• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f)

MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI

ERI SEPTYAWARDANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ERI SEPTYAWARDANI E14070022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(3)

SUMMARY

ERI SEPTYAWARDANI. E14070022. Developing Estimation Model of Standing Stock and Biomass Stock for Teak (Tectona grandis, Linn.F) Forest Using High Resolution Non-metric Digital Imagery. Report Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA.

Forest inventory is part of the forest planning that holds an important role in sustainable forest management. Forest inventory activities are usually conducted to collect data and information related to forest resource potential. It can be done either by terrestrial method, remote sensing method or by combining both the remote sensing technology and terrestrial method. To facilitate forest survey, forest inventory usually uses an aid tools such as stand volume table, tree volume table or aerial stand volume table. In this research the author focused on the establishment of standing stock estimation model using digital a high resolution non-metric imagery. Furthermore, the estimated standing stock can be converted into biomass volume. Biomass is one of the several parameter that can be used to determine the forest structure and condition. The volume of stand biomass is depended on forest condition, such as natural regeneration, disturbed state of the forest and the forest use (IPCC 2001).

The objective of this study is to establish the standing stock and biomass estimation model of teak forest (Tectona grandis Linn.f) in KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur using digital a high resolution non-metric imagery.

Digital high resolution non-metric imagery data used were recoded on April 2011.

The softwares used were ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine 9.1, Microsoft Excel 2007 and SPSS ver. 16 . For ground surveys, the equipments included GPS, brunton compass, phi-band, haga hypsometer, suunto clinometers, digital camera and SLR camera with fish eye lens. The study encompasses the following steps, i.e., images pre-processing, ground sampling and data analysis.

This study shows that crown density derived from the image ( C-Image) has close correlation with field volume (Vbc) having correlation coefficient of 0,784 for BKPH Dungus. For the BKPH Dagangan the close correlation was also found between number of tree from the image (N-Image) and field volume (Vbc) providing 0,786 of correlation coefficient. Based on statistical analysis, evaluation and verification of the model, the best model for BKPH Dungus is Vbc = 1,499E- 5C2,693 D1,159 N0,267 which have a coefficient of determination (R2) of 73,7%, while for BKPH Dagangan the best model is Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C with R2 = 85,7%. Models having the lowest biomass estimation was obtained by using Brown equation while highest biomass estimation was obtained from BEF equation. The forest biomass estimation in both the BKPH Dungus and BKPH Dagangan decreased after the stand having use older then 70 years (KU VII).

Keywords: Remote sensing technology, standing stock, biomass, digital high resolution non metric imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.

(4)

Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA.

Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan hutan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan guna mengumpulkan data dan informasi tentang potensi sumberdaya hutan yang dapat dilakukan dengan metode terestris, metode teknologi penginderaan jauh atau dengan mengkombinasikan metode terestris dan teknologi penginderaan jauh. Dalam kegiatan inventarisasi hutan umumnya diperlukan alat bantu, yang diantaranya dapat berupa tabel volume pohon, tabel volume tegakan dan atau tabel volume udara tegakan. Lebih lanjut penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan model penduga sediaan dan biomassa tegakan dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Biomasa menjadi salah satu parameter yang digunakan dalam mengetahui perubahan struktur hutan, karena stok biomassa bergantung pada kondisi tegakan seperti kondisi permudaan alam, kondisi gangguan dan peruntukan hutan (IPCC 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga sediaan dan biomassa tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Data citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH Madiun yang digunakan direkam pada April 2011. Dalam proses analisis data, pada penelitian ini digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver. 16. Alat- alat bantu yang digunakan selama pengambilan data di lapangan mencakup GPS, kompas brunton, meteran, phi-band, suunto clinometers, haga hypsometer, alat tulis, kamera digital dan kamera SLR dengan lensa fish eye. Rangkaian penelitian ini mencakup pra pengolahan citra, pengambilan contoh di lapangan dan pengolahan data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase penutupan tajuk (crown cover) citra (C-citra) memiliki korelasi yang erat dengan volume lapangan (Vbc) dengan nilai r sebesar 0,784 untuk lokasi BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH Dagangan ditemukan korelasi yang erat antara jumlah pohon citra (N-citra) dengan Vbc dengan nilai r sebesar 0,786. Berdasarkan analisis statistik, evaluasi, dan verifikasi model maka model penduga terbaik untuk lokasi BKPH Dungus adalah Vbc = 1,499E-5C2,693 D1,159 N0,267 dengan R2 = 73,7% sedangkan untuk lokasi BKPH Dagangan adalah Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R2 = 85,7% . Model yang nilai estimasi biomassanya paling rendah adalah menggunakan persamaan Brown sedangkan estimasi paling tinggi adalah menggunakan formula BEF. Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa volume biomassa tegakan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan cenderung mengalami penurunan setelah KU VII.

Kata kunci : Remote sensing technology, standing stock, biomass, high resolution non metric digital imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Eri Septyawardani NRP. E14070022

(6)

Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi Nama Mahasiswa : Eri Septyawardani

Nomor pokok : E14070022

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP. 19610909 198601 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.

NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus :

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi”

dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan juga sebagai wahana untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki skripsi ini. Atas perhatian penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Maret 2012 Penulis

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan pengarahan, motivasi, kesabaran, biaya dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibunda tercinta Nanik Pujiastuti S.pd, ayahanda Budi Utomo, dan adik Eris Agustin Wardani serta keluarga besar penulis yang tak pernah lelah memberikan perhatian, semangat dan kasih sayang, serta kepercayaan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis.

3. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S.

