BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November 2011. Pengolahan data di lakukan di Laboratorium fisik remote sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Desember sampai Maret 2012.
2.2 Data, Software, Hardware dan Alat
a. Data utama yang digunakan adalah sebagai berikut:
(1). Peta kawasan kerja KPH Madiun (Gambar 2).
Gambar 2 Peta kawasan KPH Madiun.
8
(2). Citra dijital resolusi sedang Landsat TM KPH Madiun (Gambar 3)
Gambar 3 Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun.
(3). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dungus (Gambar 4)
Gambar 4 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus.
(4). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dagangan (Gambar 5)
Gambar 5 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.
10
b. Data Pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah peta kerja di lokasi BKPH Dungus dan lokasi BKPH Dagangan serta koordinat GPSnya pada setiap BKPH yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2.
c. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS map 60CSx (Gambar 6a), kompas brunton (Gambar 6b), meteran, tali tambang, Haga (Gambar 6c), kamera SLR dengan lensa fish eye, kamera digital, dan alat tulis.
(a) (b)
(c)
Gambar 6 (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer.
d. Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software Arcview 3.2, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver 16.
e. Hardware yang digunakan dalam pengolahan data yaitu seperangkat komputer dan printer.
2.3 Metode Penelitian
Tahapan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:
2.3.1 Pra Pengolahan Data Citra
Sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut, citra foto udara perlu dilakukan koreksi geometrik. Sedangkan koreksi geometrik adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik dari suatu citra dan sistem koordinat geometrik. Koreksi yang umum dilakukan adalah koreksi geometrik atau rektifikasi. Citra dijital yang telah terkoreksi dengan menggunakan koreksi geometrik lalu di overlay dengan data citra pada citra Landsat TM. Desain untuk plot contoh di lapangan ditentukan dengan menggunakan extension IHMB dengan menggunakan metode purposive sampling. Agar mewakili keseluruhan area maka untuk setiap kelompok umur, jumlah minimum plot contoh yang diambil adalah 3 sampai 4 plot.
a. Koreksi Geometrik (rektifikasi)
Rektifikasi yang dilakukan adalah rektifikasi citra-ke-citra (image-to-image rectification). Pada penelitian ini dilakukan koreksi yang digunakan untuk mengoreksi citra digital non-metrik menggunakan citra LANDSAT yang telah terkoreksi sebelumnya, hal ini dilakukan agar koordinat geografis sama. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah Universal Transvers Mercator (UTM), zone 48 selatan (south UTM 1984).
Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik-titik control lapangan (GCP). Untuk penelitian ini jumlah total titik GCP (Lampiran 1 dan 2) adalah sebanyak 17 titik, 7 titik GCP di BKPH Dungus dan 10 titik GCP di BKPH Dagangan. GCP adalah suatu titik-titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris) maupun pada peta (yang diukur dalam lintang bujur meter). Syarat pemilihan GCP adalah tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen atau tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya) (Jaya 2009).
Jumlah GCP minimum dihitung dengan menggunakan persamaan : GCPmin = (t+1)(t+2)/ 2
12
dimana,
t : orde dari persamaan transformasi.
RMSE (Root Mean Square Error) yang dihasilkan pada koreksi geometrik ini adalah didapatkan dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑅𝑀𝑆𝐸 = 𝑥𝑟− 𝑥𝑖 2+ (𝑦𝑟− 𝑦𝑖)2
Dimana:
RMSE = Root Mean Square Error
xr, xi dan yr, yi = Kesalahan ke arah x dan y untuk GCP ke-i b. Desain Sampling
Desain sampling untuk pengambilan plot contoh di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan bantuan extension IHMB. Pemilihan desain sampling pertama-tama dilakukan secara acak. Menurut Jaya et al. (2010) pengacakan pada arah Timur-Barat (sumbu X) dilakukan antara 0-1000 m (karena jarak antar jalur adalah 1000m), sedangkan pengacakan pada sumbu Y (arah Utara-Selatan) pengacakan dilakukan antara 0 sampai dengan jarak antar plot. Pada penelitian ini jarak antar plot yang digunakan sebesar 75 m.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan grid dengan menggunakan ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Peta pembuatan grid plot contoh.
c. Pemilihan Plot Contoh
Setelah dilakukannnya desain sampling, maka untuk selanjutnya yaitu tahap pemilihan plot contoh pada peta kerja. Pemilihan plot contoh tersebut didapatkan 38 titik plot di masing-masing lokasi, yaitu di BKPH Dungus (Gambar 8) dan BKPH Dagangan (Gambar 9). Pemilihan plot contoh tersebut tersebar di seluruh areal BKPH dan telah mewakili kelas-kelas umur yang ada.
Gambar 8 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus.
14
Gambar 9 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan.
15
2.3.2 Pengambilan Data Lapangan
Pengambilan data lapangan dilakukan di atas peta kerja dan peta administrasi KPH Madiun, Perhutani Unit II Jawa Timur. Pemilihan titik plot pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan sebaran kelas umur di lokasi penelitian, Bagian Hutan dan kenampakan citra dijital non metrik resolusi tinggi. Terpilih masing- masing 38 titik pada lokasi BKPH Dungus dan pada lokasi BKPH Dagangan. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas Umur) yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas petak ukur pada hutan tanaman jati
Kelas Hutan Petak Ukur
Luas (Ha) Radius (m)
Kelas Umur I - II 0,02 7,92
Kelas Umur III - IV 0,04 11,28
Kelas Umur V ke atas 0,1 17,85
Data yang diambil di lapangan di antaranya adalah : a. nomor plot
b. keliling pohon setinggi dada c. keliling pohon setinggi 0,5 meter d. tinggi total pohon
e. tinggi bebas cabang (tbc).
f. diameter tajuk
g. jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot h. koordinat plot contoh
i. koordinat pohon
Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto persentase penutupan tajuk (crown cover) menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.
16
2.3.3 Pengolahan Data Lapangan
Sebelum pengolahan data lapangan, data pada citra diolah terlebih dahulu, yaitu dengan mencari persentase penutupan tajuk (crown cover) dari masing- masing plot, menghitung jumlah pohon pada citra dan menghitung diameter tajuk pohon di setiap plot.
a. Teknik mengukur persentase tutupan tajuk pada citra (crown cover) (C) 1) Mengukur persentase tajuk citra
Persentase penutupan tajuk merupakan persentase areal tertutup oleh proyeksi vertikal tajuk-tajuk pohon. Menghitung persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dilakukan secara perhitungan visual dengan menghitung antara areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Adapun rumus dalam menghitung persentase penutupan tajuk yaitu :
Persentase penutupan tajuk citra (%) = Luas wilayah bertajuk
Luas plot contoh
x
100%Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil luasan tajuk tersebut didapatkan dari hasil deliniasi areal tutupan tajuk dan gap tajuk.
Gambar 10 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra.
2) Memetakan persentase penutupan tajuk hasil pengukuran lapangan
Memetakan hasil pengukuran tajuk di lapangan didapatkan dari persamaan y = 0,173x + 1,443 yaitu yang berasal dari hasil perhitungan setiap kerapatan pohon (jari-jari tajuk) di satu keterwakilan plot pada setiap kelas umur di lapangan dengan nilai dbh-nya. Kemudian dipetakan pada masing-masing plot contoh, sehingga dapat membandingkannya antara
Areal tutupan tajuk Gap tajuk
18
hasil di citra dan di lapangan (Gambar 10 dan 11). Terdapat pada plot contoh 105 dengan persentase tajuk di citra sebesar 72% dan persentase tajuk lapangannya 48%.
