PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE DENGAN MODEL DI PADA MATERI CAHAYA
SISWA SMP NEGERI 1 NATAR T.P. 2012/2013
Oleh
Mitha Pratiwi Mahardika Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE DENGAN MODEL DIRECT INSTRUCTION (DI)
PADA MATERI CAHAYA SISWA SMP NEGERI 1 NATAR T.P. 2012/2013
Oleh
Mitha Pratiwi Mahardika
Mata pelajaran fisika dikalangan siswa dianggap salah satu mata pelajaran yang
sulit dipahami sehingga berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang
maksimal. Berbagai inovasi pembelajaran yang disajikan dalam bentuk model
pembelajaran telah banyak membantu guru menyajikan materi fisika dengan
pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Beragamnya model pembelajaran
memaksa guru lebih selektif memilih model yang tepat sesuai materi pelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Penelitian ini
membandingkan hasil belajar dua model pembelajaran. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran
Exclusive dengan model DI dan untuk mengetahui model manakah yang rata-rata hasil belajarnya lebih tinggi. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII
SMPN 1 Natar pada semester genap T.P. 2012/2013 sedangkan sampel
penelitiannya yaitu siswa kelas VIII E sebagai kelas eksperimen 1 dan VIII F
Mitha Pratiwi Mahardika Desain penelitian menggunakan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan tipe
One Group Pretest-Posttest Design. Teknik analisis data hasil belajar kognitif menggunakan skor gain ternormalisasi, sedangkan data hasil belajar afektif dan
psikomotor menggukan persentase perolehan nilai. Pada pengujian hipotesis
menggunakan uji Independent Sample T Test. Berdasarkan hasil uji Independent
Sample T Test diperoleh bahwa nilai t hitung pada hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor berturut-turut yaitu 3.35, 4.26, dan 9.47 lebih besar dari t tabel
yaitu 2.04, artinya ada perbedaan rata-rata hasil belajar antara model pembelajaran
Exclusive dengan model DI. Secara keseluruhan, rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Exclusive lebih tinggi dibandingkan dengan kelas DI sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajan dengan model pembelajaran Exclusive lebih
efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan
pembelajaran dengan model DI.
Kata kunci : Model pembelajaran Exclusive, model Direct Instruction (DI), dan hasil belajar
xiii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. kerangka Teoretis 1. Model Pembelajaran Exclusive ... 5
2. Model Direct Instruction (DI) ... 9
3. Hasil Belajar ... 15
B. Kerangka Pemikiran ... 19
C. Hipotesis Tindakan ... 21
III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 23
xiv
C. DesainPenelitian... 23
D. Variabel Penelitian ... 24
E. Instrumen Penelitian ... 25
F. Analisis Instrumen ... 25
G. Teknik Pengumpulan Data ... 28
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 28
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31
B. Pembahasan ... 43
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
4. Kisi-kisi Instrumen ... 74
5. Lembar Penilaian Afektif ... 88
6. Lembar Penilaian Psikomotor ... 90
7. Kunci Jawaban ... 91
8. LKK Pemantulan ... 92
9. LKK Pembiasan ... 96
10.Soal Latihan DI ... 100
xv
12.Soal Instrumen ... 121
13.Pretest ... 126
14.Posttest... 128
15.Daftar Nilai Hasil Belajar ... 130
16.Normalitas ... 132
17.Independent Sample T Test ... 135
18.Daftar Nilai Uji Instrumen ... 138
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Observasi yang telah dilakukan di SMP Negeri 1 Natar dengan cara wawancara
pada salah satu guru mata pelajaran fisika kelas VIII diperoleh bahwa pelajaran
fisika merupakan salah satu pelajaran yang kurang diminati siswa dan rata-rata
hasil belajar fisika siswa kelas VIII masih rendah. Fakta ini menunjukan bahwa
adanya pengaruh minat belajar siswa terhadap hasil belajar siswa. Minat belajar
fisika siswa yang rendah membuat hasil belajar siswa rendah. Kondisi ini
menuntut guru harus kreatif mengondisikan kegiatan pembelajaran yang kondusif
dan efektif agar siswa termotivasi belajar.
Hasil belajar dapat dijadikan sebagai indikator tercapai atau tidaknya tujuan
pembelajaran. Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal,
seorang guru harus mampu mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar (KBM)
dengan baik. Agar KBM dapat terorganisir dengan baik, sebelum KBM
berlangsung guru harus membuat perencanaan matang, tertuang dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan Model Pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan acuan yang digunakan guru dalam menyusun
KBM. Model pembelajaran tersusun atas sintaks-sintaks atau langkah-langkah
2
berbeda-beda yang menjadi ciri khas dari model itu sendiri. Setiap model
pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya tidak ada model
pembelajaran yang lebih unggul secara mutlak dengan model pembelajaran
lainnya. Sebuah model pembelajaran bisa jadi lebih efektif digunakan pada
materi, situasi dan kondisi tertentu dibandingkan model pembelajaran lain, namun
bisa jadi sebaliknya jika tidak cocok dengan materi, situasi dan kondisi yang lain.
Guru harus menyesuaikan penggunaan model pembelajaran dengan konsep atau
materi yang akan diajarkan kepada siswanya. Pemilihan model yang tepat akan
menghasilkan hasil belajar yang optimal. Pemilihan model pembelajaran ini
dilihat dari ciri khas model pembelajaran dan ciri khas materi pelajaran.
Model pembelajaran Exclusive merupakan model yang dikembangkan berbasis
konstruktivisme dengan pendekatan Student Centered Learning, dimana siswa
yang menjadi pusat pembelajaran, siswa dituntut aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Nama Exclusive merupakan akronim dari sintaks model ini, yaitu
Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, And Evaluating.
Model Pembelajaran yang biasa digunakan guru disekolah yaitu model Direct
Instruction (DI) yang menggunakan pendekatan Teacher Centered Learning. Model DI ini tersusun atas 5 fase belajar yaitu fase orientasi, fase presentasi atau
demonstrasi, fase latihan terstruktur, fase latihan terbimbing dan fase latihan
mandiri. Pembelajaran yang bertahap dan disertai latihan-latihan terbimbing serta
pengajaran yang tidak membutuhkan media pembelajaran yang rumit membuat
3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian eksperimen
untuk mengetahui model mana yang lebih efektif digunakan untuk menyampaikan
materi cahaya di sekolah dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Model
Pembelajaran Exclusive dengan Model Direct Instruction (DI) pada Materi
Cahaya Siswa SMP Negeri 1 Natar Tahun Pelajaran 2012/2013”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Adakah perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran
Exclusive dengan model DI?
2. Manakah yang lebih tinggi rata-rata hasil belajar fisika siswa, antara model
pembelajaran Exclusive dengan model DI?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran Exclusive dengan model DI.
2. Manakah yang lebih tinggi rata-rata hasil belajar siswa model pembelajaran
4
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Guru
Dapat dijadikan referensi dalam memvariasikan penyajian materi untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Siswa
Dapat menumbuhkan minat belajar siswa dan merubah pola pikir siswa
terhadap mata pelajaran fisika serta mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar
sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
(1) Model Pembelajaran Exclusive dengan sintaks pembelajarannya antara lain,
(a) Exploring, (b) Clustering, (c) Simulating, (d) Valuing, (e) Evaluating;
(2) Model Direct Instruction (DI) dengan sintaks pembelajarannya antara lain,
(a) orientasi, (b) presentasi/ demonstrasi, (c) latihan terstruktur, (d) latihan
terbimbing, dan (e) latihan mandiri;
(3) Hasil belajar siswa (ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor);
(4) Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Natar tahun ajaran
2012/2013;
(5) Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok Cahaya
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Model Pembelajaran Exclusive
Penerapan model pembelajaran dapat memudahkan guru dalam merancang
pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah
kegiatan yang sistematis sehingga KBM terorganisir untuk mencapai tujuan
pembelajaran, pendapat ini didukung oleh Sagala (2005: 175) yang
mengemukakan bahwa:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorgaisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai acuan dalam merancang kegiatan
pembelajaran untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang kondusif agar
tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Telah banyak dikembangkan model pembelajaran guna membantu Guru
dalam menyajikan pembelajaran yang terstruktur, sistematis, dan menarik,
salah satunya yaitu model pembelajaran Exclusive (Exploring, Clustering,
6
Abdurrahman, dkk. (2012: 217) memaparkan bahwa model pembelajaran
Exclusive dikembangkan berdasarkan kerangka model Sudiarta (Sudiarta, 2005) yaitu model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar peserta didik yang meliputi:
1) Rasional teoritik; landasan berfikir bagaimana hakikat peserta didik
dapat belajar dengan baik,
2) sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru,
3) prinsip interaksi; bagaimana guru memposisikan diri terhadap
siswa, maupun sumber-sumber belajar,
4) sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam
komunitas belajar,
5) sistem pendukung; bagaimana lingkungan belajar yang mendukung,
6) dampak pembelajaran; bagaimana hasil dan dampak pembelajaran yang diharapkan baik dampak instruksional (instructional effect)
maupun dampak pengiring (nurturant effect), diharapkan menjadi
salah satu solusi bagi peningkatan pemahaman sains anak-anak
Indonesia.
