• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Nonverbal Dalam Sendratari Ramayanan Prambanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Nonverbal Dalam Sendratari Ramayanan Prambanan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KOMUNIKASI NONVERBAL DALAM SENDRATARI RAMAYANA PRAMBANAN

(Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Yogyakarta Dalam Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh : Billy Hasbi NIM : 41809854

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

Penari Yogyakarta Dalam Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan) Oleh:

Billy Hasbi NIM: 41809854

Skripsi ini di bawah bimbingan: Drs. Manap Solihat, M.Si

Penelitian ini bermaksud mengetahui Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Sendratari Ramayana Prambanan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui makna ekspresi wajah, gerak tubuh, busana, ruang, dan waktu yang ada dalam Sendratari Ramayana Prambanan bagi penari di sekitar Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi etnografi komunikasi dengan informan penari yang berjumlah 5 orang. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi pustaka, dan internet searching. Adapun teknis analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa makna komunikasi nonverbal yang ada pada Sendratari Ramayana Prambanan antara lain terdapat makna nonverbal pada ekspresi wajah yang mengartikan sikap lemah lembut, sedih, cemas dan bahagia, makna gerakan yang terlihat sepanjang pagelaran, dan makna busana dari penari Sendratari Ramayana Prambanan yang mengartikan sifat-sifat tiap tokoh yang diperankan, makna ruang bahwa prambanan adalah tempat diukirnya kisah Ramayana dan waktu pelaksanaan pagelaran Sendratari Ramayana Prambanan bisa kapan saja dan dimana saja.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa makna nonverbal juga ada di dalam sebuah Sendratari Ramayana Prambanan. Dimana Sendratari Ramayana memiliki isi makna yang terkandung di dalamnya yang disampaikan melalui gerakan, ekspresi wajah, busana, ruan dan waktu karena setiap episode dan ceritanya tidak semua orang mengetahui makna yang terkandung didalamnya.

Peneliti menyarakan kan agar alangkah baiknya kita juga ikut berkontribusi dalam melestarikan segala keunikan kebudayaan kita terutama Sendratari Ramayana sehingga tidak hilang tertelan perkembangan zaman dan terjaga keasliannya.

(3)

ABSTRACT

THE MEANING OF NONVERBAL COMMUNICATION IN SENDRATARI RAMAYANA PRAMBANAN

(Communication Ethnography Research About The Meaning of Yogyakarta Dancers Nonverbal Communication in Sendratari Ramayana at Prambanan

Area) By: Billy Hasbi NIM: 41809854

This Undergraduated Thesis was prepared under guidance of: Drs. Manap Solihat, M.Si

This research is designed to understand the meaning of the Meaning of Nonverbal Communication in Sendratari Ramayana Prambanan. The aim of this research is to know the meaning of facial expression, movement, clothing, room, and time in Sendratari Ramayana Prambanan for dancer around Yogyakarta.

This research used ethnography communication qualitative research method which are have at least 5 dancers informan. All data has been summaries by deep conversation, observation, library research and net browsing. In order analysis data technique, the method is data gathering, data reduction, data analysis, conclusion and evaluation.

The results of this study indicate that the meaning of nonverbal communication that exist in Sendratari Ramayana Prambanan among others there are meaning of nonverbal in facial expression that interpret the attitude of gentle, sad, anxious and unhappy, the meaning of nonverbal movement is also seen along the the show, and meaning of clothing of Sendratari Ramayana Prambanan dancer that interpretation the nature of characters they played. Mean of room is Prambanan, the place that Ramayana story was carved and time of Sendratari Ramayana Prambanan show can do it anywhere and anytime.

The conclusion of this study that there are also the meaning of nonverbal in a Sendratari Ramayana Prambanan. Where the Sendratari Ramayana Prambanan has meaning contents contained in there that be delivered with movement, facial expression, cloth, room and time because every episode and the story, not everyone know about the meaning in there.

The researcher suggerst that it is good if we also give contribution for conseving all of culture unique side, especially Sendratari Ramayana so that it is not lost in times and maintained the authenticity.

(4)

Ramayana dan dipertunjukkan di dekat Candi Prambanan, kisah Ramayana sendiri bersumber dari Epos (cerita sejarah kepahlawanan) Ramayana yang menceritakan usaha Sri Rama untuk menyelamatkan Dewi Shinta yang diculik Rahwana. Pertunjukan yang menampilkan kisah Ramayana di Prambanan bukanlah satu-satunya, ada beberapa negara lain seperti Kamboja, Srilanka, Thailand, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia, dan India.

Kisah Ramayana yang dibawakan dalam pertunjukan ini sama dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Cerita yang terpahat di candi Hindu tercantik ini mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang di rangkum menjadi empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna dan Rahwana, serta pertemuan kembali Rama-Sinta. Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh penari dengan diiringi musik gamelan.

Jumlah para penari bergantung pada venue yang digunakan. 50 penari untuk indoor dan 100 penari untuk outdoor. Karakterisasi tari Sendratari Ramayana Ballet Prambanan mengacu pada wayang orang. Awal perkembangannya Sendratari Ramayana Ballet Prambanan didominasi gaya tari Surakarta, sedikit tenik gerak tari Yogyakarta. Perbedaan antara gaya tari Surakarta dan Yogyakarta adalah gaya tari Surakarta lebih dekat dengan gaya klasik sedang kan Yogyakarta lebih romantik.

(5)

kelompok penari dengan penontonnya ketika melakukan pertunjukan. Komunikasi Nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body language. Selain itu juga, penggunaan komunikasi nonverbal dapat melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian dan potongan rambut.Menurut Edward T. Hall komunikasi nonverbal merupakan “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi

karena pesan nonverbal dalam konteks komunikasi, untuk memahami dan menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.

Bentuk komunikasi nonverbal bisa dilihat dalam sebuah budaya seni tari karena dalam seni tari terdapat gerakan-gerakan yang mempunyai makna. Sendratari Ramayana Prambanan merupakan suatu budaya yang erat kaitannya dengan studi etnografi. Etnografi merupakan kajian khusus yang membahas tentang kebudayaan atau sistem kepercayaan suatu daerah.

Metode Etnografi juga dapat digunakan dalam masyarakat yang kompleks seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki kelompok subkultur tersendiri. Hal ini menjadi istimewa karena terdapat unsur komunikasi yang melatari dan menggerakan sebuah kebudayaan khususnya pada pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan. Mengenai hal tersebut lebih fokus dibahas dalam ranah komunikasi khususnya etnografi komunikasi.

(6)

bahasa, dan bahkan definisi baik wacana terbentuk ditentukan oleh budaya.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai etnografi komunikasi, studi etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekian studi penelitian kualitatif, yang mengkhususkan pada penemuan berbagai pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur, untuk sampai pada pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai landasan teori maupun sebagai studi penelitian, sebenarnya berawal dari isu-isu dasar yang melahirkannya yaitu Bahasa, Komunikasi, dan Kebudayaan, karena ketiga itulah yang tergambar dalam kajian etnografi komunikasi.

Ekspresi jiwa manusia dalam keindahan merupakan pesan budaya yang mengandung unsur-unsur sistem budaya dari suatu kelompok masyarakat dengan tujuan menginterpretasikan tentang gagasan dan pengalaman. Seni yang lahir akan memiliki keunikan dalam berbagai penyampaian pesan, bai cara maupun maknanya. Seni tercipta dari perpaduan antara sistem budaya, sistem sosial, dan kepercayaan yang diyakini dilingkungan dimana mereka berada sebagai suatu kesatuan yang utuh serta hubungan realitas yang tidak terpisahkan. Namun seni bagi setiap daerah tidaklah sama, hal tersebut dipengaruhi oleh kepekaan rasa terhadap nilai estetika yang ada.

(7)

terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Selain itu bahasa, sebagaimana budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetik. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Suatu budaya menunjukkan ciri-ciri umum komunikasi nonverbalnya. Budaya itu sendiri terus berubah sejalan dengan interaksinya dengan budaya lain, perilaku nonverbal juga boleh jadi berubah, meskipun berlangsung lambat.

Dalam penelitian ini pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan memiliki simbol-simbol tertentu yang menciptakan kebudayan tersendiri khususnya dalam pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan dikebudayaan Jawa. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol-simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. Menurut Mead dalam Deddy Mulyana, interaksi simbolik adalah kehidupan sosial, pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.

(8)

multimakna.

Sendratari Ramayana Prambanan sangat menarik untuk diteliti dari sudut pandang ilmu komunikasi terutama pesan dalam hal ini makna komunikasi nonverbal dengan menggunakan studi etnografi komunikasi. Berbagai peranan didalamnya yang berbentuk komunikasi nonverbal memiliki makna yang menarik untuk diungkapkan.

Dengan sebuah makna komunikasi nonverbal, maka akan diketahui makna yang paling nyata dari suatu ekspresi wajah atau makna yang paling subjektif yang berhubungan langsung dengan makna sentuhan, busana dan konsep waktu mengenai makna komunikasi nonverbal pada Sendratari Ramayana Prambanan.

2. RUMUSAN MASALAH

2.1 Pertanyaan Makro

Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu Bagaimana Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Yogyakarta Dalam Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?”

2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan pertanyaan mikro guna membatasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna ekspresi wajah yang ditunjukkan para penari dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

(9)

3. Bagaimana makna busana yang dikenakan dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

4. Bagaimana makna waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

5. Bagaimana makna ruang yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan dalam upaya mendapatkan data ataupun informasi untuk memperoleh jawaban atas

permasalahan penelitian yang telah diajukan. Oleh karena itu, penentuan tahapan penelitian berikut teknik yang digunakan harus mencerminkan relevansi dengan penelitian. Penulis berpijak dari realitas yang terjadi dilapangan, yaitu Makna Komunikasi Nonverbal Dalam Sendratari Ramayana Prambanan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi fenomenologi, sebagaimana diungkapkan oleh Deddy Mulyana yang di kutip dari bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif”.

“Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian kualitatif tidak

mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas kuantitatif”. (Dalam Mulyana, 2003:150)

Maka penelitian kualitatif selalu mengandaikan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta

(10)

Di dalam Sendratari Ramayana Prambanan ada banyak komunikasi nonverbal yang ditunjukkan oleh para penarinya. Baik dari segi ekspresi wajah, gerakan, busana, ruang, dan waktu. Ini dikarenakan Sendratari Ramayana adalah seni dramatari tanpa dialog.

Berdasarkan data hasil wawancara dan observasi lapangan, peneliti

menganalisir pernyataan-pernyataan penari berkaitan dengan makna komunikasi nonverbal para penari. Mereka sepakat bahwa ada banyak makna yang terdapat dalam komunikasi nonverbal di dalam Sendratari Ramayana.

Tiap aliran tari memiliki perbedaan-perbedaan serta pergeseran makna. Aliran Yogyakarta dan Surakarta memiliki perbedaan dari segi tata rias, busana, dan gerakan. Ini dikarenakan Yogyakarta adalah aliran klasik, sedangkan Surakarta adalah pembaharuan dari tari Yogyakarta klasik tersebut.

Selain itu, tiap daerah memiliki kekhasan kebudayaan masing-masing, sehingga tiap komunikasi nonverbal adalah hasil dari ciri khas dari kebudayaan daerah masing-masing. Namun walaupun berbeda, makna yang dimunculkan tidak lari dari jalan cerita Ramayana.

Pergeseran pun terjadi dari aturan yang dulu saat masi dilaksanakan di kraton dengan yang sekarang. Saat di Kraton penonton Sendratari Ramayana adalah orang-orang dari kalangan khusus. Sedangkan Sendratari Ramayana Prambanan di khususkan untuk menarik turis baik dalam negri maupun luar negri sehingga dibuat lebih ekspresif dan mudah dipahami.

(11)

diciptakan lebih kuat dan lebih berasa. Perasaan yang dikeluarkan oleh penari juga lebih dalam dan berbeda jika ditampilkan di Prambanan.

Sedangkan waktu, sebenarnya tidak ada jadwal khusus seperti halnya seni tari di Bali yang sangat kental dengan unsur religi, namun dilakukan setelah magrib ternyata erat kaitan nya dengan filosofi dari jawa Yogyakarta itu sendiri. Karena dipercaya bagi sebagian orang setelah magrib adalah waktu yang pas dalam melakukan sebuah pagelaran karena suasananya yang sunyi.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Makna yang ditampilkan oleh penari semuanya sama. Emosi dan tata rias disesuaikan dengan situasi cerita dan sifat masing-masing tokoh.

Pembedanya adalah pembawaan tiap penari lah yang berbeda karena penghayatan masing-masing orang berbeda-beda.

2. Gerakan tari aliran Jogja adalah gerakan tari klasik Jogja. Setiap karakter memiliki gerakan-gerakan yang sesuai dengan karakter dan sifat masing-masing tokoh. Gerakan adalah penunjang dari ekspresi wajah. Keindahan gerak tari dapat membantu penonton dalam menafsirkan situasi dan arti dari ekspresi wajah sang penari.

3. Busana pada Sendratari Ramayana Prambanan mengacu pada wayang orang namun lebih sederhana. Busana yang digunakan penari juga menyesuaikan dengan sifat dari tokoh yang diperankan. Misalnya Rama, busana yang digunakan nya adalah busana yang sesuai dengan seorang raja, namun lebih terlihat sederhana karena Rama adalah raja yang memiliki sifat kesederhanaan.

(12)

sebelum mulai menyaksikan pagelaran.

6. Komunikasi nonverbal dalam Sendratari Ramayana Prambanan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Creswell, John W. 2010. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosadakarya.

Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi,Bandung, Remaja Rosdakarya. Kuswarno, Engkus. 2011. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:

Bumi Aksara.

Laksmi.2012.Interaksi Interpretasi dan Makna. Bandung: Karya Putra Darwati Littlejohn, Stephen W. 2009. Teori Komunikasi Theories Of Human

Communication. Jakarta: Salemba Humanika

Marzali, Amri. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Moleong, Lexy J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: remaja Rosda Karya

Morrisan. 2014. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenamedia

Mulyana, Deddy. 2007.Pengantar Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung

(14)

Tionghoa, Universitas Komputer Indonesia. Bandung 2014.

Niluh Ayu Anggaswari. Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kebudayaan Bali. Universitas Komputer Indonesia. Bandung 2014.

Aldila Asyafira H. Pola Komunikasi Pengajar Kepada Anak Jalanan di Rumah Belajar Sahaja Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar, Universitas Komunikasi Indonesia. Bandung. 2014

C. INTERNET SEARCHING

http://elib.unikom.ac.id (16/10/2015 pukul 22:30 wib)

http://www.klikhotel.com/blog/indahnya-sendratari-ramayana-di-prambanan (16/10/2015 pukul 22:30 wib)

(15)
(16)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Sendratari Ramayana Prambanan, merupakan sebuah pagelaran kolosal yang menggabungkan antara seni tari dan drama tanpa dialog. Diangkat dari cerita Ramayana dan dipertunjukkan di dekat Candi Prambanan, kisah Ramayana sendiri bersumber dari Epos (cerita sejarah kepahlawanan) Ramayana yang menceritakan usaha Sri Rama untuk menyelamatkan Dewi Shinta yang diculik Rahwana. Pertunjukan yang menampilkan kisah Ramayana di Prambanan bukanlah satu-satunya, ada beberapa negara lain seperti Kamboja, Srilanka, Thailand, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia, dan India.

Kisah Ramayana yang dibawakan dalam pertunjukan ini sama dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Cerita yang terpahat di candi Hindu tercantik ini mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang di rangkum menjadi empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna dan Rahwana, serta pertemuan kembali Rama-Sinta. Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh penari dengan diiringi musik gamelan.

(17)

2

Surakarta, sedikit tenik gerak tari Yogyakarta. Perbedaan antara gaya tari Surakarta dan Yogyakarta adalah gaya tari Surakarta lebih dekat dengan gaya klasik sedang kan Yogyakarta lebih romantik.

Sejak tampilnya penari muda dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Yogyakarta, perlahan pengaruh gaya Yogyakarta dan daerah lain masuk kedalam Sendratari tersebut. Dapat dikatakan saat ini di Jawa Tengah terdapat tiga gaya sendratari, yaitu gaya Prambanan, gaya Surakarta, dan gaya Yogyakarta.

Sendratari Ramayana mempunyai ciri khas didalamnya. Dalam pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan ini terjadi komunikasi nonverbal antara kelompok penari dengan penontonnya ketika melakukan pertunjukan. Komunikasi Nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata ataupun suara tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body language. Selain itu juga, penggunaan komunikasi nonverbal dapat melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian dan potongan rambut.Menurut Edward T. Hall komunikasi nonverbal merupakan “bahasa diam” (silent

language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi karena pesan nonverbal dalam konteks komunikasi, untuk memahami dan menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.

(18)

dengan studi etnografi. Etnografi merupakan kajian khusus yang membahas tentang kebudayaan atau sistem kepercayaan suatu daerah.

Adanya penjelasan etnografi dalam buku Metode Penelitian Komunikasi yang mengatakan “Etnografi pada dasarnya merupakan suatu bangunan

pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan.” (Kuswarno, 2008:32)

Metode Etnografi juga dapat digunakan dalam masyarakat yang kompleks seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki kelompok subkultur tersendiri. Hal ini menjadi istimewa karena terdapat unsur komunikasi yang melatari dan menggerakan sebuah kebudayaan khususnya pada pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan. Mengenai hal tersebut lebih fokus dibahas dalam ranah komunikasi khususnya etnografi komunikasi.

Engkus Kuswarno dalam bukunya metode etnografi komunikasi juga mengemukakan bahwa

“Etnografi komunikasi melihat perilaku dalam konteks sosiokultural, mencoba menemukan hubungan antara bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana peristiwa komunikasi itu berlangsung”.

(19)

4

Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai etnografi komunikasi, studi etnografi komunikasi merupakan salah satu dari sekian studi penelitian kualitatif, yang mengkhususkan pada penemuan berbagai pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur, untuk sampai pada pemahaman etnografi komunikasi, baik sebagai landasan teori maupun sebagai studi penelitian, sebenarnya berawal dari isu-isu dasar yang melahirkannya yaitu Bahasa, Komunikasi, dan Kebudayaan, karena ketiga itulah yang tergambar dalam kajian etnografi komunikasi.

Ekspresi jiwa manusia dalam keindahan merupakan pesan budaya yang mengandung unsur-unsur sistem budaya dari suatu kelompok masyarakat dengan tujuan menginterpretasikan tentang gagasan dan pengalaman. Seni yang lahir akan memiliki keunikan dalam berbagai penyampaian pesan, bai cara maupun maknanya. Seni tercipta dari perpaduan antara sistem budaya, sistem sosial, dan kepercayaan yang diyakini dilingkungan dimana mereka berada sebagai suatu kesatuan yang utuh serta hubungan realitas yang tidak terpisahkan. Namun seni bagi setiap daerah tidaklah sama, hal tersebut dipengaruhi oleh kepekaan rasa terhadap nilai estetika yang ada.

(20)

genetik. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Suatu budaya menunjukkan ciri-ciri umum komunikasi nonverbalnya. Budaya itu sendiri terus berubah sejalan dengan interaksinya dengan budaya lain, perilaku nonverbal juga boleh jadi berubah, meskipun berlangsung lambat.

Dalam penelitian ini pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan memiliki simbol-simbol tertentu yang menciptakan kebudayan tersendiri khususnya dalam pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan dikebudayaan Jawa. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol-simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. Menurut Mead dalam Deddy Mulyana, interaksi simbolik adalah kehidupan sosial, pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.

Komunikasi nonverbal masuk ke dalam ranah etnografi komunikasi. Pada etnografi komunikasi, yang menjadi fokus perhatian adalah “perilaku komunikasi dalam menurut ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok, atau khalayak ketika terlibat dalam proses komunikasi” (Kuswarno, 2008:35).

(21)

6

keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya, waktu yang tepat dalam tujuan penyampaian pesan, ruang dimana tempat atau posisi dimana proses pesan nonverbal itu terjadi, gerakan yang dapat menimbulkan kesan terhadap orang lain yang melihatnya, busana yang dikenakan, bau-bauan yang dipergunakan yang tercium wangi oleh publik, sentuhan yang dapat memiliki arti multimakna.

Sendratari Ramayana Prambanan sangat menarik untuk diteliti dari sudut pandang ilmu komunikasi terutama pesan dalam hal ini makna komunikasi nonverbal dengan menggunakan studi etnografi komunikasi. Berbagai peranan didalamnya yang berbentuk komunikasi nonverbal memiliki makna yang menarik untuk diungkapkan.

Dengan sebuah makna komunikasi nonverbal, maka akan diketahui makna yang paling nyata dari suatu ekspresi wajah atau makna yang paling subjektif yang berhubungan langsung dengan makna sentuhan, busana dan konsep waktu mengenai makna komunikasi nonverbal pada Sendratari Ramayana Prambanan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang masalah diatas yang peneliti kemukakan maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Pertanyaan Makro

(22)

1.2.2 Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana makna ekspresi wajah yang ditunjukkan para penari dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

2. Bagaimana makna gerakan para penari dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

3. Bagaimana makna busana yang dikenakan dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

4. Bagaimana makna waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

5. Bagaimana makna ruang yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan?

1.3Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Yogyakarta Dalam Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah:

(23)

8

2. Untuk mengetahui Makna gerakan para penari Yogyakarta dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.

3. Untuk mengetahui Makna busana yang dikenakan para penari Yogyakarta dalam pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.

4. Untuk mengetahui Makna waktu yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.

5. Untuk mengetahui Makna ruang yang tepat untuk melaksanakan pagelaran Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis tentang Ilmu Komunikasi secara umum dan khususnya mengenai komunikasi nonverbal.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Peneliti

(24)

2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan literatur dalam mendukung materi-materi perkuliahan bagi universitas, program studi, dan mahasiswa-mahasiswi Ilmu Komunikasi.

3. Masyarakat

(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penyusunan penelitian ini berisi definisi atau tinjauan yang berkaitan dengan komunikasi secara umum, dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian.

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

(26)
(27)

12

kecak yaitu khususnya sore

hari, pagelaran seni tari kecak dapat dilakukan

dimana saja seperti dipanggung,dipan

tai, dan di balai kesenian, makna

nonverbal gerakan pula

terlihat pada gerakan-gerakan para penari kecak,

dan yang utama dalam pagelaran

seni tari kecak adalah bertujuan untuk mempererat

tali silahturahmi

(28)
(29)
(30)

khusus sehingga akan menghasilkan

umpan balik secara langsung

dan positif.

yang hendak dilakukan

menggunak an metode

penelitian etnografi komunikasi Sumber : Peneliti, 2015

2.1.2 Tinjuan Ilmu Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Ilmu Komunikasi

(31)

16

Di antara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I. Hovland.

“Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah : Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta bentukan pendapat dan sikap”.

Definisi Hovland diatas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisnya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa:

“komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Communication is the process to modify the behavior of other individuals”).

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Comunication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Chanccel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:

(32)

3. Media (channel, media)

4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence)

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.1.2.2. Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi secara menyeluruh dapat dirinci kembali sebagai berikut :

1. Informasi, yakni kegiatan mengumpulkan, menyimpan data, fakta dan pesan,opini dan komentar, sehingga orang bisa mengetahui keadaan yang terjadi di luar dirinya.

2. Sosialisasi, yakni menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan bagaimana bersikap sesuai nilai-nilai yang ada serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif.

3. Motivasi, yakni mendorong seseorang untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang mereka baca, lihat dan dengar melalui media massa.

(33)

18

5. Pendidikan, yakni membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal maupun informal.

6. Memajukan kebudayaan, media massa menyebarkan hasil-hasil kebudayaan melalui aneka program siaran atau penerbitan buku.

7. Hiburan, media massa telah menyita banyak waktu luang dari semua golongan usia dengan difungsikannya media komunikasi sebagai alat hiburan dalam rumah tangga.

8. Integrasi, menjembatani perbedaan antarsuku bangsa maupun antarbangsa dalam upaya memperkokoh hubungan dan pemerataan informasi.

2.1.2.3 Konteks-konteks Ilmu Komunikasi

(34)

komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok (kecil), komunikasi public, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.(Mulyana, 2007: 77)

2.1.3 Tinjauan Komunikasi NonVerbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi NonVerbal

Komunikasi nonverbal terdiri dari pesan-pesan yang dinyatakan melalui alat-alat nonlinguistik. Namun demikian, kurang tepat apabila kita mempunyai pikiran bahwa semua ekspresi yang tanpa kata-kata (wordless) atau semua pernyataan yang terungkap lisan merupakan komunikasi verbal.

Menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi nonverbal memiliki empat karakteristik yaitu keberadaannya, kemampuannya menyampaikan pesan, tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu1.

Eksistensi atau keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati ketika kita melakukan tindak komunikasi secara verbal, maupun pada saat bahasa verbal tidak digunakan. Atau dengan kata lain, komunikasi nonverbal akan selalu muncul dalam setiap tindakan komunikasi, disadari atau tidak disadari. Keberadaan komunikasi nonverbal ini pada gilirannya akan membawa kepada ciri lainnya, yaitu bahwa kita dapat berkomunikasi secara nonverbal,karena setiap orang mampu mengirim pesan secara nonverbal kepada orang lain tanpa menggunakan tanda-tanda verbal.

1

(35)

20

Karakteristik lain dari komunikasi nonverbal adalah sifat ambiguitasnya dalam arti ada banyak kemungkinan penafsiran terhadap setiap perilaku. Sifat ambigu atau mendua ini sangat penting bagi penerima (receiver) untuk menguji setiap interpretasi sebelum sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal. Dan karakteristik terakhir adalah bahwa komunikasi nonverbal terikat dalam suatu kultur, atau budaya tertentu. Maksudnya perilaku-perilaku yang memiliki makna khusus dalam suatu budaya akan mengekspresikan pesan-pesan yang berbeda dalam ikatan kultur yang lain.

Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana), komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan dari individu dan penggunaan lingkungan individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang sengaja juga yang tidak sengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; “kita banyak mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain”. (Mulyana, 2007 : 343)

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130) menyebutkan bahwa:

(36)

Sebagaimana budaya, subkultur pun sering memiliki bahasa nonverbal yang khas. Dalam suatu budaya boleh jadi terdapat variasi bahasa nonverbal,misalnya bahasa tubuh, bergantungan pada jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, pendidikan sosial, tingkat ekonomi, dan lokasi geografis, dan sebagainya. Dibandingkan dengan studi komuniksi verbal, studi komunikasi nonverbal sebenarnya masih relative baru. Simbol-simbol nonverbal lbih sulit di tafsirkan dari pada simbol-simbol verbal. tidak ada satupun kamus andal yang dapat membantu penerjemahan symbol nonverbal. Oleh karena itu banyak orang mengkaji pentingnya komunikasi nonverbal demi keberhasilan komunikasi, selain ahli-ahli komunikasi ternyata antropolog, psikolog, dan sosiolog juga mempelajari komunikasi nonverbal.

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal

(37)

22

Kedua, pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal berkesinambungan. Artinya orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapanpun ia menghendakinya namun pesan nonverbal tetap “mengalir” sepanjang

ada orang didekatnya. Ketiga, komunikasi nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional dari pada komunikasi verbal. sementara kata-kata umumnya di gunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan. Pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa sayang atau sedih.

Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman dalam Mulyana menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dituliskan dengan perilaku mata, yakni sebagai:

1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan symbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “saya tidak

sungguh-sungguh.”

2. Ilustrator. Pandangan kebawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan. 3. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan

muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.

4. Penyesuaian. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadariyang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.

(38)

2.1.3.3 Klasifikasi Pesan Nonverbal

Kita dapat mengklasifikasikan pesan nonverbal ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan pesan nonverbal menjadi tiga bagian,yaitu :

1. Bahasa tanda (sign language)

Misalnya acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu.

2. Bahas tindakan (action language)

Semua gerakan tubauh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan,

3. Bahasa objek (objeck language)

Misalnya pertunjukan benda , pakaian, dan lambing nonverbal bersifat public lainya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), musik , dan sebagainya baik sengaja ataupun tidak. (Mulyana, 2007:352)

(39)

24

2.1.3.4 Ekspresi Wajah

Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kaki, bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.

Banyak orang menganggap perilaku non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut

tidak berkata-kata. Menurut Albert Mehrabian, andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vocal 30%, dan verbal hanya 7%. Menurut Birdwhistell, perubahan sangat sedikit saja dapat menciptakan perbedaan yang besar. Ia menemukan, misalnya, bahwa terdapat 23 cara berbeda dalam mengangkat alis yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. (Mulyana, 2007:372) Untuk membuktikan bahwa ekspresi wajah khusunya mata, paling ekspresif, kita bisa mencoba sebuah eksperimen dengan saling memandang dengan orang lain, baik pria maupun wanita. Anda pasti tidak akan kuat memandang nya terus menerus. Reaksi yang biasa kita berikan adalah tersenyum atau tertawa. Kontak mata mempunyaidua fungsi dalam komunikasi antarpribadi. Pertama fungsi pengatur, kedua fungsi ekspresif.

2.1.3.5 Sentuhan

(40)

menggantikan seribu kata. Sentuhan bisa merupakan tepukan, belaian, pelukan, rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas. Namun yang paling sering dikategorikan sebagai sentuhan adalah sentuhan lembut sekilas. Menurut riset orang yang berstatus lebih tinggi sering menyentuh orang yang berstatus lebih rendah dari pada sebaliknya. Sehingga sentuhan bisa juga berarti “kekuasaan”.

Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fungsional- professional. Disini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi -bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.

2. Sosial sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik social yang berlaku, misalnya berjabatan tangan.

3. Cinta keintiman. Kategori ini menunjukan pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orang tua dengan lembut, orang yang sepenuhnya memeluk orang lain, dua orang yang bermain kaki dibawah meja, orang Eskimo yang saling menggosokan hidung. 4. Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya,

hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.

(41)

26

2.1.3.6 Busana

Nilai-nilai agama kebiasaan tututan lingkungan yang tertulis atau tidak tertulis nilai kenyamanan dan tujuan pencitraan semua itu mempengaruhi dari cara kita berdandan. Banyak subkultural atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut.

Menurut sebagian orang, pakaian yang digunakan oleh seseorang adalah cerminan pribadi seseorang tersebut. Pakaian menunjukkan citra tertentu yang diinginkan pemakainya yang mengharapkan kita mempunyai citra terhadapnya.

Memperhatikan aspek busana dapat membuat kita menjadi komunikator yang baik. Sebagian orang banyak yang tidak sadar bahwa kebiasaan mereka berpakaian mengikuti bagaimana orang tua mereka berpakaian. Sering juga orang-orang mempertanyakan atau mengkritisi orang-orang lain berpakaian yang berbeda cara berpakaian nya dengan cara mereka, namun jarang yang mempertanyakan mengapa mereka berpakaian seperti yang mereka kenakan.

Pada dasarnya cara berpakaian seseorang bergantung pada budaya masing-masing pemakainya. Kemeja dan celana yang sering kita kenakan sebenarnya adalah budaya tradisional suku nomadis penunggang kuda di stepa Asia. (Mulyana, 2007:395)

2.1.3.7 Konsep Waktu

(42)

pesan bagai mana kita mempresepsiakn dan memperlakukan waktu sebagai simbolik menunjukan sebagai jati diri kita. Siapa diri kita dan kesadaran kita akan lingkungan kita. Bila kita selalu menepati waktu yang di janjikan maka komitmen pada waktu memberika pesan tentang diri kita.

Edward T. Hall membedakan konsep waktu menjadi dua: waktu monokronik (M) dan waktu polikronik (P). Penganut waktu polikronik memandang waktu sebagai suatu putaran yang kembali dan kembali lagi. Mereka cenderung mementingkan kegiatan- kegiatan yang terjadi dalam waktu ketimbang waktu itu sendiri, menekankan keterlibatan orang-orang dan penyelesaian transaksi ketimbang menepati jadwal waktu. Sebaliknya penganut waktu monokronik cenderung mempersepsi waktu sebagai berjalan lurus dari masa silam kemasa depan dan memperlakukannya sebagai entitas yang nyata dan bisa dipilah-pilah, dihabiskan, dibuang, dihemat, dipinjam, dibagi, hilang atau bahkan dibunuh, sehingga mereka menekankan penjadwalan dan kesegeraan waktu.

Konsep waktu di Indonesia, seperti kebanyakan budaya timur, termasuk konsep waktu polikronik, tercermin dalam istilah “jam karet”. Kebiasaan ini

(43)

28

2.1.4 Tinjauan Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi adalah salah satu dari sekian metode penelitian bidang komunikasi yang beranjak dari paradigma interpretative atau konstruktivis. Metode ini mengkhususkan diri pada kajian mengenai pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur.Sebagai sebuah metode yang relatif „baru’ di Indonesia, metode penelitian etnografi ini sebenarnya sudah

diperkenalkan jauh-jauh hari, tepatnya pada tahun 1962 oleh penggagas awalnya yakni Dell Hymes. Konon, pendekatan ini lahir sebagai kritik dari ilmu linguistik yang lebih menekankan pada segi fisik bahasanya saja.

“Definisi etnografi komunikasi secara sederhananya adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikasi suatu masyarakat, yaitu cara- cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda- beda kebudayannya”. (Koentjaraningrat, dalam Kuswarno, 2008:11)

Etnografi komunikasi (ethnography of communication) juga bisa dikatakan salah satu cabang dari Antropologi, lebih khusus lagi adalah turunan dari Etnografi Berbahasa (ethnography of speaking). Dalam artikel pertamanya,memperkenalkan ethnography of speaking ini sebagai pendekatan baru yang memfokuskan dirinya pada pola perilaku komunikasi sebagai salah satu komponen penting dalam system kebudayaan dan pola ini berfungsi diantara konteks kebudayaan yang holistic dan berhubungan dengan pola komponen system yang lain (Muriel, 1986).

(44)

„ditempati’ bahasa dalam suatu kebudayaan adalah pada „komunikasi’nya dan

bukan pada „bahasanya’. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan.

Menurut sejarah lahirnya, maka etnografi komunikasi tentu saja tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan dukungan ilmu-ilmu lain di antaranya adalah sosiologi karena nantinya akan berkenaan dengan analisis interaksional dan persoalan identitas peran, ia juga memerlukan kehadiran antropologi karena dalam tataran tertentu bersentuhan dengan kebiasaan masyarakat dalam menggunakan bahasa dan filosofi yang melatar belakangi nya, dan tentu saja tidak bisa melupakan disiplin sosiolinguistik karena melalui ilmu ini kita bisa mengetahui bagaimana penggunaan bahasa dalam interaksi sosial.

Kini etnografi komunikasi telah menjelma menjadi disiplin ilmu baru yang mencoba untuk merestrukturisasi perilaku komunikasi dan kaidah-kaidah di dalamnya, dalam kehidupan sosial yang sebenarnya.

2.1.5 Tinjauan tentang Kebudayaan 2.1.5.1 Definisi Kebudayaan

Kebudayaan didefinisikan dengan berbagai cara. Kita akan memulainya dengan suatu definisi tipikal yang diusulkan oleh Marvin Harris, bahwa

“Konsep kebudayaan ditampakan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti adat (costum) dan cara hidup masyarakat”. (Marzali. Amri,2006:5)

(45)

30

tingkah laku, adat, maupun pandangan hidup masyarakat, semuanya dapat didefenisikan diinterprestasikan, dan di deskripsikan dari berbagai perspektif. Karena tujuan dari etnografi adalah “ untuk memahami sudut pandang

penduduk asli” (Bronislaw Malinowski 1922:25), maka kita perlu

mendefinisikan konsep kebudayaan dengan cara yang merefleksikan tujuan ini. Dengan membatasi definisi kebudayaan sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama kita tidak menghilangka perhatian kita pada tingkah laku, adat, objek, atau emosi. Kita sekedar mengubah dari penekanan pada berbagai fenomena menjadi penekanan pada makna berbagai fenomena.

(46)

2.1.5.2 Membuat Kesimpulan Budaya

Kebudayaan, sebagai pengetahuan yang dipelajari orang sebagai anggota suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Dimana pun orang mempelajari kebudayaan mereka dengan mengamati orang lain, mendengarkan mereka, dan kemudian membuat kesimpulan. Etnografer pun melakukan proses yang sama, yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan didengarkan untuk menyimpulkan hal-hal yang diketahui orang. perbuatan ini meliputi pemikiran atas kenyataan (hal yang kita pahami) atau atas suatu premis (hal yang kita asumsikan). Anak-anak memperoleh kebudayaan mereka dengan cara belajar dari orang-orang dewasa dan membuat kesimpulan mengenai berbagai aturan budaya untuk bertingkah laku, dengan kemahiran bahasa, proses belajar itu menjadi cepat. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya dari tiga sumber :

1. Dari yang dikatakan orang. 2. Dari cara orang bertindak.

3. Dari berbagai artefak yang digunakan orang .

Mulanya, masing-masing kesimpulan budaya hanya merupakan suatu hipotesis mengenai hal yang diketahui orang. hipotesis ini harus di uji secara berulang-ulang sampai etnografer itu merasa relative pasti bahwa orang-orang itu sama-samamemiliki system makna budaya yang khusus.

(47)

32

saja dapat menggunakannya, tetapi sumber-sumber itu secara bersama-sama dapat membenntuk suatu deskripsi budaya secara tepat. ( Marzali, Amri, 2006:11)

Kadang kala, pengetahuan budaya disamapaikan secara langsungdengan bahasa sehingga kita dapat membuat kesimpulan secara mudah. Bagaimana pun, sebagian besar kebudayaan terdiri atas pengetahuan yang implisit. Kita semua mengetahui berbagai hal sehingga kita tidak dapat menceritakan atau mengungkapkan secara langsung.

Kemudian, etnografer harus membuat kesimpulan mengenai hal yang diketahui orang dengan cara mendengarkan yang mereka katakana, mengamati tingkah laku mereka, dan mempelajari bernagai artefak dan manfaatnya. (Marzali, Amri, 2006:12)

2.1.6 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

Menurut teoritisi interaksi simbolik yang di kutip dari buku Deddy Mulyana, yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Secara ringkas interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:

(48)

makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka mengahadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis. Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Jadi individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindak atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindak atau peristiwa itu), namun juga gagasan yang abstrak.

3. Makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukaan. (Mulyana, 2008: 71-72)

Adapun menurut Blummer dalam buku Engkus Kuswarno interkasi simbolik mengacu pada tiga premis utama, yaitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu pada mereka.

(49)

34

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. (Kuswarno, 2008:22).

Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial, penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan, sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simbol dapat menjadi petaka bagi hidup manusia dan lingkungannya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan.

(50)

dan kebudayaan melahirkan hipotesis relativitas linguistik dari Edward Safir dan Benjamin Lee Wholf, yang berbunyi “Struktur bahasa atau kaidah berbicara suatu budaya akan menentukan perilaku dan pola pikir dalam budaya tersebut.” (Kuswarno, 2008:9)

Hipotesis tersebut diperkuat oleh pandangan etnografi yang menyebutkan bahwa: “Bahasa menjadi unsur pertama sebuah kebudayaan, karena bahasa akan menentukan bagaimana masyarakat penggunanya mengkategorikan pengalamannya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya akan memberikan pengertian mengenai pandangan hidup yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, makna budaya yang mendasari kehidupan masyarakat, terbentuk dari hubungan antara simbol-simbol atas bahasa.”(Kuswarno, 2008:9)

Bahasa hidup dalam komunikasi untuk menciptakan budaya, kemudian budaya itu sendiri yang pada akhirnya akan menentukan sistem komunikasi dan bentuk bahasa seperti apa yang pantas untuknya. Pada etnografi komunikasi terdapat pemaknaan terhadap simbol-simbol yang disampaikan secara verbal maupun nonverbal, sehinggamemunculkan sebuah interaksi yang didalamnya terdapat simbol-simbol yang memiliki makna tertentu.

(51)

36

peristiwa-peristiwa yang khas dan berulang. Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. karena komunikasi nonverbal lebih menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbolsimbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter:

“Pesan komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu danpenggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”. (Dedi Mulyana 2000:308)

Lary A. Samovar dan Richard E. Porter mengklafikasikan pesan pesan nonverbal kedalam 2 kategori utama, yaitu:

1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan, dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

2. Ruang, waktu, dan diam.Salah satu jenis komunikasi yaitu pesan komunikasi non verbal disebut dengan bahasa tubuh. Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan pesan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.

Untuk memahami komunikasi tersebut sehingga menimbulkan beberapa paradigma yang muncul salah satunya paradigma yang dikemukakan oleh Lary A. Samovar dan Richard E. Porter dimana komunikasi meliputi tujuh unsur sebagai pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:

(52)

Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya.Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia.

2. Waktu

Untuk proses penyampaian pesan diperlukan waktu yang tepat dalam tujuan penyampaian pesan bisa dilakukan dan diterima oleh komunikan dengan baik tanpa adanya hambatan.

3. Ruang

Untuk proses peyampaian komunikasi non verbal ruang merupakan tempat atau posisi dimana proses pesan non verbal itu terjadi.

4. Gerakan

Dalam komunikasi non verbal cara orang berjalan dan melakukan suatu tindakan dapat menimbulkan kesan terhadap orang lain yang melihatnya. 5. Busana

Dalam proses penyampaian pesan non verbal penampilan fisik menunjukan cerminan dari cara penyampaian terhadap publik. Salah satunya dapat terlihat dari busana yang dikenakan.

6. Bau-bauan

(53)

38

parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga dilakukan hewan.

7. Sentuhan

(54)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Komunikasi Nonverbal Dalam Sendratari Ramayana Prambanan

Sumber : Data Peneliti, 2015

Etnografi Komunikasi

Sendratari

Ramayana Prambanan

Makna Komunikasi

Non Verbal Interaksi Simbolik

Ekspresi

(55)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dalam Penelitian ini peneliti melakukan suatu penelitian dengan metode penelitian kualitatif, dengan tradisi etnografi komunikasi, teori subtantif yang diangkat yaitu interaksi simbolik, dimana untuk menganalisis aktivitas komunikasi nonverbal yang ada di dalam Sendratari Ramayana Prambanan.

Tradisi etnografi komunikasi dalam penjelasannya, memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari interaksi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai mahluk sosial. ketiga keterampilan itu terdiri dari keterampilan linguistic, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya. (Kuswarno, 2008:18).

Dengan demikian tradisi etnografi komunikasi membutuhkan alat atau metode penelitian yang bersifat kualitatif untuk mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan alamiah (natural setting) mereka.

Menurut David Williams (1995) dalam buku Lexy Moleong menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah” (Moleong, 2007:5)

(56)

“Bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan

latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada” (Denzin dan Lincoln dalam Moleong, 2007:5)

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi dalam bentuk data yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian untuk di analisis pada akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan, sebagai berikut :

3.1.1.1 Studi Lapangan 1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewer) yang memberikan jawaban pertanyaan itu (Moleong, 2007 : 135).

(57)

42

diklasifikasikan dan tidak terlalu beragam, dimana sebelumnya peneliti menyiapkan data pertanyaan.

Wawancara dalam etnografi komunikasi dapat berlangsung selama peneliti melakukan observasi, namun seringkali perlu juga wawancara khusus dengan beberapa responden. Khusus yang dimaksud adalah dalam waktu dan setting yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Itu semua bergantung kepada kebutuhan peneliti akan data lapangan. (Kuswarno, 2008:55)

Informan dalam penelitian ini adalah penari yang berlakon di dalam pagelaran Sendratari Ramayana Prambanan.

2. Observasi

Dalam hal pengumpulan data ini, peneliti datang ditempat kegiatan tetapi tidak ikut serta dan terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan, ini didasari pertimbangan peneliti bahwa kegiatan terkait kegiatan yang dilakukan, untuk memperoleh data dan informasi pada penelitiannya, peneliti tidak harus aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan serta pertimbangan terhadap keamanan peneliti sendiri.(Djam’an dan Aan,2002)

3. Dokumentasi

(58)

digunakan dalam penelitian sebagai sumber data mengingat banyak hal di dalam dokumen yang dapat dimanfaatkan untuk menguji bahkan untuk meramalkan.

“Dokumen-dokumen dapat mengungkapkan bagaimana subjek

mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan antara definisi diri tersebut dalam hubungan dengan orang – orang di sekelilingnya dengan tindakan-tindakannya.” (Mulyana, 2010:195)

Teknik pengumpulan data berbentuk dokumentasi merupakan komponen yang cukup penting yang nantinya akan digunakan peneliti dalam memverifikasi kembali data yang diperoleh di lapangan. Selain foto, dokumentasi lain yang dilakukan peneliti dapat berupa catatan ataupun juga rekaman baik audio maupun audio visual ketika wawancara dilakukan.

(59)

44

3.1.1.2 Studi Pustaka Studi Literatur

Peneliti juga menggunakan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian ini, sebagai data sekunder.dan sebagai penunjang penelitian. Diantaranya studi literatur untuk mendapatkan kerangka teoritis dan untuk mendapatkan kerangka konseptual dan memperkaya latar belakang penelitian melalui teknik pengumpulan data yang menggunakan buku.

3.1.2 Teknik Penentuan Informan 3.1.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang melakukan penelitian (peneliti), sedangkan penelitian adalah orang atau sesuatu yang diteliti. Subjek dalam konsep penelitian merujuk pada responden, informan yang hendak diminati informasi atau digali datanya, sedangkan objek merujuk pada masalah atau tema yang sedang diteliti.

(60)

3.1.2.2 Informan Penelitian

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan adalah seseorang yang mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, sehingga seorang informan harus memiliki banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong : 90).

Informan dari penelitian ini ditentukan melalui suatu teknik yang diharapkan dapat memenuhi kriteria respoden yang dibutuhkan yakni menggunakan Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah :

“Pemilihan sampel purposive atau bertujuan, kadang-kadang disebut sebagai judgement sampling, merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu, menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sampel itu” (Moleong, 2007 : 25).

Adapun informan penelitian yang terpilih adalah penari-penari Yogyakarta yang memiliki peran sebagai tokoh-tokoh penting yang ada di dalam Sendratari Ramayana Prambanan. Informan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

NO NAMA Jenis

Kelamin

Usia Ketokohan

1. Sagitama Krisnandaru Laki-laki 40 Rama

(61)

46

3. Guntur Widiatmaka Harisena Laki-laki 27 Kumbakarna

4. Acun K Dewa Laki-laki 40 Rahwana

5. Harin Setiandari Perempuan 31 Shinta

Sumber: Peneliti, 2015

3.1.3 Teknik Analisa Data

Pada dasarnya proses analisis data dalam etnografi berjalan dengan bersamaan dengan pengumpulan data. Ketika peneliti melengkapi catatan lapangan setelah melakukan observasi, pada saat itu sesungguhnya ia telah melakukan analisis data. Sehingga dalam etnografi, peneliti bisa kembali lagi ke lapangan untuk mengumpulkan data, sekaligus melengkapi analisisnya yang dirasa masih kurang. Hal ini akan terus berulang sampai analisis dan data yang mendukung cukup. (Karen dalam Kuswarno, 2008:67).

Berikut teknik analisis data dalam penelitian etnografi yang dikemukakan oleh Craswell dalam buku Engkus Kuswarno 2008:

1. Deskripsi

Pada tahap ini etnografer mempresentasikan hasil penelitiannya dengan menggambarkan secara detil objek penelitiannya itu.

2. Analisis

(62)

nilai-nilai yang umum berlaku, membangun hubungan antara objek penelitian dengan lingkungan yang lebih besar. Selain itu, pada tahap ini juga etnografer dapat mengemukakan kritik atau kekurangan terhadap penelitian yang telah dilakukan, dan menyarankan desain penelitian yang baru, apabila ada yang melanjutkan penelitian atau akan meneliti hal yang sama.

3. Interpretasi

Interpretasi menjadi tahap akhir analisis data dalam penelitian etnografi. Etnografer pada tahap ini mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini, etnografer menggunakan kata orang pertama dalam penjelasannya, untuk menegaskan bahwa apa yang ia kemukakan adalah murni hasil interpretasinya. (Kuswarno, 2008:68-69)

Oleh karena data penelitian ini berupa data kualitatif (antara lain berupa pernyataan, gejala, tindakan nonverbal yang dapat terekam oleh deskripsi kalimat atau gambar) maka terdapat tiga alur kegiatan yang dapat dilakukan secara bersamaan, yaitu:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaa, pengabstrakan dan transformasi data kasar muncul dari catatan catatan tertulis di lapangan.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

(63)

48

3. Penyajian Data (Data Display)

Susunan sekumpulan informasi yang mungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusion verivication)

Dimana kesimpulan tersebut diverivikasi selama proses penelitian. Verifikasi tersebut berupa tinjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan yang mungkin berlangsung sekilas atau malah dilakukan secara seksama dan memakan waktu lama, serta bertukar pikiran. Sehingga makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya sehingga membentuk validitasnya.

5. Evaluasi (Evaluation)

Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan, yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Tahap ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil wawancara dengan sejumlah informan yang dapat mengaburkan makna persoalan sebenarnya dari fokus penelitian.

(64)

Gambar 3.1

Komponen-komponen Analisis Data Model Kualitatif

Sumber: Faisal (Bugin, 2003:69)

Dari kelima tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian yang ada di dalamnya berkaitan satu sama lainnya, sehingga saling berhubungan antara tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Mengingat penelitian ini menggunakan pisau analisis yaitu fenomenologi, maka dalam menganalisis data, penulis juga merujuk pada tahap-tahap analisis yang dikemukakan oleh Creswell (Kuswarno, 2004: 100-101) sebagai berikut :

1. Penulis memulai dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya.

(65)

50

3. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam unit-unit bermakna (meaning unit-unit), penulis merinci unit-unit-unit-unit tersebut dan melukiskan sebuah penjelasan teks (textural decription) tentang pengalamannya, termasuk contoh-contohnya secara seksama.

4. Penulis merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi imajinatif atau deskripsi struktural, mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen, mempertimbangkan kerangka rujukan atas fenomena dan mengkonstruksikan bagaimana fenomena tersebut dialami.

5. Penulis kemudian mengkonstruksikan seluruh penjelasannya tentang makna dan esensi pengalamannya.

6. Proses tersebut merupakan langkah awal penulis mengungkapkan pengalamannya, dan kemudian diikuti oleh seluruh pengalaman partisipan. Setelah semua itu dilakukan, kemudian tulislah deskripsi gabungannya.

3.1.4 Uji Keabsahan Data

(66)

Berikut adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang dikemukakan oleh Moleong dalam Kuswarno (2008) :

1. Ketekunan pengamatan, yaitu menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

2. Kecukupan referensi, yaitu mengumpulkan selain data tertulis selengkap mungkin. Misalnya dengan rekaman video, suara, foto, dll.

3. Pengecekan anggota, yaitu mengecek ulang hasil analisis peneliti dengan mereka yang terlibat dalam penelitian, baik itu informan atau responden, atau dengan asisten peneliti, atau dengan tenaga lapangan. Misalnya dengan mereka yang pernah membantu peneliti untuk wawancara, mengambil foto dan sebagainya.(Kuswarno, 2008:66-67)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1
Tabel 3.1 Informan Penelitian
Gambar 3.1
+2

Referensi

Dokumen terkait

• Memberikan tempat bagi para pengunjung yang telah untuk beristirahat. • Memberikan tempat bagi para penonton untuk menunggu gilirannya menonton film. Oleh sebab itu, maka

Orang-orang yang dihasut/dipaksa untuk berpartisipasi dalam kegiatan teroris atau ekstremis, atau orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan teroris atau ekstremis yang

[r]

Metode detoksifikasi hidrolisat asam dari ubi kayu yang digunakan sebagai substrat fermentasi untuk menghasilkan bioetanol paling optimal adalah menggunakan katalis NH 4 OH

- Evet, iki defa buluştuk. Vallahi sizden hiç­ bir şeyi saklamak istemezdim, ama üzülürsünüz di­ ye düşündüm. - Söylemediğine daha çok üzüldüm. Beni sizin

Kelebihan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) yaitu: (1) siswa menjadi semangat dalam belajar; (2) dapat mengembangkan sikap

Jenis ikan buntal yang paling banyak ditemukan di Muara Perairan Bengkalis Kabupaten Bengkalis berada pada muara Sungai Pakning yaitu 7 spesies.. Hal ini

Percobaan dilaksanakan di Desa Krebet, Kecamatan Masaran dan Kebun Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Sragen. Rancangan percobaan acak kelompok dua faktor dan tiga