PENDUGA VOLUME DAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH JATI
MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI SANGAT TINGGI
PESAWAT TIDAK BERAWAK
KUSNADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penduga Volume dan Kualitas Tempat Tumbuh Jati Menggunakan Citra Resolusi Sangat Tinggi Pesawat Tidak Berawak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
KUSNADI. Penduga Volume dan Kualitas Tempat Tumbuh Jati Menggunakan Citra Resolusi Sangat Tinggi Pesawat Tidak Berawak. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan NINING PUSPANINGSIH.
Ketersediaan data dan informasi yang akurat, presisi, tepat waktu, dapat diandalkan, dan terbaru masih merupakan isu utama di bidang kehutanan. Kehadiran citra resolusi sangat tinggi telah menjadi tantangan dan peluang baru dalam inventarisasi hutan. Penelitian ini menggunakan foto udara resolusi sangat tinggi yang diperoleh dari pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle /UAV) untuk menduga volume jati melalui penyusunan model penduga volume tegakan dari udara.
Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun model penduga volume pohon dan tegakan jati berdasarkan peubah-peubah tegakan yang diukur dari citra UAV. Citra UAV juga digunakan untuk menyusun model penduga kualitas tempat tumbuh tegakan jati. Data utama yang digunakan untuk penyusunan model adalah citra UAV yang diambil pada ketinggian 400 m di atas datum (tinggi rata-rata permukaan lahan) dengan resolusi spasial sekitar 15 cm.
Penelitian menemukan bahwa aerial tree volume table (ATVT) dan aerial stand volume table (ASVT) yang diperoleh memiliki kemampuan yang memadai untuk pendugaan volume yang akurat baik pada pohon maupun pada tegakan. Model terbaik untuk ATVT adalah Vp = 0.006Dc2.237 dengan R2 sebesar 70.3% dan simpangan rata-rata hanya 2.80%, sedangkan model ASVT terbaik adalah Vt = 5.275lnC + 1.464D̅̅̅c– 22.031 dengan R2 sebesar 54.0% dan simpangan rata-rata 4.8%. Temuan lainnya adalah peubah persentase kerapatan tajuk dan rata-rata-rata-rata diameter tajuk yang diperoleh dari citra UAV dapat digunakan untuk menduga kualitas tempat tumbuh jati dengan kesesuaian pendugaan sebesar 60.9%.
SUMMARY
KUSNADI. Volume and Site Quality Estimation of Teak Using Very High Resolution Imagery From Unmanned Aerial Vehicle. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA and NINING PUSPANINGSIH.
The availability of data and information that are accurate, precise, timely, reliable, unbiased, and updated are still a major issue in forestry. The advent of very high-resolution imagery has been a new challenges and opportunities on forest inventory. This study describes the use of very high-resolution imageries taken from unmanned aerial vehicle (UAV) for estimating the teakwood standing stock through the development of aerial stand estimation model.
The main objective of the study was to develop teak-trees and teak-stands estimation models on the basis of stand variables measured indirectly from the UAV imagery. UAV Imagery is also used to build the model estimators site quality teak stands. The main data used for developing the estimation models are the UAV imageries taken from 400 m above datum (the average land surface elevation) with a ground spatial resolution of approximately 15 cm.
The study found that the obtained aerial tree volume table (ATVT) and aerial stand volume table (ASVT) have adequate capability to accurately estimate either teakwood trees volume or standing stock. The best model of ATVT is Vp = 0.006Dc2.237 with R2 of 70.3% and mean deviation of only 2.8%; while the best model for ASVT is Vt = 5.275lnC + 1.464�̅̅̅� – 22.031 with R2 of 54.0% and mean deviation of 4.8%. Other findings are variable percentage of canopy density and average crown diameter derived from the UAV imagery can be used to predict site quality of teak with suitability estimate of 60.9%.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
PENDUGA VOLUME DAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH JATI
MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI SANGAT TINGGI
PESAWAT TIDAK BERAWAK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah penggunaan citra UAV dalam inventarisasi hutan, dengan judul Penduga Volume dan Kualitas Tempat Tumbuh Jati Menggunakan Citra Resolusi Sangat Tinggi Pesawat Tidak Berawak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya MAgr dan Ibu Dr Dra Nining Puspaningsih MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir M Buce Saleh MS, sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas beasiswa yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dasar Santoso serta staf Resort Pengelolaan Hutan Cabean Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang telah membantu dalam pengumpulan data lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Lokasi Penelitian 3
Data Sekunder 4
Plot dan Pohon Contoh 4
Pengukuran Lapangan 5
Pengolahan Citra UAV 6
Tahapan Penyusunan Model Penduga Volume Pohon dan Tegakan 7
Analisis Diskriminan Kualitas Tempat Tumbuh 9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Tabel Volume Pohon Dirgantara (ATVT) 11
Tabel Volume Tegakan Dirgantara (ASVT) 14
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati 17
4 SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
DAFTAR ISTILAH 24
DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi pesawat tanpa awak (UAV) yang digunakan 4
2 Petak dan anak petak di lokasi penelitan 4
3 Kesesuaian bonita peninggi dengan peta bonita 10 4 Uji keabsahan model Aerial Tree Volume Table (ATVT) 11 5 Peringkat uji validasi model Aerial Tree Volume Table (ATVT) 13 6 Uji keabsahan 17 model Aerial Stand Volume Table (ASVT) terpilih 16 7 Hasil validasi model Aerial Stand Volume Table (ASVT) 16 8 Peringkat uji validasi model Aerial Stand Volume Table (ASVT) 17 9 Fungsi diskriminan bonita model linear dan kuadratik 19
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian 3
2 Pengukuran tinggi total pohon 6
3 Histogram sebaran data penyusunan model Aerial Tree Volume Tabel
(ATVT) 11
4 Hubungan antara peubah diameter tajuk citra (Dc) dan diameter tajuk
lapangan (Dlap) 12
5 Hubungan antara peubah diameter tajuk citra (Dc) dan diameter setinggi
dada (dbh) 12
6 Hubungan antara peubah diameter lapangan (Dlap) dan diameter setinggi
dada (dbh) 12
7 Histogram sebaran data penyusunan model Aerial Stand Volume Tabel
(ATVT) 14
8 Hubungan antara rata-rata diameter tajuk citra (D̅̅̅c) dan persentase
penutupan tajuk (C) 15
9 Hubungan antara peubah rata-rata diameter tajuk citra (D̅̅̅c) dan
jumlah pohon (N) 15
10 Hubungan antara peubah persentase penutupan tajuk (C) dan jumlah
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknik inventarisasi hutan telah berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kangas et al. (2006) menyatakan lima tahapan perkembangan teknik inventarisasi. Pada mulanya teknik inventarisasi hutan dilakukan dengan cara sensus, yaitu penaksiran volume pohon dilakukan terhadap seluruh pohon yang akan dihitung. Perkembangan berikutnya adalah penggunaan teknik sampling seiring dengan perkembangan ilmu statistika yang mempertimbangkan keragaman dan nilai tengah dari populasi yang akan diukur. Kedua teknik tersebut mengandalkan keahlian pengukur atau penaksir (timber looker) dalam menentukan volume pohon dan tegakan. Teknik ketiga, inventarisasi hutan dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan model-model taksiran volume melalui pengukuran peubah-peubah tegakan ataupun pohon yang mudah dilakukan. Pada awal abad ke-20 teknik inventarisasi hutan menggunakan penginderaan jauh mulai diujicobakan, mengikuti perkembangan teknologi kamera yang dibarengi dengan perkembangan teknologi pesawat udara. Perkembangan terakhir, sejak diluncurkannya satelit penginderaan jauh untuk sumberdaya alam, inventarisasi mulai menggunakan citra satelit, yang secara perlahan-lahan menggantikan foto udara. Saat ini, perkembangan pengambilan potret udara dengan wahana pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle/UAV) mulai menggeser peranan citra satelit resolusi sangat tinggi. Selain karena biayanya yang relatif murah, pengadaannya dapat dilakukan dengan cukup cepat tanpa ada halangan tutupan awan. Sebagai catatan, UAV ini dapat terbang di bawah awan.
Inventarisasi teristris pada umumnya selalu terkendala biaya, waktu dan tenaga (Marini et al. 2014). Mereka menyatakan bahwa salah satu solusi atas permasalahan tersebut adalah optimasi penggunaan teknologi penginderaan jauh. Kendala tersebut semakin besar pada lokasi tertentu yang susah dijangkau (Wahyuni 2014). Penginderaan jauh umumnya dapat menyediakan data keruangan yang dapat ditautkan dengan atribut basis datanya sehingga dapat melakukan efisiensi waktu dan biaya pengamatan.
Sebagai solusi dalam inventarisasi hutan, teknik penginderaan jauh diharapkan dapat dilakukan dengan biaya yang minimal, perolehan informasi yang cepat serta akurasi data yang baik. McRoberts dan Tommpo (2007) menyebutkan bahwa salah satu keuntungan penggunaan penginderaan jauh dalam inventarisasi hutan adalah optimasi biaya interpretasi dan perolehan data penginderaan jauh yang lebih rendah dari biaya perjalanan, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan data yang lebih cepat dan lebih mudah pada areal yang susah dijangkau, serta memanjakan pengguna untuk mendapatkan data tambahan yang diperlukan.
2
terakhir dalam bidang ini adalah penggunaan potret udara digital yang diperoleh dari pesawat tanpa awak (PTA). Sistem pesawat tidak berawak menurut Rango dan Laliberte (2010) memiliki potensi besar untuk penilaian, pemantauan dan beragam kegiatan pengelolaan sumber daya alam.
UAV seperti halnya drone merupakan nama populer dari unmanned aerial system (UAS). Sebagai sebuah sistem, UAS terdiri dari 3 komponen yaitu UAV, ground control station, dan communication data link (Colomina dan Molida 2014). UAV merupakan wahana yang diharapkan dapat digunakan untuk mendapatkan informasi spasial skala rinci yang dewasa ini semakin dibutuhkan (Sari dan Kushardono 2014). Citra resolusi tinggi yang diperoleh dari UAV dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan kebijakan pada suatu tegakan hutan (Mesas-Carrascosa et al. 2014). Sistem UAV adalah platform yang sesuai untuk menilai tegakan hutan dan individu pohon (Wallace et al. 2012).
Keunggulan UAV terletak pada fleksibilitas, menghasilkan citra dengan resolusi yang tinggi, serta menjamin kecukupan sampel dan keakuratan data (Pan et al. 2011). Shofiyanti (2011) menyatakan 5 keunggulan UAV antara lain dapat dioperasikan relatif cepat dimana saja dan sercara berulang, terbang rendah sehingga menghasilkan citra resolusi tinggi, biaya lebih rendah untuk akuisisi citra dan perawatan pesawat, aplikasi yang luas dan beragam, serta relatif aman karena tidak memerlukan pilot. Biaya yang rendah tersebut menurut Gularso et al. (2013) terletak pada penggunaan instrumentasi yang banyak tersedia seperti aeromodelling dan kamera digital.
Citra yang dihasilkan dari UAV telah digunakan dalam banyak penelitian yang membutuhkan ketelitian sangat tinggi. Citra dari UAV telah digunakan untuk mengamati spektral tajuk (Dandois dan Ellis 2013), tinggi pohon (Zarco-Tejada et al. 2014), deteksi penjarangan pohon (Wallace et al. 2014), bahkan untuk estimasi kandungan carotenoid pada daun (Zarco-Tejada et al. 2013). Pada penelitian ini, kajian difokuskan pada pendugaan volume pohon dan tegakan menggunakan citra resolusi sangat tinggi (sekitar 15 cm) yang direkam menggunakan wahana UAV. Citra tersebut merupakan hasil potret udara format kecil (small format aerial photograps). Jaya dan Cahyono (2011) merekomendasikan penggunaan potret udara format kecil yang diperoleh dari UAV untuk pengukuran peubah tegakan seperti diameter tajuk dan kerapatan tajuk. Citra UAV non-metrik skala kecil telah digunakan oleh Wahyuni (2012) untuk menduga bonita, Septyawardani (2012) untuk estimasi biomassa, dan Dhani (2012) untuk menaksir volume tegakan. Meskipun demikian, penggunaan citra UAV dalam penyusunan model pendugaan peubah tegakan seperti volume pohon dan tegakan serta penentuan kualitas tempat tumbuh masih bersifat lokal sehingga diperlukan pengujian untuk penggunaannya pada suatu daerah tertentu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan citra resolusi sangat tinggi yang direkam dari wahana UAV atau pesawat tanpa awak (PTA) untuk menyusun:
3 2. Model penduga volume tegakan dirgantara jati (aerial stand volume table -
ASVT).
3. Model diskriminan penentuan kualitas tempat tumbuh (bonita) jati.
2
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengukuran lapangan dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015. Pengukuran tersebut dilaksanakan pada tegakan hutan jati di wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Cabean, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngluyu, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (Gambar 1). Areal yang terliput oleh citra UAV yang menjadi lokasi penelitian memiliki luas sekitar 585 hektar.
Lokasi penelitian secara administratif terletak di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur, sedangkan secara geografis, lokasi penelitian ini terletak di antara 111º54’30.38”BT dan 111º56’04.36”BT serta 7º26’44.81”LS dan 7º27’50.92”LS. Pengolahan data dan analisis citra UAV dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor mulai bulan April sampai dengan September 2015.