Model pembelajaran Exclusive berguna dalam mengkaji fakta atau fenomena
yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pengalaman nyata siswa
sehari-hari (Abdurrahman, dkk., 2012: 218). Model ini dikembangkan
berbasis teori konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat pengetahuan yang
7
sendiri. Model pembelajaran Exclusive juga dikembangkan berdasarkan teori
metakognisi yang menitik beratkan pada pengetahuan kesadaran dan kendali
atas proses. Model Exclusive memiliki sintaks utama yaitu Exploring,
Clustering, Simulating, Valuing, and Evaluating, sintaks pembelajaran ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Fase 1: Exploring
Setelah apersepsi dan memotivasi singkat mengenai tema yang akan
dipelajari, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dimana masing-masing
kelompok mempunyai tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya
terkait dengan informasi rinci mengenai tema yang dipelajari. Setiap
kelompok bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap anggotanya telah
menguasai informasi.
Fase 2: Clustering
Setelah masing-masing kelompok mendapat informasi yang cukup bayak
dalam waktu yang telah ditentukan, guru dan siswa mencari
kesamaan-kesamaan informasi yang didapat pada langkah pertama untuk dibuat
cluster-cluster informasi. Kemudian, dari cluster-cluster informasi yang terbentuk, dibentuk
lagi kelompok-kelompok yang akan secara spesifik mendalami cluster
informasi yang bersangkutan. Setelah cluster informasi terbentuk, guru dan
siswa berdiskusi untuk mengkonfirmasi clustered data sebelum dilakukan
simulasi. Misal, clustered data/ informasi tersebut dirumuskan menjadi
8
Fase 3: Simulating
Pada tahap ini siswa diajak untuk melakukan simulasi agar dapat memahami
konsep dengan pengalaman secara langsung.
Fase 4: Valuing
Pada tahap ini melalui diskusi dan simulasi siswa diajak untuk memahami
manfaat/ aplikasi konsep yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
Fase 5: Evaluating
Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi jalannya keseluruhan proses
pembelajaran sehingga memperoleh sejumlah rumusan
rekomendasi-rekomendasi perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap
ini jika dari hasil evaluasi masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam,
tahap exploring dapat dilakukan kembali dan begitu seterusnya seperti sebuah
siklus.
9
Model pembelajaran Exclusive menuntut siswa terlibat aktif, saling tukar
pikiran, berkolaborasi, berkomunikasi, dan bersimulasi bersama-sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada model ini guru berperan
sebagai fasilitator, motivator, dan moderator saja dan yang berperan aktif
adalah siswa, dengan kata lain pembelajaran ini berpusat pada siswa.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dari model pembelajaran
Exclusive, seperti yang dijelaskan Abdurrahman, dkk. (2012: 221) yaitu dampak instruksional yang diperoleh siswa adalah memiliki kemampuan
dalam mengkonstruksi pengatahuan, kemampuan pemecahan masalah, dan
penguasaan materi pembelajaran baik aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik serta dampak pengiring yang diperoleh siswa adalah nilai-nilai
positif dalam membangkitkan kesadaran akan pengetahuan yang relevan dan
sikap kritis siswa dalam belajar.
Dampak yang diperoleh siswa setelah diterapkan pembelajaran Exclusive di
kelas tidak hanya dapat merubah dan meningkatkan kemampuan siswa dari
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor saja namun juga perubahan lainnya
berupa bertambahnya nilai-nilai positif siswa dan sikap kritis dalam belajar,
hal ini tentu merupakan tujuan dari belajar yang diharapkan baik siswa
maupun guru.
2. Model Direct Instruction (DI)
Model Direct Instruction (DI) menurut Setiawan (2010: 8) merupakan suatu
10
keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajar selangkah
demi langkah. Model DI ini dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural (pengetahuan
tentang sesuatu) dan pengetahuan deklaratif (pengetahuan bagaimana
melakukan sesuatu) yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi langkah. Ciri-ciri model
DI menurut Trianto (2007: 29-30) yaitu:
1.Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3.System pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
Menurut Joyce & Weil (2000: 24) Model DI memiliki sintaks yang terdiri
dari lima fase yaitu fase orientasi, fase presentasi atau demonstrasi, fase
latihan terstruktur, fase latihan terbimbing dan fase latihan mandiri yang
membutuhkan peran berbeda dari pengajar, kelima fase tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
Fase 1: Orientasi
Guru mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa–siswanya melalui
rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis
atau membacakannya. Guru berusaha menarik perhatian siswa, memusatkan
perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada
hasil belajar yang telah dimilikinya yang relevan dengan pokok bahasan yang
11
Fase 2: Presentasi atau demonstrasi
Guru menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun
keterampilan. Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil, pemberian
contoh-contoh konsep, pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara
demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas dapat
mempermudah siswa memahami materi pelajaran.
Fase 3: Latihan terstruktur
Setelah presentasi dan demonstrasi siswa diberikan latihan-latihan awal
mengenai materi ajar yang terkait dengan materi yang telah dipresentasikan
dan didemonstrasikan secara bertahap. Pada fase ini, siswa juga dapat diikut
sertakan dalam proses demonstrasi, sehingga semua siswa dapat
menggunakan dengan baik. Jika diperlukan, guru dapat menjelaskan kembali
hal-hal yang dianggap sulit atau belum dipahami siswa.
Fase 4: Latihan terbimbing
Siswa diberikan latihan-latihan yang harus dikerjakan. Pada latihan ini, siswa
melakukan latihan, guru memonitoring dan memberikan arahan serta koreksi
jika diperlukan. Pada fase ini, kegiatan yang tidak kalah penting mengecek
pemahaman siswa dan memberikan umpan balik. Kegiatan ini merupakan
aspek penting dalam pengajaran langsung karena tanpa mengetahui hasilnya,
latihan tidak banyak memberikan manfaat pada pembelajaran.
Fase 5: Latihan mandiri
12
Model ini juga memiliki dampak intruksional dan dampak pengiring. Dampak
instrusional yaitu dapat meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan
akademik siswa, membangun minat dan menimbulkan rasa ingin tahu, dan
merangsang siswa untuk berpikir cepat. Dampak pengiringnya yaitu dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan kreativitas siswa,
dan melalui kesuksesan serta respon balik positif dapat memperkaya
penghargaan diri siswa.
Model pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan yang dapat
dijadikan pertimbangan bagi guru sebelum menggunakan sebuah model
dalam merancang kegiatan belajar. Berikut ini adalah keunggulan dan
kelemahan dari model DI (Sudrajat, 2011: 1).
Keunggulan model DI, yaitu:
1. Guru dapat mengendalikan isi dan urutan materi pelajaran sehingga dapat
mempertahankan fokus tujuan yang ingin dicapai.
2. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas kecil ataupun kelas besar.
3. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan
pengetahuan faktual yang terstruktur.
4. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi
rendah.
13
6. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar
(misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat
membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
7. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak
tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan
dan hasil-hasil penelitian terkini.
8. Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi
siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di
antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang
mereka lihat).
9. Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil
dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini
penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau
keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.
10.Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi
apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
11.Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru
sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Kelemahan model DI, yaitu:
1. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati,
dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam
14
2. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan
awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau
ketertarikan siswa.
3. Siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit
bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal
mereka.
4. Guru yang menjadi pusat kegiatan belajar, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak
siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat
menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan
terhambat.
5. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali
guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi
karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif
terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan
keingintahuan siswa.
6. Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk
cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model
pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan
banyak perilaku komunikasi positif.
7. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan
yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang
15
8. Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa
akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat
sedikit isi materi yang disampaikan.
9. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan
membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua
yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung
jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri.
10.Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi
satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai
pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah
paham.
11.Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa.
Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat
melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
3. Hasil Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan siswa bertujuan untuk memperoleh suatu
hasil tertentu yang biasa kita sebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar
merupakan suatu indikator berhasil atau tidaknya kegiatan belajar yang
dilakukan. Pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2006: 121) yang
mengatakan bahwa:
16
Sardiman juga menerangkan tentang pengertian belajar dalam pandangan
teori konstruktivisme, yaitu:
Belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.
Teori kontruktivisme menerangkan lima prinsip atau ciri dalam belajar
(Suparno, 1997 dalam Sardiman, 2007: 38), yaitu:
a) Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri.
d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Teori ini menjelaskan kepada guru bahwa siswa dalam belajar memiliki
pengetahuan awal yang harus dibangun dan dikembangkan dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas sehingga dalam menyusun perencanaan
pembelajaran harus didasari pada prinsip ini.
Definisi belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis
belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Usaha yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau
17
Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya,
berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja baik di sekolah, di
kelas, di jalanan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan sebelumnya
(Hamalik, 2008: 154).
Belajar dan pembelajaran sebagai suatu proses mengandung triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen yaitu: (1) Tujuan pembelajaran, (2) Kegiatan
pembelajaran, (3) Hasil belajar. Sudjana (2009: 2) menggambarkan
Triangulasi tersebut dalam diagram sebagai berikut.
Gambar 2.2 Diagram Triangulasi
Garis (a) menunjukan hubungan anatara tujuan pembelajaran dengan kegiatan
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun oleh guru dengan mengacu pada
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Garis (b) menunjukan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan hasil
belajar. Merupakan kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan kegiatan
18
Garis (c) menunjukan hubungan antara tujuan pembelajaran dengan hasil
belajar, merupakan kegiatan penilaian yaitu suatu tidakan atau kegiatan untuk
melihat sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dapat dicapai atau
dikuasai siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkan siswa
setelah kegiatan pembelajaran.
Sudjana menyatakan bahwa “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana,
2009: 22).
Bloom (1956) (dalam Sardiman, 2007: 23-24) mengklasifikasikan hasil
belajar ke dalam tiga ranah yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah
afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).
Sedangkan tingkatan-tingkatan dari ketiga ranah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:
(a) pengetahuan atau ingatan (Knowledge), (b) pemahaman (Comprehension),
(c) analisis (Analysis), (d) sintesis (Syntesis),
(e) evaluasi (Evaluation), dan (f) aplikasi (Application).
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni: (a) penerimaan (Receiving),
(b) jawaban atau reaksi (Responding), (c) penilaian (Valuing),
(d) organisasi (Organization) dan (e) karakteristik nilai (Characterization).
3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu:
19
Sardiman juga menjelaskan target jangkauan mengenai pencapaian level
sebagaimana diajarkan di tiap-tiap ranah disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, tidak harus mencapai level tertinggi.
Hasil belajar dikatakan betul-betul baik jika memenuhi dua prinsip atau ciri
(Sardiman, 2007: 49-50) sebagai berikut:
a) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian. Kalau hasil pengajaran itu tidak tahan lama dan lekas menghilang, berarti hasil belajar itu tidak efektif.
b) Hasil itu merupakan pengetahuan “asli” atau “otentik”.
Pengetahuan hasil proses belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat memengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya.
B. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran Exclusive (X1) dan model DI (X2), variabel terikatnya adalah
hasil belajar model pembelajaran Exclusive (Y1) dan hasil belajar model DI
(Y2). Dalam penelitian ini diukur hasil belajar berupa pretest dan posttest
kedua kelas eksperimen. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui
Perbedaan rata-rata hasil kedua kelas eksperimen menggunakan analisis uji
Independent Sample T Test.
Penelitian ini berasumsi bahwa model pembelajaran dapat berpengaruh dalam
20
memiliki langkah-langkah kegiatan belajar yang tersusun secara sistematis
sehingga jika guru menerapkan model pembelajaran dalam merencanakan
KBM, guru dapat memanfaatkan jam pelajaran yang ada secara optimal dan
mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Indikator
ketercapaian tujuan pembelajaran ini tercermin dalam keberhasilan siswa
memperoleh hasil belajar di atas KKM.
Sebelum menerapkan model pembelajaran dalam merencanakan KBM, Guru
harus memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai dalam materi pembelajarannya, karena tidak semua model
pembelajaran cocok dengan semua materi pembelajaran. Oleh karena itu
sebelum menentukan model yang akan digunakan, Guru sebaiknya
mengetahui ciri khas model pembelajaran dan kebutuhan materi
pembelajaran.
Pemilihan model pembelajaran sebagai acuan menyusun kegiatan
pembelajaran harus dipertimbangkan dengan baik karena setiap model
pembelajaran memiliki ciri khas, disesuaikan dengan kebutuhan ketercapaian
tujuan pembelajaran pada materi pembelajaran. Indikator ketercapaian tujuan
pembelajaran ini terinterprestasi dalam hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa dalam penelitian ini diperoleh dengan menerapkan pretest
di awal kegiatan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan
posttest sebagai hasil dari kegiatan belajar, kemudian dihitung skor N-gain, serta hasil belajar afektif dan psikomotor kedua kelas eksperimen lalu
21
Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma penelitian
seperti berikut:
Gambar 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran
Keterangan:
X1 = Model pembelajaran Exclusive
X2 = Model DI
Y1 = Hasil belajar dengan model pembelajaran Exclusive
Y2 = Hasil belajar dengan model DI
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang akan diuji yaitu:
Hipotesis pertama
Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar kognitif siswa antara model
pembelajaran Exclusive dengan model DI
Hipotesis kedua
Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa antara model
22
Hipotesis ketiga
Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar psikomotor siswa antara model
23
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Populasi dalam
penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Natar pada semester
genap Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 9 kelas berjumlah 384 siswa.
B. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang
juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa
mewakili populasi. Dari 9 kelas populasi diambil dua kelas, yaitu kelas VIII E dan
Kelas VIII F. Teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil kelas sampel
yaitu menggunakan teknik purposive sampling.
C. Disain Penelitian
Disain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Pre-Eksperimental
Design dengan tipe One Group Pretest-Posttest Design. Pada disain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
24
Menurut Setyosari (2012: 174), disain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
= nilai pretest = nilai posttest
X1 = penerapan model pembelajaran Exclusive X2 = penerapan model DI
Siswa kelas VIII E diberikan pretest (tes awal) untuk melihat kemampuan awal
siswa berupa soal pilihan jamak berjumlah 10 butir soal, kemudian diberikan
perlakuan yaitu penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran Exclusive.
Kemudian pada akhir pembelajaran, siswa diberikan posttest (tes akhir) dalam
bentuk soal pilihan jamak berjumlah 10 butir soal. Berdasarkan hasil pretest (tes
awal) dan posttest (tes akhir) tersebut dihitung N-gain untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar. Pada kelas VIII F yang menggunakan model DI juga
diberikan soal pretest dan posttest yang kemudian hasil pretest dan posttest pada
kedua kelompok dibandingkan.
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel penelitian yaitu variabel bebas, variabel
terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Model pembelajaran Exclusive
(X1) dan Model DI (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar
O
1 X1 O2
25
dengan model pembelajaran Exclusive (Y1) dan hasil belajar dengan model DI
(Y2).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini yaitu instrument penilaian kognitif berupa soal
pilihan jamak berjumlah 10 soal (pretest-posttest), instrumen penilaian afektif,
dan instrumen penilaian psikomotor. Dari hasil tes ini dapat mengetahui tingkat
keberahasilan siswa dalam belajar dan perbandingan hasil belajar antara model
pembelajaran Exclusive dengan model DI.
F. Analisis Instrumen
Instrumen penelitian sebelum digunakan dalam penelitian harus diuji terlebih
dahulu agar valid dan reliabel.
1. Uji Validitas
Validitas suatu instrumen menunjukkan adanya tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang akan diukur. Artinya, instrumen itu dapat mengungkap
data dari variabel yang dikaji secara tepat. Instrumen yang valid atau sahih
memiliki validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid
berarti memilki validitas rendah (Setyosari, 2012).
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment
26
Keterangan:
= Koefisien korelasi yang menyatakan validitas
= Skor butir soal
= Skor total
= Jumlah sampel
Jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen
tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan
skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut
signifikan. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriteria uji bila Pearson Correlation > r tabel (0.42) maka data tersebut kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel sebenarnya mengandung makna bahwa instrumen
tersebut cukup mantap untuk mengambil data penelitian, sehingga mampu
mengungkap data yang dapat dipercaya hasilnya. Maka instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan untuk
27
(2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat
digunakan rumus alpha, yaitu:
Di mana:
= reliabilitas yang dicari
= jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk
mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS
17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha
cronbach’s 0 sampai 1.
Tabel 3.1 Nilai Kisaran Alpha Chronbach’s Nilai Alpha Cronbach’s Keterangan
0,00-0,20 Kurang reliabel
0,21-0,40 Agak reliabel
0,41-0,60 Cukup reliabel
0,61-0,80 Reliabel
0,81-1,00 Sangat reliabel
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian instrumen akan diujikan
kepada sampel penelitian. Skor total setiap siswa diperoleh dengan
28
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data
berbentuk tabel yang diperoleh dari pretest dan posttest untuk pemahaman
konsep. Tabel data hasil belajar terlampir dalam lampiran 15.
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Analisis Data
Untuk menganalisis kategori tes hasil belajar siswa digunakan skor gain yang
ternormalisasi. N-gain diperoleh dari pengurangan skor postest dengan skor
pretest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor pretest. Jika dituliskan dalam persamaan adalah sebagai berikut.
29
2. Uji Normalitas Data
Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal,
dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov.
Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
H0 : data tidak terdistribusi secara normal
H1 : data terdistribusi secara normal
Pedoman pengambilan keputusan:
1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,02 maka H0 diterima.
2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,02 maka H1 diterima.
3. Pengujian Hipotesis
Independent Sample T-Test
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Hipotesis yang
akan diuji dengan Independent sample t-test yaitu
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara
model pembelajaran Exclusive dengan model DI.
H1 : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model
pembelajaran Exclusive dengan model DI.
Kriteria pengujian:
H0 diterima jika – t-tabel < t-hitung < t tabel
30
Berdasarkan probabilitas:
H0 diterima jika P-value > 0,05
50
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan dari penelitian dengan judul “Perbandingan hasil belajar model
pembelajaran Exclusive dengan model DI pada materi Cahaya siswa SMP Negeri
1 Natar T.P. 2012/2013”, yaitu:
1. Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar;
a. kognitif siswa (skor N-gain) model pembelajaran Exclusive dengan Model
DI yaitu 0.60 dan 0.44 dengan selisih skor N-gain sebesar 0.16.
b. afektif siswa model pembelajaran Exclusive dengan Model DI. Skor
rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas model pembelajaran Exclusive lebih
tinggi 4.75 dari siswa kelas model DI.
c. psikomotor siswa model pembelajaran Exclusive dengan Model DI. Skor
rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas model pembelajaran Exclusive
lebih tinggi 19.45 dari siswa kelas model DI.
51
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Dalam memilih model pembelajaran, guru harus mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari model yang akan digunakan dan disesuaikan dengan konsep
materi fisika agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.
2. Model pembelajaran yang baik digunakan untuk pembelajaran materi cahaya
sebaiknya model pembelajaran yang menyajikan eksperimen agar siswa
dapat memahami konsep secara langsung.
3. Guru harus bekerjasama dengan siswa dalam menciptakan suasana belajar
yang aktif dan menyenangkan.
4. Dalam menerapkan model pembelajaran Exclusive sebaiknya guru memilih
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Wini Tarmini, dan Budi Kadaryanto. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berorientasi Kemampuan Metakognitif Untuk Membentuk Karakter Literate dan Awareness Bagi Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Rawan Bencana. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. UNS-Solo
Arends, Richard, I. 2008. Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Djamarah dan Zain. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Joyce, Bruce & Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. Amerika: A. Pearson Education Company
Oemar, Hamalik . 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Sagala, Syaiful H. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta Sardiman A. M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Sari, Suci Wulan. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Dan Tipe Kepribadian Siswa Terhadap Hasil Belajar Fisika Pada SMP Swasta Di Kecamatan Medan Area dalam http://library.unimed.ac.id diakses 10 Juni 2013
Setiawan, Fitrajaya, Mardiyanti. 2010. Penerapan Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Untuk Meningkatkan Pemahaman Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Jurnal Pendidikan
Teknologi Informasi dan Komunikasi, Vol 3. No 1. Hal. 7-10.
Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Kencana Prenada Jakarta: Media Group
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya
Sudrajat, Akhmat. “Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)” dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/ diakses 3 Juni 2013
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher