MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI
DI KPH JATIROGO,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
DWI NYOTO PRASETIYANING TIYAS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI
DI KPH JATIROGO,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DWI NYOTO PRASETIYANING TIYAS
E14104015
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Volume Table of Teak (Tectona grandis Linn.f) Using High Resolution Satellite Image in KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II East Java.
Under supervision of Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.
Perum Perhutani is one of the state companies that has a long history in managing forest area in the most populated island, Java. However, in line with the population and economical growths, the company is frequently facing problem on forest protection, particularly on wood stealing, forest encroachment, forest fire etc. Thus, the company needs to establish a tool that may support forest management through establishment of forest inventory. In the forest planning, forest inventory had been playing an important role. Forest inventory is usually performed to acquire data and information of the forest resources potency through three methods, that are terrestrial, remote sensing and combination of the mentioned two methods (e.g., two-phase or double sampling technique). Generally, double sampling technique employs remote sensing data obtained by air mapping or satellite imaging. Among these two image sources, satellite images had been more preferable since they have shorter temporal resolution, digital format, better spatial resolution and to some extent are cheaper. To facilitate forest survey, forest inventory usually uses aid tools such as tree volume table or stand volume table. In this research the author focused on the establishment of stand volume table of teak forest using high resolution satellite images. The model is then referred to as satellite volume table.
The objective of this study is to establish stand volume of teak forest (Tectona grandis Linn.f) using Ikonos images in KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, East Java. Ikonos data used were recorded on 9 October 2006. The softwares used were ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine 9.1 and Minitab 14. For ground ground surveys, the equipments used were GPS, brunton compass, phi-band, haga hypsometer and digital camera. The study encompass following steps, i.e., images pre-processing, ground sampling and data analysis.
The study results showthat the crown diameter means derived from Ikonos image (Dc) have high correlation with clear bole tree height for estimating (merchantable stand volume (Vbc), having correlation coefficient of 0,824. Based on statistical analysis, model evaluation, and model simplicity, the best model selected for predicting stand potency is Vbc = - 19,2 + 25,2 Dc, with coefficient of determination of 83,2%. Using the double sampling technique, the stand volume per unit area are approximately 136,331 m3/ha, having variance of the mean of 164,918 (m3/ha)2. At 95% of confidence level, the stand volumes are ranging from 109,979 m3/ha to 162,683 m3/ha with 19,33% of sampling error. The study also shows that there is a high consistency between the crown diameter measured from ground and Ikonos having coefficient of determination of 95,2%.
Volume Jati (Tectona grandis, Linn.f) Menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir I Nengah Surati Jaya, M. Agr.
Sejak awal pengusahaannya, Perum Perhutani sangat rawan terhadap gangguan keamanan terutama pencurian kayu. Dalam pengelolaan, diperlukan adanya proses dan tahapan perencanaan yang lengkap, cermat dan terarah guna memperoleh hasil yang optimal dan lestari. Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan hutan yang memegang peranan penting. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan guna pengumpulan data dan informasi tentang potensi sumberdaya hutan yang dapat dilakukan dengan metode terestris, metode teknologi penginderaan jauh atau dengan mongkombinasikan metode terestris dan metode teknologi penginderaan jauh (teknik pengambilan contoh berganda). Sampai dengan saat ini, teknik double sampling umumnya menggunakan data penginderaan jauh yang diperoleh dari potret udara atau citra satelit, dimana citra satelit memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan potret udara. Dalam kegiatan inventarisasi hutan umumnya diperlukan alat bantu, yang diantaranya dapat berupa tabel volume pohon maupun tabel volume tegakan. Lebih lanjut, penelitian ini memfokuskan pada penyusunan tabel volume tegakan dengan menggunakan citra satelit.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga tabel volume tegakan jati (Tectona grandis, Linn.f) menggunakan citra satelit Ikonos dengan lokasi penelitian di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Data Ikonos yang digunakan direkam pada 9 Oktober 2006. Dalam proses analisis data, pada penelitian ini digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine 9.1, Minitab 14 dan Microsoft Office 2007. Alat-alat bantu yang digunakan selama pengambilan data di lapangan mencakup GPS, kompas brunton, meteran, phi-band, haga, alat tulis dan kamera digital. Rangkaian metode penelitian terdiri dari pengolahan citra, pengambilan contoh di lapangan dan pengolahan data.
Penelitian ini menunjukkan bahwa diameter tajuk rata-rata hasil pengamatan pada citra Ikonos (Dc) memiliki korelasi yang erat dengan volume bebas cabang (Vbc) di lapangan, dengan koefisien korelasi sebesar 0,824. Berdasarkan analisis statistik, evaluasi model dan kesederhanaan model, model penduga potensi tegakan terbaik yang terpilih adalah Vbc = - 19,2 + 25,2 Dc dengan nilai koefisien determinasi sebesar 83,2%. Dengan teknik pengambilan contoh bergandadiperoleh rata-rata volume tegakan sebesar 136,331 m3/Ha, dengan keragaman 164,918 (m3/Ha)2. Pada tingkat kepercayaan 95% selang dugaan volume tegakan berkisar antara 109,979 m3/Ha sampai dengan 162,683 m3/Ha. Untuk luasan produktif 11.229,7 Ha, penduga total volume populasi di KPH Jatirogo adalah 1.530.956,511 m3 dengan kesalahan penarikan contoh sebesar 19,33%. Pada penelitian ini juga menunjukkan adanya konsistensi yang tinggi antara diameter tajuk rata-rata hasil pengukuran di lapangan dengan diameter tajuk rata-rata hasil pengamatan pada citra Ikonos, dengan koefisien determinasi sebesar 95,2%.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokpi, microfilm, dan sebagainya.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusunan Tabel Volume Jati (Tectona grandis, Linn.f) Menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Dwi Nyoto Prasetiyaning Tiyas NRP. E14104015
Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Nama : Dwi Nyoto Prasetiyaning Tiyas
NIM : E14104015
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP : 131 578 785
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP : 131 578 788
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik serta memperoleh banyak manfaat dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis selama menyelesaikan skripsi yang berjudul Penyusunan Tabel Volume Jati (Tectona grandis, Linn.f) Menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Sanyoto, Ibu Moenawaroh, Mas Wawan dan adikku tersayang Yudhi atas cinta, kasih sayang, canda dan tawa, dukungan moral dan material, do’a serta sumbangan yang tidak dapat dituliskan.
2. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, selaku Pembimbing atas arahan, masukan, kesabaran dan nasehat yang diberikan kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ir Imam Wahyudi, M.S, selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F, selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, atas masukan dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya tulis ini.
4. M. Edy Shofiyanto atas semua cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat, bantuan, kesabaran dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama proses penelitian.
5. Pak Uus dan Mas Edwin atas semua ilmu, bantuan dan motivasi yang telah diberikan.
6. Keluarga Besar Fahutan IPB khususnya angkatan 41 atas semangat persatuan dan kekompakannya.
7. Teman-teman terbaik selama penulis duduk di bangku perkuliahan: Ilyasa, Fitrie, Wati, Iis, Yuli, Eko, Pujik, Pam-pam, Tina, Beh, Clara, Huda, Ricardo, Reza, Priyo, Yumte, Nayu, Eris dan semua teman di MNH 41 atas persahabatan yang tidak pernah terlupakan selama hidup.
8. Teman-teman seperjuangan di Inventarisasi Hutan: Nur, Pipit, Nanik, Rizky, Fatah dan Mbak Siti atas kerjasama dan semangat yang telah diberikan.
9. Teman-teman di DKM Ibaadurrahman: Tuti, Delvy, Selvy dan Deni. Himpunan Mahasiswa Dept.MNH FMSC IPB periode 2006-2007 serta teman-teman pengurus KOPMA periode 2005-2007: Endah, Galih, Warid, Rofyan dan Dinda. Terima kasih atas bantuan dan persahabatan yang telah diberikan.
10. Teman-teman seperjuangan di Wisma Sweet Home: Mbak Eka, Ayoe, Tika Mbak Vany dan Mbak Susi yang selalu memberikan semangat dan canda tawa selama penulis kuliah.
11. Keluarga besar KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur atas semua bantuannya.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan dan saran guna perbaikan skripsi ini. Harapan terbesar penulis adalah saat karya terkecil kita dapat memberikan manfaat yang besar bagi siapapun yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 20 April 1986, dari pasangan Bapak Sanyoto dan Ibu Moenawaroh sebagai anak kedua dari tiga bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut: lulus dari TK Pertiwi Mantingan tahun 1992, lulus dari SDN Mantingan I Rembang tahun 1998, lulus dari SLTP Negeri 1 Sulang pada tahun 2001, dan lulus SMU Negeri 1 Rembang pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus. Adapun beberapa keorganisasian tersebut antara lain : menjadi staf Departemen Planologi Kehutanan tahun 2005-2006 dan ketua Departemen Kewirausahaan Himpro Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2007, menjadi staf di DKM Ibaadurrahman tahun 2006-2007 serta menjadi staf Departemen Usaha pada tahun 2005-2006-2007 Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB.
Semasa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten teknik inventarisasi sumberdaya hutan dan telah menyelesaikan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang bertempat di KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur dan KPH Ngawi selama dua bulan. Selain itu, penulis juga telah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berlokasi di PT. Arfak Indra, Fakfak Papua Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemenn Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul “Penyusunan Tabel Volume Jati (Tectona grandis, Linn.f) Menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Jati (Tectona grandis, Linn.f) ... 4
B. Aplikasi Penginderaan Jauh ... 8
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 11
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
B. Bahan dan Alat ... 11
C.Metode Penelitian ... 16
BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34
A. Letak dan Luas KPH Jatirogo ... 34
B. Bagian Hutan di KPH Jatirogo ... 35
C. Keadaan Lapangan ... 35
1. Topografi ... 35
2. Keadaan Tanah ... 35
3. Iklim ... 36
D. Pembagian Wilayah Kerja ... 36
E. Gangguan Keamanan Hutan ... 36
G. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 38
1. Mata Pencaharian Masyarakat ... 38
2. Penggunaan Lahan Masyarakat... 38
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Korelasi Antar Peubah ... 40
B. Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah ... 42
C. Pengujian Konsistensi Dimensi Tegakan ... 44
D. Verifikasi Model ... 49
E. Pendugaan Volume Tegakan dengan Teknik Double Sampling ... 49
F. Monogram ... 50
BAB VI. KESIMPULAN ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Karakteristik Dasar Ikonos ... 12
2. Band dan Resolusi Spasial Ikonos ... 13
3. Karakteristik Dasar Quickbird ... 14
4. Luas Petak Ukur pada Hutan Tanaman Jati ... 21
5. Plot Contoh di Lapangan yang diambil Berdasarkan KU dan Bonita ... 22
6. Persamaan Tabel Volume Udara di Hutan Jati ... 23
7. Analisis Ragam untuk Regresi Sederhana ... 26
8. Analisis Ragam untuk Regresi Berganda ... 26
9. Wilayah BKPH dan RPH di KPH Jatirogo ... 36
10. Mata Pencaharian Masyarakat di Sekitar Wilayah Hutan KPH Jatirogo ... 39
11. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan Masyarakat di Sekitar Wilayah Hutan KPH Jatirogo ... 39
12. Matrik Korelasi Antar Peubah ... 40
13. Model Kandidat Penduga Volume Bebas Cabang ... 43
14. Pembagian Kelas Potensi Hutan Berdasarkan C dan D ... 44
15. Model Penduga dari Masing-masing Peubah ... 47
16. Hasil Pengujian dengan Uji-z antara Diameter Tajuk di Citra Ikonos dan di Lapangan ... 48
17. Hasil Pengujian dengan Uji-z antara Persen Penutupan Tajuk di Citra Ikonos dan di Lapangan ... 48
18. Hasil Verifikasi dengan Uji-t antara Volume Tegakan di Citra Ikonos dan di Lapangan ... 49
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Citra Ikonos KPH Jatirogo ... 11
2. Citra Quickbird KPH Jatirogo ... 13
3. Lingkaran untuk Penaksiran Persentase Penutupan Tajuk ... 19
4. Peta Lokasi Pengambilan Plot Contoh di Citra dan di Lapangan ... 21
5. Diagram Alir Kegiatan ... 33
6. Peta Kerja KPH Jatirogo ... 34
7. Diagram Pencar Hubungan Antara Vbc-lapangan dengan Dc ... 44
8. Diagram Pencar Hubungan Antara Diameter Tajuk pada Citra Ikonos dan di Lapangan ... 46
9. Diagram Pencar Hubungan Antara Persen Penutupan Tajuk pada Citra Ikonos dan di Lapangan ... 47
10. Diagram Pencar Hubungan Antara Jumlah Pohon pada Citra Ikonos dan di Lapangan ... 47
11. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C3D1 pada Citra Ikonos ... 51
12. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C4D1 pada Citra Ikonos ... 51
13. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C2D1 pada Citra Ikonos ... 52
14. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C1D1 pada Citra Ikonos ... 52
15. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C3D1 pada Citra Ikonos ... 53
16. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C4D2 pada Citra Ikonos ... 53
17. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C3D2 pada Citra Ikonos ... 54
18. Monogram dan Profil Pohon Kelas Potensi C3D2 pada Citra Ikonos ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. GCP Citra Ikonos Tahun 2004 ... 61
2. GCP Citra Ikonos Tahun 2006 ... 64
3. GCP Citra Quickbird Tanggal 14 Agustus 2007 ... 67
4. GCP Citra Quickbird Tanggal 1 September 2007... 69
5. Data Hasil Pengamatan pada Citra ... 70
6. Data Hasil Pengukuran di Lapangan ... 73
7. Titik-titik Koordinat Lapangan yang diambil menggunakan GPS ... 98
8. Data untuk Penyusunan Model Pendugaan Potensi Tegakan ... 99
9. Analisis Ragam Model Penduga Tabel Volume dan Potensi Tegakan ... 100
10. Data untuk Verifikasi Model Penduga Potensi Tegakan ... 102
A.Latar Belakang
Hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani merupakan kelas perusahaan tebang habis jati yang hanya terdapat di Pulau Jawa. Dalam teknisnya, setiap kegiatan tebang habis harus selalu diikuti dengan kegiatan penanaman kembali karena merupakan kelas perusahaan hutan tanaman. Sejak awal pengusahaannya, Perum Perhutani sangat rawan terhadap gangguan keamanan terutama pencurian kayu, terlebih-lebih kayu jati yang merupakan kayu mewah komoditas unggulan. Kayu Jati termasuk jenis kayu keras yang bernilai tinggi dan sangat diminati di dunia. Kayu jati Jawa terkenal sejak beberapa abad lalu karena kualitasnya, kekuatan kayu, warna kecoklatan yang indah, serat yang unik dan ketahanannya terhadap segala cuaca yang tidak tertandingi oleh jenis kayu lain.
Kegiatan pengelolaaan hutan yang baik memerlukan proses dan tahapan perencanaan yang seksama, lengkap, cermat dan terarah guna memperoleh hasil yang optimal dan lestari baik dari segi kelestarian hasil, ekologis maupun sosial. Bagian dari kegiatan perencanaan hutan yang memegang peranan penting adalah inventarisasi hutan, karena data yang dihimpun akan menjadi dasar bagi usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang akan dilakukan. Pengusahaan/pemanfaatan hutan yang tepat hanya dapat dicapai apabila rencana yang disusun benar-benar mantap dan menyeluruh berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan (teliti, obyektif dan representatif).
Secara umum, inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan beberapa metode pengukuran, yaitu pengukuran secara terestris (ground survey), pengukuran menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), dan pengukuran dengan menggabungkan metode terestris dan penginderaan jauh. Mengingat laju perubahan hutan yang semakin cepat, maka data dan informasi yang dibutuhkan adalah data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Dalam kaitannya sebagai sarana pengumpul data serta pendeteksian perubahan-perubahan kondisi hutan, penginderaan jauh memegang peranan yang sangat penting karena mampu memberikan data dan informasi secara lengkap, cepat dan
relatif akurat. Berdasarkan pertimbangan hal-hal diatas maka metode yang dipilih adalah pengukuran dengan menggabungkan metode terestris dan penginderaan jauh. Pengukuran dengan menggabungkan metode terestris dan pengindraan jauh dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan metode pengambilan contoh berganda (double sampling). Berbeda dengan metode sampling lainnya, dalam metode double sampling pengambilan contoh dilakukan dengan dua tahap yaitu pada potret udara/citra dan dilapangan.
Saat ini penginderaan jauh tidak hanya mencakup kegiatan pengumpulan data mentah tetapi juga mencakup pengolahan data secara otomatis (komputerisasi) dan manual (interpretasi), analisis citra dan penyajian data yang diperoleh. Kegiatan penginderaan jauh dibatasi pada penggunaan energi elektromagnetik (Jaya, 2007). Saat ini, potret udara relatif tidak digunakan lagi meskipun hasil pengambilan gambarnya dapat diamati secara 3-dimensi. Ini karena harga potret udara sangat mahal dan pengambilan gambar pada potret udara tidak bisa dilakukan sewaktu-waktu dan tergantung pada kondisi cuaca serta iklim dari wilayah yang bersangkutan. Hambatan lain pemotretan pada potret udara adalah adanya gangguan awan dan kabut. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, saat ini sudah tersedia citra satelit resolusi tinggi seperti SPOT 5, Quickbird dan Ikonos yang cukup potensial dalam menggantikan potret udara. Dibandingkan dengan potret udara citra satelit memiliki banyak keunggulan diantaranya adalah harganya yang cukup ekonomis dalam luasan yang besar dan frekuensi pemotretan yang tidak tergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Sehingga dapat diperoleh data yang up to date dan berkelanjutan yang dapat digunakan untuk kegiatan inventarisasi secara berkala. Serta kegiatan penaksiran potensi kayu dapat dilakukan tanpa harus melakukan inventarisasi secara terestris.
Salah satu alat yang sangat membantu dalam penerapan penginderaan jauh dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah tersedianya tabel volume. Tabel volume inilah yang nantinya digunakan dalam pembentukan pendugaan volume tegakan, yang gunanya adalah sebagai pembanding volume dugaan hasil penginderaan jauh dengan volume hasil pengukuran di lapangan. Berdasarkan pengukuran-pengukuran rinci sejumlah kecil pohon dalam suatu wilayah hutan, tabel volume
dapat membantu pendugaan sejumlah besar volume pohon di daerah tersebut. Tabel volume ini nantinya dapat juga digunakan untuk menduga volume total dari suatu wilayah (Pambudhi, 1995 dalam Siran dan Susanty 2005).
Dalam Paine (1992), penyusunan tabel volume pohon yang pertama kali dengan menggunakan potret udara dilakukan di Jerman oleh Ziegar pada tahun 1928, selanjutnya diikuti oleh Spurr pada tahun 1946 di Amerika Serikat untuk jenis white pine dan di Finlandia oleh Ilvessalo pada tahun 1950. Hal ini membuktikan bahwa penyusunan tabel volume dengan potret udara sudah sejak lama dilakukan dan telah mengalami perkembangan. Banyak sekali kekurangan dari pembuatan tabel volume pohon udara tersebut. Diantaranya terletak pada ketelitian statistik dimana memiliki kesalahan baku yang cukup tinggi, pengkonversian volume pohon menjadi volume tegakan yang disebabkan oleh kesulitan dalam menghitung jumlah tajuk secara tepat, dan pembutan tabel volume pohon udara hanya baik digunakan pada potret-potret berskala besar serta untuk tegakan yang agak terbuka (Jaya, 2006).
Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji pemanfaatan citra beresolusi tinggi dalam penyusunan tabel volume pohon.
B.Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
1. Menyusun model penduga tabel volume pohon untuk jenis jati (Tectona grandis, Linn.f) di areal kerja KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra Ikonos.
2. Mengevaluasi aplikasi model pendugaan potensi dengan teknik double sampling.
C.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa model penduga tabel volume jati menggunakan citra satelit yang dapat digunakan untuk:
1. Menduga potensi di areal kerja KPH Jatirogo secara cepat dan akurat dalam rangka pengaturan kelestarian hasil.
A. Jati (Tectona grandis, Linn.f) 1. Tata Nama
Jati dengan nama ilmiah Tectona grandis Linn.f. termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg, dodolan, jate, jatos, kiati dan kulidawa (Wikipedia, 2008). Di berbagai negara, jati lebih dikenal dengan Sagun (India), Lyiu (Burma), Mai Sak (Thailand), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol) dan Java Teak (Jerman) (Dephut, 2008).
2. Habitus
Pohon jati mempunyai ukuran yang besar dengan batang yang bulat lurus dan tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.
Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm, sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, berukuran 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting serta jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, berwarna keputih-putihan, berukuran 8 mm dan termasuk bunga berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng, berukuran 0,5–2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil (Wikipedia, 2008).
3. Penyebaran dan Sifat Ekologis
Areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos. Batas utara pada garis 25° LU di Myanmar, batas selatan pada garis 9° LU di India. Jati tersebar pada garis 70°-100° BT. Penyebarannya ternyata terputus-putus. Di Indonesia, jati bukan merupakan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di P. Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa (Dephut, 2008). Saat ini penyebaran jati di Indonesia terdapat juga di P. Bali, P. Madura, Lampung, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Pertumbuhan pohon jati sangat baik pada iklim memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat tumbuh yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl, namun jati juga dapat tumbuh hingga ketinggian 1300 m dpl. Jati tumbuh sangat baik pada tanah yang agak basa dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati merupakan tanaman yang tidak tahan tergenang air (Wikipedia, 2008).
4. Sifat-sifat Umum Kayu Jati
Jati merupakan kayu bobot-sedang yang agak lunak dan mempunyai suatu penampilan yang sangat khas. Kayu teras sering berwarna kekuningan kusam jika baru dipotong, tetapi berubah menjadi cokelat keemasan atau kadang cokelat keabuan tua setelah terkena udara. Sedangkan kayu gubalnya berwarna putih
kekuningan atau cokelat kekuningan pucat. Jika diraba kayu terasa berminyak dan mempunyai bau seperti bahan penyamak yang mudah hilang. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial serta seringkali menimbulkan gambar atau corak yang indah (Lemmens dan Soerienegara, 2002 dalam Novendra 2008).
Pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar. Kayu jati mempunyai berat jenis sebesar 0,67 kg/m3 termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet II. Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin ataupun dengan alat tangan (Martawijaya et al., 1981 dalam Novendra 2008).
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati diantaranya adalah (Wikipedia, 2008):
1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jawa: lengo atau minyak, malam, lilin). Berwarna gelap, banyak bercak dan bergaris.
2. Jati sungu. Berwarna hitam, padat dan berat (Jawa.: sungu, tanduk). 3. Jati werut. Kayu keras dan serat berombak.
4. Jati doreng. Berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala dan sangat indah.
5. Jati kembang.
6. Jati kapur. Kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur, kurang kuat dan kurang awet.
5. Sistem Silvikultur
Menurut Martawijaya dalam Novendra (2008), permudaan alami hutan jati mudah terjadi dan dapat membentuk tegakan murni setelah mengalami kebakaran. Selain daripada itu mudah pula tumbuh tunas tunggak, tetapi permudaan semacam ini jarang dilakukan karena akan menghasilkan kayu yang berkualitas rendah. Oleh karena itu, untuk jati pada umumnya berlaku sistem tebang habis dengan permudaan buatan.
Permudaan buatan dilakukan secara langsung dengan biji yang ditanam pada permulaan musim hujan dengan jarak tanam 3 m x 1 m sampai 3 m x 3 m
tergantung pada kesuburan atau bonita tanah. Pohon jati berbunga pada bulan Oktober – Juni dan buahnya masak pada bulan Juli – Desember. Biji jati mempunyai daya kecambah yang rendah yaitu 35 – 58% namun terkadang jarang melebihi 50%.
Hama pohon jati yang banyak ditemukan antara lain adalah bubuk jati (Xyleborus destruens Bldf.) yang menyerang batang hingga berlubang, ulat daun jati (Hiblaea puera Cr.) yang memakan daun hingga gundul, rayap (Neotermes tectonae Damm.) dan oleng-oleng (Duomitus ceramicus Wlk.) yang menyerang batang melalui akar. Pencegahan hama dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur seperti penjarangan dan pembersihan tumbuhan bawah yang menjadi sarang hama. Sedangkan penyakit yang lazim terdapat pada jati antara lain disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas solanacearum smith), jamur upas (Corticium salmonicolor Berk and Br.) dan benalu (Loranthus spp.). Pemberantasan penyakit dapat dilakukan dengan jalan segera menebang dan membakar pohon yang terserang (Martawijaya et al., 1981 dalam Novendra 2008).
6. Kegunaan Kayu Jati
Kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai dan disukai untuk berbagai keperluan karena sifat-sifatnya yang baik. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti untuk pembuatan tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah, jembatan, mebel dan sebagainya. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran.
Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang agak rapuh sehingga kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan kelenturan yang tinggi seperti alat olah raga, tangkai perkakas dan lain-lain. Kayu jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan biasa dipakai untuk papan kapal, terutama untuk kapal yang berlayar di daerah tropis serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia (Martawijaya et al., 1981 dalam Novendra 2008).
B. Aplikasi Penginderaan Jauh di Bidang Kehutanan
1. Beberapa Model Pendugaan Volume di Hutan Alam dengan Citra Satelit
1. Model penduga potensi tegakan hutan lahan kering menggunakan citra Spot 5 Supermode dan Quickbird (Santoso, 2008).
Vbc = 0,0192Cs2 – 0,8331Cs + 16,963 dengan koefisien determinasi sebesar 60,93%.
2. Pendugaan potensi tegakan dengan teknik double sampling menggunakan citra resolusi tinggi pada hutan lahan kering di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Anwar, 2008).
Vbc = - 11,9 + 0,0118 Csp2 dengan koefisien determinasi sebesar 67,00%.
3. Estimasi potensi hutan lahan kering menggunakan citra satelit Quickbird dan SPOT 5 di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (Beti Nurbaety, 2007).
Vbc = 3,062001 + 0,526548 C dengan koefisien determinasi sebesar 59,08%.
4. Estimasi potensi hutan mangrove menggunakan citra satelit Quickbird dan SPOT 5 di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (Adila, 2007). Vbc = 2,264417 + 0,117374 C dengan koefisien determinasi sebesar 53,17%.
2. Penyusunan Tabel Volume Udara
Volume suatu pohon adalah fungsi dari diameter batang, tinggi pohon dan faktor bentuk pohon. Ide dasar dari estimasi volume pohon melalui potret udara berawal dari suatu fakta-fakta empiris bahwa:
a. Tinggi pohon (H) dan diameter tajuk (D) merupakan peubah-peubah yang dapat diukur pada potret udara, yang dikenal dengan visible crown diameter (VCD) dan visible tree height (VTH). VCD adalah diameter tajuk yang tampak pada potret udara (mengabaikan bagian-bagian yang overlap) dan VTH adalah tinggi total pohon yang tampak mulai dari pangkal pohon sampai puncak tajuk.
b. Ada hubungan (korelasi) yang kuat antara volume pohon dengan H dan D. Diameter batang mempunyai korelasi yang erat dengan diameter tajuk pohon, dengan demikian maka volume pohon dapat diduga berdasarkan tinggi pohon (H) dan atau diameter tajuk (D) yang dapat diukur langsung pada potret udara. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
Vp = f (H,D)
Dimana: Vp = volume pohon (m3/pohon)
Dengan pertimbangan bahwa model-model persamaan yang dibuat harus: a. Sederhana
b. Sedikit peubah
c. Peubah dapat diukur dengan teliti pada potret udara (Jaya, 2006). Berikut ini adalah beberapa model penduga potensi dengan foto udara: 1. Model penduga volume tegakan dengan foto udara di hutan alam studi
kasus di HPH PT. Sura Asia, Propinsi Dati I Riau ( Budi, 1998). Log V = 0,06 + 1,11 Log C + 0,133 Log D dengan R2 = 69,2%.
2. Menurut Aska (1997) dalam Budi (1998), mendapatkan persamaan terbaik dalam pembuatan tabel volume pohon foto udara Agathis lorantifolia, Salibs di Hutan Pendidikan Gunung Walat, yaitu:
V = -1,26962 + 0,10709 D + 0,08852 H dengan r = 0,74267.
3. Menurut Hidayatullah (1996) dalam Budi (1998), mendapatkan model penduga volume terbaik dengan foto udara skala 1 : 20000 untuk tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Pekalongan Barat dengan pendekatan stratifikasi dan tanpa stratifikasi, salah satu persamaan untuk kondisi tanpa stratifikasi adalah:
V = 1,47.10-4 H1,42 D0,35 N2,21 dengan R2 = 81%.
4. Menurut Abuzar (1988) dalam Budi (1998), yang melakukan penelitian pertama kali di hutan alam tentang pendugaan potensi tegakan Dipterocarpaceae sp. melalui foto udara dan mendapatkan persamaan terbaik yaitu:
V = 65,4034 + N6,3142 + D-6,2162 dengan r = 0,9848.
Tabel volume pohon pertama dengan foto disusun oleh Ziegar pada tahun 1928 di Jerman. Tabel ini didasarkan atas VCD dan tinggi total. Spurr
menyusun tabel volume pohon pertama dari foto di Amerika Serikat, Ia menyusunnya untuk jenis white pine pada tahun 1946 dengan menggunakan tinggi total dan VCD sebagai peubah bebasnya (Paine, 1992).
Kekurangan dari tabel volume pohon udara terletak pada ketelitian statistik yang mendasari perhitungan regresi tersebut. Kekurangan lainnya adalah dalam mengkonversi volume pohon menjadi volume tegakan karena pada potret sulit menghitung secara tepat berapa jumlah tajuk yang ada. Tabel volume pohon udara hanya baik jika digunakan pada potret udara berskala besar serta untuk tegakan yang agak terbuka. Dari hasil penelitian Illesavo (1950) dalam Jaya (2006), regresi hubungan antara volume pohon dengan tinggi total pohon dan diameter tajuk jenis-jenis pohon berdaun jarum di Finlandia mempunyai kesalahan baku (standard error/SE) yang cukup besar yaitu berkisar antara 30-60% dari volume rata-ratanya.
Walaupun regresi yang membentuk tabel volume pohon udara mempunyai kesalahan baku yang cukup tinggi, namun tabel volume pohon cukup baik digunakan dalam menduga volume tegakan karena kesalahan tersebut akan saling mengkompensasi. Perhitungan jumlah tajuk pada potret cenderung under estimate (lebih sedikit dibandingkan jumlah sebenarnya), hal ini akan menyebabkan terjadinya under estimate untuk volume tegakan (Jaya, 2006).
Sedangkan untuk perhitungan volume pohon dilapangan faktor koreksi yang digunakan adalah kusen bentuk yang dirujuk dari penelitian Novendra 2008 yang melakukan penelitian pada lokasi yang sama, yaitu Bagian Hutan Bancar, KPH Jatirogo. Untuk perhitungan volume pohon total kusen bentuk yang digunakan adalah 0,625 dan untuk perhitungan volume bebas cabang pohon kusen bentuk yang digunakan adalah 0,728. Hal ini sesuai dengan pernyataan Husch et al., 2003 dalam Novendra (2008) bahwa kusen bentuk merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara diameter ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada yang besarnya kurang dari satu. Nilai kusen bentuk dapat digunakan untuk mengetahui faktor keruncingan pohon jati pada ketinggian tertentu dan dapat digunakan sebagai variabel tetap dalam pembuatan tabel volume.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu PenelitianKegiatan pengambilan data penelitian pemanfaatan citra satelit dalam penyusunan tabel volume pohon jati (Tectona grandis, Linn.f) dilakukan di BKPH Bancar, KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober 2008, sedangkan kegiatan pengolahan data dilakukan di Laboratorium SIG dan Remote Sensing, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan November - Desember 2008.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Citra Satelit Ikonos (3 November 2004 dan 9 Oktober 2006)
Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space Systems. Raytheon membuat elemen-elemen komunikasi image processing dan costumer service, sedangkan Eastman Kodak membuat dalam hal menyajikan kameranya. Ikonos menyajikan data satelit dengan resolusi tinggi, sangat cocok digunakan untuk pemetaan, monitoring pertanian, pengelolaan sumberdaya dan perencanaan pemukiman.
Satelit ikonos dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat dan diluncurkan pada 24 September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih). Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi. Karakteristik satelit Ikonos dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Dasar Ikonos
SISTEM IKONOS
Tanggal peluncuran 24 September 1999 di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA
Masa operasional Lebih dari 7 tahun
orbit 98.1 derajat, sinkron matahari (sun
synchronous)
Kecepatan dalam orbit 7.5 kilometer per detik Kecepatan di atas permukaan tanah 6.8 kilometer per detik Revolusi mengelilingi bumi 14.7, setiap 24 jam
Altitude 681 kilometers
Resolusi pada titik Nadir 0.82 meter panchromatic; 3.2 meters multispectral Resolusi pada titik 26° Off-Nadir 1.0 meter panchromatic;
4.0 meters multispectral
Luas sapuan (Image Swath) 11.3 kilometer pada titik nadir; 13.8 kilometer pada titik 26° off-nadir Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu
matahari/siang hari
Waktu pengulangan pelintasan Setiap sekitar 3 hari pada latitude 40° Kisaran dinamis 11-bits per pixel
Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR Sumber : Satellite Imaging Corporation (2008)
Tabel 2 Band dan Resolusi Spasial Ikonos
Band Lebar Band Resolusi Spasial
Panchromatic 0.45 - 0.90µm 1 meter
Band 1 0.45 - 0.53µm (blue) 4 meter
Band 2 0.52 - 0.61µm (green) 4 meter
Band 3 0.64 - 0.72µm (red) 4 meter
Band 4 0.77 - 0.88µm (near infra-red) 4 meter Sumber: Center Remote Imaging Sensing and Processing (2006)
b. Citra Satelit Quickbird (14 Agustus dan 1 September 2007)
Gambar 2 Citra Quickbird KPH Jatirogo.
Satelit Quickbird adalah satelit pengamatan bumi komersil yang dimiliki oleh Digital Globe. Satelit Quickbird diluncurkan pada 18 Oktober 2001 dengan menggunakan roket Delta II dari SLC-2W, Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California. Satelit ini merupakan salah satu satelit tercanggih, terbaru dan terbaik karena resolusi spasialnya yang sangat tinggi dan datanya sudah bisa didapatkan dipasaran secara komersial.
Satelit Quickbird memiliki dua macam sensor yaitu sensor pankromatik (hitam dan putih) dengan resolusi spasial 60 - 70 cm dan sensor multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2,4 - 2,8 m. Satelit ini mempunyai orbit polar sun-synchronous, yaitu orbitnya akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu lokal yang sama pula yaitu untuk satu putaran kira-kira 1-3 hari, ini merupakan kemajuan yang sangat hebat dibandingkan berbagai satelit yang diluncurkan tahun 1980-an dan 1990-an. Karakteristik Satelit Quickbird dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik Dasar Quickbird
KARAKTER INFORMASI
Informasi peluncuran
Tanggal: October 18, 2001
Jendela peluncuran: 1851-1906 GMT (1451-1506 EDT) Wahana/alat peluncuran: Delta II
Tempat peluncuran: SLC-2W, Vandenberg Air Force Base, California
Orbit Altitude: 450 Km, 98o, sinkron–matahari condong/miring (sun-synchronous inclination)
Frekuensi pengulangan kunjungan/melintas (Revisit frequency): 3-7 hari, tergantung latitude pada resolusi 60 cm.
