• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komplikasi Neurologis Pada Gangguan Fungsi Ginjal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komplikasi Neurologis Pada Gangguan Fungsi Ginjal"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPLIKASI NEUROLOGIS PADA

GANGGUAN FUNGSI GINJAL

FASIHAH IRFANI FITRI

NIP : 198307212008012007

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang 1

I.2 Tujuan 2

I.3 Manfaat 2

II. PEMBAHASAN

II.1. Ensefalopati Uremik dan Sindroma Twitch Convulsive 3

II.1.1. Definisi 3

I.1.2. Gambaran Klinis 3 II.1.3. Patologi dan Patogenesis 4 II.1.4. Patofisiologi 6 II.1.5. Penatalaksanaan 8

II.2. Dialysis Disequilibrium Syndrome. (DDS) 9

II.2.1. Definisi 9

II.2.3. Patogenesis 10 II.2.4. Penatalaksanaan 10 II.3. Ensefalopati Dialisis (Dialysis Dementia) 12

II.3.1. Definisi 12

II.3.2. Gambaran Klinis 12 II.3.3. Patologi dan Patogenesis 13 II.3.4. Penatalaksanaan 13

III. KESIMPULAN 14

(3)

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Suatu bagian penting dari kelainan neurologis dan yang cukup sering dijumpai adalah gangguan global dari fungsi serebral (ensefalopati) yang disebabkan oleh gagalnya sistem organ yang lain—jantung dan sirkulasi, paru dan pernafasan, ginjal, hati, pankreas dan kelenjar endokrin.1

Hubungan antara kelainan organ dengan gangguan fungsi otak ini memiliki beberapa implikasi penting. Pengenalan terhadap sindroma neurologis dapat menjadi petunjuk untuk diagnosis penyakit sistemik; bahkan gejala neurologis dapat lebih informatif dan signifikasn dibanding gejala yang ditunjukkan oleh organ yang terganggu. Lebih lanjut lagi, ensefalopati ini seringkali reversible jika gangguan sistemik dikendalikan.

Salah satu kelainan organ yang dapat menimbulkan gejala neurologis adalah gangguan ginjal. Gejala-gejala neurologis yang ditimbulkannya sering dikaitkan dengan uremia.

1

2

Uremia menggambarkan tahap akhir dari insufisiensi renal dan kegagalan multi organ. Ini disebabkan oleh terkumpulnya metabolit dari protein dan asam amino dan kegagalanproses katabolik,metabolik dan endokrinologik renal. Tidak ada metabolit tunggal yang diidentifikasi sebagai penyebab uremia. Ensefalopati uremik adalah salah satu manifestasi dari gagal ginjal.

Gambaran klinis dari komplikasi gagal ginjal tidak berhubungan dengan abnormalitas biokimia tunggal namun tampaknya berhubungan dengan perkembangan gagal ginjal.

2

(4)

I.2. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk membahas aspek definisi, epidemiologi, gambaran klinis, patologi, diagnosis dan penatalaksanaan dari komplikasi neurologis dari disfungsi renal.

I.3. Manfaat Penulisan

(5)

II. PEMBAHASAN

II.1. Ensefalopati Uremik dan Sindroma Twitch Convulsive

II.1.1. Definisi

Ensefalopati uremik adalah ensefalopati yang disebabkan oleh efek dari perubahan metabolik yang menyertai gagal ginjal.4

II.1.2. Gambaran Klinis

Episode confusion dan sopor dan gejala neurologis lainnya dapat menyertai berbagai bentuk penyakit ginjal—akut dan kronik. Gejala-gejala serebral yang disebabkan oleh uremia (pertama kali digambarkan oleh Addison pada tahun 1832) dijumpai pada pasien normotensif yang menderita gagal ginjal yang berkembang cepat. Apati, fatigue, kurang perhatian, dan iritabilitas biasanya adalah gejala awal; kemudian terdapat confusion, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, disartria, tremor dan asteriksis. Gejala-gejala ini berfluktuasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam. Pada beberapa pasien, terutama yang menderita anuria, gejala-gejala dapat timbul mendadak dan berkembang cepat ke keadaan sopor dan koma. Pada yang lainnya, dimana uremia berkembang lebih lambat, halusinasi penglihatan ringan dan gangguan atensi dapat muncul selama berminggu-minggu. Gambaran EEG menjadi lambat secara ireguler dan difus dan dapat menetap seperti itu selama beberapa minggu setelah dilakukan dialisis. Tekanan CSF normal dan protein tidak meninggi kecuali terdapat neuropati diabetik atau uremik.

Pada gagal ginjal akut, berkabutnya kesadaran hampir selalu berhubungan dengan sejumlah fenomena motorik, yang biasanya terjadai pada awal perjalanan ensefalopati, kadang-kadang saat pasien belum mengalami gangguan mental. Pasien mulai tampak mengalami twitch, dan dapat kejang.

Myoclonic twitch melibatkan bagian-bagian otot, seluruh otot, atau tungkai dan bersifat cepat, aritmik dan asinkron pada kedua sisi tubuh; dan terjadi pada saat tidur maupun terjaga. Kadang-kadang gerakan tersebut menyerupai chorea atau tremor aritmik. Fenomena motorik ini kadang sulit diklasifikasikan, dan sering disebut sebagai sindroma uremic twitch-convulsive.

1,2

1,3

(6)

Karena kemiripan sindroma ini dengan tetani, harus dilakukan pengukuran kadar kalsium dan magnesium serum—dan tentu saja, hipokalsemia dan hipomagnesemia dapat terjadi pada uremia. Sindroma uremic twitch-convulsive juga dapat dijumpai pada berbagai penyakit lainnya seperti neoplasia, delirium tremens, diabetes dengan necrotizing pyelonephritis,dan lupus erythematosus,dimana kadar ureum hanya sedikit meningkat; namun juga dijumpai tanda-tanda gagal ginjal.1,2

Seiring dengan memburuknya uremia, pasien dapat jatuh ke keadaan koma. Jika asidosis metabolik yang menyertainya tidak dikoreksi, pernafasan

kussmaul muncul dan berganti dengan cheyne-stokes dan berakhir dengan

kematian.

1

Penting juga diingat bahwa ensefalopati dan koma pada pasien dengan gagal ginjal dapat juga diakibatkan oleh gangguan selain uremia itu sendiri. Perubahan ekskresi obat menyebabkan akumulasi, kadang-kadang menyebabkan sedasi berlebihan walapun konsentrasi serum normal. Perdarahan intraserebral dan subdural dapat mengkomplikasi uremia (dan dialisis) akibat defek pembekuan danhipertensi dan pasien azotemia kronis juga rentan terhadap infeksi, termasuk meningitis.1,2,3

II.1.3. Patologi dan Patogenesis

(7)

Gambar 1. Patogenesis Ensefalopati Uremik

Dikutip dari : Bucurescu G. Uremic Encephalopathy. 2008. Available from :

Gambar 1 menunjukkan model hipotesis tentang kerja eksitasi dan neurotoksik retensi ureum pada susunan saraf pusat. Model ini menekankan pada efek terhadaP preseptor GABAA (GABAA-R), NMDA-type glutamate (NMDA-R) dan voltage-gated Ca2+ channel (VGCC), namun dapat mencakup efek neuroeksitatorik lainnya. Neurotransmitter eksitatorik L-glutamate dilepaskan dari ujung presinatik dan berikatan dengan reseptor AMPA dan NMDA. Interneuron GABAergik menyediakan inhibisi sinaptikmelalui aktivasi GABAA-R dan influks klorida (menyebabkan hiperpolarisasi membran). Dengan adanya GSA atau solut retensi ureum lainnya, GABAA-R akan dihambat dan reseptor NMDA diaktivasi. Influks Ca2+ melalui ionofor NMDA-R dan VGCC mengaktivasi kejadian postsinaptik yang dipicu Ca2+.Ini mencakup aktivasi nitric oxide synthase (NOS) dan protein density-95 (PSD-95) postsinaotik, menyebabkan sintesis nitric oxide (NO) difusi NO anterograde. Efek presinaptik NO dan aktivasi VGCC presinaptik menyebabkan peningkatan pelepasan glutamat eksitatorik.

II.1.4. Patofisiologi

2

(8)

indolic acids dan phenolic acids, acetoin, glucuronic acid,carnitine, myoinositol, sulfates, fosfat, dan molekul perantara. Kadar dari beberapa guanidine campuran, termasuk asam guanidinosuccinic, methylguanidine, guanidine, dan creatinine,

meningkat pada pasien dengan uremia yang menerima dialisis atau tidak. Komponen guanidino telah dikenali bersifat neurotoxic.

Pasien dengan gagal ginjal terminal menunjukkan peningkatan

guanidinosuccinic acid and guanidine lebih dari 100 kali lipat, peningkatan

methylguanidine 20 kali lipat, dan peningkatan creatinine 5 kali lipat dalam berbagai daerah di otak. Gangguan pada jalur kynurenic, dimana tryptophan

dikonversi menjadi neuroactive kynurenines, juga telah dianggap terlibat. Kadar 2 kynurenines, 3-hydroxykynurenine dan kynurenine, meningkat pada tikus dengan insufisiensi ginjal kronis; perubahan ini menyebabkan perubahan pada metabolisme selular, kerusakan selular, dan akhirnya kematian sel. Kynurenine dapat menyebabkan konvulsi.

2

Kelainan yang mungkin berhubungan dengan ensefalopati uremik meliputi asidosis, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hipermagnesemia,

overhydration, dan dehidrasi.

2

Tidak ada abnormalitas tunggal yang secara persis berhubungan dengan gambaran klinis ensefalopati uremik. Peningkatan kadar

glycine, asam organik ( dari phenylalanine), dan tryptophan bebas penurunan kadar gamma-aminobutyric acid ( GABA) dalam CSF mungkin bertanggung jawab untuk tahap awal gangguan ini. Pada otak tikus dengan gagal ginjal, kadar

creatine fosfat, adenosine triphosphate ( ATP), dan glukosa meningkat,

sedangkan kadar adenosine monophosphate ( AMP), adenosine diphosphate ( ADP), dan laktat berkurang. Ini menyatakan bahwa otak yang uremic

menggunakan lebih sedikit ATP dan memproduksi lebih sedikit ADP, AMP, dan laktat dibanding otak sehat, konsisten dengan penurunan umum pada fungsi metabolisme.

Transketolase, sebagian besar terdapat pada myelinated neurons, adalah suatu thiamine-dependent enzyme dari jalur pentose fosfat ; ia mempertahankan myelin axon-cylinder. Plasma, CSF, dan fraksi low-molecular-weight (< 500 Da) dialysate dari pasien dengan uremia menghalangi enzim ini. Aktivitas erythrocyte

(9)

transketolase lebih rendah pada pasien yang tidak didialisis dibanding dengan pasien yang didialisis. Asam guanidinosuccinic dapat menghambat transketolase.

Studi synaptosome pada tikus yang uremic telah menunjukkan perubahan fungsi sodium ATP dan pompa metabolik lainnya. Methylguanidine dapat memicu suatu kondisi yang serupa dengan ensefalopati uremik yang mencakup bangkitan dan uremic twitch-convulsive syndrome. Asam

guanidinosuccinic juga dapat menghambat transmisi sinaptik eksitatorik pada daerah CA1 pada hippocampus tikus, suatu efek berperan pada gejala kognitif pada ensefalopati uremik.

2

Asam guanidinosuccinic, methylguanidine, guanidine, dan creatinine

menghambat respon terhadap GABA dan glycine ( asam amino inhibitorik) pada jaringan kultur neuron tikus. Komponen guanidino (GCs) menghambat modulator NOS secara in vivo danin vitro. Akumulasi asymmetric dimethylarginine

(ADMA), suatu inhibitor NOS, telah diamati pada pasien dengan uremia; akumulasi ini memicu hipertensi dan mungkin meningkatkan kerentanan iskemik pada otak yang uremik.

2

Ensefalopati uremik melibatkan banyak hormon, kadar beberapa diantaranya tampak meningkat. Hormon ini meliputi parathyroid hormon ( PTH), insulin, hormon pertumbuhan, glucagon, thyrotropin, prolactin, luteinizing

hormon, dan gastrin. Pada anjing sehat, kadar tinggi PTH menyebabkan

perubahan susunan saraf pusat seperti yang terlihat pada uremia. PTH diperkirakan menyebabkan masukan kalsium ke dalam neuron, yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut.Suatu kombinasi beberapa faktor, termasuk peningkatan kalsium dan penurunan aktivitas GABA dan glycine, menyebabkan gangguan keseimbangan efek eksitasi dan inhibisi yang berperan terhadap perubahan sistemik yang berhubungan dengan ensefalopati uremik.

2

2

II.1.5. Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan ensefalopati uremik, hal yang paling penting adalah mengatasi kelainan ginjal yang mendasarinya; jika kelainannya

irreversible dan progresif, maka prognosisnya buruk tanpa dialisis atau

(10)

selama sehari atau dua hari setelah dialisis, Konvulsi, yang biasanya dijumpai pada sepertiga kasus,biasanya menunjukkan respon terhadap antikonvulsan dengan konsentrasi yang relatif rendah, dengan alasan bahwa albumin serum menurun pada uremia, meningkatkan bagian obatyang aktif yang tidak terikat oleh protein. Jika terdapat gangguan metabolik lainnya, seperti hiponatremia, kejang menjadisulit dikendalikan.Pemberian obat pada gagal ginjal juga harus berhati-hati karena dapat teradi kadar obat yang sangat tinggi dan tidak terkendali, contohnya antibiotik aminoglikosida (kerusakan vestibular); furosemide (kerusakan koklear); dan nitrofurantoin, isoniazid dan hidralazine (kerusakan saraf perifer).

Terapi medis ensefalopati meliputi koreksi gangguan yang berkenaan dengan metabolisme, yang pada umumnya memerlukan dialisis (hemodialysis

atau peritoneal dialisis) atau transplantasi ginjal. Gejala membaik seiring dengan perbaikan fungsi ginjal..Bangkitan (seizure) dapat diterapi dengan

anticonvulsants. Obat ini harus diberikan dengan dosis yang lebih rendah untuk menyesuaikan dengan kadar albumin yang rendah pada gagal ginjal kronis. Kadar albumin yang rendah ini dapat menyebabkan kadar antikonvulsan bebas yang lebih tinggi.

1

2,3

II.2. Dialysis Disequilibrium Syndrome. (DDS) II.2.1. Definisi

Dialysis Disequilibrium Syndrome adalah sekelompok gejala yang dapat terjadi sewaktu atau setelah hemodialisis atau dialisis peritoneal dengan berbagai derajat edema serebri. 1

II.2.2. Gambaran Klinis

(11)

predisposisi lain meliputi asidosis metabolik berat, usia tua, pasien anak, dan adanya penyakit susunan saraf pusat lainnya seperti bangkitan yang telah ada sebelumnya.

Gejala-gejala mencakup nyeri kepala, mual, kram otot, iritabilitas saraf, agitasi, mengantuk dan konvulsi. Nyeri kepala, yang dapat bersifat bilateral dan berdenyut, dapat menyerupai migrain, terjadi pada sekitar 70% pasien, sementara gejala lainnya dijumpai pada 5-10%pasien, biasanya pada pasien yang menjalani dialisis cepat atau pada tahap awal program dialisis. Gejala-gejala cenderung berlangsung pada jam ketiga atau keempat saat dialisis dan berlangsung selama beberapahari. Kadang-kadang muncul 8 hingga 48 jam setelah dialisis. Gejala-gejala ini disebabkan oleh penurunan yang cepat dari ureum, menyebabkan kadar ureum di otak yang lebih tinggi daripada diserum dan menyebabkan pergeseran cairan ke dalam otak untuk menyeimbangkan gradien osmotik (reverse urea

syndrome). Sekarang juga diduga bahwa pergeseran air ke dalam otak mirip

dengan intoksikasi air dan disebabkan oleh sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai. Gejala hematoma subdural, yang dijumpai pada 3-4 % pasien yang menjalani dialisisdapat disalahartikan sebagai disequilibrium syndrome.

5

Gambaran klasik DDS mengacu pada gejala akut yang terjadi selama atau seketika setelah hemodialysis. Gejala awal meliputi sakit kepala, mual, disorientation, kegelisahan, pandangan kabur, dan asterixis. Pasien yang lebih berat akan berkembang ke confusion, bangkitan, pingsan, dan bahkan kematian. Sekarang telah dikenali, bahwa banyak gejala dan tanda lebih ringan berhubungan dengan dialisis seperti kram otot, anorexia, dan hoyong yang terjadi pada akhir dari dialisis adalah juga bagian dari sindrom ini. Insiden DDS bervariasi menurut populasi pasien. DDS yang berat kini jarang dijumpai pada orang dewasa oleh karena penggunaan standar rekomendasi berikut ini. Bagaimanapun, anak-anak tetap berada pada risiko yang besar. Suatu analisa retrospektif 180 anak remaja dan dewasa muda pada dialisis menemukan bahwa 13 ( 7 persen) mempunyai

dialysis-associated seizures. Hampir semua pasien ini menjalani hemodialysis.

Perkembangan dari gejala diatas selama dialisis menunjukkan DDS. Meskipun demikian, ada sejumlah gangguan lain yang harus dieksklusi mencakup uremia itu sendiri, subdural hematoma, gangguan metabolisme (hiponatremia, hipoglikemia),

(12)

dan drug-induced encephalopathy. Akumulasi obat adalah masalah tertentu pada gagal ginjal dengan obat yang secara normal dikeluarkan oleh ginjal.

II.2.3. Patogenesis

Gejala DDS disebabkan oleh pergerakan air ke dalam otak, menyebabkan edema serebri. Dua teori telah diusulkan untuk menjelaskan mengapa ini terjadi: suatu reverse osmotic shift yang diinduksi oleh ureum; dan suatu penurunan pH intracellular cerebral. Hemodialysis dengan cepat memindahkan solutes kecil seperti ureum, terutama pada pasien yang menunjukkan azotemia nyata. Pengurangan kadar ureum darah menurunkan osmolalitas plasma, dengan demikian menciptakan suatu gradien osmotik transien yang menyebabkan pergerakan air ke dalam sel. Di dalam otak, pergeseran air ini menyebabkan edema serebri dan berbagai derajat kelainan neurologis akut. Hilangnya air extracellular juga dapat deplesi volume ekstraseluler yang berperan pada perkembangan hipotensi.

Di dalam satu laporan, sebagai contoh, dialisis cepat yang menurunkan kadar ureum dari 200 ke 95 mg/dL ( 72 ke 34 mmol/L) dalam 90 menit. Perubahan ini berhubungan dengan suatu enam persen peningkatan air di dalam otak. Ureum biasanya dianggap sebagai suatu osmole " tidak efektif", oleh karena kemampuan nya untuk melewati membran sel. Bagaimanapun, efek ini berlangusng selama beberapa jam untuk selesai. Oleh sebab itu, tidak terdapat waktu yang cukup untuk keseimbangan ureum saat hemodialysis dengan cepat mengurangi ureum; sebagai hasilnya, ureum secara temporer bertindak sebagai suatu osmole efektif, menyebabkan pergerakan air ke dalam otak.

5,8

Beberapa peneliti sudah mengusulkan bahwa efek reverse urea tidak bisa menyebabkan edema serebri pada DDS, karena pergerakan ureum ke luar dari otak cukup cepat untuk mencegah suatu gradien osmotik yang besar antara otak dan cairan ekstraseluler. Mereka sudah mengusulkan bahwa suatu penurunan pH intracellular cerebral, terjadi via suatu mekanisme tidak-pasti, adalah hal yang penting. Pergeseran kalium dan sodium oleh ion hidrogen yang berlebih dan peningkatan produksi asam organik dapat meningkatkan osmolalitas intarseluler

(13)

peningkatan pada osmolytes organik otak belum ditetapkan dalam semua studi. Di dalam kebanyakan laporan, efek reverse urea nampaknya cukup untuk menjelaskan sebagian besar dari dialisis disequilibrium.5-8

II.2.4. Penatalaksanaan

Pencegahan adalah hal utama dalam terapi DDS, terutama sekali pada pasien yang baru didialisis yang berada pada resiko paling tinggi. Dialisis awal harus berhati-hati, tetapi sering diulangi. Tujuannya adalah pengurangan ureum bertahap, yang akan bersifat melindungi tetapi mungkin tidak mencegah gejala ringan seperti sakit kepala dan rasa tidak enak badan. Penurunan ureum perlahan dapat dicapai oleh salah satu dari metoda berikut : dengan hemodialysis, terapi dapat dimulai dengan dua jam dialisis dengan laju alir darah yang rendah yaitu 150 hingga 250 mL/min dengan suatu dialyzer dengan area permukaan kecil.

Cara ini, yang dapat diulang tiap hari selama tiga atau empat hari, berbeda dengan standar yang ada. Jika pasien tidak menunjukkan tanda DDS, laju aliran darah dapat ditingkatkan hingga 50 mL/min tiap perawatan ( sampai ke 300 hingga 400 mL/min) dan durasi dialisis dapat ditingkatkan dalam 30 menit ( sampai empat jam atau lebih, sebagaimana diperlukan untuk perpindahan solute adekuat). Pasien yang juga sudah menunjukkan kelebihan cairan dapat ditangani dengan ultrafiltration ( yang memindahkan lebih sedikit ureum per unit waktu) yang diikuti oleh hemodialisis jangka pendek. Pasien dapat dimulai dengan peritoneal dialisis di mana tingkat yang rendah dari arus darah peritoneal mengakibatkan suatu bersihan urea per waktu unit yang lebih rendah dari pada dengan hemodialisis. DDS belum dilaporkan dengan peritoneal dialisis rutin. Beberapa dokter merekomendasikan pencegahan fenitoin ( dosis awal1000 mg yang diikuti oleh 300 mg/day sampai uremia dikendalikan) dan/atau administrasi 12.5 g mannitol hypertonic intravena tiap jam dialisis pada high-risk pasien dengan azotemia nyata ( ureum di atas 150 hingga 200 mg/dL [ 54 hingga 71 mmol/L]) atau suatu perubahan status mental. Gejala DDS adalah self-limited dan pada umumnya menghilang dalam beberapa jam. DDS berat dengan bangkitan dapat dibalikkan dengan cepat dengan peningkatan osmolalitas plasma dengan 5 mL saline 23% atau 12.5 g mannitol hipertonik.

3-5

(14)

II.3. Ensefalopati Dialisis (Dialysis Dementia) II.3.1. Definisi

Ensefalopati Dialisis (Dialysis Dementia) adalah suatu sindroma progresif yang merupakan komplikasi hemodialisis kronik. 1

II.3.2. Gambaran Klinis

Kondisi ini dimulai dengan munculnya sikap ragu-ragu, disartria, disfasia dan kadang-kadang apraksia bicara, dimanaterdapat mioklonus fasial dan umum, kejang fokal dan umum, perubahan kepribadian dan tingkah laku, dan penurunan intelektual. Gambaran EEG abnormal yang bervariasi,berbentuk paroksismal dan kadang-kadang periodic sharp-wave atau aktivitas spike-and-wave (hingga 500 mV dan selama 1 sampai 20 detik), bercampur dengan aktivitas delta dan teta. Gambaran CSF normal, kadang-kadang dijumpai peningkatan protein.

Pada awalnya gangguan bicara dan mioklonus bersifat intermittent, terjadi selama atau segera setelah dialisis dan berlangsung hanya beberapa jam, namun perlahan-lahan menjadi persisten dan akhirnya permanen. Sindroma ini biasanya progresif selama 1 sampai 15 bulan.

1,3

1,4

II.3.3. Patologi dan Patogenesis

Perubahan neuropatologis hanya sedikit danterdiri dari mikrokavitasi lapisan superfisial korteks serebri dengan derajat ringan. Walaupun perubahan bersifat difus, pada suatu studi ditemukan perubahan yang lebih parah pada hemisfer kiri (dominan) dibandnigkan kanan dan pada operkulum frontotemporal kiri daripada korteks di sekitarnya.

Patogenesis yang paling mungkin dari ensefalopati dialisis ini adalah bahwa ia mewakili intoksikasi aluminium, dimana aluminium berasal dari

dialysate atau dari gel alumiunum yang diberikan secara oral. Belakangan ini, kelainan ini telah menghilang, oleh karena penggunaan air murni pada dialisis dehingga menyingkirkan aluminium dari dialysate.

1,3

(15)

II.3.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dialysis dementia seluruhnya bersifat simptomatik. Dizepam efektif dalam mengatasigejala dan abnormalitas EEG pada awal penyakit. Chelating dengan deferoxamine mengembalikan gejala neurologis pada beberapa pasien. 4

III. KESIMPULAN

1. Gambaran klinis dari komplikasi gagal ginjal tidak berhubungan dengan abnormalitas biokimia tunggal namun tampaknya berhubungan dengan perkembangan gagal ginjal

2. Ensefalopati uremik adalah ensefalopati yang disebabkan oleh efek dari perubahan metabolik yang menyertai gagal ginjal

3. Apati, fatigue, kurang perhatian, dan iritabilitas biasanya adalah gejala awal ensefalopati uremik; kemudian terdapat confusion, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, disartria, tremor dan asteriksis

4. Dalam penatalaksanaan ensefalopati uremik, hal yang paling penting adalah mengatasi kelainan ginjal yang mendasarinya; jika kelainannya

irreversible dan progresif, maka prognosisnya buruk tanpa dialisis atau transplantasi ginjal

5. Dialysis Disequilibrium Syndrome adalah sekelompok gejala yang dapat

terjadi sewaktu atau setelah hemodialisis atau dialisis peritoneal dengan berbagai derajat edema serebri.

6. Gejala-gejala DDS mencakup nyeri kepala, mual, kram otot, iritabilitas saraf, agitasi, mengantuk dan konvulsi.

7. Ensefalopati Dialisis (Dialysis Dementia) adalah suatu sindroma progresif yang merupakan komplikasi hemodialisis kronik

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Victor M, Ropper AH. Adams and Victor’s Principles of Neurology,8th

2. Bucurescu G. Uremic Encephalopathy. 2008. Available from : edition. New York : McGraw-Hill Company.2005

3. Raskin N. Renal Disease. In :Rowland LP,ed. Merrit’S Neurology. 10th

4.

edition.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2000. p886-889. Gilroy J. Basic Neurology,3rd

5.

ed. New York:McGraw-Hill;2000

Kostadarus A. Dialysis dysequilibrium Syndrome. 2008. Available from :

6. Harris Cp, Towsend JJ. Dialysis dysequilibrium Syndrome. West J Med. 1989. 151 : 52-55

7. Bagshaw SM, Peets AD, Hameed M,et al. Dialysis dysequilibrium Syndrome : Brain death following hemodialysis for metabolic acidosis and acute renal failure. BMC Nephrology. 2004. 5:9

8. Tan MM, Carton J. Molecular basis for the dialysis disequilibrium syndrome : altered aquaporin and urea transporter expression in the brain. Nephrology Dial Transplant. 2005 : 20; 1984-1988.

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan mekanisme respirasi sentral saat tidur dapat dijumpai pada pasien gangguan susunan saraf pusat, misalnya sklerosis multipel dan penyakit Parkinson.. Obstructive apnea

Terapi hormonal diberikan pada pasien dengan gejala yang sudah mengganggu aktifitas harian, dengan terapi ini biasanya gejala nyeri panggul dan dispareunia berkurang pada lebih dari

SMDC juga dilakukan pada pasien dengan penyakit kronik, yang pernah diteliti di California tahun 2002, yang memberikan laporan bahwa terdapat peningkatan

Pada penelitian ini setiap kasus dibagi menjadi 3(tiga) bagian yaitu : Pasien (yang berisi data-data tentang pasien), gejala dan jenis gangguan psikologi. Pembagian

Kanker Pada Wilayah Genital Penyakit pada sistem reproduksi manusia ini banyak dijumpai biasanya pada wilayah ovarium, serviks dan juga vagina.. Kanker vagina ini belum

Biasanya  pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya $arises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium

Pemberian reposisi pada pasien yang mengalami tirah baring lama dapat meningkatkan atau merilekskan permukaan kulit yang mengalami penekanan, sedangkan massage pada pada daerah

Teknik relaksasi lima jari secara signifikan dapat menurunkan gejala yang dirasakan pasien seperti nyeri, fatigue dan gangguan tidur, namun meski diyakini dapat menurunkan berbagai