4
Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra yang direkam menggunakan pesawat tanpa awak yang merupakan data utama analisis dan data pendukung yaitu informasi petak dan anak petak, tahun tanam dan bonita. Citra UAV diperoleh dari Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, sedangkan data sekunder lainnya dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk.
Citra UAV yang digunakan merupakan citra hasil potret udara dalam bentuk digital dengan resolusi spasial sangat tinggi yaitu sekitar 15 cm. Citra tersebut memiliki saluran visible dan infra merah. Kedua saluran digunakan bersamaan dalam analisis tetapi tidak untuk diperbandingkan, melainkan untuk saling mendukung dalam analisis citra. Citra diperoleh dari UAV dengan spesifikasi pesawat pada Tabel 1.
Tabel 1 Spesifikasi pesawat tanpa awak (UAV) yang digunakan
Karakteristik Satuan
Ketinggian terbang 400 m
Jangkauan 15 km
Kemampuan pemotretan 3.000 ha/hari
Kamera Sony RX100 (20 mp, f28 mm)
Software image processing Agisoft, inpho
Informasi petak dan anak petak (Tabel 2) diperlukan untuk mengetahui umur tanaman (tahun tanam), bonita, dan aksesibilitas. Informasi tersebut menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan plot contoh dan pelaksanaan pengukuran lapangan.
Tabel 2 Petak dan anak petak di lokasi penelitian
Petak dan anak petak Umur tanaman (tahun) Bonita
5
Plot dan Pohon Contoh
Satuan pengamatan untuk penyusunan tabel volume tegakan (ASVT) adalah plot contoh berbentuk lingkaran seluas 0.1 ha dengan jari-jari 17.8 m. Plot contoh tersebar merata pada 16 jenis umur tanaman yang terliput oleh citra UAV di RPH Cabean. Pada setiap umur tanaman dibuat masing-masing 4 plot contoh sehingga secara keseluruhan diperoleh 64 plot contoh.
Unit contoh untuk penyusunan model ATVT adalah individu-individu pohon. Pengamatan pohon contoh dilakukan pada pohon yang terdapat di dalam plot contoh. Pohon contoh dipilih secara sengaja sehingga mewakili setiap kelas diameter dari pohon-pohon yang ada. Pohon contoh merupakan pohon yang sehat dan dengan arsitektur pohon yang normal (tidak miring, melengkung, dan melintir). Pengataman individu pohon dilakukan pada dua pohon contoh pewakil dalam setiap plot contoh sehingga terdapat 128 pohon contoh yang diamati guna mendukung penyusunan model ATVT.
Pengukuran Lapangan
Pengukuran lapangan menghasilkan 3 jenis data. Data pertama adalah diameter setinggi dada (dbh) setiap pohon jati yang terdapat dalam plot contoh. Nilai dbh tersebut kemudian dikonversi menjadi keliling (k) untuk digunakan pada perhitungan volume pohon berbasis keliling. Tinggi total (h) merupakan data kedua yang diperoleh dari pengamatan lapangan. Data tinggi total digunakan dalam menentukan bonita tegakan. Data terakhir adalah diameter tajuk lapangan pohon contoh (Dlap) yang digunakan sebagai pembanding pengukuran diameter tajuk pohon pada citra UAV.
Volume pohon (Vp) dihitung menggunakan dua persamaan tarif volume lokal yang digunakan oleh KPH Nganjuk. Perhitungan volume pohon yang berumur > 50 tahun menggunakan tarif volume tebang habis seperti pada Persamaan 1 (Perhutani 2011a) dan untuk tanaman yang berumur ≤ 50 tahun menggunakan tarif volume tebangan penjarangan seperti pada Persamaan 2 (Perhutani 2011b). Volume tegakan (Vt) merupakan total volume seluruh pohon yang terdapat pada setiap plot contoh (Persamaan 3).
Vp = 0.0000180095k2.2169853117 ……….(1)
6
Hb Hp Ht
1 m
m. Tinggi total pohon dihitung menggunakan persamaan Jaya et al. (2010a) dan ilustrasi pengukuran disajikan pada Gambar 2.
h=[ %Ht-%Hb
%Hp-%Hb X 2.5]+1……….(4)
Keterangan:
h = tinggi total pohon (m)
Ht = hasil bacaan pada bidikan ke tinggi total pohon (%) Hp = hasil bacaan pada bidikan ke ujung galah (%) Hb = hasil bacaan pada bidikan ke pangkal galah (%)
Gambar 2 Pengukuran tinggi total pohon
Pengolahan Citra UAV
Proses pengolahan citra dilakukan menggunakan perangkat lunak ArcGis 9.3. Pengolahan citra berupa interpretasi visual dilakukan melalui on-screen digitizing untuk memperoleh peubah-peubah tegakan yang terdapat pada citra UAV. Teknik ini merupakan teknik tradisional, tetapi masih sangat relevan dengan perkembangan teknologi pengolahan data saat ini, yang hasilnya sangat tergantung kepada keahlian interpreter serta validasi atau periksa ulang menggunakan data yang diperoleh dari pengukuran lapangan.
Interpretasi citra UAV menghasilkan 4 jenis data. Data pertama adalah diameter tajuk citra (Dc). Dc digunakan sebagai peubah tunggal penyusunan model ATVT karena merupakan satu-satunya peubah individu pohon yang dapat diamati pada citra UAV yang digunakan. Dc merupakan rata-rata diameter tajuk pohon
3.
5
7 yang diukur dari arah Utara ke Selatan (Dus) dengan diameter tajuk pohon dari arah Barat ke Timur (Dbt) yang dihitung dengan Persamaan 5. Hasil interpetasi kedua adalah jumlah pohon (N) pada suatu plot contoh. Data ketiga adalah rata-rata diameter tajuk citra pada satu plot contoh (D̅̅̅c) yang dihitung menggunakan Persamaan 6. Hasil interpretasi terakhir adalah persentase penutupan tajuk (C). Persentase penutupan tajuk (percentage canopy cover) adalah perbandingan luas proyeksi tutupan tajuk pada suatu plot contoh dengan luas plot contoh, dihitung menggunakan persamaan Pretzsch (2009) seperti pada Persamaan 7.
