• Tidak ada hasil yang ditemukan

"Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten"

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ""Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten""

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENYUSUNAN TABEL FAKTOR TINGGI TEGAKAN

(FT) PADA TEGAKAN MAHONI DAUN BESAR (

Swietenia

macrophylla,

King) DI BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

MUHAMAD SUKRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2006

(3)

RINGKASAN

Muhamad Sukri. E 14101039. Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla,

King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Di bawah bimbingan Ir. Suwarno Sutarahardja.

Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang merupakan kekayaan negara harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional dan terarah. Untuk keperluan tersebut maka diperlukan inventarisasi hutan yaitu suatu usaha untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik tempat tumbuhnya yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan. Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan berkaitan erat dengan pengukuran volume kayu. Untuk tujuan penaksiran volume kayu agar sumber kesalahan dapat diperkecil sebaiknya dipergunakan tabel pembantu yang praktis salah satunya adalah Tabel Faktor Tinggi Tegakan (Tabel FT).

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun Tabel FT pada jenis tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tabel FT ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai tabel pembantu dalam menduga volume tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Tabel FT merupakan tabel pembantu dalam menduga volume tegakan dengan cepat, praktis dan teliti. Syarat utama dalam menyusun Tabel FT ini adalah adanya hubungan yang erat antara FT dengan tinggi total pohon. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (nilai Zhit > nilai Ztab) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan dapat dibenarkan. Sehingga variasi nilai FT yang disebabkan oleh diameter rata tegakan dapat diwakili oleh adanya variasi tinggi total rata-rata tegakan dan sebaliknya.

Tabel FT untuk jenis mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur dapat disusun berdasarkan dua persamaan regresi yaitu: FT = 0.153 + 0.509 Tdengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan FT = 4.91 + 0.201 D dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Dari kedua persamaan regresi tersebut dapat dibuat Tabel FT untuk menduga volume tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung.

(4)

koefisien determinasi (R2) lebih besar yaitu 98,4 % dan nilai simpangan baku (S) lebih kecil yaitu 0,2612.

(5)

STUDI PENYUSUNAN TABEL FAKTOR TINGGI TEGAKAN

(FH) PADA TEGAKAN MAHONI DAUN BESAR (

Swietenia

macrophylla,

King) DI BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

MUHAMAD SUKRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Nama : Muhamad Sukri

NRP : E.14101039

Menyetujui: Dosen Pembimbing

(Ir. Suwarno Sutarahardja) NIP. 130 354 167

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 799

(7)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih indah selain puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten “.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Alm. Ayahanda yang telah tiada dan Ibunda untuk setiap cucuran keringat, tetesan air mata, limpahan kasih sayang dan untaian doa yang tidak pernah henti. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan keceriaan dalam keluarga.

2. Ir. Suwarno Sutarahardja selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, nasihat dan saran kapada penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS. selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran, kritikan dan nasihat yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. MM. Imam Tawakal, MBA. dan para staf KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan dalam pengambilan data.

5. Bapak Endang Mintarya dan staf BKPH Tanggeung yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama kegiatan pengambilan data.

(8)

8. Teman-teman seperjuangan di KPH Cianjur (Hendra Permana, Muji Burrahman, Aulia Lanni Putri dan Dita Majarani) yang telah banyak membantu dalam pengambilan data di lapangan.

9. Lenny Lutfiah S. yang telah memberikan dorongan, semangat, perhatian dan kasih sayang kepada penulis.

10.Gunanto E.S, SHut. dan Dikkie A.S SHut. atas kebaikkan hatinya untuk berbagi tempat tinggal dengan para PGT’ers dan meminjamkan komputer selama penelitian berlangsung.

11.Sahabat-sahabat penulis di MNH ’38, yang telah mengisi waktu dan keceriaan selama penulis mencari ilmu pengetahuan di bangku kuliah.

12.Teman-teman Forester IPB khususnya angkatan ’38 atas semua kekompakan dan kebersamaannya.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam skripsi ini. Semoga segala amal kebaikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bogor, Mei 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 November 1983 dari pasangan Alm. Makir (Ayah) dan Rohimi (Ibu) sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara.

Penulis mengawali pendidikannya di TK Tunas Ragunan, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 06 Petang Ragunan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 41 Ragunan Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU Negeri 38 Lenteng Agung Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2001. Pada bulan Agustus 2001 melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor. Kemudian pada tahun 2002 penulis masuk di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan bidang keilmuan Inventarisasi Hutan.

Penulis telah mengikuti kegiatan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas dan jalur Baturaden-Cilacap, tepatnya di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur dan BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat pada bulan Juli hingga Agustus 2004. Pada bulan April hingga Mai 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Wira Karya Sakti Jambi.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) pada Tegakan Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla,

King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa

Barat dan Banten“ di bawah bimbingan Ir. Suwarno Sutarahardja.

Bogor, Mei 2006

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) ... 3

Inventarisasi Hutan ... 4

Metode Inventarisasi Hutan ... 5

Pengukuran Tinggi Pohon ... 7

Pengukuran Diameter Pohon... 7

Pengukuran Luas Bidang Dasar Pohon ... 8

Faktor Bentuk Pohon ... 8

Menentukan Volume Pohon ... 9

Model-Model Pendugaan Volume Tegakan ... 10

Penyusunan Tabel FT ... 11

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian ... 15

Batasan ... 15

Metode Penentuan Pohon Contoh di Lapangan ... 16

Metode Pengambilan Data ... 16

Pengukuran Pohon Contoh ... 17

Analisis Data ... 17

Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon ... 17

Hubungan Antara FT Dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon .. 19

(11)

KEADAAN UMUM LOKASI

Letak dan Luas ... 23

Topografi ... 25

Iklim ... 25

Tanah dan Batuan ... 26

Tegakan Hutan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon Contoh ... 28

Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon ... 31

Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon ... 32

Penyusunan Tabel FT ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Teks Halaman

Tabel 1. Sidik ragam untuk fungsi regrasi ... 21 Tabel 2. Pembagian BKPH dan RPH di KPH Cianjur berdasarkan

wilayah pemerintahan Kabupaten Cianjur ... 24 Tabel 3. Rekapitulasi RPH yang ada di BKPH Tanggeung KPH Cianjur ... 24 Tabel 4. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas umur (KU) dan

bonita ... 28 Tabel 5. Jumlah pohon contoh tiap anak petak yang diamati dalam

penyusunan Tabel FT di BKPH Tanggeung ... 29 Tabel 6. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi

total pohon ... 29 Tabel 7. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi

relatif ... 30 Tabel 8. Data rata-rata diameter, tinggi total dan faktor tinggi absolut (fh)

untuk tiap anak petak di BKPH Tanggeung KPH Cianjur ... 31 Tabel 9. Persamaan-persamaan regresi hubungan antara FT dengan

tinggi total dan diameter rata-rata tegakan ... 33 Tabel 10. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 0.155 +

0.509 T (alternatif 1) ... 50 Tabel 11. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 4.91 +

(13)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Gambar 1. Tinggi relatif dari sebuah pohon berdasarkan metode Pressler.... 13 Gambar 2. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter

setinggi dada (Dbh) ... 30 Gambar 3. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas tinggi total

dan tinggi relatif pohon ... 30 Gambar 4. Garis regresi hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan

di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 0.153 + 0.509 T) ... 34 Gambar 5. Garis regresi hubungan FT dengan diameter rata-rata tegakan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

Lampiran 1. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU V BKPH Tanggeung KPH Cianjur ... 42 Lampiran 2. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VI BKPH Tanggeung

KPH Cianjur. ... 43 Lampiran 3. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VII BKPH Tanggeung

KPH Cianjur ... 44 Lampiran 4. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU VIII BKPH Tanggeung

KPH Cianjur ... 45 Lampiran 5. Rekapitulasi data tegakan mahoni KU IX BKPH Tanggeung

KPH Cianjur ... 46 Lampiran 6. Hasil perhitungan uji transformasi Z-fisher untuk hubungan

tinggi total dan diameter rata-rata tegakan ... 48 Lampiran 7. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan tinggi total

rata-rata tegakan ... 49 Lampiran 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan diameter

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang merupakan kekayaan negara harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk tujuan tersebut, pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional dan terarah. Oleh karena itu maka diperlukan suatu kegiatan inventarisasi hutan.