4. Dr. Ir. Ahmad Budiaman MSc selaku ketua sidang dan Ir. Oemijati Rahmatsjah selaku dosen penguji atas kebijaksanaan, ilmu, dan motivasi yang diberikan.

5. Bpk. Uus Saepul M dan aa Edwine Setia P, S.Hut atas segala bantuan dan pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku dosen uji petik komisi pendidikan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

7. Ir. Lukman Hakim yang telah memberikan kepercayaan akan data yang diolah penulis.

8. Bpk. Administratur KPH Madiun Ir. FX Istiono, MM dan Bpk. Waka Adm KPH Madiun Bambang Cahyo Purnomo S.Hut yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di KPH Madiun.

9. Kepada segenap pihak KPH Madiun, Asper BKPH Dungus Bpk Yanto, Asper BKPH Mojorayung Bpk Bob, dan Asper BKPH Dagangan Bpk Noor, Bpk Sugiono, mas Eko, mas Giri, mas Heri, Mbah, Pak Nyoto, Roni, Pak Samsul, Pak Joko dan Bpk Djumali beserta keluarga atas bantuan dilapangan baik itu moril dan materil serta bantuan lain yang sangat berarti bagi penulis.

(9)

iii

10. Saudara-saudara satu bimbingan Fathia Amalia Ramadhani S.Hut, Sri Wahyuni S.Hut dan I Putu Arimbawa Pande S.Hut atas motivasi dan dukungan semangat serta bantuan yang sangat banyak dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di laboratorium fisik remote sensing Tantri Janiatri S.Hut, Erry Maulana Wicaksono S.Hut, Aditya Pradhana S.Hut, Aditya Sani Sasmita S.Hut, I Made Haribhawana Wijaya S.Hut, Vivi Selviana S.Hut, Nuraini Erisa, S.Hut dan Monica Turana atas bantuan semangat yang sangat berarti bagi penulis, serta keluarga besar laboratorium fisik Remote Sensing Kak pipit, Kak Wulan, Kak Ratih, Kak Puan, Kak Anom, Kak Puin, Kak Ina, Kak Chika, Kak Dian, Kak Baki, Kak Puut, Ibu Eva,Ibu Immy, Ibu Tien, Bunda, Pak Sigit, Pak Anwar, Pak Jaya, Pak Sam dan Tulang atas semangat yang diberikan.

12. Sahabat-sahabat yang selalu setia menemani dan tempat bercerita Sani, Buret, Eno, Mayang, Devi dan semua penghuni Wisma Cendrawasih.

13. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan, seluruh teman- teman Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan angkatan 44 atas kebersamaannya selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu-satu.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 14 September 1988, dari pasangan Bapak Budi Utomo dan Ibu Nanik Pujiastuti S.pd sebagai anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Purwantoro I lulus tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 3 Malang lulus tahun 2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 8 Malang lulus tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih sendiri mayor Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor di Departemen Kajian Strategi Daerah pada periode pengurusan 2007- 2008.penulis juga aktif dalam keorganisasian departemen sebagai sekretaris Himpunan Profesi (Himpro) Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2009-2010. Penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2010-2011.

Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan Forest Industri di Kalimantan Timur.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non- Metrik Resolusi Tinggi” dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

BAB II METODE PENELITIAN ... 7

2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data ... 7

2.2 Data, Software, Hardware dan Alat ... 7

2.3 Metode Penelitian... 11

2.3.1 Pra Pengolahan Data Citra ... 11

2.3.2 Pengambilan Data Lapangan ... 16

2.3.3 Pengolahan Data Lapangan ... 17

2.4 Pendugaan Biomassa ... 28

2.5 Penyusunan Tabel Volume ... 31

2.6 Monogram... 31

2.7 Pelaporan ... 32

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

3.1 Letak dan Luas ... 34

3.2 Topografi, Daerah Aliran Sungai, Tanah, dan Iklim ... 35

3.3 Kondisi Sosial Ekonomi ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Korelasi antar peubah ... 38

(12)

4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan ... 40

4.3 Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah ... 44

4.4 Verifikasi Model ... 47

4.5 Pendugaan Biomassa ... 50

4.6 Penyusunan Tabel Volume ... 53

4.7 Monogram... 54

BAB V KESIMPULAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 64

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas petak ukur pada hutan tanaman jati ... 16

2. Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati... 20

3. Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara ... 21

4. Analisis ragam untuk regresi sederhana ... 24

5. Analisis ragam untuk regresi berganda ... 24

6. Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun ... 37

7. Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus ... 38

8. Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan ... 40

9. Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran ... 41

10. Model penduga volume tegakan ... 46

11. Uji verifikasi model ... 48

12. Peringkat hasil verifikasi model terbaik ... 49

13. Total biomassa di BKPH Dungus ... 51

14. Total biomassa di BKPH Dagangan ... 52

15. Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dungus ... 54

16. Tabel Volume (m3 /ha) BKPH Dagangan ... 54

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran dalam penelitian. ... 6

2. Peta kawasan KPH Madiun. ... 7

3. Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun. ... 8

4. Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus. 9 5. Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.9 6. (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer. .... 10

7. Peta pembuatan grid plot contoh. ... 13

8. Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus. ... 14

9. Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan. ... 15

10. Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra. ... 17

11. Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan.. 18

12. (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan. ... 18

13. Plot contoh diameter tajuk. ... 19

14. Diagram alir kegiatan. ... 33

15. Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. ... 41

16. Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. .... 42

17. Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital non- metrik dan di lapangan BKPH Dungus. ... 42

18. Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ... 43

19. Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ... 43

20. Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan. ... 44

21. Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus. ... 50

22. Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vadenicum, dan BEF pada BKPH Dagangan. ... 51

(15)

xiii

23. Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus. ... 55

24. Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus. ... 55

25. Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus. ... 56

26. Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus. ... 56

27. Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan. ... 57

28. Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan. ... 58

29. Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan. ... 58

30. Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan. ... 59

31. Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan. ... 59

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. GCP BKPH Dungus ... 65

2. GCP BKPH Dagangan ... 66

3. Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dungus ... 67

4. Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dagangan ... 68

5. Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus ... 69

6. Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan .. 70

7. Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus... 71

8. Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan ... 71

9. Data Perhitungan Biomassa BKPH Dungus... 72

10. Data Perhitungan Biomassa BKPH Dagangan ... 73

(17)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang (Jumani 2009). Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furnitur dan ukir-ukiran. Oleh sebab itu kayu jati sangat diminati oleh konsumen.