Sudut pandang (Viewing angle): sudut pandang pesawat – titik dalam jalur dan tegak lurus jalur
Periode: 93.4 menit
Koleksi per Orbit ~128 gigabits (kira-kira 57 image area tunggal (single area images))
Lebar sapuan dan luas area
Ukuran nominal swath (Nominal Swath Width): 16.5 kilometer di nadir
Swath permukaan bumi terakses (Accessible ground swath): 544 km terpusat pada track/jalur satelit permukaan bumi (hingga ~30 off-nadir)
Area yang perlu diperhatikan/penting (Areas of interest) ■ area tunggal (Single Area): 16.5 km x 16.5 km
■ pita (Strip): 16.5 km x 115 km Akurasi/ketepatan
metrik (Metric Accuracy)
Kesalahan melingkar 23 meter (circular error), kesalahan linier 17 meter (linear error) (tanpa kontrol permukaan bumi)
Tabel 3 (Lanjutan)
KARAKTER INFORMASI
Sensor resolusi dan lebar pita spectral (sensor Resolution and Spectral Bandwidth)
Panchromatic
■ 60 sentimeter (2 kaki) Jarak Contoh Permukaan (Ground Sample Distance) pada nadir
■ hitam & putih : 445-900 nanometer Multispectral
■ 2.4 meter (8 ft) GSD pada nadir ■ Blue: 450-520 nanometer ■ Green: 520-600 nanometer ■ Red: 630-690 nanometer ■ Near-IR: 760-900 nanometer Kisaran dinamis (Dynamic Range)
11-bits per pixel
Komunikasi (Communications)
Pemuat data (freight Data): 320 Mbps X-band
Perlindungan (Housekeeping): X-band from 4, 16 and 256 Kbps, 2 Kbps S-band uplink
Pendekatan ADCS (Approach)
3-axis terstabilisasi (stabilized)
Pelacak bintang (Star tracker)/IRU/Kemudi atau kontrol reaksi (reaction wheel), C/A Code GPS
Penitikkan atau penunjukan dan kecepatan (Pointing and Agility)
Ketepatan (Accuracy): kurang dari 0.5 milliradian total per axis
Data atau informasi (Knowledge): kurang dari 15 microradian per axis
Stabilitas (Stability): kurang dari 10 microradian per detik Kapasitas muatan
(Onboard Storage)
Kapasitas 128 gigabit (capacity)
Pesawat (Spacecraft)
Bahan bakar untuk 7 tahun, 2400 pon panjang 3.04 m (10 kaki)
Sumber: Digital globe (2008) c. Data spasial digital
 Peta jalan RBI (Rupa Bumi Indonesia) KPH Jatirogo tahun 2004  Peta kelas hutan KPH Jatirogo jangka 1998-2007
TM
2. Alat yang digunakan adalah :  GPS
 Kompas brunton  Meteran
 Haga  Phiband  Kamera digital  Alat tulis
3. Perangkat Lunak (Software) a. Arcview 3.2
b. ERDAS Imagine Ver 9.1
c. Minitab 14 dan Microsoft Office 2007 d. Script Avenue
C. Metode Penelitian
Tahapan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pengolahan Citra
Sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut, citra satelit perlu dilakukan koreksi geometrik dan radiometrik. Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengkoreksi kesalahan radiometrik atau distorsi. Sedangkan koreksi geometrik adalah suatu proses untuk menghilangkan distorsi geometrik dari suatu citra dan untuk memperoleh hubungan antar sistem koordinat citra dan sistem koordinat geografik. Koreksi yang umum dilakukan adalah koreksi geometrik atau rektifikasi. Data penelitian citra satelit ikonos tahun 2004 dan 2006 serta citra satelit quickbird tahun 2007 merupakan citra yang telah dilakukan koreksi radiometrik, sehingga dalam penelitian ini hanya dilakukan koreksi geometrik (rektifikasi) pada citra satelit ikonos karena citra satelit quickbird sudah dilakukan koreksi geometrik .
a. Koreksi Geometrik (rektifikasi)
Rektifikasi merupakan suatu proses melakukan transformasi data dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan ektrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang
baru dari nilai piksel citra aslinya. Pelaksanaan resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat yang lain. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode Nearest Neigbour dimana dalam metode ini nilai pikselnya tidak berubah karena menggunakan nilai dari piksel yang terdekat.
Tahapan-tahapan rektifikasi yang dilakukan:
1. Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point). GCP tersebut sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam jangka waktu lama. GCP harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi.
2. Menghitung kesalahan (RMSE, root mean suared error) dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung sebagai berikut:
dimana : xy dan yy = koordinat pixel dan kolom hasil estimasi dari
setiap pixel citra asli
xi dan yi = koordinat (pixel dan kolom) dari pixel pada
citra asli
Berdasarkan hasil proses rektifikasi yang telah dilakukan, RMSE yang didapat pada Citra Ikonos 2004 dengan menggunakan 50 GCP sebesar 0,0002 piksel dan Citra Ikonos 2006 dengan menggunakan 50 GCP sebesar 0,0001 sehingga proses rektifikasi ini layak digunakan. Adapun titik-titik GCP yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4.
b. Mosaik
Mosaik yaitu proses menggabungkan beberapa scene citra menjadi satu kesatuan yang kohesif. Adapun tujuan dari kegiatan mosaik ini adalah untuk menghasilkan citra gabungan yang mempunyai kualitas kekontrasan yang baik sehingga citra hasil (output) tampak menjadi citra yang kohesif (kontrasnya konsisten, terorganisir, solid dan koordinatnya ter-interkoneksi).
Agar antar citra yang akan dimosaik terjadi koordinatnya saling interkoneksi, maka masing-masing citra yang akan dimosaik harus mempunyai beberapa syarat, yaitu:
1. Sudah dilakukan koreksi geometrik (rektifikasi) dengan sistem koordinat yang sama.
2. Jika citra yang akan digabungkan telah mempunyai sistem koordinat yang sama, citra tersebut tidak harus mempunyai resolusi spasial yang sama. Akan tetapi, agar hasil yang didapatkan tampak satu kesatuan yang kohesif, maka dianjurkan memosaik citra yang mempunyai resolusi yang sama dan dari kisaran panjang gelombang yang sama.
3. Mempunyai tingkat kekontrasan yang sama. Meskipun citra direkam pada waktu yang hampir bersamaan (pada jam dan musim yang sama), akan tetapi sering dijumpai bahwa tingkat kekontrasan antar citra berbeda-beda sehingga jika citra tersebut digabungan, maka akan tampak garis-garis pembatas antar citra yang di-mosaik. Untuk kondisi kekontrasan yang berbeda-beda, beberapa perangkat lunak pengolah citra telah menyediakan fasilitas penyamaan kekontrasan. Dalam penelitian ini perangkat lunak yang digunakan untuk penyamaan kontras adalah histogram matching.
4. Jumlah band (saluran) dan panjang gelombang dari masing-masing band yang akan dimosaik sama (Jaya, 2007).
c. Klasifikasi Citra Digital
Klasifikasi diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan pixel yang bersangkutan (Jaya, 2006).
Klasifikasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Klasifikasi pendekatan kualitatif merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, baik potret udara maupun citra satelit,
dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Interprestasi dilaksanakan dengan mempertimbangkan segenap elemen penafsiran citra, baik warna tone, bentuk, ukuran, lokasi, asosiasi dan bayangan. Unsur interpretasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) tingkat atas dasar perbedaan tingkat kerumitannya, yaitu:
(1). Kunci interpretasi primer, yaitu rona dan warna
(2). Kunci interpretasi sekunder, yaitu bentuk, ukuran dan tekstur (3). Kunci interpretasi tersier, yaitu pola dan bayangan
(4). Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu situs/ lokasi dan asosiasi Pembagian kelas potensi (volume tegakan) pada citra didasarkan pada kerapatan tajuk (crown density) dan diameter tajuk (crown diameter). Cara mengukur C dan D pada citra adalah sebagai berikut :
a. Buat plot ukur dengan jari-jari 17,85 m b. Pilih lokasi yang akan diamati
c. Buat 2 lingkaran, yang pertama berukuran 17,85 m. Kemudian di dalam lingkaran yang pertama, dibuat lingkaran yang kedua berukuran 12,68 m.
Untuk mengukur C, lingkaran tersebut dibagi menjadi 16 bagian.
Dengan rumus 100% 16  n
C , dimana n = jumlah bagian yang terdapat C di dalam lingkaran. Lingkarannya dapat contohkan sebagai berikut:
Gambar 3 Lingkaran untuk Penaksiran Persentase Penutupan Tajuk. Pengolahan data pada citra resolusi tinggi sebagian besar dilakukan dengan metode yang sama yaitu dengan interpretasi visual menggunakan peubah bentuk tajuk dan kerapatan tutupan tajuk dominan dan kodominan.
r = 17,85 m
Jika L = 0,1 Ha r = 12,62 m
Penentuan klasifikasi kelas kerapatan tajuk (C) dan kelas diameter (D) menurut Jaya, et al (2006) yaitu:
- C1 untuk kerapatan tajuk 10 - 30% - C2 untuk kerapatan tajuk 31 - 50% - C3 untuk kerapatan tajuk 51 - 70% - C4 untuk kerapatan tajuk 71 -100%
Penentuan klasifikasi diameter rata-rata tajuk (D) dibagi dalam 3 kelas yaitu:
- D1 untuk diameter rata-rata tajuk < 10 m - D2 untuk diameter rata-rata tajuk 10 - 20 m - D3 untuk diameter rata-rata tajuk > 20 m
2. Pengambilan Contoh
a. Penentuan lokasi contoh tahap 1
Tahap ini adalah penentuan lokasi contoh di citra. Pada tahap ini, contoh berukuran besar (n1 = 100) diambil secara acak dari populasi
berukuran N untuk memperoleh nilai dari dimensi tegakan seperti jumlah pohon, diameter tajuk (crown diameter), dan kerapatan tajuk (crown closure). Berhubung penelitian ini dilakukan pada hutan tanaman jati, maka ukuran plot contoh berbentuk lingkaran yang dibuat luasnya tergantung kepada kelas umur tegakan yang disample, yaitu berkisar antara 0,02 Ha sampai 0,1 Ha. Data hasil pengamatan pada citra dapat dilihat pada Lampiran 5.
b. Penentuan lokasi contoh tahap 2
Pada tahap ini, contoh yang ukurannya lebih kecil (n2) diambil secara
acak dari contoh pada tahap 1 (n1). Kegiatan pengambilan contoh di
lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai tipe penutupan lahan berdasarkan titik kontrol yang telah ditentukan pada citra. Penentuan titik koordinat geografis bumi dilapangan dilakukan dengan mengunakan Global Positioning System (GPS) dan titik koordinat tersebut dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak (software) Arc View GIS
Versi 3.2. Data titik koordinat lapangan disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan ketentuan yang terdapat pada hutan tanaman jati, untuk mencapai ketelitian 10 – 15% dapat mengikuti pola seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Luas Petak Ukur pada Hutan Tanaman Jati
Kelas Hutan Petak Ukur Jarak Antara Intensitas (%) Luas (Ha) Radius (m) PU (m)
Kelas Umur I - II 0,02 7,94 200 0,5
Kelas Umur III - IV 0,04 11,28 200 1
Kelas Umur V ke atas 0,10 17,86 200 2,5
Hutan Alam Masak
Tebang dan Miskin Riap 0,10 17,86 200 2,5
Sumber : SK Dirjen Kehutanan No. 143/KPTS/DJ/1/1974
Gambar 4 Peta Lokasi Pengambilan Plot Contoh di Citra dan di Lapangan.
Pada penelitian ini jumlah plot contoh yang diambil di lapangan adalah sebanyak 47 plot contoh dengan jumlah pohon total sebanyak 550 pohon (Lampiran 6). Pemilihan plot contoh ini didasarkan pada perbedaan
kelas umur dan bonita (kualitas tempat tumbuh). Dimana plot contoh yang diambil harus mewakili setiap KU dan bonita yang berbeda-beda mulai dari KU muda sampai dengan KU tua, termasuk TJMR (Tanaman Jati Miskin Riap), TJMT (Tanaman Jati Masak Tebang) dan TJBK (Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang). Namun, dari plot contoh yang diambil tidak terdapat TJBK dan TJMT karena pertimbangan waktu, tenaga dan biaya. Berikut adalah plot contoh di lapangan yang disajikan pada Tabel 5.
Peubah-peubah tegakan yang diukur dilapangan adalah sebagai berikut:
1). Diameter pohon setinggi dada (dbh)
2). Tinggi total dan tinggi bebas cabang dari pohon 3). Lokasi pohon (koordinat relatif pohon dalam plot) 4). Diameter tajuk setiap pohon
Tabel 5 Plot Contoh di Lapangan yang diambil Berdasarkan KU dan Bonita
No Lokasi/PU KU/Bon N_lap No Lokasi/PU KU/Bon N_lap
1 8H/40 I/1 14 25 40F/29 IV/4 9
2 6G/29 I/3 20 26 33C/9 V/3 9
3 16E/11 I/3.5 9 27 33C/8 V/3 15
4 16E/14 I/3.5 14 28 11D/19 V/3.5 20
5 25A II/2 19 29 33H/27 VI/3.5 12
6 26C/4 II/2.5 11 30 33H/28 VI/3.5 14
7 26C/34 II/2.5 14 31 30D/31 VI/4 9
8 10I/20 II/3 10 32 30D/32 VI/4 14
9 10I/19 II/3 7 33 17A/7 VI/4.5 13
10 17I/49 II/3.5 8 34 17A/9 VI/4.5 11
11 17I/32 II/3.5 14 35 34F/23 VII/3.5 13
12 16M/23 II/4 21 36 34F/28 VII/3.5 8
13 27A/3 III/2 13 37 12A/2 VII/4.5 10
14 27A/2 III/2 9 38 34E/27 VIII/3.5 4
15 26M/49 III/2.5 24 39 34E/24 VIII/3.5 7
16 24B/4 III/3 14 40 14E/22 VIII/4 9
17 24B/9 III/3 11 41 14E/24 VIII/4 6
18 11E/26 III/3.5 16 42 12E/19 VIII/4.5 6 19 11E/25 III/3.5 21 43 12E/13 VIII/4.5 9
Tabel 5 (Lanjutan)
No Lokasi/PU KU/Bon N_lap No Lokasi/PU KU/Bon N_lap
21 39A/2 IV/3 9 45 33B/6 TJMR 8
22 41H/21 IV/3.5 13 46 34C/39 TJMR 11
23 41H/22 IV/3.5 5 47 34C/40 TJMR 8
24 40F/28 IV/4 8
Keterangan: PU = Petak ukur; KU = Kelas umur dan N_Lap = Jumlah pohon dilapangan dalam 1 PU.
