• Tidak ada hasil yang ditemukan

Devosi Marial Kebaktian Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Devosi Marial Kebaktian Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DEVOSI MARIAL

KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA

DALAM GEREJA ROMA KATOLIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh:

TRISNA ARSYADI

NIM: 103032127705

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DEVOSI

MARIAL

KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA

DALAM GEREJA ROMA KATOLIK

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh:

TRISNA ARSYADI

NIM: 103032127705

Di Bawah Bimbingan

Drs. M. Nuh Hasan, MA

NIP. 150 240 090

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul DEVOSI MARIAL: KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada program studi Perbandingan Agama.

Jakarta, 10 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Amin Nurdin, M.A. Maulana, M.A.

NIP: 150232199 NIP: 150293221

Anggota,

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer Drs. Roswen Dja’far NIP: 150209685 NIP: 150022782

Di bawah bimbingan

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir akdemis pada Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia dengan akhlak dan budi pekertinya menuju peradaban yang lebih baik, serta para keluarga dan sahabatnya.

(5)

Selanjutnya Penulis meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Permintaan maaf Penulis sampaikan karena skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung skripsi ini, antara lain:

Bapak Dr. Amin Nurdin, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta staf-stafnya, Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis.

Bapak Drs. M. Nuh Hasan, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengoreksi skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. Penulis haturkan rasa cinta, hormat dan terima kasih serta doa Penulis agar Sang Pemilik Cinta kiranya menganugerahi kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan keluarga.

Ibu Ida Rosyidah, MA selaku Ketua Jurusan Perbandingan Agama, dan Bapak Maulana, MA selaku Sekretaris Jurusan yang banyak membantu Penulis selama penulisan skripsi ini.

Gereja Santo Herkulanus Depok, Bapak Thomas Suharjono yang telah menjelaskan tentang isi skripsi ini, dan kantor paroki Gereja Yohanes Pembaptis, Bapak Paulus yang telah memberikan rujukan referensi kepada Penulis.

Barukh Ministry, Abn. Andreas Kemal, Bunda Diana, Mas Osias, terima kasih atas penjelasan dan ilmunya, semoga bermanfaat.

Keluarga besar Kantor Departemen Agama Kota Tangerang dan keluarga besar MTs Negeri Benda Kota Tangerang yang telah mau menampung Penulis.

(6)

Rekan-rekan Perbandingan Agama 2003, Yasser ”ucok Atmanegara Batubara, Andru Taqwa, Gigin Ginanjar, Gugah Khairul Zaman, Leo Christie, Hendra, Nenk Eva, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya, tanpa kalian Penulis bukan apa-apa, kalian sahabat-sahabat yang tidak akan pernah tergantikan.

Spesial thanks for Ade (Musyrifa), kau sosok yang mempunyai arti dan pelengkapku di atas tata surya ini, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya selama proses penyusunan skripsi ini.

keluarga besar Bapak Mustofa Sain, terima kasih telah memberikan pengalaman hidup yang berarti bagi Penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian.

Penulis sangat menyadari bahwa disana-sini masih banyak terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Tangerang, Mei 2008

(7)

DAFTAR

ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. PANDANGAN GEREJA ROMA KATOLIK TENTANG SANTA PERAWAN MARIA ... 10

A. Sekilas tentang Gereja Roma Katolik ... 10

B. Maria dalam Gereja Roma Katolik ... 13

C. Pandangan Teologi tentang Maria ... 15

1. Maria Bunda Allah (Theotokos) ... 16

2. Maria Perawan ... 18

3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata) ... 19

4. Maria Diangkat ke Surga ... 20

BAB III. DEVOSI MARIAL DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA ... 21

A. Definisi Devosi Marial ... 21

B. Tujuan Devosi Marial ... 23

(8)

1. Sebelum Zaman Pertengahan ... 28

2. Zaman Pertengahan ... 30

3. Zaman Modern ... 32

BAB IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK ... 40

A. Landasan Biblikal tentang Devosi Marial ... 40

B. Pengungkapan Devosi Kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya ... 44

C. Berbagai Gejala Devosi Marial ... 49

1. Do’a kepada Maria ... 49

2. Patung/Gambar Maria ... 52

3. Penampakan Maria ... 54

4. Ziarah ... 55

D. Respons Gereja Kristen Protestan tentang Devosi Marial ... 56

E. Catatan Kritis ... 62

BAB V. PENUTUP ... 64

Kesimpulan ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Santa Perawan Maria memiliki posisi yang sangat penting dan sangat dihormati dalam Gereja Roma Katolik. Hal ini disebabkan karena Maria dipandang ikut berperan serta dalam karya keselamatan. Dengan menerima Kristus dalam rahimnya, melahirkan-Nya, mengasuh-melahirkan-Nya, dan turut menderita bersama Kristus saat wafat-Nya di tiang salib, Maria telah ambil bagian dalam karya keselamatan bersama putranya.

Menurut Gereja Roma Katolik, Maria adalah seorang pribadi yang agung, dan merupakan orang kudus yang harus disucikan setelah Yesus Kristus karena peranannya dalam karya keselamatan. Karena peranannya itu, Maria sangat dihormati di antara para manusia, bahkan di antara para malaikat.1

Penghormatan atau kebaktian kepada Santa Perawan Maria yang lebih populer dengan sebutan Devosi Marial merupakan ibadat khusus dan juga ciri khas yang ada di Gereja Roma Katolik. Laurensius Mugito dalam tulisan singkatnya menjelaskan bahwa Devosi Marial adalah seluruh kebaktian kepada Santa Perawan Maria Ibu Yesus dengan bentuk puji-pujian, kagum, hormat, dan cinta dengan meneladani cara hidupnya sambil memohon bantuan pengantaraan doanya.2

1

Wawancara pribadi dengan Bapak Thomas Suharjono, Depok, Jawa Barat, 06 April 2008.

2

Laurensius Mugito, ”Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik”, Ekawarta, no. 2/VIII/1988: h. 82.

(10)

Santa Perawan Maria memiliki pengaruh cukup besar dalam penghayatan iman umat Katolik. Umat Katolik menganggap Maria sebagai seorang manusia yang patut diteladani dan dihormati karena ketaatan dan kepasrahan dirinya dalam menerima perintah Allah untuk melahirkan Sang Juru Selamat, Yesus Kristus. Hal inilah yang menguatkan devosi kepada Maria dalam kalangan jemaat Gereja Roma Katolik. Kuatnya devosi kepada Maria dibuktikan dengan banyaknya Jumlah buku dan karangan, organisasi, kongres, serta tempat ziarah. Selain itu, pesta-pestanya dirayakan, doa “Salam Maria” dan “Malaikat Tuhan/Angelus” didoakan setiap hari.3 Banyak pula Gereja yang menggunakan berbagai nama Maria sebagai Pelindung. Selain itu, dua bulan dalam setahun dirayakan sebagai bulan Maria (Mei: Bulan Maria,dan Oktober: Bulan Rosario).4

Devosi kepada Santa Perawan Maria juga mengalami pasang-surut dari masa ke masa. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu pandangan teologis dari berbagai aliran, sosial, politik, dan ekonomi umat. Namun secara keseluruhan, hal ini tidak begitu mempengaruhi kuatnya devosi umat kepada Maria.

Kuatnya devosi kepada Maria bukan tanpa persoalan. Pada umumnya persoalan itu timbul karena seringkali ditemukan devosi tidak dilandasi dasar biblis-teologis, tetapi lebih kepada perasaan. Perasaan dan khayalan yang tidak sehat cenderung menjadikan Maria sejajar dengan Allah, sehingga Maria dijadikan semacam “berhala”.5

3

Masalah doa kepada Maria akan dibahas tersendiri pada bab IV tentang berbagai gejala Devosi Marial.

4Bulan Maria.

Devosi ini sudah terdapat sejak zaman kuno dalam Gereja Latin yang jatuh pada bulan Mei, bulan khusus untk mengormati Maria. Namun baru memasyarakat dan menjadi praktek di Gereja Universal sejak diperkenalkan oleh Paus Pius XI pada abad XVIII. Bulan Rosario. Diperkenalkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1883 untuk memperingati kemenangan tentara Kristen atas Turki di Lpanto (1572). Umat percaya bahwa kemenangan ini diperoleh berkat pertolongan Maria Bunda Rosario. Rosario sendiri berarti rangkaian bunga mawar, (penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada bab IV). Bagian ini disarikan dari Petrus Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja (Malang: Dioma, 2006), h. 35-36

5

(11)

Menurut Eddy Kristiyanto dalam bukunya Maria dalam Gereja, kadar devosi kepada Maria terhadap liturgi6 resmi Gereja sekunder. Devosi kepada Maria harus mengalir dari roh liturgi resmi dan kembali kepada roh liturgi resmi yang bertitik tolak Yesus Kristus. Apabila devosi kepada Maria dipraktekkan dengan melepas roh liturgi resmi dikhawatirkan akan muncul bahaya ”Marianisme”. Artinya, timbul kesan yang meyakinkan bahwa Maria sebagai sasaran devosi dapat menyelamatkan.7

Oleh karena itu, untuk menghindari masalah itu para Bapa Gereja melalui Konsili Vatikan II8 merumuskan kembali pokok-pokok ajaran tentang Maria dan menempatkan Maria pada bab VIII dari Lumen Gentium.9

Konsili Vatikan II (LG No. 66) menegaskan bahwa telah ambil bagiannya Maria dalam karya keselamatan memberikan alasan cukup bagi Gereja untuk menghormatinya. Penghormatan ini diungkapkan melalui tata peribadatan yang khusus. Sifat ”khusus” tata peribadatan Gereja kepada Maria menunjukkan perbedaan yang sangat hakiki dengan ibadat serta hormat bakti yang hanya ditujukan kepada Allah.10

Kemudian pada LG. No.67, para Bapa Gereja ingin menegaskan kembali ajaran Gereja Roma Katolik tentang Maria yang terkandung pada nomor sebelumnya, yaitu

6

Liturgi bisa dimengerti sebagai karya aktif penebusan yang diterapkan oleh Yesus Kristus dan diteruskan oleh Gereja dalam kurban suci dan sakramen-sakramen. Dalam hal ini ”liturgi” bisa diartikan sebagai hidup Gereja itu sendiri. Selain itu, liturgi bisa juga diartikan sebagai data konkret (misalnya teks-teks resmi liturgy) dari tradisi Gereja yang membentuk norma atau petunjuk dasar untuk praktek ibadat pada masa sekarang,. Singkatnya Liturgi bisa dikatakan sebagai ibadat resmi Gereja. Lihat Ibid, h. 119-120.

7

A. Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Konsili Vatikan II tentang Maria dalam Gereja Kristus (Yogyakarta: Kanisius, 1987), h. 83.

8

Konsili Vatikan II adalah konsili ekumenis pertama yang menerangkan pentingnya Maria dalam keseluruhan teologis dan praksis Gereja Roma Katolik.

9

Konsili Vatikan II menghasilkan 16 (enam belas) dokumen. Di antara dokumen-dokumen Konsili itu, konstitusi dogmatis Lumen Gentium (dokumen tentang gereja/eklesiologi) menduduki peringkat tertinggi dikarenakan oleh kadar dogmatis yang terkandung di dalamnya. Lihat Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja,, h. 12-14.

10

(12)

tentang dasar-dasar penghormatan kepada Maria, kaitannya dengan Yesus, kesucian dan pemuliaan Maria, serta orientasi keseluruhan Devosi Marial kepada Yesus Kristus.

Penghormatan/kebaktian (devosi) yang ditujukan kepadaMaria memberikan khas tersendiri dalam Gereja Roma Katolik. Karena itu, dalam skripsi ini Penulis mengangkat tema “Devosi Marial: Kebaktian kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik”, guna memahami Santa Perawan Maria lebih jauh melalui ajaran-ajaran yang terkandung dalam Gereja Roma Katolik.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Santa Perawan Maria merupakan sosok yang diagungkan dan disucikan oleh Gereja Roma Katolik. Hal ini disebabkan karena Maria diyakini memiliki peranan dalam melakukan karya penyelamatan.

Keagungan dan kesucian Maria ini membuat Maria sangat dihormati oleh umat Roma Katolik dengan bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian (devosi) yang bermacam-macam. Namun seringkali Devosi kepada Maria dianggap tidak berlandaskan biblis-teologis oleh denominasi-denominasi Kristen lain. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pandangan Gereja Roma Katolik terhadap Devosi Marial guna memahami seperti apa Gereja Roma Katolik memperlakukan dan memposisikan Maria.

(13)

1. Bagaimana pandangan Gereja Roma Katolik tentang kebaktian kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial)?

2. Seperti apa praktek-praktek kebaktian kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial) dalam Gereja Roma Katolik?

C. Tujuan Penelitian

Ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dengan penelitian skripsi ini.

Pertama, penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi tingkat Sarjana program Strata I (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Perbandingan Agama dengan gelar Sarjana Theologi Islam (S,Th.I); Kedua, memahami secara langsung pandangan Gereja Roma Katolik mengenai Devosi Marial, dan juga praktek-prakteknya;

Ketiga, penulisan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi pihak-pihak yang ingin mengkaji lebih jauh dan terperinci tentang devosi kepada Santa Perawan Maria.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Untuk mengkaji permasalahan ini, Penulis melakukan penelitian kepustakaan

(14)

Santo Herkulanus Depok, Marian Center Jakarta, Barukh Ministry Jakarta, dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk memperoleh hasil yang objektif, Penulis mengambil data-data yang bersifat Primer sebagai bahan kajian, dan data-data yang bersifat sekunder sebagai bahan pelengkap kajian. Data-data yang bersifat primer adalah tulisan-tulisan yang memiliki kaitan dengan devosi kepada Maria, yang ditulis langsung oleh penganut Gereja Roma Katolik, sedangkan data-data yang bersifat sekunder adalah tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang-orang di luar Gereja Roma Katolik.

Data-data itu berupa sumber-sumber ilmiah seperti buku-buku, ensiklopedi, majalah, diktat, artikel, dan lain sebagainya. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui internet dengan mengunjungi situs-situs terkait yang memiliki data-data tertulis lainnya, yang diperlukan sebagai pendukung.

Untuk menambah data tentang “Devosi Marial” penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Thomas Suharjono (Kepala Bidang Liturgi Gereja Herkulanus Depok), dan sebagai catatan kritis Penulis juga mewawancarai Abn. Andreas Kemal (Pimpinan dan Rohaniawan Barukh Minsitry) untuk mengetahui respons Gereja Kristen Prostestan terhadap Devosi Marial.

(15)

yang tampak atau apa adanya. Sedangkan teknik analisis merupakan salah satu teknik dalam penelitian dengan melakukan analisa-analisa dari data-data yang didapat.11

Berbagai data yang dikumpulkan mengenai Devosi Marial dijelaskan secara detail dan apa adanya lalu dianalisa dan dicari seperti apa konsep Devosi Marial dalam Gereja Roma Katolik dan bagaimana praktek-prakteknya?. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan sedetail mungkin hal-hal yang berkaitan dengan Devosi Marial, agar pembaca –yang awam sekalipun- dapat memahami seperti apa dan bagaimana Devosi Marial dalam Gereja Roma Katolik.

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada standar penulisan skripsi dengan buku, “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan pengecualian sebagai berikut:

1. Dalam daftar pustaka Alkitab ditulis dalam urutan pertama sesuai dengan keagungannya lalu di susul dengan yang lain menurut urutan abjad.

2. Kutipan dari Alkitab tidak diberi catatan kaki tapi cukup dengan memberi nama surat dan nomor ayat di akhir kalimat.

F. Sistematika Penulisan

Mengacu pada metode penelitian di atas, pembahasan akan disusun sebagai berikut:

Pada bab pertama akan membahas seputar uraian singkat tentang materi dan signifikansinya, yang terdapat pada latar belakang masalah, kemudian secara berurutan

11

(16)

akan dibahas tentang pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan, yang semuanya tercakup dalam pendahuluan.

Bab kedua akan membahas tentang pandangan Gereja Roma Katolik tentang Santa Perawan Maria, yang akan terbagi menjadi tiga bagian, didahului dengan penjelasan sekilas tentang Gereja Roma Katolik, kemudian dilanjutkan dengan Maria dalam Gereja Roma Katolik, dan bagian terakhir membahas tentang pandangan teologi tentang Maria, yang akan dibagi lagi dalam empat bagian: Maria Bunda Allah

(Theotokos), Maria Perawan, Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata), dan Maria Diangkat ke Surga.

Bab ketiga akan membahas tentang Devosi Marial dan sejarah perkembangannya yang akan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Definisi dari Devosi Marial itu sendiri, kemudian dilanjutkan kepada tujuan dari Devosi Marial, dan di sub bab terakhir pada bab ketiga ini penulis akan membahas tentang Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Sebelum Zaman Pertengahan, kemudian Zaman Pertengahan, serta Zaman Modern.

Pada bab keempat akan dibahas kebaktian kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Roma Katolik, yang terbagi menjadi empat sub yaitu: Landasan Biblikal yang dipakai untuk berdevosi kepada Maria, Pengungkapan Devosi kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya, kemudian Berbagai Gejala Devosi Marial yang terbagi lagi menjadi empat bagian yaitu: Do'a kepada Maria, Patung/Gambar Maria, Ziarah, dan Penampakan Maria, lalu dilanjutkan dengan Respons Gereja Kristen Protestan tentang Devosi Marial. Kemudian catatan kritis ditempatkan pada sub bab terakhir.

(17)

BAB II

PANDANGAN GEREJA ROMA KATOLIK TENTANG SANTA PERAWAN MARIA

A. Sekilas tentang Gereja Roma Katolik

Gereja Roma Katolik adalah sebutan untuk Gereja Kristen yang memiliki organisasi atau ajaran yang berpusat di Vatikan Roma dan dari sana menyebar ke seluruh dunia. Penyebutan ini juga untuk membedakan Gereja Roma Katolik dengan Gereja lainnya, seperti Gereja Kristen Protestan, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Anglikan, dan lain sebagainya.

Menurut A. Heuken dalam Ensiklopedi Gereja, Gereja berasal dari bahasa Portugis igreja, yang berarti mereka yang dipanggil, kaum atau golongan. 12 Kata “Gereja” sendiri biasanya digunakan untuk menyebut gedung-gedung ibadat umat Kristiani.

Kata Katolik sendiri berasal berasal dari bahasa Yunani katholikos, yang berarti menyeluruh atau umum.13 Ignasius dari Anthiokia pertama kali merumuskan kata Katolik yang terdapat dalam suratnya kepada umat di Smyrna pada tahun 107 M, yang berisi: ”Gereja Katolik berada di mana saja Yesus Kristus berada”. Kemudian Vinsensius dari Lerin juga merumuskan definisi dari Katolik, dimana ia menekankan bahwa Katolik ialah “yang dipercaya selalu, di mana-mana, kapan saja dan oleh siapa saja.” Konsili Nikea (325 M) mengatakan bahwa Gereja Kristus adalah Katolik, kemudian pada abad ke-4

12

A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991) Jilid I, h. 431.

13

Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid II, h. 209.

(18)

Kata Katolik juga muncul dalam syahadat-syahadat dan rumus pengakuan iman para calon baptis. Lebih tegas lagi, Konsili Nikea-Konstatinopel (681 M) merumuskan 4 ciri gereja yang benar, yakni: Aku percaya akan Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik.14

Sedangkan Roma merupakan sebuah kota yang menunjukkan pertama kalinya Petrus menjadi wakil Kristus di dunia dengan menjadi uskup di kota itu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yesus kepadanya, “Aku mengatakan kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat (Gereja)-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa saja yang kamu ikatkan di atas dunia ini, akan diikat pula di surga dan apa saja yang kamu lepaskan di dunia ini akan dilepaskan pula di surga” (Mat 16:18-19). Dan sejak itu Petrus ditunjuk oleh Yesus sebagai ketua para Rasul, maka sejak saat itu pula para uskup di Roma dipercaya sebagai pengganti Rasul Petrus dan sekaligus menjadi wakil Kristus di dunia yang diberikan amanat untuk menjaga keutuhan dan kesatuan umat Kristiani. 15

Amanat yang diberikan Yesus Kritus kepada Petrus dan uskup kota Roma sebagai penerus Petrus membuat organisasi Gereja –yang berpusat di Vatikan Roma- menjadi sangat penting dalam Gereja Roma Katolik, sebab organisasi Gereja dianggap mampu menyatukan seluruh umat Kristiani yang ada di dunia. Oleh karena itu, dalam Gereja roma Katolik, Gereja dianggap sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan mengajar dan melakukan sakramen atas orang lain, hal ini dilakukan untuk menjaga kesatuan umat Kristiani.16 Jalan pemikiran seperti ini didasarkan kepada Alkitab Mat 16:18-19.

14

Ibid, h. 209-210.

15

Pankat Kas, Ikutilah Aku: Warta Gembira untuk Para Calon Baptis (Yogyakarta: Kanisius, 1993), Cet. Ke-13, h. 94-95.

16

(19)

Gereja Roma Katolik juga banyak mencurahkan perhatian pada masalah tradisi Gereja, karena itu Gereja Roma Katolik mengutamakan sakramen-sakramen sebagai tanda dan sarana misteri kasih illahi, yang digelar melalui Alkitab maupun tradisi. Menurut mereka, sebelum ada Alkitab, umat Kristiani mendengarkan sabda Allah melalui tradisi,17 dan Alkitab terlahir dalam tradisi itu.18 Tradisi-tradisi ini merupakan ajaran-ajaran yang berasal dari murid-murid Yesus dan diturun-temurunkan kepada umat sampai sekarang, dan kebanyakan tradisi-tradisi ini tidak terdapat dalam Alkitab. “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanaya itu dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25). “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun tertulis.” (2 Tes 2:15).

Hal di atas yang membedakan Gereja Roma Katolik dengan denominasi-denominasi Kristen lain seperti Gereja Kristen Protestan dan Gereja Ortodoks Timur.

Gereja Kristen Protestan lebih bersikap rasional dalam penghayatan dan pengamalan agama serta berusaha mendekati sumber asli ajaran Yesus Kristus. Oleh karena itu, Gereja Kristen Protestan hanya menggunakan Alkitab saja sebagai sumber utama, tidak seperti Gereja Roma Katolik yang memakai Alkitab dan juga tradisi Gereja sebagai sumbernya. Gereja Kristen Protestan juga menganggap segala putusan Gereja seperti yang berlaku dalam Gereja Roma Katolik dianggap tidak berlaku karena tidak sesuai dengan hak Yesus Krisus sebagai Juru Selamat.19

Sedangkan Gereja Ortodoks Timur lebih mengutamakan metode-metode yang bersifat mistis daripada rasional dan tradisional. Organisasi Gereja tidak dipandang

17

Lihat Alkitab tentang ”cara hidup jemaat yang pertama” Kis 2:4-46.

18

Perbedaan Katolik dan Protestan, artikel diakses pada 3 Desember 2007 dari http://www.answers.yahoo.com.

19

(20)

sebagai faktor penting untuk menyatukan umat Kristiani. Masing-masing negara dapat membentuk organisasi Gereja sendiri-sendiri yang dipimpin oleh seorang Patriarch. Namun, secara keseluruhan Gereja Ortodoks Timur lebih dekat kepada Gereja Roma Katolik dibanding Gereja Kristen Protestan, baik dalam ritual dan kepercayaan kepada keajaiban.20

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Gereja Roma Katolik adalah Gereja Kristen yang dikepalai oleh Paus yang juga merangkap uskup kota Roma.21 Selain itu, penyebutan istilah tersebut juga untuk menekankan bahwa Gereja Roma Katolik mengakui uskup Roma atau Paus sebagai pengganti Simon Petrus, yang paling diutamakan Kristus di antara ke-12 murid-Nya. Kristus memberikan tugas kepada Petrus supaya menjaga seluruh umat Kristiani tetap bersatu dalam iman yang sama dan murni seperti dibawakan oleh Kristus. Oleh karena itu, umat Katolik Roma juga berkeyakinan bahwa uskup Roma mewarisi tugas rangkap, selain menjadi uskup di kota tersebut juga membina dan menjaga kesatuan seperti yang diamanatkan Kristus kepada Petrus.22

B. Maria dalam Gereja Roma Katolik

Bagi Gereja Roma Katolik, Maria merupakan Bunda Yesus Kristus yang mengandung bukan dari seorang pria melainkan dari Roh Allah, “Kelahiran Yesus Kristus adalah sebagai berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Allah, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri”

20

Ibid,h.141.

21

Ensikolpedi Umum (Yogyakarta: Kanisius, 1973), h. 449.

22

(21)

(Mat: 1:18).23 Dengan mengandungnya Maria dari Roh Allah membuat Maria sangat dihormati dan dianggap memiliki peranan dalam karya keselamatan.

Pranataseputra dalam tulisan singkatnya mengatakan bahwa Maria adalah seorang beriman yang sederhana, tekun, setia, dan suci. Dia menghayati imannya dengan teguh dan tidak tergoyahkan oleh berbagai godaan dan tantangan.24

Menurut Christiane Gaud dan Bernard Descouleurs, Maria merupakan seorang wanita Yahudi yang taat. Sebagaimana semua orang Yahudi yang taat yang selalu berusaha mencari Allah dengan sekuat tenaga, yang dalam bahasa Ibrani disebut “anawim”, yaitu “ para miskin Allah”, begitu pula dengan Maria selalu haus dan lapar akan Allah.25

Kehidupan dan sejarah Maria waktu kecil tidak banyak diceritakan, karena dalam Gereja Roma Katolik hal itu tidak penting. Yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana umat Roma Katolik menghormati Maria dengan bakti sejati kepadanya.

Dalam Proto Injil Yakobus26 dikisahkan bahwa Maria lahir dari pasangan yang kaya dan mandul, yaitu Santo Yoakim dan Santa Anna. Yoakim dan Anna adalah pasangan yang saleh, mereka berdoa dengan tekun dan tiada henti-hentinya agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya doa mereka berdua dikabulkan lewat penampakan malaikat yang mengabarkan bahwa mereka akan dikaruniai seorang anak. Anna melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian dinamai Maria. Yoakim dan Anna

23

Heuken, Ensiklopedi Gereja, Jilid III, h. 129. Untuk lebih jelasnya tentang Kelahiran Yesus Kristus baca Alkitab Mat 1:18-25.

24

Pranataseputra, ”Santa Perawan Maria dalam Hidup Sehari-hari Orang Katolik”, Ave Maria, no. Am-01 (Mei-Juni 2001): h. 8.

25

Christiane Gaud dan Bernard Descouleurs, Kisah Maria (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 10.

26

(22)

berikrar akan mempersembahkan Maria kepada Tuhan dalam Kenisah.27 Ketika Maria menginjak usia tiga tahun, kedua orang tuanya mempersembahkan dalam kenisah untuk berbakti.

Secara keseluruhan, Dalam Gereja Roma Katolik Maria memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan sangat dihormati, hal ini dikarenakan Maria –sebagai seorang wanita Yahudi yang taat- telah melahirkan Yesus Kristus sebagai penyelamat umat manusia.

C. Pandangan Teologi tentang Maria

Telah disebutkan di atas, bahwa Maria adalah Bunda Yesus Kristus yang mengandung bukan dari seorang pria, melainkan dari Roh Kudus. Oleh karena itu, dalam rumus-rumus pengakuan iman Gereja Roma Katolik, Maria disebut dalam hubungannya dengan Roh Allah yang menyebabkan kelahiran Yesus. Maka dari itu Konsili Efesus (431 M) memberikan gelar Santa Perawan Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos). Gelar ini dengan sendirinya menjadi cikal-bakal bagi perumusan dogma-dogma dasar tentang Maria.

Menurut Bernhard Lohse, ada empat dogma atau pernyataan iman Gereja yang menyangkut Maria:

1. Maria Bunda Allah (Theotokos)

2. Maria Perawan

3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata)

4. Maria Diangkat ke Surga dengan Jiwa dan Raganya

27

(23)

Keempat dogma ini berkaitan erat, dogma yang satu tidak lengkap tanpa dogma yang lain.28

1. Maria Bunda Allah (Theotokos)

Gelar Theotokos diresmikan pada Konsili Efesus (431 M). Gelar tersebut sudah cukup populer di kalangan umat sebelum konsili dimulai. Tetapi perlu diingat, peresmian gelar Bunda Allah (Theotokos) dalam Konsili Efesus bukan tanpa masalah. Konsili Efesus sendiri dilatarbelakangi oleh perdebatan emosional antara mazhab Aleksandria yang diwakili oleh Proclus dan Sirilus dengan mazhab Antihokia yang diwakili oleh Nestorius dan Yohanes. Inti permasalahan dalam perdebatan itu sebenarnya terletak pada hubungan kedua kodrat Yesus Kristus – kodrat manusiawi dan kodrat Illahi. Jadi, perdebatan itu lebih bersifat Kristologis dibandingkan dengan Mariologis, tetapi karena Yesus mendapatkan kodrat manusiawi-Nya dari Maria, maka Maria pun dibahas dalam perdebatan ini.29

Mazhab Anthiokia beranggapan pemberian gelar Maria Bunda Allah memberi kesan bahwa ke-Illahian Yesus dilahirkan dan diturunkan pula oleh manusia yang bernama Maria. Hal ini sama dengan menyatakan bahwa di dalam diri Yesus ada dua pribadi, yaitu pribadi Illahi dan pribadi manusiawi.30 Mazhab ini menggunakan pendekatan ”manusia firman”, yang artinya Yesus itu sebagai manusia yang didiami Allah. Oleh karena itu, mazhab ini menolak pemberian gelar Bunda Allah

(Theotokos) kepada Maria. Aliran ini beranggapan Maria hanya Bunda Manusia

(Anthropotokos) karena Maria melahirkan ”manusia firman” bukan ”Allah firman”,

28

Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), h. 254.

29

Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25.

30

(24)

jadi Maria bukan Bunda Allah tetapi hanya Bunda Kristus saja yaitu bunda manusia. Masih menurut mazhab ini, pemberian gelar Bunda Allah (Theotokos) dapat mengakibatkan pada pendapat yang menyatakan Maria sebagai Ibu dari Yang Illahi, dan ini akan berakibat kepada penyembahan Maria (Mariolatria).31

Di lain pihak, mazhab Aleksandria berpandangan bahwa kedua kodrat yang ada di diri Yesus itu merupakan satu kesatuan. Jadi, yang dilahirkan Maria adalah kodrat manusiawi dan juga kodrat illahi Yesus, dan oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda manusia (Anthropotokos) dan juga Bunda Allah (Theotokos).

Pemberian gelar Theotokos kepada Maria bukan berarti menyembah Maria

(Mariolatria), tetapi hanya menekankan kesatuan dalam diri Yesus. Yesus adalah benar-benar manusia dan juga benar-benar Allah, oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda Allah.32

Untuk mengatasi kontroversi antara kedua mazhab tersebut, maka diadakanlah Konsili Efesus (431 M), dimana konsili ini berusaha mencegah dua kekeliruan tentang Maria, yaitu: 1) menjadikan Maria sebagai allah putri, dan 2) menempatkan Maria hanya pada tingkat manusiawi saja dengan menyatakan Maria hanya sebagai ibu dari kodrat manusiawi Yesus.

Konsili Efesus menegaskan kembali ajaran Konsili Nikea (325 M), yang mengajarkan bahwa Yesus merupakan manusia yang memang Allah, karena sehakikat dengan Bapa.33 Jadi, pemberian gelar Bunda Allah tidak mengatakan

31

Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), h. 45.

32

Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25.

33

(25)

bahwa Allah (keillahian) mempunyai ibu, tetapi seorang manusia yang juga Allah tentu saja memiliki ibu, selayaknya manusia sejati lainnya.

Sebenarnya Konsili Efesus tidak mencerminkan refleksi para teolog, tetapi lebih kepada kepercayaan atau iman umat (sensus fidelium), karena pada umumnya Maria diakui sebagai Bunda Yesus yang utuh, yaitu Yesus dengan kodrat Illahi dan kodrat manusiawi. Selain itu, sebutan Bunda Allah (Theotokos) sudah populer di kalangan umat sebelum Konsili Efesus.

Tetapi Konsili Efesus menjelaskan secara tegas bahwa Maria disebut Bunda Allah bukan karena kodrat firman dan keIllahian Yesus berasal dari Maria, tetapi tubuh suci Yesus diambil dari Maria, dan dengan tubuh itu Firman Allah dipersatukan secara mandiri.34

2. Maria Perawan

Matius 1:18 dengan jelas mengatakan bahwa Maria mengandung Yesus bukan didasarkan oleh hubungan biologis, melainkan melalui Roh Kudus yang diberitakan oleh malaikat Gabriel. Hal ini mengindikasikan keunikan Maria, bahwa ketika ia mengandung Yesus ia tetap perawan.

Sebelum mengandung Yesus, Maria adalah perawan. Keperawanan Maria menurut Gereja Roma Katolik tidak hanya berdasarkan ketika mengandung Yesus, tetapi Maria tetap menjaga keperawanannya sebelum, ketika, dan sesudah melahirkan Yesus. Hal ini dikarenakan sebelum dan ketika mengandung Yesus, Maria tidak pernah berhubungan badan dengan laki-laki manapun, dan proses kelahiran Yesus pun tidak merusak keperawanan Maria.

34

(26)

Tradisi tentang keperawanan Maria dalam mengandung Yesus sangat kuat dalam Gereja Roma Katolik. Matius 1:18 dengan jelas mengatakan itu, kemudian ditegaskan kembali dalam Matius 1:25 "Yusuf tidak "mengenal"35 dia hingga ia melahirkan anak".36

Sebenarnya ajaran tentang dikandungnya Yesus oleh perawan masuk ke dalam Kristologi bukan Mariologi. Tetapi secara tidak langsung ajaran itu mengatakan sesuatu tentang Maria. Sebagai perawan ia menjadi Bunda, sehingga ia menjadi perawan dalam kebundaannya dan tidak lepas darinya.37

3. Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata)

Pemberian Gelar Theotokos telah menjadi dasar bagi perkembangan Mariologi berikutnya. Setelah dua dogma Mariologi di atas, muncul juga ajaran tentang Maria dikandung tanpa noda (Immaculata).

Landasan teologis mengenai dogma Immaculata ini adalah sebagai Bunda Allah, Sang Sabda, maka Maria sudah sepantasnya suci, sesuai dengan keluhuran dan kesucian Sang Sabda. Dengan sucinya Maria, maka Sang Sabda dapat menerima kodrat kemanusiaan-Nya dengan murni dan suci. Untuk menjaga kemurnian dan kesucian Maria, maka sudah sepantasnyalah jika Allah membebaskan Maria dari noda dosa asal. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Agustinus.38

4. Maria Diangkat ke Surga

35

"Mengenal" merupakan istilah Ibrani yang berarti bersetubuh.

36

Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, h. 43.

37

Ibid, h. 43

38

(27)

Menurut Petrus Maria Handoko, dogma-dogma di atas membuat Maria semakin diagungkan dan disucikan. Setelah ketiga dogma di atas, kesucian Maria mulai menjadi topik utama, sehingga umat Roma Katolik dan para teolog mulai merasakan bahwa kematian dan pembusukan tubuh Maria tidak selaras dengan kemuliaan dan martabat Maria.

Dari dasar pemikiran di atas, muncullah ajaran bahwa Maria tidak meninggal, tetapi diangkat ke surga bersama jiwa dan raganya.39 Ajaran ini juga diperkuat dengan tidak diketemukannya makam dan tulang belulang Maria sampai sekarang, berbeda dengan makam dan tulang belulang para rasul dan orang-orang kudus lainnya yang diperebutkan oleh Gereja-gereja pada masa-masa awal.

39

(28)

BAB III

DEVOSI MARIAL DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

A. Definisi Devosi Marial

Devosi menurut David Kinsley diartikan sebagai semangat kasih sayang, ketaatan, dedikasi, loyalitas, kesalehan, penghormatan, kesetiaan, rasa kagum, dan cinta kepada beberapa obyek seperti roh, dewa, atau manusia yang dianggap kudus. Devosi bisa juga diartikan sebagai hasil dari refleksi teologis yang berupa tindakan (action), seperti pemujaan dan berdoa.40

Gereja Roma Katolik mengenal banyak devosi yang objeknya ditujukan kepada orang-orang suci/kudus, seperti: Petrus, Paulus, Yusuf, dan lain sebagainya. Di antara sekian banyak devosi itu, devosi kepada Santa Perawan Maria yang lebih besar dengungnya. Hal ini dikarenakan Maria dianggap sebagai makhluk yang paling unggul di antara manusia lainnya, bahkan di antara para malaikat. Keunggulan Maria dikarenakan keikutsertaannya dalam karya penyelamatan.

Secara etimologis, devosi kepada Maria merujuk pada kata Mario-duli yang berarti “kebaktian kepada Santa Perawan Maria”.41Mario-duli sendiri berasal dari bahasa Yunani, kata Mario menunjuk kepada Maria, sedangkan kata duli (asal kata Doulia) mengacu pada kata Doulos, yang artinya “budak atau hamba”. Dalam istilah teologi

40

David Kinsley, “Devotion,” in Mircea Eliade ed., Encyclopedia of Religion, vol. 4 (New York: Macmillan Publishers, 1987), p. 326.

41

Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, h. 149.

(29)

Kristen, kata Doulia diartikan sebagai kebaktian kepada seseorang manusia (orang kudus).42

Kata Doulia sendiri harus dibedakan dengan kata Latreia (Latin: Adoratio), yang berarti kebaktian yang sasarannya hanya kepada Allah saja,43 sedangkan sasaran Doulia

ialah seorang kudus yang mengabdikan dirinya hanya demi Allah. Oleh karena Santa Perawan Maria menjadi makhluk yang paling unggul di antara ciptaan Allah yang lain, maka terbentuk istilah khusus bagi Maria, yaitu: hyper-doulia yang berarti “adi-kebaktian”.44

Menurut Eddy Kristiyanto, Devosi kepada Maria termasuk ibadat khusus dalam Gereja Katolik –meskipun bukan liturgi resmi Gereja. Walaupun Devosi Marial merupakan ibadat yang khusus, tetapi hakikatnya berbeda dengan ibadat sujud yang diberikan kepada Kristus. Hal ini diperkuat dengan dokumen Lumen Gentium no. 66.

“Ibadat ini, seperti yang selalu ada di dalam Gereja, walaupun merupakan ibadat yang khusus sekali, toh berbeda secara hakiki dengan ibadat sujud, yang diberikan kepada Sabda yang menjadi daging, sama seperti Bapa dan Roh Kudus, namun sangat memupuknya. Bermacam-macam bentuk kesalehan terhadap Bunda Allah, yang disetujui Gereja dalam batas-batas ajaran yang sehat dan ortodoks, sesuai dengan keadaan waktu dan tempat, dan sesuai dengan ciri-ciri serta bakat para beriman…” (LG no. 66)45

Lumen Gentium no.66 ingin menegaskan bahwa Maria dan Yesus Kristus hakikatnya berbeda. Perbedaan hakiki ini menyangkut siapa Maria dan siapa Yesus Kristus.

Maria adalah manusia, sedangkan Yesus Kristus adalah Allah Putra yang diserahkan Bapa kepada kematian untuk menebus semua manusia dari kuasa maut.

42

Ibid, h. 149.

43

Surip Stanislaus, Perempuan Itu Maria? (Yogyakarta: Kanisius,2007), h.101.

44

Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 149.

45

(30)

Dengan demikian Maria termasuk salah seorang yang ditebus Putranya. Jadi, keselamatan Illahi yang dialami Maria harus bergantung pada Yesus Kristus.

Keunggulan Maria terjadi berkat relasinya yang tak terpisahkan dengan Yesus Kristus. Dasar pemikiran seperti ini bukan hanya persoalan akal, tetapi juga persoalan hati dan iman. Iman itu harus dihayati, pengahayatan iman itulah yang disebut devosi. Jadi bisa dikatakan devosi merupakan bagian integral dari penghayatan iman.46

Oleh karena itu, secara terminologis, Devosi Marial bisa diartikan sebagai sikap hati (baca: kebaktian) serta perwujudannya, dengan menjalin relasi personal, menjunjung tinggi, menghormati, menghargai, mencintai, dan meneladani Maria.

B. Tujuan Devosi Marial

Pranataseputra dalam tulisan ringkasnya menjelaskan bahwa inti sari devosi kepada Santa Perawan Maria dalam Gereja Katolik adalah menjadikan hidup beriman Maria sebagai teladan. Bagi orang Katolik, berdevosi dan menghormati Santa Perawan Maria bukan karena Maria memiliki kekuatan dan keahlian gaib, akan tetapi sebagai manusia yang beriman seperti umat lainnya, Maria telah membuktikan diri sebagai hamba Allah yang baik dan berhasil.47

Maria adalah seorang beriman yang sederhana, tekun, setia, dan suci. Dia menghayati imannya dengan teguh dan tidak tergoyahkan oleh berbagai godaan, kesulitan, dan tantangan. Hal-hal seperti inilah yang harus diteladani oleh umat Kristiani.

Orientasi atau tujuan terakhir kehidupan orang-orang beriman (seperti halnya kehidupan Maria sendiri) adalah untuk mengenal, mencintai, dan memuliakan Tuhan,

46

Surip Stanislaus, Perempuan Itu Maria?, h.102.

47

(31)

serta mentaati perintah-perintah-Nya. Oleh karena itu, devosi kepada Maria membawa umat Katolik untuk meneladani sikap keterbukaan dan penghampaan (pemasrahan) diri Maria kepada Tuhan.48

Gereja telah menetapkan prinsip teologis yang menghubungkan Maria dengan Kristus dan Gereja. Umat Katolik memandang Maria untuk memahami Yesus dan Gereja secara lebih jelas. Konsili Efesus (431) menyatakan bahwa Maria adalah Bunda Allah, di sini jelas bahwa Maria sangat penting untuk memahami Yesus Kristus. Penjelmaan Yesus selalu dikaitkan erat dengan Maria.

Santo Louis Marie de Monfort (1716) memberikan 8 (delapan) butir alasan mengapa umat Katolik harus melakukan Devosi Marial.

1. Devosi Marial menunjukkan umat Katolik pengudusan diri sendiri di hadapan Yesus Kristus dengan bantuan Maria. Devosi ini mendorong untuk membaktikan diri secara menyeluruh demi pengabdian kepada Allah.

2. Devosi Marial membuat umat Katolik mengikuti jejak Kristus dan meneladani kerendahan-Nya.

3. Dengan berdevosi kepada Maria, umat mempersembahkan seluruh karya amal kepada Yesus Kristus melalui tangan Bunda-Nya, maka karya amal itu dibersihkan dan diperindah oleh Maria, dan Maria juga membuat umat diterima oleh Putranya.

4. Devosi Marial merupakan sarana unggul untuk menjaga kemuliaan Allah yang lebih besar.

5. Devosi Marial mengantar umat Katolik pada kesatuan dengan Tuhan secara, mudah, singkat, sempurna, dan aman.

48

(32)

6. Devosi Marial memberi umat Katolik kebebasan batin mendalam yang merupakan dambaan sebagai anak-anak Allah.

7. Devosi Marial merupakan cara yang sangat baik untuk melaksanakan cinta kasih terhadap sesama.

8. Devosi Marial merupakan sarana ketekunan dan menetapkan hati untuk tetap setia dalam keutamaan.49

Intinya, tujuan terakhir Devosi Marial adalah Yesus Kristus. Bila seseorang berdevosi kepada Maria, maka ia secara sempurna ingin berbakti kepada Yesus Kristus. Dalam hal ini Devosi Marial merupakan sarana dan kemudahan bagi umat untuk menemukan Yesus Kristus.

C. Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah

Menurut Groenen, devosi kepada Santa Perawan Maria mengakar dari devosi rakyat kepada para martir.50 Dimana sekitar tahun 150 M, para martir mulai diikutsertakan dalam kebaktian (ibadat) umat. Hari kelahiran para martir (dies natalis)

mulai dirayakan, mereka seolah-olah serupa dengan Kristus (Kis 7:59-60) dan dinilai sebagai seseorang yang ikut serta dalam penyelamatan Yesus Kristus.

Pada awalnya para martir bukan sasaran kebaktian dalam ibadat resmi (liturgi), mereka hanya menjadi alasan umat untuk memuji dan bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dikerjakan Allah kepada para martir tersebut, Semua doa dan kebaktian hanya ditujukan kepada Allah atau Kristus. Posisi martir pada masa ini hanya sebagai

49

Louis-Marie Grignion de Monfort, Bakti Sejati Kepada Maria. Penerjemah R. Isak (Bandung: Serikat Maria Montfortan, t.t.), h. 63-95.

50

(33)

pendorong umat untuk beribadat kepada Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari laporan tertua yang mencatat mengenai seorang martir, yaitu Polycarpus (± 155), Uskup Smirna. Laporan itu berupa surat yang dikirim jemaah di Smirna kepada jemaah di Philomelium. Tetapi seiring berjalannya waktu, surat itu berulang kali disadur. Dalam penyaduran yang berkali-kali itu, akhirnya kemartiran Polycarpus resmi (dalam ibadat) dikenang setiap tahunnya, bahkan sang Martir sendiri berkembang menjadi sasaran devosi rakyat. Hal ini berdasarkan keyakinan rakyat yang menganggap sang Martir sebagai sahabat Yesus Kristus, mempunyai kekuatan untuk menolong. Oleh karena itu, makam dan peninggalan-peninggalan para Martir (mayat/tulang belulang, pakaian, dan apa saja yang pernah dikenakan oleh para Martir) dianggap dapat mengerjakan ”mukjizat”. Maka muncullah kebiasaan berziarah ke makam para Martir dan perebutan relikwi51 yang dipakai sebagai semacam jimat. Akhirnya lama-kelamaan devosi rakyat itu masuk ke dalam ibadat resmi, walaupun ibadat itu tetap terarah kepada Allah.52

Devosi rakyat kepada para Martir mengingatkan kepada devosi untuk para pahlawan (Heros) yang ada di dunia Yunani-Romawi. Para pahlawan itu merupakan tokoh-tokoh legendaris yang memiliki kelebihan dan keterampilan khusus, dan biasanya kisah-kisahnya dibumbui dengan hal-hal gaib. Para pahlawan itu bukan dewa dan dewi, tetapi juga mereka bukan manusia biasa, mereka semacam makhluk yang ada di tengah, antara dewa dan manusia. Makam dan peninggalan para pahlawan ini juga sering dikunjungi oleh rakyat Yunani-Romawi pada saat itu dan di sekitarnya diselenggarakan juga ibadat yang memiliki ciri tersendiri.

51

Relikwi merupakan benda-benda peninggalan orang kudus yang dianggap memiliki muatan daya Illahi yang sangat berguna untuk melayani segala macam kebutuhan rakyat beriman.

52

(34)

Groenen mengatakan devosi rakyat Kristiani terhadap para Martir sedikit banyak dipengaruhi oleh devosi rakyat Yunani-Romawi kepada para pahlawan mereka. Bahkan pada abad IV-V sebagian pemimpin umat (uskup), khawatir kalau-kalau devosi rakyat kepada para martir membawa umat kembali kepada kekafiran kuno.53 Namun hal ini langsung diklarifikasi oleh para pemimpin umat lainnya, bahwa jelas ada perbedaan antara devosi rakyat Kristen kepada para martir dengan devosi rakyat Yunani-Romawi kepada para pahlawannya. Para pahlawan yang mati itu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan dunia kedewataan/ketuhanan, mereka itu berdiri sendiri dan hanya memiliki semacam otonomi religius. Sedangkan para Martir –meskipun tetap manusia- dianggap memiliki hubungan, bahkan mengarah kepada Allah. Oleh karena itu, para Martir dilihat sebagai penyambung antara Allah dengan orang beriman, sehingga makam dan peninggalan mereka dianggap sebagai tempat/barang terpilih, dimana surga (Allah) dan bumi (manusia) menjadi satu. Penggabungan antara surga dan bumi membuat daya Illahi lebih dekat kepada manusia untuk menolong dan mengerjakan mukjizat.54

Pada abad ke-IV, setelah agama Kristen secara resmi diakui melalui Edict Konstantinus 333 M, zaman para martir berakhir, maka gagasan tentang martir mulai dirohanikan, maksudnya bukan hanya mereka yang mati demi Kristus yang disebut martir, tetapi juga mereka yang hidup demi Kristus juga disebut martir. Jadi, Bukan hanya para Martir –dalam arti sesungguhnya- yang dihormati, tetapi juga orang-orang kudus.55 Maka, Maria yang diyakini sebagai orang kudus, martir secara rohani, mulai

53

Legenda-legenda yang dihiasi dengan pengikutsertaan dewa-dewi serta peristiwa-peristiwa yang sifatnya supernatural (gaib) yang ada pada rakyat Yunani-Romawi dianggap oleh umat Kristiani sebagai kisah-kisah dari dunia kafir.

54

Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 159.

55

(35)

dihormati dan umat mulai berdoa kepadanya, terlebih setelah Konsili Efesus (431 M) meresmikan gelar Theotokos kepada Maria, peresmian itu semakin mengobarkan semangat devosi rakyat kepada Maria.56

Dari latar belakang sejarah tentang Devosi Marial di atas, penulis membagi tiga bagian perjalanan sejarah Devosi Marial, dimana di dalamnya akan membahas pasang-surut devosi kepada Santa Perawan Maria dari waktu ke waktu.

1. Sebelum Zaman Pertengahan

Pada masa ini Devosi Marial tidak mendapatkan banyak perhatian, karena Gereja lebih menitikberatkan perhatian pada Yesus Kristus dengan cara merumuskan secara tegas ajaran iman Gereja tentang Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Rasul. Hal ini dikarenakan Gereja –khususnya para apologet57- masih disibukkan oleh serangan Gnostisisme, Decotisme, dan aliran-aliran lainnya yang menolak realitas material tubuh Yesus Kristus.58 Oleh karena itu, dalam dokumen-dokumen kuno yang secara resmi diakui oleh Gereja seperti surat Clemens dari Roma kepada umat di Korintus, Ajaran Dua Belas Rasul, dan Surat kepada Barnabas, Maria tidak disebut sama sekali, karena titik pusat pewartaan pada masa ini ialah Yesus Kristus. Tetapi penjelasan dan perhatian kepada Maria pada

kedekatan dengan Kristus. Gelar Martir dan Santo merupakan pemberian dari orang-orang sesudahnya sebagai sebuah bentuk penghormatan.

56

Devosi Maria, artikel diakses pada 8 Desember 2007 dari http://www.guamaria.org

57

Apologet adalah para pejuang atau pembela Yesus Kristus.

58

(36)

masa ini bisa ditemukan dalam tulisan-tulisan apokrip, misalnya Proto Injil Yakobus.

Ceritera-ceritera dari tulisan apokrip ini sering diwarnai oleh daya imajinasi dan fantasi yang sangat tinggi, sehingga sulit dipercaya sebagai peristiwa historis. Oleh karena itu, kebenaran sejarah tulisan-tulisan ini tidak bisa dipertanggungjawabkan. Meskipun demikian tulisan-tulisan apokrip itu mencerminkan praktek-praktek devosi yang menonjol pada masa ini.

Bentuk praktek devosi kepada Maria pada masa ini hanya dicerminkan melalui tulisan-tulisan apokrip tersebut. Belum ada pesta, doa atau ibadat khusus yang ditujukan kepada Maria. Maria belum dilihat sebagai orang kudus secara mandiri, tetapi dia hanya dilihat sebagai ”pintu” yang dilalui Yesus menuju ke dunia ini. Meskipun demikian, Maria sudah diingat dalam pembacaan Kitab Suci, walaupun hanya pada teks-teks yang menyatakan Maria tidak secara eksplisit, seperti Luk 1-2 yang mengakui kedudukan dan peranan Maria dalam sejarah penyelamatan, tetapi tidak ada dasar untuk suatu Devosi kepada orang kudus atau khususnya Maria dalam teks ini.

(37)

surga dengan jiwa dan raganya. Selain itu, Gereja-gereja –terlebih Gereja-gereja Latin- mulai menafsirkan Alkitab –baik dari Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru- secara alegoris untuk diterapkan kepada Maria.

Bersamaan dengan berkembangnya kedua ajaran di atas, berkembang pula refleksi tentang peranan Maria dalam karya penyelamatan Allah. Dengan berkembangnya refleksi dan ajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa ini penghormatan kepada Maria mendapat perhatian yang luar biasa dari umat Roma Katolik, bahkan pesta-pesta dan devosi kepada Maria berkembang dengan cepat jumlahnya.

2. Zaman Pertengahan

Seperti telah diuraikan di bab sebelumnya, Mariologi dan Devosi Marial merupakan dua entitas yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena Mariologi menghasilkan refleksi para teolog tentang Maria, dan dari hasil refleksi itulah muncul gejala-gejala penghormatan kepada Santa Perawan Maria (Devosi Marial).

Pada masa ini Mariologi dan Devosi Marial mencapai zaman keemasannya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya para teolog terkenal –yang melakukan refleksi teologi tentang Santa Perawan Maria- muncul pada masa ini, antara lain: Bernardus, Bonaventura, Tomas Aquinas, dan lain-lain.

(38)

Mariologi, khususnya untuk keibuan dan penghormatan khusus (hyperdulia)

kepada Maria.59

Pada masa ini, Mariologi dan Devosi Marial lebih berkembang di Gereja Timur (Latin) dibandingkan dengan Gereja Barat. Di Timur, para penulis seperti Anselmus dan Bernardus mengembangkan tema-tema terdahulu, seperti keibuan Illahi, keperawanan kekal dan kesucian Maria. Anselmus misalnya, dia meletakkan dasar uraian tentang semua ajaran Mariologis yang muncul sebelum masa ini – khususnya Maria sebagai pengantara- secara ilmiah dan sistematis, karena sebelumnya ajaran tentang Maria tidak memiliki dasar-dasar yang kokoh dan argumnetasi yang kuat, karena lebih kepada kepercayaan umum umat (Sensus Fidelium). Kemudian St. Bernardus salah satu teolog terkenal di Timur, merupakan penggerak ulung dalam hal penghormatan kepada Maria. Pengembangan ajaran-ajaran tersebut membuat ajaran-ajaran ketakbernodaan (Immaculata) dan pengangkatan Maria ke surga makin diterima di antara umat, tanpa mengalami pertentangan dan analisa kritis seperti di Barat.60 Ajaran Maria dikandung tanpa noda (Immaculata)

sendiri diterima secara umum setelah Konsili Trente, sedangkan ajaran Maria diangkat ke surga sudah diterima sebelumnya.61

Di masa ini Maria tidak lagi dilihat dari aktivitas dan peranannya ketika dia hidup bersama Yesus, tetapi lebih kepada aktivitas dan peranan aktualnya di surga. Umat Kristen di masa ini memandang Maria sebagai Ratu Surgawi yang

59

Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 29.

60

Ibid, h. 29.

61

(39)

memperhatikan dan mendoakan umat. Umat beranggapan bahwa doa Maria sangat berkuasa dibanding orang-orang kudus lainnya, karena doa itu merupakan kelanjutan dari keibuan dan kesucian Maria yang istimewa.

Bentuk devosi kepada Maria –dalam hal ini doa-doa untuk Maria- mulai muncul pada masa ini, seperti doa Angelus (abad XIII) dan doa Rosario (abad XIII – XV). Selain itu, doa Salam Maria juga sudah muncul pada masa ini meski hanya bagian pertamanya saja. Doa-doa tersebut sampai sekarang lazim dipakai oleh umat Katolik.62

Dari perkembangan ini bisa disimpulkan Maria tidak hanya dipandang dalam kerangka besar karya keselamatan, tetapi lebih kepada pribadinya, khususnya suka dukanya sebagai Ibu Allah, dan juga selama kesengsaraan Yesus.

3. Zaman Modern

Masa ini ditandai dengan munculnya pertentangan antara kelompok pendukung dan kelompok penentang ajaran Maria dikandung tanpa noda

(Immaculata). Hal ini disebabkan karena adanya ketidaktahuan, takhayul, dan kesalehan emosional (sentimentalisme) yang cukup tinggi di antara umat Kristiani, sehingga kebaktian Kristiani, khususnya kebaktian kepada Maria selalu dibumbui dengan praktek-praktek devosi yang berlebihan.

Dalam situasi seperti ini, muncullah gerakan pembaharuan yang dimotori oleh Martin Luther yang ingin mereformasi Gereja atau yang dikenal dengan Protestanisme. Gerakan ini awalnya hanya melontarkan kritik tajam kepada praktek-prektek devosi yang berlebihan yang berkembang di Gereja Katolik zaman

62

(40)

pertengahan, bukan kepada ajaran tentang Maria. Para Bapa Reformator sendiri (Luther, Calvin, Zwingli) dan para teolog Protestan mula-mula masih menerima ajaran Gereja Kuno tentang Maria, misalnya dogma Theotokos; keperawanan Maria sebelum, saat, dan setelah melahirkan Yesus; juga tentang kesucian Maria. Hal ini bisa dilihat dalam ibadat Gereja Lutheran di zaman sekarang masih ada beberapa hari raya untuk mengenang Maria, meskipun dampaknya pada praksis dan teologi jemaat Gereja kecil sekali.63

Tetapi kemudian kritik pihak Protestan bukan hanya kepada keterlaluan devosional kepada Maria, mereka juga menunjukkan keberatannya kepada seluruh ajaran Katolik tentang Maria. Umat Protestan berkeyakinan bahwa Maria tidak termasuk ke dalam kerigma apostolik dan ajaran-ajaran tentang Maria tidak mempunyai landasan dari kitab suci. Maria dipandang hanya sebagai penerima keselamatan Illahi dan bukan pemeran serta yang aktif dalam rencana keselamatan itu.64

Refleksi tentang Maria memang seringkali kurang ilmiah dan lebih berdasarkan pada perasaan dan dugaan, sehingga argumennya seringkali tidak tahan uji. Pihak Protestan menghimbau agar Kitab Suci dijadikan sebagai satu-satunya dasar sumber iman. Pernghormatan kepada Maria dianggap sebagai takhayul, oleh karena itu praktek tersebut harus dihapuskan.

Serangan-serangan atas Devosi Marial memunculkan reaksi dari pihak Katolik. Pembela-pembela Maria dari pihak Katolik bermunculan. Mereka

63

Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 17

64

(41)

menghasilkan karya-karya kepustakaan tentang Maria yang paling banyak dibandingkan masa-masa sebelumnya.

Serangan pihak protestan di masa ini tidak mematikan penghormatan umat kepada Maria begitu saja. Pihak Katolik terus melakukan pembelaan-pembelaan kepada Maria dengan menguatkan posisi Maria dalam penghayatan iman umat Kristiani. Bahkan, penampakan pertama Maria yang diakui secara resmi oleh Gereja terjadi pada masa ini, yaitu penampakan Maria kepada St. Katarina Laboure pada tahun 1830 di kapel Rumah Induk Puteri Kasih di Paris. Pada penampakannya ini Maria memerintahkan Katarina membuat medali yang diberi nama Medali Maria dikandung tanpa noda. Kemudian medali ini menjadi terkenal sebagai Medali Wasiat, karena diangap begitu banyak mukjizat terjadi melalui doa dengan medali tersebut.65

Medali Wasiat yang dihasilkan dari pertemuan Maria dan St. Katarina telah menambah bentuk penghormatan umat kepada Maria. Medali dijadikan relikwi yang berasal dari Maria.

Meskipun Devosi Marial di masa ini mengalami perkembangan dengan bertambahnya bentuk penghormatan kepada Maria, akan tetapi kemunculan Protestanisme sedikit banyak mempengaruhi iman umat Kristiani terhadap penghormatan kepada Maria.

Masa ini juga ditandai dengan diselenggarakannya Konsili Vatikan II pada tahun 1962-1965. salah satu alasan diadakannya konsili ialah kesadaran Gereja Katolik akan perlunya pembaharuan dalam dan melalui Gereja.

65

(42)

Konsili Vatikan II sendiri sebenarnya bercorak ekumenis, bukan bercorak Mariologis, akan tetapi Mariologi tidak bisa dikesampingkan dalam konsili ini. Hal ini disebabkan karena Mariologi menjadi salah satu tema yang mengundang perdebatan emosional di antara para Bapa Konsiliaris.

Perdebatan berkisar mengenai apakah Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri atau dimasukkan ke dalam skema konstitusi tentang Gereja. Perdebatan ini menjadi emosional dikarenakan hal ini bukan hanya masalah teknis saja, akan tetapi mencerminkan dua pandangan yang berkaitan erat dengan ajaran tentang Maria. Para Bapa Konsiliaris sendiri terpecah menjadi dua kelompok:

Maksimalistis dan Minimalistis.

Kelompok Maksimalis berpandangan bahwa Maria menduduki posisi paling unggul di dalam Gereja, dikarenakan peranannya dalam karya penyelamatan, juga karena misteri-misteri Maria berurat akar dalam relasi Trinitas. Maria tidak cukup dipandang hanya sebagai anggota Gereja, Maria sebaiknya ditempatkan di atas bahkan diluar Gereja. Gagasan tentang Maria bukan merupakan bagian dari eklesiologi (ilmu tentang Gereja). Oleh karena itu, sebaiknya bab mengenai Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri. Lain halnya dengan kelompok Maksimalis,

kelompok Minimalis mempersatukan tata penyelamatan dalam suatu sintesis yang komprehensif. Kelompok ini berpandangan bahwa Maria adalah model (Typus)

(43)

perlu ditebus sama seperti anggota Gereja lainnya. Jadi, gagasan tentang Maria sebaiknya dimasukan ke dalam kosntitusi mengenai Gereja.66

Perdebatan antara para pendukung kedua kelompok ini terasa sengit dan penuh emosi. Hal ini terbukti dengan diadakannya pemungutan suara (voting) yang diadakan pada tanggal 26 Oktober 1963 untuk menentukan apakah ajaran tentang Santa Perawan Maria dimasukkan ke dalam konstitusi Gereja atau tidak.67 Mayoritas kecil para Bapa konsiliaris akhirnya menyetujui bahwa pokok-pokok ajaran tentang Maria ditambahkan dalam skema konstitusi tentang Gereja, dan menempatkannya pada dokumen Lumen Gentium bab VIII dengan judul “De Beata Maria Virgine Deipara in Mysterio Christi et Ecclesiae” (Santa Maria, Perawan dan Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja).68

Hasil voting ini menunjukkan secara pasti di manakah tempat Maria.69 Dari judul Lumen Gentium Bab VII saja langsung dapat diketahui, bahwa para Bapa konsili menempatkan Maria dalam misteri Gereja.

66

Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 123.

67

Voting ini merupakan simpul yang harus ditempuh koonsili mengingat kedua kelompok ini tidak bisa diperdamaikan. Hasil voting memperlihatkan: 1.114 setuju; 1.074 tidak setuju; 5 abstain; 2 setuju dengan syarat. Lihat Ibid, h. 114.

68 Ibid, h. 15. 69

Diagram yang sering dipakai untuk menjelaskan tempat Maria ialah:

Kristus

Gambar I memperlihatkan pandangan kebanyakan umat Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Gambar ini juga menunjukkan pandangan para teolog maksimalis, yang ingin menempatkan Maria di atas Gereja dan bersatu dengan Kristus. Gelar yang sering dipakai dalam gambar I ialah Mediatrix Imnis Gratiae, Maria Pengantara Segala Rahmat.

(44)

Pokok-pokok ajaran mengenai Maria dalam Lumen Gentium bab VIII tercantum dalam 18 (delapan belas) artikel, yaitu no. 52-69. Kedelapan belas artikel ini memiliki sifat yang ingin mengembalikan semua ajaran tentang Maria ke sumber-sumber utama, yang dimaksud sumber-sumber utama di sini ialah Kitab Suci dan ajaran Para Bapa Gereja. Sumber-sumber lain seperti edaran-edaran kepausan juga diperhatikan, tetapi konsili sangat hati-hati dalam menggunakan sumber-sumber lain ini, dikarenakan sumber-sumber lain ini seringkali tidak didasari dengan studi kritis ilmiah, sehingga menimbulkan perdebatan dan polemik. Konsili dengan hati-hati ingin menghindari perdebatan dan polemik ini.70

Dengan kembali ke sumber-sumber utama, konsili memandang Maria dalam konteks keseluruhan sejarah keselamatan yang memandang Yesus sebagai Allah Putra yang menjelma menjadi manusia, untuk membawa seluruh manusia dalam keselamatan. Pandangan ini dikeluarkan karena banyaknya kontroversi dan penyimpangan umat dalam melakukan devosi kepada Maria bersumber pada konsep yang salah tentang Yesus.

Dari pandangan tersebut, konsili telah memberikan pedoman bagi penghormatan yang tepat kepada Santa Perawan Maria. Pertama, yaitu dengan menempatkan Devosi Marial secara teologis dalam kaitannya dengan Tuhan. Maksudnya adalah menjadikan Allah sebagai titik orientasi dari devosi kepada Maria. Meskipun penghormatan kepada Santa Perawan Maria sangat istimewa, tetapi hakikatnya tetap saja berbeda dengan penyembahan kepada Allah. Kedua, para Bapa konsili menekankan pentingnya penghormatan kepada Maria dalam

70

(45)

konteks liturgis. Ketiga, mereka juga menekankan beberapa sifat, baik yang positif maupun yang negatif dari penghormatan kepada Maria yang benar.71

Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa Konsili Vatikan II mencoba menertibkan bentuk-bentuk devosi umat kepada Maria yang sudah ada sebelumnya, yang kebanyakan lebih didasari perasaan dan kesalehan emosional ketimbang Kitab Suci dan studi kritis ilmiah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan dalam melakukan devosi kepada Santa Perawan Maria. Dengan penertiban ini, Konsili Vatikan II ingin menghindari salah paham dengan saudara-saudara Kristen yang lain (dalam hal ini umat Protestan).

Konsili Vatikan II telah menciptakan dasar untuk memulai pembaruan liturgi. Langkah demi langkah diwujudkan melalui kebijakan kepausan, termasuk ”cultus” kepada Santa Perawan Maria. Peringatan atau pesta Maria disusun agar Yesus Kristus tetap sebagai pusat iman.

Meskipun begitu, devosi terhadap Santa Perawan Maria setelah Konsili Vatikan II mengalami pasang surut. Krisis ini dimotori oleh mentalitas umat yang cenderung mengejar keduniawian, yang mulai merajalela dalam masyarakat modern.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap situasi ataupun fenomena, termasuk fenomena agama, yang berasal dari manusia diwujudkan sesuai dengan lingkungan dan zaman. Oleh sebab itu, Devosi Marial di masa ini dipengaruhi oleh kekurang pengertian dalam hal teologi, fanatisme, dikaitkan dengan dunia gaib, hal-hal yang ajaib, atau bercampur kepentingan pribadi, keuntungan ekonomi, dan lain-lain.72

71

Ibid, h. 42.

72

(46)

BAB IV

KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA DALAM GEREJA ROMA KATOLIK

A. Landasan Biblikal tentang Devosi Marial

Bagi umat kristiani, Alkitab diimani sebagai Sabda Allah dalam bahasa manusia atau Sabda Allah yang tertulis. Untuk lebih memahami dan mencintai Sabda Allah dalam bahasa manusia itu, maka Alkitab harus dipandang sebagai buku iman Gereja dan buku kesaksian iman tentang Allah yang berkarya dan bersabda dalam sejarah manusia, dan tentang jawaban manusia terhadap karya dan Sabda Allah tersebut. Oleh karena itu, umat Kristiani selalu menanamkan di dalam diri mereka bahwa “Firman Allah itu hidup dan kuat”. (Ibr 4:12).

Alkitab dijadikan sebagai satu-satunya dasar iman bagi Penganut Gereja Kristen Protestan. Tetapi bagi para penganut Gereja Roma Katolik, Alkitab bukanlah satu-satunya yang bisa dijadikan dasar iman, masih ada tradisi Gereja yang posisinya berada di bawah Alkitab.

Oleh karena itu, dogma-dogma dan devosi yang muncul mengenai Maria dalam Kristen katolik bukan hanya berlandaskan Alkitab saja tetapi juga tradisi Gereja. Bahkan, dibandingkan dengan Alkitab, tradisi Gereja lebih mendominasi sebagai dasar teologis untuk dogma-dogma tentang Devosi Marial –Alkitab sedikit sekali berbicara tentang Maria.

Dogma mengenai Maria mengalami suatu perkembangan yang panjang. Pada awalnya, Perjanjian Baru tidak menyampaikan secara eksplisit tentang kesalehan Maria,

(47)

bahkan Perjanjian Baru juga bisa dikatakan tidak mempunyai Mariologi. Baik Matius maupun Lukas memang menyampaikan bahwa Yesus dilahirkan dari Perawan Maria, dimana Yusuf sama sekali tidak memainkan peranan penting. Tetapi Markus, Yohanes, dan Paulus tidak sekalipun menunjuk pada mukjizat ini. Hal itu menunjukkan bahwa pada awalnya Maria sama sekali tidak menempati kedudukan sentral di dalam kekristenan. Penjelasan-penjelasan, baik yang terdapat dalam Matius maupun Lukas kemungkinan besar hanya untuk menekankan keunikan Yesus saja, bahwa Ia dilahirkan oleh seorang perawan tanpa bapak biologis, bahkan penjelasan-penjelasan itu tidaklah memperlihatkan suatu minat Mariologis, tetapi lebih cenderung kepada Kristologis.

Menjelang akhir abad ke-II topik mengenai kesalehan Maria telah mengalami perkembangan. Dengan informasi historik yang sangat terbatas di dalam Alkitab, – khususnya Perjanjian Baru-73 sejumlah ahli kitab mencoba menggali sebanyak mungkin informasi tentang Maria yang terdapat di dalam Alkitab.

Injil Lukas merupakan sumber informasi yang paling sering dipakai oleh para ahli kitab untuk menggambarkan Maria. Hal ini disebabkan karena Injil Lukas paling banyak memuat ayat-ayat yang berkaitan dengan Maria.74 Dan pada akhirnya, informasi-informasi yang diperoleh para ahli kitab dijadikan dasar/landasan iman untuk memberikan penghormatan kepada Maria.

Gereja Roma Katolik memiliki keyakinan bahwa dasar devosi kepada Maria bukanlah karena kuasanya mengabulkan doa, tetapi karena teladannya sebagai pribadi

73

Alkitab tidak sering menyebut Maria. Selain Matius pasal 1-2 dan Lukas pasal 1-2, Maria tiga kali disebutkan namanya, yaitu: Mat 13:55; Mrk 6:3 dan Kis 1:4. tanpa disebutkan namanya, Maria ditampilkan dalam Mat 12:46; Mrk 3:31 dan Luk 8:19. Yohanes tidak pernah menyebut nama Maria tetapi menampilkannya dalam Yoh 2:1-3.5; 19:25-26; 6:42. Lihat Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 25.

74

(48)

yang beriman dan kesediaannya menyerahkan diri dan rela berkorban demi mengemban kehendak Allah. Penyerahan Maria kepada rencana dan kehendak Allah begitu murni, tulus dan sempurna sehingga pantas menjadi teladan umat Kristiani –khususnya Katolik. Sikap penyerahan total ini dirumuskan dalam Injil Lukas ketika dia mendapat kabar dari malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung Yesus. ”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Karena kesempurnaan Maria dalam hal iman inilah akhirnya umat menghormatinya.75

Ayat yang biasanya dipakai juga untuk dijadikan dasar berdevosi kepada Maria adalah penegasan Injil Lukas yang berisi, ”Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku ...” (Luk 1:48-49).76

Yang dimaksud ”perbuatan-perbuatan besar” Allah kepada Maria di sini adalah keterlibatan Maria dalam misteri keselamatan Illahi dan Gereja. Allah menghendaki Maria ikut berperan secara aktif dalam misteri Kristus, tepatnya dalam misteri inkarnasi.77 Keikutsertaan Maria menjadikan Allah Putra yang sungguh-sungguh Allah menjadi manusia Yesus Kristus, dimana dengan menjadi manusia, Allah Putra bertindak sebagai penghapus dosa manusia dan menumbangkan kekuasaan jahat. Oleh karena itu, Yesus Kristus merupakan Allah sejati sekaligus manusia sejati karena Ia Allah Putra yang

75

Laurensius Mugito, SCJ, ”Devosi kepada Maria dalam Gereja Katolik”, h. 83.

76

Untuk lebih jelasnya baca Injil Lukas mulai dari kisah “Maria dan Elisabet” sampai “Nyanyian pujian Maria” (Luk 1:38-56).

77

(49)

dikandung dan dilahirkan oleh perawan suci. Jadi, karena perbuatan-perbuatan besar Allah kepada Maria umat menghormati Maria.78

Lebih dalam lagi, Injil Yohanes 19: 25-27 mengatakan, ”Dan dekat salib Yesus berdiri Ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: ”Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” Ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus menitipkan ibu-Nya kepada murid-Nya Yohanes, dan Yohanes dititipkan kepada Maria. Artinya Maria dijadikan bunda para murid dan para murid dijadikan anaknya Santa Perawan Maria, sehingga hubungan Maria sebagai Bunda Yesus terus berlanjut sampai sekarang Maria menjadi bunda umat pengikut Yesus, karena murid-murid Yesus dianggap sebagai anak dari Maria.79

Dalam teks-teks Perjanjian Baru tentang Maria terdapat beberapat teks-teks Perjanjian Lama yang dikutip secara eksplisit (Yes 7:14) atau mungkin disinggung secara implisit (Kej 3:15, Zef 3:14-20). Menurut beberapa ahli Mariologi Katolik teks-teks Perjanjian Lama tersebut sejak semula sudah mengandung bayangan atau pertanda tentang Maria.80

Bagi para ahli kitab, Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, ataupun Tradisi Suci menggambarkan Maria dengan tugasnya dalam tata penyelamatan. Dalam hal ini tugas Maria juga ditampilkan seakan-akan untuk dikagumi. Memang Alkitab maupun tradisi memberikan perhatiannya bukan kepada pribadi dan tugas Maria, melainkan yang paling

78

Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 78-80.

79

Wawancara pribadi dengan Bapak Thomas Suharjono, Depok, Jawa Barat, 06 April 2008.

80

Gambar

Gambar I memperlihatkan pandangan kebanyakan umat Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Gambar ini
gambar Maria yang secara ajaib muncul pada kain yang dipakai Nahuatl dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini terdiri dari dua macam kegiatan, yaitu kajian lanjut secara teoritis berkaitan dengan pembentukan model pada data deret waktu seasonal dan kajian terapan

1915-ben Hágában 1200 küldött jelenlétével megalapítják a Nők Nemzetközi Béke és Szabadság Ligáját (Women’s International League for Peace and Freedom),

Berdasarkan konsumsi mahasiswi program studi gizi dilihat dari sumber zat besi nonheme yang dikonsumsi yaitu telur dan susu merupakan bagian dari protein hewani

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dikaji oleh peneliti, seperti: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Pandu pada tahun 2017 dalam

pada konstruksi integral Riemann menjadi fungsi positif  yang disebut dengan integral Riemann kontinu lengkap atau integral Henstock-Kurzweil (Integral- HK ) (Soeparna

Menurut Uno dan Kuadrat (2009:13) menyatakan bahwa “ Kecerdasan Visual-Spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek

 Ketika terjadi jurang yang tidak dapat diterima, Davis hanya melihat kemungkinan satu macam reaksi. Teori

Sedangkan untuk file berukuran lebih dari 40.000 bytes, hasil kompresi kurang lebih sama dengan percobaan sebelumnya yaitu iterasi yang diperlukan oleh algoritma