Tidak hanya konsumen dalam negeri, konsumen luar negeri juga sangat menggemari jati sebagai bahan baku furnitur. Jati Indonesia selain juga dikirim ke Jepara sebagai pusat furnitur jati di Indonesia juga diekspor ke luar negeri seperti di negara-negara Amerika, Taiwan, Hongkong, Korea, Uni Emirat Arab dan Italia.

Pulau Jawa adalah penghasil jati terbesar di Indonesia. Sebagian besar pohon jati diproduksi oleh Perhutani. Sekitar 512 ribu m3 kayu jati dihasilkan oleh Perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak 200 ribu m3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini. Menurut Fauzan (2011) harga kayu jati pada lelang Perhutani terakhir tertanggal Februari 2010 untuk kualitas jati medium adalah Rp 6,5 juta /m3. Kebutuhan jati tiap tahun terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan, upaya penanaman kembali sangat diperlukan karena penebangan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali jelas akan berdampak terjadinya kerusakan dan penurunan produksi. Oleh karena itu, tanaman jati perlu mendapat perhatian tersendiri (Sumarna 2005). Sehingga untuk menjaga keberadaan dan keberlanjutannya harus dijaga dan dikelola dengan baik. Sumber daya hutan hanya dapat dikelola dengan baik apabila didukung pula dengan data- data yang akurat yang dapat mendeteksi seluruh persediaan hutan dengan baik.

Kegiatan pengelolaan hutan yang baik memerlukan proses dan tahapan perencanaan yang seksama, lengkap, cermat dan terarah guna memperoleh hasil yang optimal dan lestari baik dari segi kelestarian hasil, ekologis maupun sosial.

Bagian dari kegiatan perencanaan hutan yang memegang peranan penting adalah

(18)

inventarisasi hutan karena data yang dihimpun akan menjadi dasar bagi usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang akan dilakukan.

Mengingat semakin cepatnya pertumbuhan hutan maka data informasi yang dibutuhkan adalah data terbaru yang diperoleh secara cepat, akurat dan efisien.

Penerapan teknik penginderaan jauh melalui citra dijital yang menggabungkan antara metode terestris dan penginderaan jauh lebih mendapatkan hasil yang maksimal. Sebab dapat menekan biaya yang tinggi tetapi tetap mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sehingga memberikan kesempatan penelitian dengan menggunakan citra dijital non-metrik tak berawak (unmanned) beresolusi tinggi untuk dapat mengetahui potensi yang tinggi yang ada di wilayah hutan tersebut.

Salah satu alat yang sangat membantu dalam penerapan inventarisasi hutan guna mengetahui sediaan hutan adalah dengan tersedianya tabel volume. Tabel volume dapat dikelompokkan atas tabel volume lokal, tabel volume standar, dan tabel kelas bentuk. Tabel volume lokal adalah tabel yang disusun berdasarkan peubah bebas diameter pohon setinggi dada (Dbh) atau tinggi pohon saja, tetapi pada umumnya yang digunakan adalah diameter pohon setinggi dada (Dbh) sebagai peubah bebasnya. Tabel ini dapat disusun untuk individu spesies maupun kelompok spesies dari berbagai wilayah geografis yang lebih khusus lagi tidak hanya terutama pada spesies maupun tempat, tetapi juga pada kesamaan karakteristik-karakteristik tinggi, diameter, dan bentuk pohon. Sedangkan tabel kelas bentuk disiapkan untuk menunjukkan volume menurut beberapa ukuran bentuk pohon disamping diameter pohon setinggi dada (Dbh) dan tinggi pohon (Husch 1987).

Tabel volume tegakan udara (Aerial Stand Volume Table, TVU) adalah tabel yang memuat tentang nilai taksiran volume tegakan di lapangan yang dinyatakan dalam satuan m3 per hektar, untuk berbagai ukuran dimensi penaksirannya (peubah) yang di ukur pada potret udara. Tabel volume tersebut disusun berdasarkan model sistematis yang menggambarkan hubungan antara peubah potret udara dengan volume tegakan lapangan (Hardjoprajitno et al. 1996). Pada studi ini, peubah-peubah potret yang diujicobakan adalah persentase penutupan tajuk (crown cover) (C), diameter tajuk (D) dan jumlah pohon (N).

(19)

3

Tabel volume inilah yang nantinya digunakan dalam pembentukan pendugaan volume tegakan, yang gunanya adalah sebagai pembanding volume dugaan hasil penginderaan jauh dengan volume hasil pengukuran di lapangan. Menurut Simon (1993) persamaan volume dan tabel volume semestinya disusun dengan sampel yang cukup dan hanya berlaku di daerah pengambilan sampel tersebut.

Berdasarkan pengukuran–pengukuran rinci sejumlah kecil pohon dalam suatu wilayah hutan, tabel volume dapat membantu pendugaan sejumlah besar volume pohon di daerah tersebut. Tabel volume ini nantinya dapat juga digunakan untuk menduga volume total dari suatu wilayah (Pambudhi 1995, dalam Tyas 2009).

