• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Ekologi Dan Teknik Budidaya Yang Berkaitan Dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (Vsd) Pada Tanaman Kakao

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Ekologi Dan Teknik Budidaya Yang Berkaitan Dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (Vsd) Pada Tanaman Kakao"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR EKOLOGI DAN TEKNIK BUDIDAYA YANG

BERKAITAN DENGAN EPIDEMI PENYAKIT VASCULAR

STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

KHAERATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor Ekologi dan Teknik Budidaya yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Khaerati

A352120191

(4)

RINGKASAN

KHAERATI. Faktor Ekologi dan Teknik Budidaya yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao. Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan EFI TODING TONDOK.

Penyakit VSD (Vascular streak dieback) disebabkan oleh Oncobasidium theobromae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia. Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada bagian-bagian vegetatif tanaman kakao terutama cabang dan daun. Gejala berupa klorosis pada daun menguning atau ada bercak-bercak hijau, jika dipetik atau disayat terdapat tiga buah noktah cokelat kehitaman pada bekas duduk daun dan terlihat garis-garis kecoklatan pada pembuluh xilem ranting dan batang yang dibelah membujur. Penyakit ini sudah menyerang semua daerah sentra kakao dan adanya kecenderungan peningkatan kejadian penyakit, sehingga pengetahuan tentang faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao perlu diketahui, untuk upaya pengendalian penyakit VSD.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao. Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2014 hingga April 2015, di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, yaitu Kecamatan Tinondo (≥ 700 m dpl), Kecamatan Mowewe (300-400 m dpl) dan Kecamatan Lambandia (≤ 100 m dpl).

Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data primer, analisis tanah, data sekunder dan analisis data. Data primer meliputi teknik budidaya, faktor lingkungan kebun dan menghitung keparahan penyakit VSD. Penelitian dilaksanakan pada tiga kecamatan dengan 42 responden, setiap kecamatan terdiri atas 14 responden.

Wawancara petani menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara tersebut meliputi: karakteristik petani kakao (nama, umur, pendidikan, pengalaman berkebun, luas kebun yang diusahakan), informasi budidaya kakao (sumber pengairan, bahan tanam, umur tanaman, jarak tanam, pola tanam, pemangkasan, pemupukan, teknik pengendalian penyakit VSD), hama dan penyakit tanaman kakao lainnya, dan produksi.

Penilaian tingkat keparahan penyakit VSD pada 42 kebun responden dengan cara skoring. Kebun responden dipilih secara purposive sampling berdasarkan kemudahan ditemui dan lokasi kebun kakao yang terjangkau. Penentuan sampel/tanaman pertama yang diamati menggunakan metode systematic random sampling dan tanaman selanjutnya dipilih secara zigzag. Jumlah tanaman kakao yang diamati ialah sebanyak 5% dari total tanaman kakao pada tiap kebun responden. Pengamatan persentase penutupan tajuk tanaman kakao dilakukan pada setiap kebun petani (dengan kategori rapat, sedang, dan jarang). Penghitungan keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai, dilakukan terhadap 20 tanaman, dimulai pada tanaman kakao paling dekat dari sungai hingga tanaman yang ke-20.

(5)

Data sekunder meliputi iklim makro (curah hujan, suhu dan kelembapan) selama 10 tahun terakhir (2003-2013). Data luas serangan VSD selama 6 tahun (2008, 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2014) dan data luas areal pertanaman kakao Kabupaten Kolaka Timur.

Analisis data dimulai dengan mengelompokkan keparahan penyakit menjadi dua kategori, kategori pertama kebun yang terserang penyakit VSD ringan (keparahan penyakit kurang ≤ 30%) dan kategori kedua kebun yang terserang penyakit VSD berat (keparahan penyakit > 30%). Data keparahan penyakit VSD di tabulasi silang dengan teknik budidaya dan faktor ekologi di uji menggunakan chi-kuadrat (χ2). Data keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai dibuat grafik untuk melihat polanya. Data cuaca (curah hujan, suhu, dan kelembaban) dari tahun 2003-2013 dibuat grafik disandingkan dengan luas serangan penyakit VSD untuk mengetahui ada atau tidak adanya korelasi. Hasil analisis tanah dari kebun kakao terserang berat dan ringan penyakit VSD dianalisis dengan uji t menggunakan SPSS statistik 19.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekologi yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah penutupan tajuk, jarak tanaman kakao dari sungai, kandungan unsur K, Mg dan Zn pada tanah. Kebun kakao yang penutupan tajuknya rapat dan letaknya lebih dekat ke sungai kondisinya lebih lembap sehingga tingkat keparahan VSD tinggi. Tanaman kakao yang kekurangan unsur kalium (K), kelebihan unsur magnesium (Mg) menyebabkan terganggunya serapan K dan kandungan Zn dari tanah dapat menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap serangan VSD.

Teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah pola tanam, penggunaan insektisida dan herbisida. Keparahan penyakit VSD pada kebun kakao monokultur lebih tinggi dibandingkan pada kebun campur karena jarak antar tanaman dan penutupan tajuknya lebih rapat. Penggunaan herbisida (88.09% responden) dan insektisida (83.33% responden) yang tinggi dapat meningkatkan keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao.

(6)

SUMMARY

KHAERATI. Ecological Factors and Agronomical Practices related to the Epidemics of Vascular Streak Dieback Disease of Cocoa. Supervised by SURYO WIYONO dan EFI TODING TONDOK.

VSD (Vascular Streak Dieback) caused by Oncobasidium theobromae is one of the important disease of cocoa in Indonesia. This disease may damage vegetative tissue especially on the branches and leaves. Leaf symptoms, including chlorosis of leaves with yellow or green spots, which if plucked or sliced, three blackened vascular traces are found on the pluck/slice wound. Brown streaks are seen on the xylem vessels of the leaf rib or branch that has been cut longitudinally. This disease has attacked all the cocoa production center the incidence disease is tend to increase. Because of that, the knowledge of ecological factors and agronomical practices related to the epidemics of vascular streak dieback disease of cocoa is important to investigate in order to formulate the best disease management of VSD.

The objectives of this research were to investigate ecological factors and agronomical practices related to the epidemic VSD disease of cacao and to identify the causes of epidemic of VSD disease. The study was conducted on February 2014 to April 2015. The location of the study was at East Kolaka Regency, South East Sulawesi, in the three sub districts namely Tinondo (≥ 700 m asl), Mowewe (300-400 m asl) and Lambandia (≤ 100 m asl).

The study was carried out by collecting primary data, secondary data, soil analysis and the subsequent analysis of the collected data. Primary data included environmental factors of the plantations, and the measurement of VSD disease severity in the field. The study was conducted in three districts with 42 respondents, 14 respondents from each district.

Structured questionnaires were used to interview farmers. The questions raised in the interview include; the profile of the cacao farmers (name, age, education, farming experience, size of the cocoa plantation), information on cacao cropping system (source of irrigation water, planting materials, age of crop, crop spacing, planting design/pattern, pruning, fertilization, VSD disease control methods, other cacao pests and diseases, and crop yield.

VSD disease severity was measuring by scoring for the cacao plantations of those belong to 42 respondent. The plantations were selected by purposive sampling method, depend on the ease access of the plantation and the readiness of the farmer/owner. The chosen first plant sample in the plantation was by systematic random sampling method and the rest of the plants were by zigzag method. The number of sampled plants was 5% of the total plants in the particular cacao plantation/farm.The percentage of canopy cover of cacao plants in each cacao plantation/farm was described either as dense, moderate, or as sparse. Measurement of VSD disease severity based on the distance to the river was performed on 20 plants. The observation was conducted starting from the nearest plant to the river to the furthest 20th plant.

(7)

macronutrients (N, P, K, Ca, Mg, and S) and micronutrients (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Al, and Cl) as well as C organic level and cation exchange capacity (CEC).

Secondary data comparised macroclimate (rainfall, temperature, and humidity) for the last 10 years (2003-2013), the area of VSD infection over a period of 6 years (2008, 2009, 2010, 2011, 2012, and 2014), and the area of cacao plantation in East Kolaka Regency.

For data analysis, at the first, VSD disease severity was grouped into two categories i.e. plantations with low VSD infection (disease severity ≤ 30%) and plantations with heavy VSD infection (disease severity > 30%). The data were then cross-tabulated with cultivation method and ecological factors before testing using chi square (χ2) analysis. VSD disease severity data which is based on the distance from the river were used to contruct graphs. Weather data (rainfall, temperature, and humidity) from year 2003 to 2013 was also made in a form graphs. Alignment between disease severity graph and weather graphs will give us the information about the trend of disease severity during the specific weather condition.Soil analysis results from different category of disease severity of cacao plantations were compared and analyzed using the t-test of SPSS 19.

The results of this research showed that the ecological factors related to VSD disease severity are canopy cover, distance of cacao plants to the river, and nutrient content (K, Mg, and Zn) of soil. Higher canopy cover of cocoa and farthest distance the river are high humidity causes the higher VSD disease severity. Lower K content, high Mg causes disruption of absorption K and Zn content from soil, causes increase susceptibility to disease VSD.

Agronomical practices related to VSD disease severity are cropping system and the use of insecticides and herbicides. Higher VSD disease severity on monoculture cropping system than agroforestry causes higher of the row planting and canopy cover. Application of herbicides (88.09% respondents) and insecticides (83.33% respondents) can increase the disease severity of VSD on cacao plantations.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Fitopatologi

FAKTOR EKOLOGI DAN TEKNIK BUDIDAYA YANG

BERKAITAN DENGAN EPIDEMI PENYAKIT VASCULAR

STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian berjudul faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD (Vascular streak dieback) pada tanaman kakao merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lambandia, Mowewe dan Tinondo, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Dr Ir Suryo Wiyono MScAgr sebagai ketua dan Dr Efi Toding Tondok SP MSc sebagai anggota, yang telah memberikan arahan, perhatian, bimbingan dan ide dalam penelitian dan penulisan tesis.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr Ir Abdul Munif MscAgr selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, Prof Dr Ir Risfaheri M.Si selaku Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian penulis ucapkan terima kasih.

Rasa hormat dan ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayahanda dan ibunda tercinta (almarhumah), suami (Hendra Hafid) dan anak-anak tersayang (Abdullah Afiq Jahran dan Fatimah Nur Afiqah) terima kasih atas dukungan, doa dan kasih sayangnya serta seluruh keluarga yang telah banyak membantu demi kelancaran penelitian dan penyelesaian tesis.

Terima kasih kepada teman-teman seangkatan fitopatologi 2012 atas semua bantuan, motivasi dan kebersamaan selama ini semoga jalinan persaudaraan akan selalu terjaga.

Terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembang Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan dan beasiswa dalam melanjutkan studi Program Pascasarjana di IPB kepada penulis.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan memperkaya khasanah keilmuan.

Bogor, November 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kakao (Theobroma cacao L.) 2

Penyakit Vascular Streak Dieback 3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit 4 3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Pengumpulan Data Primer 5

Analisis Tanah 6

Pengumpulan Data Sekunder 6

Analisis Data 6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Pertanaman Kakao 7

Karakteristik Petani 9

Hubungan antara Teknik Budidaya dan Epidemi Penyakit VSD 10 Hubungan antara Kondisi Lingkungan Kebun dan Epidemi

Penyakit VSD 13

Hubunngan antara Iklim Makro dan Epidemi Penyakit VSD 15 5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 16

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

1 Skor gejala penyakit VSD 5

2 Karakteristik petani responden (N=42) 9

3 Hubungan antara klon dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi

penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²) 10

4 Insektisida dan fungisida yang digunakan pada pertanaman kakao

Kabupaten Kolaka Timur 11

5 Herbisida yang digunakan pada pertanaman kakao di Kabupaten Kolaka

Timur 12

6 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dan epidemi penyakit VSD

berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²) 13

7 Uji T hasil analisis tanah yang terserang penyakit VSD ringan dan berat 15

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara 7

2 Gejala penyakit VSD pada pertanaman kakao 8

3 Rata-rata keparahan penyakit VSD di Kecamatan Lambandia, Tinondo

dan Mowewe 9

4 Keparahan penyakit VSD berkaitan dengan jarak kebun kakao dari

sungai 14

5 Suhu rata-rata Kabupaten Kolaka 16

6 Fluktuasi curah hujan tahunan (mm) di Kabupaten Kolaka 16

7 Kelembapan rata-rata di Kabupaten Kolaka 17

8 Luas serangan penyakit VSD di Kabupaten Kolaka 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner

21

2 Hubungan antara klon dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi

penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²) 24

3 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dan epidemi penyakit VSD

berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²) 27

4 Suhu rata-rata tahun 2004-2013 Kabupaten Kolaka 28 5 Curah hujan tahunan (mm) tahun2004-2013 Kabupaten Kolaka 29 6 Kelembapan rata-rata 2004-2013 Kabupaten Kolaka 30

7 Luas serangan VSD (ha) di Kabupaten Kolaka 30

8 Hasil analisis tanah 31

9 Keparahan penyakit VSD (%) Kecamatan Lambandia, Tinondo dan

Mowewe 32

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi potensial sebagai salah satu komoditas internasional. Produksi kakao di dunia diperkirakan mencapai 4 232 000 ton pada tahun 2014/2015 (ICCO 2015). Indonesia menyumbang sekitar 10.19% produksi kakao secara global yaitu 440 000 ton kakao.Namun, jumlah ini masih kalah dari Pantai Gading dengan produksi mencapai 1 511 000 ton dan Ghana mencapai 1 025 000 ton. Kedua negara asal Afrika ini merupakan penghasil utama kakao di dunia yaitu 74.8% (ICC0 2013). Luas area kakao di Indonesia hingga tahun 2014 mencapai sekitar 1 643 338 ha, yang terbagi ke dalam beberapa daerah sentra produksi diantaranya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Timur dan lain-lain (Ditjenbun 2014).

Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 mencapai 244 031 ha (Ditjenbun 2014). Produktivitasnya masih rendah, yakni 830 kg/ha/thn padahal potensinya dapat mencapai 2000 kg/ha/thn. Rendahnya produksi kakao karena adanya kendala dalam budidaya kakao di antaranya akibat serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit utama kakao di antaranya adalah penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl.), penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella), penyakit kanker batang (Phytophthora palmivora

Butl.), penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.) dan penyakit VSD (Vascularstreakdieback).

Penyakit VSD di Indonesia pertama kali ditemukan di Pulau Sebatik, perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur pada tahun 1983. Penyebarannya telah meluas ke daerah-daerah sentra produksi kakao termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Maluku Utara, Kalimantan Timur dan Sulawesi. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produksi kakao di Indonesia sekitar 30-45% pada tanaman dewasa (Anita-Sari dan Susilo 2013), sedangkan di Asia-Oseania kehilangan hasil akibat serangan VSD ditaksir mencapai 30 000 ton biji kering yang setara dengan US $ 28 000 000 pada tahun 2001 (Bowers et al. 2001).

Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan (BBPPTP) melaporkan bahwa luas area serangan penyakit VSD pada tahun 2014 mencapai 951 823.30 ha dengan total kehilangan hasil diperkirakan 4 379.87 ton/ha pada 10 provinsi wilayah kerja BBPPTP. Wilayah kerja BBPPTP terdiri atas Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat (BBPPTP 2014).

Penyakit VSD disebabkan oleh Oncobasidium theobromae atau disebut

(16)

2

buah noktah berwarna coklat kehitaman. Ranting yang dibelah membujur terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem. Daun kemudian gugur dan pada serangan lebih lanjut menyebabkan kematian jaringan yang dapat menjalar sampai ke cabang atau bahkan ke batang pokok. Diduga penyakit VSD ini akan mengalami kecenderungan peningkatan luas serangan penyakit setiap tahun, sehingga serangan VSD dapat menjadi permasalahan serius yang harus segera diatasi untuk menjaga keberlanjutan produksi kakao nasional.

Pengetahuan tentang epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao sangat penting, untuk mendukung upaya pengendalian penyakit VSD. Informasi tentang faktor lingkungan dan teknik budidaya yang mempengaruhi epidemi penyakit VSD belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao.

Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD, untuk mendukung upaya pengendalian penyakit VSD pada tanaman kakao

TINJAUAN PUSTAKA

Kakao (Theobromacacao)

Kakao (Theobroma cacao) berasal dari lembah Amazon dan daerah tropis lainnya di wilayah Amerika Selatan dan Tengah (Wood dan Lass 1985). Tanaman kakao pertama masuk ke Indonesia diperkirakan dibawa oleh orang Spanyol pada tahun 1560, yaitu ke Pulau Sulawesi (Wahyudi dan Misnawi 2015). Jenis habitat asli tanaman kakao adalah hutan hujan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan relatif tetap. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Kakao lindak (bulk cocoa) merupakan kakao bermutu sedang, warna buah hijau, tidak ada pigmen antosianin, perikarp tebal dan keras, mesokarp kaya lignin (Rubiyo 2013). Selain itu, diusahakan jenis kakao lainnya adalah kakao mulia (fine flavour cocoa) oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kakao mulia warna buah hijau atau agak merah karena adanya pigmen antosianin, perikarp agak kasar, tipis dan lunak mesokarp mengandung lignin, biji bulat dan kotiledon putih, cenderung lebih rentan terhadap penyakit (Rubiyo 2013).

(17)

3 produktivitas dan kualitas kakao di Sulawesi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya hama dan penyakit, penurunan kesuburan tanah, bahan tanaman yang kualitas rendah dan kurang penanganan pasca panen (Saxbol 2014).

Penyakit Vascular Streak Dieback

Penyakit VSD pertama kali ditemukan di perkebunan kakao Papua Nugini pada tahun 1960-an dan menjadi epidemi setelah 10 tahun menyerang tanaman kakao (Keane 1992). Penyakit VSD telah menyerang di kawasan Asia Tenggara sampai Melanesia (Samuels et al. 2011). Sejauh ini, penyakit VSD belum ditemukan di Afrika Barat, Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang juga merupakan sentra produksi kakao dunia (Keane 2001).

Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan O. theobromae. Menurut Talbot dan Keane (1971), cendawan O. theobromae dapat diklasifikasikan sebagai

Spesies : Oncobasidium theobromae, Ceratobasidium theobromae comb. nov. (Samuels et al. 2011).

Penyakit (VSD) yang disebabkan oleh infeksi O. theobromae merupakan penyakit penting tanaman kakao yang menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian vegetatif tanaman (Guest dan Keane 2007).

Cendawan O. theobromae menginfeksi tanaman kakao hanya melalui daun muda. Spora yang jatuh pada daun muda kemudian berkecambah dan mengkolonisasi pembuluh xilem sehingga menyebabkan jaringan pembuluh menjadi kecoklatan. Setelah menginfeksi bagian lamina, pelepah dan tangkai daun, akhirnya mencapai cabang (Samuels et al. 2011). Cendawan O. theobromae

berada dalam berkas pembuluh (xilem) sehingga mengakibatkan kerusakan (Keane 1992). Menurut Guest dan Keane (2007) pada bekas daun gugur dapat muncul hifa cendawan O. theobromae dari berkas pembuluh yang telah terinfeksi jika berada dalam kondisi lembab, kemudian berkembang membentuk

basidiocarp berwarna putih. Pembentukan basiodiospora terjadi setelah tengah malam sampai pagi. Ukuran panjang basidiospora O. theobromae 15-25 µm dan lebar 6.5-8.5 µm (Talbot dan Keane 1971).

Penularan penyakit VSD ke tanaman lain melalui basidiospora yang dapat diterbangkan dengan perkiraan jarak 200 m. Spora tidak tahan sinar ultraviolet, sehingga apabila terkena sinar matahari selama 30 menit menjadi tidak infektif. Penyakit ini umumnya menginfeksi tanaman kakao dan juga di laporkan di temukan pada tanaman alpukat (Samuels et al. 2011).

Infeksi penyakit VSD pada fase bibit dapat menimbulkan kematian tanaman hingga 50% setelah bibit dipindah ke lapang (Keane 2000). Penyakit ini paling merusak pada bibit berumur kurang dari 10 bulan (Keane 1992).

(18)

4

mengenai karakter cendawan tersebut, dan kesulitan mengembangbiakannya pada media buatan. Samuels et al. (2011) menyatakan bahwa O. theobromae tidak menghasilkan spora seksual dan aseksual pada media buatan, patogen ini hanya dapat bertahan selama satu minggu pada media corticium.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Faktor penyebab dalam epidemi penyakit yang berpengaruh diantaranya adalah konsep timbulnya penyakit dinyatakan bahwa ada interaksi antara inang, patogen, lingkungan, dan manusia yang saling mendukung dalam waktu yang cukup untuk terjadinya penyakit. Pengaruh tanaman inang terhadap epidemi penyakit tanaman meliputi faktor internal dan eksternal (ketahanan genetik tanaman, keseragaman genetik tanaman, tipe tanaman dan umur tanaman).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit paling utama adalah suhu dan kelembapan di permukaan tanaman, nutrisi tanah, cahaya dan pH (Agrios 2005). Kelembapan mempengaruhi perkembangan penyakit dalam proses infeksi/penetrasi germinasi spora dan dispersi/penyebaran spora, sumber kelembapan dapat berasal dari air hujan, irigasi, dan kelembaban relatif udara. Hujan mempunyai peranan penting dalam epidemi penyakit, dimana pada umumnya epidemi penyakit timbul pada awal musim hujan karena patogen memerlukan kelembaban tinggi dan kebasahan daun untuk perkembangannya. Suhu mempengaruhi penyakit tanaman karena penyakit akan mengalami perkembangan yang cepat terjadi pada saat suhu optimal, tetapi dibawah atau diatas suhu tersebut perkembangannya menjadi terhambat. Angin berpengaruh terhadap perkembangan penyakit melalui peranannya dalam penyebaran inokulum, derajat keasaman (pH) tanah, nutrisi tanaman dan pestisida.

Cendawan O. theobromae dapat bersporulasi jika suhu pada malam hari dibawah 26 °C, dengan kelembapan diatas 95% dan kondisi basah selama 6 jam (Dennis dan Holderness 1992). Sporulasi terjadi terutama di malam hari jika hujan pada sore hari. Curah hujan menyediakan kondisi basah lebih awal sehingga memudahkan patogen O. theobromae dalam proses pembentuk spora. Menurut Keane (1981) mengatakan bahwa ada korelasi antara kejadian penyakit VSD dengan curah hujan bulanan total, namun tidak ada korelasi antara volume curah hujan dan jumlah spora yang terbentuk pada malam (Dennis dan Holderness 1992). Laju perkembangan penyakit berkorelasi erat dengan adanya curah hujan selama beberapa bulan sebelumnya. Di Papua Nugini dan Malaysia Barat penyakit VSD paling tinggi terjadi di daerah basah dengan curah hujan tahunan melebihi 2.500 mm (Guest dan Keane 2007).Tingkat kenaikan penyakit 0,3 per unit per bulan (Keane 1981). Penyakit ini paling merusak jika menginfeksi pada bibit kakao berumur kurang dari 10 bulan (sebelum jorquetting dari tunas apikal).

(19)

5 tanaman yang tidak tepat (jarak tanam, pohon penaung, terasering, drainase), dan pemeliharaan tanaman yang minim (pemangkasan tanaman dan penaung, pemupukan, sanitasi kebun dan pengendalian hama dan penyakit).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2014 hingga April 2015 di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian terdiri atas tiga wilayah yang berbeda ketinggian yaitu Kecamatan Tinondo (≥ 700 m dpl, Kecamatan Mowewe (± 300-400 m dpl), dan Kecamatan Lambandia (≤ 100 m dpl).

Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan mewawancarai 42 petani dan dilanjutkan mengukur keparahan penyakit VSD pada kebun petani, dimana setiap kecamatan terdiri atas 14 petani yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan kemudahan ditemui dan lokasi kebun kakao yang terjangkau. Wawancara petani kakao dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara tersebut meliputi : karakteristik petani kakao (nama, umur, pendidikan, pengalaman berkebun, luas kebun yang diusahakan, status kepemilikan lahan), informasi budidaya kakao (sumber pengairan, bahan tanam yang digunakan, umur tanaman, jarak tanam, pola tanam, pemangkasan, pemupukan, teknik pengendalian penyakit VSD), hama dan penyakit tanaman kakao lainnya, hasil produksi.

Pengamatan langsung persentase penutupan tajuk tanaman kakao pada setiap kebun petani (berdasarkan kategori rapat, sedang, dan jarang) dan menghitung keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai (jika kebun yang dijadikan sampel penelitian berada di dekat sungai). Pengamatan dilakukan terhadap 20 tanaman, dimulai pada tanaman kakao paling dekat dari sungai hingga tanaman yang ke-20 dari sungai.

Keparahan penyakit VSD pada masing-masing kebun petani dinilai dengan metode systematic random sampling yaitu penarikan contoh secara acak tanaman kakao yang pertama, dan kemudian tanaman selanjutnya dipilih secara zigzag. Jumlah tanaman kakao yang diamati adalah sebanyak 5% dari total tanaman kakao pada kebun yang menjadi lokasi penelitian. Penilaian keparahan penyakit dengan skoring sebagai berikut:

Tabel 1 Skor gejala penyakit VSD Skor % ranting bergejala penyakit VSD

0 1 2 3 4

(20)

6

Nilai skoring yang diperoleh digunakan untuk menghitung keparahan penyakit dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

KP= Keparahan penyakit

ni= Jumlah tanaman yang bergejala skala ke-i

vi= Nilai skala dari tiap kategori serangan dari i = 0,1,2,3,4 Z= Nilai skala tertinggi

N= Jumlah tanaman yang diamati

Analisis tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap sepuluh sampel yang telah dikompositkan, lima sampel tanah dari kebun kakao terserang penyakit VSD ringan (≤ 30%) dan lima sampel tanah dari kebun terserang penyakit VSD berat (> 30%). Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Unsur hara yang dianalisis adalah unsur makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Al dan Cl), serta C organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).

Pengumpulan data sekunder

Atlas Zona Agroekologi Indonesia, Sulawesi dan Maluku diperoleh dari BPTP (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian) Kendari, Sulawesi Tenggara. Data suhu, curah hujan dan kelembapan 10 tahun terakhir (2003-2013) diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Data luas serangan VSD selama 6 tahun (2008, 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2014) diperoleh dari UPTD BPTP (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura) Dinas Perkebunan Powatu Kendari, Sulawesi Tenggara. Data luas areal pertanaman kakao Kabupaten Kolaka Timur didapatkan dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka.

Analisis Data

Keparahan penyakit VSD dikelompokkan menjadi dua kategori, kategori pertama kebun yang terserang penyakit VSD ringan (keparahan penyakit kurang ≤ 30%) dan kategori kedua kebun yang terserang penyakit VSD berat (keparahan penyakit > 30%).

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Pertanaman Kakao

Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah sekitar 3 634.74 km2, dengan letak 2’00-5’00 LS dan 120’45-124’06 LT. Luas pertanaman kakao 66 082.65 ha dengan hasil produksi 320 232.50 kg/ha. Keseluruhan areal tanaman terdiri atas 14 707.10 ha tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM) 41 406.70 ha dan 10 650.85 ha tanaman tua dan rusak (Disbun Kab. Kolaka 2014). Luas pertanaman kakao pada tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian adalah 36 369.5 ha, terdiri dari Kecamatan Tinondo 2 498 ha, Kecamatan Mowewe 2 233 ha dan Kecamatan Lambandia 31 638.50 ha (Disbun Kab. Kolaka 2014).

Sifat agroekologi Kecamatan Tinondo dengan elevasi ≥ 700 m dpl, suhu sejuk, lembap, fisiografi berupa pegunungan dan perbukitan, lereng > 40%, klafisikasi tanah : hapluduits, hapludalfs, dystrudelps, eutrudepts, hapludands,

udorthents. Kecamatan Mowewe dengan elevasi: ± 300-400 m dpl, suhu panas, kelembapan agak kering, fisiografi berupa perbukitan. Lereng > 15-40%, klasifikasi tanah : haplustepts, haplutalfs, haplustults, haplustoxs, haplustolls. Kecamatan Lambandia elevasi < 100 m dpl, suhu panas, kelembapan agak kering, fisiografi dataran lereng < 8%, Klasifikasi tanah: haplustepts, haplustalfs,

haplustults, haplusterts, haplustolls, ustipsamments (Puslitbangtanak 2002).

Gambar 1 Peta lokasi penelitiaan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara

Kolaka

Kec. Tinondo

Kec. Mowewe

(22)

8

Gambar 2 Gejala Penyakit VSD pada tanaman kakao, daun klorosis berwarna kuning kecoklatan (a), tiga buah noktah cokelat kehitaman pada bekas duduk daun (b, c), dan jaringan xilem yang kecoklatan (d)

Petani kakao di Kabupaten Kolaka Timur umumnya belum mengetahui tentang adanya serangan penyakit VSD (90% responden), sehingga upaya untuk mengendalikan penyakit VSD tidak dilakukan. Bahkan responden yang 10% sudah mengetahui tentang adanya penyakit VSD juga tidak melakukan upaya pengendalian penyakit VSD. Hal ini diduga karena kurangnya sosialisasi tentang penyakit VSD dan cara pengendalian. Penyebab lainnya karena cendawan O. theobromae menyerang sistem pembuluh tanaman sehingga gejalanya tidak nampak secara kasat mata, kecuali jika serangan sudah berat.

Gejala penyakit VSD sangat mudah dikenali yaitu daun menguning atau ada bercak-bercak hijau atau kuning kecoklatan, jika dipetik atau disayat terdapat tiga buah noktah cokelat kehitaman pada bekas duduk daun. Ranting dan batang yang dibelah membujur akan terlihat garis-garis cokelat pada jaringan xilem yang bermuara pada bekas duduk daun (Gambar 2).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyakit VSD ditemukan di semua kebun kakao petani responden. Rata-rata keparahan penyakit dari tiga lokasi penelitian adalah tertinggi pada Kecamatan Lambandia 57.84%, diikuti Kecamatan Mowewe 41.63% dan terendah di Kecamatan Tinondo 39.72% (Gambar 3).

c

a b

(23)

9

Gambar 3 Rata-rata keparahan penyakit VSD di Kecamatan Lambandia, Tinondo dan Mowewe (bulan Maret hingga Juni 2014)

Karakteristik Petani

Responden umumnya berumur antara 30 hingga lebih 60 tahun. Populasi umur responden yang tergolong umur produktif tertinggi pada umur 45 sampai 60 tahun (38.10%), diikuti umur 30 sampai 45 tahun (30.95%). Petani dalam kategori umur produktif memiliki kemampuan fisik yang memadai sehingga memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Persentase kelompok umur diatas 60 tahun sebanyak 21.43%.

Tabel 2 Karakteristik petani responden (N = 42) Karakteristik Jumlah responden (%)

1. Kelompok Umur

3. Pengalaman Berusahatani Kakao (tahun)

< 2 2.38

2-5 2.38

6-10 4.76

(24)

10

Data tingkat pendidikan formal responden adalah sebagian besar tingkat pendidikan SD (61.90%) selebihnya SMP (23.81 %), SMA (9.52 %) bahkan ada perguruan tinggi (4.76%). Pengalaman responden berusahatani tanaman kakao umumnya sudah lebih 10 tahun (90.48 %) dengan rata-rata 18 tahun (Tabel 1).

Pengalaman petani dalam berusahatani berpengaruh terhadap cara mengadopsi suatu inovasi, seharusnya semakin lama pengalaman usahatani maka tingkat mengadopsi suatu teknologi akan semakin tinggi. Namun petani kakao di lokasi penelitian 59.53% berumur 45 tahun keatas dan 61.90 % pendidikan SD. Petani kakao umumnya sudah tua dan pendidikan rendah, hal ini sangat mempengaruhi kemampuan petani dalam mendapatkan informasi dan adopsi teknologi. Dampaknya pengetahuan petani tentang penyakit VSD sangat rendah dan tidak adanya upaya pengendalian penyakit VSD, sehingga epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur semakin meningkat.

Petani kakao di Kabupaten Kolaka Timur yang telah mengetahui tentang penyakit VSD (10%) merupakan petani yang aktif mengikuti kegiatan dan pelatihan sosialisasi tentang budidaya tanaman kakao, umur responden 45-50 tahun, tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA pengalaman berkebun sudah lebih dari 15 tahun.

Hubungan antara Teknik Budidaya dan Epidemi Penyakit VSD

Berdasarkan analisis Chi-kuadrat, faktor teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah pola tanam, penggunaan insektisida dan herbisida (P< 0.05;) (Tabel 2; Lampiran2).

Pola tanam perkebunan kakao berasosiasi sangat nyata dengan epidemi penyakit VSD. Budidaya tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur umumnya menggunakan pola tanam sistem monokultur. Pola tanam sistem monokultur menyebabkan jarak antar kakao lebih dekat dibanding sistem agroforestri sehingga memudahkan penularan penyakit, kesuburan tanah cepat menurun dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Mahrizal et al. 2013). Pola tanam Tabel 3 Hubungan antara bahan tanam dan beberapa teknik budidaya dengan

epidemi penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat (χ²)

Faktor Uji χ²

Nilai χ² P

1. Bahan tanam 2.289 0.318

2. Teknik budidaya

Pola tanam 8.076 0.004*

Penggunaan herbisida 4.666 0.030*

Penggunaan insektisida 11.656 0.008*

Sambung samping 0.224 0.635

(25)

11 sistem monokultur menyebabkan keparahan penyakit VSD lebih tinggi dibandingkan pada pola tanam agroforestri (kebun campur).

Sistem agroforestri dapat mengurangi keparahan penyakit VSD karena jarak antar tanaman kakao berjauhan sehingga penutupan tajuk menjadi tidak rapat dan sanitasi kebun menjadi lebih baik. Menurut Mahrizal et al. (2013) sistem agroforestri menyebabkan terjaganya lingkungan dan keanekaragaman hayati, mengurangi rumput, ilalang, dan tanaman pengganggu lainnya.

Aplikasi insektisida umumnya dilakukan petani untuk menekan serangan hama khususnya PBK dan Helopelthis. Semakin tinggi serangan hama dan penyakit maka penggunaan insektisida semakin tinggi pula. Umumnya aplikasi insektisida lebih dari 10 kali dalam 1 tahun. Para petani kakao memulai aplikasi insektisida jika sudah muncul buah, hal ini dilakukan setiap 7 hari sekali. Responden yang menggunakan insektisida sebanyak 83.33% dari total responden. Bahan aktif insektisida yang paling banyak digunakan adalah lamda sihalotrin 25 g/l dan Fipronil 50 g/l (Tabel 3). Dampak penggunaan insektisida (lamda sihalotrin 25 g/l, Fipronil 50 g/l, Sipermetrin 50 g/l, Chlorpyrifos 400 g/l,

Deltamethrin 25 g/l) pada tanaman kakao perlu penelitian lebih lanjut. Menurut Fidalgo et al. (1993) penggunaan insektisida delthamethrin pada tanaman kentang mempengaruhi fisiologis tanaman kentang yaitu menyebabkan tingginya kadar

Ribulaose bisphosphate carboxylase/oxygenase (RuBisCo) dan tingginya kandungan klorofil pada daun sehingga menghambat proses penuaan tanaman.

Penggunaan fungisida sangat rendah hanya ditemukan 1 responden dari keseluruhan responden yang diamati. Fungisida yang digunakan adalah bahan aktif Mankozeb 80%. Hal ini terjadi karena penggunaan fungisida tidak efektif untuk mengendalikan penyakit VSD pada tanaman kakao yang sudah menghasilkan. Menurut Aini (2014) aplikasi fungisida berbahan aktif Flutriafol,

Azoxystrobin dan Difenoconazole efektif untuk mengendalikan penyakit VSD pada tanaman yang belum menghasilkan, namun tidak efektif pada tanaman kakao yang sudah menghasilkan. Menurut Prior (1989) Ketidakefektifan aplikasi fungisida dengan cara menyiram pada tanah dan daun diduga karena komponen tersebut tidak dapat terakumulasi pada daun muda saat infeksi terjadi.

Tabel 4 Insektisida dan fungisida yang digunakan pada pertanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur

No. Bahan aktif Jumlah responden

(26)

12

Tabel 5 Herbisida yang digunakan pada pertanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur

No. Bahan aktif Jumlah responden

1 Parakuat diklorida (276 g/l) 20

2 IPA glifosat (480 g/l) 17

3 Parakuat diklorida 297 g/l (setara dengan ion parakuat 215 g/l Metil metsulfuron 11 g/l)

3

Penggunaan herbisida berkaitan dengan epidemi penyakit VSD, dimana responden yang menggunakan herbisida 88.09% dari total responden. Bahan aktif yang digunakan umumnya adalah parakuat diklorida 276 g/ l dan IPA glifosat 480 g/l) (Tabel 4). Aplikasi herbisida yang tinggi disekitar pertanaman kakao diduga menyebabkan tanaman menjadi lemah dan lebih rentan terhadap serangan penyakit. Aplikasi herbisida selain untuk menekan gulma juga dapat menyebabkan gangguan proses fisiologis pada tanaman non target (Sanyal and Shrestha 2008). Herbisida glifosfat mempengaruhi fisiologi tanaman non target pada mekanisme fotosintesis, biosintesis klorofil, menyebabkan stres, dan menghambat pertumbuhan tanaman (Gomes et al. 2014). Aurelie et al. (2011) menyatakan bahwa aplikasi herbisida dapat menyebabkan cekaman pada tanaman yaitu dehidrasi jaringan, perubahan membran sel, penurunan potensial osmotik dan akumulasi prolin pada daun. Selain itu, menurut Pessarakli (2011) herbisida dapat menyebabkan perubahan dalam kejadian dan keparahan pada beberapa penyakit tanaman, dengan cara mempengaruhi patogen tanaman. Herbisida juga dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air, membunuh mikroorganisme yang bukan target, banyak rantai makanan terputus, sehingga ekosistem menjadi tidak stabil (Galhano et al. 2011).

Faktor-faktor yang tidak berasosiasi nyata dengan keparahan penyakit adalah bahan tanam, sambung samping, penggunaan pupuk organik, pemangkasan dan pemupukan N, P, K. Penggunaan bahan tanam tidak berasosiasi dengan kejadian penyakit VSD, adapun bahan tanam yang digunakan adalah bahan tanam lokal dan hibrida. Bahan tanam hibrida yang dimaksud adalah bahan tanaman yang berasal dari bantuan pemerintah (bahan tanam F1, Sulawesi 1 , dan Sulawesi 2) dan bahan tanam lokal adalah bahan tanaman yang berasal dari biji yang sumbernya dari buah kakao petani lainnya.

Tanaman kakao di lokasi penelitian yang sudah sambung samping menggunakan klon Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 juga tampak terinfeksi penyakit VSD. Sehingga adanya sambung samping pada tanaman kakao tidak terkait dengan epidemi penyakit VSD di lokasi penelitian.

Pemupukan N, P, K dan pupuk organik tidak berassosiasi dengan kejadian penyakit VSD, karena umumnya petani menggunakan pupuk di bawah dosis yang dianjurkan, selain itu sebagian petani sudah tidak melakukan pemupukan selama beberapa tahun. Penggunaan pupuk organik di lokasi penelitian sangat rendah hanya dilakukan oleh dua responden.

(27)

13 Hubungan antara Faktor Lingkungan Kebun dan Epidemi Penyakit VSD

Berdasarkan analisis chi-kuadrat faktor lingkungan kebun yang berkaitan terhadap epidemi serangan penyakit VSD di Kabupaten Kolaka Timur adalah penutupan tajuk (P=0.00006)(Tabel 5). Faktor lainnya ketinggian kebun, pH tanah, umur tanaman kakao dan luas lahan kakao tidak terkait dengan epidemi penyakit VSD.

Penutupan tajuk (rapat, sedang dan jarang) berkaitan dengan epidemi penyakit VSD, hal ini terjadi karena pada tanaman kakao umumnya dibudidayakan tanpa pemangkasan sehingga kondisi naungan kanopi kakao menjadi rapat menyebabkan berkurangnya pergerakan udara, mengurangi masuknya sinar matahari, dan meningkatkan kelembapan udara. Hal tersebut memudahkan berkembangnya patogen O. theobromae penyebab penyakit VSD.

Kebun kakao yang memiliki tajuk tanaman kakao yang tidak rapat atau jarang, ditemukan lebih rendah terserang penyakit VSD karena kondisi kebun yang sirkulasi udara baik dan adanya paparan sinar matahari langsung. Menurut Keane (1981) paparan sinar matahari langsung selama 12 menit dapat mengurangi perkecambahan spora hingga 95%, sedangkan paparan cahaya matahari secara tidak langsung membutuhkan waktu 20 menit dapat mengurangi perkecambahan spora O. theobromae hingga 80%. Terjadinya penutupan tajuk yang rapat disebabkan oleh petani tidak melakukan pemangkasan pemeliharaan melainkan hanya memangkas tunas air. Pemangkasan pemeliharaan adalah mengurangi sebagian daun yang rimbun di tajuk tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindungi atau yang menaungi, memotong cabang yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman dan diameter kurang dari 2.5 cm, mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi aliran udara di dalam kebun. Menurut Guest dan Keane (2007) menyatakan bahwa pengendalian VSD dengan cara pemangkasan cabang-cabang terinfeksi 30 cm dari bagian pembuluh xilem yang berwarna cokelat secara rutin setiap dua minggu sekali selama hampir 2 tahun dapat menekan serangan VSD hingga tingkat serangan di bawah 1% sedangkan tanaman yang tidak dilakukan pemangkasan terjadi peningkatan intensitas serangan VSD dari 30% menjadi 90%.

Ketinggian tempat tidak terkait dengan epidemi penyakit VSD. Kecamatan Tinondo adalah daerah paling tinggi yaitu 706-918 m dpl dan diikuti Kecamatan Mowewe berada pada ketinggian 317-444 m dpl, kedua kecamatan ini keparahan Tabel 6 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dengan epidemi penyakit VSD

Faktor Uji χ²

Nilai χ² P

Ketinggian kebun 2.488 0.288

pH tanah 1.045 0.306

Penutupan tajuk 19.285 0.000*

Umur tanaman kakao 0.38 0.537

Luas lahan 2.321 0.313

(28)

14

penyakit VSD lebih rendah dibandingkan Kecamatan Lambandia ketinggian 60-100 m dpl.

Keasaman (pH) juga tidak terkait dengan epidemi penyakit VSD, dimana keparahan penyakit VSD yang ringan kisaran pH tanah adalah 3.9-4.6, sedangkan keparahan penyakit VSD berat adalah sekitar 4.4-4.9 (Tabel 5). Tanah perkebunan kakao di Kabupaten Kolaka Timur umumnya masam.

Umur tanaman kakao pada lokasi penelitian bervariasi berkisar 6-30 tahun, dengan rata-rata tanaman berumur 18 tahun. Umur tanaman kakao tidak terkait dengan epidemi penyakit VSD, hal ini terjadi karena penyakit VSD menyerang semua stadia pertumbuhan tanaman kakao mulai dari pembibitan sampai tanaman sudah menghasilkan.

Jarak pertanaman kakao dari sungai juga diamati dan dianalisis untuk melihat keparahan penyakit VSD. Hasil penelitian menunjukkan jarak dari sungai berkaitan dengan keparahan penyakit VSD. Kebun kakao yang tanahnya miring terlihat bahwa pada jarak 3 m dan 6 m dari sungai tingkat keparahan penyakit VSD masing-masing sekitar 35% dan 50%, sedangkan jarak terjauh 48 m sampai 60 m dari sungai keparahan penyakit VSD berkurang hingga 0% (Gambar 4). Demikian juga pada kebun kakao yang tanah datar semakin dekat dari sungai keparahan penyakit VSD semakin tinggi terlihat pada jarak 3 m keparahan penyakit VSD 60%, sedangkan pada tanaman kakao berada pada jarak 60 m dari sungai keparahan penyakit VSD semakin rendah hingga 14.33% (Gambar 4). Kebun kakao yang dekat dengan sungai diduga kelembaban udara dan kadar air tanah tinggi, sehingga menyebabkan keparahan penyakit VSD lebih tinggi dibandingkan pada tanaman kakao yang jauh dari sungai. Menurut Dennis dan Holderness (1992) menyatakan bahwa cendawan O. theobromae berkembang baik pada keadaan basah dan lembab, tingkat kelembapan diatas 95% pada malam hari menghasilkan kondensasi air bebas yang sangat penting untuk terjadinya infeksi.

(29)

15 Tabel 7 Uji T hasil analisis tanah yang terserang penyakit VSD ringan dan berat

Sifat Kimia Tanah *=berbeda nyata (P<0.05) berdasarkan uji t; Tanpa asteriks= tidak berbeda nyata berdasarkan uji t

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa berdasarkan uji t unsur hara K, Mg, dan Zn berkaitan dengan epidemi penyakit VSD (Tabel 6). Unsur K berfungsi membantu aktivasi enzim, aktivitas stomata, fotosintesis, sintesis protein, transportasi air dan hara, meningkatkan ketahanan terhadap cekaman (kekeringan, dingin, salinitas) dan serangan penyakit (Oosterhuis et al.

2013). Diduga bahwa unsur K yang rendah pada sampel tanah tanaman kakao menyebabkan menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit VSD. Hal ini terjadi seperti pada serangan penyakit busuk batang (Sclerotium oryzae Catt.) pada padi di Arkansas akan meningkat jika kekurangan hara K (Wang et al.

2013).

Pada sampel tanah dengan keparahan penyakit VSD berat, kandungan Mg sangat tinggi (4.31 cmol/kg). Hal ini akan menyebabkan serapan K terganggu dan berkurang. Ketiga unsur hara K, Ca dan Mg memiliki interaksi bersifat antagonis. Tingginya konsentrasi Ca dan atau Mg, menyebabkan terganggunya serapan K.

(30)

16

Hubungan antara Iklim Makro dan Epidemi Penyakit VSD

Secara umum hubungan antara faktor iklim makro (suhu, curah hujan, kelembapan) dengan luas serangan VSD tidak dapat di analisis (Gambar 5, 6, 7, 8), karena luas serangan VSD turun drastis melalui program rehabilitasi kebun kakao yaitu gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional dari tahun 2009 hingga 2014. Penebangan pohon kakao secara besar-besaran dengan cara sambung samping/pucuk. Metode penggantian tajuk dengan menggunakan metode sambung samping (side cleft grafting) atau sambung pucuk (top grafting) menggunakan klon tahan pada tanaman rentan diharapkan mampu mempersempit ruang infeksi O. theobromae pada tajuk tanaman dan menyelamatkan produktivitas (Santoso et al. 2013).

26.5

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

S

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(31)

17

Gambar 7 Kelembapan rata-rata di Kabupaten Kolaka (BMKG, Stasiun Meteorologi Pomalaa 2014)

Gambar 8 Luas serangan penyakit VSD di Kabupaten Kolaka (BPTPH 2014) Suhu udara di Kabupaten Kolaka berkisar antara 26.4-31.4 °C, dimana telah terjadi peningkatan suhu rata-rata 0.8 °C berdasarkan pengamatan selama 10 tahun terakhir (2003-2013). Peningkatan suhu dapat meningkatkan stres pada tanaman, gejalanya adalah tanaman layu, daun seperti terbakar, terlipat dan terjadinya absisi, sedangkan secara fisiologis terjadi perubahan metabolisme RNA dan sintesis protein, enzim, isoenzim, dan hormon pertumbuhan (Garrett et al.

(32)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Faktor ekologi yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah penutupan tajuk, jarak tanaman kakao dari sungai, kandungan unsur K, Mg dan Zn pada tanah. Penutupan tajuk yang jarang, jarak tanaman kakao yang jauh dari sungai, unsur K yang tinggi, unsur Mg dan Zn yang rendah menyebabkan keparahan penyakit VSD lebih rendah. Teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah pola tanam, penggunaan insektisida dan herbisida. Pola tanam monokultur, penggunaan herbisida dan insektisida yang tinggi dapat meningkatkan keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao.

Saran

Mengingat penggunaan herbisida dan insektisida yang sangat tinggi pada tanaman kakao, maka perlu penelitian lebih lanjut dampak penggunaan herbisida dan insektisida serta hubungannya dengan penyakit tanaman kakao.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5th ed. United States (US): Elsevier Academic Press. 952 hlm

Aini FN. 2014. Pengendalian penyakit pembuluh kayu (Vascular streak dieback) pada tanaman kakao menggunakan fungisida flutriafol. Pelita Perkebunan. 30(3):29-239.

Aurelie B, Christophe C,Vaillant CN. 2011. Transient Effect of The Herbicide Flumioxazin on Physiology of Vitis vinifera L. cv. Pinot Meunier. Di dalam: Kortekamp A, editor. Herbicides and Environment. India (IN): InTech. hlm 63-84.

Anita-Sari I, Susilo AW. 2013. Investigation of different characters of stomata on three cocoa clones with resistance level difference to VSD (Vascular Streak dieback) disease. J Agr Sci Tech.3: 703-710

[BBPPTP] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. 2014. Analisis Perkembangan serangan penyakit VSD Di Wilayah Kerja BBPPTP Ambon Triwulan Pertama 2014. Ambon (ID): BBPPTP. [Internet]. [Di unduh 20150727]. Tersedia pada: hhtp//ditjenbun pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-363-analisis perkembangan-serangan-penyakit-vsd-di-wilayah-kerja-bbpptpambon-triwulan-pertama 2014html. [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi

Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara 2014. Suhu rata-rata, Curah hujan tahunan dan Kelembaban rata-rata Tahun 2004-2013. Kolaka (ID): BMKG Stasiun Meteorologi Pomalaa.

(33)

19 Kolaka (tahun 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2014). Kendari (ID): BPTPH.

Bowers JH, Bailey BA, Hebbar PK, Sanogo S, Lumsden RD. 2001. The Impact Plants Disease on World Chocolate Production. Plant Health Progres. doi:10.1094/PHP-2001-0709-01-RV.

Cunniffe NJ, Koskella B, Jessica C, Metcalf E, Parnell S, Gottwald TR, Gilingan CA. 2015. Thirteen challenges in modelling plant disease. Epidemics

10:6–10.

Coakley SM, Schern H, Chakraborty S. 1999. Climate change and plant disease management. Annu Rev Phytopathol. 37:399-426. doi:10.1146/1nnurev.phyto.37.1.399.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Kakao. Statitik Perkebunan Indonesia. Jakarta (ID): Ditjenbun.

[Disbun Kab. Kolaka] Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka. 2014. Luas Areal dan Produksi perkebunan Rakyat Tanaman Tahunan Kecamatan. Kolaka (ID): Disbun Kab. Kolaka.

Dennis JJC, Holderness M. 1992. Weather patterns associated with sporulation of

Oncobasidium theobromae on cocoa. Mycol Res. 96 (1): 31-37

Fidalgo F, Santos I, Salema R. 1993. Effects of deltamethrin on field grown potato:biochemical and ultrastructural aspects. Annals of Botany Company. 72:263-267.

Garrett KA, KA Dendy SP, Frank EE, Rouse MN, Travers SE. 2006. Climate change effects on plant disease: genomes to ecosystems. Annu Rev Phytopathol. 44:489–509. doi: 10.1146/annurev.phyto.44.070505.143420 Galhano V, Laranjo JG, Valiente EF, Videira R, Peixoto F. 2011. Impact of

Herbicides on Non-Target Organisms in Sustainable Irrigated Rice Production Systems: State of Knowledge and Future Prospects. Di dalam: Kortekamp A, editor. Herbicides and Environment. India (IN): InTech. hlm 45-72.

Guest D, Keane P. 2007. Vascular-Streak Dieback: A new encounter disease of cacao in Papua New Guinea and Southeast Asia caused by the obligate

Basidiomycete Oncobasidium theobromae. Phytopathology. 97 (12):1654– 1657.doi:10.1094/PHYTO-97-12-1654.

Gomes MP, Smedbol E, Chalifour A, Ethier LH, Labrecque M, Lepage L, Lucotte M, Juneau P. 2014. Alteration of plant physiology by glyphosate and its by-product aminomethylphosphonic acid: an overview. J Exp Bot. 65(17):4691-4703.

[ICCO] International Cacao Organization. 2013. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XXXIX, No. 1, Cocoa year 2012/13. London (GB): ICCO. [ICCO] International Cacao Organization. 2015. Quarterly Bulletin of Cocoa

Statistics, Vol. XL, No. 4, Cocoa year 2014/15. London (GB): ICCO. Jadia CD, Fulekar MH. 2008. Phytoremediation: the application of vermicompost

to remove zinc, cadmium, copper, nickel and lead by sunflower plant. Env Eng & Manag J .7(5): 547-558.

(34)

20

Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australasia

Vol. 110-112. Roma (ITA): FAO. Hlm 1-11

Keane PJ, Prior C. 1992. Biology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Di dalam : Keane PJ & Putter CAJ, editor. Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australasia Vol.110-112. Roma (ITA): FAO. Hlm 75-84

Keane PJ. 1981. Epidemiology of vascular-streak dieback of cocoa. Ann appl Biol. 98:221-241.

Mahrizal, Syahrir M, Suharman, Purnomosidhi P, Roshetko JM. 2013. Panduan Budidaya Kakao (Cokelat) untuk Petani Skala Kecil. Lembar Informasi AgFor 6. Bogor (ID):World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Oosterhuis DM, Loka DA, Raper TB. 2013. Potassium and stress alleviation: physiological functions and management in cotton. Plant Nutrition and Soil Science. 176(3):331-343.

[Puslitbangtanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2002. Atlas Zona Agroekologi Indonesia, Sulawesi dan Maluku Edisi 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Vol. 1. Pessarakli M (Ed). 2011. Handbook of Plant and Crop Stress. Baca Raton

(Francis) :CRC Press.

Prior C. 1989. Chemical control of Vascular Streak Dieback disease of cocoa in Papua New Guinea. Plant Pathol.36:355-360.

Rubiyo. 2013. Inovasi teknologi perbaikan bahan tanam kakao di Indonesia.

Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar ( J. TIDP). 4(3):199-214.

Samuels GJ, Ismaiel A, Rosmana A, Junaid M, Guest D, Mcmahon, Keaned P, Purwantara A, Lambertf S, Rodriguez-Carresg M, Cubetag MA. 2011.

Vascular streak dieback of cacao in Southeast Asia and Melanesia: in planta detection of the pathogen and a new taxonomy. Fungal Biol.1 (6): 11-23. doi:10.1016/j.funbio.2011.07.009.

Saxbol AP. 2014. Barriers to upgrading of cocoa production at the farm level in Southeast Sulawesi [Tesis]. Copenhagen (DE): University of Copenhagen. Sanyal D, Shrestha A. 2008. Direct Effect of Herbicides on Plant Pathogens and

Disease Development in Various Cropping Systems. Weed Sci. 56(1):155-160.doi:10.1614/WS-07-081.1

Santoso TI, Prawoto AA, Sudarsianto. 2013.Penggantian Tajuk Kakao (Theobroma cacao L.) Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit Pembuluh Kayu. Pelita Perkebunan 29(1): 20-30.

Talbot PHB, Keane PJ. 1971. Oncobasidium, a new genus of Tulasnelloid fungi.

Aust J Bot. 19:203-206.

Wang M, Zheng Q, Shen Q, Guo S. 2013. The critical role of potassium in plant stress response. Int J Mol Sci.14:7370-7390. doi:10.3390/ijms14047370. Wahyudi T, Misnawi. 2015. Sejarah Perkembangan Penelitian Kakao. Di dalam:

Wahyudi T, Pujianto, Misnawi, Editor. Kakao (Sejarah, Botani, Proses Produksi, Pengolahan dan Perdagangan.Yogjakarta (ID): UGM Pr. p728 Wood GAR and Lass RA.1985. Cocoa, 4th ed. New York (US):Longman Group

(35)

38

(36)
(37)

21

Lampiran 1 Kuesioner

Kabupaten : ……… Pewawancara : ……….. Kecamatan : ……… Tanggal wawancara : ………. Desa : ……… Tempat wawancara : Kebun/Rumah Kampung: ………. Waktu wawancara : pk. …. s/d ……

Karakteristik Petani kakao

1. Nama : ………. 2. Umur : ………. tahun 3. Pendidikan tertinggi : ………..

[ ] Tidak sekolah [ ] SD

[ ] SMP [ ] SMU

[ ] Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan utama : ……… 5. Pengalaman berkebun:

[ ] 2 tahun [ ] 2-5 tahun [ ] 5-10 tahun [ ] 10 tahun

6.Luas kebun yang diusahakan: ...ha . 1 ha berapa tanaman...

7. Status kepemilikan lahan:

[ ] pemilik dan penggarap [ ] penyewa

[ ] penggarap

(38)

22

Lanjutan (Lampiran 1)

Budidaya

Informasi Budidaya kakao

8. Sumber pengairan : ... 9. Jenis Bahan tanam yang digunakan:... 10. Sumber bahan tanam yang digunakan:... 11. Telah dilakukan sambung samping:

[ ] ya, kapan ………... [ ] tidak

12. Umur tanaman saat ini: 13. Jarak tanam :

14. Pola tanam: [ ] monokultur

[ ] lainnya ………... 15. Apakah Bapak melakukan pemangkasan?

[ ] ya, berapakali ………../tahun [ ] tidak

16. Jenis pupuk yang diberikan :

a. Urea : ...kg/ha b . KCL : ...kg/ha c. TSP : ...kg/ha d. organik/kompos:...kg/ha e. Lainnya : ...kg/ha 17. Apakah Bapak melakukan penyiangan gulma?

[ ] ya

[ ]Secara manual [ ] Herbisida

Berapa kali ... / tahun

(39)

23 Hama dan Penyakit Tanaman kakao

18. Hama apa saja yang sering menyerang pertanaman kakao bapak [ ] ... [ ] ... [ ] ... 19. Bagaimana Bapak mengendalikan hama tersebut?

[ ] disemprot menggunakan insektisida ... Jenis insektisida...berapakali.../tahun

[ ] lainnya ………... 20. Penyakit apa yang menyerang tanaman kakao?

[ ] ... [ ] ... [ ] ... 21. Bagaimana Bapak mengendalikan penyakit tersebut?

[ ] disemprot menggunakan ... Jenis Fungisida...berapakali.../tahun

[ ] lainnya ………... 22. Dari mana Bapak mendapat informasi mengenai jenis pestisida yang

digunakan pada kakao? [ ] dari petugas pertanian [ ] kios pertanian

[ ] petani lain [ ] mencoba sendiri

[ ] lainnya ………... 23. Pada saat menyemprot apakah Bapak mencampur lebih dari satu jenis

pestisida?

[ ] ya [ ] tidak

24. Bila ya, apa alasan Bapak mencampur pestisida tersebut? [ ] menghemat waktu

[ ] menghemat tenaga

[ ] agar dapat membunuh hama/penyakit sekaligus

[ ] lainnya... 25. Berapa produksi/hasil panen………/tahun

(40)

1

Lampiran 2 Hubungan antara bahan tanam dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat (χ²)

No. Intensitas serangan VSD Expected χ² hit. Total χ²

hit.

χ² tabel

P-value

Variabel < 30% ≥30% Total P < 30% ≥30% < 30% ≥30% 95%

1 Bahan tanam

Lokal 3 7 10 0.24 3.57 6.43 0.09 0.05

Hibrida 11 14 25 0.60 8.93 16.07 0.48 0.27

Campuran 1 6 7 0.17 2.50 4.50 0.90 0.50

15 27 42 1.00 15.00 27.00 1.47 0.82 2.29 5.99 0.318

2 Teknik budidaya

a. Pola Tanam

Monokultur 5 21 26 0.62 9.29 16.71 1.98 1.10

Kebun campur 10 6 16 0.38 5.71 10.29 3.21 1.79

15 27 42 1.00 15.00 27.00 5.19 2.88 8.08 3.84 0.004

b. Herbisida (per tahun)

ya 10 25 35 0.83 12.50 22.50 0.50 0.28

Tidak 5 2 7 0.17 2.50 4.50 2.50 1.39

15 27 42 1.00 15.00 27.00 3.00 1.67 4.67 3.84 0.031

c. Insektisida (per tahun)

<3kali 0 2 2 0.05 0.71 1.29 0.71 0.40

3-10 kali 4 1 5 0.12 1.79 3.21 2.75 1.53

≥10 kali 7 23 30 0.71 10.71 19.29 1.29 0.72

Tidak menggunakan 4 1 5 0.12 1.79 3.21 2.75 1.53

15 27 42 1.00 15.00 27 00 7.49 4.16 1.66 7.81 0.009

(41)

2

d. Tanaman yang sudah/tidak sambung samping

Tidak 5 11

16 0.38 5.71 10.29 0.09 0.05

Sudah 10 16 26 0.62 9.29 16.71 0.05 0.03

15 27 42 1.00 15.00 27.00 0.14 0.08 0.22 3.84 0.636

e. Penggunaan pupuk organik

Ya 2 0 2 0.05 0.71 1.29 2.31 1.29

Tidak 13 27 40 0.95 4.29 25.71 0.12 0.06

15 27 42 1.00 15.00 27.00 2.43 1.35 3.78 3.84 0.052

f. Pemupukan N

Rendah 7 12 19 0.45 6.79 12.21 0.01 0.00

Sedang 2 5 7 0.17 2.50 4.50 0.10 0.06

Tinggi 6 10 16 0.38 5.71 10.29 0.01 0.01

15 27 42 1.00 15.00 27.00 0.12 0.07 0.19 5.99 0.910

g. Pemupukan P

Rendah 9 19 28 0.67 10 18 0.10 0.06

Sedang 2 2 4 0.10 1.43 2.57 0.23 0.13

tinggi 4 6 10 0.24 3.57 6.43 0.05 0.03

15 27 42 1.00 15.00 27.00 0.38 0.21 0.59 5.99 0.744

h. Pemupukan K

Rendah 13 21 34 0.81 12.14 21.86 0.06 0.03

Sedang 0 1 1 0.02 0.36 0.64 0.36 0.20

Tinggi 2 5 7 0.17 2.50 4.50 0.10 0.06

15 27 42 1.00 15.00 27 0.52 0.29 0.81 5.99 0.669

25

(42)

3

i. Pemangkasan (pertahun)

<6 kali 10 22 32 0.76 11.43 20.57 0.18 0.10

6-12 kali 4 4 8 0.19 2.86 5.14 0.46 0.25

>12 kali 1 1 2 0.05 0.71 1.29 0.11 0.06

15 27 42 1.00 15.00 27.00 0.75 0.42 1.17 5.99 0.558

26

(43)

4

Lampiran 3 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dengan epidemi penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat (χ²)

No. Variabel Intensitas serangan VSD Expected χ² hit.

Total

χ² hit. χ²tabel P-value

< 30% ≥30% Total P < 30% ≥30% < 30% ≥30% 95%

1 Ketinggian tempat

Rendah ±100 m dpl 3 11 14 0.33 5 9 0.80 0.44

Sedang ±300-400 m dpl 7 7 14 0.33 5 9 0.80 0.44

Tinggi ≥ 700 m dpl 5 9 14 0.33 5 9 0.00 0.00

15 27 42 1 15 27 1.60 0.89 2.49 5.99 0.288

2 PH tanah

4-5,9 8 10 18 0.43 6.43 11.57 0.38 0.21

6-7 7 17 24 0.57 8.57 15.43 0.29 0.16

15 27 42 1.00 15 27 0.67 0.37 1.05 3.84 0.307

3 Penutupan tajuk

Rapat 2 21 23 0.55 8.21 14.79 4.70 2.61

Sedang 5 5 10 0.24 3.57 6.43 0.57 0.32

Jarang 8 1 9 0.21 32.1 5.79 7.13 3.96 19.29 5.99 0.000

15 27 42 1 15 27 12.40 6.89

4 Umur tanaman (tahun)

< 5 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0 0

5-10 4 5 9 0.21 3.21 5.79 0.19 0.11

>10 11 22 33 0.79 11.79 21.21 0.05 0.03

15 27 42 1 15 27 0.24 0.14 0.38 5.99 0.537

(44)

5

Lampiran 4 Suhu rata-rata tahun 2004-2013 Kabupaten Kolaka

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Rata-rata

2004 27.9 27.8 28.3 27.7 27.7 26.9 26.9 27 28.2 28.5 28.5 28.4 27.8

2005 28.1 27.7 27.9 27.5 27.6 27.8 27 27.4 28.1 27.8 28.2 28.1 27.8

2006 28.3 28 28.1 27.9 27.4 27.2 27.1 26.9 27.4 28.2 28.8 28.7 27.8

2007 29.1 27.7 27.9 27.4 27.8 26.9 26.9 26.7 27.1 28.1 27.7 28.3 27.6

2008 28 28.2 27.1 26.8 27 26.6 26.1 25.9 26.5 27.8 28 28.2 27.2

2009 28.9 28.2 27.7 27.6 27.6 27.3 26.5 27.6 28.4 28.8 28.8 28.5 28

2010 28.8 28.5 28.5 28.8 28 27 26.7 26.8 27.3 28.4 28.1 28.5 28

2011 28.2 28.5 28.4 28.1 31.4 27.5 27 27.9 30.4 27.9 28.5 28.3 28.5

2012 28.4 27.7 28.1 26.8 27.6 27.2 26.7 27.5 28.2 29 29.2 28.5 27.9

2013 29.6 29.4 29.1 28.6 28 28.2 26.4 27.8 28.5 29.6 28.9 29.4 28.6

Sumber: BMKG, Stasiun Meteorologi Pomalaa (2014)

(45)

6

Lampiran 5 Curah hujan tahunan (mm) tahun 2004-2013 Kabupaten Kolaka

Bulan Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jan 104 246 114 133 133 106 139 213 169 285

Feb 221 128 276 185 67 161 221 47 204 53

Mrt 193 383 154 152 270 192 225 231 328 179

Apr 384 422 178 275 197 217 185 115 274 562

Mei 182 190 382 135 159 271 287 191 230 241

Jun 47 114 191 208 155 69 304 69 47 195

Jul 28 170 25 72 77 155 278 94 142 363

Ags 0 51 27 28 169 23 273 17 15 48

Sep 16 2 11 47 167 2 470 124 46 38

Okt 12 329 0 145 203 109 350 141 204 30

Nop 134 73 121 293 327 220 314 199 81 173

Des 161 241 111 221 93 244 259 237 140 281

Jumlah 1482 2349 1590 1894 2017 1769 3305 1678 1880 2448

Sumber: BMKG, Stasiun Meteorologi Pomalaa (2014)

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitiaan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi
Gambar 2 Gejala Penyakit VSD pada tanaman kakao, daun klorosis berwarna
Tabel 2  Karakteristik petani responden (N = 42)
Tabel 3  Hubungan antara bahan tanam dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat (χ²)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Persekutuan bagi Remaja-Pemuda (13-25th) Mengundang segenap Remaja-Pemuda (13-25th) untuk bergabung dalam Persekutuan SNG yang diadakan secara online (SNG Online

Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru, harus dilakukan dengan cara membangun sebuah masyarakat sipil yang demokratis, dengan penegakkan hukum untuk

S26 - Jika kontak dengan mata, segera bilas dengan air yang banyak dan minta saran medis.. Kontak dengan kulit Segera cuci dengan air yang banyak selama setidaknya

perbuatan baik yang dilakukan oleh hamba Allah SWT yang beriman dan beramal saleh. Kenikmatan yang tak terbayangkan, sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu

Salah satu senyawa kimia yang sangat penting adalah SnO2 dimana dipakai untuk resistor dan dielektrik, dan digunakan untuk membuat berbagai macam garam timah. Senyawa SnF2

Berdasarkan pada jumlah bangunan kuno yang ada di Kota Pasuruan kemudian dilakukan survey penilaian secara objektif yang dapat dilakukan oleh peneliti menggunakan

Hadirnya elit beretnis Tolaki dalam setiap pasangan calon kepala daerah dalam pilgub Sultra 2007, kemenangan yang akhirnya diperoleh oleh kubu yang dilekatkan dengan identitas

Saat nilai yang dikembalikan adalah FALSE maka baris program selanjutnya akan memanggil method copyDatabase yang akan berusaha menyalin file database yang ada di dalam folder