Dc = Dus+ D2 bt ...(5)
̅̅̅ = rata-rata diameter tajuk citra pada satu plot contoh (m) N = jumlah pohon dalam satu plot contoh
C = persentase penutupan tajuk dalam satu plot contoh (%)
Tahapan Penyusunan Model Penduga Volume Pohon dan Tegakan
Penyusunan model ATVT menggunakan analisis regresi sederhana dengan peubah Dc. Pembangunan model ATVT menggunkan data 96 pohon contoh yang tersebar merata pada setiap umur tanaman, sedangkan data 32 pohon contoh lainnya digunakan untuk validasi model. Pemilihan model terbaik terdiri dari 5 tahapan. Tahapan pertama adalah uji normalitas data. Setelah data dianggap tersebar normal, selanjutnya model dibuat menggunakan 4 model matematik. Tahapan ketiga adalah pengujian model menggunakan nilai koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t. Langkah selanjutnya adalah validasi model yang lolos uji. Tahapan terakhir adalah pemilihan model terbaik berdasarkan skoring nilai validasi yang memenuhi persyaratan.
8
Uji normalitas data penyusunan model ATVT dan ASVT menggunakan nilai deskripsi statistik kurtosis dan skewness atau dilihat secara visual melalui histogram pada perangkat lunak SPSS. Data tersebut dianggap normal jika nilai deskripsi statistik kurtosis dan skewness berapa pada kisaran sekitar -2 sampai dengan 2, atau pada histogram data terlihat lebih banyak tersebar di tengah grafik.
Empat model matematik yang diuji adalah eksponensial, linear, logaritmik, dan power.
Taraf kepercayaan yang digunakan dalam pengujian model adalah 95% (α=0.05). Uji F merupakan pengujian pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya. Peubah bebas dinyatakan berpengaruh signifikan jika nilai Sig F model lebih kecil dari taraf kepercayaan (Sig F<α). Uji t merupakan pengujian pengaruh koefisien parameter peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya. Koefisien parameter peubah bebas berpengaruh terhadap peubah tidak bebas jika nilai P-value tidak lebih besar dari taraf kepercayaan (P-value<α).
Validasi modelmenurut Jaya et al. (2010b) dapat dilakukan menggunakan ukuran Chi-Square, simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), bias (e), dan root mean square error (RMSE). Chi-Square (X2hitung) digunakan untuk mengetahui rasio perbedaan nilai dugaan dengan nilai aktual. Jika nilai X2hitung ≤ X2
tabel (α,n-1) maka hasil pendugaan model dianggap signifikan tidak berbeda nyata dengan hasil pendugaan volume pohon dan tegakan.
Xhitung2 =∑(ŷ-y)
Simpangan agregat (agregative deviation) merupakan selisih jumlah nilai aktual dengan nilai dugaan sebagai proporsional terhadap nilai dugaan. Model pendugaan yang baik memiliki nilai SA di antara -1 sampai +1.
SA=∑ni=1ŷ-∑ni=1y
∑ni=1y ………... (13)
Simpangan rata-rata (mean deviation) merupakan persentasi nilai mutlak jumlah hasil bagi selisih antara nilai dugaan dan nilai aktual dengan nilai dugaan terhadap jumlah contoh (n). Model yang baik memiliki nilai SR kurang dari 10%.
9 Bias (error) menggambarkan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut baik pada pelaksanaan pengukuran maupun kesalahan yang terjadi pada alat ukur. Model yang paling baik memiliki nilai e yang paling mendekati 0.
e=∑ {
Uji RMSE merupakan suatu indikator kesalahan berdasarkan total kuadratis dari simpangan antara hasil dugaan dengan nilai aktualnya. Model terbaik adalah yang memiliki nilai RMSE paling rendah.
RMSE=√∑ (
Pemilihan model terbaik dari beberapa model yang memenuhi persyaratan melalui skoring kelima nilai validasi. Model yang memiliki total skor terendah merupakan model terbaik. Skor dihitung menggunakan Persamaan 17.
Score Rout=[ScoreScoreEEinput-ScoreEmin
max-ScoreEmin x (Score Rmax-Score Rmin)]+Score Rmin…….(17)
Keterangan:
Score Rout = nilai skor hasil rescalling Score Einput = nilai skor validasi input Score Emin = nilai skor validasi minimal Score Emax = nilai skor validasi maksimal
Score Rmax = nilai skor tertinggi hasil rescalling (10) Score Emin = nilai skor terendah hasil rescalling (1)
Analisis Diskriminan Kualitas Tempat Tumbuh
Klasifikasi atau pengelompokkan kualitas tempat tumbuh (bonita) secara kuantitatif dapat dilakukan dengan teknik peubah ganda, yang salah satunya adalah menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan merupakan teknik statistik yang digunakan pada hubungan dependensi pada kasus dimana peubah tidak bebas adalah data kualitatif dan peubah bebas berbentuk data kuantitatif (Andriani et al. 2011). Pada penelitian ini, analisis diskriminan menggunakan data bonita yang diperoleh dari hasil pengukuran peninggi (bukan dari peta bonita) sebagai peubah terikatnya, sedangkan data hasil pengamatan citra (C, D̅̅̅c, dan N) sebagai peubah bebasnya. Analisis diskriminan kualitas tempat tumbuh menggunakan perangkat lunak XLSTAT 2014. Analisis diskriminan disusun menggunakan model linear dan kuadratik yang kemudian menghasilkan masing-masing 25 fungsi diskriminan. Fungsi diskriminan bonita dapat dituliskan sebagai berikut (Supranto 2002):
Di = bi0 + bi1xi1 + bi2xi2 + … + bikxik ……….(18) Keterangan:
Di = nilai skor dari fungsi diskriminan bonita ke-i. bi = konstanta
10
Identifikasi bonita dilakukan dengan pendekatan peluang maksimum dari fungsi diskriminan terpilih. Nilai diskriminan yang terbesar menyatakan hasil analisis yang sesuai untuk tegakan yang dimaksudkan. Ilustrasi proses klasifikasi tersebut seperti sebagai berikut:
Keterangan:
X = vektor peubah x (C, D̅̅̅c, dan N)
D1 ... Dn = fungsi diskriminan ke-1 sampai dengan ke-n
Max = nilai tertinggi dari hasil n fungsi diskriminan yang digunakan Bonita yang diperoleh dari fungsi diskriminan digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian sebaran bonita awal. Persentasi kesesuaian tersebut dihitung menggunakan persamaan:
Peninggi yang digunakan dalam menentukan kelas kualitas tempat tumbuh merupakan tinggi rata-rata 100 pohon tertinggi dalam 1 hektar. Pada penelitian ini, penentuan bonita menggunakan tinggi rata-rata 10 pohon tertinggi dalam suatu plot contoh. Peninggi tersebut selanjutnya disesuaikan dengan grafik indeks bonita Von Wulfing untuk mengetahui bonita plot contoh.
Hasil perhitungan bonita menggunakan peninggi berbeda dengan bonita yang digunakan oleh KPH Nganjuk. Kesesuaian antara bonita peninggi dengan bonita lapangan tersebut memiliki nilai yang rendah yaitu hanya sebesar 25% (Tabel 3). Bonita lapangan terdiri dari 4 kelas bonita yaitu bonita 2.5, 3.0, 3.5, dan 4.0, sedangkan kualitas tempat tumbuh dengan menggunakan peninggi terdiri dari 5 kelas bonita yaitu bonita 2.5, 3.0, 3.5, 4.0, dan 4.5.
Tabel 3 Kesesuaian bonita peninggi dengan peta bonita
11
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel Volume Pohon Dirgantara (ATVT)
Uji normalitas sebaran data penyusunan model ATVT menggunakan nilai deskriptif statistik Skewness dan Kurtosis menghasilkan nilai sebesar 2.4 dan 0.9. Pengujian normalitas data dengan melihat histogram menunjukkan data tersebarlebih banyak pada bagian tengah grafik (Gambar 3). Dengan demikian data tersebut dianggap tersebar normal dan dapat digunakan untuk penyusunan model pendugaan volume pohon dirgantara jati.
Gambar 3 Histogram sebaran data penyusunan model Aerial Tree Volume Tabel (ATVT)
Penyusunan model ATVT dilakukan menggunakan analisis regresi sederhana dengan peubah diameter tajuk citra (Dc). Hubungan antara Dc dan Dlap ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0.86 dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74%, sedangkan nilai koefisien korelasi Pearson antara peubah Dc dan dbh sebesar 0.81 dan dengan nilai R2 sebesar 67%. Nilai tersebut menjelaskan bahwa peubah diameter tajuk citra memiliki hubungan yang erat dengan peubah lapangan (dbh dan Dlap). Hubungan antara peubah Dc, Dlap, dan dbh disajikan pada Gambar 4, 5, dan 6. Model ATVT yang diperoleh dari peubah tunggal Dc dan hasil uji keabsahan model disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Uji keabsahan model Aerial Tree Volume Table (ATVT)
Model Persamaan R2 Sig F P-value
M1 V = 0.018e0.461Dc 60.5% 0.00 0.00
M2 V = 0.07Dc-0.096 39.1% 0.00 0.00
M3 V = 0.322ln(Dc)-0.247 41.0% 0.00 0.00
M4 V = 0.006Dc2.237 70.3% 0.00 0.00
Volume pohon (m3)
F
re
kue
ns
12 diameter tajuk lapangan (Dlap)
Gambar 5 Hubungan antara peubah diameter tajuk citra (Dc) dan diameter setinggi dada (dbh)
13 Hasil uji F pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa keempat model yang diperoleh memiliki nilai Sig F < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa model-model tersebut memiliki peubah bebas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebasnya. Hasil uji t juga menunjukkan bahwa koefisien parameter peubah bebas model berpengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebasnya yang ditandai dengan nilai P-value < α. Dengan demikian, berdasarkan uji keabsahan model diketahui bahwa keempat model yang dihasilkan dapat digunakan untuk menduga volume pohon jati. Penentuan model terbaik dari keempat model tersebut kemudian dilakukan menggunakan nilai validasinya. Peringkat model berdasarkan nilai skor validasi seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Peringkat uji validasi model Aerial Tree Volume Tabel (ATVT)
Model Chi-Square SA SR e RMSE Skor Peringkat
M1 4.67 0.16 2.52 24.93 12.55 38.89 IV
M2 1.75 -0.09 1.72 27.11 14.27 27.01 II
M3 2.24 -0.11 4.05 13.34 15.97 32.93 III
M4 1.30 -0.01 2.80 10.76 8.28 9.17 I
Hasil validasi ukuran chi-square terhadap keempat model menunjukkan bahwa keseluruhan model memiliki nilai chi-square hitung yang lebih kecil dibanding nilai chi-square tabel sebesar 44.99 (X2
hitung≤X2tabel(α,n-1)). Berdasarkan hasil halidasi ukuran simpangan agregat, diperoleh nilai SA keempat model yang berada pada kisaran -1 sampai dengan 1. Hasil yang sama diperoleh dari validasi menggunakan ukuran simpangan rata-rata dengan nilai SR keempat model tersebut tidak lebih besar dari 10%. Dengan demikian, berdasarkan hasil validasi keempat model dapat digunakan untuk menduga volume pohon jati.
Pemilihan satu model terbaik dari keempat model tersebut selanjutnya dilakukan menggunakan total skor nilai validasi. Nilai validasi yang paling rendah menggambarkan kesalahan pendugaan volume yang paling kecil, sehingga model terbaik adalah yang memiliki total skor yang paling rendah. Berdasarkan hasil perhitungan skor, model M4 memiliki skor paling kecil yaitu sebesar 9.17. Dengan demikian, model terbaik untuk pendugaan volume pohon jati adalah M4 yaitu:
Vp = 0.006Dc2.237……….(20)
Model penduga volume pohon jati yang dihasilkan memiliki nilai simpangan rata-rata sebesar 2.8%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kesalahan yang terjadi dalam pendugaan volume menggunakan model tersebut hanya sekitar 2.8% dibanding perhitungan yang sebenarnya. Disamping itu, model terbaik memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 70.3% yang berarti bahwa peubah bebas diameter tajuk citra mampu menjelaskan volume pohon sebesar 70.3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan pembahasan tersebut, model terpilih yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan dengan baik untuk menduga volume pohon jati. Penggunaan model tersebut memiliki keuntungan pada peubah yang digunakan karena pendugaan volume pohon dapat dilakukan tanpa memerlukan pengukuran langsung di lapangan
14
dalam penelitian ini. Susila (2012) misalnya dengan menggunakan peubah diameter setinggi dada yang diukur langsung pada pohon menghasilkan model penduga volume pohon jati yaitu V = 0.000245dbh2.109 dengan R2 sebesar 92%. Lukito dan Rohmatiah (2014) juga menghasilkan model penduga volume pohon jati menggunakan peubah diameter setinggi dada hasil pengukuran lapangan yaitu V = 9.801dbh2.409 dengan R2yang tinggi sebesar 96%.
Tabel Volume Tegakan Dirgantara (ASVT)
Data 32 plot contoh yang digunakan untuk penyusunan model ASVT memiliki nilai ukuran deskripsi statistik Skewness dan Kurtosis sebesar 0.6 dan 2.1. Data tersebut pada histogram yang menggambarkan kurva normal sebagian besar berada pada bagian tengah grafik (Gambar 7). Nilai Skewness serta Kurtosis, dan atau histogram menunjukkan bahwa data yang digunakan tersebar secara normal dan dapat digunakan untuk penyusunan model ASVT.
Gambar 7 Histogram sebaran data penyusunan model Aerial Stand Volume Table (ASVT)
Penyusunan model ASVT menggunakan peubah citra yaitu kerapatan tajuk (C), rata-rata diameter tajuk (D̅̅̅c), dan jumlah pohon (N). Uji korelasi antara peubah menggunakan koefisien korelasi Pearson menunjukkan bahwa peubah persentase tajuk citra (C) dan peubah rata-rata diameter tajuk (D̅̅̅̅̅c) memiliki hubungan korelasi yang rendah dengan koefisien korelasi sebesar 0.37 dan R2 sebesar 14.0%. Korelasi yang rendah juga terdapat pada hubungan antara C dan jumlah pohon (N) dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.25 dan R2 sebesar 5.0%. Berbeda kedua hubungan tersebut, peubah D̅̅̅c dan N memiliki korelasi yang kuat dengan koefisien korelasi sebesar -0.93 dan R2 sebesar 87.0%. Hubungan antar peubah tersebut disajikan pada Gambar 8, 9, dan 10. Dengan demikian, penyusunan model ASVT dilakukan dengan analisis regresi sederhana dengan
Volume tegakan (m3)
F
re
kue
ns
15
menggunakan peubah C, D̅̅̅c, dan N serta analisis regresi berganda menggunakan peubah CD̅̅̅c dan CN.
Gambar 8 Hubungan antara peubah rata-rata diameter tajuk (D̅̅̅c) dan persentase penutupan tajuk (C)
Gambar 9 Hubungan antara peubah rata-rata diameter tajuk (D̅̅̅c) dan jumlah pohon (N)
16
Penyusunan model ASVT yang diujicobakan melalui beberapa bentuk regresi tersebut menghasilkan beberapa model yang kemudian dipilih model-model yang memiliki R2 lebih besar dari 50%. Hasil penyusunan model menunjukkan bahwa terdapat 17 model yang memiliki R2 lebih besar dari 50%. Uji keabsahan ke-17 model tersebut disajikan pada Tabel 6.
Model ASVT terpilih sebanyak 17 model memiliki peubah bebas yang berpengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebasnya, seperti yang diperoleh pada uji F (sig F <α). Berbeda dengan uji F, uji t memperlihatkan 5 model dengan nilai P-value lebih besar dari taraf kepercayaan yang digunakan (P-value<α). Kelima model tersebut adalah M14, M16, M17, M19 dan M20 yang dianggap memiliki koefisien peubah bebas yang tidak berpengaruh terhadap peubah tidak bebasnya. Dengan demikian, kelima model tersebut dikeluarkan dari pemilihan model terbaik.
Pemilihan model selanjutnya dilanjutkan dengan melakukan validasi terhadap 12 model tersisa. Hasil validasi 12 model pendugaan volume tegakan dirgantara jati tersebut disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6 Uji keabsahan 17 model Aerial Stand Volume Table (ASVT) terpilih
No. Model Persamaan R2 Sig F P-value
Tabel 7 Hasil validasi model Aerial Stand Volume Table (ASVT)
17 Model ASVT yang diperoleh sampai tahapan ini memenuhi persyaratan ukuran validasi chi-square dan simpangan agregat. Ukuran chi-square menunjukkan bahwa nilai X2hitung pada ke-12 model lebih kecil dari nilai X2tabel (44.99) pada taraf kepercayaan 95% (X2hitung≤ X2tabel (α,n-1)), sehingga keseluruhan model memenuhi persyaratan chi-square. Hasil validasi simpangan agregat (SA) juga menunjukkan bahwa keseluruhan model memenuhi persyaratan SA dengan nilai SA berada diantara -1 sampai dengan +1. Hasil berbeda diperoleh dari validasi nilai simpangan rata-rata (SR) dengan 6 model (M5, M6, M7, M8, M9, dan M10) memiliki SR lebih besar dari 10%. Dengan demikian, keenam model tersebut dianggap tidak dapat digunakan dalam pendugaan volume tegakan dirgantara jati, sehingga dari ke-17 model yang dipilih sebelumnya, hanya terdapat 6 model yang dapat digunakan untuk pendugaan volume tegakan dirgantara jati. Keenam model tersebut adalah M11, M12, M13, M15, M18, dan M21.
Pemilihan model penduga volume tegakan jati terbaik dari 6 model tersebut ditentukan dengan menghitung skor nilai hasil validasi. Peringkat uji validasi kelima model disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Peringkat uji validasi model Aerial Stand Volume Table (ASVT)
No. Model Chi-Square SA SR e RMSE Skor Peringkat
Model terbaik untuk pendugaan volume tegakan dirgantara (ASVT) jati berdasarkan tahapan penyusunan model tersebut adalah model M15 dengan R2 = 54.0% dan SR sebesar 4.8% yaitu:
Vt = 5.275lnC + 1.464D̅̅̅c – 22.031 ……….(21)
Model pendugaan terbaik yang dihasilkan menjelaskan bahwa volume tegakan jati dipengaruhi atau dapat dijelaskan oleh kerapatan tajuk dan ukuran diameternya. Model pendugaan yang diperoleh tersebut berbeda dengan Septyawardani (2012) yang menyimpulkan bahwa model penduga volume tegakan jati dengan peubah tegakan yang diperoleh dari citra UAV adalah V = 0.81C + 1.752D̅̅̅c + 1.027N – 10.164 dengan R2 = 85.7% dan SR sebesar 13.58%. Model ASVT yang dihasilkan dalam penelitian ini (M15) memiliki simpangan rata-rata (SR) yang jauh lebih baik yaitu hanya sekitar 4.8%. Dengan demikian, model terpilih tersebut sangat diandalkan dalam pendugaan volume tegakan dirgantara jati.
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati
18
Kesesuaian tersebut mengindikasikan bahwa KPH Nganjuk dan mungkin juga KPH lain di Pulau Jawa memerlukan pembaharuan kelas bonita yang digunakan. Salah satu bukti bahwa kelas bonita perlu ditelaah ulang adalah temuan Suranto et al. (2015) yang menyatakan bahwa dimensi lebar lingkaran tahun pohon jati di KPH Kendal Jawa Tengah justru semakin kecil seirama dengan semakin tingginya kelas bonita.
KPH Nganjuk yang menjadi lokasi penelitian menerapkan sistem tebang habis sesuai daur yang telah ditentukan. Sistem tebang habis menurut Daniel et al. (1992) memiliki peluang besar untuk merubah keseimbangan hara di lantai tegakan. Mereka menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pemanfaatan yang diterapkan maka semakin banyak hara yang keluar dari suatu tempat tumbuh, sehingga situasi tersebut memerlukan penaksiran yang lebih baik terhadap kualitas tempat tumbuh. Hartati (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan hutan untuk optimalisasi kayu yang intensif sebagaimana yang dilakukan pada sistem pengelolaan hutan tanaman dapat menyebabkan ekosistem hutan kehilangan hara dan ketersediaan hara yang optimal hanya untuk beberapa rotasi saja.
Analisis diskriminan guna menduga kualitas tempat tumbuh jati dicoba menggunakan peubah tunggal maupun peubah ganda. Peubah-peubah yang diujicobakan mencakup kerapatan tajuk (C), rata-rata diameter tajuk (D̅̅̅c) dan jumlah pohon (N). Fungsi-fungsi diskriminan yang diujicobakan baik linear maupun kuadratik guna klasifkasi bonita disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan bahwa akurasi pendugaan kualitas tempat tumbuh terbesar diperoleh dari fungsi diskriminan model kuadratik yang menggunakan peubah ganda CD̅̅̅c (kerapatan tajuk dan rata-rata diameter tajuk) yaitu sebesar 60.94%. Akurasi terbaik kedua didapatkan dari fungsi diskriminan yang menggunakan peubah tunggal D̅̅̅c yaitu sebesar 57.81%. Peubah-peubah lainnya seperti C dan N memberikan kesesuaian pendugaan yang lebih rendah yaitu sebesar 43.75% dan 48.44%. Nilai-nilai tersebut memperlihatkan bahwa kualitas tempat tumbuh tegakan jati dapat diduga menggunakan peubah rata-rata diameter tajuk saja, dan penambahan peubah kerapatan tajuk memberikan pendugaan yang lebih baik, sedangkan penggunaan peubah kerapatan tajuk saja tidak memberikan akurasi pendugaan yang baik. Hal ini disebabkan karena diameter tajuk berhubungan erat dengan tinggi pohon jati, seperti yang dinyatakan oleh Saleh (1981) bahwa hubungan antara peninggi dan diameter tajuk pohon jati dapat digunakan untuk menyusun klasifikasi kualitas tempat tumbuh tegakan jati.
Kualitas tempat tumbuh jati dengan menggunakan fungsi diskriminan terbaik yang diperoleh dari penelitian ini (5 fungsi diskriminan kuadratik pada peubah CD̅̅̅c) ditentukan oleh nilai terbesar kelima fungsi diskriminan. Pada setiap fungsi diskriminan dimasukkan nilai persentase penutupan tajuk dan rata-rata diameter tajuk citra yang diperoleh dari citra UAV untuk mendapatkan nilai dari setiap fungsi. Fungsi diskriminan yang memiliki nilai paling besar menunjukkan kualitas tempat tumbuh jati.
19 Tabel 9 Fungsi diskriminan bonita model linear dan kuadratik
Peubah Bonita Fungsi diskriminan Akurasi
20
Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa kualitas tempat tumbuh jati yang ditentukan oleh hara di lantai hutan dapat diduga menggunakan peubah tajuk yang diperoleh pada citra UAV. Penutupan tajuk mempengaruhi pertumbuhan tanaman kemungkinan disebabkan oleh faktor persaingan mendapatkan sinar matahari. Di samping itu, persentase penutupan tajuk juga mempengaruhi panjang dan kedalaman akar tanaman (Wijayanto dan Rhahmi 2013).
Model penduga kualitas tempat tumbuh jati yang dihasilkan dibangun menggunakan peubah tegakan yang diukur secara tidak langsung. Chianucci et al. (2016) menyatakan hal yang sama bahwa pengamatan persentase penutupan tajuk secara tidak langsung dengan menggunakan citra UAV dalam inventarisasi hutan dapat menggantikan pengukuran langsung di lapangan.
4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peubah-peubah tegakan pada citra yang diperoleh dari pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle /UAV) dapat digunakan dengan baik dalam pendugaan volume pohon dan tegakan jati di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Pendugaan kualitas tempat tumbuh memberikan akurasi yang rendah namun masih memungkinkan terdapat penambahan akurasi dengan pemilihan peubah yang digunakan.
Model-model pendugaan terbaik yang diperoleh dengan menggunakan peubah pada citra UAV adalah sebagai berikut:
1. Model terbaik penduga volume pohon jati (Aerial tree volume table /ATVT) adalah Vp = 0.006Dc2.237 dengan R2 = 70.3% dan SR = 2.8%.
2. Model terbaik penduga volume tegakan jati (Aerial stand volume table /ASVT) adalah Vt = 5.275lnC + 1.464D̅̅̅c – 22.031 dengan R2 = 54.0% dan SR = 4.8%.
3. Fungsi diskriminan dengan akurasi terbaik dalam pendugaan kualitas tempat tumbuh jati yaitu sebesar 60.94%, diperoleh dari analisis diskriminan menggunakan peubah ganda kerapatan tajuk citra dan rata-rata diameter tajuk citra (CD̅̅̅c).
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Y, Cahyawati D, Gusmaryanita V. 2011. Analisis diskriminan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pilihan program studi matematika di FMIPA dan FKIP Universitas Sriwijaya. Jurnal Penelitian Sains. 14(4): 9–14.
Andriani Y, Cahyawati D, Gusmaryanita V. 2011. Analisis diskriminan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pilihan program studi matematika di FMIPA dan FKIP Universitas Sriwijaya. Jurnal Penelitian Sains. 14(4): 9–14.
Chianucci F, Disperati L, Guzzic D, Bianchini D, Nardino V, Lastri C, Rindinella A, Corona P. 2016. Estimation of canopy attributes in beech forest using true colour digital images from a small fixed-wing UAV. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 47: 60–68. Colomina I, Molina P. 2014. Unmanned aerial systems for photogrammetry and
remote sensing: A review. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing. 92: 79–97.
Dandois JP, Ellis EC. 2013. High spatial resolution three-dimensional mapping of vegetation spectral dynamics using computer vision. Remote Sensing of Environment. 136: 259–276.
Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Marjono D, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Principles of Silviculture.
Dhani FAR. 2012. Penggunaan citra resolusi tinggi untuk pendugaan sediaan tegakan jati (Tectona grandis, Linn.F) dengan teknik double sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gularso H, Subiyanto S, Sabri LM. 2013. Tinjauan pemotretan udara format kecil menggunakan pesawat modelskywalker 1680 (studi kasus :Area sekitar kampus Undip). Jurnal Geodesi Undip. 2(2): 78–94.
Hartati W. 2008. Evaluasi distribusi hara tanah dan tegakan mangium, sengon dan leda pada akhir daur untuk kelestarian produksi hutan tanaman di UMR Gowa PT Inhutani I Unit III Makassar. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 3(2): 199–219.
Jaya INS, Cahyono AB. 2001. Kajian teknis pemanfaatan potret udara non-metrik format kecil pada bidang kehutanan. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7(1): 55–64.
Jaya INS, Samsuri, Lastini T, Purnama ES. 2010a. Panduan Inventarisasi Sediaan Ramin di Hutan Rawa Gambut. Bogor (ID): ITTO CITES Project dan Kementerian Kehutanan.
Jaya INS, Samsuri, Lastini T, Purnama ES. 2010b. Teknik Inventarisasi Sediaan Ramin di Hutan Rawa Gambut. Bogor (ID): ITTO CITES Project dan Kementerian Kehutanan.
22
Lukito M, Rohmatiah A. 2014. Model pendugaan biomassa dan karbon hutan rakyat jati unggul nusantara (kasus hutan rakyat jati unggul nusantara (jun) umur 5 tahun Desa Trosono, Kecamatan Parang Kabupaten Magetan). Agri-tek. 15(1): 24–45.
Marini Y, Emiyati, Hawariyah S, Hartuti M. 2014. Perbandingan metode klasifikasi supervised maximum likelihood dengan klasifikasi berbasis objek untuk inventarisasi lahan tambak di Kabupaten Maros. Di dalam: Kartasasmita M, Hasyim B, Kushardono D, Adiningsih ES, Dewanti R, Sambodo KA, editor. Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh. Seminar Nasional Penginderaan Jauh; 2014 Apr 21; Bogor, Indonesia. Jakarta (ID): LAPAN. hlm 505–516.
McRoberts RE, Tomppo EO. 2007. Remote sensing support for national forest inventories. Remote Sensing of Environment. 110(4): 412–419.
Mesas-Carrascosa FJ, Notario-García MD, Meroño de Larriva JE, Sánchez de la Orden M, García-Ferrer Porras A. 2014. Validation of measurements of land plot area using UAV imagery. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 33: 270–279.
Pan Y, Zhang J, Shen K. 2011. Crop area estimation from UAV transect and MSR image data using spatial sampling method: a simulation experiment. Procedia Environmental Sciences. 7: 110–115.
Perhutani. 2011a. Tarif Volume Lokal dan Prediksi Sortimen Tebang Habis Hutan Tanaman Jati KPH Nganjuk. Nganjuk (ID): Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Perhutani. 2011b. Tarif Volume Lokal dan Prediksi Sortimen Tebangan Penjarangan Hutan Tanaman Jati KPH Nganjuk. Nganjuk (ID): Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Pretzsch H. 2009. Forest Dynamics, Growth and Yield. Heidelberg (DE): Springer. Rango A, Laliberte AS. 2010. Impact of flight regulations on effective use of
unmanned aircraft systems for natural resources applications. Journal of Applied Remote Sensing. 4: 1–12.
Saleh MB. 1981. Aplikasi potret udara guna interpretasi kualita tempat tumbuh tegakan jati (Tectona grandis L.F.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sari NM, Kushardono D. 2014. Klasifikasi penutup lahan berbasis obyek pada data foto UAV untuk mendukung penyediaan informasi penginderaan jauh skala rinci. Jurnal Penginderaan Jauh. 11(2): 114–127.
Septyawardani E. 2012. Penyusunan model penduga sediaan tegakan dan biomassa hutan jati (Tectona grandis Linn.F) menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shofiyanti R. 2011. Teknologi pesawat tanpa awak untuk pemetaan dan pemantauan tanaman dan lahan pertanian. Informatika Pertanian. 20(2): 58–64.
Supranto. 2002. Analisis Multivariat. Arti & Interpretasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
23 Susila IWW. 2012. Model dugaan volume dan riap tegakan jati (Tectona grandis I.F) di Nusa Penida, Klungkung Bali. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 9(3): 165–178.
Wahyuni NI. 2014. Pemanfaatan citra alos palsar dalam menduga biomassa hutan alam: studi kasus di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Jurnal Wasian. 1(1): 15–21.
Wahyuni S. 2012. Identifikasi kualitas tempat tumbuh (bonita) menggunakan citra dijital non metrik resolusi tinggi di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wallace L, Lucieer A, Watson C, Turner D. 2012. Development of a UAV-LiDAR System with Application to Forest Inventory. Remote Sensing. 4(12): 1519-1543.
Wallace L, Watson C, Lucieer A. 2014. Detecting pruning of individual stems using Airborne Laser Scanning data captured from an Unmanned Aerial Vehicle. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 30: 76-85.
Wijayanto N, Rhahmi I. 2013. Panjang dan kedalaman akar lateral jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal Silvikultur Tropika. 4(1): 23–29.
Zarco-Tejada PJ, Diaz-Varela R, Angileri V, Loudjani P. 2014. Tree height quantification using very high resolution imagery acquired from an unmanned aerial vehicle (UAV) and automatic 3D photo-reconstruction methods. European Journal of Agronomy. 55: 89-99.
24
DAFTAR ISTILAH
ASVT Aerial Stand Volume Table (Tabel Volume Tegakan Dirgantara). Model penduga volume tegakan jati dibangun menggunakan peubah bebas yang diperoleh dari citra UAV
ATVT Aerial Tree Volume Table (Tabel Volume Pohon Dirgantara). Model penduga volume individu pohon jati dibangun menggunakan peubah bebas yang diperoleh dari citra UAV dbh Diameter batang pohon jati (cm) yang diukur pada ketinggian
setinggi dada (1.3 m)
C Persentase penutupan tajuk dalam suatu plot contoh hasil pengamatan pada citra UAV (%)
Dc Diameter tajuk pohon jati hasil pengamatan pada citra UAV (m) Dlap Diameter tajuk pohon jati hasil pengamatan langsung di
lapangan (m)
k Keliling batang pohon jati yang diukur pada ketinggian setinggi dada (1.3 m)
N Jumlah pohon yang terdapat di dalam suatu plot contoh yang diamati pada citra UAV
Pohon contoh Individu pohon yang diamati dalam pohon contoh (2 pohon per plot contoh)
Plot contoh Plot berbentuk lingkaran seluas 0.1 ha
t Tinggi total pohon jati hasil pengukuran langsung di lapangan (m)
UAV Unmanned Aerial Vehicle (pesawat terbang tanpa awak). Wahana yang digunakan untuk mengambil potret udara (citra) Vp Volume pohon jati (m3) hasil perhitungan menggunakan
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samasundu, Provinsi Sulawesi Barat pada tanggal 30 September 1981 sebagai anak bungsu dari pasangan Kunding dan Hanis. Pada tahun 2010 penulis menikah dengan Fatmawati dan telah dikaruniai seorang putri yaitu Afiqah Hilalah Khairunnisa (lahir tahun 2012) dan seorang putra bernama Adnan Harith Khumaidi (lahir tahun 2015).
Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana penulis diperoleh dari Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Republik Indonesia.
Penulis bekerja di Kementerian Kehutanan pertama kali sebagai tenaga fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pertama di Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar sejak tahun 2006. Pada tahun 2010 penulis dialihtugaskan ke Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan, Kementerian Kehutanan. Saat ini penulis tercatat sebagai fungsional PEH Muda pada Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.