Menurut Jaya (2006) pembuatan tabel volume pohon udara hanya baik digunakan pada potret-potret berskala besar maka oleh karena itu dengan menggunakan citra dijital non-metrik beresolusi 20 cm ini akan menghasilkan tabel volume yang baik untuk menduga potensi hutan.

Selain penyusunan tabel volume dari pemanfaatan citra dijital non-metrik ini, dapat pula diketahui nilai estimasi biomassa dari sediaan tegakan jati. Sehingga selain pemanfaatan kayunya, jati juga dapat berperan dalam menjaga keseimbangan kapasitas gas rumah kaca di atmosfer dari nilai biomassanya.

Brown (1997) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bahan-bahan organik hidup maupun yang sudah mati dan berada di atas permukaan tanah hutan atau di bawah permukaan tanah hutan, seperti: pohon, tumbuhan bawah, semak, serasah, akar dan lain-lain. Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah meliputi batang, tungak, cabang, kulit, buah/biji dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (berdiameter < 2mm).

Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji pemanfaatan citra dijital non-metrik beresolusi tinggi dalam penyusunan tabel volume dan estimasi biomassa sediaan tegakan jati.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul yaitu sudah jarang dilakukannya foto udara untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan, dengan menggunakan citra satelit memerlukan biaya yang besar dan juga resolusi yang dimilikinya masih rendah sedangkan dengan menggunakan

(20)

inventarisasi secara terestris biaya yang dikeluarkan relatif mahal dan memerlukan waktu yang lama maka perlunya menggunakan citra dijital resolusi tinggi non metrik dalam penginderaan jauh untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model penduga sediaan tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) dan pendugaan biomassanya di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini berupa model penduga sediaan tegakan jati menggunakan citra dijital non metrik resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk menduga potensi di areal kerja KPH Madiun secara cepat, murah, dan akurat dalam rangka pengaturan kelestarian hasil, menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat sebagai alat pemantauan potensi hutan secara cepat.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan hutan lestari dapat diwujudkan melalui perencanaan hutan.

Perencanaan hutan merupakan proses penetapan tujuan yaitu mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari. Pengelolaan hutan yang lestari membutuhkan data dan informasi tentang kondisi fisik kawasan hutan. Data dan informasi tersebut didapat dari salah satu kegiatan perencanaan hutan yaitu inventarisasi. Menurut Hush (1987) inventarisasi hutan merupakan suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Sedangkan menurut Sutarahardja (1976), kegiatan inventarisasi hutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan guna menyajikan data atau kebenaran tentang keadaan hutan serta kemungkinan tindakan pengusahaannya. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan dengan tiga cara, yaitu inventarisasi lapangan (terestris), inventarisasi dengan penginderaan jauh (foto udara atau citra dijital resolusi tinggi) dan kombinasi antar keduanya.

(21)

5

Inventarisasi terestris dalam menduga estimasi volume tegakan dalam luasan kecil akan dapat menghasilkan data yang teliti dan akurat, namun apabila arealnya luas maka akan memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak dan hasilnya cenderung kurang teliti dan akurat. Sedangkan dengan pengukuran penginderan jauh dengan menggunakan citra dijital resolusi tinggi untuk menduga estimasi volume tegakan akan lebih cepat dan relatif akurat, namun memerlukan investasi awal yang mahal meskipun nantinya dari citra dijital tersebut menyebabkan biaya operasional pengelolaan hutan menjadi rendah.

Kombinasi kegiatan inventarisasi hutan menggunakan penginderaan jauh (remote sensing) dan lapangan (terestris) akan menghasilkan data yang akurat dengan waktu yang relatif singkat untuk areal yang luas.

Dari hasil permasalahan-permasalahan yang muncul yaitu sudah jarangnya menggunakan foto udara dalam melakukan inventarisasi hutan, mahalnya harga citra satelit dengan didukung resolusi yang rendah dan inventarisasi secara terestris yang relatif mahal dengan waktu yang lama maka untuk melakukan inventarisasi hutan saat ini tepat dengan memanfaatkan penginderaan jauh dengan citra dijital non-metrik resolusi tinggi.

Menurut Lu (2006) dalam bidang kehutanan, penggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemetaan tutupan lahan, evaluasi perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan peubah-peubah biofisik yang dapat ditaksir melalui data citra satelit seperti kerapatan tutupan tajuk dan diameter tajuk untuk menduga tegakan hutan di lapangan seperti volume tegakan dan biomassa tegakan.

Dari hasil estimasi volume tegakan dengan citra resolusi tinggi tersebut maka dapat diketahui juga estimasi biomassa dari suatu pohon berdiri.

Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan pengukuran lapangan (survey lapangan) dapat digunakan dalam pendugaan biomassa (Foody et al. 2003).

Kerangka pemikiran penelitian ini dikerjakan secara ringkas yang disajikan pada Gambar 1 dengan fokus penelitian pada penyusunan model penduga sediaan tegakan dan biomassa jati.

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran dalam penelitian.

Pengelolaan Hutan Lestari Perencanaan Hutan

Inventarisasi Hutan

Pengukuran Terestris:

–Biaya mahal –Waktu relatif lama –Akurasi relatif tinggi

Pengukuran Remote Sensing:

–Biaya relatif murah –Waktu relatif cepat

–Akurasi relatif lebih rendah –Dimensi tegakan bisa diukur

lebih cermat

Estimasi Volume Tegakan

Korelasi

Verifikasi Tabel Volume Tegakan

Tabel Volume Tegakan Citra Dijital Resolusi Tinggi

Estimasi Volume Tegakan dengan Citra Dijital Resolusi

Tinggi

Estimasi Biomassa dengan Citra Dijital Resolusi Tinggi

(23)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November 2011. Pengolahan data di lakukan di Laboratorium fisik remote sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Desember sampai Maret 2012.

2.2 Data, Software, Hardware dan Alat

a. Data utama yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1). Peta kawasan kerja KPH Madiun (Gambar 2).

Gambar 2 Peta kawasan KPH Madiun.

(24)

(2). Citra dijital resolusi sedang Landsat TM KPH Madiun (Gambar 3)

Gambar 3 Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun.

(25)

9

(3). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dungus (Gambar 4)

Gambar 4 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus.

(4). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dagangan (Gambar 5)

Gambar 5 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.

(26)

b. Data Pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah peta kerja di lokasi BKPH Dungus dan lokasi BKPH Dagangan serta koordinat GPSnya pada setiap BKPH yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

c. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS map 60CSx (Gambar 6a), kompas brunton (Gambar 6b), meteran, tali tambang, Haga (Gambar 6c), kamera SLR dengan lensa fish eye, kamera digital, dan alat tulis.

(a) (b)

(c)

Gambar 6 (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer.

d. Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software Arcview 3.2, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver 16.

e. Hardware yang digunakan dalam pengolahan data yaitu seperangkat komputer dan printer.

(27)

11

2.3 Metode Penelitian

Tahapan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:

2.3.1 Pra Pengolahan Data Citra

Sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut, citra foto udara perlu dilakukan koreksi geometrik. Sedangkan koreksi geometrik adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik dari suatu citra dan sistem koordinat geometrik. Koreksi yang umum dilakukan adalah koreksi geometrik atau rektifikasi. Citra dijital yang telah terkoreksi dengan menggunakan koreksi geometrik lalu di overlay dengan data citra pada citra Landsat TM. Desain untuk plot contoh di lapangan ditentukan dengan menggunakan extension IHMB dengan menggunakan metode purposive sampling. Agar mewakili keseluruhan area maka untuk setiap kelompok umur, jumlah minimum plot contoh yang diambil adalah 3 sampai 4 plot.

a. Koreksi Geometrik (rektifikasi)

Rektifikasi yang dilakukan adalah rektifikasi citra-ke-citra (image-to-image rectification). Pada penelitian ini dilakukan koreksi yang digunakan untuk mengoreksi citra digital non-metrik menggunakan citra LANDSAT yang telah terkoreksi sebelumnya, hal ini dilakukan agar koordinat geografis sama. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah Universal Transvers Mercator (UTM), zone 48 selatan (south UTM 1984).

Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik-titik control lapangan (GCP). Untuk penelitian ini jumlah total titik GCP (Lampiran 1 dan 2) adalah sebanyak 17 titik, 7 titik GCP di BKPH Dungus dan 10 titik GCP di BKPH Dagangan. GCP adalah suatu titik-titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris) maupun pada peta (yang diukur dalam lintang bujur meter). Syarat pemilihan GCP adalah tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen atau tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya) (Jaya 2009).

Jumlah GCP minimum dihitung dengan menggunakan persamaan : GCPmin = (t+1)(t+2)/ 2

(28)

dimana,

t : orde dari persamaan transformasi.

RMSE (Root Mean Square Error) yang dihasilkan pada koreksi geometrik ini adalah didapatkan dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑅𝑀𝑆𝐸 = 𝑥𝑟− 𝑥𝑖 2+ (𝑦𝑟− 𝑦𝑖)2

Dimana:

RMSE = Root Mean Square Error

xr, xi dan yr, yi = Kesalahan ke arah x dan y untuk GCP ke-i b. Desain Sampling

Desain sampling untuk pengambilan plot contoh di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan bantuan extension IHMB. Pemilihan desain sampling pertama-tama dilakukan secara acak. Menurut Jaya et al. (2010) pengacakan pada arah Timur-Barat (sumbu X) dilakukan antara 0-1000 m (karena jarak antar jalur adalah 1000m), sedangkan pengacakan pada sumbu Y (arah Utara-Selatan) pengacakan dilakukan antara 0 sampai dengan jarak antar plot. Pada penelitian ini jarak antar plot yang digunakan sebesar 75 m.

Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan grid dengan menggunakan ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 yang disajikan pada Gambar 7.

(29)

13

Gambar 7 Peta pembuatan grid plot contoh.

c. Pemilihan Plot Contoh

Setelah dilakukannnya desain sampling, maka untuk selanjutnya yaitu tahap pemilihan plot contoh pada peta kerja. Pemilihan plot contoh tersebut didapatkan 38 titik plot di masing-masing lokasi, yaitu di BKPH Dungus (Gambar 8) dan BKPH Dagangan (Gambar 9). Pemilihan plot contoh tersebut tersebar di seluruh areal BKPH dan telah mewakili kelas-kelas umur yang ada.

(30)

Gambar 8 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus.

14

(31)

15

Gambar 9 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan.

15

(32)

2.3.2 Pengambilan Data Lapangan

Pengambilan data lapangan dilakukan di atas peta kerja dan peta administrasi KPH Madiun, Perhutani Unit II Jawa Timur. Pemilihan titik plot pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan sebaran kelas umur di lokasi penelitian, Bagian Hutan dan kenampakan citra dijital non metrik resolusi tinggi. Terpilih masing- masing 38 titik pada lokasi BKPH Dungus dan pada lokasi BKPH Dagangan. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas Umur) yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas petak ukur pada hutan tanaman jati

Kelas Hutan Petak Ukur

Luas (Ha) Radius (m)

Kelas Umur I - II 0,02 7,92

Kelas Umur III - IV 0,04 11,28

Kelas Umur V ke atas 0,1 17,85

Data yang diambil di lapangan di antaranya adalah : a. nomor plot

b. keliling pohon setinggi dada c. keliling pohon setinggi 0,5 meter d. tinggi total pohon

e. tinggi bebas cabang (tbc).

f. diameter tajuk

g. jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot h. koordinat plot contoh

i. koordinat pohon

Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto persentase penutupan tajuk (crown cover) menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.

(33)

17

2.3.3 Pengolahan Data Lapangan

Sebelum pengolahan data lapangan, data pada citra diolah terlebih dahulu, yaitu dengan mencari persentase penutupan tajuk (crown cover) dari masing- masing plot, menghitung jumlah pohon pada citra dan menghitung diameter tajuk pohon di setiap plot.

a. Teknik mengukur persentase tutupan tajuk pada citra (crown cover) (C) 1) Mengukur persentase tajuk citra

Persentase penutupan tajuk merupakan persentase areal tertutup oleh proyeksi vertikal tajuk-tajuk pohon. Menghitung persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dilakukan secara perhitungan visual dengan menghitung antara areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Adapun rumus dalam menghitung persentase penutupan tajuk yaitu :

Persentase penutupan tajuk citra (%) = Luas wilayah bertajuk

Luas plot contoh

x

100%

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil luasan tajuk tersebut didapatkan dari hasil deliniasi areal tutupan tajuk dan gap tajuk.

Gambar 10 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra.

2) Memetakan persentase penutupan tajuk hasil pengukuran lapangan

Memetakan hasil pengukuran tajuk di lapangan didapatkan dari persamaan y = 0,173x + 1,443 yaitu yang berasal dari hasil perhitungan setiap kerapatan pohon (jari-jari tajuk) di satu keterwakilan plot pada setiap kelas umur di lapangan dengan nilai dbh-nya. Kemudian dipetakan pada masing-masing plot contoh, sehingga dapat membandingkannya antara

Areal tutupan tajuk Gap tajuk

(34)

hasil di citra dan di lapangan (Gambar 10 dan 11). Terdapat pada plot contoh 105 dengan persentase tajuk di citra sebesar 72% dan persentase tajuk lapangannya 48%.

Gambar 11 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan.

b. Teknik mengukur jumlah pohon pada citra (N)

Menghitung jumlah pohon pada citra dilakukan secara visual langsung dengan memberikan tanda pada pohon yang berada dalam luasan tajuk. Kemudian dibandingkan antara pohon citra dengan lapangan seperti pada Gambar 12.

(a) (b)

Gambar 12 (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan.

Posisi pohon

Persentase tajuk di lapangan

(35)

19

c. Menghitung diameter tajuk (crown diameter) (D)

Menghitung diameter tajuk (crown diameter) dilakukan dengan metode interpretasi visual dengan mengukur panjang diameter terpanjangnya dengan arah dari utara ke selatan dan barat ke timur (Gambar 13). Perhitungan tersebut dengan menggunakan icon measure pada software Arc View Gis ver 3.2.

Gambar 13 Plot contoh diameter tajuk.

d. Penyusunan model 1). Model-model alternatif

Penyusunan model regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra foto udara (citra dijital non-metrik resolusi tinggi) yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Pada penelitian ini model penduga potensi yang dikembangkan antara lain dijelaskan pada Tabel 2.

Arah pengukuran diameter tajuk

(36)

Tabel 2 Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati

Model Persamaan

1) Linier

a. Sederhana V = a + b.C

V = a + c.D V = a + d.N

b. Berganda V = a + b.C + c.D + d.N

2) Non Linier

a. Sederhana V = a.Cb

V = a.Dc V = a.Nd

b. Berganda V = a.Cb.Dc.Nd

c. Kuadratik V = a + b.C2 + c.D2 + d.N2 d. Polynomial V = a + b.C + c. C2

V = a + b.D + c. D2

V = a + b.C + c. D + d. C. D + e. C2 + f. D2

Selain model-model umum yang biasa digunakan tersebut, ada beberapa model penduga potensi dengan foto udara yang dihasilkan dari penelitian- penelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 3.

(37)

21

Pada Tabel 3 disajikan beberapa model penduga sediaan tegakan dengan foto udara.

Tabel 3 Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara

No Persamaan R2

(%) Penelitian Sumber

1. Log V = 0,06 + 1,11 Log C + 0,133 Log D

69,2 Model penduga volume tegakan dengan foto udara di hutan alam studi kasus di HPH PT.

Sura Asia, Propinsi Dati I Riau

Budi 1998

2. V = 1,47.10-4 H1,42D0,35 N2,21

81 Model penduga volume terbaik dengan foto udara skala 1 : 20000 untuk tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Pekalongan Barat dengan pendekatan stratifikasi dan tanpa stratifikasi

Hidayatullah 1996

3 a). V = 54,2 – 0,469 C untuk SFNAP

b). V = 32,4 – 0,246 C untuk CAP

76,2 69,1

Kajian teknis

pemanfaatan potret udara non-metrik format kecil pada bidang kehutanan

Cahyono 2001

4. a). Ln V = -1,65 + 0,798LnC + 1,58 Ln D untuk bonita ≤ 3 b). Ln V = -0,713 + 1,206 LnC + 0,219 Ln D untuk bonita ≥ 4

74,5 64,9

Tabel volume udara (Aerial Volume Tabel)

Hardjoprajitno S. 1996

5. V = 35481338,92 C3,00 79,3 Penyusunan tabel tegakan hutan tanaman dengan potret udara

Prihanto 1996

6. V = -10,2 + 0,169N + 8,20D

53,8 Penduga Volume Tegakan Jati di BKPH

Cikampek KPH

Purwakarta melalui foto udara

Suar 1993

7. Ln V = -5,577 + 0,427 Ln N + 2,591Ln H

67,4 Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan

Atmosoemarto 1993

(38)

2). Penduga regresi

Tahap selanjutnya berkaitan dengan pembangunan model di atas adalah penyusunan persamaan regresi. Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi dapat diperoleh sebagai berikut:

(a). Penyusunan model dengan peubah tunggal y = a + b. x

Dimana: y = V dalam m3 /ha x = dapat berupa C, D, N

Kemiringan (slope) garis regresi dapat dihitung dengan rumus:

x xy

JK

bJHK dan a𝑦 - b𝑥

JHKxy =

𝑥𝑦 − 𝑥 𝑦

𝑛

𝑛−1 JKx = 𝑥

2− 𝑥 2/𝑛 𝑛 −1

Dimana: 𝑦 = Rata-rata peubah tak bebas (y berupa V dalam m3 /ha) 𝑥 = Rata-rata peubah bebas (x berupa C, D, N)

JHK = Jumlah hasil kuadrat JK = Jumlah kuadrat a = Koefisien elevasi b = Koefisien regresi n = Banyaknya plot

(b). Penyusunan model dengan peubah ganda y = a + b.x1 + c.x2

Dimana: y = V dalam m3 /ha x = x berupa C, D, N a, b, c= Konstanta

Maka kemiringan (slope) garis regresi antar pasangan data dapat dihitung dengan rumus:

𝑛 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖

𝑥1𝑖 𝑥1𝑖2 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖

𝑥2𝑖 𝑥1𝑖 𝑥2𝑖

𝑥1𝑖2

𝑎 𝑏 𝑐

= 𝑦𝑖 𝑥1𝑖𝑦𝑖 𝑥2𝑖𝑦𝑖

(39)

23

(c). Korelasi Antar Peubah

Penyusunan model pendugaan sediaan tegakan ini masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) yang menyatakan tingkat keeratan hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan tegakan. Nilai r dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

r =

Dimana:

xi = Dimensi pohon ke – i

yj = Dimensi pohon lainnya ke – j n = Jumlah pohon

Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat.

Sebaliknya jika nilai r = 1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole 1995). Hipotesisnya: H0 : p = 0, artinya tidak ada korelasi antara 2 peubah H1 : p ≠ 0, artinya ada korelasi antara 2 peubah H0 diterima apabila p > α dan H1 diterima apabila p < α.

Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi memiliki nilai yang signifikan (nilai r > 0,7071 dalam hubungannya terhadap tegakan), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005).

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah H0 : ρ ≥ 0,7071 dan H1 : ρ < 0,7071. Rumus yang digunakan dalam Uji Z yaitu:

x i (x yx ) (/n



x )(y jy )(/nyj)2/n

2 2

i 2

j i j

i

) (Z Zr

Zhitung  

(40)

Dimana:

Z = Sebaran normal Z

σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z

ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi

n = Jumlah data

Jika hasil Z-hitung ≤ 1,96, maka H0 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan volume cukup erat dengan r ≥ 0,7071.

Sedangkan jika Z-hitung > 1,96, maka H1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan volume adalah kurang erat.

3) Uji Koefisien regresi

Pengujian hipotesis dilakukan terhadap model guna mengetahui keberartian hubungan peubah pada citra dengan volume tegakan di lapangan.

Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam sebagai berikut:

Tabel 4 Analisis ragam untuk regresi sederhana Sumber

Keragaman

db JK KT F Hit

Regresi Dbr = p-1 JKR =b.JHKxy KTR =JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = n-p JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs

Total n-1 JKT = JKy

Keterangan: p = banyaknya peubah regresi

n = banyaknya plot contoh yang diamati

Tabel 5 Analisis ragam untuk regresi berganda

Keragaman db JK KT F Hit

Regresi Dbr = p-1 JKR = b.JHKxy KTR = JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = (m-1)–(p-1) JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs

Total m-1 JKT = JKy

Keterangan: p = banyaknya parameter m = banyaknya plot contoh

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,p

H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0.

(41)

25

Bila hasil analisis keragaman tersebut diperoleh F-hit > F-tab maka terima H1, yang berarti minimal ada satu peubah yang bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan sebaliknya (Walpole 1995).

Jika H1 diterima melalui Uji –F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas dengan menggunakan perhitungan Uji-t.

Rumus yang digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah:

thitung

s/

 

n

Dimana:

X = Pengamatan μ = Nilai tengah 𝑠 = Standar deviasi n = Jumlah sampel

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : μ = μ0, H1 : μ ≠ μ0.

Selanjutnya kriteria uji bagi hipotesis dengan menggunakan t-hitung, yaitu jika thitung > ttabel maka terima H1, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra berbeda nyata. Sedangkan jika thitung < ttabel maka terima H0, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra tidak berbeda nyata.

4) Uji Verifikasi Model

Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan uji verifikasi terhadap model tersebut. Uji verifikasi model terbangun dengan menggunakan perhitungan Uji-χ2 , е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Spurr 1952 dalam Divayana 2011). Pada penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).

(42)

Dimana:

χ2 = Nilai Chi-square

𝐸𝑖 = Nilai ekspetasi/ dugaan

𝑂𝑖 = Nilai observasi/ aktual

RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100 ]

1[

2

n Ha

Ha Ht RMSE

n i

i i i

Dimana:

RMSE = Root Mean Square Error Hti = Nilai dugaan

Hai = Nilai aktual

n = Jumlah pengamatan

Bias (℮) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai ℮ yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol.

Perhitungan ℮ (Bias) dapat dirumuskan sebagai berikut:

n Y

Y Y

n i

Ai Ai

Ti ) 100%}

{(

e

1  

Dimana:

℮ = Bias

YT = Nilai dugaan YA = Nilai aktual

N = Jumlah pengamatan

ki

i i i hitung

E E O

1

2

2 ( )

(43)

27

Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1.

Nilai SA dapat dihitung dengan rumus:





 

  

Ti A Ti

Y Y

SA Y i

Dimana:

SA = Simpangan Agregat YT = Nilai dugaan

YA = Nilai aktual

Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%. Perhitungan SR yaitu dengan rumus sebagai berikut:

n Y

Y Y SR

n i

Ti Ai

Ti  

1

%}

100

| {|

Dimana:

SR = Simpangan Rata-rata YT = Nilai dugaan

YA = Nilai aktual

n = Jumlah pengamatan

Untuk mendapatkan model yang akurat dan valid, perlu adanya penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang dilakukan.

Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Kemudian akan terbentuk model terbaik yang dapat digunakan sesuai kriteria yang ada yaitu model yang memuat sedikit peubah penduga, kemudahan mengukur peubah bebas dan potensial kesalahannya rendah.

Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan е dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 max 4

min

max 

 

 

SASA

Skor 4 1

max min

e max 

 

 

eSkor

1 max 4

min

max 

 

 

SRSR

Skor 4 1

max min

max 

 

 

RMSERMSE

Skor

(44)

2.4 Pendugaan Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang, kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2mm).

Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar fosil dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosisitem hutan juga mempunyai peranan penting dalam siklus karbon secara global. Hutan menyimpan karbon sekitar 80% (IPCC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk tumbuh mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003).

Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (non- destructive sampling) merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada.

Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup

(45)

29

besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa.

Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan atau tinggi) dengan biomassanya.

Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al.

2001). Sehubungan dengan pernyataan tersebut Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan sebagai berikut:

W = 0,11 ρ D 2,62 Dimana:

W = biomassa (kg/pohon)

ρ = kerapatan jenis (gr/cm3) ρ pohon jati sebesar 0,75 ton/m3 (Martawijaya 1992).

D = diameter setinggi dada (cm)

Selain menggunakan rumus Ketterings, pendugaan biomassa dapat pula menggunakan model alometrik Brown. Pada pendugaan nilai biomassa tegakan jati di lokasi penelitian digunakan model alometrik Brown (1997) yang dikembangkan oleh Hendri (2001) yang diformulasikan kembali oleh Tiryana

(46)

(2011) di daerah KPH Cepu. Hutan Tanaman jati di KPH Cepu memiliki iklim yang sama dengan hutan jati di KPH Madiun yaitu tipe iklim C sehingga kurang lebih kondisi umum lapangan baik kondisi tegakannya memiliki kesamaan.

Berikut ini adalah persamaan alometrik Brown yang digunakan:

W = 0,2759D2,2227 (R2 = 0,941) Dimana:

W = biomassa tegakan (kg/pohon) D = diameter setinggi dada (cm)

Dapat pula dengan menggunakan metode perhitungan Vademecum Kehutanan (1976) dalam Ginoga et al. (2005) sebagai berikut:

B = (4/3) V ρ Dimana:

B = biomassa tegakan (ton/ha) V = volume pohon (m3 /ha)

ρ = kerapatan jenis kayu (ton/m3 )

Model Vademecum tersebut digunakan karena mudah diaplikasikan serta cukup sederhana.

Menurut IPCC (2003) dalam Janiatri 2012 terdapat dua pendekatan untuk mengestimasi nilai kandungan biomassa yaitu, pendekatan langsung, menggunakan persamaan allometrik pada sampel plot dan pendekatan tidak langsung menggunakan nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor (BEF).

Biomass Expansion Factor (BEF) didefinisikan sebagai rasio total bobot kering tanur di atas permukaan tanah pada diameter minimum (dbh) 10 cm atau lebih dengan bobot biomassa kering tanur pada volume yang diinventarisasi atau rasio antara AGB total dengan biomassa batang yang dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini nilai Biomass Exspansion Factor (BEF) yang digunakan adalah Biomass Exspansion Factor (BEF) pada tegakan Jati yang dikembangkan di

Gambar

Tabel Volume Tegakan Citra  Dijital Resolusi Tinggi
Gambar 2 Peta kawasan KPH Madiun.
Gambar 3 Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006)  KPH Madiun
Gambar 4 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah

Pada bagian sub bab ini akan dibahas mengenai dampak kenaikan BBM terhadap kebijakan sektor perikanan, yang terdiri dari sub sektor perikanan tangkap dengan komoditas Tuna,

Hasil Data Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Leverage, Profitabilitas dan Manajemen Laba Perusahaan Manafaktur Yang. Dijadikan Sampel Tahun

iru- dian ikus daitezkeen azken diseinuei esker emari gaitasun handia duten PDMS elastomerozko mikro-ponpak garatu ditugu, eta erabiltzen den kopuruaren arabera emari tarte

Luthans mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari

Sumber data diambil dari database OLTP marketing (Halaman 97, 3.3.2 Struktur dan Definisi Table, Gambar 3.14) yang ada kemudian ditarik dan dilakukan proses ETL kemudian

growth mindset percaya bahwa kemampuan seseorang terletak pada dinamisnya dan bisa diperbaiki dengan usaha yang baik. Sebagai contoh, mereka yang tergolong dalam

Hasil penelitian pelaksanaan penagihan pada KPP Pratama Pancoran Jakarta telah berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun pelaksanaan penagihan tersebut