SKRIPSI
Diajukan Untuk Sidang Skripsi Strata Satu
Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik
Oleh :
Dony Indra Ramadhan
NIM. 41809006
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
x
LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.2.1 Pertanyaan Makro ... 9
1.2.1 Pertanyaan Mikro ... 9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Maksud Penelitian ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10
xi
2.2Tinjauan Komunikasi ... 18
2.2.1 Pengertian Komunikasi ... 18
2.2.2 Komunikasi Verbal ... 19
2.2.3 Komunikasi Non Verbal ... 21
2.2.4 Tinjauan Representasi ... 22
2.2.5 Tinjauan Hooliganisme ... 22
2.2.6 Tinjauan Tentang Film ... 25
2.2.7 Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 27
2.2.8 Tinjauan Tentang Semiotika ... 28
2.3 Kerangka Pemikiran ... 30
2.3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30
2.3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35
BAB III OBJEK PENELITIAN ... 40
3.1Objek Penelitian ... 40
3.1.1 Sinopsis Film Green Street Hooligans ... 40
3.1.2 Kru Produksi Film ... 42
3.1.3 Sequence Dalam Film Green Street Hooligans ... 43
3.2 Metode Penelitian ... 44
3.2.1 Desain Penelitian ... 44
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 55
4.1Hasil Penelitian ... 57
4.1.1 Hasil Analisis Makna Denotatif Hooliganisme Dalam Film Green Street Hooligans ... 57
4.1.2 Hasil Analisis Makna Konotatif Hooliganisme Dalam Film Green Street Hooligans ... 60
4.1.3 Hasil Analisis Makna Mitos Hooliganisme Dalam Film Green Street Hooligans ... 66
4.2Pembahasan ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
LAMPIRAN ... 87
vi
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji dan syukur seraya peneliti
panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan ridho-Nya, peneliti
diberikan kekuatan, kemudahan, kelancaran, petunjuk dan ketabahan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi besar Muhammad SAW. Terima kasih peneliti ucapkan kepada
kedua orang tua peneliti tercinta bapak dan mamah yang telah senantiasa
memberikan dukungan penuh kepada peneliti baik dukungan moral dan materi
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
Skripsi ini berisi bagian – bagian yang telah diteliti oleh peneliti. Dalam
penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dialami peneliti.
Terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan wawasan menjadi hambatan terbesar
dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi berkat kerja keras, optimisme dan dukungan
dari semua pihak, akhirnya peneliti bisa menyelesaikannya dengan semaksimal
mungkin. Saran dan kritik yang membangun peneliti harapkan agar dapat
memberikan menfaat dan kamajuan bagi peningkatan peneliti di masa yang akan
datang.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang membantu peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini. Karena itu peneliti ingin mengucapkan
vii
UNIKOM.
2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Komputer Indonesia. Yang telah mengayomi mahasiswa Ilmu
Komunikasi & PR.
3. Yth. Ibu Melly Maulin P., S. Sos, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Komputer Indonesia. Yang telah memberikan pelajaran -
pelajaran serta senantiasa mengayomi mahasiswa Ilmu Komunikasi
Unikom.
4. Yth. Bapak Dr. H. Atang Syamsudin pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Yth.Ibu Ditha Prasanti S.I.Kom., M.I.Kom yang telah memberikan masukan – masukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Yth. Bapak Sangra Juliano P. S.I.Kom., M.I.Kom selaku dosen wali peneliti yang sudah banyak membantu peneliti.
viii
8. Yth, Teh Astri Ikawati., A.Md.Kom selaku sekertariat Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu peneliti mengurus
surat-surat perijinan, pengasahan dan lain-lain.
9. Yang tercinta juga kepada adiku Yudi Restu Putra yang senantiasa mau membantu peneliti dan memberikan dorongan semangat.
10.Untuk teman – teman sepenongkrongan IK Jurnal 1 Arisa Sugiri, Maorachamansyah, Bayu Satria, Rizky Cahya Kustiawan, Bayu Rizky, Gilang Dwi P, Ryandy Purnawan, Prima Yudha , Yudha Maulana, Devina Ariesta, Claudio Palapa Nusa, Fery Setiawan, Lina Afrianti terima kasih kalian banyak membantu peneliti dalam mencari inspirasi
11.Kepada teman – teman Ultras TS1 dan FCC yang telah memberikan
peneliti inspirasi untuk meneliti masalah yang peneliti teliti.
12.Kepada rekan – rekan angkatan 2009 Ilmu Komunikasi UNIKOM.
13.Serta kepada semua pihak yang membantu yang tidak dapat peneliti
sebutkan satu persatu.
Akhir kata, peneliti mengharapkan semoga amal kebaikan yang telah
diberikan oleh semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dapat
dibalas oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak lain
ix
Bandung, Juli 2013
85
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu pengantar.
Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Effendy , Onong Uchjana, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT.
Citra Aditya Bakti
Eriyanto, 2008. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Text Media. Yogyakarta. PT.
LKIS Pelangi Aksara.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang. Indonesia Tera.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Nurudin. 2009. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. Rajawali Pers.
Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung.PT. Remaja Rosdakarya
__________. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantiatif kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit
Alfabeta.
Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta. PT. Grasindo.
Internet Searching :
http://abdulazizawalaputra.blogspot.com/2013/01/sedikit-cerita-tentang-hooligans.html#!/2013/01/sedikit-cerita-tentang-hooligans.html
http://hendrocksteady.blogspot.com/2011/01/sejarah-hooligan.html
http://iet-za.blogspot.com/2012/02/resensi-film-green-street-hooligans.html
http://www.imdb.com/title/tt0385002/
http://ode87.blogspot.com/2011/03/pengertian-semiotik.html
Studi Pendahulu :
1. REPRESENTASI RASISME DALAM FILM “THIS IS ENGLAND”
(Analisis semiotika Roland Barthes mengenai rasisme dalam film “This Is England) Penyusun: Eko Nugroho
2. ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES TENTANG REPRESENTASI
LOYALITAS SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM FILM ROMEO DAN JULIET
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Green Street Hooligans merupakan sebuah film drama independent
mengenai kehidupan penggemar sepak bola di dataran negeri Ratu Elizabeth
Inggris. Film ini mengisahkan bagaimana perilaku para hooligan klub sepak bola
asal Inggris West Ham United yang memang memiliki aroma hooliganisme yang
kuat. Film ini mengambil latar dan lokasi di Inggris tepatnya di kota London,
negara ini merupakan asal mula dimana hooligan lahir dan berkembang.
Film Green Street Hooligans dirilis pada tanggal 9 September 2005. Di
negara asalnya sendiri yakni Inggris film ini berjudul Green Street, namun
pemasaran di negara lain, film ini bernama Green Street Hooligans. Lexi
Alexander sebagai sutradara film ini mengambil adegan kekerasan – kekerasan
antar supporter. Kisah dan naskah film ini dikembangkan oleh mantan hooligan
yaitu Dougie yang beralih profesi sebagai penulis. Film ini sangat kental akan
nuansa fanatisme penggemar sepak bola yang mana di dalamnya terdapat
unsur-unsur persahabatan dan pengakuan jati diri penggemar sepak bola dalam membela
tim kesayangan hingga titik darah penghabisan. Film ini sendiri berdurasi 109
menit dengan menampilkan lebih banyak adegan kekerasan antar supporternya
Bagi kalangan pecinta sepak bola, film ini sangat menarik apalagi bumbu
– bumbu fanatisme dan penggemar sepak bola sangat kental dalam film Green
Street Hooligans ini. Film ini telah memenangi beberapa awards diantaranya Best
Feature LA Femme Film Festival tahun 2005, Best of the Fest Malibu Film
Festival tahun 2005 dan Special Jury Award SXSW Film Festival tahun 2005. 1
Film ini dapat memberikan deskripsi secara utuh mengenai penggemar
sepak bola yang fanatik, bentuk kegiatannya, klasifikasi dan struktur
organisasinya. Film ini juga dapat menjadi referensi bagi supporter sepak bola dan
pergerakan para supporter sepak bola. Di Indonesia sendiri film ini sudah menjadi
buah bibir dikalangan remaja khususnya bagi mereka yang menyukai sepak bola.
Dari pandangan peneliti film ini berkisah mengenai kehidupan para
hooligan khususnya dari tim Inggris West Ham United. Awal mula film ini
berkisah saat Matt Buckner (Elijah Wood) seorang mahasiswa jurusan jurnalistik
Harvard University yang terbuang dari kampusnya karena ditemukan setumpuk
kokain di dalam kamar asramanya, setelah di keluarkan dari Universitas Harvard
Matt pergi ke London untuk tinggal bersama kakak perempuannya serta kakak
iparnya Steve Dunham (Marc Warren). Ia langsung dikenalkan dengan adik dari
Steve Dunham yaitu Pete Dunham (Charlie Hunnam) seorang Hooligan yang
keras kepala.
1
Kisah berlanjut ketika Matt diajak pergi bersama Pete menonton
pertandingan sepak bola antara West Ham United melawan Birmingham City.
Setelah pertandingan usai Matt memutuskan untuk memisahkan diri dari
kelompok supporter West Ham untuk berjalan sendiri pulang ke rumah, tiba tiba
di jalan Matt di kejar oleh supporter Birmingham City dan mendapat pukulan –
pukulan hingga babak belur, hingga akhirnya datanglah pertolongan dari Pete dan
kawan supporter West Ham United yakni GSE (Green Street Elite) julukan bagi
firm kelompok yang di komandani oleh Pete. Firm sendiri merupakan sebutan
bagi kelompok kecil hooligan dalam kesebelasan sepak bola di Inggris.
Kehidupan Matt pun berubah kini ia menjadi seorang hooligan bersama
Pete dan bertemu dengan anggota firm hooligan yang lainnya. Matt pun mulai
membiasakan dirinya untuk beradaptasi menjadi seorang hooligan. Kini pukulan –
pukulan yang disematkan suporter lawan pun sudah menjadi hal yang lumrah
diterima oleh Matt.
Salah seorang anggota dari kelompok suporter ini yakni Bovver (Leo
Gregory) menemukan fakta bahwa Matt merupakan salah seorang jurnalis hingga
membuat geram Bovver, ia pun langsung memberitahukan kepada Pete. Bovver
beranggapan bahwa Matt masuk kedalam kelompok tersebut hanya untuk mencari
data dan menuliskannya dalam surat kabar sehingga menimbulkan perselisihan
Bovver merasa dirinya sudah tidak dihargai dan tidak diakui dalam
kelompok tersebut hingga akhirnya dia keluar dan berkhianat membocorkan
rahasia kelompoknya kepada musuh kelompok tersebut yakni supporter Millwall
yang di komandani Tommy Hatcher (Geoff Bell).
Dengan bocornya rahasia kelompok Pete kepada kelompok hooligan
Millwall menimbulkan prakara dan perselisihan besar antara kelompok hooligan
GSE dengan kelompok hooligan Millwall, sehingga perkelahian kedua hooligan
tersebut tidak dapat dihindarkan lagi, terlebih ketika sebuah bar tempat kelompok
hooliganGSE berkumpul diserang kelompok supporter Millwall.
Terdapat pesan – pesan yang terkandung dalam film ini, seperti perjuangan
mempertahankan keutuhan kelompok serta bagaimana menjalin suatu keterikatan
dalam sebuah kelompok. Film ini juga memberikan informasi bagaimana
kehidupan supporter sepak bola di Inggris yang penuh kekerasan serta bertarung
nyawa demi mempertahankan kelompok yang dijunjungnya. Pesan tersebut pun
dapat ditangkap secara visual oleh penonton film tersebut.
Film sendiri merupakan salah satu bentuk media massa dimana memiliki
fungsi sebagai penyampai informasi, pendidikan serta hiburan untuk khalayak.
Sifatnya yang audio visual, memudahkan penonton untuk dapat menangkap isi
pesan yang terkandung dalam film serta khalayak dapat digiring dengan alur cerita
yang sudah dibuat oleh penulis cerita.
Selain alur cerita yang terpaparkan dengan rapi, kehadiran efek – efek
gambar dan suara pun dapat membantu menyegarkan pendengaran dan juga
membuat energi tersendiri dalam sebuah cerita. Selain turut memanjakan indera
penglihatan dan pendengaran, juga turut membantu mengemas pesan yang
disampaikan oleh pembuat film. Dalam film ini, efek – efek seperti melambatkan
gerakan (slow motions) dimunculkan saat adanya pertikaian antara dua kelompok
sehingga membuat adegan yang terjadi terlihat lebih nyata.
“Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah – ceramah penerangan atau pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan, bahkan filmnya sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit. (Effendy, 2003:209)”
Fungsi lainnya dari film ialah dapat menceritakan bagaimana kehidupan
sosial yang ada dalam masyarakat serta kesenjangan – kesenjangan yang timbul
akibat adanya suatu masalah yang terjadi. Hingga pada fungsi film yang dapat
menjadi media ekspresi khalayak masyarakat dari berbagai golongan.
Film dapat menimbulkan sebuah opini yang berbeda di mata khalayaknya,
selain itu perbedaan persepsi juga sering muncul di khalayak, karena mereka
memandang dari sudut pandang yang berbeda - beda mengenai pesan atau makna
yang ada di dalam suatu film.
Kekuatan dan kemampuan film banyak menjangkau segmen sosial. Hal ini
terlihat dari merebaknya dampak film terhadap masyarakat, seperti pengaruh film
terhadap anak, film dan agresivitas serta film dan politik. Seiring dengan
kebangkitan film pula muncul film-film yang mengumbar seks, kriminal, dan
Efek yang di timbulkan oleh sebuah film dapat mempengaruhi banyak struktur
kehidupan yang ada di masyarakat.
“Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda - tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film ialah gambar dan suara (kata yang diucapkan) serta musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda yang menggambarkan sesuatu. (Sobur, 2009:128)”
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda.
Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics. Dalam bahasa
Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda. Dalam
berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting karena
bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti. Semiotika
atau dalam istlah Barthes adalah semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (Humanity) memaknai hal-hal (Things). Memaknai (to
signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179 dalam Sobur,
2009:15).
Semiotika dapat dikaji melalui analisis semiotika dari Roland Barthes yang
lebih mengedepankan pada aspek makna denotasi, makna konotasi dan makna
mitos. Makna denotasi sendiri merupakan makna harfiah atau makna yang
sebuah makna, sedangkan mitos sendiri merupakan pengungkapan apa yang
terjadi pada periode tertentu.
Berkaitan dengan film yang sarat akan pesan dan makna yang menjadi
perhatian dari peneliti dalam penelitian ini ialah dari segi semiotiknya. Dengan
semiotika, akan membantu peneliti untuk dapat menelaah arti bentuk suatu
komunikasi yang ada didalamnya. Sederhananya semiotika itu adalah ilmu yang
mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda yang berada dalam film tentu saja
berbeda dengan format tanda lainnya yang hanya bersifat tekstual atau visual saja.
Jalinan tanda dalam film terasa lebih kompleks karena pada waktu yang hampir
bersamaan sangat mungkin berbagai tanda muncul sekaligus, seperti visual, audio,
dan teks. Hal itu pun yang terdapat dalam film yang akan diteliti yakni film Green
Street Hooligans.
Pada penelitian ini, peneliti hendak untuk meneliti representasi
hooliganisme yang terdapat dalam film Green Street Hooligans. Menyikapi
hooliganisme merupakan suatu kekerasan gaya baru, hal ini dikarenakan simbol –
simbol yang tumbuh dari hooliganisme modern tidak lagi berakar pada ideologi
asalnya, melainkan hooliganisme kini sudah menjadi gaya hidup.
Hooligan merupakan sekelompok penggemar sepak bola fanatik asal
Inggris yang dalam kehidupannya sering membuat onar dan keributan terlebih
antar sesama penggemar sepak bola lainnya baik sebelum pertandingan maupun
sesudah pertandingan sepak bola. Adapula yang mendefinisikan hooligan adalah
bedakan antara si miskin dan si kaya. Adanya hal tersebut, membuat mereka
memisahkan diri dari masyarakat lainnya dan membuat kelompok sendiri.
Hooliganisme dilihat oleh sebagian besar berarti kekerasan ataupun
gangguan yang melibatkan para penggemar sepak bola lainnya. Gangguan yang
dilakukan dalam hooliganisme ini dapat secara spontan dimana disebabkan oleh
gangguan dari penggemar sepak bola lainnya. Hal yang dilakukan pun berupa
teriakan ataupun umpatan – umpatan kasar kepada lawannya, bahkan adu fisik
pun kerap terjadi antar sesama penggemar sepak bola lainnya.
Hooliganisme kini sudah mengakar pada sejumlah wilayah lainnya seperti
di Amerika dan Asia. Bahkan di Indonesia sekalipun ideologi seperti ini sudah
mengakar pada sejumlah supporter kesebelasan yang bertanding di liga Indonesia.
LSI (Liga Super Indonesia) sebagai ajang tertinggi kompetisi sepakbola nasional
seringkali tidak mampu mengantisipasi kerusuhan dalam beberapa perhelatannya.
Dalam konteks hooliganisme, fenomena yang terjadi di Indonesia mengacu pada
tipikal hooliganisme yang terjadi secara spontan, seringkali diakibatkan oleh
buruknya kinerja wasit, panpel dan pihak keamanan.
Dalam film Green Street Hooligans ini terdapat beberapa sequence yang
menampilkan perilaku hooliganisme. Dimana perilaku hooliganisme
menggambarkan bagaimana kekerasan – kekerasan yang terjadi antar sesama
penggemar sepak bola lainnya. Dalam film tersebut terdapat 3 sequence yang
menjadi perhatian peneliti. Pada sequence pertama terdapat 2 orang kelompok
kekerasan antara dua kelompok disebuah area umum. Serta pada sequence ketiga
adanya aksi hooliganisme disebuah bar.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, serta masalah yang akan
di teliti maka dari itu peneliti berusaha mengangkat sebuah rumusan masalah
yaitu :
1.2.1 Pertanyaan Makro
“Bagaimana Representasi Hooliganisme Dalam Film Green Street Hooligans?”
1.2.2 Pertanyaan Mikro
1. Bagaimana makna denotatif hooliganisme dalam film Green Street Hooligans?
2. Bagaimana makna konotatif hooliganisme dalam film Green Street Hooligans?
3. Bagaimana mitos hooliganisme dalam film Green Street Hooligans?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian yang akan diteliti sehingga
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
semiotik representasi hooliganisme dalam film Green Street Hooligans.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui makna denotatif hooliganisme dalam film Green Street Hooligans.
2. Untuk mengetahui makna konotatif hooliganisme dalam film Green Street Hooligans.
3. Untuk mengetahui mitos hooliganisme dalam film Green Street Hooligans.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian tentang masalah yang akan diteliti dapat
berupa kegunaan secara teoritis maupun kegunaan secara praktis. Dimana
dalam penelitian ini hasil yang didapat oleh peneliti dapat berguna secara
teoritis maupun praktis.
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna bagi
pengembangan penelitian kualitatfi studi semiotika khususnya pada media
film. Dan dari seluruh proses penelitian mampu memperluas kajian ilmu
komunikasi khususnya kajian pemaknaan terhadap media massa dalam hal ini
1.4.2 Kegunaan Praktis
Selain kegunaan secara teoritis, penelitian ini juga diharapkan dapat
berguna bagi berbagai kalangan. Bagi peneliti, kelembagaan maupun
masyarakat luas.
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai dunia perfilman. Serta sebagai pembelajaran didunia
perfilman. Dari penelitian ini juga dapat menunjukan bahwa dari sebuah
film terdapat suatu pesan atau makna tertentu. Dalam hal ini juga makna
hooliganisme dapat menjadi pengetahuan tersendiri bagi peneliti.
2. Bagi Universitas
Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi lembaga dalam hal ini
universitas dalam pengembangan ilmu khususnya dalam bidang
metodologi analisis semiotika. Serta berguna sebagai literatur bagi
mahasiswa yang akan meneliti mengenai film selanjutnya. Sehingga para
peneliti yang akan meneliti mengenai tema yang sama mendapatkan suatu
gambaran mengenai film yang akan diteliti.
3. Bagi Khalayak
Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna bagi khalayak untuk
memberikan pemahaman mengenai kajian semiotika serta pemahaman
apa yang ada dalam sebuah film. Masyarakat hanya menyaksikan sebuah
film dari unsur hiburannya saja, tanpa mengerti apa maksud dari suatu film
tersebut, sehingga penelitian ini pun dirasa sangat berguna untuk
menambah pengetahuan bagi penggemar film. Serta penelitian ini juga
diharapkan berguna bagi insan persepak bolaan khususnya dalam ranah
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Terdahulu
A. REPRESENTASI RASISME DALAM FILM “THIS IS ENGLAND”
(Analisis semiotika Roland Barthes mengenai rasisme dalam film “This Is England)
Penyusun:
Eko Nugroho
NIM. 41807073
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna semiotik tentang rasisme
yang terdapat dalam film This Is England, menganalisis apa saja makna yang
terdapat dalam film This Is England yang berkaitan dengan rasisme, yaitu makna
denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.
Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan
analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi pustaka, studi dokumentasi, observasi, dan penelusuran data online.
Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film This Is
England dengan mengambil tiga sequence.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga makna sesuai dengan
semiotik Barthes. Makna denotasi yang terdapat dalam sequence This Is England
menggambarkan adanya bentuk doktrinisasi, inisiasi, perlawanan, bahkan
tindakan mengintimidasi para imigran yang datang ke Negara Inggris. Makna
ucapkan terdapat unsur rasisme kepada para imigran. Makna Mitos/Ideologi yang
terdapat dari sequence, terjadi dari imigran Pakistan yang paling sering mendapat
tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris yang merasa
berhak memperoleh “jatah singa” dan menikmati berbagai keistimewaan di atas
penderitaan kelompok lain.
Kesimpulan penelitian memperlihatkan adanya doktrinisasi, inisiasi,
perampokan toko, penganiayaan menunjukkan telah terjadinya rasisme dari warga
pribumi Inggris terhadap para imigran. Mereka menikmati berbagai keistimewaan
di atas penderitaan kelompok lain dengan dukungan sejumlah lembaga dan
seperangkat aturan hukum yang sengaja dicipta demi menyangga dan
melanggengkan sistem rasis tersebut.
Peneliti memberikan saran bagi para sineas dapat lebih mengangkat apa
yang masyarakat belum ketahui dengan representasi kedalam sebuah film dengan
tampilan yang menarik. Film This Is England sarat dengan pesan moral dan dapat
menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia yang masih rawan konflik SARA, dan
B. ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES TENTANG REPRESENTASI LOYALITAS SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM FILM ROMEO DAN JULIET
Penyusun :
Alfariz Senna Brammaji
Nim. 41808109
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna dan tanda Loyalitas
suporter Persib (Viking) dan Persija (the jakmania) yang ada dalam Film Romeo
dan Juliet. Untuk menjawab tujuan tersebut ditanyakan bagaimana makna
denotatif yang terkandung dalam Film Romeo dan Juliet, bagaimana makna
konotatif yang terkandung dalam Film Romeo dan Juliet, bagaimana mitos yang
terkandung dalam Film Romeo dan Juliet
Penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang
dipakai sebagai acuan dalm penelitian ini adalah pendekatan analisis semiotika
dari Roland Barthes. Barthes berpendapat, bahasa adalah sebuah sistem tanda
yang mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu, dalam waktu
tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan analisis semiotik
dari Roland Barthes.
Hasil analisis Makna denotatif pada squence pertama,tulisan Jakarta warna
orange,dibawahnya terdapat lima orang pengemudi Vespa berwarna orange
Makna denotatif pada squence kedua seorang wanita yang sedang duduk dengan
latarbelakang tembok bertuliskan “janji untuk sebuah kehormatan”,Makna
denotatif pada squence ketiga,dua orang pemuda dengan pakaian warna hitam
makna lain yang terdapat dalam gambar dan proses videografi. Dan didalam
squence penelitian ini terdapat beberapa mitos,mitos dalam penelitian ini
dipengaruhi oleh ideologi suporter.
Simpulan yang di dapat bahwa dalam setiap squence yang ditampilkan
sudah terlihat makna denotatif, sedangkan pada makna konotatif dapat terlihat dari
proses pengambilan sebuah gambar, mulai dari teknik videografi sampai pada arti
warna yang dapat menimbukan makna tertentu pada setiap squence yang ada.
Mitos dapat terlihat setelah makna dari konotasi di temukan pengaruh ideologi
lain.
Saran romeo dan juliet adalah film yang menghibur tetapi menimbulkan
kontroversi masyarakat khususnya suporter viking dan the jak dampaknya
semakin menimbulkanya perpecahan antar suporter. pada hakekatnya film
kembali pada tujuannya yaitu menghibur dan mendidik
[image:28.595.42.567.540.755.2]Tabel 2.1
Tabel Tinjauan Terdahulu
No Judul
Penelitian
Peneliti Metode Penelitian
Tahun Hasil Penelitian Perbedaan Dengan Peneliti
1 Representasi Rasisme Dalam Film
“This Is England”
Eko Nugroho Analisis Semiotika
2012 Makna Denotasi :
Adanya bentuk doktrinisasi, inisiasi, dan perlawanan terhadap imigran di Inggris dalam sequence.
Makna Konotasi :
Didapat dari adanya bentuk tindakan perlawanan dan
kata-kata yang di ucapkan terdapat unsur rasisme
kepada para imigran.
Makna Mitos :
Terjadi dari imigran Pakistan yang paling sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris
hooliganisme,
objek pun berbeda, peneliti melakukan penelitian dari film Green Street Hooligan,
sedangkan penelitian ini menggunakan objek film This Is England
2 Analisis Semiotika Roland Barthes Tentang Representasi Loyalitas Suporter Persib Dan Persija Dalam Film Romeo Dan Juliet
Alfariz Senna Brammaji
Analisis Semiotika
2012 Makna Denotasi :
Squence pertama,tulisan Jakarta warna orange,dibawahnya terdapat lima orang pengemudi Vespa berwarna orang.
Makna Konotasi :
[image:29.595.48.570.74.708.2]Makna lain yang terdapat dalam gambar dan proses videografi.
Makna Mitos :
mitos dalam penelitian ini dipengaruhi oleh ideologi suporter. Sama halnya dengan perbedaan penelitian diatas Perbedaan dengan peneliti ialah dalam objek dan representasi berbeda, dalam penelitian ini representasinya sebagai loyalitas suporter, sedangkan peneliti ingin melihat representasi hooliganisme, objek pun berbeda, peneliti melakukan penelitian dari film Green Street Hooligan,
sedangkan penelitian ini menggunakan objek film Romeo dan Juliet.
2.2 Tinjauan Komunikasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi
Manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya
memerlukan sebuah komunikasi. Manusia bukanlah makhluk hidup yang
berdiri sendiri, didalam kehidupannya manusia berhubungan satu sama
lainnya. Manusia berhubungan dengan manusia lainnya dengan
berinteraksi dengan individu lainnya. Dalam interaksi tersebut tanpa
disadari terjadi sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat berupa
verbal maupun non verbal.
Dalam komunikasi terdapat berbagai macam istilah dari mulai
komunikasi timbal balik, komunikasi tatap muka, komunikasi langsung,
komunikasi tidak langsung, komunikasi vertikal, komunikasi horizontal,
komunikasi dua arah dan lain sebagainya.
Kata komunikasi atau communication berasal dari kata latin yakni
communis yang berarti sama, communico atau communicare yang berarti
membuat sama (to make common). Sama disini maksudnya adalah sama
makna, jadi jika dua orang terlibat komunikasi, maka komunikasi akan
terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran - pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
(Effendy, 2003:28)
Shannon and Weaver (1949) mengatakan, komunikasi adalah
bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama
lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi
menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan,
seni dan tekhnologi. (Cangara, 2012:22)
Dari pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan salah satu proses interaksi atau penyampaian
antara komunikator kepada komunikan. Komunikasi dapat dengan
berbagai macam cara baik dengan komunikasi verbal maupun komunikasi
nonverbal. Ada pula komunikasi yang dilakukan melalui media massa,
seperti melalui media koran, majalah, radio, televisi dan media online.
2.2.2 Komunikasi Verbal
Dalam komunikasi terdapat beberapa pengiriman pesan baik
dengan menggunakan pesan verbal maupun dengan mnggunakan pesan
non verbal.
Pesan verbal adalah suatu pesan yang disampaikan dengan
menggunakan kata – kata yang dilancarkan secara lisan maupun tulisan.
dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu
mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa baik
yang kongret maupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan
masa yang akan datang. (Effendy, 2003:33)
Komunikasi verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa.
Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara
berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.
Menurut Hafied Cangara dalam bukunya pengantar komunikasi
mengatakan bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang – kurangnya
ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi
yang efektif yaitu :
1. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita
2. Untuk membina hubungan yang baik diantara sesama
manusia
3. Untuk menciptakan ikatan – ikatan dalam kehidupan manusia.
(Cangara, 2012:113)
Dalam film ini unsur komunikasi verbal pun terjadi yang adapat
mengakibatkan adanya aksi hooliganisme. Hal ini terdapat pada teriakan –
teriakan yang dilakukan kedua kelompok hooligans yang adapat memacu
2.2.3 Komunikasi Non Verbal
Manusia dalam berkomunikasi selain memakai pesan verbal
(bahasa) juga memakai pesan non verbal. Pesan non verbal biasa disebut
bahasa isyarat atau bahasa diem (silent language).
Mark Knapp (1978) dalam Cangara (2012:118) mengatakan bahwa
penggunaan pesan non verbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi
untuk :
1. Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)
2. Menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan
dengan kata – kata (substitution)
3. Menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya
(identity)
4. Menambah atau melengkapi ucapan – ucapan yang dirasakan
belum sempurna.
Stewart dan D’Angelo dalam Mulyana (2005:112-113),
berpendapat bahwa bila kita membedakan verbal dan nonverbal, serta
vokal dan non vokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis
komunikasi. Komunikasi verbal/vokal merujuk pada komunikasi melalui
kata yang diucapkan. Dalam komunikasi verbal/nonvokal kata – kata
digunakan tapi tidak diucapkan. Dalam komunikasi nonverbal/vokal
gerutuan atau vokalisasi. Jenis komunikasi yang keempat komunikasi
Dalam film ini pun terdapat unsur – unsur non verbal seperti
ekspresi muka serta gerakan – gerakan tangan yang menimbulkan aksi
hooliganisme. Ekspresi muka seperti menahan kesakitan dan menampilkan
ekspresi ketakutan menjadi unsur non verbal dalam film ini.
2.2.4 Tinjauan Tentang Representasi
Representasi merupakan konsep yang digunakan dalam proses
sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia seperti pada :
dialog, tulisan, video, film, fotografi dan lain sebagainya.
Konsep representasi bisa berubah – ubah, selalu ada pemaknaan
baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah
ada.
Elemen – elemen ditandakan secara teknis dalam bahsa tulis seperti
kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik dan sebagainya. Sedangkan
dalam televisi seperti kamera, tata cahaya, editing,music dan sebagainya.
Lalu di transmisikan kedalam kode representasional yang memasukan
diantaranya bagaimana objek digambarkan : karakter, narasi, setting,
dialog dan sebagainya. (Eriyanto, 2008:115)
2.2.5 Tinjauan Tentang Hooliganisme
Dalam dunia sepak bola konon tidak mengenal latar belakang
sosial. Di dalam sepak bola hanya mengenal agama, budaya, suku dan ras.
Namun tidak selamanya sepak bola dapat menyatukan para penggemarnya.
persepak bolaan menjadi mengerikan. Dari fanatisme inilah lahir bibit –
bibit hooligan, yang merupakan manusia – manusia agresif dan brutal bila
tim yang didukungnya digadang – gadang untuk menang menjadi
pecundang.
Sebutan hooligan merujuk pada salah satu kelompok fanatik
pendukung kesebelasan sepak bola Inggris yang hampir disetiap
pertandingannya membuat onar dan keributan baik setelah maupun
sebelum pertandingan. Dalam banyak kasus yang terjadi, terlebih saat tim
Inggris mengalami kekalahan dalam pertandingan tandang maupun
kandang sendiri, hooligan kerap berurusan dengan kepolisian karena tidak
menunjukan sikap sportif yang berujung pada anarkistis.
Adapula yang menyebut hooligan merupakan sekelompok
masyarakat yang mengalami keterpinggiran sosial, membeda – bedakan si
kaya dan si miskin. Hal ini lah yang membuat para hooligan membedakan
diri dan membentuk kelompok sendiri.
Dari segi penampilannya, hooligan memang terlihat biasa, namun
saat mereka beraksi akan menimbulkan banyak kekacauan yang terjadi.
Para hooligan seringkali mabuk – mabukan hingga sering berkelahi
dengan siapa saja yang mereka jumpai, terlebih bila ada musuh dari
suporter kesebelasan lainnya. Ciri lain dari hooligan ialah biasanya mereka
bertanding. Mereka biasanya menggunakan mobil pick up atau
menggunakan alat transportasi seperti bis dan kereta.
Hooligan secara garis besar dapat berarti kekerasan atau gangguan
yang dapat melibatkan kelompok suporter sepak bola lainnya. Biasanya
tipe gangguan yang dilakukan para hooligan ada dua tipe diantaranya
gangguan yang timbul secara spontan, dalam gangguan ini, biasanya para
hooligan mendapat gangguan dari suporter lain sehingga memunculkan
kekacauan yang terjadi. Biasanya gangguan ini terjadi pada saat
pertandingan sepak bola tersebut. selain itu, gangguan lainnya merupakan
gangguan yang disengaja/tidak disengaja. Dalam hal ini para hooligan
biasanya menyerang kelompok lain secara teroganisir, biasanya para
hooligan secara sengaja menyerang kelompok lainnya.
Istilah hooliganisme muncul sejak akhir abad ke 19, tepatnya pada
1898 di Inggris. Tak heran jika Inggris penghasil atau bisa disebut gudang
para hooligan. Hooliganisme sendiri kini sudah merambah ke seluruh
penjuru dunia. Mulai dari Eropa, Afrika, Amerika, Asia bahkan kini
merambah ke ranah Indonesia. di Indonesia sendiri hooliganisme sudah
banyak hadir dari klub – klub yang bertanding di liga Indonesia.1
1
2.2.6 Tinjauan Tentang Film
Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di
belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menyaksikan film di
bioskop, televisi dan dalam bentuk digital video disc (DVD).
Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio dan
televisi. Menonton film ke bioskop menjadi aktivitas populer bagi orang
Amerika pada tahun 1920an sampai 1950an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser
anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang
di produksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang – orang yang
bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun
pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis
yang memberikan keuntungan, kadang – kadang menjadi mesin uang yang
seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri
(Dominick dalam Ardianto dkk, 2007:143)
Film dapat dibedakan pula menurut sifatnya yang umumnya terdiri
dari jenis – jenisnya. Adapun jenis – jenis film ialah :
1. Film Cerita (Story Film)
Film cerita adalah film yang mengandung suatu cerita, yaitu
yang lazim dipertunjukkan digedung – gedung bioskop dengan
2. Film Berita (Newsreel)
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa
yang benar – benar terjadi. Karena sifatnya yang merupakan
film berita, maka film yang disajikan kepada publik harus
mengandung nilai berita (newsvalue).
3. Film Dokumenter (Documentary Film)
Film dokumenter menitik beratkan pada fakta atau peristiwa
yang terjadi. Bedanya dengan jenis film berita, film
dokumenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan
perencanaan yang matang.
4. Film Kartun (Cartoon Film)
Jenis film kartun memang berbeda dengan jenis lainnya.
pengemasannya yang dibuat untuk segmentasi anak – anak,
cerita dalam jenis film kartun pun dibuat dengan seringan –
ringannya dengan menampilkan tokoh – tokoh kartun. Titik
berat pembuatan film kartun adalah seni lukis. Satu persatu
dilukis dengan seksama untuk kemudian dipotret satu persatu
pula dan diputar dalam proyektor film. Maka lukisan – lukisan
itu menjadi hidup. (Effendy, 2003:210 – 216)
Adapun jenis film yang menjadi perhatian peneliti ialah jenis film
cerita. Karena film Green Street Hooligans sendiri memiliki cirri – cirri
menjadikan film Green Street Hooligans ini termasuk kedalam jenis film
cerita.
2.2.7 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang
panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Film dengan lebih mudah
dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami
unsur – unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi. (Sobur,
2009:126)
Pengaruh film itu besar sekali terhadap jiwa manusia. Penonton
tidak hanya terpengaruh sewaktu atau selama duduk didalam gedung
bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama.
Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan
saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam
ceramah – ceramah penerangan atau pendidikan kini banyak menggunakan
film sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan. Bahkan, film
sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan
secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu
dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan
Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi massa, film ada dengan
tujuan untuk memberikan pesan – pesan yang disampaikan dari pihak
kreator film. Pesan – pesan itu terwujud dalam sebuah cerita dan misi yang
ingin dibawa film tersebut, serta terangkum dalam bentuk drama.
Film yang dipertunjukan dalam gedung bioskop mempunyai
persamaan yang sama dengan televisi dalam hal sifatnya yang audio-visual,
bedanya mekanik atau non elektronik dalam fungsinya. Dampak film pada
khalayak sangat kuat untuk menananmkan kesan, layarnya untuk
menayangkan cerita yang relatif besar, gambarnya jelas dan suaranya yang
keras dalam ruangan yang gelap membuat penonton tercekam. (Effendy,
2003:315)
Film sebagai media massa merupakan sebuah informasi. Informasi
yang lebih mudah ditangkap karena dari visualisasinya yang jelas. Film
memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi madia massa,
gabungan dari faktor audio dan visual yang dengan segala isinya adalah
sarana yang tepat untuk menyampaikan pesannya kepada penontonnya.
2.2.8 Tinjauan Tentang Semiotika
Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti
“tanda”. Atau seme yang berarti “tanda”. Semiotika berakar dari studi
klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan
dalam Sobur, 2009:17). Tanda pada masa itu bermakna sesuatu yang
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda – tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah – tengah manusia dan
bersama – sama manusia. (Sobur, 2009:15)
Tanda – tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi
(Littlejohn dalam Sobur, 2009:15). Manusia dengan perantaraan tanda –
tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa
dikomunikasikan di dunia ini. (Sobur, 2009:15)
Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat
luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk – bentuk
nonverbal, teori – teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan
dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. (Sobur, 2009:16)
Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika,
seperti kata Lechte (2001:191 dalam Sobur, 2009:16) adalah teori tentang
tanda penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan tanda sarana
signs “tanda –tanda” (Segers dalam Sobur, 2009:16)
Film Green Street Hooligans dibangun dengan menggunakan tanda.
Tanda disini terdiri gdari gambar yang bergerak dinamis dan bahasa yang
dipergunakan, sehingga pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan
2.3 Kerangka Pemikiran 2.3.1 Kerangka Teoritis
“Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan
sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan suatu kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran (Berger, 200 dalam
Sobur, 2009:18)”
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya
hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (Humanity), memaknai hal –
hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa objek – objek tidak hanya membawa informasi,
dalam hal mana objek – objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;
Kurniawan, 2001:53) (Sobur, 2009:15).
Barthes menjelaskan bahwa konotasi dapat dibedakan dengan
denotasi. Denotasi merupakan apa yang terdapat di gambar, sedangkan
Gambar 2.1
Peta Tanda Roland Barthes
Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Dalam Sobur, 2009:69
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “sign”,
barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi
mungkin (Cobley dan Jansz, 1999 dalam Sobur, 2009:69)
“Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran
denotatif” (Sobur, 2009:69)
Pemetaan perlu dilakukan pada tahap – tahap konotasi. Tahapan
konotasi pun dibagi menjadi 2. Tahap pertama memiliki 3 bagian, yaitu :
efek tiruan, sikap (pose), dan objek. Sedangkan tiga tahap terakhir adalah :
fotogenia, estetisme dan sintaksis.
Signifier
(Penanda)
Signified
(Petanda)
Denotative Sign (Tanda Denotatif)
Connotative Signifier
(Penanda Konotatif)
Connotative Signified
(Petanda Konotatif)
Barthes tidak sebatas itu memahami proses penandaan, tetapi dia
juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang menandai
suatu masyarakat. Mitos atau mitologi sebenarnya merupakan istilah lain
yang dipergunakan oleh Barthes untuk ideologi.
Barthes mengartikan Mitos sebagai cara berpikir kebudayaan
tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami
sesuatu hal. (Sobur, 2009:224)
Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan.
maka dari itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep atau suatu
gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk. Lebih jauh lagi,
mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun materi pesan yang disampaikan.
Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal
(kata – kata lisan ataupun tulisan), namun juga dalam berbagai bentuk lain
atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal seperti dalam bentuk
film, lukisan, fotografi, iklan dan komik, semuanya dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan. (Sobur, 2009:224)
Mitos merupakan hal yang penting karena tidak hanya berfungsi
sebagai pernyataan bagi kelompok yang menyatakan, tetapi merupakan
kunci pembuka bagaimana pikiran manusia dalam sebuah kebudayaan
Mitos ini tidak dipahami sebagaimana pengertian klasiknya, tetapi
lebih diletakan pada proses penandaan ini sendiri, artinya mitos berada
dalam diskursus semiologinya tersebut. menurut Barthes, mitos berada
pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem
tanda-penanda-petanda, maka tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang
kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi
penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi penandaan kedua
adalah mitos, dan konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami
Barthes sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes tentang
mitos ini, menjadi salah satu ciri khas semiologinya yang membuka ranah
baru semiologi, yakni penggalian lebih jauh penandaan untuk mencapai
mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat. (Kurniawan,
2001: 22-23)
Dalam peta Barthes, mitos sebagai unsur yang terdapat dalam
sebuah semiotik tidak nampak, namun hal ini baru terlihat pada signifikasi
Gambar 2.2
Signifikasi Dua Tahap Barthes
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm.88 dalam (Sobur, 2001:12)
Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan
signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes
menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan
signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi
ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai
– nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subyektif atau
palin tidak intersubyektif. Pemilihan kata – kata merupakan pilihan
terhadap konotasi. Misalnya, kata penyuapan dengan memberi uang
pelicin. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda
terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana
Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem
signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua.
Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan
makna dan dengan demikian, merupakan sensor atau represi politis.
Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang
bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya.
Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata – mata. Penolakan ini
mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai sebuah koreksi
atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat
alamiah (Budiman,1999 dalam Sobur, 2009:22)
2.3.2 Kerangka Konseptual
Semiotika merupakan salah satu ilmu yang mengkaji tanda – tanda.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana hooliganisme
dalam film Green Street Hooligans.
Dalam film Green Street Hooligans terdapat 3 sequence yang akan
peneliti analisi dengan menggunakan konsep semiotika Roland Barthes.
Adapun bahasan menurut semiotika Roland Barthes disini mengkaji apa
yang menjadi makna denotatif suatu objek, apa yang menjadi makna
konotatif dari suatu objek dan apa yang menjadi mitos dalam suatu objek
Gambar 2.3
Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
Sumber: Peneliti. Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
Dari peta Barthes diatas, diadaptasi bahwa tanda denotatif yang
memiliki makna yang sebenarnya terdiri atas isi cerita berupa sequence yang
berfungsi sebagai penanda dan petanda yang ada dalam film Green Street
Hooligans. Pada saat bersamaan juga makna yang sebenarnya terdapat dalam
sebuah sequence hooliganisme adalah penanda yang tersembunyi dalam
sequence.
Dalam film Green Street Hooligans terdapat 3 sequence yang memiliki
makna denotatif yang secara langsung dapat dimaknai oleh para khalayak,
dalam hal ini para penonton film Green Street Hooligans. Khalayak dapat
secara langsung memaknai pesan tersebut, karena khalayak tidak memaknai
secara mendalam apa yang ada dalam sequence dari film Green Street
Sementara itu, makna konotasi merupakan makna yang terkandung dalam
sebuah tanda, dalam hal ini beberapa sequence yang ada di dalam film Green
Street Hooligans dikaji menggunakan 6 konsep penandaan konotatif yang
meliputi :
1. Efek Tiruan,
Efek tiruan merupakan tindakan memanipulasi terhadap
objek seperti mengurangi, menambah ataupun mengubah objek
yang ada menjadi objek yang sama sekali lain dan juga memiliki
arti yang lain.
2. Pose/Sikap,
Pose/Sikap merupakan gerakan tubuh yang berdasarkan
stock of sign masyarakat tertentu dan juga memiliki arti tertentu.
3. Objek,
Objek merupakan benda – benda yang dikomposisikan
sedemikian rupa sehingga diasumsikan dengan ide – ide tertentu.
4. Fotogenia,
Fotogenia merupakan seni memotret sehingga foto yang
dihasilkan telah dibumbui atau dihiasi dengan teknik – teknik
lighting, eksposure dan hasil cetakan. Didalam sebuah film,
fotogenia sendiri digunakan untuk menghasilkan suatu suasana
yang disesuaikan dengan kondisi cerita yang sesuai dengan cerita
5. Estetisme,
Estetisme dapat disebut juga sebuah estetika yang berkaitan
dengan komposisi gambar untuk menampilkan sebuah keindahan
sinematografi.
6. Sintaksis,
Sintaksis biasanya hadir dalam rangkaian gambar yang
ditampilkan dalam satu judul dimana waktu tidak muncul lagi pada
masing – masing gambar, namun pada keseluruhan gambar yang
ditampilakan terutama yang dikaitkan sesuai dengan judul
utamanya.
Dari ke 6 perspektif konotasi diatas, merupakan salah satu pengkajian
penandaan konotatif. Tidak hanya memiliki makna denotatif dan konotatif,
perspektif dari Roland Barthes mengenai mitos menjadi salah satu ciri khas dari
semiologinya yang membuka ranah baru semiologi. Mitos sendiri biasanya hadir
dalam kehidupan sehari – hari dan menjadi realita dalam kehidupan masyarakat
Berdasarkan kerangka konseptual yang peneliti lakukan, maka peneliti
mengkaji melalui alur pemikiran peneliti. Berikut alur pemikiran peneliti sesuai
dengan model signifikasi dua tahap Roland Barthes.
Gambar 2.4
Alur Pemikiran Peneliti
Sumber; Peneliti, 2013
Analisis Semiotik Roland Barthes
Hooliganisme dalam film Green Street Hooligans
Petanda (Signified) Penanda (Signifier)
Makna Denotasi
Makna Konotasi
[image:51.595.77.553.237.561.2]40 BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui semiotik dari hooliganisme
dalam film Green Street Hooligans. Dalam penelitian ini objek penelitian yang
akan diteliti ialah sequence dalam film Green Street Hooligans yang mengandung
unsur hooliganisme didalamnya. Dengan fokus penelitian pada adegan yang
menggambarkan hooliganisme dalam film Green Street Hooligans. Kategori
adegan didapat dari hasil pemotongan sequence yang terdapat dalam film Green
Street Hooligans. Film ini memiliki 3 sequence yang menggambarkan bagaimana
perilaku para hooligan saat bersitegang dengan kelompok lainnya. Adapun
pertikaian antar kelompok terjadi diantara 4 kelompok hooligans yakni kelompok
hooligans Green Street Elite (GSE), kelompok hooligans Zulu, kelompok
hooligans Red Army, dan kelompok hooligans Millwall.
3.1.1 Sinopsis Film Green Street Hooligans
Film Green Street Hooligans Berawal saat Matt Buckner (Elijah
Wood) seorang mahasiswa Harvard yang terbuang dari kampusnya
tersebut karena ditemukan setumpuk kokain di dalam kamar asramanya,
setelah di keluarkan dari Universitas Harvard Matt pergi ke London untuk
hidup bersama kakak perempuannya serta kakak iparnya Steve Dunham
(Marc Warren). Ia langsung dikenalkan dengan Pete Dunham (Charlie
berkenalan diajaklah Matt pergi bersama Pete menonton pertandingan bola
West Ham United melawan Birmingham City. Setelah pertandingan usai
Matt memutuskan untuk memisahkan diri dari kelompok supporter West
Ham untuk berjalan sendiri pulang ke rumah, tiba tiba di jalan Matt di
kejar oleh supporter Birmingham City hingga babak belur, hingga akhirnya
datanglah pertolongan dari kakak ipar Matt yaitu Pete dan kawan
supporter West Ham United GSE (Green Street Elite) .
Matt bertemu teman-teman Pete dan komunitasnya di Abbey, pub
lokal mereka. Teman-temannya semua berteman dengan Matt, dengan
pengecualian, Bovver (Leo Gregory). Setelah beberapa gelas bir, mereka
menuju ke Upton Park untuk manyaksikan pertandingan. Dalam
perjalanan kembali ke kereta bawah tanah, Matt dihadang oleh tiga
hooligans zulu, yang menyakitinya tetapi beruntung dirinya diselamatkan
oleh beberapa anggota GSE, yang sedang dalam perjalanan mereka untuk
bertarung lebih besar. Meskipun terlalu kalah jumlah, GSE yang berhasil
bertahan mengejar mereka sampai bertemu hooligans zulu yang jumlahnya
lebih besar. Matt akhirnya terlibat dalam pertikaian dua kelompok tersebut
dan secara resmi dilantik sebagai salah satu bagian dari kelompok GSE.
Hari - hari dilalui Matt bersama GSE, karena keakraban Matt
dengan anggota lain, Bovver menjadi iri hati kepada Matt. Apalagi setelah
diketahuinya bahwa Matt adalah seorang jurnalis. Bovver memberi tahu
Pete dan Bovver sampai di Abbey dan berdebat dengan Matt.
Kemudian Bovver keluar karena merasa dirinya sudah tidak dianggap lagi
di sana. Bovver lalu pergi ke markas kelompok hooligans Millwall dan
bertemu dengan Tommy Hatcher (Geoff Bell) pimpinan kelompok
hooligans Millwall. Kelompok hooligans Millwall segera menyerang bar
tempat dimana kelompok GSE berkumpul hingga meluluh lantakan bar
tersebut.1
3.1.2 Kru Produksi Film Green Street Hooligans
Sutradara : Lexi Alexander
Produser : Donald Zuckerman Deborah Del Prete
Screenplay : Lexi Alexander Dougie Brimson
Ide Cerita : Lexi Alexander
Dougie Brimson
Narasi : Sam Gibson
Pemeran : Elijah Wood Charlie Hunnam
Geoff Bell Leo Gregory Marc Warren
Durasi : 109 menit2
1
http://iet-za.blogspot.com/2012/02/resensi-film-green-street-hooligans.html 2
3.1.3 Sequence Dalam Film Green Street Hooligans
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana makna
semiotik mengenai hooliganisme dalam film Green Street Hooligans.
Dalam film yang berdurasi 109 menit ini terdapat aksi – aksi hooliganisme
yang melibatkan supporter – supporter fanatik klub sepak bola.
Guna memfokuskan penelitian, maka peneliti memilih 3 sequence
dari film Green Street Hooligans yang menurut peneliti mengandung
[image:55.595.66.547.388.749.2]unsur hooliganisme didalamnya.
Tabel 3.1
Tampilan sequence dalam film Green Street Hooligans
TIMELINE POTONGAN GAMBAR AUDIO
Sequence 1
Pada durasi
00.31.07 – 00.32.37
GSE:Well, come on! What he fuck you standing there for, you cunts?
Fuck off, you cunts!
Matt : Come on let’s get out of here Pete :What?
Matt : There's 20 guys.
Suara teriakan pete
ditambah dengan
gerumulan para hooligan
kedua kelompok. Serta
suara – suara pukulan
dari kedua kelompok
hooligans yang
bersitegang. Ditambah
dengan musik bernada
Pete : Not when you're with us.
You stand your ground and fight.
Sequence 2
Pada Durasi
00.55.10 – 00.55.40
Dalam sequence ini
terdengar suara teriakan
– teriakan dalam bentuk
umpatan dan terdapat
backsound musik
bernuansa rock. .
Sequence 3
Pada Durasi
01.17.07 – 01.18.39
Dalam sequence ini
terdengar suara pukulan
– pukulan dari kedua
kubu yang bersitegang
dan terdapat backsound
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian
Metode merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah
penelitian. Metode ialah cara yang teratur dan berfikir baik – baik untuk
mencapai maksud yang diinginkan.
Dalam penelitian ini peneliti memakai analisis semiotika. Analisis
semiotika sendiri merupakan salah satu penelitian yang meneliti tanda –
tanda.
“Semiotika adalah ilmu tentang tanda – tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda – tanda. Semiotik itu mempelajari sistem – sistem, aturan – aturan, konvensi – konvensi yang memungkinkan tanda –tanda tersebut memiliki arti.” (Sobur, 2009:96)
Dalam semiotik, mengenal istilah tanda denotasi dan konotasi yang
dicetuskan oleh Roland Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai salah
seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik
dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis
yang ternama (Sobur, 2009:63)
Dalam semiotik, penarikan kesimpulan tidak selalu sama dengan
apa yang akan dibahas, karena dalam semiotika Roland Barthes mengenal
makna denotatif dan makna konotatif.
semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif" (Sobur, 2009:69).
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang tanda ialah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut
sebagai sistem penandaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain
yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem
pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem
yang pertama. Sistem ke-dua ini oleh barthes disebut konotatif, yan