• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perceived Control dan Job Insecurity dalam menghadapi kondisi krisis pada karyawan PT. Vale Indonesia di Soroako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perceived Control dan Job Insecurity dalam menghadapi kondisi krisis pada karyawan PT. Vale Indonesia di Soroako"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN

PERCEIVED CONTROL

DAN

JOB INSECURITY

DALAM MENGHADAPI KONDISI KRISIS PADA

KARYAWAN PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Maureen Gracia Priskila

NIM: 129114042

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

da erge iralah

karena TUHAN; maka

Ia akan memberikan

kepadamu apa yang

diinginkan hatimu.

Maz ur 7:

It’s ot how you

start, it’s

how you

finished

Gordon

Ramsay

The roots of edu atio are itter, ut

(5)

v

Skripsi yang kuperjuangkan dengan segenap jiwa dan raga ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasih dan anugerahNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Papa Joz dan Mama Neny yang kukasihi yang selalu mendukung dengan penuh semangat dari awal mulanya sampai pada kesudahannya xD

My broskeeter kak Kicky, kak Wiwied dan Kak Rio

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN PERCEIVED CONTROL DAN JOB INSECURITY DALAM

MENGHADAPI KONDISI KRISIS PADA KARYAWAN PT. VALE

INDONESIA DI SOROAKO

Maureen Gracia Priskila

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perceived control

terhadap job insecurity pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi kondisi krisis. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia sebanyak 150 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara perceived control dan job insecurity. Semakin tinggi perceived control maka semakin rendah karyawan mengalami job insecurity. Peneliti menggunakan teknik convenience sample dalam pengambilan data. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan dua skala yakni skala job insecurity dan skala perceived control. Skala job insecurity berisi 17 item dengan reliabilitas sebesar 0,88. Pada skala perceived control berisi 31 item dengan reliabilitas sebesar 0,90. Reliabilitas kedua skala diperoleh menggunakan teknik

Alpha Cronbach dengan bantuan program IBM SPSS Statistics versi 22. Pengujian hipotesis menggunakan teknik Spearman’s Rho. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,632 dengan signifikansi 0,000. Melalui hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima yakni terdapat hubungan negatif antara perceived control

dan job insecurity.

(8)

viii

RELATION BETWEEN PERCEIVED CONTROL AND JOB INSECURITY

IN THE FACE OF CRISIS TO PT. VALE INDONESIA EMPLOYEE AT

SOROAKO

Maureen Gracia Priskila

ABSTRACT

This research aimed to examine the relation between perceived control with job insecurity to employee of PT. Vale Indonesia especially in the face of crisis. Subjects in this research were 150 employee of PT. Vale Indonesia . The hypothesis in this research there is a negative relation between perceived control and job insecurity. The higher perceived control, the lower employees will experience job insecurity. Researchers used convenience sample technique in data retrieval. Data were obtained by using two scales, perceived control scales and job insecurity scales. Perceived control scales contains 31 items and reliability of scale was 0,88. On the other scales, contains 17 items of job insecurity and reliability of scale was 0,90. Reliability of both scales were obtained by using Cronbach Alpha of IBM

SPSS Statistics version 22. Researchers used Spearman’s Rho technique to test the

hypothesis and were obtained coefficient correlation at -0,632 with a significance 0,000. The results showed that the hypothesis was accepted that there was a negative relation between perceived control and job insecurity.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan

berkatNya yang menuntun penulis dalam menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Hubungan perceived control dan job insecurity pada karyawan PT Vale Indonesia

di Soroako” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di

Universitas Sanata Dharma.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Universitas Sanata Dharma yang sudah mengajarkan berbagai pelajaran

yang diperlukan baik secara akademik maupun pelajaran hidup. Terima

kasih atas pengalamannya selama kurang lebih 5 tahun. Semoga selalu

menjadi sumber berkat bagi orang lain.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang selalu memotivasi segenap mahasiswa

untuk melakukan yang terbaik

3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu mendukung selama kegiatan perkuliahan berlangsung. Semoga selalu

(11)

xi

5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., Psi., selaku Dosen Pembimbing

Skripsi yang sudah mau mendengarkan segala keluh kesah mengerjakan

skripsi dan terutama sudah mau membimbing dari awal hingga selesai.

Semoga selalu diberikati dalam setiap apapun yang dikerjakan

6. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., dan bapak R. Landung Eko P., M.Psi.,

Psi., selaku dosen penguji skripsi atas saran dan masukan yang akan

membantu untuk menjadi lebih baik. Semoga selalu menjadi berkat bagi

orang lain

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah

memberikan ilmu dan pengetahuannya mengenai Psikologi. Semoga selalu

menjadi berkat bagi orang lain

8. Seluruh staff yang bekerja di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,

Mas Muji, Mas Boni, Mas Gandung dan Bu Nanik yang selalu mendukung

dan menghibur di tengah-tengah padatnya kegiatan perkuliahan. Semoga

selalu diberkati dalam setiap apapun yang dikerjakan

9. PT. Vale Indonesia Tbk di Soroako yang sudah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian

10. Karyawan PT Vale Indonesia Tbk di Soroako yang sudah meluangkan

waktunya untuk mengisi skala di tengah kesibukan pekerjaan. Semoga

selalu diberikati dalam pekerjaannya

11. Papa Jozua Supeno dan Mama Neny Salla yang selalu mendukung dan

mendoakan dalam setiap apapun situasinya. Aku bersyukur selalu pada

(12)

xii

yang kalian berikan hingga pada saat ini. Semoga Tuhan selalu memberkati

pada golden age kalian. Me love you guys so much :D!

12. My threebrosketeer, kak Kicky, kak Wiwied dan Kak Rio. Terima kasih atas

dukungan dan bantuannya mas bro. Terima kasih kalian selalu mau

direpotkan sama adek kalian yang paling cantik ini, wkwk. Tuhan berkati

kalian dalam setiap apapun yang kalian kerjakan

13. Om, tante, kakak ipar, kakak-adek sepupu, keponakan yang super gokil,

khususnya buat Ma Nana sekeluarga yang sudah boleh menjadi berkat dari

awal perkuliahan hingga saat ini. Semoga kalian semua selalu diberkati

Tuhan!

14. My besties, Lika Abraham Lomo dan Yovanita Septiani Alamako. Maaf

untuk selalu menjadi orang ke-3 di antara kalian xD. Terima kasih untuk

dukungan, ketawa-ketiwinya, buat curhat-curhatnya dan buat segala sesuatu

yang sudah kalian berikan. Jangan ko lupakan ki’ lek. Terharu k’ bah,

wkwkwk.

15. Pak Elman yang sudah menyarankan untuk masuk jurusan psikologi, selalu

mendukung dari awal sampai sekarang dan selalu menerima di saatku butuh

bantuan. Makasih lek pak, bravo!

16. Teman-teman Nusantara, mas Kris, Jan, Le’, Mar, Thy, Cheng, Clar, Yes

untuk cerita dan cintanya. Terima kasih kalian mau menjadi temanku. Aku

selalu bersyukur punya kalian yang selalu mendukung dan menopang dalam

(13)

xiii

17. Teman-teman Jijig Bazelak, Nikur, Pipi, Mba Dep, Rini, Gek, Kak Gue,

Sekar, Karin, BM untuk kewahaman kalian yang sungguh amat luar biasa.

Aku selalu bersyukur bisa kenal kalian! See you next time!

18. Teman-teman satu bimbingan, Ardi, Monic, Novia, Vita, Visnu, Wisnu,

Ochi, Itha, Yesi, Oni, Rege dan Lindi. Mau coretannya banyak atau tidak

yang penting bimbingan guys! Semoga semuanya bisa cepat lulus, kasihan

Bapak kalau harus menghadapi kalian terus xD.

19. Teman-teman kelas A yang sudah menemani selama beberapa semester.

Terima kasih atas kebersamaannya, ketawa-ketiwinya dan kegokilannya.

Cepat lulus guys!

20. Teman-teman psikologi angkatan 2012 buat kekompakannya. Terima kasih

kita sudah berdinamika dan bertumbuh bersama di Psikologi. Tetap

semangat dalam apapun yang dikerjakan guys!

21. YPS ’12 yang ada di Jogja, Fajar, Croseas, Dadang, Wilton, Farid, Lika,

Adit, Zahrin, Sakinah, Linda, Itha. Terima kasih kalian tidak pernah lupa

teman-teman sekampung. See you guys on top!

22. Seluruh pihak yang sudah membantu penulisan skripsi ini baik yang

langsung maupun secara tidak langsung. Terima kasih buat segala bantuan

dan dukungannya. Tuhan berkati dalam setiap apapun yang kalian kerjakan.

(14)
(15)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix

KATA PENGANTAR ...x

(16)

xvi

C. Gambaran Kancah Penelitian ... 20

D. Hubungan antara Perceived control Dan Job insecurity... 21

E. Kerangka Pemikiran ... 26

F. Hipotesis ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Definisi Operasional... 27

1. Perceived control ... 27

2. Job insecurity ... 28

D. Subjek Penelitian ... 28

E. Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Skala Perceived control ... 30

2. Skala Job insecurity ... 30

F. Validitas dan Reliabilitas ... 31

(17)

xvii

2. Uji Hipotesis ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pelaksanaan Penelitian ... 36

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37

C. Deskripsi Data Penelitian ... 39

D. Analisis Data Penelitian ... 42

1. Uji Asumsi ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Linieritas ... 43

2. Uji Hipotesis ... 45

3. Analisis Tambahan ... 46

E. Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

1. Bagi Subjek Penelitian... 55

2. Bagi Manajemen Perusahaan... 56

3. Bagi Peneliti Subjek ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penskoran item favorable dan unfavorable ... 29

Tabel 2 Distribusi item pada skala Perceived control (sebelum uji coba) 30 Tabel 3 Distribusi item pada skala Job insecurity (sebelum uji coba) ... 31

Tabel 4 Blue Print skala Perceived control (setelah uji coba) ... 33

Tabel 5 Blue Print skala Job insecurity (setelah uji coba) ... 33

Tabel 6 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 38

Tabel 7 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian ... 39

Tabel 11 Norma Kategorisasi Skor Skala ... 40

Tabel 12 Kategorisasi Skala Job insecurity ... 41

Tabel 13 Kategorisasi Skala Perceived control ... 42

Tabel 14 Hasil Uji Normalitas ... 43

Tabel 15 Hasil Uji Linieritas ... 44

Tabel 16 Hasil Uji Hipotesis... 46

(19)

xix

DAFTAR GRAFIK

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Job Insecurity ... 61

Lampiran 2 Skala Perceived Control ... 68

Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Job Insecurity ... 73

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Perceived Control ... 76

Lampiran 5 Hasil Uji Deskriptif dan Uji T ... 80

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 82

Lampiran 7 Hasil Uji Linieritas ... 84

Lampiran 8 Hasil Uji Hipotesis... 86

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

menggambarkan suatu keadaan yang bahaya, genting dan suram.

Berdasarkan pengertian tersebut menggambarkan bahwa kondisi krisis

adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan. PT. Vale Indonesia yang

bertempat di Soroako, Sulawesi Selatan menjadi salah satu contoh

perusahaan yang merasakan kondisi krisis karena harga nickel yang terus

mengalami penurunan. Dilansir dalam detikfinance.com harga nickel pada

tahun 2015 mengalami penurunan hingga mencapai US$ 12.350 per ton.

Sebelumnya pada tahun 2013 harga nickel sudah mengalami penurunan

mencapai US$ 13-14 ribu per ton. Lain halnya dengan yang ditulis pada

laman Market, disebutkan bahwa pada tahun 2015 harga nickel sudah

mencapai US$ 8.500 per ton. Sedangkan pada tahun 2016 harga nickel

menyentuh harga US$8.531 per ton.

Peneliti mencoba melakukan wawancara terhadap salah seorang

karyawan PT. Vale Indonesia untuk mencari tahu bagaimana perasaannya

di dalam menghadapi kondisi krisis yang terjadi. Ia mengaku bahwa di

tengah krisis yang terjadi, isu karyawan yang diberhentikan sementara

dengan cara dirumahkan merupakan salah satu strategi yang akan diambil

manajemen perusahaan jika krisis terus terjadi. Bahkan berdasarkan

(22)

sebagai opsi terakhir dalam rangka menghadapi krisis dan hal ini menjadi

ancaman bagi karyawan. Isu-isu tersebut memunculkan perasaan cemas

karena adanya ketidakpastian terhadap pekerjaan yang dimilikinya

(Wawancara Pribadi, 26 April 2016).

Pekerjaan merupakan unsur penting di dalam kehidupan khususnya

di dalam memenuhi kebutuhan manusia. Greenhalgh dan Rosenblatt

(2014) mengemukakan pendapatnya bahwa pekerjaan merepresentasikan

bagian yang penting dalam kehidupan orang dewasa. Pekerjaan menyerap

setengah dari waktu yang dimiliki seseorang dan menyediakan sumber

ekonomi dalam hidup modern. Akan tetapi, Fullerton dan Wallce (dalam

Burgard, Brand & House, 2009) dengan terjadinya kemunduran ekonomi

dan meningkatnya kompetisi global mengarah kepada penurunan

karyawan melalui pemberhentian sementara (layoff) dan penutupan pabrik,

seperti halnya yang direncanakan oleh PT. Vale Indonesia. Hal tersebut

menyebabkan ketidakpastian mengenai keamanan suatu pekerjaan dalam

beberapa tahun.

Ketidakpastian khususnya mengenai status pekerjaan yang dimiliki

saat ini dapat mengarahkan karyawan untuk merasakan adanya ancaman

kehilangan pekerjaan. Pada wawancara pribadi dapat diketahui bahwa

karyawan tersebut merasakan kecemasan akan ketidakpastian dalam hal

ini kondisi krisis yang terus terjadi. De Witte (2005) mengatakan bahwa

karyawan yang merasakan ketidakpastian tidak cukup mempersiapkan diri

(23)

3

mereka untuk bertindak atau tidak. Ketidakpastian dan adanya ancaman

kehilangan pekerjaan di masa yang akan datang menciptakan kecemasan

terhadap kemungkinan hilangnya nilai-nilai ekonomi dan sumber sosial

yang terdapat dalam pekerjaan (dalam Glavin dan Schieman, 2014). Status

pekerjaan merepresentasikan sumber yang penting, maka ketika karyawan

merasakan adanya ancaman terhadap status tersebut kekuatan mereka

menjadi lemah dalam mengatasi adanya kehilangan yang disebabkan oleh

ketidakpastian mengenai masa depan (dalam Cheng, Mauno & Lee, 2014).

Ancaman kehilangan pekerjaan dapat mengarahkan karyawan

untuk mengalami job insecurity. Job insecurity menurut Greenhalgh dan

Rosenblatt (2014) adalah ketidakberdayaan seseorang untuk

mempertahankan pekerjaan mereka yang terancam. Heany, Israel & House

(dalam Sverke, Hellgren & Naswall, 2006) juga mengemukakan bahwa

job insecurity merupakan persepsi karyawan mengenai potensi ancaman

terhadap kelanjutan pekerjaan yang dimilikinya saat ini. Serupa dengan

pernyataan di atas, Rosenblatt dan Ruvio (dalam Sverke et. al., 2006)

mengemukakan bahwa job insecurity adalah pertimbangan yang

menyeluruh mengenai kehidupan pekerjaan di masa depan. Sedangkan

menurut Mohr (dalam De Witte, Elst & De Cupyer, 2015) job insecurity

dikarakteristikkan dengan persepsi ancaman akan kehilangan pekerjaan.

Maka, karyawan yang merasakan ancaman kehilangan pekerjaan akan

(24)

Apabila karyawan mempersepsikan dirinya mengalami job

insecurity, maka kemungkinan terdapat berbagai dampak yang harus

dihadapi. Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan bahwa

job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak secara fisik

maupun psikologis. dampak terhadap individu secara fisik seperti masalah

kesehatan dan kecelakaan di tempat kerja (Burgard et. al., 2009; Jiang dan

Probst, 2014; De Witte et. al., 2015). Selain itu, job insecurity juga

berdampak secara psikologis terhadap karyawan seperti peningkatan

tekanan kerja, penurunan kebebasan dalam menentukan keputusan,

penurunan usaha, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan, tidak mau

mengalami perubahan dan penurunan kepuasaan kerja (Glavin, 2013;

Greenhalgh & Rosenblatt, 2014; De Witte et. al., 2015). Maka dalam

kasus PT. Vale Indonesia, apabila kondisi krisis terus terjadi dapat

menciptakan pengalaman job insecurity terhadap karyawan. Pengalaman

itu dapat berdampak secara fisik maupun psikis yang dapat mengakibatkan

ketidaknyamanan bagi karyawan di dalam bekerja.

Meskipun demikian, terdapat beberapa cara untuk mereduksi

individu untuk mengalami job insecurity. Sverke et. al., 2006 menemukan

efek moderasi dari karakteristik individu salah satunya perceived control.

Skinner dan Gembeck (2010) menjelaskan perceived control adalah

estimasi individu mengenai ketersediaan kontrol yang dimilikinya. Spector

(2009) menjelaskan bahwa perceived control muncul sebagai interaksi

(25)

5

Skinner (2016) menjelaskan bahwa perceived control melibatkan

control beliefs. Control beliefs adalah konstruk personal yang merupakan

bentuk perbedaan individu (individual differences) yang membedakan

individu satu dengan yang lainnya khususnya pada domain kognitif.

Control beliefs terdiri dari contingency belief dan competence

belief. Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013) menjelaskan bahwa

perceived control berdasar dari hubungan atribusi antara respon individu

terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi mengenai individu

yang mampu menciptakan respon tersebut (competence). Untuk itu,

penting untuk menggabungkan contingency belief dan competence belief

dalam mengukur ketersediaan perceived control yang dimiliki individu.

Melalui perceived control, individu akan menunjukkan berbagai

perilaku positif seperti menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk

berperilaku, bertahan dalam menghadapi kegagalan dan lain sebagainya.

Glavin dan Schieman (2014) juga menyebutkan dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa perceived control dapat mengurangi stressor untuk

semakin meluas. Serupa dengan Glavin dan Schieman, Spector (2006)

mengungkapkan apabila individu mempersepsikan memiliki kontrol, maka

ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya tidak akan menjadi semakin

buruk dan dapat mentoleransi adanya stimulus yang menciptakan stres

yang lebih tinggi. Sehingga, individu yang memiliki perceived control

yang tinggi akan cenderung dapat mengatasi suatu peristiwa yang stressful

(26)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah

dengan memiliki tingkat kontrol yang tinggi membuat karyawan mampu

mengendalikan diri dalam menghadapi kondisi krisis sehingga mereka

tidak mengalami job insecurity.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara perceived control dan job insecurity

pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi

kondisi krisis?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan perceived control dan job insecurity

pada karyawan PT. Vale Indonesia khususnya di dalam menghadapi

kondisi krisis.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi

Psikologi Industri dan Organisasi khususnya yang berhubungan dengan

tingkat perceived control dan job insecurity

b. Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi Karyawan

Memberikan gambaran kepada karyawan mengenai perceived

(27)

7

2. Manfaat bagi Manajemen Perusahaan

Memberikan gambaran kepada manajemen perusahaan

mengenai perceived control yang dimiliki karyawan di dalam

menghadapi job insecurity.

3. Bagi peneliti Selanjutnya

Memberikan gambaran kepada peneliti selanjutnya mengenai

job insecurity dan perceived control yang dimiliki karyawan

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Job insecurity

Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian, faktor-faktor yang

mempengaruhi serta dampak dari job insecurity.

1. Pengertian Job insecurity

Sverke et. al. (2006) menjelaskan bahwa pada tahun 60an dan

70an, job insecurity lebih dikenal dengan istilah job security dan lebih

dilihat sebagai motivator daripada stressor. Pada pertengahan 80an

peneliti mulai berfokus pada job insecurity. Hal ini dikarenakan

terdapat perubahan besar dalam dunia kerja. Probst (2008)

menjelaskan bahwa artikel yang ditulis oleh Greenhalgh dan Rosenblat

pada tahun 1984 menjadi “ledakan” penelitian job insecurity pada

beberapa dekade berikutnya. Greenhalgh dan Rosenblatt (1984)

memulai untuk meneliti job insecurity berdasarkan fenomena

penurunan ekonomi di Amerika yang berdampak pada kemungkinan

kehilangan pekerjaan.

Pengertian dari job insecurity menurut Greenhalgh dan

Rosenblatt (2014) adalah perasaan tidak berdaya untuk

mempertahankan kelanjutan pekerjaan di dalam situasi yang terancam.

Job insecurity didasari oleh persepsi individu dan interpretasi terhadap

(29)

9

ancaman yang dirasakan secara subjektif muncul dari ancaman yang

bersifat objektif yang kemudian diolah ke dalam perseptual individu

serta proses kognitif (Sverke et. al., 2006). Serupa dengan apa yang

dikemukakan di atas, Davy, Kinicki dan Sheck (dalam Sverke et. al.,

2006) mendefinisikan job insecurity sebagai ekspektasi seseorang

mengenai kelanjutan dalam situasi pekerjaan. Selain itu, job insecurity

didefinisikan sebagai pertimbangan yang menyeluruh mengenai

eksistensi pekerjaan mereka di masa depan (dalam Sverke et. al., 2006,

De Witte et. al., 2015).

Heany, Israel & House (dalam Sverke et.al., 2006)

mengemukakan bahwa job insecurity merupakan persepsi karyawan

mengenai potensi ancaman terhadap kelanjutan pekerjaan yang

dimilikinya saat ini. Menurut Mohr (dalam De Witte et. al., 2015) job

insecurity juga dikarakteristikkan dengan persepsi ancaman akan

kehilangan pekerjaan. De Witte (2005) juga mendefinisikan job

insecurity sebagai persepsi ancaman kehilangan pekerjaan dan

kecemasan yang berkaitan dengan ancaman tersebut.

Melalui sejumlah definisi yang ada peneliti (dalam Vulkan,

2012; Elst et. al., 2014; De Witte, 2015) mengemukakan sejumlah

karakteristik yang disepakati bersama untuk memahami lebih

mendalam mengenai job insecurity. Pertama, job insecurity bersifat

subjektif. Hal ini bergantung pada persepsi individu dan interpretasi

(30)

persepsi dan interpretasi yang berbeda. Probst (2008) menjelaskan

lebih jauh bahwa melalui perspektif subjektif, job insecurity

didefinisikan sebagai karyawan yang mempersepsikan pekerjaan

mereka tidak aman. Kedua, menyatakan ketidakpastian akan masa

depan. Individu tidak tahu kapan ia akan tetap mempertahankan atau

kehilangan pekerjaan yang dimiliki saat ini. Ketiga, mengacu pada

lingkungan yang bersifat involuntary. Job insecurity menyatakan

adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan individu (kepastian

mengenai masa depan pekerjaan mereka) dan apa yang didapatkan

individu (persepsi mengenai pekerjaan yang terancam). Selain itu,

dalam Vulkan (2012) menambahkan karakteristik perasaan tidak

berdaya. Persepsi ancaman terhadap pekerjaan biasanya diikuti dengan

perasaan tidak berdaya dalam menghadapinya. Elst et. al. (2014) juga

menambahkan karakteristik sebagai pengalaman yang akan

berlangsung dalam jangka waktu yang lama oleh karenanya job

insecurity dipertimbangkan sebagai stressor yang kronis.

Berdasarkan definisi-definisi di atas peneliti menyimpulkan

bahwa job insecurity adalah ketidakberdayaan individu untuk

mempertahankan pekerjaannya sebagai akibat dari adanya situasi yang

(31)

11

2. Dimensi Job insecurity

Selain berbagai definisi di atas, job insecurity dapat

didefinisikan ke dalam dua sudut pandang yakni global concept dan

multidimentional concept. Multidimentional concept atau konsep

multidimensional menggunakan beberapa dimensi untuk menjelaskan

mengenai job insecurity. Sedangkan konsep global secara spesifik

membahas mengenai adanya ancaman akan kehilangan pekerjaan.

Konsep ini diaplikasikan dalam konteks organisasi yang mengalami

krisis atau perubahan dimana job insecurity dipertimbangkan sebagai

fase pertama dalam proses kehilangan pekerjaan (dalam Mauno,

Leskinen dan Kinnunen, 2001). Greenhalgh dan Rosenblatt (2014)

juga menyampaikan bahwa konsep global didasari oleh adanya

ancaman dan kecenderungan untuk kehilangan pekerjaan yang lebih

tepat digunakan pada organisasi sektor privat atau organisasi yang

bersifat pribadi dimana job insecurity merupakan suatu ancaman akan

ketidakpastian. Selain itu, dalam Reisel dan Banai (2002) mengatakan

bahwa pengukuran menggunakan konsep multidimensional cenderung

melewati sasaran (overreach). Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti

menggunakan global concept atau konsep global sebagai acuan untuk

memahami job insecurity.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menggunakan global

concept atau konsep global sebagai acuan untuk memahami job

(32)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Job insecurity

Sverke et. al. 2006 membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

job insecurity ke dalam dua bentuk yakni situasi yang objektif dan

karakteristik individu. Kedua hal tersebut merupakan interaksi yang

dapat mempengaruhi interpretasi individu dalam menghadapi

lingkungan yang mengalami perubahan sehingga individu merasakan

pengalaman job insecurity.

Situasi yang objektif merupakan konsekuensi dari adanya

perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi individu untuk

mengalami job insecurity. Perubahan organisasi, karakteristik tenaga

kerja atau ketidakpastian mengenai masa depan merupakan contoh

perubahan lingkungan (dalam Hellgren dan Sverke, 2002; Sverke et.

al., 2006). Dengan terjadinya perubahan tersebut dapat memicu

organisasi untuk melakukan berbagai strategi agar tetap dapat bertahan

menghadapi situasi tersebut. Pilihan strategi yang dilakukan organisasi

tak jarang mengarahkan pekerja untuk mengalami kecemasan

mengenai masa depan.

Faktor-faktor karakteristik individu memiliki peranan penting

di dalam membentuk persepsi seseorang di dalam menghadapi

perubahan lingkungan. Hellgren dan Sverke (2002) menjelaskan

bahwa karakteristik individu adalah faktor yang ada dalam individu

(33)

13

terhadap lingkungan seperti tanggung jawab dalam keluarga (family

responsibility), kebutuhan akan keamanan (need for security) dan

perceived control.

Selain dua faktor di atas, terdapat pula faktor lainnya yang

disebut dengan faktor demograkfik yang dapat mempengaruhi persepsi

individu (dalam Sverke et. al., 2006). Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

interpretasi di tengah lingkungan yang menjadi ancaman terhadap

pekerjaannya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa orang

berusia 30an dan 40an atau yang lebih tua cenderung lebih mudah

mengalami kehilangan pekerjaan.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin memiliki peran yang berbeda di dalam

menghadapi kejadian hidup mereka. Beberapa studi menemukan

bahwa laki-laki cenderung mengalami job insecurity lebih tinggi

daripada perempuan.

c. Sosioekonomi

Faktor ini juga disebut sebagai faktor yang mempengaruhi

individu dalam menghadapi situasi dan hasilnya dapat terlihat pada

(34)

Individu yang memiliki status yang rendah dalam pekerjaan dan

memiliki pendapatan yang rendah cenderung mudah untuk

mengalami ancaman kehilangan pekerjaan.

4. Dampak Job insecurity

Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan

bahwa job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak

secara fisik maupun psikologis.

Terdapat sejumlah penelitian yang menemukan bahwa job

insecurity berdampak pada kesehatan karyawan. Salah satunya yang

terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Burgard et. al. (2009)

menemukan bahwa perceived job insecurity menjadi prediktor yang

signifikan terhadap masalah kesehatan. Dampak lainnya adalah

menurunnya kepuasan kerja, kecelakaan di tempat kerja serta

dampaknya terhadap kesehatan fisik (Jiang dan Probst, 2014). Job

insecurity (dalam De Witte et. al., 2015) berhubungan dengan

rendahnya kesehatan mental dan masalah kesehatan secara fisik baik

secara umum seperti kecemasan atau darah tinggi maupun yang

berkaitan dengan pekerjaan seperti rendahnya kepuasan kerja atau

ketidakhadiran.

Greenhalgh dan Rosenblatt (2014) menjelaskan bahwa

pengalaman subjektif dari job insecurity mengarahkan pada disfungsi

(35)

15

meninggalkan pekerjaan dan tidak ingin mengalami perubahan. Lain

halnya dengan Glavin (2013) yang menemukan bahwa karyawan yang

mengalami perceived job insecurity mengalami peningkatan tekanan

kerja dan terjadi penurunan dalam membuat keputusan.

Melalui pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa job

insecurity memiliki dampak terhadap individu secara fisik seperti

masalah kesehatan dan kecelakaan di tempat kerja. Selain itu, job

insecurity juga berdampak secara psikologis terhadap karyawan seperti

peningkatan tekanan kerja, penurunan kebebasan dalam menentukan

keputusan, penurunan usaha, keinginan untuk meninggalkan

pekerjaan, tidak mau mengalami perubahan dan penurunan kepuasaan

kerja.

B. Perceived control

Sub bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian, komponen serta

dampak dari perceived control.

1. Pengertian Perceived control

Penjelasan mengenai mengapa kontrol sangat menjadi penting

di sepanjang kehidupan adalah karena kontrol merefleksikan

kebutuhan manusia secara psikologis. Secara umum, kekuatan kontrol

berasal dari kenyataan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk

menjadi efektif dalam interaksinya dengan lingkungan (dalam Skinner

(36)

mengacu pada need for effectance, competence atau kontrol. Ide ini

pertama kali disampaikan dalam literature oleh Robert White pada

tahun 1959 yang mengatakan bahwa manusia memiliki keinginan

untuk menciptakan dampak pada lingkungan (dalam Skinner dan

Gembeck, 2010). Pengembangan konstruk kontrol dimulai dari Julian

Rotter pada tahun 1966 sebagai locus of control yang diikuti dengan

Seligman dengan learned helplessness, self-efficacy oleh Bandura dan

causal attributions oleh Weiner (dalam Skinner, 2016) dan terus

mengalami perkembangan.

Konstruk utama dari kontrol adalah pengalaman kontrol

(experiences control). Hal ini juga mengacu pada generative

transmission yakni pengalaman untuk menggunakan berbagai upaya

yang menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan (dalam

Skinner dan Greene, 200). Pengalaman ini dapat dibedakan menjadi

dua, yakni objektif dan subjektif. Pengalaman objektif mengacu pada

pengendalian yang sebenarnya terhadap hasil perilaku. Sedangkan

kontrol subjektif mengacu pada perceived control atau estimasi

individu mengenai ketersediaan kontrol yang dimilikinya (dalam

Skinner & Gembeck, 2010).

Spector (2009) mengatakan bahwa kontrol dapat dilihat dari

bagaimana seseorang mempersepsikan (perceived). Perceived control

muncul dari interaksi antara manusia dan lingkungan. Perceived

(37)

17

lingkungan kerja. Gallagher, Bently dan Barlow (2014) menjelaskan

dalam penelitiannya bahwa perceived control didefinisikan sebagai

persepsi kontrol terhadap suatu faktor situasional dan peristiwa.

Pendapat lain menyebutkan bahwa perceived control adalah

kepercayaan (belief) dimana seseorang dapat mengontrol hasil dari

perilakunya (dalam Kiecolt, Hughes dan Keith, 2009). Definisi yang

serupa di atas menyebutkan perceived control mengacu pada

kepercayaan dimana perubahan dalam suatu lingkungan merupakan

satu kesatuan dengan perilaku, upaya dan pilihan individu (dalam

Infurna, Gerstorf, Ram, Schupp dan Wagner, 2011).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa perceived control adalah persepsi ketersediaan kontrol dimana

individu percaya bahwa dirinya memiliki kontrol terhadap perilaku di

dalam menghadapi suatu situasi.

2. Konstruk Perceived control

Skinner (1996) melalui penelitiannya menyatakan bahwa untuk

kepentingan penelitian, peneliti perlu menentukan konstruk kontrol

yang digunakan agar membantu untuk memberi label mengenai

potensi penyebab dan konsekuensi dari perceived control. Untuk itu

peneliti berfokus pada dasar konstruk oleh Skinner tahun 2016.

Skinner (2016) menjelaskan bahwa perceived control adalah

(38)

banyak komponen dalam kontrol. Perceived control oleh Skinner

melibatkan control beliefs. Control beliefs adalah konstruk personal

yang dipertimbangkan memiliki hubungan terhadap pengaruh

lingkungan. Control beliefs terdiri dari contingency belief dan

competence belief.

a. Contingency beliefs

Contingency belief adalah sikap yang mengarahkan

individu untuk menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan.

Bentuk-bentuk dari contingency antara lain internal (usaha,

kemampuan), eksternal (kekuatan orang lain), impersonal

(keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak diketahui).

b. Competence beliefs

Competence beliefs adalah kepercayaan individu bahwa ia

memiliki kemampuan untuk menciptakan sikap sehingga

menghasilkan perilaku yang diinginkan.

Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013) menjelaskan

bahwa perceived control berdasar dari hubungan atribusi antara respon

individu terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi mengenai

individu yang mampu menciptakan respon tersebut (competence).

Sehingga, individu yang mengandalkan contingency eksternal,

impersonal dan unknown (noncontingency) atau individu yang merasa

(39)

19

mengarahkan pada kondisi yang disebut loss of control atau lack of

control.

3. Dampak Perceived control

Glavin dan Schieman (2014) menyebutkan dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa perceived control dapat mengurangi stressors

untuk semakin meluas. Serupa dengan pernyataan di atas, Fox dan

Spector (2006) mengungkapkan apabila individu mempersepsikan

memiliki kontrol, maka ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya

tidak akan menjadi semakin buruk dan dapat mentoleransi adanya

stimulus yang menciptakan stres yang lebih tinggi.

Selain pernyataan di atas, Skinner (2016) menjelaskan bahwa

individu yang percaya memiliki perceived control yang tinggi akan

menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk berperilaku, bertahan

dalam menghadapi kegagalan, menunjukkan minat, optimis, memiliki

perhatian, penyelesaian masalah dan berorientasi pada tindakan.

Sedangkan individu yang tidak percaya memiliki kontrol mereka

cenderung untuk menarik diri, mundur, melarikan diri, menyerah atau

menjadi lebih pasif, menjadi takut, depresi, pesimis dan mengalami

distress.

Selain itu, memiliki kontrol dalam pekerjaan bermanfaat bagi

(40)

pekerja untuk mereduksi suatu kejadian yang memicu stress (dalam

Schreurs, Van Emmerik, Notelaers dan De Witte, 2010).

C. Gambaran Kancah Penelitian

Melalui web milik PT Vale Indonesia Tbk menjelaskan bahwa

perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari Vale, sebuah

perusahaan pertambangan global yang berkantor pusat di Brasil.

sebelumnya bernama PT International Nickel Indonesia Tbk. (PT Inco),

PT. Vale Indonesia mengoperasikan tambang nikel open pit dan pabrik

pengolahan di Sorowako, Sulawesi, sejak tahun 1968.

Kegiatan bisnis Vale Indonesia terbagi dalam dua lingkup; operasi

(operation) dan pendukung (support). Departemen-departemen yang

berada di lingkup operasi terdiri dari;

1. Mines & Exploration,

2. Process Plant,

3. Production Services,

4. Operation Support,

5. Vale Production System,

6. Engineering Tech,

7. Development and Support

(41)

21

Sedangkan departemen-departemen yang berada di lingkup pendukung

terdiri dari;

1. Human Resources & Corporate Services,

2. External Relations,

3. Finance,

4. Legal & Corporate Secretary,

5. Internal Audit dan Project Department.

Karyawan PT. Vale Indonesia dipilih sebagai subjek penelitian karena

peneliti berdasar dari fenomena yang terjadi pada perusahaan tersebut

terkhusus dalam menghadapi kondisi krisis. Dilansir dalam majalah Halo

Vale pada tahun 2013, krisis sudah terjadi sejak tahun 2009. Pada laman

Market menunjukkan bahwa harga jual nickel pada tahun 2016 mencapai

US$ 8.531 yang berarti kondisi krisis masih terus berlanjut.

Berdasarkan kondisi ini membuat perusahaan perlu melakukan strategi

penyelamatan agar tetap dapat bertahan di tengah kondisi tersebut.

Sehingga, berdasarkan wawancara pribadi yang dilakukan dapat diketahui

perusahaan berencana untuk melakukan efisiensi terhadap berbagai

macam aspek termasuk terhadap karyawan dengan melakukan layoff

bahkan PHK.

Untuk itu, peneliti memilih untuk melakukan penelitian berdasarkan

(42)

D. Hubungan Antara Perceived control dan Job insecurity

Job insecurity adalah ketidakberdayaan individu untuk

mempertahankan pekerjaannya sebagai akibat dari adanya situasi yang

mengancam akan kehilangan pekerjaan. Dengan kata lain, job insecurity

merupakan salah satu stressor yang dihadapi karyawan dalam lingkungan

pekerjaan. Job insecurity dapat didefinisikan ke dalam dua sudut pandang

salah satunya adalah global concept atau konsep global. Konsep global

berdasar pada adanya ancaman terhadap pekerjaan. Konsep ini

diaplikasikan dalam konteks organisasi yang mengalami krisis dimana job

insecurity merupakan ancaman akan ketidakpastian (dalam Mauno et. al.,

2001; Greenhalgh dan Rosenblatt, 2014).

Leka dan Jain (dalam De Witte et. al., 2015) menjelaskan bahwa

job insecurity mengarahkan individu untuk merasakan dampak secara fisik

maupun psikologis. Burgard et. al. (2009) dalam penelitiannya

menemukan bahwa perceived job insecurity menjadi prediktor yang

signifikan terhadap masalah kesehatan. Dampak lainnya adalah

menurunnya kepuasan kerja, terjadinya kecelakaan di tempat kerja serta

dampaknya terhadap kesehatan fisik (Jiang dan Probst, 2014). Job

insecurity (dalam De Witte et. al., 2015) berhubungan dengan rendahnya

kesehatan mental dan masalah kesehatan secara fisik. Greenhalgh dan

Rosenblatt (2014) menjelaskan bahwa pengalaman subjektif dari job

insecurity mengarahkan pada disfungsi perilaku bekerja seperti; penurunan

(43)

23

mengalami perubahan. Lain halnya dengan Glavin (2013) yang

menemukan bahwa karyawan yang mengalami perceived job insecurity

mengalami peningkatan tekanan kerja dan terjadi penurunan dalam

membuat keputusan.

Meskipun demikian, terdapat beberapa cara untuk mereduksi

individu untuk mengalami job insecurity. Beberapa studi menemukan efek

moderasi dari karakteristik individu salah satunya perceived control

(dalam Sverke et. al., 2006). Perceived control adalah persepsi

ketersediaan kontrol dimana individu percaya bahwa dirinya memiliki

kontrol terhadap perilaku di dalam menghadapi suatu situasi. Spector

(2009) mengemukakan bahwa kontrol dapat mempengaruhi individu

dalam melihat lingkungan kerja dan dapat menahan emosi yang berlebihan

sebagai dampak dari lingkungan tersebut.

Konstruk kontrol dari Skinner (2016) digunakan sebagai dasar

pemahaman untuk mengetahui ketersediaan kontrol yang dimiliki

individu. Perceived control oleh Skinner melibatkan control beliefs.

Control beliefs adalah konstruk personal yang dipertimbangkan memiliki

hubungan terhadap pengaruh lingkungan. Konstruk personal ini

merupakan salah satu bentuk perbedaan individu (individual differences)

yang membedakan individu satu dengan yang lainnya khususnya pada

(44)

Control beliefs terdiri dari contingency belief dan competence

belief. Contingencybelief adalah sikap yang mengarahkan individu untuk

menghasilkan perilaku (outcomes) yang diinginkan. Bentuk-bentuk dari

contingency antara lain internal (usaha, kemampuan), eksternal (kekuatan

orang lain), impersonal (keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak

diketahui). Competence beliefs adalah kepercayaan individu bahwa ia

memiliki kemampuan untuk menciptakan sikap sehingga menghasilkan

perilaku yang diinginkan. Skinner (dalam Greene dan Murdock, 2013)

menjelaskan bahwa perceived control berdasar dari hubungan atribusi

antara respon individu terhadap suatu peristiwa (contingency) dan atribusi

mengenai individu yang mampu menciptakan respon tersebut

(competence). Untuk itu, penting untuk menggabungkan contingency

belief dan competence belief dalam mengukur ketersediaan perceived

control yang dimiliki individu.

Apabila individu mengandalkan contingency internal dan percaya

memiliki competence, maka ia memiliki perceived control. Melalui

perceived control, individu akan menunjukkan berbagai perilaku positif

seperti menunjukkan usaha, kerja keras, kesediaan untuk berperilaku,

bertahan dalam menghadapi kegagalan dan lain sebagainya. Glavin dan

Schieman (2014) juga menyebutkan dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa perceived control dapat mengurangi stressor untuk semakin

meluas. Serupa dengan Glavin dan Schieman, Spector (2006)

(45)

25

ia percaya bahwa situasi yang dihadapinya tidak akan menjadi semakin

buruk dan dapat mentoleransi adanya stimulus yang menciptakan stres

yang lebih tinggi.

Sedangkan, individu yang mengandalkan contingency eksternal

dan tidak memiliki kepercayaan diri (incompetence) Individu mengalami

kurangnya kontrol atau loss of control. Jika individu mengalami loss of

control maka hal tersebut dapat mengarahkan individu pada

ketidakberdayaan atau helplessness (dalam Greene dan Murdock, 2013;

Skinner, 2016). De Witte (2005) menjelaskan apabila individu kurang

(46)

E. Kerangka Pemikiran

F. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara

perceived control dan job insecurity. Semakin tinggi perceived control

(47)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang melihat apakah

variasi pada satu variabel berkaitan dengan variabel lainnya (Azwar,

2015). Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara perceived control

dengan job insecurity pada karyawan PT. Vale Indonesia yang bertempat

di Soroako.

B. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu:

Variabel Bebas : Perceived control

Variabel Tergantung : Job insecurity

C. Definisi Operasional

1. Perceived control

Perceived control adalah persepsi ketersediaan kontrol dimana

karyawan percaya bahwa dirinya memiliki kontrol terhadap perilaku di

dalam menghadapi suatu situasi. Terdapat dua komponen dalam

perceived control yakni contingency dan competence belief. Dua

komponen tersebut perlu dipadukan menjadi satu untuk melihat

(48)

Peneliti menyusun skala sendiri berdasarkan komponen-komponen

perceived control. Semakin tinggi skor yang dimiliki maka semakin

tinggi pula perceived control yang dimiliki karyawan.

2. Job insecurity

Job insecurity adalah persepsi subjektif karyawan atau

pertimbangan secara menyeluruh mengenai potensi ancaman terhadap

pekerjaan mereka sehingga menciptakan perasaan tidak berdaya untuk

mempertahankannya di masa depan.

Peneliti menggunakan konsep global dalam menjelaskan job

insecurity sehingga hanya terdapat satu dimensi yang digunakan dalam

menyusun skala yakni ancaman terhadap pekerjaan. Peneliti menyusun

skala sendiri berdasarkan dimensi tersebut. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka karyawan akan mempersepsikan memiliki job

insecurity yang tinggi.

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling dalam

memilih subjek. Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, anggota populasi yang ditemui peneliti dan

bersedia dijadikan sampel (Sangadji dan Sopiah, 2010). Metode ini

dilakukan karena adanya keterbatasan dalam penelitian untuk mengambil

sampel dari seluruh populasi. Hal tersebut dikarenakan terdapat sejumlah

departemen di perusahaan PT. Vale yang cukup sulit dijangkau untuk

(49)

29

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner dengan skala Likert sebagai instrumennya. Metode kuesioner

dengan skala Likert ini digunakan dengan mengukur respon yang

diberikan subjek mengenai kesetujuan atau tidak terhadap atribut

psikologis yang diukur (Supratiknya, 2014). Terdapat empat pilihan

respon yang dapat dipilih oleh subjek yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan respon netral

tidak dimasukkan karena peneliti ingin menghindari kecenderungan subjek

untuk memilih respon tengah yang cenderung untuk mencari aman

sehingga mencerminkan ketidakpastian (Supratiknya, 2014).

Terdapat dua bentuk pernyataan yang diberikan yakni pernyataan

favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan yang

memberikan sikap positif terhadap aspek yang hendak diukur sedangkan

pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang menunjukkan sikap

negatif terhadap aspek yang hendak diukur (dalam Supratiknya, 2014).

Tabel 1

Penskoran item favorable dan unfavorable

No. Pilihan respon Favorable Unfavorable

(50)

Berikut adalah penjelasan skala yang akan digunakan:

1. Skala Perceived control

Skala perceived control merupakan skala yang disusun oleh

peneliti berdasarkan komponen perceived control oleh Skinner (2016).

Komponen tersebut adalah contingency beliefs dan competence belief.

Contingency beliefs didefinisikan sebagai hubungan sebab akibat

antara perilaku individu dan hasil dari perilaku yang mereka alami.

Skinner (2016) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk dari contingency

antara lain internal (usaha, kemampuan), eksternal (kekuatan orang

lain), impersonal (keberuntungan, takdir) dan unknown (tidak

diketahui). Sedangkan competence beliefs (dalam Greene et. al., 2013)

adalah persepsi mengenai kemampuan untuk memberikan perilaku

yang diinginkan dan dapat menggunakannya dengan sukses dalam

berbagai situasi. Berikut adalah distribusi item pada skala perceived

control:

Tabel 2

Distribusi item pada skala Perceived control (sebelum uji coba)

Komponen Favorable Unfavorable Total

Contingency dan

Competence 20 50% 20 50% 40 100%

2. Skala Job insecurity

Skala job insecurity disusun oleh peneliti berdasarkan konsep

global yang dijelaskan dalam penelitian oleh Mauno (2001) serta yang

(51)

31

insecurity berdasar pada satu dimensi yakni ancaman terhadap

pekerjaan. Konsep global membahas mengenai ancaman terhadap

pekerjaan atau kelanjutan suatu pekerjaan. Konsep ini diaplikasikan

pada suatu organisasi yang mengalami krisis atau perubahan dimana

job insecurity dipertimbangkan sebagai fase pertama dalam proses

kehilangan pekerjaan (dalam Mauno et. al., 2001). Konsep global

menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (2014) didasari oleh adanya

ancaman dan kecenderungan untuk kehilangan pekerjaan yang lebih

tepat digunakan pada organisasi sektor privat atau organisasi yang

bersifat pribadi dimana job insecurity merupakan suatu ancaman akan

ketidakpastian. Berikut adalah distribusi item pada skala job

insecurity:

Tabel 3

Distribusi item pada skala Job insecurity (sebelum uji coba)

Dimensi Favorable Unfavorable Total

Ancaman terhadap

pekerjaan 10 50% 10 50% 20 100%

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Dalam proses penyusunan skala, validitas merupakan hal penting

yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian. Pengujian validitas

merupakan proses untuk mengetahui apakah hasil pengukuran kita

sudah tepat sesuai dengan tujuan ukurnya (Azwar 2015). Untuk

(52)

Validitas isi adalah sejauh mana skala yang sudah disusun memiliki

relevansi terhadap atribut yang ingin diukur dengan melakukan analisis

oleh expert judgement (Azwar, 2015). Validasi dilakukan dengan

memberikan skala yang sudah disusun kepada dosen pembimbing

sebagai expert judgement untuk ditindaklanjuti kesesuaian tiap item

dengan variabel yang ingin diukur.

2. Seleksi Item

Alat ukur dikatakan baik apabila dalam pengukurannya mampu

membedakan individu berdasarkan item yang diukur atau yang disebut

juga dengan daya diskriminasi item (Azwar, 2014). Pengujian daya

diskriminasi item dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi tiap

item dengan distribusi skor skala yang menghasilkan koefisien item

total ( ). Seleksi item dilakukan berdasar koefisien tersebut dengan

kriteria batasan 0,30. Apabila item dapat mencapai koefisien

korelasi minimal, maka item tersebut dianggap memuaskan.

Berdasarkan hasil uji coba terhadap skala job insecurity, koefisien

korelasi item total yang diperoleh 0,17 skor terendah hingga 0,70 skor

tertinggi. Sedangkan koefisien korelasi item total pada saat

pengambilan data berkisar dari skor 0,29 hingga 0,66. Pada skala ini

terdapat 3 item yang digugurkan karena tidak mencapai batasan

(53)

33

Tabel 4

Distribusi Item Skala Job insecurity (setelah uji coba)

Dimensi Favorable Unfavorable

Ancaman terhadap

Berdasarkan hasil uji coba terhadap skala perceived control,

koefisien korelasi item total yang diperoleh -0,05 skor terendah hingga

0,69 skor tertinggi. Sementara, korelasi item total pada saat

pengambilan data berkisar rentang 0,49 hingga 0,76. Pada skala ini

terdapat 9 item yang digugurkan karena tidak mencapai batasan

kriteria yakni 0,30. Berikut hasil uji coba yang diperoleh:

Tabel 5

Distribusi Item Skala Job insecurity (setelah uji coba)

Komponen Favorable Unfavorable

Contingency dan

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran

dapat dipercaya. Hasil suatu pengukuran dapat dipercaya apabila

(54)

akan diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur

dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2015).

Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan penyajian skala yang dilakukan sekali (Single Trial

Administration) yang menghasilkan konsistensi internal, salah satunya

adalah Alpha Cronbach (Azwar, 2014). Kriteria suatu alat ukur

dikatakan reliabel apabila mencapai batas koefisien reliabilitas (α) >

0,6 (Siregar, 2013).

Melalui hasil pengujian terhadap skala job insecurity, diperoleh

koefisien reliabilitas (α) sebesar 0,88. Sedangkan pada skala perceived

control, koefisien reliabilitas (α) yang diperoleh sebesar 0,90. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas kedua skala baik karena

mencapai batas koefisien reliabilitas yakni 0,6.

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah uji asumsi dan uji

hipotesis. Metode tersebut digunakan karena penelitian ini bersifat

korelasional sehingga diperlukan uji asumsi dan uji hipotesis untuk

melihat korelasi atau hubungannya.

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah data

(55)

35

datanya normal (Santoso, 2010). Pengujian ini menggunakan

metode Kolmogorov-Smirnov dalam program IBM SPSS

Statistics versi 22. Data penelitian dikatakan normal apabila

hasil signifikansinya lebih besar dari 0,05 (Santoso, 2010).

b. Uji Linieritas

Uji linieritas mengatakan bahwa hubungan antar variabel

yang akan dianalisis mengikuti garis lurus (Santoso, 2010). Uji

ini dilakukan dengan menggunakan test for linierity dalam

program IBM SPSS Statistics versi 22. Apabila hasil

menunjukkan nilai p < 0,05 maka terdapat hubungan antara

variabel bebas dan tergantung (Azwar, 2015).

2. Uji Hipotesis

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara

variabel bebas dan tergantung atau yang disebut dengan teknik

korelasi. Maka, teknik yang digunakan untuk menghitung korelasi

adalah teknik korelasi Product Moment Pearson dalam program IBM

SPSS Statistics versi 22.0. Teknik ini dapat dilakukan apabila data

penelitian memiliki sebaran data yang normal. Namun, apabila data

tidak terdistribusi normal maka uji hipotesis yang digunakan adalah

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Peneliti terlebih dahulu meminta ijin pada perusahaan untuk

melakukan penelitian dengan mengajukan proposal pada departemen

External Relations. Kemudian peneliti berkonsultasi dengan salah seorang

karyawan PT. Vale Indonesia mengenai prosedur pengambilan data.

Melalui konsultasi tersebut peneliti memutuskan untuk menitipkan skala

kepada beberapa karyawan untuk disebarkan pada karyawan lainnya

dengan pertimbangan ketatnya akses bagi peneliti untuk dapat masuk ke

dalam perusahaan.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan uji coba pada tanggal 18 -

26 Oktober 2016. Peneliti memberikan skala A yakni job insecurity dan

skala B yakni perceived control pada 60 orang karyawan. Dari 60 skala

yang diberikan terdapat 1 skala yang tidak lengkap pengisiannya serta 9

yang tidak dikembalikan. Sehingga, peneliti menggunakan 50 skala

sebagai data uji coba.

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 28 Oktober – 18

November 2016. Peneliti mengambil data dengan melakukan dua strategi

yakni menyebarkan data versi hardcopy langsung kepada karyawan dan

menyebarkan data versi softcopy. Peneliti mencetak data versi hardcopy

(57)

37

dapat digunakan. Sedangkan skala yang dikembalikan pada peneliti

berjumlah 125. Dalam penyebaran versi softcopy, peneliti memberikan

data melalui e-mail kepada salah seorang karyawan. Kemudian, karyawan

tersebut akan meneruskan kepada rekan-rekan kerjanya. Data yang

dikembalikan pada peneliti berjumlah 25.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 150 orang yakni

karyawan PT. Vale Indonesia Tbk. Dalam penelitian ini, berfokus pada

karyawan yang mengalami kondisi krisis. Pada tahun 2009 hingga saat ini,

PT. Vale Indonesia sedang menghadapi kondisi krisis. Semua karyawan

yang bekerja di perusahaan tersebut merasakan kondisi krisis sehingga,

karyawan dari tiap departemen mana pun dapat menjadi subjek penelitian

ini. Akan tetapi, dikarenakan peneliti melakukan penelitian pada saat

kondisi sedang krisis serta perusahaan yang sedang melakukan shutdown

maka peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan subjek dalam

jumlah yang banyak. Melalui hasil penelitian diperoleh deskripsi subjek

(58)

Tabel 6

Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia

Rentang

Usia Jumlah Presentase

21-30 27 18.0% 31-40 71 47.3% 41-50 42 28.0% 51-60 8 5.3%

>60 2 1.3%

Berdasarkan data pada tabel 6 dapat diketahui bahwa 47,3% subjek

berusia sekitar 31 hingga 40 tahun. Sedangkan, 1,3% persen subjek yang

berusia di atas 60 tahun.

Tabel 7

Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis

Kelamin Jumlah Presentase

Laki-Laki Perempuan

119 79.3% 31 20.7%

Melalui data pada tabel 7, sebesar 79,3% subjek dalam penelitian

(59)

39

C. Deskripsi Data Penelitian

Berikut adalah hasil perhitungan data penelitian menggunakan IBM

SPSS Statistics versi 22:

Tabel 8

Deskripsi Data Penelitian

Variabel N Sig.

(p)

Data Teoritik Data Empirik

Mean Skor SD Mean Skor SD

Min Max Min Max

Job insecurity 150 0,000 42,50 17 68 8,5 34,37 17 48 6,405 Perceived

control 150 0,000 77,50 31 124 15,5 98,13 68 124 10,677

Melalui hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean

teoritik pada variabel job insecurity sebesar 42,5 sementara nilai mean

empiriknya sebesar 34,37 dengan nilai signifikansi 0,000. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean

teoritik dan mean empirik. Maka dapat disimpulkan bahwa subjek

memiliki tingkat job insecurity yang rendah.

Pada variabel perceived control, mean teoritik yang diperoleh

sebesar 77,5 sedangkan mean empiric yang diperoleh melalui data

penelitian sebesar 98,13 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil

tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

mean teoritik dan empirik. Hasil ini memberikan informasi bahwa subjek

memiliki tingkat perceived control yang cukup tinggi.

Untuk dapat mengetahui seberapa rendah tangkat job insecurity

dan seberapa tinggi perceived control yang diperoleh subjek dalam

(60)

Kategorisasi dilakukan untuk menempatkan individu ke dalam

kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar

atribut yang diukur atau yang disebut juga kategorisasi jenjang (Azwar,

2014). Penempatan individu ke dalam kelompok dilakukan berdasarkan

nilai mean teoritik (µ) dan satuan deviasi standar populasi (σ). Berikut

adalah norma kategorisasi skala:

Tabel 9

Norma Kategorisasi Skor Skala

Skor Kategori

X < (µ - 1,5σ) Sangat Rendah (µ - 1,5σ) ≤ X < (µ - 0,5σ) Rendah (µ - 0,5σ) ≤ X < (µ + 0,5σ) Sedang

(µ + 0,5σ) ≤ X < (µ + 1,5σ) Tinggi (µ + 1,5σ) ≤ X Sangat Tinggi

Keterangan: X = Skor subjek µ = Mean teoritik

(61)

41

Tabel 10

Kategorisasi Skala Job insecurity

Skor Jumlah

Subjek Presentase Kategori

X ≤ (29,75) 27 18% Sangat

Rendah

(29,75) ≤ X < (38,25) 87 58% Rendah

(38,25) ≤ X < (46,75) 34 22.7% Sedang

(46,75) ≤ X < (55,25) 2 1.3% Tinggi (55,25) < X - - Sangat Tinggi

Melalui norma kategorisasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian

besar subjek berada pada kategori rendah yakni sebanyak 87 subjek

dengan presentase 58% yang berarti subjek memiliki tingkat job insecurity

pada tingkat rendah. Sedangkan 2 subjek berada pada kategori tinggi

dengan presentase 1.3% yang berarti subjek memiliki tingkat job

insecurity yang tinggi. Selain itu terdapat 27 subjek masuk ke dalam

kategori sangat rendah dengan presentase 18% dan 34 subjek masuk dalam

(62)

Tabel 11

Kategorisasi Skala Perceived control

Skor Jumlah

Subjek Presentase Kategori

X ≤ (54,25) - - Sangat

Melalui norma kategorisasi skala perceived control menunjukkan

bahwa sebanyak 99 subjek termasuk dalam kategori tinggi dengan

presentase 66%. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat

perceived control yang tinggi. Sementara terdapat 1 subjek masuk ke

dalam kategori rendah dengan presentase 0.7% yang menunjukkan bahwa

subjek memiliki tingkat perceived control yang rendah. Subjek lainnya

masuk ke dalam kategori sedang sebanyak 6 subjek dengan presentase 4%

dan 44 subjek masuk dalam kategori sangat tinggi dengan presentase

dimiliki terdistribusi normal atau tidak. Untuk dapat mengetahui hal

(63)

43

program IBM SPSS Statistics versi 22. Jika signifikasi (p) lebih besar

daripada 0,05 (p > 0,05) maka data tersebut terdistribusi secara

normal. Berikut hasil uji normalitas terhadap data yang diperoleh:

Tabel 12

Hasil Uji Normalitas

Melalui hasil uji diatas, nilai signifikansi pada variabel job

insecurity dan perceived control adalah 0,000. Hal ini menunjukkan

bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi secara normal karena

nilai signifikansi yang kurang dari 0,05.

b. Uji Linieritas

Uji ini digunakan untuk melihat apakah hubungan diantara

variabel membentuk garis lurus atau tidak. Untuk mengetahui hal

tersebut peneliti menggunakan teknik test for liniearity pada

program IBM SPSS Statistics versi 22. Apabila signifikansi (p)

kurang dari 0,05 (p < 0,05) menunjukkan bahwa kedua variabel

bersifat linier.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Job insecurity .122 150 .000 .955 150 .000

Perceived control .172 150 .000 .896 150 .000

(64)

Tabel 13

Hasil Uji Linieritas

M

e

l

a

l

Melalui hasil diatas diperoleh nilai signifikansi (p) linearity

pada variabel job insecurity dan perceived control sebesar 0,000.

Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel bersifat linier. ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

JI * PC Between Groups (Combined) 4267.130 37 115.328 6.997 .000

Linearity 3207.267 1 3207.267 194.59

4 .000

Deviation

from Linearity 1059.863 36 29.441 1.786 .011

Within Groups 1845.963 112 16.482

Gambar

Grafik 1 Scatter Plot ...................................................................................
Tabel 1 Penskoran item
Tabel 2 Distribusi item pada skala
Tabel 3 Distribusi item pada skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, maka dengan ini kami umumkan Perusahaan yang yang melaksanakan pekerjaan tersebut adalah s€bagai berikut

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Perencanaan Geometrik

Data Sekunder adalah data yang didapatkan dari instansi terkait ataupun lembaga- lembaga yang bersangkutan. Data yang di dapat dari Laka Lantas Porles Tangerang tahun 2013- 2017

Pada tugas akhir ini diterapkan mikrokontroler fuzzy NLX220 untuk mengontrol gerakan lengan robot tiga derajad kebebasan, yang diharapkan dapat menyederhanakan pemodelan

Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing (2001)

Penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian surveii dan merupakan penelitian kualitatif dengan mengesksplorasi data yang dilapangan dengan metode analisis

3.3 Kewajiban di atas tidak berlaku kepada informasi yang: (a) terdapat dalam kekuasaan kami sebelum tanggal dimana Data tersebut diberitahukan kepada kami oleh Anda; (b) telah

Dalam penerapannya Fungsionalisme mewujudkan bangunan murni tanpa hiasan, sederhana dengan komposisi bidang, kotak, balok, dan kubus, sehingga terbentuk aliran baru, yaitu