Gambar 11 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan.
b. Teknik mengukur jumlah pohon pada citra (N)
Menghitung jumlah pohon pada citra dilakukan secara visual langsung dengan memberikan tanda pada pohon yang berada dalam luasan tajuk. Kemudian dibandingkan antara pohon citra dengan lapangan seperti pada Gambar 12.
(a) (b)
Gambar 12 (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan.
Posisi pohon
Persentase tajuk di lapangan
c. Menghitung diameter tajuk (crown diameter) (D)
Menghitung diameter tajuk (crown diameter) dilakukan dengan metode interpretasi visual dengan mengukur panjang diameter terpanjangnya dengan arah dari utara ke selatan dan barat ke timur (Gambar 13). Perhitungan tersebut dengan menggunakan icon measure pada software Arc View Gis ver 3.2.
Gambar 13 Plot contoh diameter tajuk.
d. Penyusunan model 1). Model-model alternatif
Penyusunan model regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra foto udara (citra dijital non-metrik resolusi tinggi) yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Pada penelitian ini model penduga potensi yang dikembangkan antara lain dijelaskan pada Tabel 2.
Arah pengukuran diameter tajuk
20
Tabel 2 Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati
Model Persamaan
1) Linier
a. Sederhana V = a + b.C
V = a + c.D V = a + d.N
b. Berganda V = a + b.C + c.D + d.N
2) Non Linier
a. Sederhana V = a.Cb
V = a.Dc V = a.Nd
b. Berganda V = a.Cb.Dc.Nd
c. Kuadratik V = a + b.C2 + c.D2 + d.N2 d. Polynomial V = a + b.C + c. C2
V = a + b.D + c. D2
V = a + b.C + c. D + d. C. D + e. C2 + f. D2
Selain model-model umum yang biasa digunakan tersebut, ada beberapa model penduga potensi dengan foto udara yang dihasilkan dari penelitian- penelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 disajikan beberapa model penduga sediaan tegakan dengan foto udara.
Tabel 3 Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara
No Persamaan R2
(%) Penelitian Sumber
1. Log V = 0,06 + 1,11 Log C + 0,133 Log D
69,2 Model penduga volume tegakan dengan foto udara di hutan alam studi kasus di HPH PT.
Sura Asia, Propinsi Dati I Riau
Budi 1998
2. V = 1,47.10-4 H1,42D0,35 N2,21
81 Model penduga volume terbaik dengan foto udara skala 1 : 20000 untuk tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Pekalongan Barat dengan pendekatan stratifikasi dan tanpa stratifikasi
Hidayatullah 1996
3 a). V = 54,2 – 0,469 C untuk SFNAP
b). V = 32,4 – 0,246 C untuk CAP
76,2 69,1
Kajian teknis
pemanfaatan potret udara non-metrik format kecil pada bidang kehutanan
Cahyono 2001
4. a). Ln V = -1,65 + 0,798LnC + 1,58 Ln D untuk bonita ≤ 3 b). Ln V = -0,713 + 1,206 LnC + 0,219 Ln D untuk bonita ≥ 4
74,5 64,9
Tabel volume udara (Aerial Volume Tabel)
Hardjoprajitno S. 1996
5. V = 35481338,92 C3,00 79,3 Penyusunan tabel tegakan hutan tanaman dengan potret udara
Prihanto 1996
6. V = -10,2 + 0,169N + 8,20D
53,8 Penduga Volume Tegakan Jati di BKPH
Cikampek KPH
Purwakarta melalui foto udara
Suar 1993
7. Ln V = -5,577 + 0,427 Ln N + 2,591Ln H
67,4 Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan
Atmosoemarto 1993
22
2). Penduga regresi
Tahap selanjutnya berkaitan dengan pembangunan model di atas adalah penyusunan persamaan regresi. Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi dapat diperoleh sebagai berikut:
(a). Penyusunan model dengan peubah tunggal y = a + b. x
Dimana: y = V dalam m3 /ha x = dapat berupa C, D, N
Kemiringan (slope) garis regresi dapat dihitung dengan rumus:
x xy
JK
b JHK dan a𝑦 - b𝑥
JHKxy =
𝑥𝑦 − 𝑥 𝑦
𝑛
𝑛−1 JKx = 𝑥
2− 𝑥 2/𝑛 𝑛 −1
Dimana: 𝑦 = Rata-rata peubah tak bebas (y berupa V dalam m3 /ha) 𝑥 = Rata-rata peubah bebas (x berupa C, D, N)
JHK = Jumlah hasil kuadrat JK = Jumlah kuadrat a = Koefisien elevasi b = Koefisien regresi n = Banyaknya plot
(b). Penyusunan model dengan peubah ganda y = a + b.x1 + c.x2
Dimana: y = V dalam m3 /ha x = x berupa C, D, N a, b, c= Konstanta
Maka kemiringan (slope) garis regresi antar pasangan data dapat dihitung dengan rumus:
𝑛 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖
𝑥1𝑖 𝑥1𝑖2 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖
𝑥2𝑖 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖
𝑥1𝑖2
𝑎 𝑏 𝑐
= 𝑦𝑖 𝑥1𝑖𝑦𝑖 𝑥2𝑖𝑦𝑖
(c). Korelasi Antar Peubah
Penyusunan model pendugaan sediaan tegakan ini masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) yang menyatakan tingkat keeratan hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan tegakan. Nilai r dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
r =
Dimana:
xi = Dimensi pohon ke – i
yj = Dimensi pohon lainnya ke – j n = Jumlah pohon
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat.
Sebaliknya jika nilai r = 1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole 1995). Hipotesisnya: H0 : p = 0, artinya tidak ada korelasi antara 2 peubah H1 : p ≠ 0, artinya ada korelasi antara 2 peubah H0 diterima apabila p > α dan H1 diterima apabila p < α.
Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi memiliki nilai yang signifikan (nilai r > 0,7071 dalam hubungannya terhadap tegakan), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005).
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah H0 : ρ ≥ 0,7071 dan H1 : ρ < 0,7071. Rumus yang digunakan dalam Uji Z yaitu:
x i (x yx ) (/n
x )(y jy )(/nyj)2/n
2 2
i 2
j i j
i
) (Z ZrZhitung
24
Dimana:
Z = Sebaran normal Z
σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z
ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi
n = Jumlah data
Jika hasil Z-hitung ≤ 1,96, maka H0 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan volume cukup erat dengan r ≥ 0,7071.
Sedangkan jika Z-hitung > 1,96, maka H1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan volume adalah kurang erat.
3) Uji Koefisien regresi
Pengujian hipotesis dilakukan terhadap model guna mengetahui keberartian hubungan peubah pada citra dengan volume tegakan di lapangan.
Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam sebagai berikut:
Tabel 4 Analisis ragam untuk regresi sederhana Sumber
Keragaman
db JK KT F Hit
Regresi Dbr = p-1 JKR =b.JHKxy KTR =JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = n-p JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs
Total n-1 JKT = JKy
Keterangan: p = banyaknya peubah regresi
n = banyaknya plot contoh yang diamati
Tabel 5 Analisis ragam untuk regresi berganda
Keragaman db JK KT F Hit
Regresi Dbr = p-1 JKR = b.JHKxy KTR = JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = (m-1)–(p-1) JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs
Total m-1 JKT = JKy
Keterangan: p = banyaknya parameter m = banyaknya plot contoh
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,p
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0.
Bila hasil analisis keragaman tersebut diperoleh F-hit > F-tab maka terima H1, yang berarti minimal ada satu peubah yang bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan sebaliknya (Walpole 1995).
Jika H1 diterima melalui Uji –F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas dengan menggunakan perhitungan Uji-t.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah:
thitung
s/
n
Dimana:
X = Pengamatan μ = Nilai tengah 𝑠 = Standar deviasi n = Jumlah sampel
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : μ = μ0, H1 : μ ≠ μ0.
Selanjutnya kriteria uji bagi hipotesis dengan menggunakan t-hitung, yaitu jika thitung > ttabel maka terima H1, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra berbeda nyata. Sedangkan jika thitung < ttabel maka terima H0, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra tidak berbeda nyata.
4) Uji Verifikasi Model
Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan uji verifikasi terhadap model tersebut. Uji verifikasi model terbangun dengan menggunakan perhitungan Uji-χ2 , е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Spurr 1952 dalam Divayana 2011). Pada penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).
26
Dimana:
χ2 = Nilai Chi-square
𝐸𝑖 = Nilai ekspetasi/ dugaan
𝑂𝑖 = Nilai observasi/ aktual
RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE menggunakan rumus sebagai berikut:
% 100 ]
1[
2
n Ha
Ha Ht RMSE
n i
i i i
Dimana:
RMSE = Root Mean Square Error Hti = Nilai dugaan
Hai = Nilai aktual
n = Jumlah pengamatan
Bias (℮) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai ℮ yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol.
Perhitungan ℮ (Bias) dapat dirumuskan sebagai berikut:
n Y
Y Y
n i
Ai Ai
Ti ) 100%}
{(
e
1
Dimana:
℮ = Bias
YT = Nilai dugaan YA = Nilai aktual
N = Jumlah pengamatan
ki
i i i hitung
E E O
1
2
2 ( )
Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1.
Nilai SA dapat dihitung dengan rumus:
Ti A Ti
Y Y
SA Y i
Dimana:
SA = Simpangan Agregat YT = Nilai dugaan
YA = Nilai aktual
Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%. Perhitungan SR yaitu dengan rumus sebagai berikut:
n Y
Y Y SR
n i
Ti Ai
Ti 1
%}
100
| {|
Dimana:
SR = Simpangan Rata-rata YT = Nilai dugaan
YA = Nilai aktual
n = Jumlah pengamatan
Untuk mendapatkan model yang akurat dan valid, perlu adanya penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang dilakukan.
Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Kemudian akan terbentuk model terbaik yang dapat digunakan sesuai kriteria yang ada yaitu model yang memuat sedikit peubah penduga, kemudahan mengukur peubah bebas dan potensial kesalahannya rendah.
Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan е dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1 max 4
min
max
SA SA
Skor 4 1
max min
e max
e Skor
1 max 4
min
max
SR SR
Skor 4 1
max min
max
RMSE RMSE
Skor
28
2.4 Pendugaan Biomassa
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang, kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2mm).
Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar fosil dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosisitem hutan juga mempunyai peranan penting dalam siklus karbon secara global. Hutan menyimpan karbon sekitar 80% (IPCC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk tumbuh mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003).
Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (non- destructive sampling) merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada.
Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup
besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa.
Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan atau tinggi) dengan biomassanya.
Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al.
2001). Sehubungan dengan pernyataan tersebut Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan sebagai berikut:
W = 0,11 ρ D 2,62 Dimana:
W = biomassa (kg/pohon)
ρ = kerapatan jenis (gr/cm3) ρ pohon jati sebesar 0,75 ton/m3 (Martawijaya 1992).
D = diameter setinggi dada (cm)
Selain menggunakan rumus Ketterings, pendugaan biomassa dapat pula menggunakan model alometrik Brown. Pada pendugaan nilai biomassa tegakan jati di lokasi penelitian digunakan model alometrik Brown (1997) yang dikembangkan oleh Hendri (2001) yang diformulasikan kembali oleh Tiryana
30
(2011) di daerah KPH Cepu. Hutan Tanaman jati di KPH Cepu memiliki iklim yang sama dengan hutan jati di KPH Madiun yaitu tipe iklim C sehingga kurang lebih kondisi umum lapangan baik kondisi tegakannya memiliki kesamaan.
Berikut ini adalah persamaan alometrik Brown yang digunakan:
W = 0,2759D2,2227 (R2 = 0,941) Dimana:
W = biomassa tegakan (kg/pohon) D = diameter setinggi dada (cm)
Dapat pula dengan menggunakan metode perhitungan Vademecum Kehutanan (1976) dalam Ginoga et al. (2005) sebagai berikut:
B = (4/3) V ρ Dimana:
B = biomassa tegakan (ton/ha) V = volume pohon (m3 /ha)
ρ = kerapatan jenis kayu (ton/m3 )
Model Vademecum tersebut digunakan karena mudah diaplikasikan serta cukup sederhana.
Menurut IPCC (2003) dalam Janiatri 2012 terdapat dua pendekatan untuk mengestimasi nilai kandungan biomassa yaitu, pendekatan langsung, menggunakan persamaan allometrik pada sampel plot dan pendekatan tidak langsung menggunakan nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor (BEF).
Biomass Expansion Factor (BEF) didefinisikan sebagai rasio total bobot kering tanur di atas permukaan tanah pada diameter minimum (dbh) 10 cm atau lebih dengan bobot biomassa kering tanur pada volume yang diinventarisasi atau rasio antara AGB total dengan biomassa batang yang dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini nilai Biomass Exspansion Factor (BEF) yang digunakan adalah Biomass Exspansion Factor (BEF) pada tegakan Jati yang dikembangkan di
daerah tropis Panama, di hitung dengan membagi total proporsi biomassa dengan biomassa cabang sehingga menghasilkan nilai BEF sebesar 1,53186 (Kraenzel et al. 2003). Pendugaan biomassa atas permukaan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan dengan menggunakan rumus :
BAP = V x 𝜌 x BEF Dimana:
BAP = Biomassa Atas Permukaan (ton/ha) V = Volume tegakan (m3 /ha)
ρ = Berat jenis kayu (ton/m3)
BEF = Biomass Expansion Factor dengan koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis (Kraenzel et al. 2003).
2.5 Penyusunan Tabel Volume
Penyusunan tabel volume berasal dari model penduga yang terpilih berdasarkan hasil penentuan peringkat gabungan tersebut diatas. Dari model penduga volume yang terpilih akan didapatkan nilai volume untuk nilai tertentu yang diukur atau diamati dilapangan. Kemudian terakhir dapat disusun dalam bentuk tabel volume lokal atau standar untuk jenis tegakan jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Madiun Unit II Jawa Timur pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan.
2.6 Monogram
Monogram adalah suatu tema atau bentuk yang dibuat untuk melengkapi atau mengkombinasikan dua bentuk citra atau beberapa grafik kedalam satu simbol. Jenis objek yang ditaksir dalam menyusun monogram ini adalah kelas potensi penutupan tajuk, kelas diameter tajuk dan jumlah pohon pada citra dijital resolusi tinggi. Penyusunan monogram digunakan sebagai penyajian gambar dari hasil analisis atau interpretasi citra sehingga dapat dilihat perbandingan kelas potensi di lapangan dengan di citra.
32
2.7 Pelaporan
Tahapan terakhir dari serangkaian kegiatan penelitian ini adalah pembuatan laporan. Secara keseluruhan tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut.
Gambar 14 Diagram alir kegiatan.
Ya
Analisis Statistik dan Penyusunan Model Tabel Volume Tegakan
Model Penduga Sediaan Mulai
Persiapan Data
Pendukung Citra
Dijital
Rektifikasi
Pra Pengolahan Citra Desain Penarikan Contoh Pengambilan Data Lapangan
Model Penduga Sediaan Diterima
Verifikasi Model Terbaik Peubah
Lapangan
Citra Terkoreksi
Selesai Pembuatan Monogram Tabel Volume
Estimasi Biomassa Tidak
Ya