidy. In Plant Breeding : Principal and prospects. M.D. Hayward, D. Basemark and I. Romagosa (Eds). Chapman and Hall. London. Page 79-92.

Tindall, H.D. 1986. Vegetables in The Tropics. MacMillan. Hampshire. London. 533 p.

Wallis, T.E. 1965. Analytical Microscopy 3rd edition. Churchill, London. Willmer CM. 1983. Stomata. Longman. Inc., New York.

Wulan MT. 2007. Peningkatan keragaman bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) melalui induksi iradiasi sinar Gamma. (skripsi). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Zolock, S. A. 2003. Polyploidy in Daylily and Hosta.

(39)

Perlakuan Jumlah

- A0 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0%

- A1 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0,025%

- A2 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0,05%

- A3 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0,075%

- A4 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0,1%

- B1 = Kecambah

- B2 = Biji

Tabel 7. Hasil Uji Kehomogenan Ragam Data Hasil Pengamatan Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Sisi Bawah

Perlakuan n-1 s2 log s2 (n-1).log s2 1/(n-1)

- A0 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0%

( )

2

(40)

- A4 = Konsentrasi Biji Ekstrak Kembang Sungsang 0,1%

Tabel 8. Hasil Analisis Ragam Data Hasil Pengamatan Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Sisi Bawah

Sumber

A = konsentrasi biji kembang sungsang B = benih cabe merah keriting

** = berbeda nyata pada taraf nyata 1% * = berbeda nyata pada taraf nyata 5% tn = tidak nyata

Tabel 9. Hasil Uji BNT Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Kembang Sungsang terhadap Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Sisi Bawah

(41)

A1 22.450 ± 4.051 c Keterangan:

Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada α = 5 %.

Tabel 10. Hasil Uji BNT Pengaruh Cara Pemberian terhadap Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Sisi Bawah

Faktor μ ± sd Sig. 0.05 B1 27.446 ± 2.272 a B2 21.279 ± 1.284 b Keterangan:

Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada α = 5 %.

Tabel 11. Hasil Uji BNT Pengaruh Perlakuan terhadap Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Sisi Bawah

.

(42)

A4B1 31.322 11.737 ** 11.100 ** 9.324 ** 9.138 ** 8.918 ** 6.008 ** 4.638 ** 4.450 ** 4.288 ** 0.000 ns

Tabel 13 . Hasil Uji BNT Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Kembang Sungsang terhadap Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.)

Tabel 14. Hasil Uji BNT Pengaruh Cara Pemberian terhadap Indeks Stomata Daun Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.)

Gambar

Gambar 1.  Tanaman Kembang Sungsang (Koleksi Pribadi Eti Ernawiati, 2008).
Gambar 2. Struktur kimia kolkisin (C22H25NO6) (Dewar, 1945).
Gambar 3. Struktur Daun (Salisbury, 1995).
Gambar 4. Stomata Daun (Salisbury, 1995).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji mengandung zat kimia yang dapat digunakan sebagai larvasida dengan konsentrasi 8.500 ppm sebagai konsentrasi paling

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak cabai rawit mengandung zat biopestisida yang dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk Aedes spp.. dengan konsentrasi yang

Cabai ( capsicum annuum L .) merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar orang di Indonesia maupun di dunia. Tingkat kebutuhan akan cabai diikuti

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak air daun tembelekan ( Lantana camara ), sedangkan variabel tidak bebas adalah panjang tunas, berat segar akar,

Ekstrak buah bengkuang yang paling efektif untuk mengawetkan cabai merah adalah pada konsentrasi 4% yaitu selama 14 hari dengan kadar vitamin C setelah diawetkan yaitu 75,13

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji pepaya (Carica papaya L.) memiliki pengaruh terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun jambu biji mengandung zat kimia yang dapat digunakan sebagai larvasida dengan konsentrasi 8.500 ppm sebagai konsentrasi paling

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak metanol biji Annona muricata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun total, dan jumlah buah total pada tanaman C..