HUBUNGAN
PERCEIVED CONTROL
DAN
JOB INSECURITY
DALAM MENGHADAPI KONDISI KRISIS PADA
KARYAWAN PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Maureen Gracia Priskila
NIM: 129114042
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
da erge iralah
karena TUHAN; maka
Ia akan memberikan
kepadamu apa yang
diinginkan hatimu.
Maz ur 7:
It’s ot how you
start, it’s
how you
finished
–
Gordon
Ramsay
The roots of edu atio are itter, ut
v
Skripsi yang kuperjuangkan dengan segenap jiwa dan raga ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasih dan anugerahNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Papa Joz dan Mama Neny yang kukasihi yang selalu mendukung dengan penuh semangat dari awal mulanya sampai pada kesudahannya xD
My broskeeter kak Kicky, kak Wiwied dan Kak Rio
vii
HUBUNGAN PERCEIVED CONTROL DAN JOB INSECURITY DALAM
MENGHADAPI KONDISI KRISIS PADA KARYAWAN PT. VALE
INDONESIA DI SOROAKO
Maureen Gracia Priskila
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perceived control
terhadap job insecurity pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi kondisi krisis. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia sebanyak 150 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara perceived control dan job insecurity. Semakin tinggi perceived control maka semakin rendah karyawan mengalami job insecurity. Peneliti menggunakan teknik convenience sample dalam pengambilan data. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan dua skala yakni skala job insecurity dan skala perceived control. Skala job insecurity berisi 17 item dengan reliabilitas sebesar 0,88. Pada skala perceived control berisi 31 item dengan reliabilitas sebesar 0,90. Reliabilitas kedua skala diperoleh menggunakan teknik
Alpha Cronbach dengan bantuan program IBM SPSS Statistics versi 22. Pengujian hipotesis menggunakan teknik Spearman’s Rho. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,632 dengan signifikansi 0,000. Melalui hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima yakni terdapat hubungan negatif antara perceived control
dan job insecurity.
viii
RELATION BETWEEN PERCEIVED CONTROL AND JOB INSECURITY
IN THE FACE OF CRISIS TO PT. VALE INDONESIA EMPLOYEE AT
SOROAKO
Maureen Gracia Priskila
ABSTRACT
This research aimed to examine the relation between perceived control with job insecurity to employee of PT. Vale Indonesia especially in the face of crisis. Subjects in this research were 150 employee of PT. Vale Indonesia . The hypothesis in this research there is a negative relation between perceived control and job insecurity. The higher perceived control, the lower employees will experience job insecurity. Researchers used convenience sample technique in data retrieval. Data were obtained by using two scales, perceived control scales and job insecurity scales. Perceived control scales contains 31 items and reliability of scale was 0,88. On the other scales, contains 17 items of job insecurity and reliability of scale was 0,90. Reliability of both scales were obtained by using Cronbach Alpha of IBM
SPSS Statistics version 22. Researchers used Spearman’s Rho technique to test the
hypothesis and were obtained coefficient correlation at -0,632 with a significance 0,000. The results showed that the hypothesis was accepted that there was a negative relation between perceived control and job insecurity.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan
berkatNya yang menuntun penulis dalam menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Hubungan perceived control dan job insecurity pada karyawan PT Vale Indonesia
di Soroako” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di
Universitas Sanata Dharma.
Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Universitas Sanata Dharma yang sudah mengajarkan berbagai pelajaran
yang diperlukan baik secara akademik maupun pelajaran hidup. Terima
kasih atas pengalamannya selama kurang lebih 5 tahun. Semoga selalu
menjadi sumber berkat bagi orang lain.
2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang selalu memotivasi segenap mahasiswa
untuk melakukan yang terbaik
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu mendukung selama kegiatan perkuliahan berlangsung. Semoga selalu
xi
5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., Psi., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang sudah mau mendengarkan segala keluh kesah mengerjakan
skripsi dan terutama sudah mau membimbing dari awal hingga selesai.
Semoga selalu diberikati dalam setiap apapun yang dikerjakan
6. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., dan bapak R. Landung Eko P., M.Psi.,
Psi., selaku dosen penguji skripsi atas saran dan masukan yang akan
membantu untuk menjadi lebih baik. Semoga selalu menjadi berkat bagi
orang lain
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah
memberikan ilmu dan pengetahuannya mengenai Psikologi. Semoga selalu
menjadi berkat bagi orang lain
8. Seluruh staff yang bekerja di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
Mas Muji, Mas Boni, Mas Gandung dan Bu Nanik yang selalu mendukung
dan menghibur di tengah-tengah padatnya kegiatan perkuliahan. Semoga
selalu diberkati dalam setiap apapun yang dikerjakan
9. PT. Vale Indonesia Tbk di Soroako yang sudah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian
10. Karyawan PT Vale Indonesia Tbk di Soroako yang sudah meluangkan
waktunya untuk mengisi skala di tengah kesibukan pekerjaan. Semoga
selalu diberikati dalam pekerjaannya
11. Papa Jozua Supeno dan Mama Neny Salla yang selalu mendukung dan
mendoakan dalam setiap apapun situasinya. Aku bersyukur selalu pada
xii
yang kalian berikan hingga pada saat ini. Semoga Tuhan selalu memberkati
pada golden age kalian. Me love you guys so much :D!
12. My threebrosketeer, kak Kicky, kak Wiwied dan Kak Rio. Terima kasih atas
dukungan dan bantuannya mas bro. Terima kasih kalian selalu mau
direpotkan sama adek kalian yang paling cantik ini, wkwk. Tuhan berkati
kalian dalam setiap apapun yang kalian kerjakan
13. Om, tante, kakak ipar, kakak-adek sepupu, keponakan yang super gokil,
khususnya buat Ma Nana sekeluarga yang sudah boleh menjadi berkat dari
awal perkuliahan hingga saat ini. Semoga kalian semua selalu diberkati
Tuhan!
14. My besties, Lika Abraham Lomo dan Yovanita Septiani Alamako. Maaf
untuk selalu menjadi orang ke-3 di antara kalian xD. Terima kasih untuk
dukungan, ketawa-ketiwinya, buat curhat-curhatnya dan buat segala sesuatu
yang sudah kalian berikan. Jangan ko lupakan ki’ lek. Terharu k’ bah,
wkwkwk.
15. Pak Elman yang sudah menyarankan untuk masuk jurusan psikologi, selalu
mendukung dari awal sampai sekarang dan selalu menerima di saatku butuh
bantuan. Makasih lek pak, bravo!
16. Teman-teman Nusantara, mas Kris, Jan, Le’, Mar, Thy, Cheng, Clar, Yes
untuk cerita dan cintanya. Terima kasih kalian mau menjadi temanku. Aku
selalu bersyukur punya kalian yang selalu mendukung dan menopang dalam
xiii
17. Teman-teman Jijig Bazelak, Nikur, Pipi, Mba Dep, Rini, Gek, Kak Gue,
Sekar, Karin, BM untuk kewahaman kalian yang sungguh amat luar biasa.
Aku selalu bersyukur bisa kenal kalian! See you next time!
18. Teman-teman satu bimbingan, Ardi, Monic, Novia, Vita, Visnu, Wisnu,
Ochi, Itha, Yesi, Oni, Rege dan Lindi. Mau coretannya banyak atau tidak
yang penting bimbingan guys! Semoga semuanya bisa cepat lulus, kasihan
Bapak kalau harus menghadapi kalian terus xD.