3. Pengolahan Data
a. Penyusunan model
Penyusunan model regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra satelit yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin, namun mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Data untuk penyusunan model disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan penelitian dengan menggunakan peubah potret udara pada hutan tanaman jati diperoleh model-model pendugaan tabel volume tegakan seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Persamaan Tabel Volume Udara di Hutan Jati
No Lokasi Persamaan Regresi dan Koefisien
Determinasi 1. Cikampek, Purwakarta
(Suar, 1993) V = -10,2 + 0,169 N + 8,20 D (R = 53,8%) 2. Jawa (Madiun,
Nganjuk dan Jombang) (Perhutani, 1996)  Bonita ≤ 3 Ln V = -1,65 + 0,798 Ln C + 1,58 Ln D (R2 = 74,5%)  Bonita ≤ 4 Ln V = -0,713 + 1,206 Ln C + 0,219 Ln D (R = 64,90%) 3. KPH Jombang (Effendi, 1998) V = 0,0013182 C 0.989 D2.50 (R = 85,90%) Sumber: Jaya (2006)
Sedangkan pada penelitian ini model penduga potensi yang dikembangkan antara lain:
1). Model linier:
a. Sederhana : V = a + b.C V = a + c.D V = a + d.N
b. Berganda : V = a + b.C + c.D + d.N 2). Model non linier:
a. Sederhana : V = a.Cb V = a.Dc V = a.Nd b. Berganda : V = a.Cb.Dc.Nd c. Kuadratik : V = a + b.C2 + c.D2 + d.N2 d. Polynomial : V = a + b.C + c. C2 V = a + b.D + c. D2 V = a + b.C + c. D + d. C. D + e. C2 + f. D2
Tahap selanjutnya berkaitan dengan pengembangan model diatas adalah penyusunan persamaan garis hubungan antar peubah. Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi (ydslr) :
1). Penyusunan model dengan peubah tunggal Y = a + b.X
Ket : Y = peubah tak bebas (Y dapat berupa V) X = peubah bebas (X dapat berupa C, D, N)
Maka kemiringan (slope) garis regresi antara pasangan data dapat dihitung dengan rumus:
xy x JHK b JK  dan a ybx
Ket : = rata-rata peubah tak bebas (y berupa V) = rata-rata peubah bebas (x berupa C, D, N) a = koefisien elevasi
2). Penyusunan model dengan peubah ganda y = a + b.x1 + c.x2
Ket : y = peubah tak bebas (y berupa V) x = peubah bebas (x berupa C, D, N)
Maka kemiringan (slope) garis regresi antara pasangan data dapat dihitung dengan rumus:
1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 1 i i i i i i i i i i n x x x x x x x x x x          
 
 
a b c           = 1 2 i i i i i y x y x y            
b. Korelasi Antar PeubahData dimensi pohon (diameter tajuk, persen penutupan tajuk dan jumlah pohon) yang didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan dan di citra, akan dilakukan perhitungan secara sistematis. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk menentukan dimensi mana yang paling memiliki hubungan dengan volume bebas cabang di lapangan. Analisis korelasi juga dapat digunakan untuk pengujian konsistensi dimensi pohon. Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dengan rumus :
r =
 
       n i n i n i n i j j i i j i ji i n y y n x x n y x y x 1 1 1 1 2 2 2 2 )} / ) ( }{( / ) ( { / ) )( ( Keterangan :xi = Dimensi pohon ke-i
yj = Dimensi pohon lainnya ke-j
n = Jumlah pohon
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat. Sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati
-1 atau +-1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole, 1995).
Hipotesisnya:
H0 : p = 0, artinya tidak ada korelasi antara 2 peubah
H1 : p ≠ 0, artinya ada korelasi antara 2 peubah
H0 diterima apabila p > α dan H1 diterima apabila p < α.
c. Pemilihan model terbaik
Untuk mendapatkan model yang akan digunakan maka yang menjadi pertimbangan yaitu:
1). Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan terhadap model guna mengetahui keberartian hubungan peubah pada citra dengan volume tegakan di lapangan. Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam sebagai berikut:
Tabel 7 Analisis Ragam untuk Regresi Sederhana
Sumber Keragaman db JK KT F Hit
Regresi Dbr = p-1 JKR = b.JHKxy KTR = JKR/dbr KTR/KTS
Sisa Dbs = n-p JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs
Total n-1 JKT = JKy
Keterangan: p = banyaknya peubah regresi
n = banyaknya plot contoh yang diamati Tabel 8 Analisis Ragam untuk Regresi Berganda Sumber
Keragaman db JK KT F Hit
Regresi Dbr = p-1 JKR = b.JHKxy KTR = JKR/dbr KTR/KTS
Sisa Dbs = (m-1)–(p-1) JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs
Total m-1 JKT = JKy
Keterangan: p = banyaknya parameter
m= banyaknya plot contoh Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,p
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0.
Bila hasil analisis keragaman tersebut diperoleh F-hit l > F-tab maka terima H1, yang berarti minimal ada satu peubah yang bebas yang
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Dan jika F-hit < F-tab maka terima H0, yang berarti bahwa semua peubah bebas tidak berpengaruh
nyata terhadap peubah tak bebas.
2). Memiliki koefisien determinasi dan koefisien determinasi terkoreksi yang tinggi.
Koefisien determinasi adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya koefisien determinasi dimaksudkan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan rumus:
100% JKR
R sq x
JKT
 
Ket : R-sq = Koefisien Determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total
Jika nilai koefisien determinasi sebesar 50% mempunyai pengertian bahwa 50% variasi peubah x dapat menerangkan secara memuaskan variasi peubah y, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.
Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya dengan menggunakan rumus: /( ) ( ) 100% /( 1) JKS n p R sq adj x JKT n    
Ket : R-sq(adj) = Koefisien Determinasi terkoreksi JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
JKT = Jumlah Kuadrat Total
3). Model yang sederhana dan mudah digunakan, misalnya: a. memuat sedikit peubah penduganya.
b. kemudahan mengukur peubah bebas c. potensial kesalahan rendah
d. Verifikasi model menggunakan uji t-student
Verifikasi model dapat dilakukan, salah satunya dengan uji t-student. Uji t-student digunakan apabila ragam populasi tidak diketahui dan ukuran contohnya < 30. Uji t-student digunakan untuk menunjukkan apakah ada perbedaan antara Vbc hasil pengukuran di lapangan dengan Vbc hasil yang didapat dari model yang diuji dengan rumus sebagai berikut:
Ket : x = pengamatan µ = nilai tengah s = simpangan baku Dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : µ = µ0,
H1 : µ ≠ µ0.
Selanjutnya kriteria uji bagi hipotesis dengan menggunakan t hitung, yaitu jika thitung > ttabel maka terima H1, yang berarti pengukuran di
lapangan dan di citra berbeda nyata. Sedangkan jika thitung < ttabel maka
terima H0,yangberarti pengukuran di lapangan dan di citra tidak berbeda
nyata. Data untuk verifikasi model disajikan pada Lampiran 10.
e. Pendugaan parameter populasi
1). Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi (ŷdslr)
Nilai tengah populasi dari penduga regresi untuk double sampling dihitung dengan rumus :
n m
m dslr y b x x y    dimana : dslry = Nilai tengah populasi
b = Kemiringan (slope) garis regresi antara pasangan data pada peubah X (pada tahap 1) dan peubah Y (pada tahap ke-2) x thitung  s  
n = Jumlah contoh pada tahap ke-1
n
x = Rata-rata dari peubah X dari unit-unit contoh tahap ke-1 m = Jumlah contoh pada tahap ke-2 dimana peubah X dan
peubah Y diukur
m
x = Rata-rata dari peubah X dari unit-unit contoh yang bersesuaian (berpasangan) dengan unit-unit contoh pada tahap ke-2
m
y = Rata-rata peubah Y dari tahap ke-2
 
                    m i m i n m m m i m i m n m m m x x m y x y x b 1 1 2 1 1 n x x n i ni n
  1 , dan 1 1 2 1 2 2         
  n n x x s n i n i ni ni xn m x x m i mi m
  1 , dan 1 1 2 1 2 2         
  m m x x s m i n i mi mi xm m y y m i mi m
  1 , dan 1 1 2 1 2 2         
  m m y y s m i n i mi mi ym2). Penduga ragam bagi nilai tengah (rata-rata) populasi ( 2
dslr
y
s ):
Nilai dugaan bagi ragam rata-rata populasi dari penduga regresi untuk double sampling dihitung dengan rumus:
                   2 2 2 2 2 2 1 1 1 . dslr y y s n s r n n dimana :