• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PRE-HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KERASAAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

ABDI FADHILLAH S NIM. 121021016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

PRE-HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERASAAN

KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya

adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakkan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan

(3)
(4)

ABSTRAK

Pre-hipertensi dan hipertensi merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa pada dasarnya adalah sama karena hipertensi merupakan peningkatan dari pre-hipertensi yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain crossectional. Jumlah sampel sebanyak 106 orang berumur 17-45 tahun dan tidak menderita hipertensi, diambil dengan cara purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, timbangan, meteran, tensimeter, dan observasi langsung. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis menggunakan uji chi square dengan 95% CI.

Dari hasil penelitian diperoleh proporsi insidens pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014 adalah 51,9%. Ada hubungan yang bermakna antara asupan garam (p = 0,001), konsumsi alkohol (p = 0,001), dan merokok (p = 0,001) dengan kejadian pre-hipertensi. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p = 0,080), umur (p = 0,055), keluarga mempunyai riwayat hipertensi (p = 0,895), stress (p = 0,064), obesitas (p = 0,652), alat kontrasepsi hormonal (p=0,712) dengan kejadian pre-hipertensi.

Kepada penderita pre-hipertensi diharapkan menghindari faktor risiko terutama asupan garam, konsumsi alkohol, dan merokok. Kepada pihak Puskesmas dapat memberikan pengarahan dan meningkatkan penyuluhan mengenai tekanan darah dan menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian pre-hipertensi/hipertensi.

(5)

ABSTRACT

Pre-hypertension and hypertension are the unit of disease caused by many risk factors. This term of disease means that both of event is same basically because hypertension is an increasing of heavy and dangerous pre-hypertension by addition of certain symptoms. The aim of this research is to search factors that related to the pre-hypertension in work area of Health Center Kerasaan regency of Simalungun in 2014.

This research is analytic research which use crossectional design. The total of sample is 106 peoples aged 17-45 years old and doesn’t have hypertension, taken by purposive sampling. The research instrument that used is questionnaire, balance, measure, spigmomanometer, and direct observation. The univariat data is analyzed by using descriptive technique and the biovariat data is analyzed by using Chi square test with 95% CI.

Result of research showed proportion incidence of pre-hypertension in work area Health Center Kerasaan in 2014 is 51.9%. There is significant correlation between salt intake (P = 0,001), and smoking (P = 0,001), consumption of alcohol (P = 0,001), and smoking (P = 0,001) pre-hypertension event. There is not significant correlation between gender (P = 0,080), age (P = 0,055), genetic (P = 0,895), stress (P = 0,064), obesity (P = 0,652), hormonal contraception (P = 0,712) pre-hypertension event.

To the patient of pre-hypertension is expected to avoid risk factor especially salt intake, consumption of alcohol, and smoking. To the Health center can provide of briefing to the people and increase the information about blood of pressure and avoid the risk factor that cause the pre-hypertension and hypertension event.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukunguan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak DR. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Ketua Penguji Skripsi yang telah banyak memberi kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Asfriyati, M.kes selaku dosen PenasehatAkademik.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.kes selaku Dosen Penguji Skripsi I yang telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

6. Bapak dr. H. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji Skripsi III yang telah memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak dr. Henry Raja Hutabarat selaku Kepala Puskesmas Kerasaan

beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama penelitian. 8. Seluruh Dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam

proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Orang tua saya Bapak S. Simangunsong dan Ibu D. Siregar yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil.

10.Kakak dan Abang yang telah memberikan doa serta dukungannya. 11.Teman-teman sekalian (Hariyanti, Kak Yunita Kemala Dewi, Khairul

A, Zen Ari, Faisal A, Reni Indra, Kak Leni M, Bang Doni H, Ika M, Henny O, Bang Artian H, Kak Elyyana, Bang Efendy Young, Bang Pangeran, Dhio, Al-Anshari, Niqmah, atas semangat, doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, Juli 2015

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

2.7. Pencegahan Hipertensi... ... 21

2.7.1. Pencegahan Primordial ... 21

2.7.2. Pencegahan Tingkat Pertama ... 21

2.7.3. Pencegahan Tertier ... 22

(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 30

4.1.1. Geografi ... . 30

4.3.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Pre-hipertensi ... . 34

4.3.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre-hipertensi ... . 35

4.3.3. Hubungan Faktor Genetik dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 36

4.3.4. Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre-hipertensi ... . 37

4.3.5. Hubungan Stress dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 38

4.3.6. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Pre-hipertensi ... . 39

4.3.7. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 40

4.3.8. Hubungan Merokok dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 41

(10)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Proporsi Insidens Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... 43

5.2. Analisis Bivariat ... 44

5.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 44

5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre-hipertensi... 46

5.2.3. Hubungan Faktor Genetik dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 48

5.2.4. Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 50

5.2.5. Hubungan Stress dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 52

5.2.6. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Pre-hipertensi... 54

5.2.7. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 56

5.2.8. Hubungan Merokok dengan Kejadian Pre-hipertensi ... 58

5.2.9. Hubungan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Pre-hipertensi . 60 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Prevalensi Penduduk Berdasarkan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan

Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... 31 Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik

Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten

Simalungun Tahun 2014 ... 32 Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Faktor Risiko di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun

Tahun 2014 ... 33 Tabel 4.4. Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014 ... 34 Tabel 4.5. Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian

Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas kerasaan Tahun 2014. ... 35 Tabel 4.6. Tabulasi Silang Antara Keluarga Memiliki Riwayat Hipertensi

Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Tahun 2014 ... 36 Tabel 4.7. Tabulasi Silang Antara Asupan Garam Dengan Kejadian

Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014. ... 37 Tabel 4.8. Tabulasi Silang Antara Stress Dengan Kejadian Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014. ... 38 Tabel 4.9. Tabulasi Silang Antara Obesitas Dengan Kejadian Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014. ... 39 Tabel 4.10. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian

Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun

(12)

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Antara Merokok Dengan Kejadian Pre-hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014. ... 41 Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1. Diagram Pie Distribusi Insidens Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun

Tahun 2014 ... 43 Gambar 5.2. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 44 Gambar 5.3. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 46 Gambar 5.4. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Faktor Keluarga Memiliki

Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun

2014. ... 48 Gambar 5.5. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Asupan Garam Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 50 Gambar 5.6. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Stress Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 52 Gambar 5.7. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Obesitas Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 54 Gambar 5.8. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol

Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. ... 56 Gambar 5.9. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Merokok Dengan

Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

(14)

Gambar 5.10. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdi Fadhillah S.

Tempat/ Tanggal Lahir : Simalungun, 19 Februari 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 6 dari 6 Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Pelamboyan No. 20, Perumnas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1996-2002 : SD Negeri No.062232 Kerasaan 2. Tahun 2002-2005 : MTs Al-Jihad Kerasaan

3. Tahun 2005-2008 : MAN Pematang Bandar

4. Tahun 2008-2011 : Akademi Keperawatan Imelda Medan 5. Tahun 2012-Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Riwayat Pekerjaan :

(16)

ABSTRACT

Pre-hypertension and hypertension are the unit of disease caused by many risk factors. This term of disease means that both of event is same basically because hypertension is an increasing of heavy and dangerous pre-hypertension by addition of certain symptoms. The aim of this research is to search factors that related to the pre-hypertension in work area of Health Center Kerasaan regency of Simalungun in 2014.

This research is analytic research which use crossectional design. The total of sample is 106 peoples aged 17-45 years old and doesn’t have hypertension, taken by purposive sampling. The research instrument that used is questionnaire, balance, measure, spigmomanometer, and direct observation. The univariat data is analyzed by using descriptive technique and the biovariat data is analyzed by using Chi square test with 95% CI.

Result of research showed proportion incidence of pre-hypertension in work area Health Center Kerasaan in 2014 is 51.9%. There is significant correlation between salt intake (P = 0,001), and smoking (P = 0,001), consumption of alcohol (P = 0,001), and smoking (P = 0,001) pre-hypertension event. There is not significant correlation between gender (P = 0,080), age (P = 0,055), genetic (P = 0,895), stress (P = 0,064), obesity (P = 0,652), hormonal contraception (P = 0,712) pre-hypertension event.

To the patient of pre-hypertension is expected to avoid risk factor especially salt intake, consumption of alcohol, and smoking. To the Health center can provide of briefing to the people and increase the information about blood of pressure and avoid the risk factor that cause the pre-hypertension and hypertension event.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005 (WHO), dan 80% kematian tersebut terjadi di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia.1

Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular dengan prevalensi sebesar 6-16% pada orang dewasa. Sejumlah 90% hipertensi esensil, penderita dengan hipertensi yang tidak diketahui seluk-beluk penyebabnya di karenakan penyebabnya tidak jelas maka sulit untuk mencari bentuk intervensi dan pengobatan yang sesuai. Sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi karena itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat di sebabkan karena penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor risiko. Sebagai suatu proses degeneratif, hipertensi tentu hanya di temukan pada golongan dewasa dimana ditemukan kecendrungan peningkatan prevalensi hipertensi menurut peningkatan usia.2

(18)

peningkatan dari pre-hipertensi yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu.

Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia. Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on

High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.2 Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, hipertensi merupakan penyebab nomor 1 kematian di dunia. Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi dan sekitar 59 juta orang menderita pre-hipertensi.3

Data Global Status Report on Noncommunicable Disesases tahun 2010 dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46%. Sementara negara Amerika menempati posisi terakhir dengan 35%. Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi (hipertensi). Di kawasan Asia Tenggara, 36% orang dewasa menderita hipertensi.3 Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7%.4

(19)

3

pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner sebesar 9,4 persen yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %).4

Hasil penelitian Felix F. Widjaja, dkk tahun 2012 di puskesmas Cicurug Kabupaten Sukabumi Jawa Barat kejadian pre-hipertensi pada dewasa muda (18-25 tahun) terdapat 34,2% penderita pre-hipertensi dan 17,1% penderita hipertensi. Dalam penelitian ini juga di dapat wanita lebih banyak menderita pre-hipertensi, sedangkan pria lebih banyak menderita hipertensi.5

(20)

penyakit dalam), tahun 2008 proporsinya 6,85% (265 orang dari 3.870 pasien penyakit dalam).7

Menurut penelitian yang dilakukan Ria Arihta Ujung tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang, proporsi tertinggi penderita hipertensi berdasarkan sosiodemografi adalah kelompok umur > 60 tahun yaitu 48,8%, jenis kelamin perempuan yaitu 56,8%, pekerjaan ibu rumah tangga yaitu 30,5% dan tinggal di Kabupaten Dairi yaitu 85,9%.8

Berdasarkan catatan SP2TP Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2013 hipertensi merupakan penyakit ketiga dari sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun dengan jumlah penderita hipertensi 882 jiwa, sedangkan yang menderita pre-hipertensi sebanyak 786 jiwa.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(21)

5

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan umur dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

b. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

c. Mengetahui hubungan keluarga memiliki riwayat hipertensi dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

d. Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

e. Mengetahui hubungan stress dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

f. Mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

g. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

h. Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

(22)

1.4.Manfaat penelitian

a. Sebagai informasi dan masukan bagi pengelola program penanggulangan penyakit tidak menular (PTM) di Puskesmas Kerasaan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun.

b. Sebagai bahan dalam membuat kebijakan penanggulangan penyakit tidak menular di masa yang akan datang.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut serta menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam penanggulangan penyakit tidak menular.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Defenisi

Pre-hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukkan oleh angka systolic

120-139 mmHg dan angka diastolic 80-89 mmHg. Pre-hipertensi merupakan suatu tanda peringatan bahwa seseorang mungkin memiliki tekanan darah tinggi di masa yang akan datang. Saat ini tekanan darah yang dikatakan normal adalah yang lebih rendah dari 120/80 mmHg, dengan titik acuan 115/75 mmHg, risiko terhadap serangan jantung dan stroke meningkat 2 kali lipat untuk setiap peningkatan sistolik 20 mmHg atau diastolik 10 mmHg pada orang dewasa berusia 40 – 70 tahun. Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terhadap serangan jantung, stroke, coronary heart disease (penyakit jantung koroner atau penyakit yang terjadi apabila arteri koroner yang memberi suplai darah dan oksigen kepada otot jantung mengalami pengerasan dan penyempitan akibat endapan lemak yang menumpuk di dinding dalamnya), gagal jantung dan juga gagal ginjal.10

(24)

tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat di waktu beraktifitas atau berolahraga.11

Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan dapat menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus-menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hipertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (heart attack). Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi tidak secara langsung membunuh penderitanya, akan tetapi hipertensi memicu munculnya penyakit lain yang mematikan seperti jatung, gagal ginjal, dan stroke. Seiring berubahnya gaya hidup mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat. Gaya hidup gemar makanan fast food yang kaya lemak, asin, malas berolahraga dan mudah tertekan ikut berperan dalam menambah jumlah pasien hipertensi.12

2. 2. Fatofisiologi Hipertensi12, 21

(25)

9

sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan, inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis.

Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi

vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika aktifitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom. Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan darah ke normal.

(26)

akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ yang penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyaklit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

2. 3. Manifestasi Klinik Hipertensi11

Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat dan telinga berdengung.

Gejala klinis yang di alami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan. Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun, gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi, atau gangguan tajam pengelihatan.

(27)

11

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

2. 4. Klasifikasi Hipertensi

2. 4. 1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi a. Hipertensi Esensial (Primer)

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang di hasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi yaitu sekitar 90% penderita hipertensi. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun banyak dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktifitas) dan pola makan. Hipertensi primer juga disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.18

Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini di sebabkan peningkatan aktifitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan

(28)

hemodinamik yang normal. Peninggian tekanan darah merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer, muncul tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, otak, mata dan jantung.19

b. Hipertensi Sekunder

Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi. Penyebab dan fatofisiologinya diketahui, sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan. Tekanan darah tinggi tipe ini dapat disebabkan oleh kondisi medis misalnya penyakit ginjal atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu seperti pil KB. Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut:13

1. Akibat stres yang parah, 2. Penyakit atau gangguan ginjal,

3. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan, 4. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, 5. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,

6. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan. 2. 4. 2. Klasifikasi berdasarkan TDS dan TDD

The Joint National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure (JNC – VII) membedakan hipertensi berdasarkan Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik, sebagai berikut:2

a. Normal bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg. b. Prehipertensi bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan

(29)

13

c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg.

d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

2. 5. Komplikasi12

Stroke dapat dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang dialirinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, linglung, atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklorosis

(30)

perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan darah.

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain disebut edema. Cairan di paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat, menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma.

2. 6. Epidemiologi 2. 6. 1. Faktor Risiko

(31)

15

dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain umur, jenis kelamin, suku, keluarga memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain asupan garam, stress, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal.11

a. Umur

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya disebabkan oleb berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis yaitu terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktifitas simpatik. Pada usia lanjut peran ginjal sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.

b. Jenis kelamin

(32)

c. Keluarga memiliki riwayat hipertensi

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

d. Pola asupan garam dalam diet

(33)

17

Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.3

Tabel 2.1. Kandungan natrium pada beberapa makanan20

No Jenis Makanan Ukuran Rumah Tangga Kadar Na 200-400 mg

(34)

f. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).

Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.15

g. Konsumsi Alkohol

Kebiasaan konsumsi alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi, apabila saraf simpatis terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan dan cenderung semakin meningkat.16 h. Merokok

Merokok merupakan salah satu penyebab meningkatnya tekanan darah, dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari

(35)

19

yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.15

i. Pengguna Alat Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah pilihan KB yang paling banyak dipakai oleh akseptor yang terbagi dalam 3 cara KB yaitu suntik 28%, pil 13% dan implant 4% atau jika ditotal sekitar 15,2 juta perempuan usia reproduktif menggunakan kontrasepsi hormonal. Kontrsepsi hormonal berisi estrogen, progesteron atau campuran keduanya yang dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.17

2. 6. 2. Orang3, 8

(36)

kelamin tertinggi adalah laki-laki sebesar 5,2%. Umur 41-50 tahun tertinggi adalah perempuan sebesar 11,8%. Umur 51-60 tahun tertinggi adalah laki-laki sebesar 12,2% dan umur > 60 tahun tertinggi adalah perempuan sebesar 30,0%. 2. 6. 3. Tempat4

Prevalensi di tiap daerah berbeda-beda tergantung pola kehidupan masyarakat tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.

Berdasarakan hasil pengukuran tekanan darah melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menurut Provinsi, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner sebesar 9,4% yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 %. Ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7%. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7 %).

2. 6. 4. Waktu4

(37)

21

2. 7. Pencegahan Hipertensi 2. 7. 1. Pencegahan Primordial10

Pencegahan hipertensi secara primordial adalah upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan agar masyarakat yang sehat tidak sampai terkena penyakit hipertensi. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi yang dilakukan melalui pendekatan populasi ataupun perorangan. Upaya pencegahan tersebut antara lain mempertahankan gaya hidup benar dalam masyarakat serta melakukan modifikasi, penyesuaian terhadap risiko yang ada atau berlangsung dalam masyarakat.

2. 7. 2. Pencegahan tingkat pertama (Primer)13

Pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang/masyarakat sebelum terkena hipertensi. Sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat dengan tujuan seseorang/masyarakat tersebut dapat terhindar dari hipertensi.

Pencegahan primer hipertensi adalah sebagai berikut :

(38)

b. Peningkatan tekanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu : melakukan olahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain, diet rendah lemak dan meningkatkan konsumsi buah-buahan/sayuran, mengendalikan stres dan emosi.

2. 7. 3. Pencegahan Tertier23

Sasaran utama adalah pada mereka yang terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi. Tujuan secara khusus untuk penderita hipertensi adalah memastikan bahwa tekanan darahnya selalu tinggi, menilai kerusakan organ yang sudah ada dan penyakit yang menyertainya juga mencari penyebabnya.

(39)

23

2. 8. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Karakteristik : 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Keluarga memiliki

riwayat hipertensi

Faktor Risiko :

1. Asupan garam

2. Stress 3. Obesitas

4. Konsumsi alkohol

5. Merokok

6. Kontrasepsi hormonal

(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain crossectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun dengan pertimbangan belum pernah di lakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pre-hipertensi di Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Januari 2015. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua masyarakat usia 17-45 tahun yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun.

3.3.2. Sampel

(41)

25

a. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus penghitungan besar sampel minimal di bawah ini :

2

n = (1,96)2.0,5(1-0,5)

(0,1)2

n = 96

Hasil : Dibutuhkan paling sedikit 96 orang dari seluruh populasi. Untuk mengantisipasi adanya kekurangan sampel maka besar sampel minimal ditambah 10% dari minimal sampel, sehingga besar sampel (n) = 96 + 9,6 = 106 0rang.

Keterangan :

n = Besar sampel

= Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)

P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)

d = Besar penyimpangan (absolut) yang bisa di terima (0,1). b. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling, dengan memilih salah seorang anggota keluarga yang paling muda, berumur antara 17-45 tahun.

(42)

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara terpimpin berdasarkan kuesioner yang telah disusun, juga dengan mengukur langsung tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan responden.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder di peroleh dari profil Puskesmas Kerasaan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun.

3.5. Tehnik Analisa Data 3.5.1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel yang meliputi, umur, jenis kelamin, genetik, asupan garam, stress, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

3.5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara umur, jenis kelamin, genetik, asupan garam, stress, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian pre-hipertensi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05), sehingga apabila ditemukan hasil analisis statistik p <0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.

(43)

27

3.6.1. Pre-hipertensi

Seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukkan oleh angka sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg pada pemeriksaan darah menggunakan alat tensimeter dengan kategori: 1. Pre-hipertensi: Sistole 120-139 mmHg dan Diastole 80-89 mmHg. 2. Tekanan darah normal : Sistole <120 mmHg dan Diastole <80 mmHg. 3.6.2. Umur

Usia responden penelitian sesuai yang tercatat pada kartu status ketika pengambilan data untuk analisa statistik, dikategorikan atas:

1. 17-25 tahun 2. 26-45 tahun 3.6.3. Jenis Kelamin

Ciri khas (organ reproduksi) yang di miliki individu yang membedakan dengan individu lain, dibedakan atas:

(44)

3.6.4. Keluarga memiliki riwayat hipertensi

Riwayat keluarga responden, diukur dengan menentukan ada tidaknya riwayat hipertensi pada generasi sebelumnya (ayah, ibu, kakek, nenek, paman, bibi’) dengan mengisi kuesioner. Hasil ukur dikelompokkan menjadi:

1. Ya, jika ada riwayat hipertensi

2. Tidak, jika tidak ada riwayat hipertensi 3.6.5. Asupan garam

Asupan garam: yaitu tingkat asupan garam responden yang selanjutnya dimasukkan dalam skala pengukuran, dikategorikan atas:

1. Asupan garam tinggi, jika asupan ≥400 mg natrium dalam ᦫ4 kali/ minggu memiliki faktor risiko.

2. Asupan garam normal, jika asupan ᦪ400 mg dalam ≤4 kali/minggu tidak memiliki faktor risiko.

3.6.6. Stress

Respon nonspesifik tubuh terhadap berbagai perintah terhadapnya. Pengkajian dengan menggunakan angket yang mengkaji tingkat stress responden, dikategorikan :

(45)

29

3.6.7. Obesitas

Kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak dimana Body mass index (BMI)/Index masa tubuh (IMT) ≥25. IMT adalah suatu angka yang di dapat dari hasil berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat.

1. Obesitas, jika IMT ≥25. 2. Tidak obesitas, jika IMT <25. 3.6.8. Konsumsi Alkohol

Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, dikategorikan atas : 1. Ya, jika memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

2. Tidak, jika tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. 3.6.9. Merokok

Kebiasaan merokok responden, dikategorikan atas : 1. Ya, jika responden memiliki kebiasaan merokok.

2. Tidak, jika responden tidak memiliki kebiasaan merokok. 3.6.10. Kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan, bagi responden dengan jenis kelamin perempuan yang sedang menggunakan alat kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, implan/susuk), dikategorikan atas :

1. Ya, jika menggunakan alat kontrasepsi hormonal.

(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Geografis

Puskesmas Kerasaan mempunyai wilayah kerja dengan jumlah 7 desa, dengan luas wilayah 13.296 Ha dan terletak 800-1000 m diatas permukaan laut.

Secara geografis batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kerasaan adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bandar

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gunung Malela - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nagori Purwosari - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanah Jawa 4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun sebanyak 22.642 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 11.227 (49,62%) dan perempuan 11.415 (50,38%).

4.2. Analisis Univariat

(47)

31

4.2.1. Kejadian Pre-hipertensi

Penelitian yang dilakukan terhadap 106 pendudukberumur 17-45 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014 diperoleh distribusi proporsi responden berdasarkan kejadian pre-hipertensi. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Prevalensi Penduduk Berdasarkan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Status Kejadian Pre-hipertensi f %

Pre-hipertensi Tidak Pre-hipertensi

55 51

51,9 48,1

Jumlah 106 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa prevalensi pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas kerasaan tahun 2014 adalah 51,9%.

4.2.2. Deskripsi Karakteristik

(48)

Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014. kelamin laki-laki yaitu 50%, dan perempuan 50%. Proporsi yang berumur 17-25 tahun yaitu 78,3%, berumur 26-45 tahun yaitu 21,7%. Proporsi riwayat hipertensi pada keluarga sebelumnya yaitu 66,0%, sedangkan yang tidak ada riwayat hipertensi pada keluarga sebelumnya 34,0%.

4.2.3. Deskripsi Faktor Risiko

(49)

33

(50)

beralkohol adalah 76,4%. Proporsi merokok adalah 34,0%, sedangkan yang tidak merokok adalah 66,0%. Proporsi menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu 32,1%, sedangkan yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal 67,9%.

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05) sehingga apabila ditemukan hasil analisis statistik p <0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.

4.3.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan umur dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.4. Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas kerasaan Tahun 2014.

Umur

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang berumur 17-25 tahun adalah 47%, sedangkan yang berumur 26-45 tahun 69,%.

(51)

35

wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence pre-hipertensi dengan kategori umur 17-25 tahun dan 26-45 tahun adalah 0,675 dengan CI : 0,474-1,962.

4.3.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan jenis kelamin dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Tabel 4.5. Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Jenis

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang berjenis kelamin laki-laki adalah 60,4% sedangkan yang berjenis kelamin perempuan 43,4%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p >0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence

pre-hipertensi dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,391 dengan

(52)

4.3.3. Hubungan Keluarga Memiliki Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan keluarga memiliki riwayat hipertensi dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.6. Tabulasi Silang Antara Keluarga Memiliki Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dengan keluarga memiliki riwayat hipertensi adalah 51,4%, sedangkan proporsi pre-hipertensi dengan keluarga tidak memiliki riwayat pre-hipertensi adalah 52,8%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p >0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keluarga memiliki riwayat hipertensi dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014.

Ratio Prevalence pre-hipertensi dengan adanya keluarga yang memiliki riwayat hipertensi dan keluarga tidak memiliki riwayat hipertensi adalah 0,974 dengan CI

(53)

37

4.3.4. Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan asupan garam dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.7. Tabulasi Silang Antara Asupan Garam Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Asupan

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang memiliki asupan garam tinggi adalah 74,5%, sedangkan yang asupan garam normal 30,9%.

(54)

4.3.5. Hubungan Stress dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan stress dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.8. Tabulasi Silang Antara Stress Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

No. Status

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang stress adalah 56,6%, sedangkan penduduk yang tidak stress 34,8%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p >0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status stress dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence

(55)

39

4.3.6. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan obesitas dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Antara Obesitas Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Status Obesitas

Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang obesitas adalah 48,1%, sedangkan yang tidak obesitas 53,2%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p >0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status obesitas dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence

(56)

4.3.7. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.10. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol adalah 88,0%, sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol 40,7%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p <0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence

(57)

41

4.3.8. Hubungan Merokok dengan Kejadian Pre-hipertensi

Hubungan merokok dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Antara Merokok Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Merokok

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang memiliki kebiasaan merokok adalah 77,7%, sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 38,7%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p <0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014. Ratio Prevalence

(58)

4.3.9. Hubungan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Pre-hipertensi Hubungan alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Tahun 2014.

Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi dari semua yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal adalah 47,1%, sedangkan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi hormonal 41,6%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p >0,05, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014.

(59)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Proporsi Insidens Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi insidens yang menderita pre-hipertensi yaitu 52,0%, sedangkan proporsi insidens yang tidak menderita pre-hipertensi yaitu 48% (tabel 4.1.).

Gambar 5.1. Diagram Pie Distribusi Insidens Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

Pre-hipertensi merupakan awal dari kejadian hipertensi di masa yang akan datang, dimana dalam penelitian ini di dapat hasil kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan sebanyak 52%, hal ini terjadi oleh karena banyak hal seperti konsumsi garam yang tinggi (74,5%), konsumsi alkohol (91,3%) dan kebiasaan menghisap rokok (84,8%).

52%

48% Pre-hipertensi

(60)

5.2. Analisis Bivariat

5.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi yang berusia 26-45 tahun yaitu 69,6%, dan berusia 17-25 tahun yaitu 47% (Tabel 4.4).

Gambar 5.2. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p

= 0,055 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 0,675 (CI : 0,474-0,962) menunjukkan bahwa umur bukan sebagai faktor risiko kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

(61)

45

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rahayu di RW. 01 Srengseng Sawah Jakarta Selatan tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p = 0,001 (p >0,05).27

(62)

5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi pre-hipertensi yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 60,4%, sedangkan pada perempuan yaitu 43,4% (Tabel 4.5).

Gambar 5.3. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,080 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian Pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 1,391 (CI : 0,954-2,028) menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan tahun 2014.

(63)

47

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anggraini dkk di Puskesmas Bengkinang tahun 2008 dengan pendekatan case control study

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dengan nilai p = 0,836 (p >0,05) dan OR = 1,092.25

(64)

5.2.3. Hubungan Keluarga Memiliki Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi keluarga tidak memiliki riwayat hipertensi yaitu 52,8%, dan penduduk yang keluarga memiliki riwayat hipertensi yaitu 51,4% (Tabel 4.6).

Gambar 5.4. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Keluarga Memiliki Riwayat Hipertensi Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil analisis statistik dengan uju Chi Square diperoleh nilai p = 0,895 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor genetik dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

(65)

49

Ratio Prevalence sebesar 0,974 (CI : 0,664-1,430) menunjukkan bahwa faktor genetik bukan merupakan faktor risiko kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

(66)

5.2.4. Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi dengan asupan garam tinggi yaitu 74,5%, dan dengan asupan garam normal yaitu 30,9% (Tabel 4.7).

Gambar 5.5. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Asupan Garam Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p

= 0,001 (p <0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan garam dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 2,411 (CI : 1,574-3,693) artinya asupan garam tinggi merupakan faktor risiko terjadinya pre-hipertensi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kartikasari di desa Kabongan Kidul Kabupaten Rembang tahun 2012 dengan desain case control menunjukkan bahwa

(67)

51

ada hubungan yang bermakna antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi dengan nilai p = 0,008 (p ᦪ0,05) dan OR = 3,466.26

(68)

5.2.5. Hubungan Stress dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi pada yang stress yaitu 56,6%, dan yang tidak stress yaitu 34,8% (Tabel 4.8).

Gambar 5.6. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Stress Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,064 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 1,628 (CI : 0,902-2,938) menunjukkan bahwa stress bukan sebagai faktor risiko terjadinya pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

(69)

53

(70)

5.2.6. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi pada yang tidak obesitas yaitu 53,2%, dan yang obesitas yaitu 48,1% (Tabel 4.9).

Gambar 5.7. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Obesitas Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,652 (p >0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 0,906 (CI : 0,582-1,410) menunjukkan bahwa obesitas bukan merupakan faktor risiko terjadinya pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Syahrini dkk di Puskesmas Tlogosari Kota Semarang tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan

(71)

55

bahwa ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p = 0,003 (p ᦪ0,05) dan OR = 3,4.28

(72)

5.2.7. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol adalah 88,0%, dan penduduk yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol adalah 40,7% (Tabel 4.10).

Gambar 5.8. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,001 (p <0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 2,160 (CI : 1,600-2,915) artinya, konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terjadinya pre-hipertensi.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Syahrini dkk di Puskesmas Tlogosari Kota Semarang tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan

(73)

57

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p = 0,383 (pᦫ0,05) dan OR = 0,9.28

(74)

5.2.8. Hubungan Merokok dengan Kejadian Pre-hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi Pre-hipertensi yang memiliki kebiasaan merokok adalah 77.7%, dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 38.7% (Tabel 4.11).

Gambar 5.9. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Merokok Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,001 (p <0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian pre-hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun tahun 2014.

Ratio Prevalence sebesar 2,016 (CI : 1,430-2,843) artinya, merokok merupakan faktor risiko terjadinya pre-hipertensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anggraini dkk di Puskesmas Bengkinang tahun 2008 dengan pendekatan case control menunjukkan

(75)

59

bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menghisap rokok dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p = 0,001 (p ᦪ0,05) dan OR = 13,65.25

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan natrium pada beberapa makanan20
Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik
Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Faktor Risiko di
Tabel 4.4. Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre-hipertensi di
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERANAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN BAGI PIMPINAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN.. DAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur yang bersuami yang mempunyai dukungan rendah namun pemilihan alat kontrasepsinya yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kranggan sudah dilaksanakan dengan baik, pelaksana kebijakan ada penyusunan anggota

Dari beberapa pengertian penilaian prestasi kerja diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja membuat karyawan mengetahui tentang hasil kerja

Berdasarkan pembahasan hasil kajian produk pengembangan dalam penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: (1) penyusunan modul pelatihan konseling

Namun perlu diperhatikan juga kondisi geografis Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara lain, membuat Provinsi Kepulauan Riau harus seksama dalam menyikapi dan

Dari hasil penelitian, sifat-sifat fisis agregat yang digunakan telah memenuhi syarat, kecuali nilai indeks kepipihan dan kelonjongan yang berada diatas 10% yaitu

Dalam suasana otonomi daerah terasa begitu banyak permasalahan yang melingkupi daerah sehingga seakanakan daerah bebas berkehendak untuk mengatur dan menetapkan apa