19. Teman-teman kelas A yang sudah menemani selama beberapa semester.
Terima kasih atas kebersamaannya, ketawa-ketiwinya dan kegokilannya.
Cepat lulus guys!
20. Teman-teman psikologi angkatan 2012 buat kekompakannya. Terima kasih
kita sudah berdinamika dan bertumbuh bersama di Psikologi. Tetap
semangat dalam apapun yang dikerjakan guys!
21. YPS ’12 yang ada di Jogja, Fajar, Croseas, Dadang, Wilton, Farid, Lika,
Adit, Zahrin, Sakinah, Linda, Itha. Terima kasih kalian tidak pernah lupa
teman-teman sekampung. See you guys on top!
22. Seluruh pihak yang sudah membantu penulisan skripsi ini baik yang
langsung maupun secara tidak langsung. Terima kasih buat segala bantuan
dan dukungannya. Tuhan berkati dalam setiap apapun yang kalian kerjakan.
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...iii
HALAMAN MOTTO ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix
KATA PENGANTAR ...x
xvi
C. Gambaran Kancah Penelitian ... 20
D. Hubungan antara Perceived control Dan Job insecurity... 21
E. Kerangka Pemikiran ... 26
F. Hipotesis ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27
A. Jenis Penelitian ... 27
B. Variabel Penelitian ... 27
C. Definisi Operasional... 27
1. Perceived control ... 27
2. Job insecurity ... 28
D. Subjek Penelitian ... 28
E. Metode Pengumpulan Data ... 29
1. Skala Perceived control ... 30
2. Skala Job insecurity ... 30
F. Validitas dan Reliabilitas ... 31
xvii
2. Uji Hipotesis ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Pelaksanaan Penelitian ... 36
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37
C. Deskripsi Data Penelitian ... 39
D. Analisis Data Penelitian ... 42
1. Uji Asumsi ... 42
a. Uji Normalitas ... 42
b. Uji Linieritas ... 43
2. Uji Hipotesis ... 45
3. Analisis Tambahan ... 46
E. Pembahasan ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 55
1. Bagi Subjek Penelitian... 55
2. Bagi Manajemen Perusahaan... 56
3. Bagi Peneliti Subjek ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penskoran item favorable dan unfavorable ... 29
Tabel 2 Distribusi item pada skala Perceived control (sebelum uji coba) 30 Tabel 3 Distribusi item pada skala Job insecurity (sebelum uji coba) ... 31
Tabel 4 Blue Print skala Perceived control (setelah uji coba) ... 33
Tabel 5 Blue Print skala Job insecurity (setelah uji coba) ... 33
Tabel 6 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 38
Tabel 7 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian ... 39
Tabel 11 Norma Kategorisasi Skor Skala ... 40
Tabel 12 Kategorisasi Skala Job insecurity ... 41
Tabel 13 Kategorisasi Skala Perceived control ... 42
Tabel 14 Hasil Uji Normalitas ... 43
Tabel 15 Hasil Uji Linieritas ... 44
Tabel 16 Hasil Uji Hipotesis... 46
xix
DAFTAR GRAFIK
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Job Insecurity ... 61
Lampiran 2 Skala Perceived Control ... 68
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Job Insecurity ... 73
Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Perceived Control ... 76
Lampiran 5 Hasil Uji Deskriptif dan Uji T ... 80
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 82
Lampiran 7 Hasil Uji Linieritas ... 84
Lampiran 8 Hasil Uji Hipotesis... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
menggambarkan suatu keadaan yang bahaya, genting dan suram.
Berdasarkan pengertian tersebut menggambarkan bahwa kondisi krisis
adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan. PT. Vale Indonesia yang
bertempat di Soroako, Sulawesi Selatan menjadi salah satu contoh
perusahaan yang merasakan kondisi krisis karena harga nickel yang terus
mengalami penurunan. Dilansir dalam detikfinance.com harga nickel pada
tahun 2015 mengalami penurunan hingga mencapai US$ 12.350 per ton.
Sebelumnya pada tahun 2013 harga nickel sudah mengalami penurunan
mencapai US$ 13-14 ribu per ton. Lain halnya dengan yang ditulis pada
laman Market, disebutkan bahwa pada tahun 2015 harga nickel sudah
mencapai US$ 8.500 per ton. Sedangkan pada tahun 2016 harga nickel
menyentuh harga US$8.531 per ton.
Peneliti mencoba melakukan wawancara terhadap salah seorang
karyawan PT. Vale Indonesia untuk mencari tahu bagaimana perasaannya
di dalam menghadapi kondisi krisis yang terjadi. Ia mengaku bahwa di
tengah krisis yang terjadi, isu karyawan yang diberhentikan sementara
dengan cara dirumahkan merupakan salah satu strategi yang akan diambil
manajemen perusahaan jika krisis terus terjadi. Bahkan berdasarkan
sebagai opsi terakhir dalam rangka menghadapi krisis dan hal ini menjadi
ancaman bagi karyawan. Isu-isu tersebut memunculkan perasaan cemas
karena adanya ketidakpastian terhadap pekerjaan yang dimilikinya
(Wawancara Pribadi, 26 April 2016).
Pekerjaan merupakan unsur penting di dalam kehidupan khususnya
di dalam memenuhi kebutuhan manusia. Greenhalgh dan Rosenblatt
(2014) mengemukakan pendapatnya bahwa pekerjaan merepresentasikan
bagian yang penting dalam kehidupan orang dewasa. Pekerjaan menyerap
setengah dari waktu yang dimiliki seseorang dan menyediakan sumber
ekonomi dalam hidup modern. Akan tetapi, Fullerton dan Wallce (dalam
Burgard, Brand & House, 2009) dengan terjadinya kemunduran ekonomi
dan meningkatnya kompetisi global mengarah kepada penurunan
karyawan melalui pemberhentian sementara (layoff) dan penutupan pabrik,
seperti halnya yang direncanakan oleh PT. Vale Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan ketidakpastian mengenai keamanan suatu pekerjaan dalam
beberapa tahun.
Ketidakpastian khususnya mengenai status pekerjaan yang dimiliki
saat ini dapat mengarahkan karyawan untuk merasakan adanya ancaman
kehilangan pekerjaan. Pada wawancara pribadi dapat diketahui bahwa
karyawan tersebut merasakan kecemasan akan ketidakpastian dalam hal
ini kondisi krisis yang terus terjadi. De Witte (2005) mengatakan bahwa
karyawan yang merasakan ketidakpastian tidak cukup mempersiapkan diri
3
mereka untuk bertindak atau tidak. Ketidakpastian dan adanya ancaman
kehilangan pekerjaan di masa yang akan datang menciptakan kecemasan
terhadap kemungkinan hilangnya nilai-nilai ekonomi dan sumber sosial
yang terdapat dalam pekerjaan (dalam Glavin dan Schieman, 2014). Status
pekerjaan merepresentasikan sumber yang penting, maka ketika karyawan
merasakan adanya ancaman terhadap status tersebut kekuatan mereka
menjadi lemah dalam mengatasi adanya kehilangan yang disebabkan oleh
ketidakpastian mengenai masa depan (dalam Cheng, Mauno & Lee, 2014).
Ancaman kehilangan pekerjaan dapat mengarahkan karyawan
untuk mengalami job insecurity. Job insecurity menurut Greenhalgh dan
Rosenblatt (2014) adalah ketidakberdayaan seseorang untuk
mempertahankan pekerjaan mereka yang terancam. Heany, Israel & House
(dalam Sverke, Hellgren & Naswall, 2006) juga mengemukakan bahwa
job insecurity merupakan persepsi karyawan mengenai potensi ancaman
terhadap kelanjutan pekerjaan yang dimilikinya saat ini. Serupa dengan
pernyataan di atas, Rosenblatt dan Ruvio (dalam Sverke et. al., 2006)
mengemukakan bahwa job insecurity adalah pertimbangan yang
menyeluruh mengenai kehidupan pekerjaan di masa depan. Sedangkan
menurut Mohr (dalam De Witte, Elst & De Cupyer, 2015) job insecurity
dikarakteristikkan dengan persepsi ancaman akan kehilangan pekerjaan.
Maka, karyawan yang merasakan ancaman kehilangan pekerjaan akan
Apabila karyawan mempersepsikan dirinya mengalami job
insecurity, maka kemungkinan terdapat berbagai dampak yang harus
dihadapi. Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan bahwa
job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak secara fisik
maupun psikologis. dampak terhadap individu secara fisik seperti masalah
kesehatan dan kecelakaan di tempat kerja (Burgard et. al., 2009; Jiang dan
Probst, 2014; De Witte et. al., 2015). Selain itu, job insecurity juga
berdampak secara psikologis terhadap karyawan seperti peningkatan
tekanan kerja, penurunan kebebasan dalam menentukan keputusan,
penurunan usaha, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan, tidak mau
mengalami perubahan dan penurunan kepuasaan kerja (Glavin, 2013;
Greenhalgh & Rosenblatt, 2014; De Witte et. al., 2015). Maka dalam
kasus PT. Vale Indonesia, apabila kondisi krisis terus terjadi dapat
menciptakan pengalaman job insecurity terhadap karyawan. Pengalaman
itu dapat berdampak secara fisik maupun psikis yang dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan bagi karyawan di dalam bekerja.
Meskipun demikian, terdapat beberapa cara untuk mereduksi
individu untuk mengalami job insecurity. Sverke et. al., 2006 menemukan
efek moderasi dari karakteristik individu salah satunya perceived control.
Skinner dan Gembeck (2010) menjelaskan perceived control adalah
estimasi individu mengenai ketersediaan kontrol yang dimilikinya. Spector
(2009) menjelaskan bahwa perceived control muncul sebagai interaksi
5
Skinner (2016) menjelaskan bahwa perceived control melibatkan
control beliefs. Control beliefs adalah konstruk personal yang merupakan
bentuk perbedaan individu (individual differences) yang membedakan
individu satu dengan yang lainnya khususnya pada domain kognitif.
Control beliefs terdiri dari contingency belief dan competence
belief. Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013) menjelaskan bahwa
perceived control berdasar dari hubungan atribusi antara respon individu
terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi mengenai individu
yang mampu menciptakan respon tersebut (competence). Untuk itu,
penting untuk menggabungkan contingency belief dan competence belief
dalam mengukur ketersediaan perceived control yang dimiliki individu.
Melalui perceived control, individu akan menunjukkan berbagai
perilaku positif seperti menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk
berperilaku, bertahan dalam menghadapi kegagalan dan lain sebagainya.
Glavin dan Schieman (2014) juga menyebutkan dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa perceived control dapat mengurangi stressor untuk
semakin meluas. Serupa dengan Glavin dan Schieman, Spector (2006)
mengungkapkan apabila individu mempersepsikan memiliki kontrol, maka
ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya tidak akan menjadi semakin
buruk dan dapat mentoleransi adanya stimulus yang menciptakan stres
yang lebih tinggi. Sehingga, individu yang memiliki perceived control
yang tinggi akan cenderung dapat mengatasi suatu peristiwa yang stressful
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah
dengan memiliki tingkat kontrol yang tinggi membuat karyawan mampu
mengendalikan diri dalam menghadapi kondisi krisis sehingga mereka
tidak mengalami job insecurity.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara perceived control dan job insecurity
pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi
kondisi krisis?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan perceived control dan job insecurity
pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi
kondisi krisis.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi
Psikologi Industri dan Organisasi khususnya yang berhubungan dengan
tingkat perceived control dan job insecurity
b. Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi Karyawan
Memberikan gambaran kepada karyawan mengenai perceived
7
2. Manfaat bagi Manajemen Perusahaan
Memberikan gambaran kepada manajemen perusahaan
mengenai perceived control yang dimiliki karyawan di dalam
menghadapi job insecurity.
3. Bagi peneliti Selanjutnya
Memberikan gambaran kepada peneliti selanjutnya mengenai
job insecurity dan perceived control yang dimiliki karyawan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Job insecurity
Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian, faktor-faktor yang
mempengaruhi serta dampak dari job insecurity.
1. Pengertian Job insecurity
Sverke et. al. (2006) menjelaskan bahwa pada tahun 60an dan
70an, job insecurity lebih dikenal dengan istilah job security dan lebih
dilihat sebagai motivator daripada stressor. Pada pertengahan 80an
peneliti mulai berfokus pada job insecurity. Hal ini dikarenakan
terdapat perubahan besar dalam dunia kerja. Probst (2008)
menjelaskan bahwa artikel yang ditulis oleh Greenhalgh dan Rosenblat
pada tahun 1984 menjadi “ledakan” penelitian job insecurity pada
beberapa dekade berikutnya. Greenhalgh dan Rosenblatt (1984)
memulai untuk meneliti job insecurity berdasarkan fenomena
penurunan ekonomi di Amerika yang berdampak pada kemungkinan
kehilangan pekerjaan.
Pengertian dari job insecurity menurut Greenhalgh dan
Rosenblatt (2014) adalah perasaan tidak berdaya untuk
mempertahankan kelanjutan pekerjaan di dalam situasi yang terancam.
Job insecurity didasari oleh persepsi individu dan interpretasi terhadap
9
ancaman yang dirasakan secara subjektif muncul dari ancaman yang
bersifat objektif yang kemudian diolah ke dalam perseptual individu
serta proses kognitif (Sverke et. al., 2006). Serupa dengan apa yang
dikemukakan di atas, Davy, Kinicki dan Sheck (dalam Sverke et. al.,
2006) mendefinisikan job insecurity sebagai ekspektasi seseorang
mengenai kelanjutan dalam situasi pekerjaan. Selain itu, job insecurity
didefinisikan sebagai pertimbangan yang menyeluruh mengenai
eksistensi pekerjaan mereka di masa depan (dalam Sverke et. al., 2006,
De Witte et. al., 2015).
Heany, Israel & House (dalam Sverke et.al., 2006)
mengemukakan bahwa job insecurity merupakan persepsi karyawan
mengenai potensi ancaman terhadap kelanjutan pekerjaan yang
dimilikinya saat ini. Menurut Mohr (dalam De Witte et. al., 2015) job
insecurity juga dikarakteristikkan dengan persepsi ancaman akan
kehilangan pekerjaan. De Witte (2005) juga mendefinisikan job
insecurity sebagai persepsi ancaman kehilangan pekerjaan dan
kecemasan yang berkaitan dengan ancaman tersebut.
Melalui sejumlah definisi yang ada peneliti (dalam Vulkan,
2012; Elst et. al., 2014; De Witte, 2015) mengemukakan sejumlah
karakteristik yang disepakati bersama untuk memahami lebih
mendalam mengenai job insecurity. Pertama, job insecurity bersifat
subjektif. Hal ini bergantung pada persepsi individu dan interpretasi
persepsi dan interpretasi yang berbeda. Probst (2008) menjelaskan
lebih jauh bahwa melalui perspektif subjektif, job insecurity
didefinisikan sebagai karyawan yang mempersepsikan pekerjaan
mereka tidak aman. Kedua, menyatakan ketidakpastian akan masa
depan. Individu tidak tahu kapan ia akan tetap mempertahankan atau
kehilangan pekerjaan yang dimiliki saat ini. Ketiga, mengacu pada
lingkungan yang bersifat involuntary. Job insecurity menyatakan
adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan individu (kepastian
mengenai masa depan pekerjaan mereka) dan apa yang didapatkan
individu (persepsi mengenai pekerjaan yang terancam). Selain itu,
dalam Vulkan (2012) menambahkan karakteristik perasaan tidak
berdaya. Persepsi ancaman terhadap pekerjaan biasanya diikuti dengan
perasaan tidak berdaya dalam menghadapinya. Elst et. al. (2014) juga
menambahkan karakteristik sebagai pengalaman yang akan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama oleh karenanya job
insecurity dipertimbangkan sebagai stressor yang kronis.
Berdasarkan definisi-definisi di atas peneliti menyimpulkan
bahwa job insecurity adalah ketidakberdayaan individu untuk
mempertahankan pekerjaannya sebagai akibat dari adanya situasi yang
11
2. Dimensi Job insecurity
Selain berbagai definisi di atas, job insecurity dapat
didefinisikan ke dalam dua sudut pandang yakni global concept dan
multidimentional concept. Multidimentional concept atau konsep
multidimensional menggunakan beberapa dimensi untuk menjelaskan
mengenai job insecurity. Sedangkan konsep global secara spesifik
membahas mengenai adanya ancaman akan kehilangan pekerjaan.
Konsep ini diaplikasikan dalam konteks organisasi yang mengalami
krisis atau perubahan dimana job insecurity dipertimbangkan sebagai
fase pertama dalam proses kehilangan pekerjaan (dalam Mauno,
Leskinen dan Kinnunen, 2001). Greenhalgh dan Rosenblatt (2014)
juga menyampaikan bahwa konsep global didasari oleh adanya
ancaman dan kecenderungan untuk kehilangan pekerjaan yang lebih
tepat digunakan pada organisasi sektor privat atau organisasi yang
bersifat pribadi dimana job insecurity merupakan suatu ancaman akan
ketidakpastian. Selain itu, dalam Reisel dan Banai (2002) mengatakan
bahwa pengukuran menggunakan konsep multidimensional cenderung
melewati sasaran (overreach). Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti
menggunakan global concept atau konsep global sebagai acuan untuk
memahami job insecurity.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan global
concept atau konsep global sebagai acuan untuk memahami job
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Job insecurity
Sverke et. al. 2006 membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
job insecurity ke dalam dua bentuk yakni situasi yang objektif dan
karakteristik individu. Kedua hal tersebut merupakan interaksi yang
dapat mempengaruhi interpretasi individu dalam menghadapi
lingkungan yang mengalami perubahan sehingga individu merasakan
pengalaman job insecurity.
Situasi yang objektif merupakan konsekuensi dari adanya
perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi individu untuk
mengalami job insecurity. Perubahan organisasi, karakteristik tenaga
kerja atau ketidakpastian mengenai masa depan merupakan contoh
perubahan lingkungan (dalam Hellgren dan Sverke, 2002; Sverke et.
al., 2006). Dengan terjadinya perubahan tersebut dapat memicu
organisasi untuk melakukan berbagai strategi agar tetap dapat bertahan
menghadapi situasi tersebut. Pilihan strategi yang dilakukan organisasi
tak jarang mengarahkan pekerja untuk mengalami kecemasan
mengenai masa depan.
Faktor-faktor karakteristik individu memiliki peranan penting
di dalam membentuk persepsi seseorang di dalam menghadapi
perubahan lingkungan. Hellgren dan Sverke (2002) menjelaskan
bahwa karakteristik individu adalah faktor yang ada dalam individu
13
terhadap lingkungan seperti tanggung jawab dalam keluarga (family
responsibility), kebutuhan akan keamanan (need for security) dan
perceived control.
Selain dua faktor di atas, terdapat pula faktor lainnya yang
disebut dengan faktor demograkfik yang dapat mempengaruhi persepsi
individu (dalam Sverke et. al., 2006). Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
interpretasi di tengah lingkungan yang menjadi ancaman terhadap
pekerjaannya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa orang
berusia 30an dan 40an atau yang lebih tua cenderung lebih mudah
mengalami kehilangan pekerjaan.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin memiliki peran yang berbeda di dalam
menghadapi kejadian hidup mereka. Beberapa studi menemukan
bahwa laki-laki cenderung mengalami job insecurity lebih tinggi
daripada perempuan.
c. Sosioekonomi
Faktor ini juga disebut sebagai faktor yang mempengaruhi
individu dalam menghadapi situasi dan hasilnya dapat terlihat pada
Individu yang memiliki status yang rendah dalam pekerjaan dan
memiliki pendapatan yang rendah cenderung mudah untuk
mengalami ancaman kehilangan pekerjaan.
4. Dampak Job insecurity
Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan
bahwa job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak
secara fisik maupun psikologis.
Terdapat sejumlah penelitian yang menemukan bahwa job
insecurity berdampak pada kesehatan karyawan. Salah satunya yang
terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Burgard et. al. (2009)
menemukan bahwa perceived job insecurity menjadi prediktor yang
signifikan terhadap masalah kesehatan. Dampak lainnya adalah
menurunnya kepuasan kerja, kecelakaan di tempat kerja serta
dampaknya terhadap kesehatan fisik (Jiang dan Probst, 2014). Job
insecurity (dalam De Witte et. al., 2015) berhubungan dengan
rendahnya kesehatan mental dan masalah kesehatan secara fisik baik
secara umum seperti kecemasan atau darah tinggi maupun yang
berkaitan dengan pekerjaan seperti rendahnya kepuasan kerja atau
ketidakhadiran.
Greenhalgh dan Rosenblatt (2014) menjelaskan bahwa
pengalaman subjektif dari job insecurity mengarahkan pada disfungsi
15
meninggalkan pekerjaan dan tidak ingin mengalami perubahan. Lain
halnya dengan Glavin (2013) yang menemukan bahwa karyawan yang
mengalami perceived job insecurity mengalami peningkatan tekanan
kerja dan terjadi penurunan dalam membuat keputusan.
Melalui pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa job
insecurity memiliki dampak terhadap individu secara fisik seperti
masalah kesehatan dan kecelakaan di tempat kerja. Selain itu, job
insecurity juga berdampak secara psikologis terhadap karyawan seperti
peningkatan tekanan kerja, penurunan kebebasan dalam menentukan
keputusan, penurunan usaha, keinginan untuk meninggalkan
pekerjaan, tidak mau mengalami perubahan dan penurunan kepuasaan
kerja.
B. Perceived control
Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian, komponen serta
dampak dari perceived control.
1. Pengertian Perceived control
Penjelasan mengenai mengapa kontrol sangat menjadi penting
di sepanjang kehidupan adalah karena kontrol merefleksikan
kebutuhan manusia secara psikologis. Secara umum, kekuatan kontrol
berasal dari kenyataan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk
menjadi efektif dalam interaksinya dengan lingkungan (dalam Skinner
mengacu pada need for effectance, competence atau kontrol. Ide ini
pertama kali disampaikan dalam literature oleh Robert White pada
tahun 1959 yang mengatakan bahwa manusia memiliki keinginan
untuk menciptakan dampak pada lingkungan (dalam Skinner dan
Gembeck, 2010). Pengembangan konstruk kontrol dimulai dari Julian
Rotter pada tahun 1966 sebagai locus of control yang diikuti dengan
Seligman dengan learned helplessness, self-efficacy oleh Bandura dan
causal attributions oleh Weiner (dalam Skinner, 2016) dan terus
mengalami perkembangan.
Konstruk utama dari kontrol adalah pengalaman kontrol
(experiences control). Hal ini juga mengacu pada generative
transmission yakni pengalaman untuk menggunakan berbagai upaya
yang menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan (dalam
Skinner dan Greene, 200). Pengalaman ini dapat dibedakan menjadi
dua, yakni objektif dan subjektif. Pengalaman objektif mengacu pada
pengendalian yang sebenarnya terhadap hasil perilaku. Sedangkan
kontrol subjektif mengacu pada perceived control atau estimasi
individu mengenai ketersediaan kontrol yang dimilikinya (dalam
Skinner & Gembeck, 2010).
Spector (2009) mengatakan bahwa kontrol dapat dilihat dari
bagaimana seseorang mempersepsikan (perceived). Perceived control
muncul dari interaksi antara manusia dan lingkungan. Perceived
17
lingkungan kerja. Gallagher, Bently dan Barlow (2014) menjelaskan
dalam penelitiannya bahwa perceived control didefinisikan sebagai
persepsi kontrol terhadap suatu faktor situasional dan peristiwa.
Pendapat lain menyebutkan bahwa perceived control adalah
kepercayaan (belief) dimana seseorang dapat mengontrol hasil dari
perilakunya (dalam Kiecolt, Hughes dan Keith, 2009). Definisi yang
serupa di atas menyebutkan perceived control mengacu pada
kepercayaan dimana perubahan dalam suatu lingkungan merupakan
satu kesatuan dengan perilaku, upaya dan pilihan individu (dalam
Infurna, Gerstorf, Ram, Schupp dan Wagner, 2011).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa perceived control adalah persepsi ketersediaan kontrol dimana
individu percaya bahwa dirinya memiliki kontrol terhadap perilaku di
dalam menghadapi suatu situasi.
2. Konstruk Perceived control
Skinner (1996) melalui penelitiannya menyatakan bahwa untuk
kepentingan penelitian, peneliti perlu menentukan konstruk kontrol
yang digunakan agar membantu untuk memberi label mengenai
potensi penyebab dan konsekuensi dari perceived control. Untuk itu
peneliti berfokus pada dasar konstruk oleh Skinner tahun 2016.
Skinner (2016) menjelaskan bahwa perceived control adalah
banyak komponen dalam kontrol. Perceived control oleh Skinner
melibatkan control beliefs. Control beliefs adalah konstruk personal
yang dipertimbangkan memiliki hubungan terhadap pengaruh
lingkungan. Control beliefs terdiri dari contingency belief dan
competence belief.
a. Contingency beliefs
Contingency belief adalah sikap yang mengarahkan
individu untuk menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan.
Bentuk-bentuk dari contingency antara lain internal (usaha,
kemampuan), eksternal (kekuatan orang lain), impersonal
(keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak diketahui).
b. Competence beliefs
Competence beliefs adalah kepercayaan individu bahwa ia
memiliki kemampuan untuk menciptakan sikap sehingga
menghasilkan perilaku yang diinginkan.
Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013) menjelaskan
bahwa perceived control berdasar dari hubungan atribusi antara respon
individu terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi mengenai
individu yang mampu menciptakan respon tersebut (competence).
Sehingga, individu yang mengandalkan contingency eksternal,
impersonal dan unknown (noncontingency) atau individu yang merasa
19
mengarahkan pada kondisi yang disebut loss of control atau lack of
control.
3. Dampak Perceived control
Glavin dan Schieman (2014) menyebutkan dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa perceived control dapat mengurangi stressors
untuk semakin meluas. Serupa dengan pernyataan di atas, Fox dan
Spector (2006) mengungkapkan apabila individu mempersepsikan
memiliki kontrol, maka ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya
tidak akan menjadi semakin buruk dan dapat mentoleransi adanya
stimulus yang menciptakan stres yang lebih tinggi.
Selain pernyataan di atas, Skinner (2016) menjelaskan bahwa
individu yang percaya memiliki perceived control yang tinggi akan
menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk berperilaku, bertahan
dalam menghadapi kegagalan, menunjukkan minat, optimis, memiliki
perhatian, penyelesaian masalah dan berorientasi pada tindakan.
Sedangkan individu yang tidak percaya memiliki kontrol mereka
cenderung untuk menarik diri, mundur, melarikan diri, menyerah atau
menjadi lebih pasif, menjadi takut, depresi, pesimis dan mengalami
distress.
Selain itu, memiliki kontrol dalam pekerjaan bermanfaat bagi
pekerja untuk mereduksi suatu kejadian yang memicu stress (dalam
Schreurs, Van Emmerik, Notelaers dan De Witte, 2010).
C. Gambaran Kancah Penelitian
Melalui web milik PT Vale Indonesia Tbk menjelaskan bahwa
perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari Vale, sebuah
perusahaan pertambangan global yang berkantor pusat di Brasil.
sebelumnya bernama PT International Nickel Indonesia Tbk. (PT Inco),
PT. Vale Indonesia mengoperasikan tambang nikel open pit dan pabrik
pengolahan di Sorowako, Sulawesi, sejak tahun 1968.
Kegiatan bisnis Vale Indonesia terbagi dalam dua lingkup; operasi
(operation) dan pendukung (support). Departemen-departemen yang
berada di lingkup operasi terdiri dari;
1. Mines & Exploration,
2. Process Plant,
3. Production Services,
4. Operation Support,
5. Vale Production System,
6. Engineering Tech,
7. Development and Support
21
Sedangkan departemen-departemen yang berada di lingkup pendukung
terdiri dari;
1. Human Resources & Corporate Services,
2. External Relations,
3. Finance,
4. Legal & Corporate Secretary,
5. Internal Audit dan Project Department.
Karyawan PT. Vale Indonesia dipilih sebagai subjek penelitian karena
peneliti berdasar dari fenomena yang terjadi pada perusahaan tersebut
terkhusus dalam menghadapi kondisi krisis. Dilansir dalam majalah Halo
Vale pada tahun 2013, krisis sudah terjadi sejak tahun 2009. Pada laman
Market menunjukkan bahwa harga jual nickel pada tahun 2016 mencapai
US$ 8.531 yang berarti kondisi krisis masih terus berlanjut.
Berdasarkan kondisi ini membuat perusahaan perlu melakukan strategi
penyelamatan agar tetap dapat bertahan di tengah kondisi tersebut.
Sehingga, berdasarkan wawancara pribadi yang dilakukan dapat diketahui
perusahaan berencana untuk melakukan efisiensi terhadap berbagai
macam aspek termasuk terhadap karyawan dengan melakukan layoff
bahkan PHK.
Untuk itu, peneliti memilih untuk melakukan penelitian berdasarkan
D. Hubungan Antara Perceived control dan Job insecurity
Job insecurity adalah ketidakberdayaan individu untuk
mempertahankan pekerjaannya sebagai akibat dari adanya situasi yang
mengancam akan kehilangan pekerjaan. Dengan kata lain, job insecurity
merupakan salah satu stressor yang dihadapi karyawan dalam lingkungan
pekerjaan. Job insecurity dapat didefinisikan ke dalam dua sudut pandang
salah satunya adalah global concept atau konsep global. Konsep global
berdasar pada adanya ancaman terhadap pekerjaan. Konsep ini
diaplikasikan dalam konteks organisasi yang mengalami krisis dimana job
insecurity merupakan ancaman akan ketidakpastian (dalam Mauno et. al.,
2001; Greenhalgh dan Rosenblatt, 2014).
Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan bahwa
job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak secara fisik
maupun psikologis. Burgard et. al. (2009) dalam penelitiannya
menemukan bahwa perceived job insecurity menjadi prediktor yang
signifikan terhadap masalah kesehatan. Dampak lainnya adalah
menurunnya kepuasan kerja, terjadinya kecelakaan di tempat kerja serta
dampaknya terhadap kesehatan fisik (Jiang dan Probst, 2014). Job
insecurity (dalam De Witte et. al., 2015) berhubungan dengan rendahnya
kesehatan mental dan masalah kesehatan secara fisik. Greenhalgh dan
Rosenblatt (2014) menjelaskan bahwa pengalaman subjektif dari job
insecurity mengarahkan pada disfungsi perilaku bekerja seperti; penurunan
23
mengalami perubahan. Lain halnya dengan Glavin (2013) yang
menemukan bahwa karyawan yang mengalami perceived job insecurity
mengalami peningkatan tekanan kerja dan terjadi penurunan dalam
membuat keputusan.
Meskipun demikian, terdapat beberapa cara untuk mereduksi
individu untuk mengalami job insecurity. Beberapa studi menemukan efek
moderasi dari karakteristik individu salah satunya perceived control
(dalam Sverke et. al., 2006). Perceived control adalah persepsi
ketersediaan kontrol dimana individu percaya bahwa dirinya memiliki
kontrol terhadap perilaku di dalam menghadapi suatu situasi. Spector
(2009) mengemukakan bahwa kontrol dapat mempengaruhi individu
dalam melihat lingkungan kerja dan dapat menahan emosi yang berlebihan
sebagai dampak dari lingkungan tersebut.
Konstruk kontrol dari Skinner (2016) digunakan sebagai dasar
pemahaman untuk mengetahui ketersediaan kontrol yang dimiliki
individu. Perceived control oleh Skinner melibatkan control beliefs.
Control beliefs adalah konstruk personal yang dipertimbangkan memiliki
hubungan terhadap pengaruh lingkungan. Konstruk personal ini
merupakan salah satu bentuk perbedaan individu (individual differences)
yang membedakan individu satu dengan yang lainnya khususnya pada
Control beliefs terdiri dari contingency belief dan competence
belief. Contingencybelief adalah sikap yang mengarahkan individu untuk
menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan. Bentuk-bentuk dari
contingency antara lain internal (usaha, kemampuan), eksternal (kekuatan
orang lain), impersonal (keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak
diketahui). Competence beliefs adalah kepercayaan individu bahwa ia
memiliki kemampuan untuk menciptakan sikap sehingga menghasilkan
perilaku yang diinginkan. Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013)
menjelaskan bahwa perceived control berdasar dari hubungan atribusi
antara respon individu terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi
mengenai individu yang mampu menciptakan respon tersebut
(competence). Untuk itu, penting untuk menggabungkan contingency
belief dan competence belief dalam mengukur ketersediaan perceived
control yang dimiliki individu.
Apabila individu mengandalkan contingency internal dan percaya
memiliki competence, maka ia memiliki perceived control. Melalui
perceived control, individu akan menunjukkan berbagai perilaku positif
seperti menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk berperilaku,
bertahan dalam menghadapi kegagalan dan lain sebagainya. Glavin dan
Schieman (2014) juga menyebutkan dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa perceived control dapat mengurangi stressor untuk semakin
meluas. Serupa dengan Glavin dan Schieman, Spector (2006)
25
ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya tidak akan menjadi semakin
buruk dan dapat mentoleransi adanya stimulus yang menciptakan stres
yang lebih tinggi.
Sedangkan, individu yang mengandalkan contingency eksternal
dan tidak memiliki kepercayaan diri (incompetence) Individu mengalami
kurangnya kontrol atau loss of control. Jika individu mengalami loss of
control maka hal tersebut dapat mengarahkan individu pada
ketidakberdayaan atau helplessness (dalam Greene dan Murdock, 2013;
Skinner, 2016). De Witte (2005) menjelaskan apabila individu kurang
E. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara
perceived control dan job insecurity. Semakin tinggi perceived control
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang melihat apakah
variasi pada satu variabel berkaitan dengan variabel lainnya (Azwar,
2015). Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara perceived control
dengan job insecurity pada karyawan PT. Vale Indonesia yang bertempat
di Soroako.
B. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu:
Variabel Bebas : Perceived control
Variabel Tergantung : Job insecurity
C. Definisi Operasional
1. Perceived control
Perceived control adalah persepsi ketersediaan kontrol dimana
karyawan percaya bahwa dirinya memiliki kontrol terhadap perilaku di
dalam menghadapi suatu situasi. Terdapat dua komponen dalam
perceived control yakni contingency dan competence belief. Dua
komponen tersebut perlu dipadukan menjadi satu untuk melihat
Peneliti menyusun skala sendiri berdasarkan komponen-komponen
perceived control. Semakin tinggi skor yang dimiliki maka semakin
tinggi pula perceived control yang dimiliki karyawan.
2. Job insecurity
Job insecurity adalah persepsi subjektif karyawan atau
pertimbangan secara menyeluruh mengenai potensi ancaman terhadap
pekerjaan mereka sehingga menciptakan perasaan tidak berdaya untuk
mempertahankannya di masa depan.
Peneliti menggunakan konsep global dalam menjelaskan job
insecurity sehingga hanya terdapat satu dimensi yang digunakan dalam
menyusun skala yakni ancaman terhadap pekerjaan. Peneliti menyusun
skala sendiri berdasarkan dimensi tersebut. Semakin tinggi skor yang
diperoleh maka karyawan akan mempersepsikan memiliki job
insecurity yang tinggi.
D. Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling dalam
memilih subjek. Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, anggota populasi yang ditemui peneliti dan
bersedia dijadikan sampel (Sangadji dan Sopiah, 2010). Metode ini
dilakukan karena adanya keterbatasan dalam penelitian untuk mengambil
sampel dari seluruh populasi. Hal tersebut dikarenakan terdapat sejumlah
departemen di perusahaan PT. Vale yang cukup sulit dijangkau untuk
29
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner dengan skala Likert sebagai instrumennya. Metode kuesioner
dengan skala Likert ini digunakan dengan mengukur respon yang
diberikan subjek mengenai kesetujuan atau tidak terhadap atribut
psikologis yang diukur (Supratiknya, 2014). Terdapat empat pilihan
respon yang dapat dipilih oleh subjek yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan respon netral
tidak dimasukkan karena peneliti ingin menghindari kecenderungan subjek
untuk memilih respon tengah yang cenderung untuk mencari aman
sehingga mencerminkan ketidakpastian (Supratiknya, 2014).
Terdapat dua bentuk pernyataan yang diberikan yakni pernyataan
favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan yang
memberikan sikap positif terhadap aspek yang hendak diukur sedangkan
pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang menunjukkan sikap
negatif terhadap aspek yang hendak diukur (dalam Supratiknya, 2014).
Tabel 1
Penskoran item favorable dan unfavorable
No. Pilihan respon Favorable Unfavorable
Berikut adalah penjelasan skala yang akan digunakan:
1. Skala Perceived control
Skala perceived control merupakan skala yang disusun oleh
peneliti berdasarkan komponen perceived control oleh Skinner (2016).
Komponen tersebut adalah contingency beliefs dan competence belief.
Contingency beliefs didefinisikan sebagai hubungan sebab akibat
antara perilaku individu dan hasil dari perilaku yang mereka alami.
Skinner (2016) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk dari contingency
antara lain internal (usaha, kemampuan), eksternal (kekuatan orang
lain), impersonal (keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak
diketahui). Sedangkan competence beliefs (dalam Greene et. al., 2013)
adalah persepsi mengenai kemampuan untuk memberikan perilaku
yang diinginkan dan dapat menggunakannya dengan sukses dalam
berbagai situasi. Berikut adalah distribusi item pada skala perceived
control:
Tabel 2
Distribusi item pada skala Perceived control (sebelum uji coba)
Komponen Favorable Unfavorable Total
Contingency dan
Competence 20 50% 20 50% 40 100%
2. Skala Job insecurity
Skala job insecurity disusun oleh peneliti berdasarkan konsep
global yang dijelaskan dalam penelitian oleh Mauno (2001) serta yang
31
insecurity berdasar pada satu dimensi yakni ancaman terhadap
pekerjaan. Konsep global membahas mengenai ancaman terhadap
pekerjaan atau kelanjutan suatu pekerjaan. Konsep ini diaplikasikan
pada suatu organisasi yang mengalami krisis atau perubahan dimana
job insecurity dipertimbangkan sebagai fase pertama dalam proses
kehilangan pekerjaan (dalam Mauno et. al., 2001). Konsep global
menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (2014) didasari oleh adanya
ancaman dan kecenderungan untuk kehilangan pekerjaan yang lebih
tepat digunakan pada organisasi sektor privat atau organisasi yang
bersifat pribadi dimana job insecurity merupakan suatu ancaman akan
ketidakpastian. Berikut adalah distribusi item pada skala job
insecurity:
Tabel 3
Distribusi item pada skala Job insecurity (sebelum uji coba)
Dimensi Favorable Unfavorable Total
Ancaman terhadap
pekerjaan 10 50% 10 50% 20 100%
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Dalam proses penyusunan skala, validitas merupakan hal penting
yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian. Pengujian validitas
merupakan proses untuk mengetahui apakah hasil pengukuran kita
sudah tepat sesuai dengan tujuan ukurnya (Azwar 2015). Untuk
Validitas isi adalah sejauh mana skala yang sudah disusun memiliki
relevansi terhadap atribut yang ingin diukur dengan melakukan analisis
oleh expert judgement (Azwar, 2015). Validasi dilakukan dengan
memberikan skala yang sudah disusun kepada dosen pembimbing
sebagai expert judgement untuk ditindaklanjuti kesesuaian tiap item
dengan variabel yang ingin diukur.
2. Seleksi Item
Alat ukur dikatakan baik apabila dalam pengukurannya mampu
membedakan individu berdasarkan item yang diukur atau yang disebut
juga dengan daya diskriminasi item (Azwar, 2014). Pengujian daya
diskriminasi item dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi tiap
item dengan distribusi skor skala yang menghasilkan koefisien item
total ( ). Seleksi item dilakukan berdasar koefisien tersebut dengan
kriteria batasan 0,30. Apabila item dapat mencapai koefisien
korelasi minimal, maka item tersebut dianggap memuaskan.
Berdasarkan hasil uji coba terhadap skala job insecurity, koefisien
korelasi item total yang diperoleh 0,17 skor terendah hingga 0,70 skor
tertinggi. Sedangkan koefisien korelasi item total pada saat
pengambilan data berkisar dari skor 0,29 hingga 0,66. Pada skala ini
terdapat 3 item yang digugurkan karena tidak mencapai batasan
33
Tabel 4
Distribusi Item Skala Job insecurity (setelah uji coba)
Dimensi Favorable Unfavorable
Ancaman terhadap
Berdasarkan hasil uji coba terhadap skala perceived control,
koefisien korelasi item total yang diperoleh -0,05 skor terendah hingga
0,69 skor tertinggi. Sementara, korelasi item total pada saat
pengambilan data berkisar rentang 0,49 hingga 0,76. Pada skala ini
terdapat 9 item yang digugurkan karena tidak mencapai batasan
kriteria yakni 0,30. Berikut hasil uji coba yang diperoleh:
Tabel 5
Distribusi Item Skala Job insecurity (setelah uji coba)
Komponen Favorable Unfavorable
Contingency dan
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran
dapat dipercaya. Hasil suatu pengukuran dapat dipercaya apabila
akan diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur
dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2015).
Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan penyajian skala yang dilakukan sekali (Single Trial
Administration) yang menghasilkan konsistensi internal, salah satunya
adalah Alpha Cronbach (Azwar, 2014). Kriteria suatu alat ukur
dikatakan reliabel apabila mencapai batas koefisien reliabilitas (α) >
0,6 (Siregar, 2013).
Melalui hasil pengujian terhadap skala job insecurity, diperoleh
koefisien reliabilitas (α) sebesar 0,88. Sedangkan pada skala perceived
control, koefisien reliabilitas (α) yang diperoleh sebesar 0,90. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas kedua skala baik karena
mencapai batas koefisien reliabilitas yakni 0,6.
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah uji asumsi dan uji
hipotesis. Metode tersebut digunakan karena penelitian ini bersifat
korelasional sehingga diperlukan uji asumsi dan uji hipotesis untuk
melihat korelasi atau hubungannya.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah data
35
datanya normal (Santoso, 2010). Pengujian ini menggunakan
metode Kolmogorov-Smirnov dalam program IBM SPSS
Statistics versi 22. Data penelitian dikatakan normal apabila
hasil signifikansinya lebih besar dari 0,05 (Santoso, 2010).
b. Uji Linieritas
Uji linieritas mengatakan bahwa hubungan antar variabel
yang akan dianalisis mengikuti garis lurus (Santoso, 2010). Uji
ini dilakukan dengan menggunakan test for linierity dalam
program IBM SPSS Statistics versi 22. Apabila hasil
menunjukkan nilai p < 0,05 maka terdapat hubungan antara
variabel bebas dan tergantung (Azwar, 2015).
2. Uji Hipotesis
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara
variabel bebas dan tergantung atau yang disebut dengan teknik
korelasi. Maka, teknik yang digunakan untuk menghitung korelasi
adalah teknik korelasi Product Moment Pearson dalam program IBM
SPSS Statistics versi 22.0. Teknik ini dapat dilakukan apabila data
penelitian memiliki sebaran data yang normal. Namun, apabila data
tidak terdistribusi normal maka uji hipotesis yang digunakan adalah
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Peneliti terlebih dahulu meminta ijin pada perusahaan untuk
melakukan penelitian dengan mengajukan proposal pada departemen
External Relations. Kemudian peneliti berkonsultasi dengan salah seorang
karyawan PT. Vale Indonesia mengenai prosedur pengambilan data.
Melalui konsultasi tersebut peneliti memutuskan untuk menitipkan skala
kepada beberapa karyawan untuk disebarkan pada karyawan lainnya
dengan pertimbangan ketatnya akses bagi peneliti untuk dapat masuk ke
dalam perusahaan.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan uji coba pada tanggal 18 -
26 Oktober 2016. Peneliti memberikan skala A yakni job insecurity dan
skala B yakni perceived control pada 60 orang karyawan. Dari 60 skala
yang diberikan terdapat 1 skala yang tidak lengkap pengisiannya serta 9
yang tidak dikembalikan. Sehingga, peneliti menggunakan 50 skala
sebagai data uji coba.
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 28 Oktober – 18
November 2016. Peneliti mengambil data dengan melakukan dua strategi
yakni menyebarkan data versi hardcopy langsung kepada karyawan dan
menyebarkan data versi softcopy. Peneliti mencetak data versi hardcopy
37
dapat digunakan. Sedangkan skala yang dikembalikan pada peneliti
berjumlah 125. Dalam penyebaran versi softcopy, peneliti memberikan
data melalui e-mail kepada salah seorang karyawan. Kemudian, karyawan
tersebut akan meneruskan kepada rekan-rekan kerjanya. Data yang
dikembalikan pada peneliti berjumlah 25.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 150 orang yakni
karyawan PT. Vale Indonesia Tbk. Dalam penelitian ini, berfokus pada
karyawan yang mengalami kondisi krisis. Pada tahun 2009 hingga saat ini,
PT. Vale Indonesia sedang menghadapi kondisi krisis. Semua karyawan
yang bekerja di perusahaan tersebut merasakan kondisi krisis sehingga,
karyawan dari tiap departemen mana pun dapat menjadi subjek penelitian
ini. Akan tetapi, dikarenakan peneliti melakukan penelitian pada saat
kondisi sedang krisis serta perusahaan yang sedang melakukan shutdown
maka peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan subjek dalam
jumlah yang banyak. Melalui hasil penelitian diperoleh deskripsi subjek
Tabel 6
Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia
Rentang
Usia Jumlah Presentase
21-30 27 18.0% 31-40 71 47.3% 41-50 42 28.0% 51-60 8 5.3%
>60 2 1.3%
Berdasarkan data pada tabel 6 dapat diketahui bahwa 47,3% subjek
berusia sekitar 31 hingga 40 tahun. Sedangkan, 1,3% persen subjek yang
berusia di atas 60 tahun.
Tabel 7
Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin Jumlah Presentase
Laki-Laki Perempuan
119 79.3% 31 20.7%
Melalui data pada tabel 7, sebesar 79,3% subjek dalam penelitian
39
C. Deskripsi Data Penelitian
Berikut adalah hasil perhitungan data penelitian menggunakan IBM
SPSS Statistics versi 22:
Tabel 8
Deskripsi Data Penelitian
Variabel N Sig.
(p)
Data Teoritik Data Empirik
Mean Skor SD Mean Skor SD
Min Max Min Max
Job insecurity 150 0,000 42,50 17 68 8,5 34,37 17 48 6,405 Perceived
control 150 0,000 77,50 31 124 15,5 98,13 68 124 10,677
Melalui hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean
teoritik pada variabel job insecurity sebesar 42,5 sementara nilai mean
empiriknya sebesar 34,37 dengan nilai signifikansi 0,000. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
teoritik dan mean empirik. Maka dapat disimpulkan bahwa subjek
memiliki tingkat job insecurity yang rendah.
Pada variabel perceived control, mean teoritik yang diperoleh
sebesar 77,5 sedangkan mean empiric yang diperoleh melalui data
penelitian sebesar 98,13 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
mean teoritik dan empirik. Hasil ini memberikan informasi bahwa subjek
memiliki tingkat perceived control yang cukup tinggi.
Untuk dapat mengetahui seberapa rendah tangkat job insecurity
dan seberapa tinggi perceived control yang diperoleh subjek dalam
Kategorisasi dilakukan untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar
atribut yang diukur atau yang disebut juga kategorisasi jenjang (Azwar,
2014). Penempatan individu ke dalam kelompok dilakukan berdasarkan
nilai mean teoritik (µ) dan satuan deviasi standar populasi (σ). Berikut
adalah norma kategorisasi skala:
Tabel 9
Norma Kategorisasi Skor Skala
Skor Kategori
X < (µ - 1,5σ) Sangat Rendah (µ - 1,5σ) ≤ X < (µ - 0,5σ) Rendah (µ - 0,5σ) ≤ X < (µ + 0,5σ) Sedang
(µ + 0,5σ) ≤ X < (µ + 1,5σ) Tinggi (µ + 1,5σ) ≤ X Sangat Tinggi
Keterangan: X = Skor subjek µ = Mean teoritik
41
Tabel 10
Kategorisasi Skala Job insecurity
Skor Jumlah
Subjek Presentase Kategori
X ≤ (29,75) 27 18% Sangat
Rendah
(29,75) ≤ X < (38,25) 87 58% Rendah
(38,25) ≤ X < (46,75) 34 22.7% Sedang
(46,75) ≤ X < (55,25) 2 1.3% Tinggi (55,25) < X - - Sangat Tinggi
Melalui norma kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar subjek berada pada kategori rendah yakni sebanyak 87 subjek
dengan presentase 58% yang berarti subjek memiliki tingkat job insecurity
pada tingkat rendah. Sedangkan 2 subjek berada pada kategori tinggi
dengan presentase 1.3% yang berarti subjek memiliki tingkat job
insecurity yang tinggi. Selain itu terdapat 27 subjek masuk ke dalam
kategori sangat rendah dengan presentase 18% dan 34 subjek masuk dalam
Tabel 11
Kategorisasi Skala Perceived control
Skor Jumlah
Subjek Presentase Kategori
X ≤ (54,25) - - Sangat
Melalui norma kategorisasi skala perceived control menunjukkan
bahwa sebanyak 99 subjek termasuk dalam kategori tinggi dengan
presentase 66%. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat
perceived control yang tinggi. Sementara terdapat 1 subjek masuk ke
dalam kategori rendah dengan presentase 0.7% yang menunjukkan bahwa
subjek memiliki tingkat perceived control yang rendah. Subjek lainnya
masuk ke dalam kategori sedang sebanyak 6 subjek dengan presentase 4%
dan 44 subjek masuk dalam kategori sangat tinggi dengan presentase
dimiliki terdistribusi normal atau tidak. Untuk dapat mengetahui hal
43
program IBM SPSS Statistics versi 22. Jika signifikasi (p) lebih besar
daripada 0,05 (p > 0,05) maka data tersebut terdistribusi secara
normal. Berikut hasil uji normalitas terhadap data yang diperoleh:
Tabel 12
Hasil Uji Normalitas
Melalui hasil uji diatas, nilai signifikansi pada variabel job
insecurity dan perceived control adalah 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi secara normal karena
nilai signifikansi yang kurang dari 0,05.
b. Uji Linieritas
Uji ini digunakan untuk melihat apakah hubungan diantara
variabel membentuk garis lurus atau tidak. Untuk mengetahui hal
tersebut peneliti menggunakan teknik test for liniearity pada
program IBM SPSS Statistics versi 22. Apabila signifikansi (p)
kurang dari 0,05 (p < 0,05) menunjukkan bahwa kedua variabel
bersifat linier.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Job insecurity .122 150 .000 .955 150 .000
Perceived control .172 150 .000 .896 150 .000
Tabel 13
Hasil Uji Linieritas
M
e
l
a
l
Melalui hasil diatas diperoleh nilai signifikansi (p) linearity
pada variabel job insecurity dan perceived control sebesar 0,000.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel bersifat linier. ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
JI * PC Between Groups (Combined) 4267.130 37 115.328 6.997 .000
Linearity 3207.267 1 3207.267 194.59
4 .000
Deviation
from Linearity 1059.863 36 29.441 1.786 .011
Within Groups 1845.963 112 16.482