Inventarisasi hutan itu sendiri merupakan suatu usaha untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik tempat tumbuhnya yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilaksanakan melalui dua cara yaitu cara langsung berupa sensus dan sampling dan cara tidak langsung dengan penafsiran potret udara dan interpretasi citra satelit. Cara yang biasa digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah cara sampling karena dinilai lebih efisien terutama dilihat dari segi tenaga, waktu dan biaya.

Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan berkaitan erat dengan pengukuran volume kayu. Untuk tujuan penaksiran volume kayu agar sumber kesalahan dapat diperkecil, sebaiknya dipergunakan tabel pembantu yang praktis. Praktis disini dalam arti mudah dalam penggunaannya dan mudah dalam mengukur kunci pembacanya sehingga faktor obyektifitas dapat dipertahankan serta ketelitiannya masih dalam batas-batas yang diperkenankan.

Untuk menaksir volume tegakan dengan menggunakan tabel pembantu memerlukan pengukuran parameter diameter, tinggi, luas bidang dasar dan angka bentuk rata-rata dalam tegakan. Sedangkan untuk pengukuran tinggi dan angka bentuk pohon di lapangan secara obyektif sangat sulit dilakukan dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dengan menggunakan metode Bitterlich luas bidang dasar tegakan per hektar dapat diukur dengan cepat, mudah dan cukup teliti.

(16)

kemudian dikenal dengan Form Height Table (FH Table). Sehingga dengan menggunakan faktor tinggi pohon ini kesulitan yang dialami dalam pengukuran tinggi dan faktor bentuk pohon dapat berkurang karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar dan tinggi rata-rata tegakan.

Dalam penelitian ini akan dicoba untuk menyusun Form Height Table (FH Table) atau untuk selanjutnya dalam penelitian ini dapat disebut dengan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (Tabel FT) untuk menduga volume tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, mengingat jenis tanaman tersebut merupakan jenis pohon komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan multiguna.

Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan adanya hubungan yang erat antara tinggi total dengan diameter rata-rata tegakan yang nantinya dapat digunakan untuk menduga faktor tinggi tegakan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King)

Mahoni daun besar merupakan salah satu jenis pohon dari famili Meliaceae dan di Indonesia jenis ini tersebar di daerah-daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Samingan, 1982).

Mahoni daun besar merupakan jenis pohon yang berasal dari Amerika Tengah (Honduras, Meksiko, Columbia, Venezuela, dan West Indies). Mahoni pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1872 dan mulai dikembangkan secara luas di Pulau Jawa pada tahun 1897 sampai 1902. Pada zaman penjajahan Belanda di Pulau Jawa, jenis ini ditanam pada lapangan yang telah menurun kesuburannya yang tidak baik bila ditanami dengan Jati (Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, 1980 dalam Tiryana, 1997).

Menurut Siregar (1991) dalam Samsi (2000), jenis mahoni ini tergolong tanaman yang tahan naungan (tolerance species) yang mampu bersaing dengan alang-alang ataupun semak belukar dalam memperoleh sinar matahari, sehingga cocok untuk tanaman reboisasi pada areal alang-alang yang rapat. Daun mahoni umumnya berselang-seling majemuk menyirip, majemuk berganda atau terkadang tunggal, tidak memiliki titik terang kalau dihadapkan terhadap sinar matahari (pelload duts) dan tidak memiliki daun penumpu (setipulatte), karena sifat daunnya yang sukar terbakar maka cocok digunakan sebagai jenis tanaman reboisasi di areal alang-alang yang peka terhadap bahaya kebakaran.

Pohon mahoni menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 35 m, tajuknya rapat dan lebat serta daun berwarna hijau tua. Kulit kelabu gelap, beralur, mengelupas, cabang atau ranting coklat kekelabuan, kuncup besar, tertutup oleh sisik tebal berwarna coklat muda dengan ujung berlipat, sering kali berresin, daun tua gugur dengan warna guram tidak berbulu (Samingan, 1982).

(18)

Martawijaya (1981) juga menyatakan bahwa tempat tumbuh mahoni beriklim basah maupun kering dengan tipe hujan A – D, tanah agak liat dan kurus, dengan ketinggian tempat 0 - 800 m dari permukaan laut.

Mahoni banyak digunakan sebagai bahan baku kayu lapis (veneer) yang mewah. Serat kayu cukup indah memberikan lukisan-lukisan garis yang khas pada sayatan kayu, memiliki berat jenis rata-rata 0,61, tergolong kelas awet III dan kelas kuat II - III, dengan kayu teras berwarna coklat kemerahan. Selain digunakan sebagai veneer, mahoni digunakan pula untuk bahan bangunan, meubeul, lantai, perkakas, papan dinding, rangka pintu, patung, ukiran dan kerajinan lainnya. Buah mahoni dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan (Samingan, 1982).

Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon di hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap dan pengeluaran hasil (Husch, 1987).

Hitam (1987) menyatakan bahwa inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan utama menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas, massa tegakan dan nilai-nilai pohon sedang berdiri pada suatu tegakan hutan.

(19)

Jenis informasi yang akan dikumpulkan dalam suatu inventore hutan tergantung pada tujuannya. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi tersebut dalam tujuan pengelolaan hutan itu.

Tujuan utama inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan data tentang areal berhutan dan komposisi tegakannya. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilaksanakan dengan penginderaan jauh, pengamatan langsung di lapangan atau gabungan dari keduanya (Simon, 1993).

Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), dalam kegiatan inventarisasi hutan diperlukan alat bantu dalam melaksanakannya yaitu pengetahuan tentang ilmu ukur kayu. Ilmu ukur kayu adalah pengetahuan tentang pengukuran dimensi pohon yaitu diameter, tinggi dan volume kayu berdiri maupun rebah dan pengukuran pertumbuhan kayu (riap) serta hasil hutan non kayu.

Metode Inventarisasi Hutan

Menurut Sutarahardja, Manan, Ngadiono, Soekotjo, Setiadi dan Wiroatmodjo (1976) dalam Rahayu (1995), didasarkan atas cara dan metodenya maka kegiatan pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan dua cara yaitu cara pengamatan penuh dan cara sampling.

Cara pengamatan penuh (sensus) dilakukan dengan mengukur semua komponen yang terdapat dalam suatu populasi. Sedangkan cara sampling merupakan suatu cara menaksir nilai suatu obyek atau populasi dengan jalan mengambil dan mengamati atau mengukur sebagian dari anggota populasi sebagai wakilnya. Adapun keuntungan yang didapat dengan menggunakan cara sampling ini adalah:

1. Biaya yang diperlukan kecil 2. Waktu yang diperlukan sedikit 3. Ketelitiannya lebih besar 4. Sasarannya lebih besar

Juga dikatakan, bahwa secara garis besar cara sampling ini dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu:

(20)

b) Sistematik sampling

c) Kombinasi antara sistematik sampling dan random sampling

Selanjutnya Cochran (1991) menjelaskan bahwa tiga cara penarikan contoh di atas termasuk dalam penarikan contoh tak terbatas (unrestricted random sampling). Di samping itu ada pula cara penarikan contoh terbatas (restricted sampling), dimana cara penarikan contoh dibentuk dengan membagi populasi atas bagian-bagian atau golongan-golongan. Salah satu cara penarikan contoh terbatas adalah penarikan contoh berstrata (stratified sampling).

Salah satu cara penarikan contoh dalam stratified sampling adalah dengan cara alokasi merata/sama (equal allocation). Cara alokasi merata ini merupakan cara yang sederhana dalam pengalokasian satuan contoh pada setiap stratum, dimana setiap stratum memperoleh satuan contoh yang sama banyaknya. Untuk menentukan besarnya satuan contoh (n) dalam populasi dengan metode alokasi merata (equal allocation) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

dimana:

s = ragam contoh pada stratum ke-h (diperoleh dari survey pendahuluan atau studi pustaka)

st

y = nilai dugaan rata-rata populasi terstratifikasi (diperoleh dari survey pendahuluan atau studi pustaka)

SE = kesalahan sampling maksimum yang masih ditolelir (dalam %)

t(α/2,dbf) = nilai dari t-student (untuk aplikasi priktis dianggap = 2)

Sedangkan untuk menentukan banyaknya satuan contoh yang diukur pada setiap stratum (nh) dengan menggunakan metode alokasi merata (equal allocation) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(21)

dimana:

L = banyaknya stratum

n = satuan contoh dalam populasi

Pengukuran Tinggi Pohon

Tinggi adalah jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar, atau horizontal. Pengukuran tinggi adalah pengukuran tak langsung yang dilakukan dengan alat-alat optik dan konsekuensinya memerlukan banyak waktu. Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukur tinggi pohon antara lain Christen Hypsometer, Haga Hypsometer dan Spiegel Relaskop Bitterlich.

Dalam kegiatan inventarisasi hutan dikenal beberapa macam pengukuran tinggi pohon (Departemen Kehutanan RI, 1992), yaitu:

a) Tinggi pohon total yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon dan tujuan pengukurannya adalah untuk menentukan volume batang pohon total (volume sampai puncak pohon).

b) Tinggi pohon sampai cabang pertama yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama yang membentuk tajuk dan tujuan pengukurannya untuk menentukan volume kayu pertukangan (volume batang bebas cabang).

c) Tinggi batang komersil yaitu tinggi batang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan.

Pengukuran Diameter Pohon

Diameter merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Yang dimaksud dengan diameter pohon adalah garis lurus yang menghubungkan antara dua titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik pusat batang pohon. Dalam pengukuran diameter, yang biasa digunakan adalah diameter setinggi dada atau lebih dikenal diameter at breast high (Dbh). Dbh

L

n

(22)

merupakan pengukuran diameter yang termudah dan memiliki korelasi yang kuat dengan parameter lainnya, seperti luas bidang dasar dan volume pohon. Di Indonesia, Dbh diukur pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah (Departemen Kehutanan RI, 1992).

Spurr (1952) dalam Haryanto (2004), menyatakan bahwa diameter pohon yang dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling dasar dari permukaan pohon dan diharapkan hanya dengan menggunakan parameter tersebut memiliki keeratan hubungan yang cukup tinggi terhadap volume pohon. Diameter dapat diukur secara tepat dan akurat serta pengukuran dalam areal yang luas memerlukan biaya yang murah. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur diameter pohon secara langsung adalah pita ukur (Phi band), Biltmore Stick dan kaliper.

Pengukuran Luas Bidang Dasar Pohon

Luas penampang melintang batang kayu disebut dengan luas bidang dasar (basal area). Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), luas bidang dasar tiap pohon dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

g = ¼ . π . d2 dimana :

g = luas bidang dasar pohon d = diameter pohon

π = konstanta (phi =3,14)

Apabila diameter pohon yang digunakan adalah Dbh, maka luas bidang dasar yang dimakud adalah penampang melintang batang pohon pada ketinggian 1,30 m diatas permukaan tanah. Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua parameter penting untuk kegiatan inventarisasi hutan, yaitu kerapatan bidang dasar dan volume pohon serta volume tegakan (Departemen Kehutanan RI, 1992).

Faktor Bentuk Pohon

Faktor bentuk (form factor) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dari sini rumus umum suatu batang pohon dapat ditulis sebagai berikut (Simon, 1993 ):

(23)

Untuk perhitungan nilai faktor bentuk dapat berbeda-beda bergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar, untuk menentukan diameter silindernya. Pada umumnya dikenal tiga macam faktor bentuk yaitu:

1. Faktor bentuk absolut (absolute form factor), yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter pangkal pohon atau diameter setinggi dada.

2. Faktor bentuk nyata (true form factor) atau normal, yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter batang pada ketinggian tertentu, proposional terhadap tinggi pohon.

3. Faktor bentuk buatan (artificial form factor), yaitu faktor bentuk yang didasarkan pada diameter setinggi dada, tetapi volume kayu dihitung mulai dari pangkal pohon.

Untuk sebagian besar pohon-pohon tropis, kalau belum tersedia faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,70 (Banyard, 1973 dalam Simon, 1993).

Menentukan Volume Pohon

Menurut Suharlan dan Sudiono (1973), volume merupakan suatu ukuran tiga dimensi suatu benda atau obyek yang dinyatakan dalam satuan kubik dan diturunkan atau didapatkan melalui perkalian satuan dasar panjang yaitu panjang, lebar dan tebal atau tinggi. Penentuan volume dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dengan menggunakan xylometer dan secara tidak langsung dengan menggunakan cara analitik dan grafis.

Selanjutnya untuk menghitung volume pohon berdiri dalam bentuk rumus tertentu sulit untuk dilakukan, karena bentuk batang pohon tidak silindris dan umumnya membentuk taper (dari pangkal pohon sampai ujung pohon berbeda). Oleh karena itu sebenarnya penentuan volume batang pohon bukan pekerjaan yang sederhana dan mudah. Secara umum persamaan yang digunakan adalah :

(24)

V = volume pohon

d = diameter setinggi dada h = tinggi pohon

f = faktor bentuk pohon g = luas bidang dasar pohon

Model-Model Pendugaan Volume Tegakan

Husch (1987) menyatakan bahwa penaksiran volume suatu tegakan dapat dilakukan dari pengukuran-pengukuran yang dipandang mewakili seluruh tegakan. Dengan tujuan untuk membuat suatu penaksiran tegakan secara tepat tanpa mengukur semua pohon atau menentukan volume-volumenya. Volume yang diperoleh dengan cara ini bermanfaat jika diperlukan penaksiran volume seluruhnya, tanpa dibagi data spesies, ukuran atau kelas-kelas kualitas. Tetapi cara ini akan kurang bermanfaat apabila disyaratkan informasi terinci mengenai keadaan hutannya.

Pendugaan volume tegakan dapat dilakukan dengan menggunakan luas bidang dasar tegakan, yaitu jumlah luas penampang melintang seluruh pohon yang diukur atau sering disebut dengan luas bidang dasar total tegakan (G), rata-rata tinggi tegakan (H) dan faktor bentuk tegakan (F).

Simon (1993) mengatakan bahwa salah satu metode penaksiran volume tegakan adalah dengan cara sampling titik (point sampling). Dengan sampling titik ini, luas bidang dasar tegakan dapat ditaksir dengan cepat oleh seorang tenaga perisalah. Parameter lain yang diperlukan untuk penaksiran volume tegakan yaitu tinggi pohon dan angka bentuk pohon. Kedua parameter ini dapat diperoleh dengan mengukur sejumlah contoh pohon, sehingga volume tegakan (V) dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = G x H x F dimana:

(25)

Sedangkan menurut Loetsch, et al. (1973), pendugaan volume tegakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

V = G (FH) dimana:

V = volume tegakan per hektar G = luas bidang dasar per hektar FH = faktor tinggi pohon

Dengan menggunakan rumus diatas, maka yang perlu diukur oleh pengamat adalah diameter setinggi dada untuk menentukan besarnya luas bidang dasar (G), sedangkan faktor tinggi pohon (FH) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

) 2 ( 3

2 R m

FH = +

dimana :

R = tinggi pohon dari tunggak sampai ½ Dbhterhadap tinggi relatifnya m = jarak antara tunggak sampai dengan Dbh

Penentuan massa kayu kelas umur di Perum Perhutani didasarkan pada tabel tegakan dengan menggunakan faktor-faktor (Perum Perhutani, 1974 dalam Rahayu, 1995),:

1. Umur rata-rata seluruh tegakan

2. Bonita rata-rata untuk masing-masing kelas umur

3. Kerapatan bidang dasar (KBD) untuk masing-masing kelas umur

Penyusunan Tabel FT

(26)

fh = f (h,f) dimana :

fh = faktor tinggi absolut h = tinggi pohon f = faktor bentuk pohon

Pressler (1865) dalam Loetsch, Haller dan Zohrer (1973) menyatakan bahwa awal mulanya terbentuk fh yaitu adanya suatu metode yang sangat sederhana dari penggunaan diameter batang bagian atas tertentu untuk penentuan volume dari pohon tunggal dimana pengukuran dibantu dengan menggunakan relascope yang dikenal dengan metode Pressler. Pengukuran diameter bagian atas yang dimaksud di sini adalah setengah diameter setinggi dada (Dbh) terhadap tinggi relatifnya. Relascope berfungsi ganda yang memungkinkan pengukuran secara serentak dari tinggi batang sampai diameter pada ketinggian tertentu. Relascope telah terbukti bermanfaat untuk pengukuran diameter batang bagian atas dalam hutan-hutan tropika, walaupun kenampakan dalam hutan-hutan ini tidak selalu cukup untuk memungkinkan pengukuran yang akurat.

Metode ini merupakan suatu indikator yang baik untuk mengetahui faktor bentuk yang selanjutnya dapat digunakan untuk mencari volume batang. Menurut Loetsch, et al. (1973), rumus fh yang dikemukakan Pressler adalah :

)

fh = faktor tinggi absolut

R = tinggi pohon dari tunggak sampai ½ Dbhterhadap tinggi relatifnya m = jarak antara tunggak sampai dengan Dbh

(27)

Gambar 1. Tinggi relatif dari sebuah pohon berdasarkan metode Pressler.

Untuk mendapatkan fh/d dapat dilakukan dengan dua macam pengukuran yaitu berdasarkan hubungan perbandingan antara diameter setinggi dada (Dbh) dan ½ Dbh terhadap tinggi relatifnya. Yang dimaksud dengan tinggi relatif di sini adalah ketinggian pohon dari atas permukaan tanah sampai pada diameter ½ dari Dbh, yang selanjutnya oleh Loetsch, et at. (1973) disebut dengan relatif form height sehingga fh dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

d x d fh fh= dimana:

fh = faktor tinggi absolut fh/d = faktor tinggi relatif d = diameter pohon

Selanjutnya menurut Loetsch, et al. (1973), metode pengukuran ini lebih unggul ketepatannya dibandingkan dengan pengukuran volume dengan menggunakan tabel volume yang diturunkan dari tegakan normal. Kesalahan yang diperoleh pada umumnya adalah kesalahan subyektif. Pada penelitian yang lebih

R

r

m

d d 2

(28)

penting kesalahan manusia harus dapat dikurangi sekecil mungkin. Kelemahan dari metode ini adalah dalam pengukuran tinggi relatif, biasanya seorang pengamat kesulitan dalam menentukan posisi ½ Dbh karena tertutupi oleh tajuk sehingga perlu ketepatan dalam pengukuran.

Juga dikatakan bahwa turunan dari fh akan menghasilkan faktor bentuk (f) yang membutuhkan suatu pengukuran tinggi yang diukur dengan relascope sehingga didapat rumus :

h

Faktor bentuk yang dihasilkan dari turunan fh apabila dikalikan dengan rata-rata bidang dasar pohon akan menghasilkan volume batang per unit area. Sedangkan nilai FH sendiri digunakan untuk mengetahui volume tegakan yang diperoleh dengan mengalikan bidang dasar tegakan, dengan rumus:

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada hutan tanaman mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2005.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa tegakan mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) dengan kisaran Kelas Umur (KU) V sampai Kelas Umur (KU) IX di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

• Personal komputer.

• Program (software) statistik Microsoft Excel dan Minitab versi 13.2, untuk membantu dalam perhitungan dan analisis data.

Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB), untuk mengukur tinggi total dan tinggi relatif.

• Pita diameter (phi band), untuk mengukur diameter setinggi dada.

Tally sheet, kalkulator dan alat tulis, untuk mencatat data hasil pengukuran.

• Peta Kerja

Batasan

1. Diameter pohon dalam penelitian ini adalah diameter setinggi dada (Dbh) atau diameter yang diukur pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah. 2. Diameter ½ Dbh adalah diameter pohon pada ketinggian tertentu yang

besarnya setengah dari diameter setinggi dada (Dbh) pohon tersebut.

(30)

4. Tinggi relatif (R) adalah tinggi pohon mulai dari atas permukaan tanah sampai pada diameter batang ½ dari Dbh.

5. Kelas umur (KU) adalah pembagian kelas-kelas menurut umur untuk tegakan mahoni dengan interval 5 tahun.

6. Bonita adalah ukuran tingkat kesuburan tanah yang menunjukan kapasitas produksi tanah dalam menghasilkan massa kayu.

Metode Penentuan Pohon Contoh di Lapangan

Penentuan pohon contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan pemilihan pohon yang mempunyai syarat yaitu: pohon tumbuh normal dan sehat, batang lurus dan tidak banyak cabang, representative atau mewakili terhadap kondisi tegakan dan diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Pohon contoh yang diambil direncanakan sebanyak 250 pohon dan dipilih secara purpossive sampling dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan di atas.

Penarikan contoh yang dilakukan yaitu penarikan contoh berstrata (stratified sampling) dan yang dinyatakan sebagai stratum yaitu kelas umur. Tegakan mahoni (Swietenia macrophylla, King) yang menjadi bahan penelitian terdiri dari Kelas Umur V sampai Kelas Umur IX sehingga terdapat 5 (lima) stratum.

Dengan menggunakan cara alokasi merata/sama (equall allocation), pohon contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (nh) diperoleh dari banyaknya ukuran contoh (n) yang diamati dibagi dengan banyaknya stratum (L). Jika ukuran contoh yang diamati dalam penelitian ini sebanyak 250 pohon contoh maka pohon contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (nh) sebanyak 50 pohon contoh.

Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan data primer yaitu dengan mengukur dimensi pohon secara langsung di lapangan dan data sekunder yaitu melalui studi literatur. Untuk mendapatkan data primer dilakukan pengukuran dimensi pohon di lapangan yaitu meliputi:

(31)

c. Tinggi relatif pohon

Sedangkan data sekunder atau data pendukung yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

a) Kelas Umur (KU)

b) Bonita atau kualitas tempat tumbuh

c) Keadaan umum lokasi penelitian: letak, luas, topografi, iklim, tanah, keadaan hutan.

Pengukuran Pohon Contoh

Pohon contoh adalah pohon mahoni daun besar yang mempunyai batang lurus dan tidak banyak cabang, tumbuh normal dan sehat, representative terhadap kondisi tegakan, serta diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Untuk setiap pohon contoh dilakukan pengukuran diameter setinggi dada (Dbh), tinggi total pohon dan tinggi relatif pohon dengan menggunakan Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB). Penentuan tinggi relatif ini dilakukan dengan cara mengukur tinggi pohon dari atas permukaan tanah sampai pada ketinggian batang pohon sebesar ½ diameter setinggi dada (Dbh). Hasil pengukuran di lapangan kemudian

dicatat ke dalam tally sheet.

Analisis Data

Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon

Dalam penyusunan tabel faktor tinggi pohon ini terdapat hubungan yang erat antara diameter pohon dengan tinggi total pohon dan tinggi total pohon dengan faktor tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama sehingga akan memiliki faktor tinggi pohon yang sama pula. Tingkat keeratan hubungan ini ditunjukan dengan besarnya nilai koefisien korelasi (r) sebagai berikut:

(32)

r = korelasi

x1 = diameter rata-rata pohon x2 = tinggi rata-rata pohon n = banyaknya pohon

Nilai koefisien korelasi (r) merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi (ρ). Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka hubungan tinggi total dan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna dan sebaliknya jika r = 1 maka hubungan tinggi total dan diameter pohon merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau 1, hubungan antara kedua peubah itu (tinggi total dan diameter pohon) akan kuat dan terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara keduanya. Koefisien korelasi yang mendekati nol (r = 0) menunjukan bahwa sedikit/tidak ada hubungan linear yang terjadi bersama-sama. Keadaan ini hanya menunjukan tidak ada suatu hubungan yang baik (stright line), tapi mungkin saja ada suatu hubungan non linear yang kuat.

Besarnya nilai koefisien determinasi (R2) menyatakan tingkat ketelitian hubungan antara diameter dan tinggi total pohon. Jika koefisien determinasi ini sebesar 50 % atau nilai koefisien korelasi populasi (ρ) sebesar 0,7071, maka mempunyai pengertian bahwa hanya sekitar 50 % variasi diameter pohon dapat diterangkan oleh adanya variasi tinggi total pohon dalam populasi. Dengan koefisien determinasi sebesar 50 % sudah merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan tabel volume yang dianggap cukup seksama (Suharlan dan Soemarna, 1976 dalam Rahayu, 1995).

(33)

Jika ρ = k untuk k ≠ 0 maka peubah acak Z ini akan menyebar normal dengan nilai tengah (Zρ), dimana :

Hipotesa pengujian : H0 : ρ = 0,7071 H1 : ρ > 0,7071

Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5 % (α = 0,05). Sedangkan kriteria uji yang digunakan:

dimana:

Zr = hasil transformasi r hitung terhadap nilai Z Zρ = hasil transformasi ρ hitung terhadap nilai Z

Uji Transformasi Z-fisher ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada tingkat nyata tertentu nilai koefisien korelasi contoh (r) cukup besar nilainya tersebut juga berlaku untuk populasi sehingga syarat penyusunan tabel volume atau tabel faktor tinggi (FT) dapat terpenuhi. Jika nilai Z hitung > Z tabel maka tolak H0, artinya antara tinggi total dan diameter pohon memenuhi persyaratan yang diberikan yaitu mempunyai ρ > 0,7071 pada tingkat nyata tertentu. Dan sebaliknya jika Z hitung ≤ Z tabel maka terima H0, artinya hubungan tinggi total dengan diameter pohon mempunyai ρ ≤ 0,7071 pada tingkat nyata tertentu. Dari batas minimal ρ tersebut, jika nilai ρ yang didapat ≤ 0,7071 maka belum bisa digunakan untuk menyusun suatu persamaan dengan hanya menggunakan satu peubah bebas.

Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon

Apabila antara tinggi pohon dan diameter pohon tidak memiliki hubungan yang erat (Z hitung ≤ Z tabel) maka pendugaan faktor tinggi pohon menggunakan tinggi total dan diameter pohon sebagai peubah bebasnya (dua peubah bebas).

(34)

Pengelolahan data dilakukan secara matematis yaitu dengan menggunakan persamaan regresi berganda yang menggambarkan hubungan parameter faktor tinggi pohon (FT) sebagai peubah tak bebas (dependent variable) dengan diameter dan tinggi total pohon sebagai peubah bebas (independent variable), dengan model persamaan regresi sebagai berikut:

dimana:

Y = faktor tinggi pohon

β0 = koefisien elevasi regresi

β1,β2 = koefisien regresi

X1 = diameter rata-rata pohon X2 = tinggi rata-rata pohon

ε = sisaan

Persamaan regresi di atas dapat diduga dengan model penduga:

Ŷ = b0 + b1x1 + b2x2 + e

Tetapi apabila ternyata antara diameter dan tinggi pohon memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total pohon atau diameter pohon dapat dibenarkan. Dalam hal ini, dapat dibuat dua persamaan regresi yaitu persamaan regresi dengan tinggi total pohon sebagai peubah bebasnya dan persamaan regresi dengan diameter pohon sebagai peubah bebasnya. Kemudian dari kedua persamaan regresi tersebut dipilih persamaan regresi yang terbaik berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan simpangan bakunya (S). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2) maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik. Sedangkan untuk simpangan baku (S), persamaan regresi tersebut akan semakin baik jika

(35)

nilai simpangan bakunya semakin kecil. Pengolahan data dilakukan secara matematis yaitu menggunakan persamaan regresi linear sederhana dengan rumus sebagai berikut:

dimana:

Y = faktor tinggi pohon

β0 = koefisien elevasi regresi

βi = koefisien regresi

Xi = diameter atau tinggi rata-rata pohon dalam tegakan

ε = sisaan

Persamaan regresi di atas dapat diduga dengan model penduga sebagai berikut:

Ŷ = b0 + bixi + e dimana:

Ŷ = penduga faktor tinggi pohon

xi = diameter atau tinggi rata-rata pohon dalam tegakan b0 = penduga β0

bi = penduga βi e = penduga sisaan

Uji Keberartian Model

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang nyata atau tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F-fisher, dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu. Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sidik ragam untuk fungsi regresi

Sumber Keragaman db JK KT F hitung

Regresi (r) p-1 JKr KTr KTr/KTs

Sisa (s) n-p JKs KTs -

Total n-1 JKt - -

Ket : p = perlakuan

ε β

β + +

= iXii

(36)

Hipotesa yang digunakan:

H0 : βi = 0 (i = 1 dan atau 2)

H1 : sekurangnya ada βi≠ 0 (i = 1, 2) Dengan kriteria pengujiannya:

F hitung = KTr/KTs

Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (Fhit > Ftab) pada tingkat nyata tertentu maka tolak H0 yang berarti bahwa sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas atau semua peubah bebas secara bersama-sama mempengaruhi peubah tak bebas.

(37)

KEADAAN UMUM LOKASI

Letak dan Luas

Secara geografis Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur terletak antara 106º4’-107º25’ Bujur Timur dan 6º20’-7º32’ Lintang Selatan. Sedangkan secara administratif KPH Cianjur berada di Kabupaten Cianjur, kecuali sebagian kelompok hutan Gunung Kancana seluas 1.366 ha terletak di wilayah Kabupaten Sukabumi dan sebagian kelompok hutan Gunung Cantayan Barat terletak di wilayah Kabupaten Purwakarta dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut

Luas wilayah KPH Cianjur hasil penataan semula : 69.307,16 ha berkurang menjadi 67.589,31 ha, karena seluas 1.717,85 ha masuk perluasan Tanaman Nasional Gunung Gede Pangrango sesuai SK Menhut No. 174/KPTS-II/2003 (tentang penunjukan dan perubahan fungsi kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas, pada kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas + 21.975 ha).

Bila dibandingkan dengan luas kabupaten Cianjur (350.148 ha), maka luas kawasan hutan KPH Cianjur tersebut adalah 19 % dari luas Kabupaten Cianjur. Dengan perincian sebagai berikut:

Hutan Lindung = 24.305,66 ha (35,96 %) Hutan Produksi = 43.283,65 ha (64,04 %)

67.589,31 ha

(38)

Tabel 2. Pembagian BKPH dan RPH di KPH Cianjur berdasarkan wilayah pemerintahan Kabupaten Cianjur.

No SKPH/BKPH Wilayah RPH Luas (Ha)

Cianjur Utara

Cianjur

Ciranjang Utara

Ciranjang Selatan

Gede Timur

- Puncak, Cijedil, Majalaya

- Kiarapayung, Mande, Ciranjang

- Bj. Picung, Tubuy, Jati

- Pacet, Gekbrong, Gn. Kancana, Cikondang

5.325,22

- Kendang Kidul, Takokak, Bahu arang, Hanj. Barat

- Cibeber, Campaka, Hanj. Timur

- Kadupandak, Salatri, Walahir, Ciogong

- Sindangbarang, Cipandak, Cidaun, Simp. Timur,

Simp. Barat

- Cibarengkok, Cibarengkok II, Hanj. Timur II,

Bengbreng

Sumber : Revisi RPKH Kelas Perusahaan Jati KPH Cianjur, 2003

Lokasi penelitian terletak di wilayah BKPH Tanggeung yang merupakan kawasan hutan bagian Utara sebelah Barat KPH Cianjur. BKPH Tanggeung membawahi empat RPH, yang secara rinci dijelaskan berdasarkan kelompok hutan, bagian hutan dan no. petak untuk tiap RPH pada Tabel 5 berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi RPH yang terdapat di BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

No. RPH Kelompok Hutan Bagian Hutan No. Petak

1 Kadupandak Gunung Subang

Pasir Dolog

4 Ciogong Sampora/Pasir Tujuh

Ciogong

Sindangbarang

Sindangbarang

58 – 59

60 – 81

(39)

Topografi

Topografi pada kawasan hutan yang ada di KPH Cianjur mempunyai bentuk lapangan sebagian besar berupa daerah pengunungan, berbukit-bukit dengan lereng lapangan miring, bergelombang dan landai, sedang sebagian kecil lainnya merupakan dataran rendah. Ketinggian tempat di KPH Cianjur berkisar antara 5 – 2.829 mdpl dengan kemiringan antara 1 % sampai dengan 40 %. Wilayah Cianjur Selatan mempunyai kemiringan antara 15 - 40 % dan wilayah Cianjur Utara antara 1 % sampai dengan 15 %.

Iklim

Wilayah hutan KPH Cianjur terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat disekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam SPH II Cianjur (2003), kriteria bulan basah, bulan lembab dan kering adalah sebagai berikut:

a. Bulan basah, dengan curah hujan : > 100 mm/bulan b. Bulan lembab, dengan curah hujan : 60 – 100 mm/bulan c. Bulan kering, dengan curah hujan : < 60 mm/bulan

Schmidt dan Ferguson (1951) dalam SPH II Cianjur (2003) membagi tipe iklim ini berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering dengan bulan basah yang dirumuskan sebagai berikut:

• Untuk tipe A, Q = 0 % - 14,3 %

• Untuk tipe B, Q = 14,3 % - 33,5 %

dengan nilai Q dihitung berdasarkan perhitungan berikut: Q = Jumlah bulan kering – Jumlah bulan basah

Jumlah bulan basah

Sehingga iklim di wilayah hutan KPH Cianjur menurut peta iklim termasuk dalam beberapa tipe iklim sebagai berikut:

(40)

2. Bagian Tengah : di sebelah Barat masuk tipe A dan sedikit tipe B di Barat Daya, sebelah Tengah tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut, sebelah timur tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut.

3. Bagian Selatan : di sebelah Barat dan Tengah masuk tipe B, sebelah Timur tipe B, dan di Timur Laut tipe A.

Sedangkan curah hujan berdasarkan peta curah hujan daerah KPH Cianjur untuk tiap-tiap bagian adalah :

1. Bagian Utara : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 340 mm dan sebelah Timur curah hujan rata-rata bulanan 265 mm.

2. Bagian Tengah : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 230–375 mm dan sebalah Timur curah hujan rat-rata bulanan 340 mm.

3. Bagian Selatan : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 275 mm.

Tanah dan Batuan

Menurut peta tanah tinjau tahun 1966, jenis tanah di kawasan KPH Cianjur terdiri dari:

• Bagian Utara : Tanah Latosol coklat tua kemerahan, Regosol, dan Andosol.

• Bagian Tengah : Tanah Latosol kekuningan, Grumusol, Podsolik, dan Andosol.

• Bagian Selatan : Tanah Latosol merah kekuningan, Podsolik merah

kekuningan, dan Andosol.

Sedangkan jenis batuan tanah yang terdapat di daerah KPH Cianjur adalah sebagai berikut:

• Bagian Utara : berasal dari bahan induk tuf volkan intermedier terdiri dari batuan Miccene Sedimentari Facies.

• Bagian Tengah : terdiri dari Old Quanternery Volcanic Product, Indifferentiated Volcanic Product.

• Bagian Selatan : Miccene Sedimentari Facies dan Miccene Volcanic Facies.

(41)

Latosol berwarna merah, coklat, merah kecoklatan kuning, abu-abu, dan hitam, dengan ciri-ciri sarang sampai mantap, agak dalam, sedikit berbatu dan berhumus.

Tegakan Hutan

Kawasan hutan di KPH Cianjur mempunyai tegakan yang dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Hutan alam rimba yang terdiri dari jenis-jenis Ki tembaga (Acmena acuminatissima, M.et.P.), Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), Puspa (Schima wallichii, Kort), Huru (Ilex spp, Loes), Jamuju (Podocarpus imbricatus, B.L.), Pasang (Quercus sundaica, B.L.), Kihiur, dan lain-lain. 2. Hutan Tanaman yang terdiri dari Mahoni (Swietenia macrophylla, King),

Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), Puspa (Schima wallichii, Kort), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis dammara), Acacia (Acacia mangium), serta Jati (Tectona grandis, L.f.) yang menjadi Kelas Perusahaan (KP) di KPH Cianjur.

Khusus di BKPH Tanggeung tegakan hutannya sebagian besar terdiri dari tanaman jenis kayu lain, yaitu Mahoni (Swietenia macrophylla, King), sedikit Puspa (Schima wallichii, Kort), Rasamala (Altingia excelsa, Noronhae), serta terdapat pula kelas perusahaan Jati (Tectona grandis, L.f.).

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pohon Contoh

Pohon contoh yang digunakan sebagai data dalam penyusunan Tabel Faktor Tinggi Tegakan (FT) ini dipilih dengan metode purpossive sampling. Pemilihan pohon contoh dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan (kriteria) tertentu, antara lain: pohon tumbuh normal dan sehat, batang lurus dan tidak banyak cabang, mewakili (representative) terhadap kondisi tegakan, diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian.

Tegakan Mahoni di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III yang dijadikan bahan penelitian terdiri dari bonita 1 sampai bonita 3 dengan kisaran kelas umur (KU) antara kelas umur (KU) V sampai kelas umur (KU) IX, akan tetapi untuk bonita 3 hanya terdiri dari kelas umur (KU) IX saja. Hal ini disebabkan karena tegakan mahoni yang ada di lokasi penelitian untuk bonita 3 hanya terdapat di petak 9a dan petak 69i dengan kelas umur (KU) IX. Adapun penyebaran jumlah pohon contoh berdasarkan kelas umur disajikan pada Tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas umur (KU) dan bonita.

Bonita

Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Umur

Total

V VI VII VIII IX

1 25 25 25 25 20 120

2 25 25 25 25 23 123

3 - - - - 23 23

Sub Total 50 50 50 50 66 266

(43)

Tabel 5. Jumlah pohon contoh di setiap anak petak yang diamati dalam menyusun Tabel FT di BKPH Tanggeung.

No. KU Bonita Anak Petak RPH Luas (ha) Jumlah Pohon

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pohon contoh tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa kelas diameter dengan selang untuk kelas diameter sebesar 5 (lima) cm dan kelas tinggi, baik tinggi total maupun tinggi relatif, dimana selang yang digunakan sebesar 5 (lima) meter. Dari data tersebut dapat dibuat sebaran jumlah pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan kelas tinggi total yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi total pohon.

No. Kelas Dbh (cm)

Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Total (m)

Total 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35

1 16-20 6 6

(44)

Tabel 7. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas Dbh dan tinggi relatif .

No. Kelas Dbh (cm)

Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Relatif (m)

Total

Berdasarkan tabel-tabel diatas dapat dibuat diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter, tinggi total dan tinggi relatif sebagai berikut :

Gambar 2. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh).

Gambar 3. Diagram penyebaran pohon contoh menurut kelas tinggi total dan tinggi relatif pohon.

16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Kelas Diameter (cm)

11-15 16-20 21-25 26-30 31-35

Kelas T inggi (m)

(45)

Berdasarkan data hasil pengukuran yang didapat di lapangan (berupa diameter, tinggi total dan tinggi relatif) dapat diketahui besarnya nilai faktor tinggi absolut (fh) yang didapat dari tinggi relatif pohon. Kemudian semua data tersebut dirata-ratakan tiap anak petak seperti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Data rata-rata diameter, tinggi total dan faktor tinggi absolut (fh) untuk tiap anak petak di BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

No. Anak Petak Dbh rata-rata

Hubungan Antara Tinggi Total dan Diameter Pohon

Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama sehingga akan memiliki faktor tinggi pohon yang sama pula. Hal ini akan diterima jika terdapat hubungan yang erat antara tinggi total pohon dan diameter pohon, dimana hubungan yang erat tersebut menunjukan bahwa variasi tinggi total dapat dicakup oleh adanya variasi diameter pohon atau dengan kata lain peubah tinggi total pohon telah dapat dijelaskan peranannya oleh peubah diameter pohon, sehingga dalam pendugaan volume atau faktor tinggi pohon dapat menggunakan satu peubah saja yaitu diameter pohon atau tinggi total pohon.

(46)

tersebut menyatakan bahwa hubungan antara kedua peubah (tinggi total dan diameter rata-rata tegakan) itu kuat dan terdapat hubungan korelasi yang tinggi pada pohon-pohon contoh yang terpilih. Untuk melihat apakah hubungan korelasi yang kuat tersebut terjadi pula dalam populasi maka dilakukan pengujian koefisien korelasi dengan menggunakan transformasi Z-fisher.

Nilai koefisien korelasi contoh (r) kemudian diuji dengan menggunakan transformasi Z-fisher untuk mengetahui apakah pada tingkat nyata tertentu nilai koefisien korelasi contoh (r) yang cukup besar nilainya tersebut juga berlaku untuk populasi sehingga syarat penyusunan tabel volume atau tabel faktor tinggi tegakan (FT) dapat terpenuhi. Setelah dilakukan uji transformasi Z-fisher didapatkan nilai Z hitung sebesar 2.0216 yang berarti nilai Z hitung lebih besar dari nilai Z tabel (-1,6450) pada tingkat nyata 0,05 sehingga hubungan antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memenuhi persyaratan yang diberikan yaitu ρ > 0,7071. Hal ini nenunjukan bahwa dari hasil analisis data tersebut dapat disusun suatu persamaan regresi dengan hanya menggunakan satu peubah bebas saja yaitu tinggi total atau diameter rata-rata tegakan.

Hubungan Antara FT dengan Tinggi Total dan atau Diameter Pohon

Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel), maka penduga faktor tinggi tagakan (FT) dengan menggunakan satu peubah bebas (tinggi total atau diameter rata-rata tegakan) dapat dibenarkan. Sehingga variasi FT yang disebabkan oleh diameter rata-rata tegakan dapat diwakili dengan adanya variasi tinggi total rata-rata tegakan dan begitu pula sebaliknya.

(47)

sebagai peubah bebasnya. Kemudian dari kedua persamaan tersebut akan dibandingkan mana yang lebih baik digunakan untuk menduga volume tegakan.

Untuk menyusun Tabel FT, parameter tinggi total rata-rata tegakan harus berpengaruh dan mempunyai hubungan yang erat dengan FT, sama halnya dengan hubungan antara FT dan diameter rata-rata tegakan. Pengaruh tinggi total dan diameter rata-rata tegakan terhadap FT dapat dilihat berdasarkan hasil uji F-fisher, sedangkan untuk keeratan hubungan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan terhadap FT dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Persamaan-persamaan regresi yang terbentuk dari hasil analisis data disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Persamaan-persamaan regresi hubungan FT dengan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan.

Persamaan Regresi R2 (%) S F hit

F tabel

0.05 0.01

FT = 0.153 + 0.509 T 98.4 0.2612 800.14 4.60 3.10

FT = 4.91 + 0.201 D 78.7 0.9582 47.91 4.60 3.10

Keterangan: *) = pada taraf nyata 5 % terjadi hubungan regresi yang sangat nyata antara FT dan peubah penaksirnya (tinggi total atau diameter rata-rata tegakan).

Pengujian hipotesis perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat nyata dari persamaan-persamaan regresi diatas. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui peranan peubah tak bebas (FT) terhadap peubah bebasnya (tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan) yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi. Secara umum hasil yang tertera pada Tabel 9 di atas adalah nilai F hitung lebih besar dari F tabel pada tingkat nyata 0,05 dan 0,01. Hal ini menunjukan bahwa antara FT dan peubah bebasnya memiliki hubungan regresi yang nyata, sehingga persamaan-persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menaksir nilai FT berdasarkan peubah penaksirnya yaitu tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan.

(48)

peubah bebasnya yaitu: FT = 4.91 + 0.201 D dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Berikut disajikan garis regresi antara hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan dan FT dengan diameter rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur pada gambar dibawah ini :

Gambar 4. Garis regresi hubungan FT dengan tinggi total rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 0.153 + 0.509 T).

Gambar 5. Garis regresi hubungan FT dengan diameter rata-rata tegakan di BKPH Tanggeung KPH Cianjur (FT = 4.91 + 0.201 D).

Diameter rata-rata tegakan (cm)

FT (

Tinggi total rata-rata tegakan (m)

FT

(

m

)

(49)

Untuk mendapatkan persamaan regresi yang terbaik dalam menduga Tabel FT maka dari kedua persamaan regresi diatas akan dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan simpangan baku (S). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2) maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik, sedangkan untuk simpangan baku (S) jika nilainya semakin kecil maka persamaan regresi tersebut akan semakin baik.

Pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan simpangan baku (S) sebesar 0,2612. Sedangkan untuk persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78,7 % dan simpangan baku (S) sebesar 0,9582. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) adalah persamaan regresi yang terbaik untuk menduga nilai FT walaupun pengukuran tinggi total pohon di lapangan lebih sulit dilakukan dibandingkan diameter pohon.

Penyusunan Tabel FT

Untuk menaksir volume tegakan diperlukan suatu tabel pembantu yang praktis salah satunya adalah Tabel FT. Metode penaksiran volume dengan tabel ini merupakan suatu metode yang sangat cepat, praktis dan terandalkan. Dimana dengan menggunakan Tabel FT ini kesulitan yang dialami dalam pengukuran tinggi pohon dan faktor bentuk pohon dapat berkurang karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar tegakan dan tinggi rata-rata tegakan.

Dari kedua parameter tersebut dapat diketahui volume tegakan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Pressler (1865) dalam Loetsch, Haller dan Zohrer (1973) yaitu :

V = G (FH) dimana:

(50)

Berdasarkan hasil analisis regresi didapatkan dua bentuk persamaan regresi untuk menduga Tabel FT yaitu persamaan regresi dengan menggunakan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,4 % dan persamaan regresi dengan diameter rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu: FT = 4.91 + 0.201 D dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 78.7 %. Kedua persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai FT tapi lebih baik menggunakan persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya karena mampunyai koefisien determinasi (R2) lebih besar yaitu 98,4 % dan simpangan baku (S) lebih kecil yaitu 0,2612.

Dengan kata lain untuk mendapatkan nilai FT pada tegakan mahoni daun besar di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dapat menggunakan Tabel FT yang disusun berdasarkan kedua persamaan regresi tersebut. Berikut pada Tabel 10. akan disajikan nilai FT berdasarkan persamaan regresi dengan menggunakan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya yaitu FT = 0.153 + 0.509 T.

Tabel 10. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu : FT = 0.153 + 0.509 T (alternatif 1).

No. Tinggi total

rata-rata tegakan(m) FT (m) No.

(51)

Tabel 11. Nilai FT berdasarkan persamaan regresi yaitu :FT = 4.91 + 0.201 D

Hasil yang didapat dari penyusunan Tabel FT ini lebih teliti untuk menduga volume tegakan bila digunakan pada kondisi tegakan dan lingkungan yang sesuai dengan lokasi penelitian.

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa antara tinggi total dan diameter rata-rata tegakan memiliki hubungan yang erat (Z hitung > Z tabel) maka penduga faktor tinggi pohon dengan menggunakan tinggi total dan atau diameter rata-rata tegakan dapat dibenarkan.

2. Tabel FT untuk jenis mahoni daun besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur dapat disusun berdasarkan dua persamaan regresi yaitu: FT = 0,153 + 0,509T dengan R2 = 98,4 % dan FT = 4,91 + 0,201D dengan R2 = 78,7 %.

3. Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa persamaan regresi : FT = 0,153 + 0,509T lebih baik digunakan untuk menduga volume tegakan karena memiliki koefisien determinasi terbesar (R2 = 98,4 %) dan simpangan baku terkecil (S = 0,2612)

4. Penaksiran volume tegakan dengan menggunakan Tabel FT lebih cepat dan praktis karena parameter yang diukur di lapangan cukup luas bidang dasar tegakan rata-rata/ha dan tinggi rata-rata tegakan.

5. Hasil yang di dapat dari penggunaan Tabel FT ini lebih teliti jika digunakan pada daerah yang memiliki kondisi tegakan dan lingkungan yang sesuai dengan lokasi penelitian Tabel FT ini dibuat.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada berbagai kondisi tegakan dan lingkungan yang beragam untuk memperoleh Tabel FT yang lebih baik, teliti dan mewakili.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bonita yang beragam.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. 1976. Suatu Studi Penyusunan Tabel Stand Form Height (FH) pada Tegakan Agathis loranthifolia, Salisb di KPH Banyumas Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan.

Bustomi, S., D. Wahjono, Harbagung, dan I.B.P. Parthama. 1998. Petunjuk Teknis Tata Cara Penyusunan Tabel Volume Pohon. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Cochran, WG. 1991. Teknik Penarikan Contoh. Terjemahan. UI Press. Jakarta.

Departemen Kehutanan RI. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Haryanto, A. 2004. Penyusunan Tabel Volume Pohon untuk Jenis Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Hitam, H. 1987. Dasar-Dasar Teori dan Penggunaan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Technique) dalam Inventarisasi Hutan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Hush, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan (Terjemahan Agus Setyarso). UI Press. Jakarta.

Loetsch, F., K. E. Haller dan F. Zohrer. 1973. Forest Inventory. Vol II. Blv Verlagsgesellschaft, Munchen.

Martawijaya, A. 1981. Atlas Kayu Indonesia, Jilid I. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

Rahayu, N. 1995. Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Pohon (FH) pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii, Jungh et de vriese) di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Samingan, T. 1982. Dendrologi. PT. Gramedia. Jakarta.

Samsi, A. S. 2000. Analisis keragaman Genetik pada Tanaman Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla, King) di Kebun Benih Parung Panjang Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

(54)

[SPH] Seksi Perencanaan Hutan II Cianjur. 2003. Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati. Cianjur: SPH II.

Suharlan, A. dan Y. Sudiono. 1973. Ilmu Ukur Kayu. Bagian Pendidikan Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.

(55)
(56)
(57)

10 24.8408 17 8.76667

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VI BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

(58)

17 48.0892 25 13.1

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VII BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

(59)

12 25.1592 21 9.76667

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU VIII BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

(60)

7 28.6624 26 13.7667

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Tegakan Mahoni KU IX BKPH Tanggeung KPH Cianjur.

(61)
(62)

Lampiran 6. Hasil perhitungan uji transformasi Z-fisher untuk hubungan tinggi total dan diameter rata-rata tegakan.

Hipotesa pengujian : H0 = ρ = 0,7071 H1 = ρ > 0,7071 Rumus :

dimana:

(63)

Lampiran 7. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan tinggi total rata-rata tegakan.

• Persamaan Regresi

FT = 0.153 + 0.509 T

• Analisis Sidik Ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Regresi 1 55.040 55.040 806.92 4.6001 3.1022

Sisa 13 0.887 0.068

Total 14 55.926

Nilai koefisien determinasi (R2) = 98.4 % Nilai koefisien korelasi (r) = 0.9920

S = 0.2612

Lampiran 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara FT dengan diameter rata-rata tegakan.

• Persamaan Regresi

FT = 4.91 + 0.201 D

• Analisis Sidik Ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Regresi 1 43.990 43.990 47.91 4.6001 3.1022

Sisa 13 11.936 0.918

Total 14 55.926

Nilai koefisien determinasi (R2) = 78.7 % Nilai koefisien korelasi (r) = 0.8871

S = 0.9582

Gambar

Gambar 1. Tinggi relatif  dari sebuah pohon berdasarkan metode Pressler.
Tabel 1. Sidik ragam untuk fungsi regresi
Tabel 3. Rekapitulasi RPH yang terdapat di BKPH Tanggeung KPH Cianjur.
Tabel 4. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas umur (KU) dan bonita.
+7

Referensi

Dokumen terkait

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Perilaku prososial dapat ditanamkan pada anak dengan cara bermain peran prososial agar anak juga dapat merasakan langsung respon positif dan penerimaan sosial yang dapat

Dari hasil ini menunjukkan adanya kesamaan penelitian yang dilakukan Rani Mariam (2009) yang menunjukkan bahwa Kepuasan Kerja sebagai intervening hubungan Kepemimpinan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH SENAM BUGAR

Pengumpulan semua informasi yang berguna untuk melakukan penilaian terhadap mutu jurusan dan unit harus dilakukan melalui beberapa tahapan proses audit memerlukan

Gempa bumi adalah adalah getaran atau getar getar yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang

Hasil dari penelitian ini didapatkan kualitas layanan router IBM System x3400 pada LAN di laboratorium SMK Negeri 2 Surakarta ini sangat baik dengan mendapatkan nilai delay

Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya