• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Makro Perubahan Iklim Pada Sub Sektor pangan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Makro Perubahan Iklim Pada Sub Sektor pangan Indonesia"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL OPERASI ONAL TA 2 0 1 3

DAMPAK MAKRO PERUBAHAN I KLI M PADA SUB

SEKTOR PANGAN I NDONESI A

Oleh:

Sumaryanto

Adi Setiyanto

Muhammad Suryadi

Andi Askin

Yana Supriyatna

PUSAT SOSI AL EKONOMI DAN KEBI JAKAN PERTANI AN

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

(2)

RI NGKASAN

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap ketahanan pangan khususnya dan kinerja sektor pertanian pada umumnya. Oleh karena itu Kementerian Pertanian telah berkomitmen melakukan langkah-langkah antisipasi, adaptasi, dan mitigasi. Mengingat perubahan iklim bukan merupakan fenomena temporal maka mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim tidak dapat ditempuh secara sporadis dan ad hoc. Terkait dengan itu, Kementerian Pertanian memandang bahwa pengarus utamaan (mainstreaming) mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam kebijakan pembangunan pertanian merupakan konsekuensi logis.

Petani adalah aktor utama pembangunan pertanian. Dalam menjalankan usahataninya, petani senantiasa dihadapkan pada risiko. Secara empiris, faktor-faktor ekternal yang menentukan risiko usahatani adalah iklim, harga-harga masukan maupun harga-harga keluaran usahatani, dan kebijakan pemerintah. Dalam konteks makro, secara simultan penawaran (produksi), harga, dan permintaan (konsumsi) adalah endogen.

Efektivitas kebijakan dan program tersebut tidak hanya ditentukan oleh ketepatan disain dan strateginya tetapi juga ditentukan oleh anggaran yang dialokasikan untuk mengimplementasikannya; sedangkan anggaran pemerintah terbatas. Oleh karena itu pembiayaan program adaptasi perlu mempertimbangkan adanya skala prioritas. Prioritas tertinggi adalah pada sub sektor pangan pada umumnya dan usahatani padi khususnya. Prioritas berikutnya diarahkan pada cabang-cabang usahatani yang peranannya dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDG) menonjol tetapi rentan terhadap perubahan iklim. Dengan kata lain, perumuskan kebijakan dan program adaptasi yang efisien dan efektif membutuhkan tersedianya data dan informasi mengenai dampak makro perubahan iklim terhadap sektor pertanian.

(3)

2

I . PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan produksi pangan yang tak stabil dan harga pangan yang

makin volatil dan makin tinggi dalam dasawarsa terakhir ini merupakan salah satu

wujud dari dampak yang perubahan iklim. Pada Bulan Agustus 2012 ini, organisasi

multilateral dan FAO (2008) juga menyatakan bahwa terkait dengan kekeringan

yang terjadi di USA, sebagian kawasan Timur Eropa, dan curah hujan di bawah

normal di I ndia maka harga pangan tahun ini dan tahun depan diperkirakan akan

meningkat. Sementara itu, sebagaimana yang dimuat dalam media massa, BMKG

memperkirakan bahwa tahun ini musim kemarau untuk sebagian besar wilayah di

I ndonesia lebih panjang daripada tahun lalu.

Salah satu kesimpulan kajian ADB (2009) menyebutkan bahwa prospek

keberlanjutan ketahanan pangan di kawasan Asia Tenggara tergantung pada

tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dalam penerapan teknologi produktif yang

adaptif terhadap perubahan iklim dalam skala yang luas. Berpijak dari kesimpulan

itu, direkomendasikan agar kebijakan dan program adaptasi terhadap perubahan

iklim harus diposisikan sebagai bagian integral dari strategi mempertahankan

status ketahanan pangannya dan dilakukan akselerasi dalam implementasinya.

Terkait dengan kemampuan finansial dan penguasaan teknologinya, secara

umum petani kecil lebih rentan terhadap perubahan iklim. I ni logis karena

tindakan adaptasi terhadap variabilitas iklim yang tajam membutuhkan

kemampuan manajerial, penguasaan teknologi, dan biaya yang memadai. Terkait

dengan itu, mengingat sebagia besar petani I ndonesia adalah petani kecil maka

dapat disimpulkan bahwa petani I ndonesia rentan terhadap perubahan iklim

(Sumaryanto, 2010)2.

Pada dasarnya, tanpa diprogramkan-pun secara alamiah petani telah dan

selalu berusaha melakukan adaptasi terhadap lingkungannya; termasuk pengaruh

1

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Budiman Hutabarat atas sumbangan pemikirannya dalam penyusunan proposal ini.

2

(4)

3

variabilitas iklim terhadap usahataninya. Akan tetapi untuk beradaptasi terhadap

kondisi iklim yang ekstrim, “autonomous adaptation” seperti itu tidak memadai

memadai. Diperlukan kualifikasi adaptasi yang lebih tinggi; dan hal itu dapat

diwujudkan jika Pemerintah mengambil peran yang tepat. Peran Pemerintah

sangat diperlukan, baik dalam konteks penguatan kapasitas adaptasi petani

melalui inovasi teknologi dan pengembangan kemampuan manajerialnya maupun

dalam penyediaan infrastruktur, kebijakan harga, dan perbaikan kelembagaan

pendukungnya (ADB, 2009; Lasco, 2011).

Efektivitas aksi adaptasi dipengaruhi oleh aksi mitigasi. Di sisi lain, sangat

banyak kiat-kiat adaptasi yang sebenarnya merupakan penerapan lebih lanjut dari

praktek-praktek adaptasi yang diorientasikan untuk kepentingan jangka panjang.

Dengan kata lain, aksi mitigasi akan lebih mudah ditempuh jika pelakunya

berpengalaman dalam menerapkan teknologi yang adaptif terhadap perubahan

iklim. I mplikasinya kebijakan dan program aksi adaptasi beserta mitigasi harus

dilakukan secara simultan dan sinkron sehingga sinergi antar keduanya dapat

didayagunakan secara optimal.

Perubahan iklim bukanlah fenomena yang sifatnya sementara. I klim

memang telah berubah perilakunya; dalam arti bahwa pola musimannya, suhu

rata-ratanya, pola dan intensitas curah hujannya telah berubah. Secara umum

variabilitas iklim saat ini dan pada masa mendatang tidak kondusif untuk

pertanian. Oleh karena itu aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim

tidak efektif jika dilakukan secara sporadis, ad hoc, dan responsif. Alasannya,

mitigasi dan adaptasi adaptasi bukanlah sekedar “coping strategies”, tetapi

merupakan manifestasi dari proses penyesuaian terhadap kondisi lingkungan serta

proses pembelajaran dan perencanaan dalam strategi pengembangan eksistensi

dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Mitigasi dan adaptasi terhadap

perubahan iklim harus diposisikan sebagai bagian integral dari pembangunan

pertanian jangka pendek – jangka panjang dan dilakukan secara holistik dan

konsisten dari waktu ke waktu.

Perubahan iklim berimplikasi terhadap (hampir) semua aspek kehidupan

dan aktivitas ekonomi. Menurut Stern et al (2006), total biaya dan risiko

(5)

4

(Stern et al., 2006). Dalam konteks demikian itu persoalan yang dihadapi

negara-negara berkembang pada umumnya lebih kompleks kompleks karena selain terjadi

penurunan laju pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin dan rawan

pangan yang saat ini masih sangat besar diprediksikan akan meningkat tajam. Di

sisi lain, penguasaan teknologi dan ketersediaan infrastruktur untuk “coping

strategies” maupun mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara

berkembang pada umumnya lebih terbatas pula. Oleh karena itu secara umum

dampak negatif yang diderita negara-negara berkembang diperkirakan lebih besar

(I PCC, 2001).

Dalam era perubahan iklim posisi sektor pertanian sangat strategis. Hal ini

merupakan konsekuensi logis dari kondisi berikut: (1) peran vital sektor pertanian

dalam penyediaan pangan dan bahan baku industri pengolahan, (2) dibandingkan

sektor lain, sektor pertanian adalah paling rentan terhadap perubahan iklim

karena cabang usaha utama (core business) pada sektor ini berbasis usahatani,

dan (3) pertanian sangat potensial sebagai kontributor utama aksi mitigasi. Oleh

karena itu tidaklah berlebihan bahwa UNFCCC menempatkan sektor pertanian

sebagai prioritas pertama dalam aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan

iklim.

Mengingat sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim maka

perumusan kebijakan serta penentuan alokasi anggaran untuk pembangunan

sektor pertanian sangat membutuhkan data dan informasi mengenai dampak

makro perubahan iklim terhadap produksi dan harga-harga komoditas pertanian.

Data dan informasi tersebut dapat diperoleh melalui simulasi berdasarkan model

yang pengembangannya berbasis pada karakteristik adanya saling keterkaitan

antar sub sektor melalui sistem kelembagaan yang berdasarkan kondisi obyektif di

lapangan didominasi oleh mekanisme pasar.

1.2. Dasar Pertimbangan

Pemerintah telah berkomitmen untuk melakukan aksi nasional adaptasi dan

mitigasi perubahan iklim di sektor pertanian. Sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi dan target yang akan dicapai maka mitigasi diprioriatskan pada sub

(6)

5

prioritas utamanya pada sub sektor tanaman pangan. Khusus untuk sub sektor

pangan, perlu adanya langkah-langkah akselerasi agar tidak terlambat; karena jika

terlambat bukan hanya nasib petani yang dipertaruhkan tetapi keberlanjutan

ketahanan pangan nasional juga akan terancam.

Efektivitas kebijakan dan program adaptasi tidak hanya ditentukan oleh

ketepatan rancangan dan instrumennya tetapi juga ditentukan oleh ketepatan

strategi implementasinya (I PCC, 2007; FAO, 2007) beserta dukungan

pendanaannya. Dalam konteks demikian itu mengingat anggaran pemerintah pada

dasarnya terbatas maka diperlukan adanya langkah-langkah efisiensi.

Dengan tetap berpegang pada prinsip bahwa aksi nasional adaptasi

terhadap perubahan iklim harus diterapkan pada semua sub sektor efisiensi dan

efektivitas pendanaan program adaptasi perlu dilakukan. I ni dapat ditempuh

dengan cara memprioritaskan sub-sub sektor yang memenuhi salah satu atau

kombinasi dari kategori berikut:

(i) sub sektor tanaman pangan yang peranannya dalam penyediaan

pangan menonjol;

(ii) sub-sub sektor di luar sub sektor padi yang peranannya dalam

pembentukan PDB dan penciptaan lapangan kerja menempati papan

atas;

(iii) sub-sub sektor yang paling rentan terhadap variabilitas iklim yang

tajam sehingga kerugian yang dialami akibat perubahan iklim

termasuk kategori terbesar.

I dentifikasi sub-sub sektor yang termasuk kategori (i) dan (ii) dapat

dilakukan dengan cara yang sederhana. Akan tetapi data dan informasi untuk

kategori (iii) sampai saat ini belum tersedia. Dalam ukuran kualitatif, beberapa sub

sektor yang terindikasikan sebagai sub-sub sektor yang rentan dapat diidentifikasi,

namun dalam ukuran kuantitatif prediksi mengenai dampak perubahan iklim pada

masing-masing sub sektor belum diketahui. Selama ini berbagai prediksi mengenai

dampak perubahan iklim bersifat parsial dan mikro. Prediksi-prediksi demikian itu

sangat berguna untuk masukan dalam perumusan kebijakan sub sektor yang

bersangkutan, namun untuk sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan

(7)

6

keterkaitan antar sub sektor. Sebagai implikasi dari persaingan dalam

pemanfaatan sumberdaya (lahan, air, modal, tenaga kerja); sangat jelas bahwa

salah satu simpul strategis kebijakan lingkup makro adalah perlunya sinkronisasi

dan harmonisasi antar sektor atau sub sektor terkait. Untuk itulah penelitian ini

dilakukan.

1.3. Tujuan

Sasaran penelitian adalah menghasilkan data informasi mengenai dampak

makro perubahan iklim terhadap sektor pertanian. Data dan informasi tersebut

diperlukan dalam penyempurnaan kebijakan dan program adaptasi terhadap

perubahan iklim; termasuk penentuan skala prioritas dalam pendanaan program

terkait. Orientasinya adalah untuk mendukung keberlanjutan ketahanan pangan

khususnya dan kinerja sektor pertanian pada umumnya. Untuk itu, tujuan

penelitian ini adalah:

(1) Untuk mengidentifikasi cabang-cabang usahatani yang peranannya

menonjol dalam sektor pertanian yang tingkat kerentanannya pada

perubahan iklim termasuk kategori sangat tinggi;

(2) Untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap produksi, harga,

konsumsi komoditas pertanian yang peranannya dalam pembentukan

pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja termasuk peringkat atas.

(3) Untuk mengetahui simpul-simpul strategis dan alternatif program yang

efektif untuk meminimalkan dampak negatif perubahan iklim pada produksi

pangan khususnya, dan sektor pertumbuhan pertanian pada umumnya.

1.4. Keluaran yang Diharapkan

Keluaran dari penelitian ini adalah satu paket data, informasi, dan

rekomendasi kebijakan dalam konteks adaptasi terhadap perubahan iklim dalam

rangka mendukung keberlanjutan ketahanan pangan khususnya dan pertumbuhan

sektor pertanian pada umumnya. Secara lebih rinci, keluaran yang diharapkan

adalah:

(1) Data dan informasi mengenai cabang-cabang usahatani yang peranannya

pada sektor pertanian sangat menonjol, tetapi termasuk paling rentan

(8)

7

(2) Perkiraan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian dalam

lingkup makro, terutama pada aspek-aspek produksi, harga, konsumsi

komoditas pertanian terpenting serta pendapatan petani;

(3) Simpul-simpul strategis dan implikasinya terhadap alternatif program yang

efektif untuk meminimalkan dampak negatif perubahan iklim pada produksi

pangan khususnya, dan pertumbuhan sektor pertanian pada umumnya.

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Manfaat dari penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi mengenai

dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian dalam lingkup makro.

Perkiraan dampak difokuskan pada aspek produksi, harga, dan konsumsi

komoditas pertanian yang peranannya dalam pembentukan PDB dan penyerapan

tenaga kerja menonol; dalam arti menempati peringkat atas. Data dan informasi

tersebut dapat digunakan untuk menyusun alternatif program adaptasi yang

efektif untuk meminimalkan tingkat kerentanan ketahanan pangan khususnya

maupun sektor pertanian pada umumnya terhadap perubahan iklim.

Dampak penelitian adalah terhindarkannya tingkat kerugian yang lebih

besar akibat perubahan iklim pada sub sektor pangan khususnya, dan sektor

pertanian pada umumnya. Kerugian yang lebih besar itu dapat dihindari karena

program adaptasi terhadap perubahan iklim dapat difokuskan pada

cabang-cabang usahatani yang peranannya dalam sektor pertanian dominan.

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

I klim adalah rata-rata cuaca jangka panjang. Jadi perubahan iklim adalah

perubahan rata-rata perilaku cuaca yang sifatnya jangka panjang. Beberapa hasil

penelitian menyimpulkan bahwa penyebab utama perubahan iklim bersifat

anthropogenic; dalam arti merupakan konsekuensi dari ulah manusia (Trenberth

et al., 1995). Menurut I ntergovernmental Panel on Climate Change (I PCC, 2001),

konsentrasi gas-gas rumah kaca (khususnya CO2, CH4, dan N2O) dalam dua abad

(9)

8

sekitar 1O C. Hal ini kemudian mempengaruhi perilaku pergerakan udara dan

presipitasi. Polanya berubah dari pola normal, bahkan kadang-kadang ekstrim.

Secara umum perubahan iklim berimplikasi munculnya kejadian-kejadian

yang tidak kondusif untuk kehidupan manusia. Selain rata-rata suhu global

meningkat, di belahan bumi tertentu kadang-kadang terjadi pula perubahan cuaca

yang ekstrem. Secara mendadak, suhu meningkat tajam atau sebaliknya

mendadak sangat rendah. Kondisi demikian itu selain merupakan cekaman

lingkungan yang menyebabkan turunnya daya tahan sebagian makhluk hidup

(kecuali sejumlah spesies serangga dan bakteri) sehingga rentan terhadap

penyakit. Bagi manusia, kondisi tersebut menyebabkan kesegaran jasmaninya

turun, mudah terserang penyakit, stres, dan dan berimplikasi turunnya

produktivitas kerja.

Dalam hubungannya dengan pertanian, unsur iklim yang paling

berpengaruh adalah presipitasi. Pola distribusi temporal dan spatial curah hujan

tidak normal. Demikian pula intensitasnya; kadang-kadang sangat ekstrim. Awal

dan durasi musim hujan maupun musim kemarau tidak teratur dan kadangkala

bergeser. Frekuensi dan intensitas badai juga meningkat. I mplikasinya, banjir dan

atau kekeringan sering terjadi dan cenderung sulit diprediksi.

Aktivitas utama (core business) di sektor pertanian adalah usahatani

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan maupun perikanan.

Terkait karakteristik intrinsiknya, hampir semua cabang usahatani tersebut rentan

terhadap variabilitas iklim yang tajam yang berdasarkan berbagai ramalan

dinyatakan akan sering terjadi dalam era perubahan iklim. Oleh karena itu

perubahan iklim disimpulkan merupakan salah satu ancaman paling serius

terhadap keberlanjutan ketahanan pangan. Berpijak pada karakteristik iklim

sebagai suatu sistem yang sifatnya global maka ruang lingkup dampak negatif

perubahan iklim tidak eksklusif lokal, nasional, atau regional, tetapi bersifat global

(I PCC, 2001; ADB, 2009).

Petani, terutama petani kecil adalah kelompok paling rentan terhadap risiko

iklim (kekeringan, banjir, badai). Leary et al (2007) menyatakan bahwa strategi

adaptasi yang ada pada saat ini pada umumnya belum memadai untuk

(10)

9

tidak ada perbaikan produktivitas dan strategi adaptasi yang memadai maka

kawasan Asia Tenggara (termasuk I ndonesia) akan sangat terancam

keberlanjutan ketahanan pangannya.

Dampak perubahan iklim terhadap produksi pertanian terjadi melalui

turunnya produktivitas dan atau luas panen. Produktivitas turun karena variabilitas

iklim yang tajam merupakan cekaman lingkungan yang menyebabkan proses

metabolisme sel-sel tanaman tidak berlangsung optimal, dan bersamaan dengan

itu intensitas gangguan OPT (organisme pengganggu tanaman) juga meningkat.

Penurunan luas panen terkait dengan meningkatnya persentase puso yang terjadi

akibat kekeringan, banjir, ataupun gangguan OPT. Dalam jangka panjang,

turunnya luas panen juga merupakan akibat dari penyusutan lahan pertanian

akibat naiknya permukaan air laut dan turunnya motivasi petani memperluas areal

tanam karena meningkatnya risiko usahatani.

Secara langsung maupun tidak langsung, kondisi tersebut di atas

menyebabkan pasokan dan harga-harga komoditas pertanian berubah. Turunnya

produksi pertanian dan volume pasokan yang tidak stabil mengakibatkan

harga-harga komoditas pertanian meningkat dan makin volatil.

2.2. Hasil- hasil Penelitian Terkait

Angka-angka prediksi mengenai seberapa besar dampak perubahan iklim

terhadap produksi pertanian dunia cukup banyak versinya. Sumber perbedaan

selain terkait dengan perbedaan pendekatan dan model yang diaplikasikan juga

terkait dengan skenario yang dikembangkan. Variasi dalam skenario ini tak lepas

dari pertimbangan adanya feed back dari perkembangan yang dicapai dalam

mitigasi dan adaptasi. Sebagai ilustrasi, dalam Rosenzweig and I glesias (2010)

diungkapkan proyeksi produksi pangan biji-bijian negara (ataupun kelompok

negara) di dunia menurut berbagai macam skenario yang didasarkan atas efek

CO2 dan level adaptasi yang dicapai. Sebagai ilustrasi, salah satu diantara

skenario tersebut adalah adanya efek peningkatan CO2 sampai 475 ppm, dengan

level adaptasi “1” (adaptasi sederhana yang intinya adalah melakukan perubahan

(11)

10

fundamental dalam aplikasi teknologi di bidang perbenihan yang sifatnya

revolusioner). Dengan skenario tersebut diperkirakan bahwa pada Tahun 2020,

produksi pangan di sebagian besar negara di dunia masih mengalami penurunan

dari minus 3 persen sampai minus 13 persen dan hanya sebagian kecil negara

yang mengalami kenaikan, itupun hanya berkisar antara 2 – 3 persen saja.

Prediksi yang agak optimistis dikemukakan Fischer et al. (2002) yang

menunjukkan bahwa terkait dengan perubahan iklim, sampai dengan 2080

produksi pangan turun 0.6 – 0.9 persen, namun terjadi perbedaan yang menyolok

antara negara maju dengan negara berkembang. Di negara-negara maju,

diperkirakan akan mengalami peningkatan produksi karena kesiapan

infrastrukturnya kondusif untuk mendukung sistem adaptasi yang efektif,

sementara itu karena secara geografis sebagian besar negara-negara maju

terletak di wilayah temperate maka naiknya rata-rata suhu global justru

menyebabkan luas lahan yang sesuai untuk pertanian bertambah luas. Di pihak

lain, negara-negara berkembang yang secara geografis kebetulan banyak yang

terletak di wilayah sekitar khatulistiwa justru mengalami penurunan produksi

pangan. Dalam konteks ini, khususnya di Asia Tenggara, produksi serealianya

diperkirakan akan turun 2.5 persen – 7.8 persen.

I PCC (2007) memperkirakan bahwa perubahan iklim akan mengakibatkan

ketergantungan impor bahan pangan negara-negara berkembang semakin besar.

Sebelumnya, FAO Commitee on Food Security, Reports of 3st Session (2005)

dalam FAO (2007) mengungkapkan bahwa 11 persen dari lahan pertanian

negara-negara berkembang akan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dampaknya

adalah terjadinya penurunan produksi pangan biji-bijian di 65 negara dan

mengakibatkan penurunan 16 persen GDP. Sementara itu, Warren et al. (2006)

memprediksi jika tidak melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim

(business as usual) sehingga suhu rata-rata global meningkat sampai 30C maka

kelaparan akan melanda sekitar 600 juta penduduk dunia; dan sebagian besar

adalah di negara-negara berkembang.

Di dalam negeri (I ndonesia), kondisi iklim yang tidak kondusif juga

menyebabkan pertumbuhan produksi padi tidak stabil. Setelah pertumbuhan yang

(12)

11

pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009, kenaikan produksi padi masih bertahan pada

level yang aman. Namun pada Tahun 2010 pertumbuhan produksi tidak mencapai

target, bahkan Tahun 2011 turun. Terkait dengan kondisi tersebut, harga beras

pada Tahun 2010 dan 2011 meningkat cukup tajam. Sebagai contoh, sejak paruh

kedua tahun 2010, harga beras meningkat cukup tajam. Meskipun sempat turun

(November 2010), namun kemudian meningkat kembali dan sampai awal Januari

2011. Maret – Juni 2011 turun kembali, namun kemudian naik lagi dan kondisi

harga tinggi berlangsung sampai Januari 2012. Bulan Februari – Mei, harga beras

ada tendensi menurun atau setidaknya tidak mengalami kenaikan yang berarti,

namun kemudian naik lagi sampai Bulan Agustus 2012 ini.

Dalam penelitian empiris, salah satu pendekatan untuk mengetahu dampak

perubahan iklim terhadap produksi dan ketahanan pangan adalah melalui analisis

dampak anomali iklim. Dengan pendekatan seperti itu, hasil penelitian terbaru

(Sumaryanto et al, 2011) memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

(1) Untuk lingkup agregat nasional, El Nino berdampak negatif terhadap luas

panen agregat komoditas pangan utama (padi, jagung, dan kedelai),

sedangkan La Nina berdampak positif. Rata-rata penurunan luas panen

akibat El Nino adalah sekitar 5.4 persen, sedangkan rata-rata kenaikan luas

panen akibat La Nina adalah sekitar 2.7 persen. Dampak terbesar terjadi jika

anomali iklim tersebut terjadi pada periode September - Desember dan Mei

- Agustus.

(2) Untuk padi, El Nino menyebabkan rata-rata luas panen turun 3.83 persen,

produktivitas turun 0.15 persen, dan produksi turun 3.99 persen. La Nina

mengakibatkan luas panen meningkat sekitar 2.78 persen, produktivitas naik

sekitar 0.19 persen, dan produksi naik sekitar 2.95 persen.

(3) Variasi dampak El Nino maupun La Nina terhadap produksi padi antar

provinsi cukup besar. Sumber utama variasi adalah kondisi iklim serta

ketersediaan dan kualitas irigasi wilayah yang bersangkutan.

(4) I klim ekstrem menyebabkan indeks ketahanan pangan turun karena

meskipun La Nina berdampak positif tetapi besarannya lebih kecil daripada

(13)

12

ketahanan pangan agregat maupun pola temporer yang dialami rumah

tangga perdesaan adalah lebih besar daripada rumah tangga perkotaan.

(5) El Nino dan La Nina mempengaruhi pola musiman indeks ketahanan pangan,

tetapi secara agregat nasional tidak significant. Dalam satu tahun terdapat 3

kategori tingkat kerawanan pangan. Periode “baik” dicirikan oleh indeks

ketahanan pangan yang lebih tinggi dari rata-rata bulanan. I ni terjadi pada

periode Februari – Mei. Kategori “sedang” terjadi pada Bulan Juni –

November, sedangkan periode “tidak baik” adalah November – Februari.

Selama ini beberapa kajian ataupun penelitian mengenai perubahan iklim

ataupun anomali iklim dan kaitannya dengan produksi pertanian khususnya

pangan di I ndonesia mulai banyak dilakukan. Dapat disebutkan misalnya Boer

(2007), I rawan (2002), Handoko dkk (2008), dan sebagainya. Namun sebagian

besar penelitian tersebut belum memperhitungkan bahwa pada dasarnya petani

secara mandiri maupun dengan bantuan pemerintah ataupun pihak lain juga

melakukan adaptasi; baik dalam konteks minimalisasi risiko maupun secara

terencana untuk mengembangkan eksistensinya. Adaptasi yang dilakukan juga

tidak semata-mata terhadap kondisi iklim tetapi termasuk pula adaptasi terhadap

lingkungan sosial ekonomi.

Di I ndonesia, prediksi mengenai dampak perubahan iklim terhadap sektor

pertanian dalam konteks agregat masih sangat sedikit. Salah satu studi terbaru

adalah yang dilakukan oleh Hutabarat dan kawan-kawan (2012). Namun untuk

dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan program

adaptasi, hasil studi tersebut masih membutuhkan kajian lebih lanjut; terutama

dalam hal kemutakhiran data, verifikasi empiris yang lebih luas cakupannya, dan

pendalaman aspek-aspek kualitatif yang bermanfaat untuk mengidentifikasi

simpul-simpul strategis kebijakan dan program adaptasi terhadap perubahan iklim

(14)

13

I I I . METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

3.1.1.

Mekanisme Dampak Perubahan I klim Pada Sektor Pertanian

Sebagian besar komoditas pertanian dihasilkan dari suatu proses produksi

yang keberhasilannya dipengaruhi oleh kondisi iklim. Upaya untuk melepaskan

pengaruh iklim hanya dapat dilakukan pada unit-unit usahatani secara terbatas

karena memerlukan biaya yang mahal. I mplikasinya, perubahan iklim yang secara

umum tidak kondusif untuk pertumbuhan tanaman dan atau ternak sangat

mempengaruhi kemampuan dunia dalam mencukupi kebutuhan pangan

khususnya dan pertumbuhan pertanian pada umumnya.

Mekanisme dampak perubahan iklim terhadap pertanian terjadi melalui 4

cara (Hulme, 1996) yaitu:

(1)Perubahan suhu dan presipitasi mendorong terjadinya perubahan distribusi

spatial zona agroekologi. I mplikasinya: (i) pada wilayah lintang tinggi

(tengah ke atas), areal yang cocok untuk pertanian meluas; sebaliknya

pada lintang rendah (tenngah ke bawah), beberapa wilayah yang semula

optimal untuk pertanian makin menyempit luasannya (Rosenzweig and

Hillel, 1995), (ii) wilayah rawan kekeringan dan kebanjiran meningkat dan

sebaran spatialnya berubah, (iii) teknologi usahatani dan pengelolaan

sumberdaya air untuk pertanian berubah.

(2)Meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan laju fotosintesis

meningkat dan penggunaan air mungkin menjadi lebih efisien.

(3)Ketersediaan air (terutama air limpasan) merupakan simpul kritis

determinan usahatani; dan di beberapa wilayah (terutama di Afrika)

mungkin mengalami kondisi yang gawat;

(4)Kerugian yang terjadi pada pertanian meningkat karena variabilitas iklim

yang lebih tajam meningkatkan level cekaman lingkungan pada tanaman,

dan iklim ekstrim menyebabkan terjadinya kerusakan pada pertanaman.

Dampak perubahan iklim pada pertanian ditentukan oleh tingkat

kerentanan sistem usahatani yang bersangkutan (Brooks and Adger, 2005).

(15)

14

eksistensinya. Semakin rentan maka semakin tinggi risiko rugi yang dialami;

sebaliknya semakin tangguh (resilience) maka semakin kecil peluangnya untuk

rugi. Di sisi lain, Berbeda dengan kerentanan, resiliensi mengacu pada

kemampuan merancang untuk bertahan, pulih, atau bahkan berkembang dari

kondisi yang tercipta dari akibat yang muncul terkait dengan perubahan iklim

(ECA, 2009).

Kerentanan merupakan fungsi dari karakter, besaran, dan tingkat variasi

iklim terhadap suatu sistem (misalnya usahatani) yang terpapar, sensitivitas

sistem tersebut terhadap paparan, dan kapasitas adaptasinya (Lasco, 2011).

Dalam I PCC (2001), paparan (exposure) didefinisikan sebagai ”the nature and

degree to which a system is exposed to significant climatic variations”, sensitivitas

didefinisikan sebagai “the degree to which a system is affected, either adversely or

beneficially, by the climate-related stimuli”, sedangkan kapasitas adaptasi (adaptif

capacity) didefinisikan sebagai “the ability of a system to adjust to climate change

(including climate variability and extremes), to moderate the potential damage

from it, to take advantage of its opportunities, or to cope with its consequences”.

3.1.2.

Penelitian Kuantitatif Dampak Perubahan I klim Pada Sektor

Pertanian

Estimasi dampak perubahan iklim yang selama ini dilakukan sebagian besar

berbasis pendekatan eksperimen dan studi-studi penampang lintang

(cross-sectional studies). Pendekatan eksperimen mencakup model-model simulasi

agro-ekonomi sebagaimana yang dilakukan oleh Parry et al (1988), Adam et al (1989).

Pendekatan lain yang prinsipnya hampir sama adalah agro-ecological zone

analysis, yakni suatu teknik simulasi produktivitas tanaman menurut zona

agroekologi dan perubahan iklim. Setelah itu hasilnya diinkorporasikan ke dalam

ekonomi dan general circulation models (GCM) untuk memprediksi skala dan

kisaran dampaknya.

Mendelson et al (1994) dan Mendelson and Dinar (1999) menggaris bawahi

sejumlah kritik terhadap pendekatan agronomis atau fungsi produksi tersebut.

Kritik terpenting adalah bahwa prediksinya cenderung menghasilkan kerugian

(16)

15

padahal adaptasi – setidaknya autonomous adaptation – dilakukan oleh sebagian

besar pelakunya.

Sebaliknya, kini mulai makin banyak kajian yang fokusnya pada adaptasi

yang efisien. Salah satu cara yang ditempuh dalam penelitian di bidang ekonomi

adalah melalui penerapan pendekatan Ricardian. Tujuannya adalah agar dapat

menangkap pengaruh faktor-faktor ekonomi, iklim, dan linkungan terhadap

pendapatan usahatani atapun nilai lahan (Mendelson, Nordhaus, and Shaw, 1994).

Dengan pendekatan ini, adaptasi yang dilakukan oleh petani dapat

diinkorposarikan dalam model secara efisien.

Kritik utama pendekatan Ricardian adalah ketidak berhasilannya untuk

mengontrol secara penuh dampak variabel-variabel penting yang semestinya juga

menerangkan variasi pendapatan usahatani. Hasil estimasi cenderung

overestimate pada aspek keuntungan dan underestimate dalam konteks

kerusakan/ kerugian. Quiggin and Horowitz (1999) menyatakan bahwa pada

pendekatan Ricardian diasumsikan bahwa penyesuaian (adjustment) tidak

memerlukan biaya dan karena itu merupakan salah satu sumber bias pula dalam

hasil estimasi akhir. Tambahan pula, asumsi mengenai harga tetap (constant

price) juga merupakan salah satu titik lemahnya (Cline, 1996).

Salah satu model terbaru adalah I FPRI ’s I MPACT Modeling Suite (Nelson et

al, 2010) yang didalamnya terintegrasikan tiga model yaitu I FPRI ’s I MPACT Model

(Rosegrant et al, 2008), suatu model keseimbangan parsial pertanian yang

menekankan pada simulasi kebijakan; suatu model hidrologi yang diinkorporasikan

dalam I MPACT; dan DSSAT Crop Model Suite (Jones et al, 2003) untuk

mengestimasi produktivitas tanaman pada berbagai sistem pengelolaan dan

skenario perubahan iklim.

Untuk kasus di I ndonesia, Hutabarat dan kawan-kawan (2012) dalam

penelitian kerjasama dengan I FPRI mengembangkan model I CASEPS, yakni

modifikasi dari multi market model dan untuk simulasinya menggunakan data dari

sebagian prediksi (yang sesuai dengan kondisi I ndonesia) CSI RO dan MI ROC. Dari

penelitian tersebut telah dihasilkan sejumlah prediksi mengenai dampak

perubahan iklim terhadap produksi, harga, dan konsumsi pada beberapa jenis

(17)

16

Model yang akan dipergunakan untuk mengestimasi dampak perubahan

iklim pada sektor pertanian pada penelitian ini adalah model I CASEPS. Beberapa

modifikasi akan dilakukan, terutama dalam hubungannya dengan cabang-cabang

usahatani yang akan dicakup dalam model dan dengan menggunakan data terkini

yang tersedia. Dengan melengkapi data terkini dan pendalaman aspek

kualitatifnya pada verifikasi empiris di lapang, diharapkan penelitian ini dapat

menghasilkan angka-angka prediksi yang lebih akurat dan menemukan

simpul-simpul strategis yang diperlukan untuk memperkecil dampak negatif perubahan

iklim yang diperkirakan terjadi. Kerangka analisis dampak perubahan iklim

tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Analisis Dampak Perubahan I klim

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

3.2.1. Ruang Lingkup, Definisi, dan Unit Analisis

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada estimasi dampak kuantitatif

perubahan iklim pada sejumlah komoditas pangan utama dan komoditas Perubahan I klim Global

Penurunan Produktivitas

Penurunan Produksi Domestik

Perubahan Harga I nternasional

Perubahan Pendapatan Pertanian Penurunan Produksi Dunia

Perubahan Penawaran dan Permintaan Domestik Perubahan Penawaran dan

Permintaan Dunia

Perubahan Harga

D tik

Pendapatan Non Pertanian Perubahan Konsumsi Domestik

Perubahan Pendapatan Petani Total Ekspor

I mpor

(18)

17

perkebunan terpenting dalam sektor pertanian di I ndonesia. Aspek yang analisis

mencakup produksi, harga, konsumsi, dan pendapatan.

Dampak makro didefinisikan sebagai dampak dalam konteks agregat, dalam

arti mencakup beberapa komoditas; dan karakteristik saling keterkaitan antar

komoditas diperhitungkan sebagai bagian dari mekanisme terbentuknya dampak

untuk masing-masing komoditas yang tercakup dalam model maupun dalam

konteks agregat komoditas tersebut.

Komoditas pangan utama adalah komoditas pangan yang pangsanya dalam

penyediaan pangan nasional termasuk kelompok 5 besar yaitu padi, jagung,

ubikayu, kedele, dan gula. Komoditas perkebunan terpenting dalam konteks ini

adalah komoditas perkebunan yang sumbangannya dalam pembentukan PDB

termasuk paling menonjol yaitu kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, dan teh.

Unit analisis adalah nasional. Agar tersedia informasi yang lebih lengkap

untuk bahan masukan dalam perumusan kebijakan maka dampak terhadap

konsumsi rumah tangga dirinci lebih lanjut menurut kelompok pendapatan

maupun wilayah yakni perkotaan dan perdesaan.

3.2.2. I dentifikasi Cabang Usahatani Terpenting

Khususnya untuk komoditas pangan, mengingat bahwa peran utama sektor

pertanian adalah sebagai penyedia pangan dalam membangun ketahanan pangan

nasional maka kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasinya dapat pula

didekati dari sisi konsumsi. Untuk itu data SUSENAS dapat dipergunakan.

Berbeda dengan komoditas pangan, untuk komoditas perkebunan maka

yang kriterianya difokuskan pada kontribusi sektor (cabang usahatani) tersebut

dalam pembentukan PDB, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Untuk komoditas

perkebunan maka pendekatan yang lebih tepat adalah dengan menganalisis data

I nput – Output perekonomian I ndonesia yang diterbitkan oleh Badan Pusat

Statistik setiap 3 tahun sekali.

Mengacu pada sasaran penelitian, aspek lain yang digunakan sebagai

kriteria penentuan cabang usahatani terpenting adalah tingkat kerentanannya

(19)

18

hasil-hasil penelitian empiris yang dilakukan, baik di dalam negeri ataupun di

negara lain.

3.2.3. Estimasi Dampak Perubahan I klim

Estimasi dampak perubahan iklim pada sektor pertanian dilakukan dengan

melakukan simulasi. Dalam hal ini model yang akan dipakai adalah multimarket

model yang telah dimodifikasi. Sesuai namanya, model ini pada dasarnya untuk

melakukan simulasi dimana mekanisme terbentuknya dampak adalah melalui

keterkaitan antar pasar; baik antar pasar keluaran maupun antar pasar masukan,

serta pasar masukan – keluaran. Mengikuti cara yang ditempuh dalam I FPRI ’s

I MPACT Model Suite, skenario simulasi dalam penelitian ini memanfaatkan

sebagian data dari hasil studi CSI RO dan MI ROC.

3.2.4. I dentifikasi simpul- simpul strategis

Penentuan simpul-simpul strategis untuk meminimalkan dampak negatif

perubahan iklim dilakukan dengan cara mengkombinasikan hasil estimasi dampak

dari butir (3.2.3) yang dipadukan dengan hasil analisis kualitatif yang diperoleh

dari survey di lapangan. Simpul-simpul strategis tersebut akan terpilah menjadi

setidaknya dua ketegori: (1) simpul-simpul strategis untuk perumusan kebijakan

adaptasi terhadap perubahan iklim yang sifatnya lintas sektor, dan (2)

simpul-simpul strategis untuk akselerasi kapasitas adaptasi untuk masing-masing sub

sektor pada sektor pertanian.

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1.

Dasar Pertimbangan

Pertanian di I ndonesia sangat heterogen; dalam konteks komoditas yang

dihasilkan maupun dalam sistem usahatani yang diterapkan oleh petani. Di sisi

lain, tidaklah mungkin untuk menangkap semua sumber keragaman secara

lengkap karena sumberdaya (dana, waktu, dan tenaga) yang tersedia terbatas.

Oleh sebab itu perlu dipilih lokasi-lokasi dan responden yang secara relatif dapat

merepresentasikan kondisi I ndonesia secara umum. Dasar pertimbangan untuk

(20)

19

(1) Lokasi tersebut termasuk sentra produksi komoditas pangan utama dan

atau komoditas perkebunan terpenting,

(2) Sistem usahatani yang diterapkan di lokasi tersebut cukup beragam,

(3) Sebagian mewakili kondisi di Pulau Jawa, sebagian lainnya di luar Pulau

Jawa karena sistem usahatani di Pulau Jawa dan di Luar Pulau Jawa

berbeda, terutama dalam hal tingkat perkembangan aplikasi teknologinya

maupun usahatani dominan yang dilakukan sebagian besar petani di kedua

wilayah tersebut.

3.3.2.

Lokasi dan Responden

Mengacu pada dasar pertimbangan tersebut di atas, maka lokasi penelitian

adalah di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Sumatera Utara dipilih sebagai lokasi penelitian yang mewakili wilayah pertanian

dengan komoditas pertanian berupa komoditas perkebunan. Jawa Barat dan Jawa

Timur dipilih untuk merepresentasikan wilayah sentra produksi pangan, sedangkan

Sulawesi Selatan dipilih untuk mewakili wilayah sentra produksi pangan dan

komoditas perkebunan.

Mengacu pada unit analisis dan konteks penelitian, responden dalam

penelitian ini terdiri dari dua kategori yaitu: (i) para perumus kebijakan,

perencana, dan pelaksana program pembangunan pertanian; terutama yang

terkait dengan kegiatan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan (ii) pelaku

usahatani. Untuk kategori (i), respondennya mencakup aparat pemerintah dari

Kementerian Pertanian di Provinsi dan Kabupaten yang terpilih sebagai sampel

dan aparat pemerintah di luar Kementerian Pertanian yang banyak kaitannya

dengan kegiatan adaptasi terhadap perubahan iklim. Untuk kategori (ii),

respondennya adalah kelompok tani karena data dan informasi yang akan digali

lebih banyak yang sifatnya kualitatif terutama yang berhubungan dengan

aspek-aspek kelembagaan yang terkait dengan kegiatan adaptasi terhadap perubahan

(21)

20

3.4. Data dan Metode Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data kuantitatif

maupun data kualitatif. Untuk data kuantitatif, yang terutama adalah data

sekunder. Untuk data kualitatif, himpunan data yang terbanyak diperlukan adalah

data mengenai aspek kelembagaan yang secara langsung maupun tidak langsung

terkait dengan aksi adaptasi terhadap perubahan iklim pada sektor pertanian.

Sumber data kuantitatif adalah dari Badan Pusat Statistik, Kementerian

Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, BAPPENAS, Pemerintah Daerah

(Provinsi dan Kabupaten contoh), data dari FAO, dari World Bank, dari MI ROC,

dan dari CSI RO. Sumber data kualitatif adalah dari aparat pemerintah lingkup

kementerian yang terkait dengan adaptasi terhadap perubahan iklim di sektor

pertanian dan dari Kelompok Tani di lokasi contoh.

3.4.2. Metode Analisis

Model yang akan diterapkan untuk memprediksi dampak perubahan iklim

pada sektor pertanian dalam penelitian ini adalah modifiksi dari model yang

dikembangkan dalam penelitian Hutabarat dan kawan-kawan (2012). Modifikasi

tersebut mencakup jenis komoditas yang akan dianalisis dan pemanfaatan data

yang lebih mutakhir. Deskripsi umum model adalah sebagai berikut.

Untuk produksi, terdapat 20 komoditas pertanian yang akan dicakup dalam

model yaitu 6 komoditas dari sub sektor pangan yang banyak diproduksi petani di

dalam negeri; 5 komoditas perkebunan terpenting, 3 komoditas peternakan

terpenting, 5 komoditas hortikultur, dan satu jenis komoditas yang tidak dihasilkan

oleh petani di dalam negeri tetapi pangsa konsumsi penduduk I ndonesia terhadap

komoditas ini sangat menonjol yaitu gandum. Untuk masukan usahatani, yang

dicakup adalam model adalah Urea, Pupuk P, dan pupuk K.

Untuk aspek konsumsi, rumah tangga dirinci lebih lanjut sebagai berikut.

Pertama, dikelompokkan menurut wilayah perdesaan dan perkotaan. Kedua, untuk

masing-masing wilayah tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3 golongan

menurut tingkat pendapatan yaitu teratas, menengah, dan terbawah. Khusus

(22)

21

dan Luar Pulau Jawa dan untuk masing-masing wilayah tersebut dikelompokkan

juga menurut golongan pendapatan. Alasannya, karakteristik rumah tangga

perdesaan di Pulau Jawa berbeda dengan di Luar Pulau Jawa, utamanya dalam hal

struktur pendapatan dan lapangan kerja. Untuk wilayah perkotaan tidak dilakukan

pengelompokan menurut wilayah Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa dengan alasan

bahwa karakteristik rumah tangga perkotaan di Pulau Jawa dengan di Luar Pulau

Jawa tidak banyak berbeda.

3.4.2.1. Struktur

Model

Model terdiri atas 6 blok persamaan yaitu: harga, penawaran (produksi),

permintaan input, konsumsi, pendapatan, dan kondisi keseimbangan:

(1) Blok persamaan harga merepresentasikan hubungan harga produsen

dengan harga konsumen dalam negeri. Untuk komoditas impor/ekspor,

harga domestik terkait dengan harga di pasar internasional, sedangkan

yang non tradable ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan

permintaan.

(2) Blok persamaan penawaran merepresentasikan produksi pertanian

(3) Blok persamaan masukan usahatani, utamanya pupuk N, P, dan K.

(4) Blok persamaan konsumsi merepresentasikan konsumsi rumah tangga

untuk komoditas pangan maupun non pangan

(5) Blok persamaan pendapatan, merupakan jumlah pendapatan yang

diturunkan dari aktivitas pertanian maupun pendapatan non pertanian

(eksogenous)

(6) Blok persamaan yang merepresentasikan keseimbangan pasar.

Kerangka analisis blok-blok persamaan tersebut di atas dapat dilihat pada

Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

Blok harga komoditas pertanian (harga produsen)

Harga di tingkat produsen (

PP

) untuk setiap kelompok rumah tangga

adalah lebih rendah daripada harga di tingkat konsumen (

PC

). Untuk setiap jenis

komoditas (

c

), perbedaan harga produsen – konsumen tersebut tidak sama dan

mencerminkan margin pemasarannya (

MARGc

):

(23)

22

Gambar 2. Analisis Keterkaitan dan Transmisi Harga

Gambar 3. Kerangka Analisis Multi Market untuk Multi Komoditas dan Multi

Region

Keseimbangan Pasar Dunia

Harga Pasar Dunia

Harga Wilayah Harga Wilayah

Harga Pasar Domestik

Penaw aran Permintaan

Penaw aran

Penaw aran Permintaan Permintaan

Net Trade Net Trade Net Trade

Margin Pengolahan Komoditas

Harga Harga Produsen

Petani Biaya Lainnya Subsidi Ekspor Tarif I mpor

Harga Produsen Domestik Rata-Rata

Harga Konsumen Harga I mpor

Rata-Rata

Harga Konsumen Rata- rata

Margin

(24)

23

Gambar 4. Analisis Keterkaitan Kuantitas

Untuk produk tradable, harganya ditentukan oleh harga dunia yang dalam

konteks ini diasumsikan tetap. Konsekuensinya, harus ada persamaan yang

merepresentasikan diferensiasinya. Harga-harga batas produk impor (

PM

)

terhubungkan dengan harga dunia (

PW

) melalui nilai tukar (

e

r

), tarif impor (

t

m

), dan

margin perdagangan internasional:

PM

c

=

PW

c

*(

e

r

*(1+

RMARGc

))*(1+

t

m

)

( 2)

Dalam hal ini, harga konsumen yang dihadapi rumah tangga perkotaan

berbeda dengan rumah tangga perdesaan. Untuk rumah tangga perkotaan, dapat

diformulasikan sebagai:

PM

c

= PC

urbrich, c

/ (1 +

IMARG

c

)

( 3)

sedangkan untuk rumah tangga perdesaan adalah:

PC

rh,c

=

PC

urbrich,c

/ (1+

INTMARG

c,rh

)

( 4)

Pada akhirnya, indeks harga untuk setiap kelompok rumah tangga berbanding

lurus dengan pangsanya dalam konsumsi, sehingga:

PINDEX

h

=

Σ

(

PCWT

h,i

*0.4)*

PC

h,i

/

PC0

h,i

)+0.6

(

5)

I nput Ternak

Produksi

Penjualan Domestik

Ekspor

I mpor

Permintaan Total

Konsumsi I ndustri Pengolahan

Konsumsi Pakan Ternak Konsumsi Rumah Tangga/ Manusia I ntervensi Stok

I nput Tanaman

Padi, Jagung, Kedele, Kacang Tanah, Ubikayu, Ubi Jalar, Kentang, Bawang Merah, Cabe Merah, Jeruk, Pisang, Kelapa Sawit, Kakao, Kopi, Kelapa, Gula, Daging, Telur, Susu, Gandum

Pupuk N, P, K

(25)

24

dimana

h

merepresentasikan kategori rumah tangga,

i

adalah komoditas yang

dikonsumsi.

Blok Penawaran (Produksi)

Penawaran rumah tangga (petani) komoditas pertanian (

F

) ditentukan oleh:

(a) total luas lahan pertanian yang ada, (b) pangsa luas lahan yang teralokasikan

untuk masing-masing komoitas, dan (c) produktivitas usahatani masing-masing

komoditas yang bersangkutan. Anggaplah kondisi awal total luas lahan yang

dibudidayakan (

AREA0

); dan dengan asumsi bahwa tujuan usahatani adalah

maksimisasi laba maka pangsa luas lahan dari setiap kategori rumah tangga

rh

yang dialokasikan untuk komoditas pangan

fp

(

SH

rh,fp

) dipengaruhi oleh

harga-harga komoditas yang bersangkutan:

log(

SH

rh,f

) =

,

s rh f

+

, , 1 f s h i i i

* log(

PP

rh,f

)

( 6)

Mengacu pada kondisi obyektif di lapangan, diasumsikan bahwa produksi

pangan hanya diproduksi oleh rumah tangga perdesaan (RH), dan gandum tidak

diproduksi di dalam negeri. Demikian pula,

Σ

Σ

SH

h,f

. juga diasumsikan sama

dengan 1.

Produktivitas usahatani komoditas pangan (

FP

) untuk rumah tangga

kategori

h

(

YLD

h,f

) dipresentasikan dalam bentuk log-linear dan merupakan fungsi

dari harga-harga komoditas yang bersangkutan dan harga-harga masukan

usshatani (

in

):

log(

YLD

rh,fp

) =

,

y rh fp

+

,

y rh fp

* log(

PP

rh,fp

) +

, , 1

in

h fp i i

* log(

PC

rh,in

)

+

fp

* log(

RDE

fp

)

( 7)

dimana

fp

merepresentasikan komoditas pertanian yang bersangkutan,

sedangkan koefisien merepresentasikan elastisitas penawaran.

Total penawaran untuk setiap komoditas pangan merupakan perkalian

antara luas panen dan produktivitasnya. Sudh barang tentu dilakukan

penyesuaian terkait dengan adanya produk pertanian yang kemudian digunakan

untuk benih dan faktor konversi dari bentuknya di tingkat petani ketika dijual

terhadap bentuk produk ketika dijual di pasar konsumen rumah tangga (misalnya

(26)

25

HSCR

rh,fp

= AREA0

*

SHARE0

rh,fp

*

YLD

rh,fp

*

CCFactor

fp

* (1-PERTE0

fp

* CONV

fp

( 8)

dan total penawaran untuk seluruh komoditas pangan yang tercakup dalam model

adalah:

SCR

fp

=

1

rh

i

HSCR

rh,fp

( 9)

Dalam model ini dilakukan penyederhanaan dimana penawaran untuk

produk peternakan (

HSLVrh

) dan produk non pertanian (HSNFh) dipresentasikan

merupakan fungsi dari harga di tingkat produsen saja. Total penawaran produk

peternakan (

SLV

) dan produksi non pertanian (SNF) sama dengan jumlah total

dari penawaran setiap kategori rumah tangga:

log(

HSLV

rh,l

)

=

rhl

+

,

l rh l

* log(

PP

rh,l

) +

, , 1

af

h fp i i

* log(

PC

rh,af

)

(10)

SLV

(

L

) =

, 1 rh i l i

HSLV

(11)

Blok Persamaan Permintaan Masukan Usahatani

Permintaan rumah tangga kelompok

rh

’s untuk masukan usahatani

in

(

HDIN

rh,in

) merupakan fungsi dari harga masukan yang bersangkutan dan harga

komoditas pertanian yang menggunakannya. Fungsi permintaannya dengan

demikian dapat dipersentasikan dalam bentuki:

log(

HDIN

rh,in

) =

,

f rh in

+

, , ,

1

g

rh g g i i

* log(

PP

rh,g

) +

, 1 in rh i i

* log(

PC

rh,in

) (12)

dimana

subscript

in

menunjukkan pakan, pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Total

permintaan masukan adalah:

DIN

in

=

(27)

26

Blok Persamaan Konsumsi

Permintaan konsumsi untuk barang (

HC

) oleh kelompok rumah tangga di

perkotaan dan di perdesaan dapat dipresentasikan sebagai:

log(

HC

h,i

) =

,

d h i

+

, 1 f d h i i

* log(

PC

h,i

) +

,

d h i

* log(

YH

h

)

(14)

dimana

i

mengacu pada barang konsumsi yang dibeli rumah tangga, mencakup

produk pertanian termasuk yang berasal dari impor:

CONS

f

=

, 1 h h f i

HC

(15)

Blok Pendapatan

Pendapatan

pertanian

rumah tangga perdesaan (

YHAG

rh

) merupakan

penjumlahan nilai penerimaan dari komoditas pertanian yang diproduksi dikurangi

biayanya.

YHAG

rh

=

rhyrh

+

1

fp

i

(

PP

rh,I

* HSCR

rh,i

) / 1000) -

1

in

i

(

PC

rh,i

*HDIN

rh,i

)

/ 1000)

+

1

l

i

(

PP

rh,i

*HSLV

rh,i

)

/1000

(16)

Selanjutnya, total pendapatan rumah tangga (

YH

rh

) merupakan jumlah

pendapatan dari pertanian dan pendapatan non pertanian (eksogenous) yang

disesuaikan dengan indeks harga:

YH

rh

=

YHAG

rh

+

YHNAGrh

+

PINDEX

h

(17)

Blok Persamaan yang Merepresentasikan Kondisi Keseimbangan

Keseimbangan ekonomi mensyaratkan terjadinya keseimbangan di setiap

pasar komoditas. Untuk setiap komoditas pangan, hal ini berarti bahwa total

kuantitas penawaran (total penawaran dari produksi di dalam negeri dan impor

bersih) adalah sama dengan total kuantitas yang diminta oleh rumah tangga

maupun permintaan dari non rumah tangga seperti untuk pakan, industri

pengolahan, maupun stok pemerintah).

SCR

fp

+ NIM

fp

= CONS

fp

+ CONANIM

fp

+ CONSOTHR0

fp

(28)

27

dalam hal ini, untuk komoditas pertanian yang diproduksi dalam negari dapat

dipresentasikan sebagai:

NIM

np

= CONS

np

+ CONANIM

np

+ CONSOTHR0

np

+ PRSTKS0

np

+ GOSTKS0

np

(19)

sedangkan untuk komoditas pertanian yang dikonsumsi oleh rumah tangga tetapi

hampir seluruhnya berasal dari impor yaitu gandum, dapat dipersentasikan

sebagai:

SIN

in

= DIN0

in

(20)

Untuk persamaan keseimbangan pada pasar masukan usahatani yaitu Pupuk

Urea, pupuk P, dan pupuk K dapat dipersentasikan sebagai:

SLV

l

+ NIM

l

= CONS

l

+ PRSTKS0

l

+ GOSTKS0

l

.

(21)

Sebagai implikasi dari adanya keterkaitan antar pasar, antar komoditas,

dan persamaan-persamaan yang diperlukan untuk memenuhi karakteristik

permintaan maupun penawaran maka jumlah persamaan yang tercakup dalam

model berjumlah ribuan. Oleh karena itu untuk mengolahnya akan menggunakan

perangkat lunak (software) General Algebraic Modelling Systems (GAMS).

Struktur model dan persamaan-persamaan yang tercakup didalamnya dan

kodenya dalam GAMS mengacu pada Hutabarat dan kawan-kawan (2012).

3.4.2.2. Skenario Untuk Simulasi Dampak Perubahan Iklim

Untuk memprediksi dampak perubahan iklim dengan model tersebut,

skenario simulasi yang diterapkan dalam penelitian ini mengacu pada data yang

dihasilkan dari estimasi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas beberapa

komoditas yang dikembangkan oleh The Commonwealth Scientific and Industrial

Research Organisation/CSIRO, Australia dan Model for Interdisciplinary Research

On Climate/MIROC, Japan for 2030 and 2050 (Nelson et al. 2009). Sesuai dengan

kondisi di Indonesia, terdapat lima skenario yang akan diterapkan yaitu (Tabel

Lampiran 1): (a) CSIRO_A1b, (b) CSIRO_B1, (c) MIROC_A1b, (d) MIROC_B1,

and (e) No Climate Change/NoCC, masing-masing untuk kondisi tahun 2030 dan

(29)

28

I V. ANALI SI S RI SI KO

Beberapa faktor yang berpeluang menjadi penyebab tak tercapainya

tujuan atau tidak terselesaikannya pekerjaan dalam penelitian dan cara

antisipasinya tersaji dalam Tabel 2 dan 3 berikut ini:

Tabel 2. Daftar Risiko

No. Risiko Penyebab Dampak

1. Lokasi penelitian tidak

kondusif untuk melakukan survey. (pengumpulan data),

Adanya instabilitas politik dan keamanan nasional dan atau situasi ketertiban dan keamanan

Proses pengumpulan data primer terhambat

2. Adanya penundaan

kegiatan

kebijakan pemerintah terkait dengan realokasi anggaran untuk mengatasi situasi darurat,

Proses penelitian mundur

3. pelaksanaan kegiatan

tidak dapat dilakukan dengan normal

Adanya bencana alam Proses penelitian dan

hasilnya kurang optimal

Tabel 3. Daftar Penanganan Risiko

No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko

1. Lokasi penelitian

tidak kondusif untuk melakukan survey. (pengumpulan data),

Adanya instabilitas politik dan

keamanan nasional dan atau situasi ketertiban dan keamanan

Untuk mengantisipasi risiko yang timbul dalam kaitannya dengan ketertiban dan keamanan di lokasi penelitian, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan adanya lokasi pengganti (cadangan) berdasarkan atas justifikasi ilmiah agar kualitas hasil penelitian dapat dipertahankan

3. Adanya penundaan

kegiatan kebijakan pemerintah terkait dengan realokasi anggaran untuk mengatasi situasi darurat,

Perancangan Kerangka Acuan Penelitian disusun melalui

penjaringan isu-isu kebijakan yang dipandang strategis. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh institusi.

4. Pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilakukan dengan normal

Adanya bencana alam

(30)

29

V. TENAGA DAN ORGANI SASI PELAKSANAAN

5.1. Susunan Tim Pelaksana

No N a m a

Gol/

Pangkat Jabatan Fungsional

Kedudukan dalam tim

1 Dr. Sumaryanto I V/ c Peneliti Madya Ketua

2 Adi Setiyanto, SP., M.Si. I I I / d Peneliti Muda Anggota

3 Muhammad Suryadi, SP,M.Si. I I I / c Peneliti Pertama Anggota

4 I r. Andi Askin I I I / d Peneliti Pertama Anggota

4 Yana Supriyatna, SE I I I / d Peneliti Non Klas Anggota

5.2. Jadual Pelaksanaan

Kegiatan/ Aktivitas Bulan ( 1 = Januari), Tahun 2013

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Persiapan

Review

Pengumpulan data

Pengolahan dan Analisis Data

Penulisan Laporan Penelitian

Seminar Hasil Penelitian

Finalisasi Laporan Penelitian

Pendayagunaan Hasil Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Richard M., D. Glyer, and Bruce A. McCarl. 1989. The Economic Effects of Climate Change in U.S. Agriculture: A Preliminary Assessment."" I n D. Tirpak and J. Smith, eds., The Potential Effects of Global Climate Change on the United States: Report to Congress. EPA 230-05-89-050. Washington, D.C: United States Environmental Protection Agency."

(31)

30

Asian Development Bank (ADB). 2009. The Economics of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review, Asian Development Bank (ADB).

Boer, R. 2007. Deteksi Perubahan I klim dan Dampak Sosial-ekonominya. Laporan Proyek Kerjasama BMG dan I PB. Bogor.

Brooks N, Adger WN. 2005. Assessing and enhancing adaptive capacity, I n Adpatation Policy Frameworks for Climate Change: Developing Strategies, Policies and Measures, Lim B, Spanger-Siegfried E, Burton I , Malone E, and Hug S (eds), Cambridge University Press, Cambridge.

Cline, William R. 1996The I mpact of Global Warming on Agriculture: Comment. American Journal of Agricultural Economics 86(5): 1309-1312.

ECA. 2009. Shaping Climate-Resilient Development: A Framework for Decision-Making, A report of the Economics of Climate Adaptati on (ECA) Working Group, ClimateWorks Foundation, Global Environment Facility, European Commission, McKinsey & Company, The Rockefeller Foundation, Standard Chartered Bank and Swiss Re.

FAO. 2007. Adaptation to climate change in agriculture, forestry and fisheries: Perspective, framework and priorities, I nterdepartmental Working Group on Climate Change, Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations, Rome.

FAO. 2008. Climate Change and Food Security: A Framework Document. Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO). Rome.

Fischer, G., M. Shah, and H.V. Velthuizen. 2002. Climate Change and Agricultural Vulnerability. I I ASA. Luxemberg, Austria.

Gerald C. Nelson, Mark W. Rosegrant, Amanda Palazzo, I an Gray, Christina I ngersoll, Richard Robertson, Simla Tokgoz, Tingju Zhu, Timothy B. Sulser, Claudia Ringler, Siwa Msangi, and Liangzhi You. 2010. Food Security, Farming, and Climate Change to 2050: Scenarios, Results, Policy Options. I nternational Food Policy Research I nstitute (I FPRI ), Washington, D.C.

Handoko, I ., Y. Sugiarto, and Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan I klim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. SEAMEO, BI OTROP, I ndonesia.

Hulme, Mike, ed. 1996. Climate Change and Southern Africa. Norwich, United Kingdom: Climatic Research Unit, University of East Anglia.

Hutabarat, A. Setiyanto, R. Kustiari, and T. B. Sulser. 2012. An Examination of Climate Change I mpact on I ndonesia Agriculture Sector. Paper prepared for the I CASEPS-I FPRI project on "Plausible Futures for Development and Structural Adjustment in I ndonesia-I mpacts and Policy I mplications for the Asia-Pacific Region." Bogor, I ndonesia.

I PCC. 2001 Climate change 2001: impacts, adaptation, and Vulnerability. Cambridge University Press, New York.

(32)

31

Fourth Assessment Report of the I ntergovernmental Panel on Climate Change, Parry, M.L., O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden, and C.E. Hanson (eds), Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom, 7-22.

I rawan, B. 2002. Multilevel I mpact assessment and Coping Strategies against El Nino. Case of Food crops in I ndonesia. CGPRT Center Working Paper No. 75, CGPRT Center, Bogor.

Jones, J. W., G. Hoogenboom, C. H. Porter, K. J. Boote, W. D. Batchelor, L. A. Hunt, P. W. Wilkens, U. Singh, A. J. Gijsman, and J. T. Ritchie. 2003. The DSSAT cropping system model. European Journal of Agronomy 18 (3-4): 235-265.

Lasco R.D, C.M.D. Habito, R.J.P. Delfino, F.B. Pulhin, and R.N. Concepcion. 2011. Climate Change Adaptation for Smallholder Farmers in Southeast Asia. World Agroforestry Centre, Philippines. 65p.

Leary, N., J. Adejuwon, V. Barros, I . Burton, J. Kulkarni, R. Lasco (eds). 2007. Climate Change and Adaptati on, London: Earthscan, p. 448.

Mendelsohn, Robert, and Ariel Dinar. 1999. "Climate Change, Agriculture, and Developing Countries: Does Adaptation Matter?" The World Bank Research Observer 14(2): 277-93.

Mendelsohn, Robert, William D. Nordhaus, and Daigee Shaw. 1994. "The I mpact of Global Warming on Agriculture: A Ricardian Analysis." American Economic Review 84(4): 753-771.

Nelson, GC; Rosegrant, MW; Palazzo, A; Gray, I ; I ngersoll, C; Robertson, R; Tokgoz, S; Zhu, T; Sulser, TB; Ringler, C; Msangi, S; and You, L. Food security, farming, and climate change to 2050: Scenarios, results, policy options. 2010. Research Monograph. I nternational Food Policy Research I nstitute(I FPRI ),Washington,DC. http: / / dx.doi.org/ 10.2499/ 9780896291867

Parry, M. L., T. R. Carter, and N. T. Konijn. 1988. The I mpact of Climate Variations on Agriculture. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Quiggin, J. and J. K. Horowitz. 1999. "The I mpact of Global Warming on Agriculture: A Ricardian Analysis: A Comment." American Economic Review 89(4): 1044-1045.

Rosegrant, M. W., S. Msangi, C. Ringler, T. B. Sulser, T. Zhu, and S. A. Cline. 2008. I nternational Model for Policy Analysis of Agricultural Commodities and Trade (I MPACT): Model description. Washington, D.C.: I nternational Food Policy Research I nstitute.

Rosenzweig, C., and D. Hillel. 1995. Climate Change and the Global Harvest: Potential I mpacts on the Greenhouse Effect on Agriculture. New York, N.Y.: Oxford University Press.

(33)

32

Stern, N., S.Peters, V.Bakhshi, A.Bowen, C.Cameron, S.Catovsky, D.Crane, S.Cruickshank, S.Dietz, N.Edmonson, S.-L.Garbett, L.Hamid, G.Hoffman, D.I ngram, B.Jones, N.Patmore, H.Radcliffe, R.Sathiyarajah, M.Stock, C.Taylor, T.Vernon, H.Wanjie, and D.Zenghelis (2006), Stern Review: The Economics of Climate Change, HM Treasury, London.

Sumaryanto, B. I rawan, H. Sawit, A. Setyanto, J. Situmorang, dan M. Suryadi. 2011. Dampak Perubahan I klim Terhadap Kerawanan Pangan Temporer/ Musiman. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Sumaryanto. 2010. Eksistensi Pertanian Skala Kecil Dalam Era Persaingan Pasar Global. Dalam Suradisastra, K., P. Simatupang, dan B. Hutabarat. 2010. Prosiding Seminar Nasional: Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Makalah Utama. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Trenberth, K. E., J. T. Houughton, and L. G. Meira Filho. 1995. The Climate System: an Overview. I n: Climate Change 1995. The Science of Climate Change. Contribution of Working Group I to the Second Assessment Report of The I ntergovernmental Panel on Climate Change (I PCC). Cambridge University Press.

Warren, R., N. Amell, R. Nichols, P. Levy, and J. Price. 2006. Understanding The Regional I mpacts of Climate Change. Research Report Prepared for The Stern Review, Tyndall Center Working Paper 90, Norwich. Available from

(34)
[image:34.595.98.499.99.416.2]

33

(35)
[image:35.595.86.522.135.727.2]

34

Tabel Lampiran 2. Perubahan produktivitas tanaman berdasarkan beberapa skenario perubahan iklim dibanding tanpa perubahan iklim (Tanpa PI ) pada 2030 dan 2050 (dalam persen)

Tanaman/Komoditas CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Padi 0.2% 0.3% ‐1.6% ‐0.7%

Ubikayu 1.7% 1.1% 2.0% 2.1%

Jagung ‐2.8% ‐3.0% ‐1.9% ‐1.5%

Kedelai ‐2.7% ‐2.6% 0.9% 0.8%

Ubi jalar 1.6% 1.0% 0.8% 1.0%

Kentang ‐1.0% ‐0.9% ‐2.0% ‐1.5%

Kacang tanah 1.5% 1.2% 2.2% 2.0%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Pisang/Jeruk 2.0% 1.6% 2.1% 2.7%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Cabai/Bawang merah 0.6% 0.5% 0.5% 1.1%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Kelapa sawit 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Minyak kelapa 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Coklat 0.1% 0.1% 0.1% 0.1%

Kopi 0.1% 0.1% 0.1% 0.1%

Tebu ‐2.4% ‐2.3% ‐2.1% ‐1.6%

Tanaman/Komoditas CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Padi 0.6% 0.9% ‐3.2% 0.9%

Ubikayu 3.7% 2.2% 4.2% 2.2%

Jagung ‐6.7% ‐8.2% ‐4.2% ‐8.2%

Kedelai ‐5.4% ‐5.3% 1.6% ‐5.3%

Ubi jalar 4.1% 1.8% 2.8% 1.8%

Kentang ‐1.8% ‐1.7% ‐3.9% ‐1.7%

Kacang tanah 3.1% 2.5% 4.5% 2.5%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Pisang/Jeruk 4.9% 3.9% 5.4% 3.9%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Cabai/Bawang merah 0.9% 0.6% 0.8% 0.6%

CSIRO_A1b CSIRO_B1 MIROC_A1b MIROC_B1

Kelapa sawit 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Minyak kelapa 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Coklat 0.2% 0.2% 0.3% 0.2%

Kopi 0.2% 0.2% 0.3% 0.2%

Tebu ‐5.5% ‐5.9% ‐4.9% ‐5.9%

Tahun 2030

Tahun 2050 Skenario

Skenario

Gambar

Gambar 1. Kerangka Analisis Dampak Perubahan Iklim
Gambar 2.   Analisis Keterkaitan dan Transmisi Harga
Gambar 4.  Analisis Keterkaitan Kuantitas
Tabel 2. Daftar Risiko
+3

Referensi

Dokumen terkait

pada surah An-Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu

Dengan demikian penulis perlu mengkaji penelitian ini untuk mengetahui kebenaran adanya singkatan dan akronim yang terdapat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi

Meningkatnya permintaan masyarakat untuk produk-produk peternakan dewasa ini sudah selayaknya diikuti oleh upaya pengembangan usaha ternak, dan termasuk di dalamnya

Apotek Gedong Kuning belum memisahkan tanggung jawab fungsional untuk penjualan, pen- erimaan kas, dan administrasi. 2) Unsur Otorisasi dan Prosedur Pencatatan Apotek

Sistem pengelolaan data dan arsip di Radio Global 101.0 FM yang dikelola oleh bagian administrasi memiliki manajemen yaitu berdasarkan kegiatan atau event pada

Pengumpulan data analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis tumbuhan yang menyusun ekosistem burung (Sawitri et al., 2012), dengan menggunakan metode nested

Perihal : Undangan Pelatihan Fasilitator Tahap II (Provinsi Jawa Tengah I) Program Pamsimas III TA 2016 Dalam rangka meningkatkan kapasitas Fasilitator Senior dan

Puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa atas lindungan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar